Wejangan Spiritual
Hazrat Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jilani
Sholat Syari’ah, anda sudah tahu ayat:
“Peliharalah sholat-sholat…” (Al-Baqoroh: 238)
yang
disana tentu ada rukun-rukun sholat secara lahiriyah dengan
gerakan-gerakan jasmani, seperti berdiri, ruku’, sujud, duduk, suara dan
lafadz yang diucapkan. Semua itu masuk dalam ayat, “Peliharalah….”
Sedangkan Sholat Thoriqoh, adalah sholatnya qalbu, yaitu sholat yang diabadikan. Dalam ayat itu berlanjut : “Dan sholat yang di tengah..”
atau disebut sebagai Sholat Wustho, yaitu sholatnya qalbu, karena qalbu
itu diciptakan posisinya di tengah, antara kanan dan kiri, antara bawah
dan atas, antara bahagia dan sengsara, sebagaimana sabda Nabi Saw, : “Qalbu
berada diantara dua Jemari dari Jemari-jemari Ar-Rahman, dimana Allah
membolak-balikkannya semauNya…” (Hr. Muslim, dan juga dikutip oleh
Al-Ghazali dalam Al-Ihya’).
Yang
dimaksud dengan Dua Jemari adalah dua sifatNya, Al-Qahr (Yang Maha
Memaksa) dan Al-Luthf (Yang Maha Lembut), sebab Allah Maha Suci dari
Jemari-jemari. Maka menjadi jelas maksud ayat tersebut adalah Sholat
Qalbu. Apabila Sholat Qalbu rusak, maka Sholatnya pun rusak termasuk
sholat jasmaninya, sebagaimana hadits Nabi Saw, “Tidak ada sholat melainkan dengan hati yang hadir di hadapan Allah.”
Orang
yang sholat bermunajat kepada Tuhannya, dan tempat munajat itu qalbu
(hati). Jika hatinya alpa, maka rusak pula sholatnya. Hati adalah
pokoknya, yang lain hanyalah pengikutnya, sebagaimana dalam hadits Nabi
Saw. “ Ingatlah! Sesungguhnya dalam jasad itu ada segumpal daging,
apabila ia bagus maka bagus pula seluruh jasadnya, dan jika ia rusak,
maka rusaklah seluruh jasadnya. Ingatlah, daging itu adalah qalbu…” (Hr.
Bukhori).
Sholat
syariat itu ada waktunya, setiap hari dan malam, lima kali. Disunnahkan
berjama’ah di masjid dan harus menghadap Ka’bah, mengikuti iman, tanpa
ada sikap pamer dan popularitas.
Sedangkan
Sholat Thoriqoh itu adalah Dzikrullah sepanjang hidup. Masjidnya adalah
qalbunya. Jama’ahnya adalah perkumpulan kekuatan-kekuatan batin, untuk
sibuk terus menerus mengingat Nama-nama Allah dan mentauhidkan Allah
dengan lisan batin. Imamnya adalah rasa rindu dalam spirit qalbu (Fuad).
Dan kibaltnya adalah Al-Hadrah al-Ahadiyah (Manunggal hamba-Allah dalam
KeesaanNya) dan Keindahan ShomadiyahNya, itulah kiblat Hakikat.
Qalbu
dan Ruh sibuk dengan sholat Thariqat ini sepanjang zaman. Karena Qalbu
tidak mati dan tidak tidur. Ia sibuk dalam tidur dan jaga dengan
kehidupan qalbu, tanpa suara, tanpa berdiri dan tanpa duduk. Itulah yang
disebut oleh Allah swt:“Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya
kepadaMu kami memohon pertolongan…” (Al-Fatihah, 5)
Dalam
Tafsir Al-Baidhowi, Anwarut Tanzil wa Asdrorut Ta’wil, beliau
mengatakan, “Dalam ayat tersebut ada isyarat bagi orang yang ma’rifat
kepada Allah, dan transformasinya dari kondisi dimana ia tidak hadir
jiwanya menjadi hadir di hadapan Allah Ta’ala. Maka ia berhak
mendapatkan tugas ini, sebagaimana sabda Rasululllah saw: “Para Nabi dan
para wali senantiasa sholat dalam kuburnya sebagaimana mereka sholat di
rumah-rumah mereka.”Maksudnya mereka terus sibuk bersama Allah dan
munajat bagi kehidupan qalbunya. Bila Sholat Syariat dan Sholat Thoriqoh
telah berpadu, lahir dan batin, maka sempurnalah sholatnya, dan meraih
pahala yang agung dalam taqarrub dengan alam ruhaninya. Dan dia juga
meraih derajat jasmaniyah, lalu si hamba menjadi seorang ‘abid secara
dzohir, dan ‘arif secara batin.Jika seseorang tidak berhasil sholat
Thoriqoh dengan hati yang hidup, maka ia tergolong tidak sempurna, dan
pahalanya tidak sampai pada derajat taqarrub kepada Allah Ta’ala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar