Hakikat Puasa dan Idul Fitri
Syeikh Abdul Qodir Al-Jilany ( Dalam Kitab Sirrul Asror )
Puasa Syariat adalah menahan diri dari makan dan minum, dan dari
berhubungan suami isteri di siang hari. Sedangkan Puasa Thoriqoh itu,
mengekang seluruh tubuhnya dari hal-hal yang diharamkan, dilarang dan
dicela, seperti ujub, takabur, bakhil dan sebagainya secara lahir maupun
batin. Karena semua itu bisa membatalkan puasa thoriqoh.
Puasa syariat itu ada batas waktunya. Sedeangkan Puasa thoriqoh
senantiasa abadi tak terbatas seumur hidupnya. Itulah yang disabdakan
oleh Rasulullah saw:
كم من صائم ليس له جزاء إﻻ الجوع والعطس
“Betapa banyak orang berpuasa tetapi puasanya tidak lebih melainkan hanya rasa lapar…” (Hr. Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Karena itu disebutkan, betapa banyak orang berpuasa tetapi ia justru
berbuka, dan betapa banyak orang yang berbuka (tidak puasa) namun ia
berpuasa. Yakni menahan anggota badannya dari dosa-dosa, menahan diri
dari menyakiti manusia secara fisik, seperti firman Allah Ta’ala dalam
hadits Qudsy:
“Puasa itu untuk Ku dan Aku sendiri yang membalas pahala puasa.” (Hr. Bukhori)
“Bagi orang yang berpuasa mendapatkan dua kegembiraan: kegembiraan
ketika berbuka, dan kegembiraan ketika memandang Keindahan Ku.”
Bagi
Ulama syariat dimaksud dengan berbuka adalah makan ketika matahari
maghrib, dan melihat bulan di malam Idul Fitri. Sedangkan ahli thoriqoh
menegaskan bahwa berbuka itu akan diraih ketika masuk syurga dengan
memakan kenikmatan syurga, dan kegembiraan ketika memandang Allah swt.
Yaitu ketika bertemu dengan Allah Ta’ala di hari qiyamat nanti, dengan
pandangan rahasia batin secara nyata.
Sedangkan Puasa Hakikat adalah
puasa menahan hati paling dalam dari segala hal selain Allah Ta’ala,
menahan rahasia batin (sirr) dari mencintai memandang selain Allah
Ta’ala seperti disampaikan dalam hadits Qudsy:
الإنسان سري وأنا سره
“Manusia itu rahasiaKu dan Aku rahasianya.”
Rahasia itu bermula dari Nurnya Allah swt, hingga ia tidak berpaling
selain Allah Ta’ala. Selain Allah Ta’ala, tidak ada yang dicintai atau
disukai dan tak ada yang dicari baik di dunia maupun di akhirat.
Bila terjadi rasa cinta kepada selain Allah gugurlah puasa hakikatnya.
Ia harus segera mengqodho puasanya, yaitu dengan cara kembali kepada
Allah swt dan bertemu denganNya. Sebab balasan Puasa Hakikat adalah
bertemu Allah Ta’ala di akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar