AJARAN 53
Memohonlah kepada Allah supaya kita bisa ridha kepada takdir-Nya dan
bisa tenggelam di dalam perbuatan Allah. Karena, di situlah terletak
kedamaian dan surga dunia ini dan itulah pintu gerbang Allah yang agung
serta cara mencapai kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang
beriman. Barangsiapa dikasihi oleh Allah, maka orang itu tidak akan
disiksa atau dihukum di dunia dan di akhirat.
Dalam merasa ridha kepada-Nya-lah dan dalam tenggelam di dalam
perbuatan-Nya-lah terletak hubungan dengan Allah dan kebersatuan serta
keterpaduan dengan-Nya.
Janganlah kamu terlena oleh kesenangan
dan kemewahan dunia saja. Janganlah kamu hanya mengharapkan dan
mengingat apa yang telah ditentukan untukmu saja atau apa yang tidak
ditentukan untukmu saja. Jika kamu berusaha untuk mendapatkan apa yang
tidak ditentukan untukmu, maka itu adalah tanda kebodohan dan
kejahilanmu, dan itu merupakan hukuman berat yang ditimpakan kepadamu.
Sebab, ‘diantara hukuman yang paling berat ialah berusaha mendapatkan
apa yang tidak ditakdirkan untukmu’.
Jika kamu diberi, maka itu
tidak lain hanyalah ketamakanmu, menyekutukan penyembahan-Nya, kasih
sayang dan hakekat-Nya di dalam usaha mencarinya, karena kamu terlena
dalam hal yang selain Allah. Barangsiapa bersungguh-sungguh mencari
kesenangan dan kemewahan dunia, maka berarti ia tidak ikhlas dalam
mencintai Allah dan bersahabat dengan-Nya. Oleh karena itu, jika ada
orang yang mementingkan apa saja selain Allah, maka ia adalah seorang
pembohong dan pendusta.
Begitu juga, jika ada orang yang
menyembah Allah karena menghendaki sesuatu balasan dari-Nya, maka ia
adalah orang yang tidak ikhlas. Penyembahan yang ikhlas adalah
penyembahan karena Allah semata-mata dan mengakui ke-Tuhanan-Nya, yaitu
Rububiyyah-Nya (sifat-sifat Allah yang mengontrol dan memelihara alam
semesta). Orang yang ikhlas itu menyembah Allah karena ke-Tuhanan-Nya
dan karena memang Dia sajalah yang harus disembah. Sudah sepatutnya ia
patuh dan mengabdikan dirinya kepada Allah yang mengontrol
segala-galanya, yang mengontrol dirinya, gerak dan diamnya dan bahkan
apa saja. Hamba itu dan segala apa saja yang dimilikinya, sebenarnya,
adalah kepunyaan Allah juga.Bagaimana tidak ? Seperti telah aku katakan
bahwa, semua perbuatan penyembahan adalah karunia Allah dan limpahan
kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya, karena Dia-lah yang memberi
kekuatan kepada hamba-hamba itu untuk melakukan penyembahan tersebut dan
Dia jugalah yang memberikan kekuasaan kepada mereka untuk melakukannya.
Bersyukur kepada-Nya adalah lebih baik daripada meminta balasan karena melakukan ibadah atau penyembahan itu.
Mengapa kamu ingin terlena dan bermati-matian memburu kesenangan dan
kemewahan dunia saja, padahal kamu telah melihat dan mengetahui bahwa
kebanyakan manusia yang mengejar kesenangan dan kemewahan dunia itu
semakin bertambah ingkar, angkuh dan lupa kepada Allah yang memberikan
karunia itu kepada mereka, bahkan mereka semakin bertambah loba dan
tamak ? Mereka selalu memandang bahwa apa yang mereka miliki itu masih
terlalu kecil dan tidak baik, sedangkan apa yang dimiliki oleh orang
lain mereka anggap paling baik dan paling agung dan harus mereka rebut.
Dalam peristiwa rebut dan mengejar itu, umur semakin bertambah tua,
badan bertambah lemah, keringat menjadi kering, harta benda semakin
berkurang, hati bertambah gelap dan dosa semakin bertumpuk. Maka keadaan
hidupnya di dunia ini semakin bertambah hina dan buruk. Mereka lupa
untuk bersyukur kepada Allah yang memberikan karunia itu kepada mereka.
Mereka durhaka kepada Allah. Maka merugilah mereka di dunia dan di
akhirat. Mereka tidak bisa mendapatkan bagian orang lain yang mereka
kejar itu. Umur mereka di dunia ini sia-sia belaka dan di akhirat kelak
lebih sia-sia lagi. Inilah orang-orang yang paling hina, bodoh dan tidak
mempergunakan akal dan pikiran mereka.
Sekiranya mereka
bersyukur dan ridha dengan apa yang ada pada mereka serta patuh kepada
Allah, maka mereka tidak akan bersusah payah mengejar bagian mereka di
dunia ini, mereka akan menjadi orang-orang Allah dan mereka akan
menerima apa mereka minta dan mereka inginkan dari Allah. Semoga Allah
menjadikan kita semua orang-orang yang ridha dengan takdir-Nya. Semoga
kita semua masuk dalam majlis-Nya dan mendapatkan kesejahteraan,
kekuatan dan kesehatan kerohanian. Dan semoga Allah meridhai kita
sekalian.
AJARAN 54
Barangsiapa menghendaki akhirat,
maka ia harus memalingkan dirinya dari dunia. Dan barangsiapa mengendaki
Allah, maka ia harus memalingkan dirinya dari akhirat dan hendaklah ia
membuang kehidupan keduniaannya karena Allah semat-mata. Selagi masih
ada kehendak kepada keduniaan sepeti kelezatan dan kemewahan keduniaan,
makan, minum, kawin, rumah, kendaraan, kekuasaan, pangkat, sanjungan,
memperdalam ilmu-ilmu selain rukun Islam yang lima itu beserta hadits
dan Al Qur’an, menginginkan kemiskinan dihilangkan darinya, ingin kaya,
ingin bahagia, tidak ingin terkena bencana, menginginkan faidah dan
sebagainya; terlintas dalam pikiran dan hati kamu, maka hal itu
menunjukkan bahwa kamu belum menjadi orang Allah, karena semua itu
hanyalah untuk kepentingan diri sendiri, kehendak jasmani dan
kebahagiaan pikiran, serta semua itu adalah keduniaan belaka.
Semua itu harus dikikis habis dari hati. Pikiran harus dibersihkan dari
ingatan-ingatan kepadanya dan tanamkanlah perasaan suka dan senang untuk
mem-fana’-kan diri di dalam Allah, sekalipun tidak memiliki harta
benda. Biarkan hati itu bersih dari segala sesuatu selain Allah, agar
hidup bersih di dunia ini.
Apabila orang itu telah melaksanakan
semua ini dengan sempurna, maka seluruh keadaan duka, sedih, resah dan
gelisah akan hilang dari hati dan pikirannya. Kemudian, ia akan hidup
baik dan sentosa serta dekat kepada Allah. Nabi Muhammad SAW pernah
bersabda, “Tidak mempedulikan dunia itu akan membawa kebahagiaan hati
dan badan.”
Selagi di dalam hati itu masih ada kecenderungan
kepada keduniaan, maka selagi itu pula masih ada kesedihan dan kedukaan.
Hati itu akan merasa takut dan gelisah. Hati semacam itu akan terhalang
dari Allah. Semua keadaan seperti ini tidak akan dapat dihilangkan,
kecuali jika kecintaan terhadap dunia telah dikikis habis dari hati itu.
Setelah itu, janganlah mempedulikan kehidupan di akhirat seperti
menghendaki surga, bidadari, derajat yang tinggi di akhirat, tempat
tinggal yang paling baik, kendaraan surga, pakaian, minuman, makanan,
hiasan dan keindahan di surga yang telah disediakan oleh Allah untuk
orang-orang yang beriman.
Oleh karena itu, dengan beribadah,
janganlah kita mengharapkan ganjaran di surga kelak. Janganlah kita
beribadah atau shalat karena kita mengharapkan ganjaran di akhirat kelak
atau di dunia ini. Hendaklah kita shalat dan beribadah karena Allah
semata-mata. Hanya dengan itu saja Allah akan memberikan ganjaran yang
baik kepada kita. Dengan itu Allah akan membawa kita dekat kepada-Nya
dengan penuh keridhaan dan kasih sayang-Nya. Allah telah menganugerahkan
kebaikan dan ilmu tentang Dzat-Nya kepada para Rasul, para Nabi, para
Wali dan orang-orang yang dikasihi-Nya. Dari hari ke hari, hamba itu
akan bertambah maju. Kemudian, iapun dimasukkan ke alam akhirat dan
mengalami “apa yang tidak pernah dilihat oleh mata kepala, apa yang
tidak pernah didengar oleh telinga dan apa yang tidak pernah terlintas
dalam pikiran”, yang semua itu berada di luar pengetahuan dan tidak
dapat dibayangkan.
AJARAN 55
Kesenangan hidup ini
dibuang sebanyak tiga kali. Pada mulanya, seorang hamba Allah berada
dalam kegelapan kejahilannya dan dalam keadaan yang yang tidak tentu
arah, ia bertindak sewenang-wenang dalam seluruh tindak-tanduk hidupnya
dengan menuruti hawa nafsu kebinatangannya semata-mata, tanpa mau
mengabdikan dirinya kepada Allah dan tanpa pegangan agama yang mengawal
dirinya. Dalam keadaan seperti ini, Allah melihatnya dengan penuh kasih
sayang. Oleh karena itu, Allah mengutus seorang penasehat kepadanya dari
orang-orang yang termasuk dalam golongannya yang juga seorang hamba
Allah yang baik, dan satu penasehat lagi yang terdapat dalam dirinya
sendiri. Kemudian, kedua penasehat ini mempengaruhi dirinya. Sehingga,
hamba itu dapat melihat cacad yang ada pada dirinya seperti mengikuti
hawa nafsu saja dan tidak mengikuti yang haq (benar). Dengan demikian,
ia cenderung untuk mengikuti peraturan-peraturan atau hukum-hukum Allah
di dalam semua tindak-tanduknya.
Kemudian hamba itu menjadi
seorang Muslim yang berdiri tegak di dalam hukum-hukum Allah, keluar
dari keadaannya yang jahil dan meninggalkan hal-hal yang haram dan
meragukan. Hamba itu hanya mengambil perkara-perkara yang halal saja
seperti makan, minum, bepergian, kawin dan lain sebagainya yang
kesemuanya diperlukan untuk menjaga kesehatan dan kekuatan untuk patuh
kepada Allah, asalkan ia menerima sepenuhnya apa yang diberikan Allah
kepadanya dan tidak boleh melampaui batas serta tidak boleh keluar dari
kehidupan dunia ini sebelum ia pergi mendapatkannya dan
menyempurnakannya.
Maka berjalanlah ia di dalam hal-hal yang
halal dalam seluruh keadaan hidupnya ini, sehingga ia mencapai peringkat
kewalian (wilayah) dan masuk ke dalam golongan orang-orang yang
membenarkan hakekat dan orang-orang pilihan Allah yang menghendaki
berdampingan dengan Allah SWT.
Setelah itu, iapun hanya
berjalan di dalam perintah Allah saja, dan di dalam dirinya ia mendengar
firman Allah yang maksudnya kurang lebih, “Buanglah dirimu sendiri dan
marilah ke mari; buanglah kelezatan dan kemewahan mahluk, jika kamu
menghendaki Allah. Buanglah dunia dan akhirat serta kosongkanlah diri
dari segala-galanya. Merasa senanglah dengan ke-Esa-an Allah. Buanglah
syirik dan bersikap ikhlaslah. Kemudian, masuklah ke dalam majlis
ke-Tuhan-an dan mendekatlah kepada-Nya dengan bersujud dan menghinakan
diri serta tidak lagi mempedulikan hal-hal keduniaan dan keakhiratan,
atau mahluk atau kemewahan hidup.”
Apabila ia telah sampai
kepada peringkat ini dan telah teguh di dalamnya, maka ia akan menerima
pakaian kemuliaan dan kehormatan dari Allah, dan Allah akan melimpahkan
nur dan berbagai karunia. Lalu dikatakan kepadanya, “Pergunakanlah
rahmat dan nikmat-Ku, dan janganlah bersikap angkuh serta jangan pula
membuang kehendak atau kemauan, karena menolak pemberian-Ku itu bisa
memberatkan Aku dan memperkecil kekuasaan-Ku”. Kemudian, iapun diberi
pakaian yang mulia dan terhormat itu, tanpa ia sendiri memainkan peranan
di dalam perkara tersebut. Sebelum itu, ia diselimuti oleh kemauan hawa
nafsunya sendiri saja, lalu dikatakanlah kepadanya, “Selimutilah dirimu
dengan rahmat dan karunia Allah.”
Jadi, bagi dia, ada empat
peringkat di dalam mencapai kebahagiaan dan bagiannya. Peringkat
pertama, ialah kehendak hawa nafsu kebinatangan semata dan ini adalah
diharamkan. Peringkat kedua, ialah menuruti hukum dan undang-undang
Allah, dan ini diperbolehkan. Peringkat ketiga adalah
peringkat-peringkat batin, dan ini adalah peringkat kewalian (wilayah)
dan membuang hawa nafsu kebinatangan. Peringkat keempat adalah peringkat
keridhaan dan karunia Illahi, di sini lenyaplah kehendak dan maksud
diri. Inilah peringkat Badaliyyat. Hamba itu masuk ke dalam majlis
ke-Tuhan-an Yang Maha Tinggi, ia berserah bulat kepada Allah dan
menuruti perbuatan Allah semata-mata. Inilah peringkat di mana ia terus
mendapatkan ilmu Allah dan mempunyai sifat-sifat yang baik. Seorang
hamba tidak boleh dikatakan benar dan baik, jika ia belum mencapai
peringkat ini.
Ini sesuai dengan firman Allah yang maksudnya
lebih kurang, “Sesungguhnya kawanku ialah Allah yang menurunkan Al
Qur’an dan Dia menolong orang-orang yang baik.”
Oleh karena
itu, hamba yang telah mencapai peringkat keempat ini tidak lagi
mempergunakan apa-apa yang memberikan manfaat kepada dirinya dan tidak
pula menghindarkan apa-apa yang memberikan mudharat kepada dirinya. Ia
seperti bayi di pangkuan ibunya atau seperti mayat di tagan orang-orang
yang sedang memandikannya. Ia hanya bergantung kepada qadha’ dan qadar
Allah semata-mata, tanpa memilih dan tanpa berusaha apa-apa. Ia kembali
kepada Allah untuk melakukan apa saja karena-Nya. Ia tidak mempunyai
apa-apa lagi. Kadang-kadang Allah memberinya kesusahan dan kadang-kadang
memberinya kesenangan. Kadang-kadang ia kaya dan kadang-kadang ia
miskin papa. Ia tidak mau memilih atau menginginkan suatu posisi atau
pertukaran posisi. Sebaliknya, ia ridha dan senang hati kepada apa saja
yang diperbuat Allah terhadapnya. Inilah peringkat terakhir dalam
pengembaraan kerohanian yang dicapai oleh para Abdal dan Aulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar