Tajalli adalah
orang-orang yang telah melaksanakan takhalli dan tahalli secara baik
dan sempurna dengan riyadhah dan mujahadah yang terus menerus, sehingga
dia sampai kepada tingkatan hakikat yang akhirnya menjadi kekasih Allah
SWT. Pengamal tarekat yang sampai kepada tingkatan ini, terbukalah
hijabnya dan telah dekatlah dia kepad Allah SWT, sehingga dia mengetahui
siapa yang dia imani, kepada siapa dia beribadat dan mengabdi, yaitu
Allah SWT yang maha agung dan maha tinggi dengan kesempurnaan
sifat-sifat-Nya.
Begitu
juga orang yang telah sampai ke tingkat ini, telah mengetahui hakikat
kenabian dan kerasulan dari Allah SWT dan kesempurnaan
sahabat-sahabatnya. Mereka mengetahui dan bahkan menghayati apa yang
telah disampaikan Rusulullah SAW, apa yang akan ditemui manusia setelah
mati, yaitu antara lain nikmat dan azab kubur, kiamat dan keadaannya,
neraka dan azabnya, surga dengan nikmatnya, dan sebagainya. Dengan kata
lain pengamal tarekat yang sudah sampai ke tingkat ini, telah terbukalah
hijab (kasyaf) baginya apa yang dikehendaki oleh Allah SWT sejak dari
alam yang tinggi sampai ke alam yang rendah, sejak dari kejadian yang
telah lalu sampai dengan kejadian-kejadian yang akan datang (Amin Al
Kurdi 1994 : 364-365).
Sesungguhnya
orang yang telah sampai ke tingkat tajalli tertinggi, dia telah
melewati fase-fase, riyadhah dan mujahadah yang sungguh-sungguh dan
terus menerus, sehingga kehidupannya selalu dalam keadaan muraqabah yang
terus menerus, akhiranya memperoleh musyahadah, lalu makrifat dan
akhirnya fana fillah.
Orang yang fana fillah, tajalli-lah baginya Nur Uluhiyah, sehingga
dia mengetahui rahasia-rahasia yang ghaib, karena telah hilang
sifat-sifat basyariyahnya yang menjadi hijab untuk dapat kasyaf.
Pelaksanaan
Firman
Allah SWT : “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada
waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung)
kepadanya, maka berkatalah Musa :”Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau)
kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”, Tuhan berfirman : “Kamu
sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu,
maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sedia kala) niscaya kamu dapat
melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya Nampak bagi gunung itu, kejadian itu
menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah
Musa sadar kembali dia berkata :” Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada
Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”. (Q.S. Al A’raf 7:
143).
Dari
ayat ini kita dapat mengambil kesimpulan, orang yang fana fillah,
hingga dia menjadi tajalli, adalah orang yang pada waktu itu sedang
munajat beribadah kepada-Nya. Fana dan tajalli adalah kehendak Allah
yang merupakan rahmat dan karunia daripada-Nya. Ayat ini menjadi dalil
adanya fana dan adanya tajalli bagi para Nabi dan Rasul dan bagi
aulia-aulia Allah yang menjadi kekasih-Nya.
Syekh Abuyazid Busthami setiap
membicarakan fana, membicarakan baqa dan pada waktu bersamaan
membicarakan adanya tajalli. Atau dengan kata lain, adanya fana baru ada
dengan adanya baqa atau adanya fana baru ada dengan adanya tajalli.
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar