Wejangan Spiritual Syaikh Abdul Wahab as Sya'rani
Di antara akhlak kaum sufi adalah tidak merisaukan
masalah rizki dan tetap berbesar hati meskipun tidak memiliki uang
sepeser pun. Mereka tidak suka menyimpan makanan untuk hari esok.
Apabila ada di antara mereka menyimpan makanan untuk besok, atau satu
minggu, atau satu bulan atau sesuatu yang lain maka yang demikian itu
atas nama keluarga bukan atas nama diri sendiri untuk menenangkan
kegundahan yang barangkali terdapat didalam hati salah satu keluarga.
Akan
tetapi, sebagaimana yang pernah aku dengar bahwa Ali al-Khawwash
berkata: "Di antara kesempurnaan ahli ma'rifah adalah apabila ia
mengetahui segala sesuatu tentang rizkinya maka hendaknya ia tidak
menyimpannya melainkan bersabar hingga datang kepadanya pada waktu yang
telah ditetapkan oleh Allah (SWT) untuk mendahulukan kekosongan tangan
dari urusan duniawiah dari pada memegangnya, karena tidak ada manfaat
untuk menyimpannya.
Aku
pernah mendengar syaikh Ali an Nabtiti berkata: "Di antara syarat
seseorang di antara para wali yang berkumpul dengan Nabi Khidir a.s
adalah tidak menyimpan makanan untuk esok. Barang siapa menyembunyikan
makanan untuk esok maka mereka tidak akan berkumpul dengannya meskipun
ia melakukan ibadah jin dan manusia. Biasanya Khidir a.s mendatangi para
ahli ma'rifah dalam keadaan jaga. Sedangkan di saat tidur. Khidir
datang untuk mengajarkan adab yang tidak ia ketahui.
Abu
Abdullah al-Yasri pernah ditemui khidir dalam keadaan jaga dan
berbincang bincang lama kemudian terputus perbincangan itu dan kemudian
ditemui di saat tidur. Ia menanyakan kepadanya mengapa terputus saat
berjaga? Ia menjawab: "Kami tidak menemani orang yang menyembunyikan
rizki untuk besok, dan kamu pernah mengatakan kepada istrimu pada waktu
tertentu. "Ambilah dirham ini dan simpanlah hingga besok."Abu Abdullah
lalu berkata: "Benar demikian, akan tetapi aku telah bertobat kepada
Allah dari menyimpan sesuatu untuk esok hari." Setelah itu Khidir tidak
mendatanginya lagi hingga meninggal dunia, sebagaimana dikisahkan ketika
sakit sebelum menghembuskan nafas terakhir,
Uwais
al Qarni berkata: "Allah tidak menerima amal hamba Nya yang risau
dengan urusan rizkinya, sebab orang yang merisaukan urusan rizkinya sama
halnya dengan curiga kepada Allah ta'ala dan orang yang mencurigai
Tuhannya maka amalnya tidak diangkat." (Saya katakan) Kadang hamba
merisaukan rizkinya dan berusaha mencarinya karena peduli pada perintah
Allah agar bekerja, bukan karena mengeluh bahwa Dia menyianyiakannya.
Sebaliknya perkataan Uwais tersebut tidak dimaksudkan untuk menentang
yang demikian.
Al
Busthami pernah ditanya: "Dari mana kamu makan dan minum?" Ia menjawab:
"Dari mana saja sebagaimana lalat dan nyamuk diberi makan oleh Allah.
Apakah Anda lihat bagaimana Dia memberi makan dan melupakan Abu Yazid
(Al Busthami)?" Suatu saat ia shalat di belakang seorang imam, lalu imam
itu suatu hari bertanya kepadanya: "Sesungguhnya aku lihat kamu tidak
mempunyai pekerjaan, maka dari mana kamu makan?" Ia menjawab: "Biarkan
aku mengulangi shalat yang sudah aku lakukan di belakangmu, kemudian aku
akan menjawab pertanyaanmu, sebab Anda tidak mengenal Allah dan orang
yang tidak mengenal Nya shalatnya tidak sah." (Saya katakan) Yang
demikian itu tidak bertentangan dengan hadits: "Shalatlah di belakang
orang (imam) yang baik,". Sedangkan imam shalat bagi kaum sufi berkaitan
dengan kedudukan sempurna.
Patut
diketahui bahwa dalil kaum sufi mengenai tidak menyimpan rizki adalah
riwayat bahwa seseorang memberi hadiah kepada Rasulullah saw. tiga ekor
unggas, lalu satu ekor diberikan untuk makan pelayannya. Keesokan
harinya ia menyajikan daging unggas yang masih disimpan. Lalu beliau
berkata: "Bukankah aku sudah melarangmu menyimpan sesuatu untuk esok
sebab Allah pasti memberi rizki setiap esok." Demikianlah, patut kita
menguji diri dengan tidak menyimpan sesuatu untuk esok.
Sabar terhadap Cobaan
Diantara
akhlak kaum sufi adalah memilih kesengsaraan dan cobaan daripada
kesenangan dan kenikmatan duniawiah, karena dengan kesenangan dan
kenikmatan duniawiah mereka takut terpedaya olehnya tetapi jika dengan
cobaan mereka tetap menghadap kepada Allah. Barang siapa mencintai Allah
maka ia mencintai apa yang Dia tetapkan untuknya dan mengingat Nya
dengan ketetapan itu.
Wahab
bin Munabbih berkata: "Barang siapa yang tidak menganggap bencana
adalah kenikmatan dan kesenangan adalah kesengsaran, maka dia bukanlah
seorang faqih (yang mendalami agama)."
Pernah
suatu ketika kelompok orang datang menemui Malik bin Dinar dan ia
sedang duduk di rumah gelap dan di tangannya tepung adonan. Mereka
berkata kepadanya: "Hai Malik, apakah tidak ada lampu? Apakah tidak ada
sesuatu untuk membakar adonan itu di atasnya?" Ia menjawab: "Biarkan
aku, sungguh demi Allah aku menyesal atas segala yang telah berlalu.."
Hasan
Basri berkata: "Barang siapa di lapangkan oleh Allah di dunia dan tidak
takut yang demikian itu dapat memperdayakannya, maka ia telah
terpedaya."
Amirul
Mu'minin Umar bin Khattab r.a. berkata: "Barang siapa setiap malam
mempunyai sepotong roti kering (saja) yang ia makan maka ia bukanlah
orang fakir, sebab orang fakir hanyalah yang tidak mendapatkan sesuatu."
Rabi' bin Anas
pernah berkata: "Sesungguhnya nyamuk hidup tidak lapar, bilamana kenyang
menjadi gemuk dan bilamana gemukmati." Begitujuga dengan anak Adam,
bilamana kekenyangan dengan (kesenangan) dunia ia mati hatinya."
Hafsh
bin Hamid berkata: "Para ulama, fuqaha', ahli hikmah dan para penyair
sepakat bahwa kesempurnaan nikmat di akhirat tidak diperoleh kecuali
dengan mengurangi kenikmatan di dunia."
Ketahuilah
bahwa dalil yang digunakan oleh kaum sufi itu mengenai akhlak ini
adalah riwayat bahwa Rasulullah saw. berkata: "Bagaimana aku menikmati
(kesenangan duniawi) sementara malaikat juru terompet telah bersiap
(memberi tanda kiamat) dan aku mendengar dengan pendengarannya bahkan
dengan dahinya menantikan kapan diperintahkan lalu meniup sangkakala."
Maka
dimaklumi jika orang orang sempurna melihat kedahsyatan hari kiamat
dari dunia ini. Inilah yang membuat mereka menahan diri dari makan,
minum, berhubungan suami istri dan lain sebagainya.
Menolak Pesona Dunia
Dan
di antara akhlak kaum sufi adalah berlapang dada bilamana Allah
menyingkirkan dunia dari hati mereka. Sebab hati mereka mencintai Allah
dan RasulNya, maka dengan sendirinya membenci dunia. Urusan urusan
duniawiah menghalangi kesempurnaan ibadah.
Oleh
sebab itu. di antara akhlak tertinggi mereka adalah keberpalingan hati
dari pesona duniawiah. Renungkan saudaraku, karena para sahabat r.a.
adalah manusia yang paling banyak mencintai Rasulullah saw. maka
bagaimanakah mereka itu hidup mencontoh beliau dalam menjalani hidup
tanpa pesona dunia!Rasulullah pernah mendoakan untuk keluarganya karena
begitu besar cinta mereka kepada beliau dan cinta beliau kepada mereka:
"Ya Allah, jadikanlah rizki keluarga Muhammad sesuap makan!" Yang
demikian itu agar hamba menyambut diri sepenuhnya kepada Allah tanpa
rintangan, apalagi jika ia memiliki kesabaran dari rasa lapar umpamanya,
maka ia akan sepenuhnya menyambut diri kepada Allah siang dan malam
tanpa putus.
Abdullah
bin Mubarak berkata: "Dunia adalah penjara orang mukmin dan amalnya
yang paling agung di dalamnya adalah sabar dan menahan marah. Bagi orang
mukmin, di dunia tidak mempunyai negeri, sebab negerinya yang hakiki
hanyalah di akhirat kelak."
Abdullah
bin Mas'ud r.a. berkata: "Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana
orang beriman lebih hina dari pada budak perempuan tua, lalu ia hidup
sepertl ulat tanah dalam tanah."
Abdullah
bin Abbas r.a. berkata: "Barang siapa yang dikungkung dari dunia oleh
Allah selama tiga hari dan ia ridha dengan itu maka ia berhak mendapat
surga."
Abdullah
bin Bakar al Mazni berkata: "Sesungguhnya Allah benar benar memberi
kepahitan di dunia kepada Hamba Nya yang beriman karena cinta kepadanya,
seperti halnya wanita mencekoki anaknya dengan obat agar ia sembuh dari
sakit." Yang demikian itu diambilkan dari riwayat yang mengatakan bahwa
seorang laki laki berkata kepada Rasulullah saw.: "Sesungguhnya aku
mencintai engkau, wahai Rasulullah." Lalu beliau bersabda: "Jika kamu
benar benar mencintai maka bersiap siaplah untuk miskin (dengan
menghabiskan harta yang ada untuk kebaikan). Sebab kemiskinan lebih
cepat kepada orang yang mencintaiku daripada aliran air ke hilirnya."
Aisyah
r.a. berkata: "Dunia bagi kami sulit dan suram hingga Nabi saw. wafat,
lalu dunia tertuang kepada kami." Yakni karena keberkahan Nabi saw. kami
dalam lindungan dari dunia. Tetapi ketika beliau wafat perlindungan itu
tidak ada lagi dan kekurangan masuk kepada kami."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar