Laman

Senin, 11 Juli 2016

Islam Itu Mudah, Tidak Sulit dan Jangan Dipersulit


Banyak kemudahan dalam islam, kemudahan itu sendiri merupakan salah satu prinsip penting dalam Islam dan itu merupakan anugerah Allah SWT yang diberikan agar manusia tetap bersemangat dan tekun dalam menjalankan ajaran agama, terutama dalam situasi sulit. (QS al-Baqarah [2]: 185).
Dalam suatu kisah tentang Amr bin Ash, pada suatu malam yang teramat dingin dalam sebuah pertempuran yang panjang, mengalami “mimpi basah,” khawatir membawa akibat buruk kepadanya, ia tidak mandi junub, tetapi bertayamum, lalu shalat subuh bersama teman-temannya yang lain.
Kasus ini dilaporkan kepada baginda Nabi SAW. Lalu, Nabi SAW bertanya, “Hai Amr, apakah kamu shalat subuh sedangkan kamu dalam keadaan junub?”
“Ya, tuan,” jawab Amr. “Aku khawatir atas diriku,” tegas Amr lagi. Ia kemudian membaca ayat ini: “Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS Al-Nisa’ [4]: 29). Mendengar jawaban Amr, Rasulullah SAW tersenyum dan diam tak berkata lagi. (HR Bukhari).
Prinsip kemudahan (taysir) sangat jelas dalam islam, seperti tampak dalam kisah Amr ini. Setiap kesulitan, pada dasarnya, menuntut kemudahan (al-Masyaqqah tajlib al-taysir). Kalau kita perhatikan secara seksama, setiap ibadah dalam Islam disediakan kemudahan-kemudahan. Sekadar contoh, bersuci dalam kondisi normal harus dilakukan dengan air, tapi, dalam kondisi sulit, seperti menimpa sahabat Amr tadi, bersuci dapat dilakukan dengan tayamum.
Shalat, seperti umum diketahui, harus dilakukan dengan berdiri. Akan tetapi, bagi yang tak mampu berdiri, ia boleh melakukannya dengan duduk, bahkan dengan berbaring saja. Begitu juga disediakan kemudahan dalam ibadah puasa, haji, dan seterusnya. Dalam terminologi fikih, kemudahan-kemudahan itu dinamakan “Rukhshah,” yaitu pengurangan beban sebagai wujud kasih sayang Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya.
Meskipun mudah dan disediakan banyak kemudahan, namun kemudahan itu bukan sesuatu yang gratis (free of charge). Kemudahan-kemudahan itu menuntut persyaratan dan kondisi-kondisinya sendiri. Misalnya, adanya kesulitan (masyaqqah) seperti telah dikemukakan. Persyaratan lain ialah bahwa kemudahan (alternatif) yang disediakan bukanlah dosa atau perkara yang dilarang oleh Allah SWT.
Dalam hadis shahih disebutkan bahwa setiap kali Nabi dihadapkan pada dua pilihan, beliau selalu memilih yang paling mudah dari keduanya (aysaruhuma). Akan tetapi, kalau pilihan kemudahan itu merupakan dosa maka beliau adalah orang yang mula-mula lari dan menjauhkan diri darinya. (HR. Bukhari dari Aisyah).
Berbagai kemudahan agama itu diberikan oleh Allah SWT untuk tujuan dan maksud yang mulia. Pertama, memastikan agar manusia dapat menjalankan agama tanpa susah payah dalam dimensi ruang dan waktu. Kedua, mendorong dan memotivasi manusia agar rajin dan semangat menjalankan agama, lantaran bisa dilakukan dengan mudah dan tanpa kesulitan.
Karena agama itu mudah maka tidak boleh ada opini yang menggambarkan bahwa agama (beragama) itu seolah-olah menyusahkan. Inilah pandangan yang ditolak Allah. “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj [22]: 78). Wallahu a`lam!


Mulianya Manusia, Ketika Menyadari Siapakah Dirinya?


Ingatlah wahai saudaraku…!!!
Kita sebagai manusia diciptakan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk dan juga ditanami iman dan musyahadah, maka begitu mulianya manusia sebagai makhluk yang lemah tiada daya dan tiada arti diangkat derajatnya menjadi makhluk yang beradab dan tinggi kedudukannya disisi Allah sehingga malaikat pun disuruh sujud kepada Adam (manusia).
Sesuai dengan firman Allah dalam surah Al A’raaf 11:
“Tsumma qulnaa lil malaaikatisjuduu liaadama fasajaduu illaa iblis lamyakun minassaajidiin”
Kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam", maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud
Mengapa manusia dimuliakan? karena saat itu manusia berada di genggaman Allah, manusia sadar akan TUHANNYA, dia mengatakan“Qooluu Balaa Syahidnaa - (QS Al A’raaf 172)” ia engkau tuhanku dan kami menyaksikan.
Inilah karunia agung bagi manusia sebagai pandangan rohani, jiwa manusia yang suci hanya tertuju kepada TUHANNYA (senantiasa LILLAH DAN BILLAH) yang disebut dengan “fitrah” karena pandangan manusia hanya satu, hatinya hanya ada SANG PENCIPTA selain DIA tidak ada, tidak wujud, karena semua adalah CIPTAANNYA!
Kesadaran jiwa yang mestinya itu tertanam dan tidak hilang didalam hati, walaupun kita hidup ditengah kehidupan dunia yang merupakan ujian bagi manusia sebelum bertemu kembali kepada TUHANNYA.
Maka ketika manusia dijadikan khalifahdi muka bumi ini
“Wa idz qoola robbuka lilmalaaikati innii jaailun fil ardi kholiifah” (QS. Al baqarah: 30)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."”
Ayat ini merupakan awal kehidupan manusia di dunia yang fana’ dimana penuh dengan kepentingan dan kebutuhan hidup maka roh turun dalam kehidupan dunia ini dibungkus dengan jasad, sedangkan jasad merupakan rumahnya roh yang ada batasnya karena hanya merupakan kontrak untuk mengiringi roh dalam kehidupan di dunia ini maka kalau habis kontraknya maka roh harus kembali kepada TUHANNYA sedangkan jasad asalnya dari tanah kembali ke tanah dan jasad sendiri adalah bungkus belaka yang harus kita tinggal, bisa jadi jasad akan menjadi musuh manusia di alam keadilan yaitu di alam mahsyar.
Ingatlah wahai saudaraku…!!!
Semuanya akan kita tinggalkan, maka apa arti kemewahan, kedudukan, pangkat, dan kemuliaan di dunia ini bila kita pulang kembali kepadaNYA tidak kembali dalam keadaan “fitrah”, semuanya akan menjadi musuh, jasad ini menjadi tape recorder yang akan membongkar rahasia kehidupan kita di dunia ketika kita melakukan dosa dan maksiat, melanggar larangan Allah dan meninggalkan perintahNYA maka sadarlah wahai saudaraku bahwa semua yang kita miliki dan jasad ini akan menjadi musuh dihadapan Allah YANG MAHA ADIL DAN MAHA MENGHAKIMI.
Sadarlah wahai saudaraku…!!!
Siapakah diri ini? darimana diri ini berasal? untuk apa dihidupkan? dan akhirnya kemana ketika diri ini meninggalkan dunia yang fana’ ini?
Oh… alangkah ketika kita pulang tidak tahu dan tersesat dijalan, padalah saat itu kita harus melanjutkan perjalanan suci kembali kepada TUHAN SANG PENCIPTA YANG MAHA SUCI! dunia akan kita tinggal, anak dan keluarga kita juga kita tinggal bahkan jasad inipun juga akan kita tinggal, padahal hidup hanya sekali dan tidak akan bisa kembali!
Ingat saudaraku…!!!
Kita buta tidak tahu jalan menuju kepadaNYA, sehinga penderitaan agung menimpa diri ini padahal ketika kita di dunia dimana diri ini berbalut dengan kemuliaan, kekayaan, dihormati dan semuanya serba tercukupi, akan tetapi mengapa kita pulang, diri ini miskin, buta, compang-camping, tiada yang menghiraukan lagi, semuanya ditinggal di dunia, ketika pulang semuanya tiada arti, sehingga kita sangat miskin dan menderita dalam perjalanan suci kembali menuju kepada TUHANNYA (Allah SWT).
Firman Allah:
“Yauma laa yanfau malun walabanuun illaaman atalloha bi qolbin salim” (QS Asy-Syu'araa [26] : 88 -89)
(Di hari itu ketika manusia kembali pulang kepada Allah/ mati tiada yang manfaat dunianya dan anak-anaknya kecuali manusia yang sowan kepada Allah dengan hati yang selamat)
Maka selagi ada kesempatan kita harus lari kembali kepada Allah (FAFIRRUU ILALLOOH) karena kehidupan ini adalah permainan dan senda gurau. PASTI AKAN KITA TINGGALKAN!
Maka sebelum kita tinggalkan dunia ini kita harus sadar bahwa semuanya bukan milik kita, kemampuan dan kekuatan yang kita miliki bukan milik kita, jangankan iman, ibadah, hidup, berkedip dan keluar masuknya nafas itupun bukan milik kita tapi semuanya dikehendaki oleh Allah (LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAH).
Maka apa jadinya ketika kita pulang belum sadar akan hal itu yang kalau kami sebut dengan NOL!
NOL disini adalah ungkapan kesadaran hanya kepada Allah, karena selain Allah adalah ciptaan (makhluk), maka apapun makhluk adalah NOL karena wujud diwujudkan asalnya tidak ada dan diadakan.
Dengan kesadaran itulah bila tertancap dalam jiwa maka hilanglah sifat ego (ananiyah) dalam jiwa manusia sehingga hancurlah penyakit-penyakit hati yang ditimbulkan oleh sifat ego (keaku-akuan - ananiyah).
Maka mutlak jiwa harus sadar kepada SANG PENCIPTA, jiwa harus dikosongkan dari semua makhluk yang ada hanya kesadaran kepada Allah SANG PENCIPTA.
Dalam dawuh kitab al-hikam :
“Fa ifroduttauhidi ba’da fana’ail aghyar huwa haqqul yaqiin”
Maka disamping tauhid dan pengetrapan LILLAH BILLAH maka hati harus dikosongkan, menghapus semua makhluk sehingga hanya sadar semuanya itu adalah Allah, ketika hidup, mulia, beribadah, bernafas, dan semuanya adalah semata-mata Allah (NOL), itulah HAQQUL YAQIIN!
Bagaimanakah dengan diri kita? sudah demikiankah atau semuanya kita aku sehingga suburlah kerajaan ANANIYAH didalam hati kita, sehingga timbullah dalam diri ini sifat merasa baik, merasa suci, sombong, takabur, bangga dengan diri kita dan suka pamer yang semuanya itu menjadikan manusia jauh daripada TUHANNYA, ketika kita merasa mampu, merasa aku, merasa baik, merasa bisa maka saat itulah manusia mengaku menjadi TUHAN, ini adalah syirik dan Allah tidak mengampuni dosa syirik.
Ingat saudaraku…!!!
Kita akan pulang kembali kepada TUHAN YANG MAHA SUCI, MAHA ESA, DAN TIADA SEKUTU BAGINYA. Apa jadinya ketika kita kembali kepadaNYA belum bisa NOL…???
SEKALI LAGI NOL ADALAH KESADARAN HATI (JIWA) SELAIN ALLAH ADALAH MAKHLUK (CIPTAAN) YANG TIDAK BISA KITA SEKUTUKAN KEPADANYA DAN SEMUA CIPTAAN (SEGALA SESUATU TIDAK BISA DISANDINGKAN DENGAN TUHAN, SEMUANYA AKAN BINASA) YANG KEKAL, YANG ADA HANYA DIA!
“Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (QS. Al Qashash : 88)
Bagaimanakah dengan diri kita…???
Maka hilangkan sifat-sifat keaku-akuan, dan menjagakan makhluk (itu didalam hati, ingat hanya kesadaran hati) sedangkan kita masih menjagakan ibadah, usaha, sholat kita, amal kita padahal semuanya itu dari Allah SANG PENCIPTA (kita adalah pelaku sandiwara AGUNG yang hanya melaksanakan SKENARIONYA sedangkan sutradanya adalah DIA YANG ADA, DIALAH PENGUASA SEJATI…… Allah SWT).
Ingat wahai saudaraku…!!!
Dalam sejarah, Iblis yang sudah ada di surga itu terlempar dari surga karena ada sifat “ana khoiru minhu” padahal surga adalah kekal siapa yang masuk tidak akan keluar akan tetapi ketika di surga ada pernyataan aku lebih baik maka tertolak! apalagi kita yang ingin naik ke surga, ingin mulia bersama bidadari ibadah akan tetapi ibadah kita belum bisa baik, belum bisa khusyu’ dan belum bisa ikhlas, masih merasa lebih baik daripada orang lain, sebagai guru merasa lebih baik daripada muridnya, sebagai kyai merasa lebih baik daripada santrinya, sebagai pimpinan merasa lebih baik daripada bawahannya, ingat semua itu adalah bagian dari sifa takabur!
Mari kita renungkan wahai saudaraku? pantaskan kita masuk kedalam surganya Allah ataukah lebih berhak masuk kedalam nerakanya Allah karena ada perasaan aku yang bercokol didalam hati kita?
“Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah"” (QS Al A’raaf: 12)
Ingatkah persitiwa Khudzaifah Al Yamani menghina sahabat Billal salah satu dari kekasih Allah dan sahabat Rasul, saat itu guncanglah arsy karena ucapan Khudzaifah Al Yamani yang menghina sahabat Billal dan menyakiti hati Rasulullah SAW, ingat ketika engkau mengina dan mencaci maki sahabat Billal maka guncanglah arsy karena ucapanmu itu karena kamu memandang Billal hanya dari segi lahirnya tapi Allah memandang dari segi batinnya.
Maka sahabat Khudzaifah Al Yamanimenuju kerumah Billal, dan berkata “injaklah diriku wahai Billal”
Ini adalah sebagai bahan renungan kita, menghina orang satu arsy sudah goncang, bagaimana menghina orang banyak wahai saudara-saudaraku? bagaimanakan dengan diri kita? berapa kali kita merendahkan orang lain? berapa kali kita menghina orang lain? kadang-kadang orang datang minta-minta justru malah kita menghardik, bahkan kita sering menyalahkan dan menghina orang lain, bagaimana dengan keadaan diri kita?
Lalu mengapa manusia dimuliakan oleh Allah? karena manusia kembali kepada fitrah, sehingga dalam keadaan fitrah manusia memandang “Qooluu Balaa Syahidna” dengan keyakinan dan kenyataan bahwa Allah sebagi TUHANNYA, dan menyaksikan bahwa semua adalah ciptaan.
Maka ketika hati fitrah saat itu manusia ketika diberi karunia sebagai pimpinan, diberi kekayaan, pangkat, jabatan dia senantiasa kembali “fitrah” bahwa semua itu miliknya Allah, dan kembalilah manusia itu dengan menelorkan suatu cahaya kesucian didalam jiwa sehingga manusia tetap menjadi manusia, walaupun lahir memandang jabatan, lahir memandang dunia akan tetapi batin menyadari bahwa semua itu adalah milik Allah karena semua itu adalah permainan, senda gurau belaka dan pasti akan kita tinggalkan.
Sebentar lagi kita akan pulang, satu detik yang baru terjadi tidak akan bisa terulang sedangkan satu detik berikutnya tidak menjamin apakah kita masih “Qooluu Balaa Syahidna” atau masih terpenjara dengan kehidupan dan kepentingan dunia? sehingga hati kita masih terikat dengan kedudukan, terikat dengan kekayaan, terikat dengan kepentingan, padahal harus bebas dan harus ditinggal kembali kepada Allah dalam keadaan fitrah.
Bagaimanakah dengan keadaan kita wahai saudaraku…???
Maka jangan pernah bangga dengan apa yang kita dapat sekarang, karena sesungguhnya Allah tidak melihat ibadah kita satu detik yang lalu akan tetapi Allah melihat dan menilai hambaNYA satu detik sekarang, karena tidak ada jaminan satu detik yang akan datang kita mati membawa iman (khusnul khotimah) atau tidak membawa iman (suul khotimah)!
Dan disaat manusia ingin menonjol dan menampakkan "AKU" nya, paksa dan latihlah jiwa kita selalu merasa rendah, merasa hina, dan merasa banyak dosa serta merasa NOL tidak pernah merasa memiliki, sebab kita adalah ciptaaan bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa dan pasti akan kembali kepadaNYA.
Ingat..!!!
Hanya ada dua kekuatan MAHA DAHSYAT di dunia ini yaitu “RENDAH” dan “NOL”, maka latih... latih... dan latih... dalam setiap langkah, setiap berkedipnya mata dan keluar masuknya nafas kita.
Semoga Allah memberikan taufiq dan hidayahnya kepada kita semua sehingga menyadari tentang siapa hakekat diri ini? darimana berasal? untuk apa dihidupkan? dan akan kembali kemana?

Tasawwuf dan Para Sahabat Sahabat


Syekh Yusuf Al-Qardawi dalam dua tulisan yaitu Kesaksian Ulama Fiqih Tentang Tasawuf dan khusus pendapat Syekh Yusuf Qardawi terhadap tasawuf bisa di baca di Fatwa Al-Qardawi Tentang Tasawuf. Berikut adalah tulisan yang saya kutip sebuah komentar dari blog MutiaraZuhud tentang kehidupan Rasulullah dan Para Sahabat yang menjadi sumber ajaran tasawuf untuk meyakinkan kita semua bahwa ajaran tasawuf adalah benar
Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan perilaku nabi Muhammad SAW.
Peristiwa dan Perilaku Hidup Nabi. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari-hari beliau berkhalawat (mengasingkan diri) di Gua Hira, terutama pada bulan Ramadhan disana nabi banyak berzikir dan bertafakur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pengasingan diri Nabi SAW digua Hira ini merupakan acuan utama para sufi dalam melakukan khalawat. Kemudian puncak kedekatan Nabi SAW dengan Allah SWT tercapai ketika melakukan Isra Mikraj. Di dalam Isra Mikraj itu nabi SAW telah sampai ke Sidratulmuntaha (tempat terakhir yang dicapai nabi ketika mikraj di langit ke tujuh), bahkan telah sampai kehadiran Ilahi dan sempat berdialog dgn Allah. Dialog ini terjadi berulang kali, dimulai ketika nabi SAW menerima perintah dari Allah SWT tentang kewajiban shalat lima puluh kali dalam sehari semalam. Atas usul nabi Musa AS, Nabi Muhammad SAW memohon agar jumlahnya diringankan dengan alasan umatnya nanti tidak akan mampu melaksanakannya. Kemudian Nabi Muhammad SAW terus berdialog dengan Allah SWT. Keadaan demikian merupakan benih yang menumbuhkan sufisme dikemudian hari.
Perikehidupan (sirah) nabi Muhammad SAW juga merupakan benih-benih tasawuf yaitu pribadi nabi SAW yang sederhana, zuhud, dan tidak pernah terpesona dengan kemewahan dunia. Dalam salah satu Doanya ia memohon: ”Wahai Allah, Hidupkanlah aku dalam kemiskinan dan matikanlah aku selaku orang miskin” (HR.at-Tirmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim).
“Pada suatu waktu Nabi SAW datang kerumah istrinya, Aisyah binti Abu Bakar as-Siddiq. Ternyata dirumahnya tidak ada makanan. Keadaan ini diterimanya dengan sabar, lalu ia menahan lapar dengan berpuasa” (HR.Abu Dawud, at-Tirmizi dan an-Nasa-i) .
Ibadah Nabi Muhammad SAW. Ibadah nabi SAW juga sebagai cikal bakal tasawuf. Nabi SAW adalah orang yang paling tekun beribadah. Dalam satu riwayat dari Aisyah RA disebutkan bahwa pada suatu malam nabi SAW mengerjakan shalat malam, didalam salat lututnya bergetar karena panjang dan banyak rakaat salatnya. Tatkala rukuk dan sujud terdengar suara tangisnya namun beliau tetap melaksanakan salat sampai azan Bilal bin Rabah terdengar diwaktu subuh. Melihat nabi SAW demikian tekun melakukan salat, Aisyah bertanya: ”Wahai Junjungan, bukankah dosamu yang terdahulu dan yang akan datang diampuni Allah, mengapa engkau masih terlalu banyak melakukan salat?” nabi SAW menjawab:” Aku ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur” (HR.Bukhari dan Muslim).
Selain banyak salat nabi SAW banyak berzikir. Beliau berkata: “Sesungguhnya saya meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya setiap hari tujuh puluh kali” (HR.at-Tabrani).
Dalam hadis lain dikatakan bahwa Nabi SAW meminta ampun setiap hari sebanyak seratus kali (HR.Muslim). Selain itu nabi SAW banyak pula melakukan iktikaf dalam mesjid terutama dalam bulan Ramadan.
Akhlak Nabi Muhammad SAW. Akhlak nabi SAW merupakan acuan akhlak yang tidak ada bandingannya. Akhlak nabi SAW bukan hanya dipuji oleh manusia, tetapi juga oleh Allah SWT. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT yang artinya: “Dan sesungguhnya kami (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.(QS.Al Qalam:4) ketika Aisyah ditanya tentang Akhlak Nabi SAW, Beliau menjawab: Akhlaknya adalah Al-Qur’an”(HR.Ahmad dan Muslim). Tingkah laku nabi tercermin dalam kandungan Al-Qur’an sepenuhnya.
Dalam diri nabi SAW terkumpul sifat-sifat utama, yaitu rendah hati, lemah lembut, jujur, tidak suka mencari-cari cacat orang lain, sabar, tidak angkuh, santun dan tidak mabuk pujian. Nabi SAW selalu berusaha melupakan hal-hal yang tidak berkenan di hatinya dan tidak pernah berputus asa dalam berusaha.
Oleh karena itu, Nabi SAW merupakan tipe ideal bagi seluruh kaum muslimin, termasuk pula para sufi. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.”.
Kehidupan Empat Sahabat Nabi Muhammad SAW.
Sumber lain yang menjadi sumber acuan oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat yang berkaitan dengan keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Oleh karena setiap orang yang meneliti kehidupan rohani dalam islam tidak dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi diabad-abad sesudahnya.
Kehidupan para sahabat dijadikan acuan oleh para sufi karena para sahabat sebagai murid langsung Rasulullah SAW dalam segala perbuatan dan ucapan mereka senantiasa mengikuti kehidupan Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu perilaku kehidupan mereka dapat dikatakan sama dengan perilaku kehidupan Nabi SAW, kecuali hal-hal tertentu yang khusus bagi Nabi SAW. Setidaknya kehidupan para sahabat adalah kehidupan yang paling mirip dengan kehidupan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW karena mereka menyaksikan langsung apa yang diperbuat dan dituturkan oleh Nabi SAW. Oleh karena itu Al-Qur’an memuji mereka: ” Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk islam) diantara orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah sediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS.At Taubah:100).
Abu Nasr as-Sarraj at-Tusi menulis didalam bukunya, Kitab al-Luma`, tentang ucapan Abi Utbah al-Hilwani (salah seorang tabiin) tentang kehidupan para sahabat:” Maukah saya beritahukan kepadamu tentang kehidupan para sahabat Rasulullah SAW? Pertama, bertemu kepada Allah lebih mereka sukai dari pada kehidupan duniawi. Kedua, mereka tidak takut terhadap musuh, baik musuh itu sedikit maupun banyak. Ketiga, mereka tidak jatuh miskin dalam hal yang duniawi, dan mereka demikian percaya pada rezeki Allah SWT.”
Adapun kehidupan keempat sahabat Nabi SAW yang dijadikan panutan para sufi secara rinci adalah sbb:
Abu Bakar as-Siddiq.
Pada mulanya ia adalah salah seorang Kuraisy yang kaya. Setelah masuk islam, ia menjadi orang yang sangat sederhana. Ketika menghadapi perang Tabuk, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat, Siapa yang bersedia memberikan harta bendanya dijalan Allah SWT. Abu Bakar lah yang pertama menjawab:”Saya ya Rasulullah.” Akhirnya Abu Bakar memberikan seluruh harta bendanya untuk jalan Allah SWT. Melihat demikian, Nabi SAW bertanya kepada: ”Apalagi yang tinggal untukmu wahai Abu Bakar?” ia menjawab:”Cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya.”
Diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam seminggu Abu Bakar selalu dalam keadaan lapar. Pada suatu hari Rasulullah SAW pergi kemesjid. Disana Nabi SAW bertemu Abu Bakar dan Umar bin Khattab, kemudian ia bertanya:”Kenapa anda berdua sudah ada di mesjid?” Kedua sahabat itu menjawab:”Karena menghibur lapar.”
Diceritakan pula bahwa Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia berkata:”Jika seorang hamba begitu dipesonakan oleh hiasan dunia, Allah membencinya sampai ia meninggalkan perhiasan itu.” Oleh karena itu Abu Bakar memilih takwa sebagai ”pakaiannya.” Ia menghiasi dirinya dengan sifat-sifat rendah hati, santun, sabar, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ibadah dan zikir.
Umar bin Khattab
Umar bin Khattab yang terkenal dengan keheningan jiwa dan kebersihan kalbunya, sehingga Rasulullah SAW berkata:” Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar.” Ia terkenal dengan kezuhudan dan kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada suatu ketika setelah ia menjabat sebagai khalifah, ia berpidato dengan memakai baju bertambal dua belas sobekan.
Diceritakan, Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khatab, ketika masih kecil bermain dengan anak-anak yang lain. Anak-anak itu semua mengejek Abdullah karena pakaian yang dipakainya penuh dengan tambalan. Hal ini disampaikannya kepada ayahnya yang ketika itu menjabat sebagai khalifah. Umar merasa sedih karena pada saat itu tidak mempunyai uang untuk membeli pakaian anaknya. Oleh karena itu ia membuat surat kepada pegawai Baitulmal (Pembendaharaan Negara) diminta dipinjami uang dan pada bulan depan akan dibayar dengan jalan memotong gajinya.
Pegawai Baitulmal menjawab surat itu dengan mengajukan suatu pertanyaan, apakah Umar yakin umurnya akan sampai bulan depan. Maka dengan perasaan terharu dengan diiringi derai air mata , Umar menulis lagi sepucuk surat kepada pegawai Baitul Mal bahwa ia tidak lagi meminjam uang karena tidak yakin umurnya sampai bulan yang akan datang.
Disebutkan dalam buku-buku tasawuf dan biografinya, Umar menghabiskan malamnya beribadah. Hal demikian dilakukan untuk mengibangi waktu siangnya yang banyak disita untuk urusan kepentingan umat. Ia merasa bahwa pada waktu malamlah ia mempunyai kesempatan yang luas untuk menghadapkan hati dan wajahnya kepada Allah SWT.
Usman bin Affan
Usman bin Affan yang menjadi teladan para sufi dalam banyak hal. Usman adalah seorang yang zuhud, tawaduk (merendahkan diri dihadapan Allah SWT), banyak mengingat Allah SWT, banyak membaca ayat-ayat Allah SWT, dan memiliki akhlak yang terpuji. Diriwayatkan ketika menghadapi Perang Tabuk, sementara kaum muslimin sedang menghadapi paceklik, Usman memberikan bantuan yang besar berupa kendaraan dan perbekalan tentara.
Diriwayatkan pula, Usman telah membeli sebuah telaga milik seorang Yahudi untuk kaum muslimin. Hal ini dilakukan karena air telaga tersebut tidak boleh diambil oleh kaum muslimin.
Dimasa pemerintahan Abu Bakar terjadi kemarau panjang. Banyak rakyat yang mengadu kepada khalifah dengan menerangkan kesulitan hidup mereka. Seandainya rakyat tidak segera dibantu, kelaparan akan banyak merenggut nyawa. Pada saat paceklik ini Usman menyumbangkan bahan makanan sebanyak seribu ekor unta.
Tentang ibadahnya, diriwayatkan bahwa usman terbunuh ketika sedang membaca Al-Qur’an. Tebasan pedang para pemberontak mengenainya ketika sedang membaca surah Al-Baqarah ayat 137 yang artinya:…”Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ketika itu ia tidak sedikitpun beranjak dari tempatnya, bahkan tidak mengijinkan orang mendekatinya. Ketika ia rebah berlumur darah, mushaf (kumpulan lembaran) Al-Qur’an itu masih tetap berada ditangannya.
Ali bin Abi Talib
Ali bin Abi Talib yang tidak kurang pula keteladanannya dalam dunia kerohanian. Ia mendapat tempat khusus di kalangan para sufi. Bagi mereka Ali merupakan guru kerohanian yang utama. Ali mendapat warisan khusus tentang ini dari Nabi SAW. Abu Ali ar-Ruzbari , seorang tokoh sufi, mengatakan bahwa Ali dianugerahi Ilmu Laduni. Ilmu itu, sebelumnya, secara khusus diberikan Allah SWT kepada Nabi Khaidir AS, seperti firmannya yang artinya:…”dan telah Kami ajarkan padanya ilmu dari sisi Kami.” (QS.Al Kahfi:65).
Kezuhudan dan kerendahan hati Ali terlihat pada kehidupannya yang sederhana. Ia tidak malu memakai pakaian yang bertambal, bahkan ia sendiri yang menambal pakiannya yang robek.
Suatu waktu ia tengah menjinjing daging di Pasar, lalu orang menyapanya:”Apakah tuan tidak malu memapa daging itu ya Amirulmukminin (Khalifah)?” Kemudian dijawabnya:”Yang saya bawa ini adalah barang halal, kenapa saya harus malu?”.
Abu Nasr As-Sarraj at-Tusi berkomentar tentang Ali. Katanya:”Di antara para sahabat Rasulullah SAW Amirulmukminin Ali bin Abi Talib memiliki keistimewahan tersendiri dengan pengertian-pengertiannya yang agung, isyarat-isyaratnya yang halus, kata-katanya yang unik, uraian dan ungkapannya tentang tauhid, makrifat, iman, ilmu, hal-hal yang luhur, dan sebagainya yang menjadi pegangan serta teladan para sufi.
Kehidupan Para Ahl as-Suffah. Selain keempat khalifah di atas, sebagai rujukan para sufi dikenal pula para Ahl as-Suffah. Mereka ini tinggal di Mesjid Nabawi di Madinah dalam keadaan serba miskin, teguh dalam memegang akidah, dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara Ahl as-Suffah itu ialah Abu Hurairah, Abu Zar al-Giffari, Salman al-Farisi, Mu’az bin Jabal, Imran bin Husin, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas dan Huzaifah bin Yaman. Abu Nu’aim al-Isfahani, penulis tasawuf (w. 430/1038) menggambarkan sifat Ahl as-Suffah di dalam bukunya Hilyat al-Aulia`(Permata para wali) yang artinya: Mereka adalah kelompok yang terjaga dari kecendrungan duniawi, terpelihara dari kelalaian terhadap kewajiban dan menjadi panutan kaum miskin yang menjauhi keduniaan. Mereka tidak memiliki keluarga dan harta benda. Bahkan pekerjaan dagang ataupun peristiwa yang berlangsung disekitar mereka tidak lah melalaikan mereka dari mengingat Allah SWT. Mereka tidak disedihkan oleh kemiskinan material dan mereka tidak digembirakan kecuali oleh suatu yang mereka tuju.
Diantara Ahl as-Suffah itu ada yang mempunyai keistimewahan sendiri. Hal ini memang diwariskan oleh Rasulullah SAW kepada mereka seperti Huzaifah bin Yaman yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW tentang ciri-ciri orang Munafik. Jika ia berbicara tentang orang munafik, para sahabat yang lain senantiasa ingin mendengarkannya dan ingin mendapatkan ilmu yang belum diperolehnya dari Nabi SAW. Umar bin Khattab pernah tercengang mendengar uraian Huzaifah tentang ciri-ciri orang munafik.
Adapun Abu Zar al-Giffarri adalah seorang Ahl as-Suffah termasyur yang bersifat sosial. Ia tampil sebagai prototipe (tokoh pertama) fakir sejati. Abu Zar tidak pernah memiliki apa-apa, tetapi ia sepenuhnya milik Allah SWT dan akan menikmati hartanya yang abadi. Apabila ia diberikan sesuatu berupa materi, maka materi tersebut dibagi-bagi kepada para fakir miskin.
Begitu juga Salman Al Farisi salah seorang Ahli Suffah yang hidup sangat sederhana sampai akhir hanyatnya. Beliau merupakan salah satu Ahli Silsilah dari Tarekat Naqsyabandi yang jalur keguruan bersambung kepada Saidina Abu Bakar Siddiq sampai kepada Rasulullah SAW.
Mudah-mudahan tulisan di atas menjadi informasi yang bermanfaat bagi kita semua sehingga tidak ragu dalam berguru mengamalkan ajaran Tasawuf yang merupakan inti sari Islam yang bersumber dari ajaran Rasulullah SAW dan kemudian ajaran mulia ini diteruskan oleh Para Sahabat, Tabi’in, Tabi Tabi’in serta para Guru Mursyid sambung menyambung dengan tetap menjaga kemurniannya sehingga ajara tasawuf zaman Rasulullah SAW sampai kepada kita tetap dalam keadaan murni. Para Guru Mursyid adalah khalifah Rasulullah SAW ulama Warisatul Anbiya yang menjaga amanah Rasulullah SAW, tidak berani menambah dan mengurangi sehingga ilmu Tasawuf itu tetap terjaga sepanjang zaman.

MENGAPA PENTINGNYA MENJAGA HATI ATAU ROH


Lazimnya manusia sangat memberi perhatian dan mengawasi kesihatan fizikal. Pengawasan dibuat dengan seribu satu macam cara. Apabila mengalami sakit atau sebarang gangguan, biasanya tanpa lengah lagi manusia akan segera menemui doktor. Andainya tidak berkesan daripada rawatan biasa, berpindah pula ke doktor atau rawatan pakar.
Anehnya, tidak demikian sikap manusia dalam menghadapi penyakit hati atau rohani. Sama ada manusia mengambil sikap terus tidak peduli langsung atau mereka memandang remeh terhadap persoalan hati atau roh. Padahal kesan dan akibat daripada penyakit hati atau roh bukan sahaja mencetuskan berbagai kejahatan dan kemungkaran malah akan diseksa di Neraka Allah SWT di Akhirat kelak, wal’iyazubillah.
Marilah sama-sama kita lihat mengapa terlalu pentingnya menjaga hati atau roh yang di antaranya seperti berikut:
1. Kerana roh itu kekal atau dikekalkan, tidak seperti fizikal (jasad lahir), ia binasa. Di Akhirat kelak, roh itu akan diberi jasad baru.
2. Roh itulah yang akan menerima atau merasa nikmat atau azab bersama jasad barunya di Akhirat kelak.
3. Ia adalah wadah rebutan antara malaikat dan syaitan yang mana sama-sama ingin mengisi. Malaikat dengan iman, syaitan dengan kekufuran atau malaikat dengan keyakinan, syaitan dengan keraguan.
4. Ia adalah tempat jatuhnya ilham atau ilmu laduni (dapat ilmu tanpa belajar), ia merupakan wahbiah (anugerah) daripada Allah. Akal tempat ilmu nazali (ilmu yang dipelajari).
5.Roh kalau ia bersih, Allah beri ia rasa yang tepat atau firasat.
6. Roh kalau ia terlalu bersih, matanya lebih tajam dari mata lahir atau mata kepala, sebahagian perkara yang ghaib Allah perlihatkan kepadanya. Itulah yang dikatakan mukasyafatul qulub.
7. Roh atau hati adalah raja dalam diri. Kalau hati itu baik, ia akan arahkan tentera-tenteranya iaitu anggota lahir atau jawarih kepada kebaikan. Kalau ia jahat, ia akan arah tenteranya membuat kejahatan.
8. Kerana ia boleh menerima sifat-sifat mahmudah yang dikehendaki dan juga boleh menerima sifat-sifat mazmumah yang dibenci dan dikeji yang sayugianya hendaklah dibuang atau dijauhi.
9. Ia adalah merupakan tempat merasa iaitu susah atau senang, bahagia atau dukacita, rasa sempit atau rasa lapang, rasa keluh-kesah atau tenang, rasa kecewa atau ceria, rasa putus asa atau harapan yang cerah, rasa benci atau suka, rasa ragu atau percaya, rasa pesimis atau optimis, rasa rindu atau simpati.
10. Sikap jasad lahir atau tingkah laku adalah pancaran dari hati atau roh sama ada baik ataupun buruk.
11. Hati tempat penglihatan dan nilaian Tuhan manakala jasad lahir tempat pandangan makhluk.
12. Hidayah yang lahir, ia adalah punca dari yang batin atau roh atau hati.
13. Sifat mahmudah yang paling terpuji ialah ikhlas, penentu segala amalan seseorang itu diterima atau ditolak ialah bertapak pada roh atau hati, malaikat pun tidak tahu, hanya Allah yang mengetahui.
14. Seseorang yang membuat kebaikan, orang tidak kata baik tangannya, kakinya, tapi orang berkata baik hatinya.
15. Ketahanan yang lahir adalah berpunca daripada ketahanan yang baik yakni roh atau hati.
16. Segala perubahan yang lahir ini berpunca daripada perubahan yang batin yakni roh atau hatinya.
17. Penyakit roh atau hati membawa ke Neraka, penyakit lahir membawa ke Syurga (segala kesusahan dan kesakitan lahiriah merupakan kifarah dosa).
18. Penyakit lahir walau bagaimana teruk sekalipun, ia hanya merosakkan badan, tapi penyakit roh atau hati menghancurkan apa yang ada di dunia ini.
19. Penyakit badan kalau sudah teruk sangat, membawa mati badan, tapi penyakit roh atau hati membawa matinya iman dan Islam.
20. Penyakit badan sakitnya tidak kekal, tapi penyakit roh atau hati seksanya kekal abadi.
21. Penyakit lahir hanya manusia yang benci, tapi penyakit batin Allah benci.
22. Penyakit lahir menguruskan badan, tapi penyakit batin menguruskan iman.
23. Di dalam tidur, adakalanya mendapat alamat di dalam mimpi sama ada secara jelas atau ibarat. Ia diperlihatkan kepada roh, bukan kepada mata kasar.
24. Rasulullah SAW menyuruh takut dengan pandangan mata hati atau pandangan roh. Allah tidak mengatakan agar takut kepada pandangan mata kasar.
Sabda Baginda: “Takutilah firasat orang mukmin, kerana ia melihat dengan cahaya Allah.” (Riwayat At Tarmizi)
1. Penyakit lahir tidak dipandang hina oleh Islam, tapi penyakit batin dipandang hina.
2. Penyakit lahir tidak sampai hilang kepercayaan orang, tapi penyakit batin sampai menghilangkan kepercayaan orang.
3. Penyakit lahir tidak membawa permusuhan, perpecahan dan peperangan, tapi penyakit batin membawa pergaduhan, perpecahan dan peperangan.
4. Roh boleh mengembara tanpa jasad dan dapat melihat perkara-perkara yang ajaib dengan izin Allah.
5. Selepas mati, roh boleh balik ke dunia dan dapat melihat keluarganya, tidak seperti jasad.
6. Penyakit lahir orang simpati, penyakit batin orang tidak simpati.
Oleh kerana pentingnya hati dan roh, maka ia hendaklah dijaga sungguh-sungguh iaitu:
a. Wajib kita memberi makanan yang cukup. Makanannya ialah sembahyang, zikrullah, membaca Al Quran, tasbih, tahmid, selawat, melihat kebesaran-Nya melalui pemandangan dan mengingati mati.
b. Memberi ia pakaian iaitu dengan sifat-sifat taqwa.
c. Jauhkan dari sebarang penyakit seperti marah, bakhil, pendendam, sombong, riyak, ujub dan sebagainya.

Keadaan Ruh dan Jasad ketika dalam Kubur


Pertanyaan saya: ketika seseorang meninggal dunia berarti rohnya sudah dicabut oleh Allah sedangkan alam kubur atau alam barzah adalam alam ke empat di mana seseorang akan berada di sana untuk menunggu alam akhirat tiba. Bagaimana keadaan seseorang yang dalam kuburan itu? apakah rohnya yang sudah dicabut akan dikembalikan ke jasad yang sudah di dalam kuburan itu sehingga ia kembali utuh seperti waktu ia hidup dan menunggu hari kiamat? Bagaimana juga keadaan seseorang yang sudah dalam kuburan itu ketika menjawab pertanyaan dari malaikat? apakah malaikat bertanya kepada jasad yg sudah dikubur itu saja atau rohnya sudah dipasang lagi ketika malaikat mau bertanya padahal saat kita meninggal kan roh kita sudah dicabut. minta penjelasannya.Trimakasih sebelumnya.
Saudara Marhamah yang dirahmati Allah swt
Didalam hadits yang diriwayatkan dari al Barro bin ‘Azib bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Berlindunglah kalian kepada Allah dari adzab kubur—beliau menyebutkan 2 atau 3 kali—kemudian berkata,’Sesungguhnya seorang hamba yang beriman apabila akan berakhir (hidupnya) di dunia dan akan mengawali akheratnya maka turunlah para malaikat dari langit dengan berwajah putih seperti matahari dengan membawa kain kafan dan wewangian dari surga dan mereka duduk disisinya sejauh mata memandang.
Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk disebelah kepalanya dengan mengatakan,”Wahai jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan dari Allah dan keredhoan-Nya.’ Beliau saw bersabda,’Maka keluarlah ruhnya seperti tetesan air dari bibir orang yang sedang minum maka dia (malaikat maut) pun mengambilnya. Dan tatkala dia mengambilnya maka para malaikat (yang lain) tidaklah membiarkannya berada ditangannya walau hanya sesaat sehingga mereka mengambilnya dan menaruhnya diatas kafan yang terdapat wewangian hingga keluar darinya bau semerbak kesturi yang membuat wangi permukaan bumi.’
Beliau saw bersabda,’Mereka kemudian naik (ke langit) dengan membawa (ruh) orang itu dan tidaklah mereka melewati para malaikat kecuali mereka bertanya,’Ruh yang baik siapa ini?’ Mereka menjawab,’Fulan bin Fulan, dengan menyebutkan nama terbaik yang dimilikinya di dunia’ sehingga mereka berhenti di langit dunia. Mereka pun meminta agar dibukakan (pintu) baginya maka dibukalah (pintu itu) bagi mereka dan mereka berpindahlah ke langit berikutnya sehingga sampai ke langit ketujuh dan Allah mengatakan,’Tulislah kitab hamba-Ku ini di ‘illiyyin dan kembalikanlah ke bumi, sesungguhnya darinyalah Aku ciptakan mereka dan kepadanyalah Aku mengembalikan mereka dan darinya pula Aku mengeluarkan mereka sekali lagi.’
Beliau saw bersabda,’Dan ruh itu pun dikembalikan ke jasadnya. Kemudian datanglah dua malaikat yang mendudukannya dan bertanya kepadanya,’Siapa Tuhanmu?’ dia pun menjawab,’Tuhanku Allah.’ Keduanya bertanya lagi,’Apa agamamu?’ dia menjawab,’Agamaku Islam.’ Keduanya bertanya,’Siapa lelaki yang diutus kepada kalian ini?’ dia menjawab,’Dia adalah Rasulullah saw.’ Keduanya bertanya lagi,’Apa ilmumu?’ dia menjawab,’Aku membaca Al Qur’an, Kitab Allah, aku mengimaninya dan membenarkannya.’
Terdengarlah suara yang memanggil dari langit,’Karena kebenaran hamba-Ku maka hamparkanlah (suatu hamparan) dari surga, pakaikanlah dengan pakaian dari surga, bukakanlah baginya sebuah pintu menuju surga.’ Beliau saw bersabda,’maka terciumlah wanginya serta dilapangkan kuburnya sejauh mata memandang.’
Beliau bersabda,’Datanglah seorang laki-laki berwajah tampan, berbaju indah dengan baunya yang wangi mengatakan,’Bahagialah engkau di hari yang engkau telah dijanjikan.’ Orang (yang beriman) itu mengatakan,’Siapa angkau? Wajahmu penuh dengan kebaikan’ dia menjawab,’Aku adalah amal shalehmu.’ Orang itu mengatakan,’Wahai Allah, segerakanlah kiamat sehingga aku kembali kepada keluarga dan hartaku.’
Beliau saw bersabda,’Sesungguhnya seorang hamba yang kafir apabila akan berakhir (hidupnya) di dunia akan akan mengawali akheratnya maka turunlah para malaikat dari langit yang berwajah hitam dengan membawa kain dan merekapun duduk disisinya sejauh mata memandang kemudian datang malaikat maut dan duduk disebelah kepalanya dengan mengatakan,’Wahai jiwa yang buruk, keluarlah menuju amarah dan murka Allah.’
Beliau saw bersabda,’maka dipisahkanlah ruh dari jasadnya seperti duri yang dicabut dari kain yang basah kemudian malaikat (maut) pun mengambilnya dan tatkala malaikat maut mengambilnya maka mereka (malaikat lain) tidaklah membiarkannya berada di tangannya walau sesaat sehingga meletakkannya dikain itu dan dibawanya dengan bau bangkai busuk yang meyebar di permukaan bumi. Mereka pun membawanya dan tidaklah mereka melintasi malaikat kecuali mereka bertanya,’Ruh buruk milik siapa ini?’ mereka menjawa,’Fulan bin Fulan dengan menyebutkan nama yang paling buruknya di dunia.’
Kemudian mereka sampai di langit dunia dan meminta untuk dibukakan (pintu) baginya maka tidaklah dibukakan baginya kemudian Rasulullah saw membaca firman-Nya,”Sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga hingga unta masuk ke lobang jarum.” Kemudian Allah berkata,’Tulislah kitabnya di sijjin di bumi yang paling rendah maka ruhnya dilemparkan dengan satu lemparan. Kemudian beliau saw membaca,”Dan barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka dia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar burung, atau diterbangkan ke tempat yang jauh.’
Ruhnya pun dikembalikan ke jasadnya dan datanglah dua malaikat mendudukannya seraya bertanya,”Siapa Tuhanmu?’ maka dia menjawab,’a..a… aku tidak tahu.’ Keduanya bertanya.’Apa agamamu?’ dia menjawab,’a…a…aku tidak tahu.’ Keduanya bertanya,’Siapa laki-laki yang diutus kepadamu ini?’ dia menjawab,’a…a…aku tidak tahu.’ Maka terdengar seruan dari langit.’ Karena pendustaan (nya) maka hamparkanlah (suatu hamparan) dari neraka dan bukakan baginya suatu pintu munuju neraka dan terasalah panas serta angin panasnya bagi orang itu dan dia pun dihimpit oleh kuburnya sehingga hancur tulang-tulangnya.
Datanglah seorang laki-laki yang berwajah buruk dengan pakaian yang bau busuk dan mengatakan,”Bergembiralah kamu dihari yang buruk bagimu yang telah dijanjikan ini.’ Orang itu berkata,’Siapa kamu dengan wajahmu yang penuh dengan kajahatan.’ Dia menjawab,’Aku adalah amal burukmu.’ Orang itu pun berkata,’Wahai Allah janganlah engkau adakan kiamat.” (HR. Ahmad)
Hadits diatas menjelaskan tentang keadaan ruh seseorang saat berpisah dari jasadnya pada saat sakaratul maut. Kemudahan saat itu dialami oleh seorang yang beriman sementara kesulitan yang luar biasa dialami oleh seorang yang kafir.
Hadits itu pun menjelaskan bahwa ruh yang dibawa menuju langit setelah terlepas dari jasadnya kemudian dikembalikan lagi ke jasadnya di bumi untuk merasakan fitnah kubur, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dua malaikat tentang siapa tuhannya, nabi-Nya dan agamanya.
Seorang yang beriman diberikan kemudahan didalam menjawab pertanyaan itu, sebagaimana janji Allah swt kepadanya, firman-Nya :
يُثَبِّتُ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللّهُ مَا يَشَاء
Artinya : “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang dia kehendaki.” (QS. Ibrahim : 27)
Sebaliknya dengan keadaan seorang yang kafir, ia tidak sanggup menjawab semua pertanyaan tersebut dikarenakan kekufurannya.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadits itu memberikan pengetahuan bahwa ruh tetap ada setelah berpisah dari badannya berbeda dengan orang-orang sesat dari kalangan ahli kalam. Ruh itu juga naik (ke langit) dan turun (darinya) berbeda dengan orang-orang sesat dari kalangan ahli ilsafat. Serta ruh dikembalikan ke badan lalu orang yang meninggal itu akan ditanya maka ia akan mendapatkan nikmat atau adzab sebagaimana pertanyaan yang diajukan oleh malaikat penanya. Didalam kubur itu amal shaleh atau buruknya akan mendatanginya dengan suatu bentuk yang baik atau buruk.
Wallahu A’lam