AJARAN 41
Kusajikan sebuah perumpamaan untuk dijadikan bahan renungan :
Katakanlah bahwa ada seorang Raja yang telah melantik seorang biasa
menjadi gubernur untuk memerintah di suatu bandar. Orang itu diberi
pakaian kerajaan dengan bendera, panji-panji, gendang kerajaan dan
sepasukan tentara yang cukup lengkap. Masa pun berlalu. Akhirnya ia
mengira bahwa kedudukan atau keadaan itu akan
kekal, sehingga timbullah rasa bangga dan sombongnya. Ia lupa kepada
keadaannya sebelum ia dilantik menjadi gubernur dahulu. Kemudian, karena
bangga dan sombongnya itu, maka jabatannya itu dicabut oleh raja. Ia
dimintai pertanggungjawabannya di depan raja dan dimintai keterangannya
tentang sebab ia melakukan kesalahan itu. Akhirnya ia diputuskan
bersalah, lalu dipenjarakan dan menyesallah ia berada di dalam penjara
yang sempit dan gelap. Karena lamanya ia berada di dalam penjara, maka
perasaan bangga dan sombongnya itupun hilang. Hatinya luluh dan api hawa
nafsunya pun padam. Kemudian, semua keadaannya ini diketahui oleh raja
dan lama kelamaan raja itupun merasa kasihan kepadanya. Ia dilepaskan
dari penjara, dan raja itu menyerahkan kembali jabatan yang pernah
dipegangnya dahulu untuk menjadi gubernur di bandar yang lain, sebagai
hadiah dari raja itu. Setelah itu, ia tetap memangku jabatan gubernur
dengan keadaan baik hati dan tidak lagi berperangai buruk seperti
dahulu. Akhirnya, ia menjadi orang yang baik dan bersih.
Demikianlah perumpamaan seorang mu’min dengan Allah yang membawa mu’min
dekat dengan-Nya dan menjadi orang pilihan-Nya. Dibukanya pintu hati si
mu’min itu untuk menerima kasih sayang dan karunia-Nya. Maka tampaklah
oleh si mu’min itu dengan mata hatinya sesuatu yang tidak tampak oleh
mata kepala, dan dingernya dengan telinga hatinya sesuatu yang tidak
pernah didengar oleh telinga kepala. Terlihat olehnya perkara-perkara
ghaib dari kerajaan Tuhan Yang Maha Besar, yang meliputi langit dan bumi
dan sebagainya. Semakin dekatlah ia kepada Allah. Shalat dan doanya
diterima oleh Allah. Ia dikaruniai kasih sayang dan perkataan yang
baik-baik dan manis dari Allah. Dengan karunia-Nya pula, maka
ilmu-ilmu-Nya yang pelik-pelik akan dapat ia ketahui. Allah akan
menyempurnakan karunia-Nya kepada si Mu’min itu, baik dari segi batiniah
maupun dari segi lahiriah seperti kesehatan badan, minuman, pakaian,
makanan, istri yang baik dan perkara-perkara yang halal serta sesuai
dengan peraturan dan ketentuan Allah. Jadi, Allah akan menetapkan
keadaan ini kepada hamba-Nya yang beriman dan dekat kepada-Nya, untuk
beberapa masa lamanya, sampai si hamba itu merasa selamat dan kekal
dalam keadaan itu. Setelah itu, Allah akan mendatangkan malapetaka,
kesusahan hidup dan bencana kepadanya. Sehingga, si hamba itupun merasa
sedih, heran, hatinya menjadi remuk dan ia terputus dari hubungannya
dengan orang-orang segolongannya.
Jika ia melihat keadaan itu
dari segi lahirnya saja, maka ia akan melihatnya sebagai suatu kejahatan
yang menimpanya, dan jika ia melihatnya dengan hati dan batinnya saja,
maka ia melihatnya sebagai sesuatu yang mendukacitakannya. Jika ia
meminta kepada Allah untuk melenyapkan kesusahan yang tengah dihadapinya
itu, maka Allah tidak akan menerimanya; jika ia meminta janji-janji
yang baik, maka ia tidak akan mendapatkannya dengan segera; jika ia
berjanji tentang sesuatu, maka ia tidak akan diberitahukan tentang
hasilnya; jika ia memimpikan sesuatu, maka ia tidak dapat mengetahui
maksudnya; dan jika ia hendak bergabung kembali dengan orang-orang
segolongannya, maka iapun tidak dapat melakukannya. Pendek kata,
segalanya telah tertutup baginya dan doanya tidak lagi diterima.
Sehingga dengan demikian, dirinya menjadi hancur, hawa nafsunya menjadi
hilang dan lenyaplah niat serta cita-citanya. Segalanya telah kosong
baginya. Untuk sementara, keadaan ini akan terus berlangsung dan mungkin
penderitaannya itu akan diperhebat lagi. Sehingga sampailah masanya,
bila ia merasakan tabiat-tabiat dan sifat-sifat kemanusiaannya hilang
setahap demi setahap yang akhirnya ia tinggal mempunyai ruh saja, maka
ia akan mendengar suara batinnya memanggil, “(Allah berfirman),
“Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk
minum.” (QS 38:42). Ayat ini difirmankan kepada Nabi Ayyub as.
Kemudian Allah akan melimpahkan lautan rahmat dan kasih sayang-Nya
kepadanya dan hatinya merasa aman dan tenteram serta disinari dengan
cahaya iman dan ilmu. Pintu keridhaan Allah dibukakan untuk-Nya. Manusia
akan datang berkunjung kepadanya untuk memberikan bermacam-macam hadiah
dan orang-orang akan mengabdi kepadanya. Manusia akan memuji dan
menghormatinya. Kata-katanya dijunjung tinggi. Orang-orang akan
merasakan kebahagiaan berada di majelisnya. Raja-raja dan orang-orang
besarpun akan tunduk kepadanya. Allah akan menyempurnakan karunia-Nya
kepadanya, baik lahiriah maupun batiniah. Allah akan memelihara lahirnya
melalui mahluk-Nya dan batinnya melalui kasih sayang dan rahmat-Nya.
Kekallah ia berada dalam keadaan itu sampai akhir hayatnya. Setelah itu,
Allah akan memasukkannya ke tempat yang tidak terlihat oleh mata, tidak
terdengar oleh telinga dan tidak terlintas di dalam hati siapapun,
sebagaimana firman Allah, “Seorangpun tidak mengetahui apa yang
disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam ni’mat) yang
menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan.” (QS 32:17)
AJARAN 42
Ruh manusia itu
hanya ada dalam dua keadaan, tidak ada keadaan yang ketiga, yaitu
keadaan bahagia dan keadaan sengsara. Apabila ia berada dalam keadaan
sengsara atau menderita, maka muncullah perasaan-perasaan rendah,
gelisah, gundah, muram, tidak ridha, mengkritik dan menyalahkan Allah,
tidak sabar dan tidak bertawakal, sehingga lahirlah ahlak buruk,
menyekutukan Allah dengan mahluk dan akhirnya tidak percaya atau kufur.
Dan apabila ia sedang merasa senang, maka ia menjadi mangsa ketamakan
dan kerakusan serta hawa nafsu kebinatangan dan keiblisan. Nafsunya
tidak pernah merasa puas. Ia menghendaki barang yang berada di tangan
orang lain atau yang ditentukan untuk orang lain. Sehingga ia tidak
pernah lepas dari kesusahan dan penderitaan, baik di dunia ini maupun di
akhirat kelak.
Sesungguhnya hukuman yang paling menyiksa adalah mencari atau menuntut apa yang tidak ditentukan untuk kita.
Jika ketika ia berada dalam kesengsaraan, ia tidak mau yang lain,
kecuali ia hanya meminta agar kesengsaraan itu dihilangkan dan ia tidak
mengingat serta menghendaki kemewahan yang membuatnya senang; tetapi
jika ia diberi kesenangan dan kemewahan, ia menjadi tamak, dengki,
ingkar dan melakukan perkara-perkara dosa dan maksiat serta ia lupa
kepada penderitaan yang pernah dialaminya; maka ia akan dikembalikan
kepada keadaannya semula, ia akan mengalami kesusahan dan penderitaan
yang pernah dialaminya, dan bahkan lebih berat daripada keadaannya
semula, karena ia telah berdosa dan perlu dihukum. Dengan cara ini, ia
akan menjadi sadar kembali dan pada masa berikutnya ia akan menjauhkan
dirinya dari perbuatan dosa dan noda. Sebab, kesenangan dan kebahagiaan
itu tidak dapat menyelamatkannya, sedangkan kesengsaraan dan penderitaan
dapat menyelamatkannya.
Sekiranya ketika penderitaan kesusahan
dihilangkan darinya ia berbuat baik, patuh, bersyukur dan ridha kepada
Allah, maka hal itu adalah lebih baik baginya di dunia dan di akhirat,
dan Allah akan menambahkan karunia, nikmat, kebahagiaan dan keselamatan
kepadanya.
Oleh karena itu, barangsiapa menghendaki keselamatan
hidup di dunia dan di akhirat, maka hendaklah ia menanamkan sikap
sabar, rela bertawakal kepada Allah, menjauhkan sifat iri terhadap
manusia dan meminta segala kebutuhan kepada Allah Yang Maha Agung.
Patuhlah kepada Allah dan hambakanlah diri hanya kepada-Nya saja. Dia
lebih baik dari apa saja selain Dia.
Segala apa yang tidak
disampaikan Allah kepada kita sebenarnya adalah merupakan satu karunia
atau hadiah. Hukuman-Nya adalah kebaikan. Penderitaan yang
ditimpakan-Nya adalah obat. Janji-Nya diibaratkan sebagai uang tunai,
kredit-Nya adalah keadaan pada masa ini dan firman-Nya itu pasti
terjadi. Apabila Allah hendak menjadikan sesuatu, maka Dia hanya
berfirman, “Jadilah”, maka jadilah ia. Oleh karena itu, semua
perbuatan-Nya adalah baik dan berdasarkan hikmah kebijaksanaan. Allah
sajalah Yang Maha Tahu. Manusia tidak akan dapat mengetahui ilmu Allah
yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, adalah lebih baik bagi si hamba
untuk terus selalu bertawakal, berserah diri, kembali kepada-Nya,
melakukan apa saja yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa saja yang
dilarang-Nya. Janganlah menyalahkan Allah, sinis dan mengatakan bahwa
Dia itu dholim, tidak tahu dan sebagainya. Perbuatan-Nya jangan
disalahkan.
Ada sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Atha
bin Abbas yang diterimanya dari Abdullah bin Abbas. Diceritakan bahwa
Ibnu Abbas pernah berkata, “Ketika aku menunggang kuda di belakang Nabi
Muhammad SAW, beliau bersabda kepadaku, “Wahai anakku, jagalah atau
peliharalah kewajibanmu terhadap Allah, niscaya Allah akan memeliharamu
dan peliharalah kewajianmu terhadap Allah, niscaya kamu akan mendapatkan
Allah berada di hadapanmu.”
Oleh karena itu, apabila kamu mau
meminta, maka memintalah kepada Allah dan apabila kamu mau memohon
perlindungan, maka memohonlah kepada-Nya. Andaikan seluruh hamba Allah
hendak memberikan manfaat kepadamu, namun Allah tidak mengijinkannya,
maka akan sia-sialah perbuatan mereka itu. Jika seluruh hamba Allah
bermaksud hendak memberikan mudharat atau bahaya kepadamu, tetapi Allah
tidak mengijinkannnya, maka mudharat atau bahaya itupun tidak akan
menimpamu. Karenanya, jika kamu mampu melakukan seluruh perintah Allah
dengan ikhlas, maka lakukanlah semua itu. Tetapi, jika kamu tidak mampu
melakukannya, maka lebih baik kamu bersabar terhadap sesuatu yang tidak
suka untuk kamu lihat, yang sebenarnya di situ terdapat kebaikan.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya pertolongan Allah itu datang melalui
kesabaran. Dan ketahuilah, bahwa bersama kesusahan itu terdapat
kesenangan. Setiap orang yang beriman hendaklah menerapkan hadits Nabi
ini, agar selalu mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak
serta menerima rahmat dan kasih sayang Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar