Cara mengesakan Allah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tauhid merupakan kata benda
yang berarti keesaan Allah. Sedangkan kata kerjanya adalah menauhidkan
artinya mengakui keesaan Allah atau mengesakan Allah
Perkataan
tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada (وحد)
yuwahhidu (يوحد) .Secara etimologis, tauhid berarti keesaan.
Jadi tauhid berasal dari kata “wahhada” (وحد) “yuwahhidu” (يوحد)
“tauhidan” (توحيدا), yang berarti mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Cara mengakui keesaan Allah atau cara mengesakan Allah Subhanahu wa
Ta’ala adalah dimulai dengan mengenal Allah (makrifatullah) dan kemudian
menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya sehingga menyaksikan
Allah (makrifatullah) dengan hati (ain bashiroh).
Oleh
karenanya dikatakan awaluddin makrifatullah, akhiruddin makrifatullah
artinya awal beragama adalah mengenal Allah dan akhir beragama adalah
menyaksikan Allah dengan hati (ain bashiroh)
Tujuan beragama adalah menjadi muslim yang ihsan atau muslim yang berakhlakul karimah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS
Al-Ahzab:21)
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah
ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah
seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu tidak
melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim
11)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang takut
kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir
[35]:28)
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu
yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang
Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat
sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya ,
menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar
sehingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang
sholeh
Muslim yang memandang Allah ta’ala dengan hati (ain
bashiroh) atau muslim yang bermakrifat adalah muslim yang selalu
meyakini kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.
Imam
Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir
dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat,
sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan
menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat
ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid
(penyaksi)”
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika
ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di
mana pun ia berada“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallm
bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah
selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama
Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?” Beliau menjawab,
“Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” “Bagaimana Anda
melihat-Nya?” tanyanya kembali. Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa
dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa
dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad
beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau
menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya
sembah”. “Bagaimana anda melihat-Nya?” dia menjawab: “Tidak dilihat
dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Dalam sebuah wawancara dengan Dr. Sri Mulyati, MA (Dosen Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) , beliau mengatakan bahwa untuk dapat
melihat Allah dengan hati sebagaimana kaum sufi, tahapan pertama yang
harus dilewati adalah Takhalli, mengosongkan diri dari segala yang tidak
baik, baru kemudian sampai pada apa yang disebut Tahalli, harus
benar-benar mengisi kebaikan, berikutnya adalah Tajalli, benar-benar
mengetahui rahasia Tuhan. Dan ini adalah bentuk manifestasi dari
rahasia-rahasia yang diperlihatkan kepada hamba-Nya. Boleh jadi mereka
sudah Takhalli tapi sudah ditunjukkan oleh Allah kepada yang ia
kehendaki.
Tidak semua manusia dapat melihat Allah dengan hatinya.
Orang kafir itu tertutup dari cahaya hidayah oleh kegelapan sesat. Ahli
maksiat tertutup dari cahaya taqwa oleh kegelapan alpa Ahli Ibadah
tertutup dari cahaya taufiq dan pertolongan Allah Ta’ala oleh kegelapan
memandang ibadahnya
Siapa yang memandang pada gerak dan
perbuatannya ketika taat kepada Allah ta’ala, pada saat yang sama ia
telah terhalang (terhijab) dari Sang Empunya Gerak dan Perbuatan, dan ia
jadi merugi besar.
Siapa yang memandang Sang Empunya Gerak dan
Tindakan, ia akan terhalang (terhijab) dari memandang gerak dan
perbuatannya sendiri, sebab ketika ia melihat kelemahannya dalam
mewujudkan tindakan dan menyempurnakannya, ia telah tenggelam dalam
anugerahNya.
Para ulama tasawuf atau kaum sufi mengatakan bahwa
hijab itu meliputi antara lain nafsu hijab, dosa hijab, hubbub al-dunya
hijab, cara pandang terhadap fiqh yang terlalu formalistik juga hijab,
terjebaknya orang dalam kenikmatan ladzatul ‘ibadah, sampai karomah juga
bisa menjadi hijab, dll. Salah satu bentuk nafsu hijab terbesar itu
justru kesombongan, karena sombong itu, membuat, manusia hanya melihat
dirinya. Kita bisa bayangkan, kalau keadaan batin itu hanya melihat
dirinya sendiri, orang lain tidak kelihatan, bagaimana dia bisa
menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh).
Setiap dosa
merupakan bintik hitam hati, sedangkan setiap kebaikan adalah bintik
cahaya pada hati Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang
(terhijab) dari memandang Allah. Inilah yang dinamakan buta mata hati.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
shummun bukmun ‘umyun fahum laa yarji’uuna , “mereka tuli, bisu dan
buta (tidak dapat menerima kebenaran), maka tidaklah mereka akan kembali
(ke jalan yang benar)” (QS Al BAqarah [2]:18)
shummun bukmun
‘umyun fahum laa ya’qiluuna , “mereka tuli (tidak dapat menerima
panggilan/seruan), bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak
mengerti. (QS Al Baqarah [2]:171)
“maka apakah mereka tidak
berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka
dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat
mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang di dalam dada.” (al Hajj 22 : 46)
“Dan
barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti)
ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).”
(QS Al Isra 17 : 72)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah
hidayahnya, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan
bertambah jauh“
Sungguh celaka orang yang tidak berilmu.
Sungguh celaka orang yang beramal tanpa ilmu Sungguh celaka orang yang
berilmu tetapi tidak beramal Sungguh celaka orang yang berilmu dan
beramal tetapi tidak menjadikannya muslim yang berakhlak baik atau
muslim yang ihsan.
Urutannya adalah ilmu, amal, akhlak (ihsan)
Ilmu harus dikawal hidayah. Tanpa hidayah, seseorang yang berilmu
menjadi sombong dan semakin jauh dari Allah ta’ala. Sebaliknya seorang
ahli ilmu (ulama) yang mendapat hidayah (karunia hikmah) maka
hubungannya dengan Allah Azza wa Jalla semakin dekat sehingga meraih
maqom (derajat) disisiNya dan dibuktikan dengan dapat menyaksikanNya
dengan hati (ain bashiroh).
Sebagaimana diperibahasakan oleh
orang tua kita dahulu bagaikan padi semakin berisi semakin merunduk,
semakin berilmu dan beramal maka semakin tawadhu, rendah hati dan tidak
sombong.
Kelirulah mereka yang berpendapat bahwa “Iblis
mengakui tiada tuhan selain Allah bahkan dijuluki “bapak tauhid” karena
tidak mau sujud kepada selain Allah”
Iblis dimurkai oleh Allah
Azza wa Jalla karena tidak menauhidkan atau tidak mengesakan Allah yang
disebabkan kerena tidak mau menjalankan perintahNya untuk memberikan
penghormatan kepada Nabi Adam alaihi salam.
Perlu kita ingat
bahwa laranganNya adalah “La ta’buda illa Allah” (jangan menyembah
(ibadah) pada selain Allah) bukan “La tasjuda illa Allah” (jangan
bersujud pada selain Allah)
Ta’abudi (penyembahan, pengabdian)
hanya untuk Allah saja, sementara sujud (penghormatan, pengakuan,
penghargaan) merupakan sesuatu yang memang seharusnya diberikan kepada
orang yang dimuliakan.
Coba perhatikan beberapa ayat Quran lain
yang menceritakan tentang sujudnya gunung gunung kepada nabi Daud. atau
kedua orang tua Nabi Yusuf dan sudaranya bersujud kepada Nabi Yusuf.
Hakikat kekafiran atau menyekutukan Allah adalah bagi siapa saja yang
tidak menauhidkan Allah atau tidak mengesakan Allah atau tidak mengakui
ke-Maha Kuasa-an Allah yakni tidak mau menjalankan perintahNya dan tidak
mau menjauhi laranganNya.
Bagi siapa saja tidak mau
menjalankan perintah Allah Azza wa Jalla dan tidak mau menjauhi
larangaanNya maka ia sombong atau mengingkari ke-Maha Kuasa-an Allah
Azza wa Jalla.
Begitupula bagi yang menjalankan perintahNya
maupun menjalankan sunnah RasulNya namun sombong atau karena riya maka
termasuk syirik kecil
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan
atas kamu adalah syirik kecil”. Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik
kecil wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya’, kelak di hari kiamat
ketika amalan manusia diberi balasan, Allah ‘Azza wa Jalla akan
mengatakan kepada mereka (yang berbuat riya’’), “Pergilah kepada orang
yang kamu harapkan pujiannya sewaktu di dunia dan lihatlah apakah kamu
mendapati pahala dari mereka?” (HR Ahmad)
Jadi dalam
menjalankan perintahNya atau menjalankan sunnah Rasulullah , hal yang
harus dihindari adalah kesombongan ataupun riya.
Pada suatu
kali, Abu Ubaidah ra pernah menjadi imam sholat. Ketika dia pergi
meninggalkan tempat itu, dia berkata, “Setan telah menggodaku hingga aku
merasa bahwa aku lebih baik daripada orang lain. Oleh karena itu, aku
tidak mau menjadi imam lagi”.
Rasulullah bersabda: “Kesombongan
adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR.
Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud)
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda , “Tiada masuk surga orang yang
dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan. kesombongan
adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim)
Dalam sebuah hadits qudsi , Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda , “Allah berfirman, Keagungan adalah sarungKu dan kesombongan
adalah pakaianKu. Barangsiapa merebutnya (dari Aku) maka Aku
menyiksanya”. (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Kemuliaan adalah sarung-Nya dan kesombongan adalah
selendang-Nya. Barang siapa menentang-Ku, maka Aku akan mengadzabnya.”
(HR Muslim)
Begitupula ada orang yang dikenal sering berdakwah
atau menyerukan muslim lainnya untuk tidak menyembah (beribadah) kepada
selain Allah namun karena suka mencela muslim lainnya maka tetap
termasuk tidak menauhidkan Allah atau tidak mengesakan Allah karena
tidak menjauhi larangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Rasulullah mengatakan, “Apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah
semampumu dan apa yang aku larang maka jauhilah“. (HR Bukhari).
Dari Miqdam bin Ma’dikariba Ra. ia berkata: Bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda; “Hampir tiba suatu zaman di mana
seorang lelaki yang sedang duduk bersandar di atas kursi kemegahannya,
lalu disampaikan orang kepadanya sebuah hadits dari haditsku maka ia
berkata: “Pegangan kami dan kamu hanyalah kitabullah (Al-Qur’an) saja.
Apa yang dihalalkan oleh Al-Qur’an kami halalkan. Dan apa yang ia
haramkan kami haramkan”. (Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
melanjutkan sabdanya): “Padahal apa yang diharamkan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam samalah hukumnya dengan apa yang
diharamkan Allah Subhanhu wa Ta’ala”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “mencela seorang
muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim).
Orang yang fasik adalah orang yang secara sadar melanggar larangan
Rasulullah atau larangan agama sebagaimana firmanNya yang artinya,
“(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian
itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka)
untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah
orang-orang yang rugi.” (QS Al Baqarah [2]:27)
Bagi orang-orang yang fasik, tempat mereka adalah neraka jahannam
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan adapun orang-orang yang fasik maka tempat mereka adalah jahannam” (QS Sajdah [32]:20).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda bahwa salah satu tanda
akhir zaman adalah suara orang-orang fasik berkumandang di beberapa
masjid.
Dalam sebuah pertemuan, ada seseorang yang
mendiskusikan tentang akhlak. Dia begitu fasih menyampaikan dalil dari
Al Qur’an dan Hadits Rasulullah lengkap dengan rantai sanad dan
penilaian tentang ke-shahih-annya. Sesekali dia membaca catatan yang
tampaknya telah dipersiapkan dengan baik.
Tibalah waktunya tuan
rumah mempersilahkan para tamu untuk menikmati hidangan yang telah
dipersiapkan. Ketika sedang asyik menikmati hidangan, tiba-tiba tampak
seseorang makan sambil berjalan. Serta merta orang yang fasih
menyampaikan dalil dari Al Qur’an dan Hadits tersebut berkata sambil
menunjuk dengan telunjuknya “itulah contoh akhlak yang buruk” kemudian
menghampiri orang yang makan sambil berjalan dan menegurnya dengan keras
“Bib anda keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam namun
anda tidak mengetahui hadits yang melarang makan sambil berjalan”.
Orang tersebut yang ternyata seorang Habib hanya meminta maaf kemudian melanjutkan makannya sambil duduk.
Setelah pulang orang-orang yang mengenal Habib tersebut menghampirinya
dan bertanya “mustahil Habib tidak mengetahui hadits-hadits tersebut,
ada apa gerangan Bib ?”
Habib tersebut menjawab, “Saya cuma
ingin menguji akhlak orang tersebut yang berbicara tentang akhlak
berdalilkan Al Qur’an dan Hadits. Sekaligus memperlihatkan kebenaran
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa kelak akan
bermunculan orang-orang yang mengajak manusia untuk kembali kepada
Al-Quran, padahal mereka sama sekali tidak mengamalkannya. Mereka
membaca Al-Quran, namun tidak melebihi kerongkongan mereka.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Akan datang pada akhir
zaman, orang-orang muda dan berpikiran sempit. Mereka senantiasa
berkata baik. Mereka keluar dari agama Islam, sebagaimana anak panah
lepas dari busurnya. Mereka mengajak manusia untuk kembali kepada
Al-Quran, padahal mereka sama sekali tidak mengamalkannya. Mereka
membaca Al-Quran, namun tidak melebihi kerongkongan mereka. Mereka
berasal dari bangsa kita (Arab). Mereka berbicara dengan bahasa kita
(bahasa Arab). Kalian akan merasa shalat kalian tidak ada apa-apanya
dibandingkan shalat mereka, dan puasa kalian tidak ada apa-apanya
dibandingkan puasa mereka.”
Seorang lelaki bertanya pada
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam “Musllim yang bagaimana yang
paling baik?” “Ketika orang lain tidak (terancam) disakiti oleh tangan
dan lisannya” Jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu aliahi wasallam bersabda “Tiada lurus iman
seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tiada lurus hatinya sehingga
lurus lidahnya“. (HR. Ahmad)
Sayyidina Umar ra menasehatkan,
“Jangan pernah tertipu oleh teriakan seseorang (dakwah bersuara /
bernada keras). Tapi akuilah orang yang menyampaikan amanah dan tidak
menyakiti orang lain dengan tangan dan lidahnya“
Sayyidina Umar
ra juga menasehatkan “Orang yang tidak memiliki tiga perkara berikut,
berarti imannya belum bermanfaat. Tiga perkara tersebut adalah santun
ketika mengingatkan orang lain; wara yang menjauhkannya dari hal-hal
yang haram / terlarang; dan akhlak mulia dalam bermasyarakat (bergaul)“.
Itulah contoh orang yang merasa lebih pandai dari muslim lainnya
sehingga mereka menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim
(as-sawadul a’zham) yang disebut juga sebagai khawarij. Khawarij adalah
bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang
keluar.
Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, “Aku
berharap bisa bertemu dengan salah seorang Sahabat Muhammad yang bisa
menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa
dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para Sahabat. Aku
berkatakepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari
Rasulullah tentang Khawarij!”. Beliau berkata, “Akan kuceritakan kepada
kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan
dilihat oleh kedua mataku. “Sejumlah uang dinar diserahkan kepada
Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya
dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya (di dahinya).
Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari
arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya
namun beliau tidak memberinya. Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari
ini engkau tidak membagi dengan adil”. Mendengar ucapannya, Nabi marah
besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian
tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”.
Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda,
“Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan
mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun al
Qur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama
sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah
menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. ” (HR Ahmad
no 19798)
Ahmad ash Showi mengatakan, “Bukanlah yang
dimaksudkan oleh ayat (QS Al Fath [48]:29) adalah sebagaimana perbuatan
orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi
karena hal itu adalah ciri khas khawarij” (Hasyiahash Shawi 4/134, Dar
al Fikr)
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang
maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka
dari bekas sujud’ (QS Al Fath [48]:29) apakah yang dimaksudkan adalah
bekas di wajah? Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’
yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan “kapal’ yang ada pada
lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan
sebenarnya adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no
3702)
Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada
dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah,
sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah
kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar.
Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya
kepadanya,“Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang
tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di
antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di
antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bersahabat dengan
Rasulullah, Abu Bakar,Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas
tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)
Para ahli tafsir umumnya menyampaikan bahwa “tampak pada wajah mereka
dari bekas sujud” (QS Al Fath [48]:29) adalah pada air muka mereka
kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka.
Tentu tidak semua orang yang mempunyai tanda hitam bekas sujud di antara kedua matanya atau di dahinya adalah khawarij.
Menurut Al-Hasan Al Basri , khawarij adalah orang-orang munafik yakni
suka menampakkan tanda-tanda ibadahnya namun berakhlak buruk.
Salah satu tanda atau sifat kaum khawarij adalah merasa lebih pandai
atau merasa lebih benar dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham)
sehingga dalam riwayat di atas berani menghardik Rasulullah dengan
perkataan “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”
Tokoh utama khawarij, orang yang munafik, suka menampakkan tanda-tanda
ibadahnya namun berakhlak buruk, merasa lebih pandai dari Rasulullah
sehingga menghardiknya adalah Dzul Khuwaishirah dari bani Tamim dan
penduduk Najed
Dzul Khuwaishirah dari kabilah bani Tamim
Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami
Syu’aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah
bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu berkata;
Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang
sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah,
seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai Rasulullah,
tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa
yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh
kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil.
Kemudian ‘Umar berkata; Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal
batang lehernya!. Beliau berkata: Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan
memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh
shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka.
Mereka membaca Al Qur’an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka.
Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target
(hewan buruan). (HR Bukhari 3341)
Dzul Khuwaishirah adalah penduduk Najed
Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sari telah menceritakan
kepada kami Abul Ahwash dari Sa’id bin Masruq dari Abdurrahman bin Abu
Nu’m dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata; Ketika Ali bin Abi Thalib
berada di Yaman, dia pernah mengirimkan emas yang masih kotor kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu emas itu dibagi-bagikan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada empat kelompok.
Yaitu kepada Aqra` bin Habis Al Hanzhali, Uyainah bin Badar Al Fazari,
Alqamah bin Ulatsah Al Amiri, termasuk Bani Kilab dan Zaid Al Khair Ath
Thay dan salah satu Bani Nabhan. Abu Sa’id berkata; Orang-orang Quraisy
marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, Kenapa pemimpin-pemimpin
Najd yang diberi pembagian oleh Rasulullah, dan kita tidak dibaginya?
maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab: Sesungguhnya
aku lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka. Sementara
itu, datanglah laki-laki berjenggot tebal, pelipis menonjol, mata
cekung, dahi menjorok dan kepalanya digundul. Ia berkata, Wahai
Muhammad! Takutlah Anda kepada Allah! Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: Siapa pulakah lagi yang akan mentaati Allah, jika aku
sendiri telah mendurhakai-Nya? Allah memberikan ketenangan bagiku atas
semua penduduk bumi, maka apakah kamu tidak mau memberikan ketenangan
bagiku? Abu Sa’id berkata; Setelah orang itu berlaku, maka seorang
sahabat (Khalid bin Al Walid) meminta izin kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam untuk membunuh orang itu. Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul
nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai
melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam,
dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti
panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati
mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim
1762)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mencegah para
Sahabat memerangi (membunuh) Dzul Khuwaishirah karena Beliau mengetahui
di belakangnya ada teman-teman mereka yang sifatnya sama. Sangat mungkin
saat temannya dianiaya, mereka akan mengobarkan perang melawan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Sahabatnya. Padahal, mereka
bukan orang “kafir” karena shalat, shaum, dan ritual mereka boleh
dikatakan di atas rata-rata orang kebanyakan. Tidak akan ada yang
menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang akan merusak Islam.
Contoh yang lain dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamim an
Najdi atau khawarij yang merasa lebih pandai dari khalifah Sayydina Ali
bin Abi Thalib adalah Abdurrahman ibn Muljam
Abdurrahman ibn
Muljam seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang
wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu.
Bacaan Al-Qurannya sangat baik. Karena bacaannya yang baik itu, pada
masa Sayyidina Umar ibn Khattab ra, ia diutus untuk mengajar Al-Quran ke
Mesir atas permintaan gubernur Mesir, Amr ibn Al-’Ash. Namun, karena
ilmunya yang dangkal, sesampai di Mesir ia malah terpangaruh oleh
hasutan (ghazwul fikri) orang-orang Khawarij yang selalu berbicara
mengatasnamakan Islam, tapi sesungguhnya hawa nafsu yang mereka turuti.
Ia pun terpengaruh. Ia tinggalkan tugasnya mengajar dan memilih
bergabung dengan orang-orang Khawarij sampai akhirnya, dialah yang
ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Imam Sayyidina Ali ra.
Mereka melarang khalifah sayyidina Ali karamallahu wajhu berhukum dengan
hukum buatan manusia seperti perjanjian ( tahkim / arbitrase ) dengan
Sahabat Muawiyah dan menuduhnya telah kafir karena dianggap berhukum
dengan thagut, berhukum dengan selain hukum Allah. Pada akhirnya mereka
menganggap halal darah Sayyidina Ali karamallahu wajhu dan berujung
eksekusi pembunuhan yang disebabkan karena salah memahami firman Allah
seperti (QS Al Maidah [5]:44).
Padahal dengan memperhatikan
asbabun nuzul (riwayat turunnya ayat) dari (QS Al Maidah [5]:44) maka
kita akan mengetahui maksud atau tujuan dari ayat itu sebenarnya.
Oleh karenanya Sayyidina Ali karamallahu wajhu berkata “kalimatu haqin
urida bihil batil” (perkataan yang benar dengan tujuan yang salah)
ketika menanggapi semboyan kaum khawarij pada waktu itu yakni “La hukma
illah lillah”, tidak ada hukum melainkan hanya dari Allah.
Al-Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir meriwayatkan
dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dan beliau menyebutkan
sebab turunnya ayat ini: “Allah Ta’ala menurunkan ayat ini berkenaan
tentang dua kelompok di kalangan Yahudi di masa jahiliyyah, di mana
salah satu kelompok telah menguasai yang lainnya sehingga mereka ridha…”
Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi rahimahullah (wafat 671 H) berkata :
“Adapun seorang muslim dia tidak dikafirkan walaupun melakukan dosa
besar. Di sini ada yang tersembunyi, yaitu siapa yang tidak berhukum
dengan apa yang Allah subhanahu wata’ala turunkan yakni menolak Al-Quran
dan menentang ucapan Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam maka dia kafir.
Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Mujahid. Maka ayat ini umum
dalam hal ini.
Dari Anas radhiyallahuanhu, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Tiga hal merupakan pokok iman ;
menahan diri dari orang yang menyatakan Tiada Tuhan kecuali Allah. Tidak
memvonis kafir akibat dosa dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam
akibat perbuatan dosa ; Jihad berlangsung terus semenjak Allah
mengutusku sampai akhir ummatku memerangi Dajjal. Jihad tidak bisa
dihapus oleh kelaliman orang yang lalim dan keadilan orang yang adil ;
dan meyakini kebenaran takdir”.
Jadi yang dimaksud tidak
berhukum dengan apa yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan adalah bagi
orang yang menolak Al-Quran dan menentang ucapan Rasululullah shalallahu
‘alaihi wasallam yakni kaum non muslim.
Sehingga kaum muslim
boleh berhukum dengan hukum buatan manusia selama isi perjanjian tidak
menyalahi laranganNya atau selama tidak bertentangan dengan Al Qur’an
dan As Sunnah.
Firman Allah pada (QS Al Maidah [5]:44) adalah ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir.
Salah satu ciri khas dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at
Tamim An Najdi atau kaum khawarij , orang-orang yang membaca Al Qur’an
tidak melampaui tenggorokannya (tidak mempegaruhi hatinya) karena salah
paham sehingga berakhlak buruk adalah suka menggunakan ayat-ayat yang
diturunkan bagi orang-orang kafir untuk menyerang kaum muslim
Abdullah bin Umar ra dalam mensifati kelompok khawarij mengatakan:
“Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir
lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang beriman”.[Lihat:
kitab Sahih Bukhari jilid:4 halaman:197]
Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam telah memperingatkan kita bahwa akan bermunculan
orang-orang yang salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah sehingga menuduh
muslim lainnya telah musyrik.
Dari Hudzaifah Radhiyallahu
anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya yang
paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca
al-Qur’an, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’an
dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’an, membuangnya
di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan
menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allah,
siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”.
Beliau menjawab, “Penuduhnya”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti
orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati
kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan
membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti
panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati
mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim
1762)
Sabda Rasululullah di atas yang artinya “mereka membunuh
orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala” maksudnya
mereka memahami Al Qur’an dan As Sunnah dan berkesimpulan atau menuduh
kaum muslim lainnya telah musyrik (menyembah selain Allah) seperti
menuduh menyembah kuburan atau menuduh berhukum dengan selain hukum
Allah, sehingga membunuhnya namun dengan pemahaman mereka tersebut
mereka membiarkan para penyembah berhala yang sudah jelas
kemusyrikannya.
Yang dimaksud dengan “membiarkan para penyembah berhala” adalah “membiarkan” kaum Yahudi
Kaum Yahudi yang sekarang dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau
disebut juga dengan freemason, iluminati, lucifier yakni kaum yang
meneruskan keyakinan pagan (paganisme) atau penyembah berhala
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan setelah datang kepada mereka
seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada
mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat)
melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka
tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti
apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan
mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal
Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan
lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-102)
Rasulullah masuk ke kamarku dalam keadaan aku sedang menangis. Beliau
berkata kepadaku: ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Aku menjawab: ‘Saya
mengingat perkara Dajjal maka aku pun menangis.’ Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: ‘Jika dia keluar sedang aku masih berada di
antara kalian niscaya aku akan mencukupi kalian. Jika dia keluar setelah
aku mati maka ketahuilah Rabb kalian tidak buta sebelah. Dajjal keluar
bersama orang-orang Yahudi Ashbahan hingga datang ke Madinah dan
berhenti di salah satu sudut Madinah. Madinah ketika itu memiliki tujuh
pintu tiap celah ada dua malaikat yang berjaga. maka keluarlah
orang-orang jahat dari Madinah mendatangi Dajjal.”
Dajjal tidak
dapat melampaui Madinah namun orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah
dari Bani Tamim an Najdi akan keluar dari Madinah menemui Dajjal
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda bahwa orang-orang
yang membunuh orang-orang Islam karena dituduh musyrik atau dituduh
berhukum dengan selain hukum Allah ditetapkan sebagai orang yang telah
murtad atau telah keluar dari agama Islam seperti panah yang meluncur
dari busurnya
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda bahwa jika telah
bermunculan fitnah atau perselisihan atau bahkan pembunuhan terhadap
umat la ilaha illallah karena perbedaan pendapat maka hijrahlah ke
Yaman, bumi para Wali Allah atau ikutilah atau merujuklah kepada
pendapat Ahlul Hadramaut, Yaman.
Diriwayatkan dari Ibnu Abi
al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi
shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah
kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi
wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke
negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke
negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’
Abu Said
al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya
mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan
beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak’
Dari
Ibnu Umar ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda
sementara beliau menghadap timur: “Ingat, sesungguhnya fitnah itu
disini, sesungguhnya fitnah itu disini dari arah terbitnya tanduk
setan.” (HR Muslim 5167)
Telah menceritakan kepada kami Abu
Nu’man telah menceritakan kepada kami Mahdi bin maimun aku mendengar
Muhammad bin Sirin menceritakan dari Ma’bad bin Sirin dari Abu Sa’id Al
Khudzri radliyallahu’anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bersabda: Akan muncul beberapa orang dari arah timur, mereka
membaca Al Qur’an namun tidak lebih dari kerongkongan mereka (tidak
meresap dalam hati), mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah
keluar dari busur, dan mereka tidak akan kembali hingga anak panah
kembali ke tali busur. Lalu ditanya, Apa tanda mereka? Beliau menjawab:
Ciri mereka adalah gundul. (HR Bukhari 7007)
Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna berkata, telah menceritakan kepada
kami Husain bin Al Hasan berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu
‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar berkata, Beliau berdoa: Ya Allah,
berkatilah kami pada negeri Syam kami dan negeri Yaman kami. Ibnu ‘Umar
berkata, Para sahabat berkata, Juga untuk negeri Najed kami. Beliau
kembali berdoa: Ya Allah, berkatilah kami pada negeri Syam kami dan
negeri Yaman kami. Para sahabat berkata lagi, Juga untuk negeri Najed
kami. Ibnu ‘Umar berkata, Beliau lalu berdoa: Disanalah akan terjadi
bencana dan fitnah, dan di sana akan muncul tanduk setan (HR Bukhari
979)
Negeri Najed berada sebelah timur dari kota Makkah oleh
karenanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menetapkan miqat bagi
penduduk Najed di Qarnul Manazil sesuai arah negeri Najed. Penduduk Iraq
dan Iran miqat di Dzat Irq, sesuai dengan arah negeri Iraq sebelah
Timur Laut Makkah. Sedangkan penduduk Yaman miqat di Yalamlam, sesuai
dengan arah negeri Yaman sebelah tenggara kota Makkah.
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Hammad
dari ‘Amru dari Thawus dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata:
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menetapkan miqat bagi
penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam di Al Juhfah, bagi
penduduk Yaman di Yalamlam dan bagi penduduk Najed di Qarnul Manazil.
Itulah ketentuan masing-masing bagi setiap penduduk negeri-negeri
tersebut dan juga bagi yang bukan penduduk negeri-negeri tersebut bila
datang melewati tempat-tempat tersebut dan berniat untuk hajji dan
‘umrah. Sedangkan bagi orang-orang selain itu, maka mereka memulai dari
tempat tinggalnya (keluarga) dan begitulah ketentuannya sehingga bagi
penduduk Makkah, mereka memulainya (bertalbiyah) dari (rumah mereka) di
Makkah. (HR Bukhari 1431)
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Ammar Al Maushulli yang berkata telah
menceritakan kepada kami Abu Haasyim Muhammad bin ‘Ali dari Al Mu’afiy
dari Aflah bin Humaid dari Qasim dari Aisyah yang berkata Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di
Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam dan Mesir di Juhfah, bagi penduduk
Iraq di Dzatu ‘Irq, bagi penduduk Najd di Qarn dan bagi penduduk Yaman
di Yalamlam [Shahih Sunan Nasa’i no 2656]
Sedangkan qarnul manazil artinya tempat tanduk.
***** awal kutipan ******
Najd atau Nejd (dalam bahasa Arab: نجد Naǧd, dibaca ‘Najed’) adalah
sebuah wilayah di pusat negara Arab Saudi dan merupakan tempat di mana
ibukota negara tersebut, Riyadh, berada. Najd juga merupakan bagian
tengah dari Semenanjung Arab. Najd adalah sebuah daerah dataran tinggi
dengan ketinggian 762 hingga 1.525 meter di atas permukaan laut. Bagian
timur wilayah ini ditandai dengan perkampungan-perkampungan oasis,
sedang di daerah Najd lainnya sedikit didiami oleh suku nomaden Badui.
Orang yang berasal dari Najd disebut Najdi dalam bahasa Arab.
Najd dalam bahasa Arab secara harfiah berarti ‘dataran tinggi
Saat ini wilayah Najd secara administratif terbagi di empat provinsi di
negara Arab Saudi yaitu Ha’il, Qasim, Riyadh dan sebagian Syarqiyah.
Penduduk Najd beragama Islam. Wilayah ini terkenal dengan penafsiran
puritannya atas Islam, dan umumnya dianggap sebagai benteng pertahanan
konservatisme agama yang dikenal sebagai Wahhabisme (gerakan Wahabi),
atau mereka sendiri menyebutnya sebagai Salafi. Paham Wahhabi/Salafi ini
hingga kini telah menyebar ke penjuru dunia terutama di negara-negara
yang memiliki populasi Muslim. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh
kekuasaan Kerajaan Arab Saudi atas Mekkah dan Madinah yang merupakan
tanah suci Umat Islam dan juga hubungan diplomatik Arab Saudi dengan
negara-negara lain dengan memberikan beasiswa pendidikan di Arab Saudi
maupun dengan mendirikan lembaga pendidikan Islam di negara-negara
tersebut.
***** akhir kutipan ******
Lalu mengapa sebagian
ulama mengatakan bahwa fitnah dari timur adalah dari Iraq sedangkan
negeri Iraq berada sebelah Timur Laut Makkah ?
Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Umar bin Aban, Washil bin
Abdula’la dan Ahmad bin Umar Al Waki’i, teks milik Ibnu Aban, mereka
berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudhail dari ayahnya
berkata: Aku mendengar Salim bin Abdullah bin Umar berkata: Wahai
penduduk Iraq, aku tidak bertanya tentang masalah kecil dan aku tidak
mendorong kalian untuk masalah besar, aku pernah mendengar ayahku,
Abdullah bin Umar berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Salam bersabda: Sesungguhnya fitnah itu muncul disini -ia menunjukkan
tangannya ke arah timur- dari arah terbitnya dua tanduk setan. Kalian
saling menebas leher satu sama lain. Musa hanya membunuh orang yang ia
bunuh berasal dari keluarga Fir’aun itu karena tidak sengaja lalu Allah
‘azza wajalla berfirman padanya: ‘Dan kamu pernah membunuh seorang
manusia, lalu kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah
mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaahaa: 40) Ahmad bin Umar berkata
dalam riwayatnya: Dari Salim, ia tidak menyebut: Aku telah mendengar.
(HR Muslim)
Salim bin Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu
mengatakan “fitnah itu muncul di sini” hanyalah menyampaikan dengan
mengulang apa yang dikatakan oleh ayahnya Abdullah bin Umar
radhiyallahuanhu yang menyampaikan dengan mengulang apa yang disabdakan
oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Kata “di sini” bukan
menunjukkan di mana Beliau berada.
Siapakah “penduduk Iraq” yang dinasehati oleh Salim bin Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu ?
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi an Najdi diusir atau
diisolasi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kesebuah kampung
bernama Haruri terletak dekat kufah, Iraq. Mereka disebut juga kaum
Haruriyyah
Dan Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al
Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ia berkata, saya
mendengar Yahya bin Sa’id berkata, telah mengabarkan kepadaku Muhammad
bin Ibrahim dari Abu Salamah dan Atha` bin Yasar bahwa keduanya
mendatangi Abu Sa’id Al Khudri dan bertanya tentang Al Haruriyyah,
“Apakah Anda pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menyebutnya?” Abu Sa’id menjawab, “Saya tidak tahu, siapakah sebenarnya
Al Haruriyyah itu. Tetapi, saya telah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: ‘Akan keluar dari umat ini -dan beliau tidak
mengatakan- darinya suatu kaum, yang mereka akan meremehkan shalat
kalian. kemudian mereka membaca Al Qur`an, namun tidak sampai melewati
kerongkongan mereka. Mereka keluar dari Islam, sebagaimana meluncurnya
anak panah dari busurnya, hingga sang pemanah pun melihat ujung dari
anak panah itu, apakah memuncratkan darah.’” (HR Muslim 1764)
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Basysyar Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Ja’far Telah menceritakan kepada kami Syu’bah
dari ‘Amru bin Murrah dari Mush’ab bin Sa’ad dia berkata; Aku bertanya
kepada Bapakku mengenai firman Allah; Katakanlah: Apakah akan Kami
beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya? apakah mereka orang Harury? Bapakku menjawab; bukan,
mereka adalah Yahudi dan Nashrani. Adapun orang-orang Yahudi, mereka
telah mendustakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan Nashrani
mereka telah mengingkari surga. Mereka mengatakan; didalamnya tidak ada
makanan dan minuman. Adapun Haruriy mereka adalah orang-orang yang
melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh… dan Sa’ad
menamakan mereka sebagai orang-orang yang fasik. (HR Bukhari 4359)
Dan telah menceritakan kepada kami Abd bin Humaid telah mengabarkan
kepada kami Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Ashim
dari Mu’adzah dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata,
‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’
shalat? ‘ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘
Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia
menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan
untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’
shalat’.” (HR Muslim 508)
Dalam syarah Shahih Muslim, Jilid.
17, No.171 diriwayatkan Khalid bin Walīd ra bertanya kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah
at Tamimi an Najdi yang berakhlak buruk dengan pertanyaan
“Wahai
Rasulullah, orang ini memiliki semua bekas dari ibadah-ibadah sunnahnya:
matanya merah karena banyak menangis, wajahnya memiliki dua garis di
atas pipinya bekas airmata yang selalu mengalir, kakinya bengkak karena
lama berdiri sepanjang malam (tahajjud) dan janggut mereka pun lebat”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab : camkan makna ayat ini
: qul in’kuntum tuhib’būnallāh fattabi’unī – Katakanlah: “Jika kamu
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu. karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Khalid bin Walid bertanya, “Bagaimana caranya ya Rasulullah ? ”
Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Jadilah orang yang ramah
seperti aku, bersikaplah penuh kasih, cintai orang-orang miskin dan
papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian dan cintai
saudara-saudaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.”
Indikator
atau ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang mencintai Allah dan dicintai
oleh Allah sehingga menjadi wali Allah (kekasih Allah) adalah
sebagaimana yang disampaikan dalam firmanNya dalam (QS Al Maidah [5]:44)
1. Bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim
2. Bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir
3. Berjihad di jalan Allah, bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
4. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Allah ta’ala telah berfirman bahwa jika bermunculan orang-orang yang
murtad atau keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya
karena membunuh umat la ilaha illallah yang dituduh musyrik atau dituduh
berhukum dengan selain hukum Allah maka Allah Azza wa Jalla akan tetap
menjaga adanya kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai
Allah seperti ahlul hadramaut (Yaman).
Firman Allah ta’ala yang
artinya, “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu
yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap
lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda , ‘Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah”. Bersabda Nabi shallallahu
alaihi wasallam : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman’.
Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai
ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku
Kindah, Sukun dan Tajib’.
Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika
dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, beliau berkata, ‘Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman’.
Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid,
ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, ‘Saya dan kaum saya
wahai Rasulullah’. Rasul menjawab, ‘Bukan, tetapi ini untuk dia dan
kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy’ari’.
Al-Hafidz Ibnu Hajar
al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath
al-Bari, dari Jabir bin Math’am dari Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam berkata, ‘Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi.
Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi’
Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah
bin Nufail, ‘Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini’.
Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman”. Masih dalam Jami’
al-Kabir, Imam al-Sayuthi meriwayatkan hadits marfu’ dari Amru ibnu
Usbah , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Sebaik-baiknya
lelaki, lelaki ahlu Yaman‘.
Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang mencintai orang-orang
Yaman berarti telah mencintaiku, siapa yang membenci mereka berarti
telah membenciku”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah
menyampaikan bahwa ahlul Yaman adalah orang-orang yang mudah menerima
kebenaran, mudah terbuka mata hatinya (ain bashiroh) dann banyak
dikaruniakan hikmah (pemahaman yang dalam terhadap Al Qur’an dan Hadits)
sebagaimana Ulil Albab
Telah menceritakan kepada kami Abul
Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu’aib Telah menceritakan kepada
kami Abu Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Telah datang
penduduk Yaman, mereka adalah orang-orang yang berperasaan dan hatinya
paling lembut, kefaqihan dari Yaman, hikmah ada pada orang Yaman.” (HR
Bukhari 4039)
Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid
dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami
Ya’qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa’d- telah menceritakan kepada kami
bapakku dari Shalih dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata;
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang
penduduk Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada
pada orang Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74)
Kita dapat telusuri apa yang telah disampaikan oleh ahlul Yaman melalui
apa yang disampaikan oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat
dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahman Al Attos dan yang
setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al
Imam Syihabuddin, kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar,
kemudian Al Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang
diatas mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almuqoddam Muhammad bin Ali
Ba’alawi Syaikhutthoriqoh dan orang orang yang setingkat dengannya,
sampai ke Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi
bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Husain ra
Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad
bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali
Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra sejak Abad 7 H di Hadramaut Yaman
beliau menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah
dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i)
dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau
tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang muktabaroh dan
bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Di Hadramaut kini,
akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus
berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang
“ideal” karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor
dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan
Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang
mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan
kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi
mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah
Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah,
mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al
Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar