Laman

Minggu, 16 November 2014

PECINTA ILAHI (Pencari Cinta)


Jiwa para pecinta rindu untuk berjumpa dan memandang wajah Allah yang Maha Agung.. “Orang orang yang yakin bahwa mereka akan bertemu dengan Tuhan mereka “‘(QS. 2: 46). Tentang kerinduan para pecinta terhadap Allah Swt., sufi besar Jalaluddin Rumi menggambarkan dalam matsnawi sebagai kerinduan manusia pada pengalaman mistikal primordial di hari “alastu” sebagai kerinduan seruling untuk bersatu kembali pada rumpun bambu yang merupakan asal muasal ia tercipta. Hidup di dunia merupakan perpisahan yang sangat pilu bagi para pecinta, mereka rindu sekali kepada Rabbnya seperti seseorang yang merindukan kampung halamannya sendiri, yang merupakan asal-usulnya. Jiwa para pecinta selalu dipenuhi keinginan untuk melihat Allah Swt. dan itu merupakan cita-cita hidupnya. Menurut Al-Ghazali makhluk yang paling bahagia di akhirat adalah yang paling kuat kecintaannya kepada Allah Swt. Menurutnya, ar-ru’yah (melihat Allah).merupakan puncak kebaikan dan kesenangan. Bahkan kenikmatan surga tidak ada artinya dengan kenikmatan kenikmatan perjumpaan dengan Allah Swt. Meminta surga tanpa mengharap perjumpaan dengan-Nya merupakan tindakan “bodoh” dalam terminologi sufi dan mukmin pecinta.
“Shalat adalah mi’rajnya orang beriman” begitulah bunyi sabda Nabi Saw. untuk menisbatkan kualitas shalat bagi para pecinta. Shalat merupakan puncak pengalaman ruhani di mana ruh para pecinta akan naik ke sidratul muntaha, tempat tertinggi di mana Rasulullah di undang langsung untuk bertemu dengan-Nya. Seorang Aqwiya (orang-orang yang kuat kecintaannya pada Tuhan) akan menjalankan shalat sebagai media untuk melepaskan rindu mereka kepada Rabbnya, sehingga mereka senang sekali menjalankannya dan menanti-nanti saat shalat untuk waktu berikutnya, bukannya sebagai tugas atau kewajiban yang sifatnya memaksa. Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata: “Ada hamba yang beribadah kepada Allah karena ingin mendapatkan imbalan, itu ibadahnya kaum pedagang. Ada hamba yang beribadah karena takut siksaan, itu ibadahnya budak, dan ada sekelompok hamba yang beribadah karena cinta kepada Allah Swt, itulah ibadahnya orang mukmin”. Seorang pecinta akan berhias wangi dan rapi dalam shalatnya, melebihi saat pertemuan dengan orang yang paling ia sukai sekalipun. Bahkan mereka kerap kali menangis dalam shalatnya. Kucuran air mata para pecinta itu merupakan bentuk ungkapan kerinduan dan kebahagiaan saat berjumpa dengan-Nya dalam sholatnya.
Mencintai Allah Swt. bisa di pelajari lewat tanda-tanda-Nya yang tersebar di seluruh ufuk alam semesta. Pada saat yang sama, pemahaman dan kecintaan kepada Allah ini kita manifestasikan ke bentuk yang lebih nyata dengan amal saleh dan akhlakul karimah yang berorientasi dalam segenap aspek kehidupan.

Jalan Istiqomah


Syeikh Ahmad ar-Rifa’y
Diriwayatkan oleh Ummu Habibah ra, ia berkata, bahwa Rasulullah saw, bersabda:
“Tak seorang pun hamba yang muslim, sholat Lillahi Ta’ala setiap hari dua belas rekaat, sholat sunnah, bukan sholat fardlu, kecuali Allah
membangunkan rumah di dalam syurga.” (Hr. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’y).
Hadits ini memotifasi untuk menegakkan ibadah-ibadah sunnah, karena ibadah sunnah salah satu bentuk taqarrub kepada Allah Ta’ala, sekalgus menjadi bekal kaum ‘arifun dalam menempuh jalan mneuju kepada Allah swt. Sekaligus menjadi perilaku kaum yang mengkhususkan (menyendiri) jiwanya di sisi Allah swt.
Anak-anak sekalian! Ketahuilah siapa yang hakikat batinnya menyendiri bersama Allah secara total, dan rahasia sirrnya benar-benar manunggal, akan terbuka seluruh tirai, segala bukti menjadi nyata, ketika musyahadah pada Cahaya Al-Haq Allah swt.
Di sanalah ia Allah menuangkan minuman dengan gelas CintaNya, hingga ia mabuk dari lainNya, segalanya menjadi riang nan ringan. Segala diamnya adalah dzikir, nafasnya adalah tasbih, kalamnya adalah penyucian, dan tidurnya adalah sholat (do’a). Sang hamba senantiasa menaiki kendaraan ma’rifat, hingga bertemu Yang Dima’rifati. Bila sudah bertemu, ia abadi selamanya bersamaNya, tidak berpaling ke lainNya.
Qalbu itu ibarat istana, dan ma’rifat adalah rajanya, akal adalah menterinya yang punya department dan instrument. Lisan sebagai penerjemah, sedangkan rahasia batinnya dari khazanah Ar-Rahman. Masing-masing konsisten dengan posisinya, sedangkan arah seluruhnya adalah istiqomahnya sirr bersama Allah swt.
Bila Sirr istiqomah, maka ma’rifat menjadi istiqomah, lalu akal menjadi lurus. Bila akal konsisten, qalbu akan konsisten. Bila qalbu konsisten, jiwa akan konsisten. Bila nafsu konsisten (dalam pengendalian), perilaku batin akan konsisten.
Sirr dicahayai oleh Sifat Jamal dan JalalNya. Akal dicahayai oleh cahaya kesadaran dan renungan pelajaran. Qalbu dicahayai oleh cahaya rasa takut dan cinta disertai kontemplasi fikiran.
Nafsu dicahayai dengan cahaya olah jiwa dan pengekangan.
Sirr adalah lautan dari samudera anugerah pemberianNya, dan gelombangnya tak terhingga, tiada henti pula. Jika Sirr konsisten bersama Allah swt, maka senantiasa akan abadi dalam musyahadah, dan sirna dari penglihatan pada Istiqomahnya.
Perlu diketahui bahwa Jalan Istiqomah (konsistensi) itu laksana tenda agung dari jalan akhirat, dan berjalan di tepinya lebih sulit disbanding jalan di tepian akhirat. Alam rahasia bias menjadi tipudaya, karena Allah swt tidak suka pada hati hamba yang masih ada cinta pada yang lain selain Dia.
Mereka tidak ingin sesuatu dari Allah kecuali Allah. Dalam sebagaian kitabNya Allah Ta’ala berfirman : “Bila yang kesibukan jiwa hambaKu lebih kepadaKu disbanding yang lain, maka Kujadikan nikmat dan hasrat ada dalam mencintaiKu, dan Aku singkapkan hijab antara diriKu dengan dirinya.” Ada seseorang sedang masuk dalam tempat Syeikh Sary as-Saqathy, lantas lelaki itu bertanya, “Manakah yang bias mendekatkan pada Allah Ta’ala, hingga sang hamba bias mendekat kepadaNya?”
Maka As-Sary menangis, lalu berkata, “Orang seperti anda ini masih bertanya seperti itu? Yang paling utama cara mendekatkan hamba kepada Allah Subhanahu wa-Ta’ala, hendaknya Allah swt, muncul di hatimu, dan anda tidak mau sama sekali pada dunia dan akhirat, kecuali hanya padaNya.”
Ibrahim bin Adham ra mengatakan, “Puncak dari hasrat dan citaku dalam hubunganku dengan Allah Ta’ala adalah, hendaknya Dia menjadikan diriku condong terus kepadaNya, hingga aku tak memandang apa pun selain Dia, dan aku tidak sibuk dengan siapa pun selain sibuk denganNya, aku tak peduli Dia jadikan diriku jadi debu, atau hilang sama sekali.”
Nabi Ibrahim as, pernah ditanya, “Dengan cara apa anda dapatkan keakraban dengan Allah Ta’ala?” “Dengan memutuskan diriku hanya kepada Tuhanku, dan pilihanku kepadaNya dibanding lainNya, serta aku tidak pernah makan kecuali bersama tamuku.”
Rabi’ah al-Bashriyah ra mengatakan :
“Oh Tuhanku, hasratku di dunia dan di akhirat nanti hanya mengingatmu, dan hasratku di akhirat dari akhirat hanya memandangMu, maka lakukanlah antara keduanya sekehendakMu.”
Abu Yazid al-Bisthamy ra menegaskan, “Rahasia batinku naik menuju Allah swt, lalu terbang dengan sayap ma’rifat dengan cahaya kecerdasan di cakrawala Wahdaniyah (KemahatunggalanNya). Tiba-tiba nafsu menghadapku dan berkata, “Kemana kau pergi? Akulah nafsumu dan engkau harus bersamaku.” Namun rahasia batinku (sirr) sama sekali tidak menoleh padanya.
Kemudian makhluk-makhluk lain menghadap sirrku, mereka bertanya, “Kemana kau pergi? Kami adalah teman dan tempat curhatmu, engkau harus bersama kami, demi solidaritas padamu!” Sirrku sama sekali tidak menoleh.
Lantas syurga dengan segenap isinya menghadap sirrku, mereka bertanya, “Kemana engkau pergi? Engkau itu bagiku dan engkau harus di sini denganku.” Maka sirrku sama sekali tidak berpaling.
Lalu anugerah dan pemberian menghadapku, begitu juga karomah-karomah, hingga melewati kerajaanNya, sampai pada kemah Fardaniyah (KetunggalanNya), lantas melampaui universalitas dan keakuan, hingga sirrku sampai di hadapan Allah swt. Dialah yang kucari!”
Allah swt berfirman kepada Nabi Musa as, “Wahai Musa! Sesungguhnya orang yang menjumpaiKu pasti tidak akan kembali dariKu, dan tidak akan kembali kecuali dari Jalan (lurusKu).” Abul Abbas nin Atha’ ra, mengatakan, “Manakala akhirat muncul dalam diri hamba, dunia menjadi sirna di sisinya, sehingga sang hamba hanya menetap di negeri keabadian. Namun manakala sang hamba berada dalam penyaksian Allah Ta’ala, segala hal selain Allah Ta’ala sirna, dan hamba abadi bersama Allah swt.” Ada lelaki di hadapan Abu Yazid ra, berkata, “Ada informasi sampai kepadaku bahwa engkau punya Ismul A’dzom, sangat senang jika engkau mengajariku.”
Abu Yazid menjawab, “Nama Allah itu tidak terbatas. Namun kosongkan hatimu hanya bagi KemahaesaanNya, meninggalkan berpaling pada selain Allah Ta’ala. Jika anda bisa demikian, raihlah Ism (Nama) mana pun yang kau kehendaki, maka dengan Isim itu anda bisa pergi dari timur hingga barat, dalam sekejap dan anda telah kembali.”
Dzun Nun al-Mishry ra, mengatakan, “Ketika aku naik haji, tiba-tiba ada anak muda mengatakan : “Oh Tuhanku, aku telah mengumpulkan tebusanMu, dan engkau Maha Tahu, lalu apa yang Engkau berlakukan pada mereka?”
Lalu kudengar suara : “TebusanKu banyak, dan yang mencariKu sedikit.” Sebagian Sufi ditanya, “Seberapakah antara Allah swt dan hambaNya?” “Empat langkah saja: Satu langkah meninggalkan dunia; satu langkah meninggalkan makhluk; satu langkah meninggalkan nafsu; dan satu langhkah meninggalkan akhirat, maka sang hamba sudah dihadapan Allah swt.” Jawabnya.
Sarry ra berkata, “Siapa yang bangkit untuk taat kepada Allah Ta’ala tanpa ada yang lain, Allah akan memberi minuman dari mata air cinta dariNya, dan dihantar menuju tempat yang benar.”
Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah mengatakan, “Orang arif manakala keluar dari dunia tak ada pemandu maupun penyakdi di hari kiamat, tidak ada Malaikat Ridlwan di syurga, juga tidak ada Malaikat Malik di neraka.”
Beliau ditanya, “Lalu dimana sang arif di jumpai?”
“Di hadapan Allah Yang Maha Diraja, di tempat yang benar. Ketika mereka bangkit dari kuburnya mereka tidak bertanya-tanya, “Mana keluarga dan anakku? Mana Jibril dan Mikail? Mana syurga dan pahala?” Namun justru berkata, “Manakah Kekasihku dan kemesraan hatiku?”
Qalbu kaum airfin punya mata Yang memandang apa yang tak biasa dipandang manusia Sedangkan lisannya berkata dengan rahasia batinnya
munajat dari malaikat-malaikat mulia di sisiNya yang mencatat :
Sayap-sayap yang terbang tanpa bulu
Hinggap di sisi Rabbul ‘alamin.
Lalu bagai gembalaan di taman suci menari
Dan meminum dari lautan para RasulNya
Para hamba yang menuju kepadaNya
Hingga mendekat, sampai bertemu denganNya.

Meninggal Tubuhnya Dikafani Malaikat


Kisah Islamiah malam dengan kisah Sakaratul Maut,kisah yang menceritakan tentang dicabutnya roh seorang manusia pecinta Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Kisahnya.
Semasa hidupnya Abu Abdillah adalah seorang yang sangat mencintai Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Apapun yang dikatakan oleh Rasulullah SAW, dia selalu mentaatinya.
Subhanallah….
Ketika meninggal dunia tubuhnya dikafani sendiri oleh Malaikat.

Sungguh sangat beruntung apa yang dialami oleh Abu Abdillah tersebut.
Dia manusia yang mati dalam kondisi yang baik atau Khusnul Khatimah.
Cerita ini bersumber dari Kitab Al Husayn ibn Sa’id Al Ahwani.
Diceritakan bahwa pada suatu saat Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib ra, Malaikat Jibril, Malaikat Mikail dan malaikat Isroil sedang berada di suatu tempat.
Di hadapan mereka terdapat seorang sahabat Nabi SAW, Abu Abdillah yang tengah sakit keras.
“Demi Allah, amalmu akan diterima dan dosamu akan diampuni oleh Allah,” ujar Rasulullah SAW kepada Abu.
Pada saat itu Abu tidak dapat berbuat apa-apa, ia hanya terbaring lemah di hadapan mereka. Kemudian Malaikat Jibril mendekati Abu dan berkata kepada Rasulullah SAW,
“Orang ini mencintaimu, maka sayangilah ia.”
Mencintai Rasulullah SAW.
Rasul SAW berkata kepada Malaikat Jibril,
“Wahai Jibril, sesungguhnya orang ini telah mencintai Allah, RasulNya, dan aku juga menyayanginya.”
Begitu mendengar penuturan Rasulullah yang demikian, maka Malaikat Jibril kemudian mendekati Malaikat Maut,
“Wahai Malaikat maut, orang ini telah mencintai Allah, RasulNya selama hidupnya, maka sayangi dia dan lemah lembutlah terhadapanya.”
Kemudian Malaikat Maut tersebut mendekat ke tubuh Abu yang lemah lunglai dan berbisik kepadanya,
“Wahai makhluk Allah, apakah kamu telah mendapatkan kebebasanmu, keselamatanmu dan ampunanmu?”
Terasa aneh, meskipun Abu yang sebelumnya tidak mampu berbicara karena tubuhnya lemah, mendadak saja ia mampu berbicara.
“Ya,” jawab Abu.
“Apakah engkau berpegangan pada pegangan besar dalam kehidupan di dunia?” tanya Malaikat Maut lagi.
“Benar,” jawab Abu lirih.
Tubuh berbau Harum.
“Siapakah mereka,” tanya Malaikat Maut.
“Mereka adalah Nabi Muhammad SAW kekasihku dan Ali bin Abi Thalib,” jawab Abu.
Kemudian Malaikat Maut berkata,
“Kamu telah berkata dengan benar. Allah SWT telah menganugerahimu keselamatan dari apa yang menakutkanmu dan kamu telah menerima apa yang kamu dambakan. Terimalah berita baik ini bahwa kamu telah bersama dengan para pendahulumu yang lurus.”
Kemudaian Malaikat Maut menarik roh dari Abu dan menurunkan kain kafan serta minyak kasturi dari surga. Tak hanya itu, tubuh Abu dilumuri dengan minyak kasturi dari surga.
“Tidurlah seperti tidurnya seorang pengantin di ranjangnya. Terimalah berita gembira, kesegaran, keharuman dan kenikmatan dari Allah SWT,” ujar Malaikat Maut.

Rasulullah SAW Melarang Memukul Anak Kecil


yang Sedang Menangis
Rasulullah SAW bersabda : Janganlah kamu
memukul anak- anak kamu di sebabkan
mereka menangis dalam masa setahun.
Karena pada empat bulan pertama
kelahirannya Ia bersyahadat LAA ILAAHA
ILLALLAH. Pada empat bulan kedua pula ia
berselawat ke atas Nabi SAW Dan pada
empat bulan seterusnya pula ia mendoakan
kedua ayah bunda nya. ( H.R. Abdullah Ibnu
Umar r.a. )
Baginda Rasulullah SAW menjelaskan bahwa
tangisan anak di waktu kecil pada bulan
pertama adalah tanda ia bertauhid kepada
Tuhan Nya dan empat bulan kedua pula ia
membacakan selawat kepada Nabi nya dan
empat bulan seterus nya ia memohon
istighfar untuk kedua ayah bunda nya.
Rasulullah SAW Bersabda : Anak-anak
sebelum sampai ia baligh maka apa-apa
yang di perbuat nya daripada kebaikan maka
di tuliskan untuknya dan kedua ibu
bapaknya.
Dan apa yang di perbuat nya daripada
kejahatan maka tiadalah di tulis untuk nya
dan tidak pula di tulis untuk kedua ibu
bapaknya. Apabila ia telah baligh maka
berlakulah yang di tulis itu atasnya ia itu
segala amal baik atau buruknya. ( H.R.Imam
Anas bin Malik r.a.)
Sabda Rasulullah SAW ;”Siapa yang
menyampaikan satu ilmu dan orang
membaca mengamalkannya maka dia akan
beroleh pahala walaupun sudah tiada.” (HR.
Muslim)