Laman

Kamis, 22 Mei 2014

Membandingkan Jualan Pencitraan Dua Kandidat Capres

Saat datang ke kantor Yahoo Indonesia pada Januari 2014 lalu, capres Konvensi Partai Demokrat Gita Wirjawan mengatakan bahwa dalam upayanya menjadi seorang capres, “Pekerjaan saya adalah menjual tesis, narasi. Semuanya tentang narasi. Ada penjual, ada pembeli.”

Meski Partai Demokrat kemudian tak bisa mengajukan capres sendiri, dan impian Gita Wirjawan untuk menjadi capres harus gugur, ada sesuatu yang penting muncul dari jawabannya tentang menjual narasi tersebut.

Politik, terutama pemilihan presiden, adalah soal menjual narasi ketokohan si capres. Tentu semua sudah tahu itu, tapi, entah karena terlalu jujur atau naif, dari Gita-lah kita mendapat jawaban gamblang akan sesuatu yang tak mau diakui secara terbuka oleh capres lain. Bahwa ada proses manipulasi citra yang terjadi di belakang layar.

Dalam kurang lebih 50 hari ke depan, kita akan melihat narasi ketokohan seperti apa yang dijual masing-masing capres, dan pada akhirnya, menentukan seberapa meyakinkan mereka menjual narasi tersebut ke calon pemilih. Baik Jokowi maupun Prabowo akan menegaskan bahwa narasi ketokohan yang mereka jual itu benar adalah diri mereka sehari-hari, bahwa mereka adalah sosok yang asli, genuine, autentik. Dan dalam upaya menunjukkan autentisitas diri, tampaknya Jokowi punya keunggulan karena kisah hidupnya yang relatif tak diketahui.

Mari kita bandingkan.

Sebelum Prabowo suka memakai pakaian safari seperti Soekarno, bahkan menggunakan mic khusus yang membuat dia seperti pria dikirim oleh mesin waktu langsung dari dari era Kemerdekaan Indonesia, ia adalah anak dari Begawan Ekonomi Indonesia, Sumitro Djojohadikusumo.

Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto memberikan sambutan dalam perayaan …

Julukan Begawan Ekonomi tak melebih-lebihkan semua pencapaian Sumitro. Ia sudah menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada usia 34, menjadi Menteri Perdagangan dan Perindustrian pada usia 33. Sebagai dekan FE-UI, ia berperan dalam mendidik orang-orang yang kemudian menentukan dan mengambil keputusan penting dalam ekonomi Indonesia.

Singkatnya, dialah yang meletakkan fondasi dan menentukah arah sistem ekonomi Indonesia modern. Ayah Sumitro, Margono Djojohadikusumo bahkan menjadi pendiri, pembentuk, dan Direktur Utama Bank Negeri Indonesia (BNI).

Pada masa kuliahnya di Universitas Sorbonne, Paris, Sumitro dikabarkan berinteraksi dengan filsuf pemenang Nobel Henri Bergson, fotografer yang kemudian dikenal sebagai Bapak Jurnalisme Foto Henri Cartier-Bresson, dan pemimpin dunia Jawaharlal Nehru. Dengan sosok ayah yang terhubung ke lingkaran pergaulan intelektual dunia seperti inilah Prabowo tumbuh besar dan terbentuk.

Prabowo sendiri bukannya tak punya pergaulan kelas dunia. Raja Yordania, Abdullah II, adalah salah satu sahabatnya. Saat sang raja datang ke Jakarta pada akhir Februari lalu, ia lebih dulu menemui Prabowo daripada menemui kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam situs Gerindra Sulawesi Selatan, kedekatan Prabowo dan Raja Abdullah II dibahas lebih jauh.

“Kisah persahabatan Prabowo dan Abdullah dituangkan dalam buku berjudul “Prabowo: Dari Cijantung Bergerak ke Istana”. Dalam salah satu bab, dikatakan bahwa Yordania adalah negara kedua bagi Prabowo, terutama setelah kisruh 1998 pecah. Saat itu, Abdullah yang masih menjadi pangeran menawari Prabowo untuk tinggal sementara di negaranya. Prabowo disambut hangat oleh Abdullah. Bahkan Prabowo sempat diundang ke markas tentara Yordania Dia tiba dengan pakaian kasual, namun disambut secara militer. “Di sini Anda tetap Jenderal,” kata Abdullah sambil memeluk Prabowo. Bahkan, Abdullah II yang saat itu memimpin Komando Pasukan Khusus Kerajaan Yordania memaksa Prabowo menginspeksi pasukannya. Sejak saat itu, Prabowo mengaku jatuh cinta dengan Yordania.”

Bukan hanya persahabatannya kini, sosok Prabowo dulu juga tak lepas dari keterkaitannya dengan salah satu (atau malah satu-satunya) keluarga paling berkuasa di Indonesia.

Presiden Soehato dan keluarga, berdiri dari kiri ke kanan: Sigit Harjojudanto alias Sigit Soeharto, Prabowo Subianto, …

Kiprah Prabowo sendiri di Kopassus (dan akhirnya yang tak menyenangkan buat dia) sudah banyak dibahas media.

Meski dengan kegagalannya, kehidupan Prabowo, baik dari sisi didikan keluarga, lingkungan sosial, status pernikahannya (dulu), membuat dia dekat dan menjadi bagian dari kekuasaan. Maka wajar saja jika di rumahnya di Sentul, Bogor, Jawa Barat, dia punya pendopo seperti layaknya keraton raja-raja Jawa. Dalam wawancara dengan Financial Times pada Juni 2013 lalu, Prabowo bahkan disebut bisa melacak garis keturunannya sampai sultan-sultan Mataram, penguasa Jawa terakhir sebelum jatuh ke kekuasaan East India Company milik Belanda pada abad 18.

Maka, posisi presiden, atau ‘raja’, buat Prabowo bukanlah lompatan yang fantastis karena orang-orang yang dekat dengan dia (pernah) berada di posisi tersebut. Buat Prabowo, punya kuda-kuda berharga miliaran, punya pendopo, menjadi penguasa bukanlah ilusi atau fantasi akan kebesaran (grandeur) tapi sekadar memenuhi takdirnya.

Pendopo di rumah Ketua Umum Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Prabowo Subianto, di kawasan …

Sekarang mari kita lihat Jokowi.

Sosoknya pertama muncul di media sebagai Wali Kota Solo yang berhasil memindahkan PKL ke lokasi baru dengan cara tidak biasa, mengajak mereka makan bersama untuk membujuk sampai akhirnya mau pindah. Berbeda dengan cara-cara pemimpin daerah lainnya yang memindahkan PKL dengan cara penggusuran paksa.

Wali Kota Surakarta, Joko Widodo, Jawa Tengah, Jumat, 19 Desember 2008. [TEMPO/ Yosep Arkian; YA2008121802]

Dalam esai ini, ada lima tip yang bisa ditiru calon pemimpin daerah untuk menjadi Jokowi berikutnya, (1)bertarunglah di pilkada, (2)utamakan bertarung di daerah-daerah atau kota-kota besar yang populer dan dekat dengan media, (3)menangkan pilkada itu, (4)bekerjalah dengan sebaik-baiknya dan tunjukkan perubahan yang berarti dan kasat mata, (5) sedari awal begitu terpilih langsung rancang tim komunikasi yang terus menerus mengkampanyekan gerak-gerik dan perubahan-perubahan yang sudah dilakukan dengan cara yang cantik, cerdik, dan sadar media.

Poin lima inilah yang terpenting dalam membentuk dan menjaga konsistensi narasi seorang tokoh.

Selama ini, Jokowi selalu dicitrakan sebagai seorang yang sederhana, tidak neko-neko, apa adanya, polos, dan lugu. Namun, dalam wawancara dengan Yahoo Indonesia pada Februari 2012 lalu, Jokowi sekilas memberi gambaran akan sosoknya yang sebenarnya.

Wawancara itu dilakukan menjelang pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Jokowi pun ditanya, apakah ia berminat untuk mencalonkan diri jadi gubernur ibu kota? Saat itu, pencalonannya sebagai gubernur baru wacana dan harapan semata. Belum ada sosok atau tokoh atau petinggi parpol yang menganggap ide itu serius.

Jokowi menjawab, “Dalam setiap keputusan harus ada kalkulasi matang. Semua harus dihitung detil, data harus dikuasai benar, lapangannya dikuasai benar. Sehingga saat memutuskan, "Ya, saya maju", saya bukan maju untuk kalah. Kerja harus seperti itu, maju ya untuk menang.”

Saat wawancara. ia mengaku belum menghitung kemungkinannya. Namun saat ditanya tentang dukungan yang terus mengalir, dia bilang, “Kalau nanti PDIP menugaskan, hmm... Saya akan kalkulasi kemungkinannya, tetap harus ngukur. Maju harus untuk menang.”

Jawaban-jawaban ini bisa kita terima dari permukaan saja, bahwa memang segalanya harus diperhitungkan, namun kita mendapat gambaran akan seorang Jokowi yang sebenarnya sangat berhati-hati dan kalkulatif dalam berhitung untung rugi tindakannya. Jauh dari kesan sederhana, polos, dan apa adanya. Dia adalah seorang penghitung dan penganalisis risiko meski menampilkan kesan seseorang yang sederhana.

Dalam analisisnya akan bintang pop Lorde, akademisi Anne Helen Petersen menyebut bahwa setiap selebritas punya dua komponen utama dalam pembentukan citra, yaitu produk (atau sosok si seleb sendiri) dan pencitraan yang dibangun di sekitar si seleb, yang biasanya dikenal sebagai publisitas.

Dalam kasus Lorde, dia menjadi bintang pop yang berbeda dari Justin Bieber atau Selena Gomez atau Taylor Swift karena yang dia lakukan dengan menjadi tidak sempurna dengan menunjukkan hasil Photoshop majalah akan jerawat di wajahnya, dengan bicara apa adanya dan berani mengritik bintang lain, adalah dirinya yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi pencitraan tim komunikasi.

Namun, yang tak disadari, dan yang kemudian disoroti oleh Petersen, bahwa ketiadaan pencitraan, yang seolah-olah spontan, wajar, dan tidak neko-neko, sendirinya adalah sebuah citra.

Jokowi (dan timnya) cukup tahu bahwa ada stereotipe yang muncul di masyarakat akan pejabat di Indonesia—bahwa mereka manja, selalu mau dilayani, ingin enaknya saja, dan diutamakan. Maka, muncul berita-berita dan foto penumpang yang naik satu pesawat ekonomi dengan Jokowi. Ia naik pesawat tanpa pengawalan istimewa dan membawa kopernya sendiri.

Masalahnya, menurut Petersen, autentisitas seorang selebritas sebenarnya hanyalah ilusi, atau produk buatan juga. Bertemu seorang selebritas (atau capres) secara langsung (atau di pesawat ekonomi) awalnya disebut sebagai satu-satunya cara melihat selebritas itu sebenarnya seperti apa saat jadi orang biasa. Tapi tentu selebritas itu tahu, bahwa dia punya citra yang harus dijaga, maka “mereka tidak langsung akan menjadi diri mereka sebenarnya hanya ketika Anda berada satu lift dengan mereka.”

Mungkin memang Gubernur DKI dan capres PDIP ini sering naik pesawat sendiri, namun dengan kemampuan kalkulasi Jokowi, tentu kita bisa (dan harus) bertanya, apakah itu memang dirinya yang sebenarnya—sederhana, apa adanya—atau dia dan timnya tahu bagaimana membangun citra sederhana dengan cara yang sangat halus?

Wali Kota Solo, Joko Widodo alias Jokowi (kanan), ikut menari bersama ribuan masyarakat dari berbagai golongan …

Dalam wawancara dengan Yahoo Indonesia, Jokowi tak memunculkan kata itu, tapi dia menegaskan bahwa dia tak punya potongan untuk jadi pemimpin. “Waktu baru 6 bulan jadi walikota, saya memilih ajudan yang secara performa ganteng dan bagus. Eh malah kalau ada tamu, yang disalamin dia dulu. (tertawa) Malah dia yang dikira walikota, saya nggak. Artinya saya nggak punya potongan jadi walikota, apalagi jadi gubernur.”

Tak sulit membayangkan Jokowi akan menjawab seperti ini juga jika ditanya, apakah ia berminat jadi presiden. Buktinya, pada berita Januari 2012 ini, ia menjawab, jangankan jadi calon presiden, jadi walikota saja dia tak punya potongan. Cocoknya cuma jadi Ketua RT. Seolah dia tak punya ambisi kekuasaan jika dibandingkan dengan sosok lain yang begitu ngotot jadi presiden seperti Aburizal Bakrie.

Ada satu kata yang sering diucapkan Jokowi untuk menegaskan posisinya sebagai kebalikan dari kebanyakan tokoh politik atau capres di Indonesia, yaitu ‘ndeso’.

Calon Gubernur DKI Jakarta dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Gerindra, Joko Widodo, makan siang …

Narasi ‘ndeso’ itu ia tegaskan lagi saat tampil kampanye di Lampung pada Maret 2014. “Saya itu enggak punya duit, ndeso, miskin koneksi pusat,” kata Jokowi. Beberapa hari kemudian, di Banten, dia menggunakan lagi kata itu, “"Wajah saya capek nggak? Wajah ndeso nggak? Ya nggak apa-apa wajah ndeso. Tapi nanti...," ujarnya tanpa melanjutkan perkataannya.”

‘Ndeso’ tak muncul dari julukan media, tapi malah dari Jokowi sendiri. Kata ini seolah menjadi inti pemosisian (anti-)citra Jokowi. Dengan 'ndeso', dia berupaya tampil merendah sekaligus meninggikan dirinya, karena itulah caranya menjadi berbeda dengan para pesaing politik. Bahwa dibandingkan dengan Prabowo yang memposisikan diri sebagai elite negara, tumbuh besar di lingkungan orang cerdas dunia, dan kekuasaan, Jokowi bak Daud yang tengah melawan Goliath.

Calon Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau Jokowi, bersama ibunya, Sudjiatmi Notomihardjo (kanan), dan adik-adiknya …

Tapi, ketika kita melihat harta kekayaan Jokowi dan pendidikan serta pengalaman kerjanya, dia jauh dari sosok ‘ndeso’ dan sederhana. Dia bisa berkuliah di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, salah satu universitas bergengsi di Indonesia. Ia pernah ke Aceh dan bekerja di PLN sebelum kemudian memiliki CV sendiri yang membuat dan mengekspor mebel jati.

Harta kekayaan Jokowi per 2010 saja tercatat Rp18,47 miliar dan $9483. Tanah dan bangunannya sejumlah Rp15,7 miliar tersebar di Kabupaten Sragen, Kota Surakarta, Kota Balikpapan, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Boyolali. Dia juga punya 11 mobil dan 1 motor yang bernilai Rp893 juta yaitu mobil Isuzu Panther (2), Isuzu (3), Honda City, Mercedes Benz, Nissan Terrano, Daihatsu Espass, Suzuki dan motor Yamaha Vino E. Dia juga punya usaha peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian, kehutanan dan pertambangan senilai Rp1,004 miliar. Ditambah harta bergerak lain berupa logam mulia, batu mulia dan benda bergerak lain sejumlah Rp689,42 juta. Harta lainnya masih ada berbentuk giro dan setara kas lain senilai Rp186,724 juta.

Dengan semua perhitungan ini, sebenarnya Jokowi adalah bagian dari kelas menengah kaya Indonesia yang kemunculannya beberapa tahun terakhir jadi sorotan media. Memang, hartanya tak berada di kelas yang sama dengan Prabowo, Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie, atau Jusuf Kalla, tapi kelas ekonomi Jokowi sebenarnya juga berada di atas rata-rata penduduk Indonesia.

Calon Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (baju kotak-kotak) berbincang dengan penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) …

Ada narasi lain sebenarnya yang bisa dipilih Jokowi untuk memunculkan dirinya. Namun, jika dia menampilkan dirinya sebagai bagian dari kelas menengah atau saudagar, tentu tak akan semenonjol dengan pilihannya saat ini, ‘ndeso’. Citra yang kemudian diperkuat dengan aksen Jawanya yang kental.

Dalam pemilihan presiden kali ini, kita melihat dua citra berbeda yang ditawarkan oleh masing-masing kandidat dan mungkin akan jadi simbol buat Indonesia ke depan. Antara seorang keturunan penguasa dengan didikan lingkungan dan pergaulan serta wawasan internasional untuk membangun visi kebangsaan atau seorang pria dengan latar belakang seperti kebanyakan orang Indonesia yang merambat naik di jabatan pemerintahan.

Jika Anda percaya dengan salah satunya, mungkin karena Anda merasa apa yang mereka tawarkan terasa lebih jujur, lebih asli dibanding yang lain. Namun, seperti kata Gita Wirjawan, menjadi presiden adalah soal menjual narasi.

Baik Prabowo, maupun Jokowi, sama-sama sedang berjualan (anti-)pencitraan. Sebagai calon pembeli, sudah sepatutnya kita mempertanyakan lagi, apa sebenarnya yang membuat kita tertarik ke salah satu kandidat ini dan kenapa.

Analisis tak berarti kita menghancurkan kepercayaan dan kekaguman kita pada seorang tokoh, tapi justru membuat kita menemukan dasar dan alasan kuat untuk percaya pada apa yang mereka tawarkan.

RENUNGANKU IKHLAS

Dalam aku merawat...tuhan datangkan bnyk sekali ujian..
Apa bila penyakit seseorang tue sembuh..
Otomatik aku akan berbangga diri..
Wahh...aku hebat...ada kuasa...
Aku boleh ini...Aku boleh itu...
Bigitu jugak dalam aku menerangkan atau mengajar ,
Terkadang aku merasa...
Wahhhh orang itu bodoh...dan ilmuku lebih tinggi..
Terutama bila disanjung dan dipuja...
Atau nk sanjungan itu...guru..atau ustad...
Dalam merawat atau jdi guru...
Iblis akan bnyk masuk dan mendatangi...
Yaitu dgn memasukan perasaan riya, sombong , egois
Takabur, berbangga diri.. dan beranggapan lebih hebat..
Dan berkebolehan lebih dari orang lain..
Maka untuk menghancurkan perasaan itu..
Tuhan datangkan sakit padaku..
Utuk aku mengingat dan trima hukuman..
Dan menyadarkan kesilapan aku tersebut..
Sakit itu berupa cengkaman
Dalam seluruh tubuhku..terutama otakku..
Aku cobe mencari..apakah benda nie...
Rupanya apabila aku bermujakarah..
Dgn kwanku kudapati sakit ini adalah karna ilmu...
Betul dan Benar....
Sebelum aku jumpe jalan kerohanian dan menuju pda tuhan..
Mengenar arti diriku sebenarnya...dalm arti hamba
Aku sangat jahil...
Aku jugak belajar mcm² ilmu..dan susuk..
Dgn berbagai guru..tetapi amalanku bnyk memakai
Ayat alquran , surah surah, dan ayat ayat..
ada juga yg mantera..boleh dikata..
Ilmu amalan ada 60 jenis ilmu..
dan susuk 40 jenis..berupa intan, emas, besi kuning..
Batu akik..
Dulu guruku...
Sebelum mengajar ilmu kerohanian..kenal diri..
Disuruhnya aku untuk membuang segala ilmuku
40 hari 40 mlam..aku disuruh..membaca ayat..
al isra ayat 81..itulah ayat menghilangkan setan dlm diri
dan memang benar..ilmuku macam hancur..
karna aku tak merasainya lagi...
Dan apa bila aku beralih arah...
Dari ilmu zikir menjadi ilmu rasa...
Aku memasuki badan dan diriku sendiri..
mengucapkan dua kalimah syahadah..
berjalan mencari tiada dlm diriku...
Aku mendapati..rupanya ilmuku terdahulu...
Hanya hilang kekuatannya saja..tetpi masih ada..
Dia menutub seluruh panca indra dan diriku...
sehingga aku macam terbelenggu
Dalam aku ciba mehilangkan ilmuku
Kedua sahabatku..mencobe membantu...
4 hari 4 mlm mengeluarkan ilmuku
ponm blum habis lagi diambil...
tetapi keadaanku lebih baik sedikit..
Dalam masih aku mencari jln untuk menghilankan ilmuku..
Aku bertemu dgnnya dlm alam maya ( fb )
Dia dpt tau bahwa aku tengah terbelenggu ilmu..
Tanpa aku bercerita..Namanya SS..
Dia bnyk memberi penerangan dalam arti iklas..
Aku sadar dan teringgat akan kesilapanku..
kesilapan dalam aku beramal terdahulu
yang maukan kehebatan dan kekuatan..
bukan maukan tuhan...
kenapa ilmu boleh membelenggu kita...
Karna kita tak iklas dlm beramal sehingga dapat kadam..
dari amalan tersebut..walauponm ayat atau surah al quran
sekalipun...karne aku sendiri yg yg melakukannya
berdasarkan pengalamanku...
aku beri contoh surat al fatehah atau ayat kursi..
kebnyakan saat ini dibuku atau guru menerangkan
tentang fadilat dan kegunaan ayat tarsebut..
maka apabila beraamal kite akan memikirkan surah tersebut..dgn maukan fadilat dan kelebihannya dgn niat pendinding, boleh merawat.., dijauhkan setan
boleh ini dan boleh itu ...
maka
kita akan jdi sirik...dan percaye ayat tersebut
mempunyai kekuatan dan kehebatan..
maka amalan itu akan jdi kadam
kadam itulah yg memberi perlindungan..
terus
dimana iklasnya...
dalam beramal..itu...
beramal semata mata maukan sesuatu..
BUKAN MAUKAN TUHAN...
Kalau engkau maukan tuhan...
tuhan sendiri yg jaga engkau
yang lindungi enkau
Jangan jdi macam kebodohanku...
ketolollanku...ke egoisanku...jadikan
kisah pahitku ini sebagai pengingat.
pengingat saat kau beramal...
jaga NIAT ITU...
NIAT
ITU SEPERTI KIRIM SURAT
JIKA SALAH TULIS ALAMAT
AKAN TERJADI SALAH TEMPAT..
YA ALLAH YA ROSULULLOH
Ampunkalah segala kesilapanku, perbuatanku,
kedaifhanku kejahilanku
baik sengaja atau tidak disengaja
dan lepaskanlah segala belenggu dan ikatan ini
kembali kepada engkau...
AMIN......

Tatkala Sayyidah FATIMAH Putri RASULILLAH Saw Sakit"


Saat RASULILLAH Saw di kabarkan bahwa PUTRI terkasihnya, Sayyidah FATIMAH sedang sakit.maka segera bliau menuju rumah
Sayyidah FATIMAH bersama sahabat nabi sayyidina Imran bin hushain.,

Sesampainya disana, beliau Saw mengucapkan salam dan minta izin untuk masuk.
Beliau Saw menemui putrinya yang sedang sakit, berbaring lemah di atas tikar yang terbuat daari anyaman daun kurma‘’
ASSALAMU’ALAIKUM WAHAI PUTRIKU, BAGAIMANA KEADAANMU ?’’ tanya Rasulullah Saw dengan penuh kasih sayang.’’
Demi Allah wahai ayah, aku sakit dan bertambah sakitku ketika aku tidak mendapatkan makanan beberapa hari ini, aku sangat
lapar wahai ayah, ! Jawab sayyidatina Fatimah RAH dengan suara lirih.
RASULILLAH SAW Menangis dan bersedih mendengar jawaban putrinya..
kemudian beliau Saw bersabda‘’ WAHAI PUTRIKU JANGAN ENGKAU MENANGIS DAN BERSEDIH HATI , DEMI ALLAH AKU
SUDAH TIGA HARI INI TIDAK MENCICIPI MAKANAN SEDIKIT PUN, SEDANGKAN AKU LEBIH MULIA DI SISI ALLAH DARI PADA
DIRIMU.SUNGGUH JIKA AKU MAU MEMINTA KEPADA ALLAH MAKANAN YANG LEZAT, PASTI ALLAH AKAN MEMBERIKANNYA
KEPADAKU, NAMUN AKU LEBIH MENGUTAMAKAN KEJAYAAN DI AKHERAT DARI PADA DI DUNIA ‘’
‘’ KETAHUILAH, MARYAM ADALAH WANITA PALING MULIA PADA MASANYA,KHADIJAH JUGA WANITA PALING UTAMA DI
MASANYA DAN ENGKAU ADALAH WANITA PALING MULIA DI MASAMU, KALIAN SEMUA KELAK DISURGA AKAN MENEMPATI
ISTANA YANG TIDAK ADA LAGI KESUSAHAN DAN KESEDIHAN DIDALAMNYA. BERSABARLAH WAHAI ANAKKU, BERLAKULAH
QANA’AH TERHADAP SUAMIMU (Sayyidina Ali bin abi thalib KWH), SUNGGUH AKU TELAH MENIKAHKANMU DENGAN
SEORANG PEMUDA YANG AKAN MENJADI PIMPINAN DI DUNIA DAN AKHERAT.
****
(Imam Al-Ghazali Ra telah menyebutkan kisah tersebut dalam kitabnya yang Fenomenal "IHYA’ ULUMUDDIN ).
"Subhanallah"
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻭَﺳَﻠِّﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎﻣُﺤَﻢﺩ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍَﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎﻣُﺤَﻢﺩ

Kisah Haru JK dan Athirah, Ibunda Tercinta yang Meninggal dalam Pelukannya

Kisah Haru JK dan Athirah, Ibunda Tercinta yang Meninggal dalam Pelukannya

DI balik setiap manusia besar selalu ada kisah manusia-manusia besar. Di balik setiap keberhasilan, selalu saja ada kisah tentang mereka yang setia menebar benih-benih keberhasilan. Di bumi Anging Mammiri, terdapat satu kisah yang menyentuh hati tentang seorang anak yang tak meninggalkan ibunya selama lebih 40 tahun, serta kelembutan seorang ibu yang serupa embun dan mengantarkan anaknya hingga kursi Wakil Presiden RI. Ibu itu adalah Athirah, ibunda dari Muhammad Jusuf Kalla.

SUATU hari, di akhir tahun 1940-an. Nun jauh di desa Bukaka, Bone, Sulawesi Selatan, seorang ibu tengah menidurkan putranya. Ibu itu berbaju khas seorang wanita pedesaan. Ia bersenandung untuk anaknya dengan syair berbahasa Bugis, “Anakku. Semoga engkau panjang umur dan menjadi orang yang melampaui apa yang dicapai orang dalam kebaikan.”

Ibu itu menatap anaknya dengan penuh kasih. Langit dan bumi menjadi saksi betapa dirinya amat mencintai anaknya. Ia kemudian berzikir sembari melepas ribuan harapan agar kelak sang anak bisa menjadi manusia berguna. Hari itu, di pertengahan bulan puasa, sang ibu lalu membagikan sarung kepada banyak warga Bukaka, sembari berpesan, “Doakan supaya Ucu bisa jadi bupati.”

Bone terletak tak jauh dari pesisir laut Sulawesi. Lelaki Bone adalah para petarung yang menjadikan laut sebagai arena untuk mengasah kecakapan. Mereka berlayar hingga ke tempat-tempat yang jauh. Para pelaut Bugis telah lama masyhur dan memijakkan kaki di banyak tempat, mulai dari tanah Johor hingga Madagaskar.

Banyak pula di antara mereka yang menjadi pedagang dan sukses berniaga di mana-mana. Salah satu dari sekian banyak pedagang sukses itu adalah Hadji Kalla. Lelaki asal kampung Nipa di Bone ini adalah tipikal pedagang tahan banting yang telah berdagang sejak usia muda. Mulanya ia pedagang biasa di dekat Pelabuhan Bajoe.

Selanjutnya, ia merambah ke bisnis transportasi, perdagangan lintas benua, hingga akhirnya membuka perusahaan NV Hadji Kalla. Ia kemudian dijodohkan dengan Athirah, perempuan lembut yang selalu bersenandung untuk anaknya.

Sejarah kemudian mencatat bahwa sang anak, yang dipanggil Ucu itu, telah jauh melampaui harapan orangtuanya agar dirinya menjadi bupati. Anak itu menjadi pemilik banyak perusahaan besar yang mempekerjakan ribuan orang.

Anak itu melangkahkan sebagai seorang wakil presiden, pada sebuah jabatan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Anak itu telah menjadi pejuang kemanusiaan dan perdamaian, memberikan banyak kontribusi bagi tanah air dan nusa bangsa.

Tak banyak yang tahu kalau sukses Hadji Kalla dan putranya Jusuf bersumber dari mata air seorang perempuan bernama Athirah. Perannya tak kecil. Athirah bukanlah seorang perempuan yang terpenjara di rumah dan hanya menanti suami sepanjang hari.

Athirah adalah seorang pekerja keras yang punya visi hebat dalam bisnis. Ia sukses mengelola bisnis kain sutera dengan pelanggan yang tersebar ke mana-mana. Ia pulalah yang kemudian membimbing Jusuf Kalla memasuki dunia bisnis.

Perempuan itu lahir tahun 1924 di kampung Bukaka, Bone. Ayahnya Muhammad adalah Kepala Kampung dan mantan penasehat Kerajaan Bone. Ibunya Hj Kerra adalah seorang pedagang kecil-kecilan sekaligus ibu rumah tangga.

Meskipun Athirah dijodohkan dengan Hadji Kalla pada usia 13 tahun, ia mencintai suaminya sepenuh hati. Meskipun pendidikan formalnya hanya di level sekolah dasar, ia ikut terjun dalam bisnis penjualan kain sutra.

Secara rapi ia mencatat semua pembukuan usaha dalam dua huruf yakni huruf latin dan huruf lontara, yang digunakan oleh orang Bugis. Ia rutin menghitung hasil penjualannya setiap hari menjelang tidur dan kemudian dimasukkan ke dalam brankas (peti uang) dan dikelolanya sendiri tanpa campur tangan dari pihak lain termasuk Hadji Kalla dan anak-anaknya. Catatan pembukuan dilakukannya setelah salat subuh.

Visi Athirah sangat kuat. Jusuf menuturkan bahwa pada pada tahun 1965, bisnis sedang lesu. Beberapa tahun sebelumnya, Athirah telah memiliki firasat akan iklim bisnis yang akan terpuruk.

Athirah lalu membeli banyak emas batangan, yang kemudian ditanam di bawah tempat tidurnya. Hanya Hadji Kalla, Athirah, dan Jusuf sendiri yang tahu posisi emas tersebut. Ketika krisis ekonomi menghantam dan nilai rupiah terjun bebas, ibunya lalu memerintahkan Jusuf untuk mengambil emas itu sedkit demi sedikit untuk membayar semua gaji karyawannya.

Ketika ekonomi membaik, emas itu kemudian menjadi awal dari usaha NV Hadji Kalla yang lalu mengibarkan bendera di banyak ranah bisnis. Tanpa visi Athirah, tak akan pernah ada kisah tentang salah satu kelompok usaha pribumi paling kuat di Sulawesi Selatan.

Pada ayahnya, Jusuf belajar tentang ketangguhan dalam bisnis serta kemampuan melihat sisi baik dari setiap masalah. Sedang pada ibunya Athirah, ia belajar bagaimana menjadi seorang manusia yang memberi manfaat bagi sesamanya.

Ibunya menitipkan banyak filosofi kehidupan, yang kemudian menjadi pegangan hidupnya. Kata Jusuf, ibunya pernah berkata, “Kalau kau sudah naik mobil, lihat orang naik motor, dan kalau kau naik motor lihat orang naik sepeda. Kamu akan merasa lebih baik dan mensyukuri hidup. Jangan berpikir bahwa ketika kamu naik motor tiba-tiba iri saat melihat orang naik Mercy, maka pastilah kamu akan susah tidur.”

Kisah Poligami

Banyak yang bertanya, mengapa Jusuf Kalla justru tetap setia berkarier dan berbisnis di Makassar? Mengapa ia tak berpikir untuk berekspansi ke Jakarta lalu membangun usaha besar di sana?

Pertanyaan ini amat menarik. Saya pun berusaha untuk menemukan jawabannya. Pada awal Orde Baru, banyak pengusaha yang berbondong-bondong ke Jakarta dan memulai bisnis ketika ekonomi sedang membaik. Tapi Jusuf justru memilih tetapbertahan di Makassar. Ia juga tak tergoda untuk bekerja di instansi lain setamat kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin.

Saya menemukan jawabannya pada novel Athirah, yang ditulis Alberthiene Endah, terbita Noura. Ternyata, Jusuf bertahan di Makassar demi untuk menemani sang ibu yang saat itu merasa sendirian.

Satu fakta mencuat bahwa di balik kisah kesuksesan keluarga itu, terdapat satu kisah mengharukan tentang prahara keluarga yang dialami Athirah. Tak banyak yang tahu bahwa sejak muda, Jusuf telah melihat langsung kesedihan ibunya Athirah yang hanya bisa dipendam sejak ayahnya berpoligami.

Tahun 1955 adalah tahun paling berat bagi Jusuf. Ia menyaksikan kesedihan ibunya yang menjalani hari-hari serba berubah sejak suaminya menikah lagi. Bapaknya mulai jarang pulang ke rumah.

Jusuf menjadi tempa bagi ibunya untuk bercerita banyak hal. Pada Jusuf, ibunya menitipkan semua perasaan serta kegalauannya. Dalam usia muda, keadaan telah ‘memaksa’ Jusuf untuk menjadi lelaki dewasa yang mendampingi semua aktivitas ibunya, sekaligus menjadi ayah bagi empat saudaranya.

Sebagaimana halnya wanita Bugis pada masa itu, Athirah tidak banyak bercerita tentang perasaannya pada sang suami. Ia lalu mengalihkan energinya pada usaha yang dikelolanya. Ia menjadi amat kreatif dan selalu bergerak untuk membesarkan usaha. Ia aktif berorganisasi di Muhammadiyah.

Ia juga mengajak anak lelakinya Jusuf untuk terjun langsung dan mengawal banyak usaha. Hingga akhirnya, Hadji Kalla pun memercayakan Jusuf untuk menangani semua unit usaha lainnya. Di tahun 1982, Athirah meninggal dunia dalam pelukan Jusuf. Tiga bulan setelahnya, Hadji Kalla juga meninggal saat menyadari kesedihan istrinya sejak dirinya berpoligami.

Selama 40 tahun, Jusuf menjadi sahabat terdekat sekaligus tempat bercerita ibunya yang membesarkan semua anaknya. Semua kearifan itu diserap dan diterapkannya ketika mengembangkan bisnis NV Hadji Kalla dan melebarkannya di kawasan Indonesia timur.

Kisah mereka mengingatkan saya pada tuturan Malcolm Galdwell dalam buku Outlier(2008) bahwa di balik setiap pribadi besar, selalu ada konteks sosial serta manusia-manusia yang berperan besar. Bahwa di balik kisah tentang kehebatan satu tokoh, selalu saja ada pengalaman dan latar keluarga yang kemudian membesarkan seseorang untuk mengambil banyak peran strategis.

Peran besar Athirah pada Jusuf, mengingatkan saya pada syair Kahlil Gibran: “Ibu adalah segalanya, dialah penghibur di dalam kesedihan. Pemberi harapan di dalam penderitaan, dan pemberi kekuatan di dalam kelemahan. Manusia yang kehilangan ibunya berarti kehilangan jiwa sejati yang memberi berkat dan menjaganya tanpa henti…” (Kompasiana.com/Yusran Darmawan) 
 
DI balik setiap manusia besar selalu ada kisah manusia-manusia besar. Di balik setiap keberhasilan, selalu saja ada kisah tentang mereka yang setia menebar benih-benih keberhasilan. Di bumi Anging Mammiri, terdapat satu kisah yang menyentuh hati tentang seorang anak yang tak meninggalkan ibunya selama lebih 40 tahun, serta kelembutan seorang ibu yang serupa embun dan mengantarkan anaknya hingga kursi WakilPresiden RI. Ibu itu adalah Athirah, ibunda dari Muhammad Jusuf Kalla.
 
SUATU hari, di akhir tahun 1940-an. Nun jauh di desa Bukaka, Bone, Sulawesi Selatan, seorang ibu tengah menidurkan putranya. Ibu itu berbaju khas seorang wanita pedesaan. Ia bersenandung untuk anaknya dengan syair berbahasa Bugis, “Anakku. Semoga engkau panjang umur dan menjadi orang yang melampaui apa yang dicapai orang dalam kebaikan.”
Ibu itu menatap anaknya dengan penuh kasih. Langit dan bumi menjadi saksi betapa dirinya amat mencintai anaknya. Ia kemudian berzikir sembari melepas ribuan harapan agar kelak sang anak bisa menjadi manusia berguna. Hari itu, di pertengahan bulan puasa, sang ibu lalu membagikan sarung kepada banyak warga Bukaka, sembari berpesan, “Doakan supaya Ucu bisa jadi bupati.”
Bone terletak tak jauh dari pesisir laut Sulawesi. Lelaki Bone adalah para petarung yang menjadikan laut sebagai arena untuk mengasah kecakapan. Mereka berlayar hingga ke tempat-tempat yang jauh. Para pelaut Bugis telah lama masyhur dan memijakkan kaki di banyak tempat, mulai dari tanah Johor hingga Madagaskar.
Banyak pula di antara mereka yang menjadi pedagang dan sukses berniaga di mana-mana. Salah satu dari sekian banyak pedagang sukses itu adalah Hadji Kalla. Lelaki asal kampung Nipa di Bone ini adalah tipikal pedagang tahan banting yang telah berdagang sejak usia muda. Mulanya ia pedagang biasa di dekat Pelabuhan Bajoe.
Selanjutnya, ia merambah ke bisnis transportasi, perdagangan lintas benua, hingga akhirnya membuka perusahaan NV Hadji Kalla. Ia kemudian dijodohkan dengan Athirah, perempuan lembut yang selalu bersenandung untuk anaknya.
Sejarah kemudian mencatat bahwa sang anak, yang dipanggil Ucu itu, telah jauh melampaui harapan orangtuanya agar dirinya menjadi bupati. Anak itu menjadi pemilik banyak perusahaan besar yang mempekerjakan ribuan orang.
Anak itu melangkahkan sebagai seorang wakil presiden, pada sebuah jabatan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Anak itu telah menjadi pejuang kemanusiaan dan perdamaian, memberikan banyak kontribusi bagi tanah air dan nusa bangsa.
Tak banyak yang tahu kalau sukses Hadji Kalla dan putranya Jusuf bersumber dari mata air seorang perempuan bernama Athirah. Perannya tak kecil. Athirah bukanlah seorang perempuan yang terpenjara di rumah dan hanya menanti suami sepanjang hari.
Athirah adalah seorang pekerja keras yang punya visi hebat dalam bisnis. Ia sukses mengelola bisnis kain sutera dengan pelanggan yang tersebar ke mana-mana. Ia pulalah yang kemudian membimbing Jusuf Kalla memasuki dunia bisnis.
Perempuan itu lahir tahun 1924 di kampung Bukaka, Bone. Ayahnya Muhammad adalah Kepala Kampung dan mantan penasehat Kerajaan Bone. Ibunya Hj Kerra adalah seorang pedagang kecil-kecilan sekaligus ibu rumah tangga.
Meskipun Athirah dijodohkan dengan Hadji Kalla pada usia 13 tahun, ia mencintai suaminya sepenuh hati. Meskipun pendidikan formalnya hanya di level sekolah dasar, ia ikut terjun dalam bisnis penjualan kain sutra.
Secara rapi ia mencatat semua pembukuan usaha dalam dua huruf yakni huruf latin dan huruf lontara, yang digunakan oleh orang Bugis. Ia rutin menghitung hasil penjualannya setiap hari menjelang tidur dan kemudian dimasukkan ke dalam brankas (peti uang) dan dikelolanya sendiri tanpa campur tangan dari pihak lain termasuk Hadji Kalla dan anak-anaknya. Catatan pembukuan dilakukannya setelah salat subuh.
Visi Athirah sangat kuat. Jusuf menuturkan bahwa pada pada tahun 1965, bisnis sedang lesu. Beberapa tahun sebelumnya, Athirah telah memiliki firasat akan iklim bisnis yang akan terpuruk.
Athirah lalu membeli banyak emas batangan, yang kemudian ditanam di bawah tempat tidurnya. Hanya Hadji Kalla, Athirah, dan Jusuf sendiri yang tahu posisi emas tersebut. Ketika krisis ekonomi menghantam dan nilai rupiah terjun bebas, ibunya lalu memerintahkan Jusuf untuk mengambil emas itu sedkit demi sedikit untuk membayar semua gaji karyawannya.
Ketika ekonomi membaik, emas itu kemudian menjadi awal dari usaha NV Hadji Kalla yang lalu mengibarkan bendera di banyak ranah bisnis. Tanpa visi Athirah, tak akan pernah ada kisah tentang salah satu kelompok usaha pribumi paling kuat di Sulawesi Selatan.
Pada ayahnya, Jusuf belajar tentang ketangguhan dalam bisnis serta kemampuan melihat sisi baik dari setiap masalah. Sedang pada ibunya Athirah, ia belajar bagaimana menjadi seorang manusia yang memberi manfaat bagi sesamanya.
Ibunya menitipkan banyak filosofi kehidupan, yang kemudian menjadi pegangan hidupnya. Kata Jusuf, ibunya pernah berkata, “Kalau kau sudah naik mobil, lihat orang naik motor, dan kalau kau naik motor lihat orang naik sepeda. Kamu akan merasa lebih baik dan mensyukuri hidup. Jangan berpikir bahwa ketika kamu naik motor tiba-tiba iri saat melihat orang naik Mercy, maka pastilah kamu akan susah tidur.”
Kisah Poligami
Banyak yang bertanya, mengapa Jusuf Kalla justru tetap setia berkarier dan berbisnis di Makassar? Mengapa ia tak berpikir untuk berekspansi ke Jakarta lalu membangun usaha besar di sana?
Pertanyaan ini amat menarik. Saya pun berusaha untuk menemukan jawabannya. Pada awal Orde Baru, banyak pengusaha yang berbondong-bondong ke Jakarta dan memulai bisnis ketika ekonomi sedang membaik. Tapi Jusuf justru memilih tetapbertahan di Makassar. Ia juga tak tergoda untuk bekerja di instansi lain setamat kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin.
Saya menemukan jawabannya pada novel Athirah, yang ditulis Alberthiene Endah, terbita Noura. Ternyata, Jusuf bertahan di Makassar demi untuk menemani sang ibu yang saat itu merasa sendirian.
Satu fakta mencuat bahwa di balik kisah kesuksesan keluarga itu, terdapat satu kisah mengharukan tentang prahara keluarga yang dialami Athirah. Tak banyak yang tahu bahwa sejak muda, Jusuf telah melihat langsung kesedihan ibunya Athirah yang hanya bisa dipendam sejak ayahnya berpoligami.
Tahun 1955 adalah tahun paling berat bagi Jusuf. Ia menyaksikan kesedihan ibunya yang menjalani hari-hari serba berubah sejak suaminya menikah lagi. Bapaknya mulai jarang pulang ke rumah.
Jusuf menjadi tempa bagi ibunya untuk bercerita banyak hal. Pada Jusuf, ibunya menitipkan semua perasaan serta kegalauannya. Dalam usia muda, keadaan telah ‘memaksa’ Jusuf untuk menjadi lelaki dewasa yang mendampingi semua aktivitas ibunya, sekaligus menjadi ayah bagi empat saudaranya.
Sebagaimana halnya wanita Bugis pada masa itu, Athirah tidak banyak bercerita tentang perasaannya pada sang suami. Ia lalu mengalihkan energinya pada usaha yang dikelolanya. Ia menjadi amat kreatif dan selalu bergerak untuk membesarkan usaha. Ia aktif berorganisasi di Muhammadiyah.
Ia juga mengajak anak lelakinya Jusuf untuk terjun langsung dan mengawal banyak usaha. Hingga akhirnya, Hadji Kalla pun memercayakan Jusuf untuk menangani semua unit usaha lainnya. Di tahun 1982, Athirah meninggal dunia dalam pelukan Jusuf. Tiga bulan setelahnya, Hadji Kalla juga meninggal saat menyadari kesedihan istrinya sejak dirinya berpoligami.
Selama 40 tahun, Jusuf menjadi sahabat terdekat sekaligus tempat bercerita ibunya yang membesarkan semua anaknya. Semua kearifan itu diserap dan diterapkannya ketika mengembangkan bisnis NV Hadji Kalla dan melebarkannya di kawasan Indonesia timur.
Kisah mereka mengingatkan saya pada tuturan Malcolm Galdwell dalam buku Outlier(2008) bahwa di balik setiap pribadi besar, selalu ada konteks sosial serta manusia-manusia yang berperan besar. Bahwa di balik kisah tentang kehebatan satu tokoh, selalu saja ada pengalaman dan latar keluarga yang kemudian membesarkan seseorang untuk mengambil banyak peran strategis.
Peran besar Athirah pada Jusuf, mengingatkan saya pada syair Kahlil Gibran: “Ibu adalah segalanya, dialah penghibur di dalam kesedihan. Pemberi harapan di dalam penderitaan, dan pemberi kekuatan di dalam kelemahan. Manusia yang kehilangan ibunya berarti kehilangan jiwa sejati yang memberi berkat dan menjaganya tanpa henti…” (Kompasiana.com/Yusran Darmawan)

RENUNGANKU TAUKAH ANDA...

RENUNGANKU
TAUKAH ANDA...
Dalam dri manusia..
Itu penuh mesteri..
karna dalam badan dan diri
manusia ada 18.000 alam...
Atau lapisan yg menutup..
cahayanya...

Hadis kudsi
KENAL DIRI
KENAL TUHAN
Dalam hadis nie..
kite disuruh tuk terokai dalm diri sendiri..
agar menjumpai yang sempurna itu..
yaitu yg menghidupkan kite..( roh )
karna die berasal dari yg maha hidup..
andai tak kenal roh..
bagaimana nk jumpe
yg hidupkan roh..( allah )
setiap lapisan lapisan alam..
bentuk dan rupanya berbeza..
dalam setiap alam..
terdapat 5 diri disitu..
yaitu jin, setan, iblis, malekat dan roh..
mcm halnya anda memasuki rumah..
dalam rumah ada berbagai bilik..
dan setiap bilik ada berbagai kunci
tuk membukanya dan memasukinya..
baru boleh menyelesaikannya..
menyelesaikan jin setan iblis dan malekat
atau dikosongkan baru boleh
memasuki alam atau bilik lain..
kunci rahasianya adalah..
jangn hukum ilmu orang lain..
atau sifat menghukummu dihilangkan..
itu kunci berjayanya...
begitu juga anda nk scan..
kalau anda boleh memasuki ..
alam dalm diri anda sendiri..
memasuki bilik bilik dan bilik..
otomatik anda boleh memasuki badan diri orang lain..
atau rumah orang lain itu...
tetpi kalau anda ponm tak tau
rumah atau alam diri sendiri..
mcm manew anda memasuki alam
atau rumah orang lain..
anda akan terperasan..bagus dan hebat..
pasal tau rumah orang lain..
yg ada jin setan iblis dan malekat..dan roh..
tetapi anda tidak sadar bahwa rumah anda..
ponw ada benda sama...
jadi..
jangn pandai cari aib orang lain..
karna aib dlm diri sendiri ponm tak tau
selesaikan aib itu yaitu jin setan iblis ..
dalm setiab alammu...
SALAM

RENUNGANKU


Banyk aku menjumpai dan menemui..
Guru , kawan dan rekan...
dalam perjalanku mencari diri..
tetapi aku melihat mereka..
caranya ,prilakunya dan ilmunya..
sangat teliti pandai dan bijak..
bercerita mengenai diri..
mengenai satu titik sebelum alip..
atau satu titik dibawah ba
harusnya kalau mereka menjumpainya..
mereka tidak ada penyakit..
tetapi mereka berpenyakit teruk..
kecing manis , darah tinggi, jantung
dan berbagai penyakit lagi...
apakah mereka nie hanya bercerita saja..
tetapi belum jumpa apa titik itu...
aku perbandingkan dgn jalan diriku..
yg aku pegang dan amalkan..
dan terkadang aku bgi pada kawan..
atau orang yg memerlukan...
sangat lain
dan berlainan sangat...
karna.. pabila aku menjumpai setitik itu..
mempergunakan dan mengamalkannya..
pabila aku sakit..
minum panadol ponm aku tak boleh..
dimuntahkan balik panadol itu..
dan begitu jugak dgn rekan rekanku..
yg membawa setitik ini..
sama jugak seperti aku..
kalau sakit tak boleh minum obat..
bahkan ada yg kew hospital..
obat hospital tak dew kesan..
dan sampai sekarang aku..
tak pernah minum obat..
karna setitik itu obat sempurna bagiku...
dan aku kaitkan dgn satu hadis..
" TIDAK ADA PENYAKIT
YANG TIDAK ADA OBAT
KECUALI MATI "
kalau setitik ini tak hidup
bagaimana mau mengobati badan..
setitik ini masih mati atau tidur..
maka meranalah badan..
menanggung beban...
dalam setitik ini
tidak ada lagi huruf, kalam dan rupa..
ianya hanya tenaga hidup yg menghidupkan kita..
yg datangnya dari yg maha hidup..
segala ayat segala hadis
ada dalam setitik itu..
dan segala obat ada didalammya..
setitik itulah yg boleh jumpa yg maha besar..
dan dlm setitik ini bnyk orang menamainya..
ada yg sebut allah, fuad, noktah, Hu, Ah..
hu allah , allah hu ..dan berbagai lagi nama..
tapi kenal nama belum tentu jumpa
barangnya apa, apa lagi mau mempergunakannya..
jdi jangan taksuf pada namanya
tidak menjadi jaminan bgi mu..
dan penyelamat bgi mu..
karna aku menjumpai
hadis qudsi..
barang siapa bertuhankan nama
tak kenal yang punya nama
kafir hukumnya..
MOHON JADI RENUNGAN
BERSAMA AGAR MENDAPAT
KASIH SAYANGNYA.
AMIN....

JAGALAH OLEHMU APAPUN MAQAMMU(ISTIQAMAHLAH)

Jika Hatimu telah bisa selalu terpaut pada Allah| itu semata mata atas Kemurahan Allah..atas bantuan allah mempermudah dirimu mengingat Allah ..
...
Gunakanlah kesempatan itu sebaik mungkin untuk meningkatkan / menguatkan maqomah mu..
Perbanyaklah olehmu Dzikir kepada Allah .. Ingatlah Allah selalu oleh mu saat kau duduk..saat kau berjalan.. kemanapun kamu pergi tetaplah ingat Dia al Haq..
Tingkatan Maqamah bukanlah tujuan dari perjalanmu munuju Allah..tapi mau tidak mau kau harus melewati tangga maqomah itu satu demi satu untuk bisa sampai kepada Allah ..
Maqamah ibarat tangga yg harus di lalui .. dan cara mendakinya adalah dengan membuka setiap hijab yg mnutupi hatimu..
Jika kau mampu membuka beberapa hijab di hatimu maka kau akan naik satu tangga maqamah ..semakin banyk hijab yang kau buka maka akan semakin tinggi maqamahmu .. dan setiap melewati tangga maqam trsebut ada "Bonus" Sirr Nya..
Hijab itu berada menutupi hatimu. Cara membukanya adalah dengan membersihkan hati.. membersihkan hati dengan memperbanyak dzikir ,melakukan amal wajib dan sunnah..
Hati yang terhijabi ibarat permata / berlian yg tertimbun lumpur ..
Lumpur / penghijab hati adalah satu dosa ke dosa yang lain.. jika kita mebuat satu dosa maka bertambah hijab kita..
Begitu pula jika kita berdzikir beramal wajib dan amal sunnah itu semua "memakan" hijab hijab dalam hati..