AJARAN 43
Jika ada orang yang meminta sesuatu kepada manusia, maka yang demikian
itu dikarenakan ia jahil atau bodoh tentang Allah, lemah imannya, kurang
pengetahuannya tentang hakekat, kurang keyakinan dan kesabaran. Dan
jika ada orang yang meminta kepada Allah, maka hal itu adalah pertanda
bahwa ia penuh dengan ilmu Allah Yang Maha Agung dan Maha Kaya, pertanda
bahwa ia memiliki keimanan yang teguh
dan keyakinan yang pasti, pertanda bahwa ilmu Allah selalu bertambah
setiap saat di dalam hatinya dan pertanda bahwa ia malu kepada Allah
Yang Maha Gagah Perkasa.
AJARAN 44
Jika permohonan dan
doa seseorang untuk memiliki ilmu kerohanian dari Allah SWT tidak
dikabulkan dan setiap janji-Nya tidak dipenuhi-Nya untuk orang itu, maka
sesungguhnya hal itu adalah karena Allah tidak menghendaki orang itu
terlalu muluk harapannya (terlalu optimis). Sebab, kondisi dan posisi
kerohanian itu tidak akan didapatinya, kecuali jika ia memiliki takut
dan harapan secara bersamaan. Takut dan harapan ini ibarat dua kapak
atau sayap burung. Kedua-duanya perlu ada, dan satu saja tidak jadi.
Takut dan harapan ini berada dalam setiap kondisi dan posisi itu.
Dengan demikian, orang yang memiliki ilmu kerohanian atau kebatinan
bisa menjadi dekat dengan Allah. Kondisi dan posisi kerohaniannya itu
ialah bahwa ia tidak menginginkan sesuatu selain Allah, ia tidak
cenderung dan merasa ingin kepada sesuatu selain Allah dan ia tidak
merasa gembira dengan yang lain selain Allah. Jadi, meminta supaya
permohonannya diterima atau janji-Nya dipenuhi adalah berlawanan dengan
jalan-Nya dan tidak sesuai dengan posisinya.
Ada dua sebab
Allah selalu tidak memperkenankan permohonan si hamba. Pertama,
seseorang tidak mau dikuasai oleh terlalu mengharap atau
mengangan-angankan apa yang telah ditakdirkan Allah untuknya, ia tidak
mau mendahului Allah di dalam setiap tindakan dan ia tidak mengetahui
bahwa takdir Allah itu mungkin ada yang lebih baik daripada apa yang
dimintanya. Kedua, hal ini dapat menimbulkan syirik, yaitu menyekutukan
sesuatu dengan Allah. Karena tidak ada manusia yang tidak berdosa,
kecuali para Nabi.
Karena dua sebab inilah Allah selalu tidak
memperkenankan permohonan hamba-hamba-Nya, dikhawatirkan jika si hamba
akan meminta menurut kehendak dirinya saja, tanpa mengembalikan kepada
aturan dan perintah Allah. Dan ada kemungkinan hal ini akan membawanya
kepada perbuatan syirik. Ada bermacam-macam sebab yang dapat
menjerumuskan seseorang ke lembah syirik pada setiap posisi, kondisi dan
cara menempuh jalan kerohanian ini. Tetapi, apabila suatu doa atau
permintaan itu sesuai dengan kehendak dan ketentuan Allah, maka hal ini
akan menambah si hamba lebih dekat lagi kepada Allah seperti dengan
jalan shalat, puasa dan menjalankan kewajiban-kewajiban lainnya, karena
dengan mengikuti semua cara itu berarti mematuhi perintah Allah.
AJARAN 45
Ketahuilah bahwa manusia ini ada dua macam. Pertama, mereka yang
dikarunia Allah perkara-perkara yang baik di dunia ini. Kedua, mereka
yang diuji oleh Allah dengan apa yang telah ditakdirkan Allah untuk
mereka. Mereka yang mendapatkan perkara-perkara yang baik itu belum
tentu terlepas dari dosa dan kekhilafan di dalam menikmati karunia Allah
tersebut. Orang-orang ini merasa bangga dengan karunia itu. Tiba-tiba
datanglah takdir Allah berupa kesulitan dan malapetaka yang menimpa
diri, keluarga atau harta benda mereka. Dengan demikian mereka merasa
sedih dan berputus asa. Mereka lupa kepada kebanggaan dan kebahagiaan
yang mereka nikmati dulu. Jika mereka diberi kekayaan, keselamatan dan
kesentosaan, maka merekapun lupa, seolah-olah mereka menduga bahwa
keadaan itu akan kekal. Dan jika mereka ditimpa malapetaka, maka mereka
pun lupa kepada kebaikan yang pernah mereka terima dulu, seakan-akan
kebaikan itu tidak pernah ada pada mereka. Semua ini menunjukkan
kejahilannya atau kebodohannya tentang tuannya yang sebenarnya, yaitu
Allah SWT.
Andaikan mereka mengetahui bahwa Allah berkuasa
membuat apa saja yang dikehendaki-Nya, baik berkuasa menjatuhkan dan
menaikkan, membuat kaya dan membuat miskin, menyenangkan dan
menyusahkan, mengelokkan dan memburukkan, menghinakan dan memburukkan,
menghidupkan dan mematikan maupun apa saja, maka tentulah mereka tidak
akan menduga bahwa kebahagiaan dan kekayaan yang mereka nikmati itu akan
kekal dan tentulah mereka tidak akan merasa bangga dan sombong atau
putus asa dan kecewa, jika kekayaan dan kebahagiaan dihilangkan dari
mereka.
Tindakan mereka yang semacam ini disebabkan kebodohan
mereka tentang dunia ini. Mereka tidak mengetahui bahwa dunia ini adalah
tempat ujian, tempat berusaha, tempat bersakit-sakitan dan tempat
bersusah payah. Dunia ini bagaikan dua lapisan rasa, di luarnya adalah
rasa pahit dan di dalamnya adalah rasa manis. Makanlah dahulu yang pahit
itu, barulah memakan yang manisnya. Seseorang hendaknya merasakan yang
pahit itu dahulu sebelum ia merasakan yang manis. Bersabarlah kamu
memakan yang pahit itu dahulu, agar kamu dapat memakan yang manisnya
pula. Oleh karena itu, barang siapa bersabar terhadap ujian-ujian di
dunia ini, maka ia berhak menerima hasil dan balasan yang baik dan
bagus. Ibarat orang yang mau memakan gaji. Bekerjalah dahulu, baru
mendapatkan gaji. Lapisan yang pahit itu harus dihabiskan lebih dahulu,
baru lapisan yang manis akan didapatkan.
Oleh karena itu, jika
si hamba patuh kepada Allah, mengerjakan yang diperintahkan-Nya dan
meninggalkan yang dilarang-Nya, bertawakal bulat kepada-Nya dan menuruti
takdir-Nya serta bila ia telah memakan yang pahit, iapun menghapuskan
hawa nafsu keiblisannya dan menghancurkan tujuan kehendak egonya, maka
Allah akan memberinya kehidupan baru yang lebih baik, kebahagiaan,
keselamatan dan kemuliaan serta Allah akan memeliharanya dan memberikan
perlindungan kepadanya. Setelah itu, si hamba itupun menjadi seperti
bayi yang sedang disusui ibunya, yakni bayi itu tidak lagi perlu mencari
makan, karena ibunya telah memberinya makan. Allah akan memberinya
rizki tanpa ia harus bersusah payah atau berusaha keras di dunia ini dan
juga di akhirat kelak.
Seorang hamba janganlah menyangka bahwa
ia tidak diuji dan bahwa karunia yang diterimanya itu akan kekal. Ia
harus bersyukur dan menyerahkan dirinya kepada Allah semata-mata. Nabi
Muhammad SAW pernah bersabda yang maksudnya lebih kurang sebagai
berikut, “Kemegahan dunia ini adalah perkara yang merusakkan. Oleh
karena itu, pertahankanlah diri kamu darinya dengan bersyukur.”
Mensyukuri karunia kekayaan itu dilakukan dengan menyadarkan diri dan
mengatakan kepadanya bahwa karunia itu tidak lain hanyalah kepunyaan
Allah yang dipinjamkan-Nya dan diamanatkan-Nya kepada kita. Semuanya
adalah milik Allah dan kita tidak mempunyai apa-apa. Oleh karena itu,
dalam masalah harta benda ini, kita tidak boleh melanggar batas-batas
yang telah ditentukan Allah dan gunakanlah harta benda itu menurut
kehendak-Nya. Keluarkanlah zakat dan sedekah. Tolonglah orang-orang yang
miskin papa. Orang-orang yang sedang berada dalam kesusahan adalah
menjadi tanggungan kita untuk memberikan nafkah kepadanya. Inilah arti
mensyukuri karunia kekayaan harta benda yang diberikan Allah kepada
kita. Sedangkan mensyukuri ni’mat anggota-anggota badan yang telah
diberikan kepada kita adalah dengan menggunakan badan itu untuk mematuhi
perintah-perintah Allah, meninggalkan larangan-Nya dan tidak berbuat
dosa dan maksiat.
Inilah cara-cara memelihara karunia Allah
agar tidak terlepas dari kita. Siramlah akarnya agar ia menjadi subur,
daunnya rindang dan menghasilkan buah yang manis yang menampakkan
manfaat kepada badan, supaya badan itu dapat mematuhi Allah, dekat
kepada-Nya dan selalu ingat kepada-Nya serta supaya kita menerima rahmat
dan kasih sayang Allah di akhirat kelak dan dapat hidup kekal di surga
bersama para Nabi, orang-orang yang benar, para syuhada dan orang-orang
saleh. Mereka ini adalah golongan orang-orang yang dimuliakan.
Tetapi jika seseorang itu terpengaruh dan tenggelam dalam kesenangan dan
kemegahan dunia ini saja, maka akan merugilah ia, di akhirat kelak ia
akan menyesal dengan tiada putus-putusnya dan nerakalah tempat
tinggalnya.
Allah menguji manusia dan ujian itu mempunyai
bermacam-macam tujuan. Adakalanya ditujukan untuk menghukum manusia
akibat kesalahan dan dosa yang telah dilakukannya. Adakalanya ditujukan
untuk membuang dan membersihkan cacad orang itu. Dan adakalanya pula
ditujukan untuk meninggikan derajat orang itu agar ia dapat bersama-sama
dengan orang-orang yang memiliki ilmu kerohanian yang mengalami
berbagai kondisi dan posisi kerohanian. Mereka itu telah mengembara di
padang bencana dan kesusahan dengan menunggang kendaraan kasih sayang
Allah sambil ditiup oleh angin bayu penglihatan-Nya yang lemah lembut
yang mengenai gerak dan sikap mereka, karena ujian itu tidak bermaksud
mencampakkan mereka ke dalam neraka, tetapi sebaliknya. Dengan ujian
itu, Allah menguji mereka untuk memilih mereka, meneguhkan keimanan
mereka dan membersihkan mereka, agar dapat dibedakan antara iman dengan
kufur dan antara tauhid dengan syirik, dan sebagai balasannya orang itu
diberi ilmu, rahasia dan cahaya.
Apabila lahir dan batin
orang-orang ini telah bersih dan hati mereka telah suci, maka mereka ini
akan menjadi orang-orang pilihan dan kekasih Allah serta mereka akan
mendapatkan rahmat di dunia dan di akhirat. Di dunia ini, rahmat itu
melalui hati mereka, sedangkan di akhirat nanti melalui jasmani mereka.
Oleh karena itu, bala bencana itu merupakan pencuci dan pembersih
daki-daki syirik mereka serta pemutus hubungan mereka dengan manusia,
keduniaan dan hawa nafsu kebinatangan dan keiblisan; di samping menjadi
alat penghancur kebanggaan, kesombongan dan ketamakan serta penghapus
niat yang bukan karena Allah di dalam beribadah seperti beribadah
lantaran menghendaki surga dan sebagainya.
Tanda bahwa ujian
itu dimaksudkan sebagai hukuman adalah, seseorang bersabar apabila
datang ujian-ujian kepadanya lalu menangis dan mengeluh kepada orang
lain. Tanda bahwa ujian itu dimaksudkan sebagai pembersih dan pembuang
kelemahan ialah sabar dengan baik, tanpa mengeluh dan menunjukkan
kesusahannya kepada orang lain, dan tanpa berkeberatan untuk
melaksanakan perintah Allah. Sedangkan tanda bahwa ujian itu ditujukan
untuk meninggikan derajat si hamba yang menerima ujian itu adalah adanya
kerelaan dan kesukaan hati serta kedamaian terhadap perbuatan Allah,
Tuhan Seru Sekalian Alam, dan dirinya sendiripun hilang dalam ujian itu,
sampai masa ujian itu berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar