Diri manusia dapat dilihat secara indrawi dengan perilaku dan perangai 
seseorang. Dan seorang berperilaku, seorang berperangai, merupakan 
cerminan dari HATI-nya.
 
 Sehingga untuk mengenal diri kita, kita harus memulainya dengan mengenal Hati kita sendiri.
 
 Hati itu terdapat 2 jenis:
 1. Hati Jasmaniyah
 Hati jenis ini bentuknya seperti buah shaunaubar. Hewan memilikinya, bahkan orang yang telah matipun memilikinya.
 
 2. Hati Ruhaniyyah
 Hati jenis inilah yang merasa, mengerti, dan mengetahui. Disebut pula hati latifah (yang halus) atau hati rabbaniyyah.
 
 Dalam kajian al Ihsan, yang dituju dengan kata HATI atau Qalb adalah hati jenis 2, hati Ruhaniyyah.
 
 Karena Hati inilah yang merupakan tempatnya Iman:
 "... Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu ..." (QS. 49:7) 
 "...karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, ...". (QS. 49:14) 
 "...Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka ..." (QS. 58:22) 
 
 Bahkan lebih dari itu, dalam sebuah hadits Qudsi dikatakan:
 "...Tidak akan cukup untuk-Ku bumi dan langit-Ku tetapi yang cukup bagi-Ku hanyalah hati (qalb) hamba-Ku yang mukmin". 
 
 Maka dengan hatilah, seseorang dapat merasakan iman. Dengan hatilah seorang hamba dapat mengenal Rabb-nya.
 
 Sebelum kita beranjak jauh tentang hati, ada beberapa hal yang nantinya
 bersangkut paut dengan hati dan perlu kita jelaskan terlebih dahulu.
 
 Kebanyakan orang hanya mengerti bahwa manusia itu hanya terdiri jasad 
dan ruh. Mereka tidak mengerti bahwa sesungguhnya manusia terdiri dari 
tiga unsur, yaitu: jasad, jiwa dan ruh.
 Banyak orang yang tidak 
mengerti tentang Jiwa ini. Bahkan dalam bukunya Al Ihya Ulumuddin Bab 
Ajaibul Qulub, Imam Al Ghazaly mengatakan, "bahkan ulama -ulama yang 
masyhur sekarang ini (zaman Imam Al Ghazaly: red) banyak yang tidak 
mengerti hal ini". Itu pada zaman Imam Al Ghazaly. Berapa ratus tahun 
yang lalu. Apalagi sekarang?
 Kebanyakan orang rancu pengertiannya 
antara Jiwa dengan Ruh. Padahal jelas-jelas dalam Al Qur'an, Allah 
membedakan penggunaan kata Ar-Ruh (Ruh) dengan An-Nafs (Jiwa).