Laman

Kamis, 13 Juni 2013

DZIKIR DAN DOA ALI BIN ABI THALIB

Riwayat tentang doa tersebut.

Husain bin Ali bin Abi Thalib r.a bercerita:
“Ketika kami sedang berthawaf, tiba-tiba kami mendengar suara orang yang meratap:

Wahai Zat yang mengabulkan doa orang yang terpaksa dalam kezaliman
Wahai Zat Penghilang kesengsaraan dan penderitaan yang disertai penyakit
Hamba-Mu telah berada disekitar baitullah dan Masjidil Haram
Aku memanjatkan doa, sedang mata Allah tak pernah tidur
Dengan kemurahan-Mu,
Ampunilah aku atas kesalahan yang telah kulakukan
Wahai Zat yang kepada-Nya semua makhluk mengarahkan kemuliaan,
Jika ampunan-Mu tak tersedia untuk pelaku kejahatan,
Maka siapa lagi yang melimpahkan kenikmatan
Kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.

Ayahku, Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Wahai Husain, tidakkah kau mendengar orang yang menangisi dosa-dosanya dan menyeru Tuhannya. Carilah dia dan jika bertemu, panggilah dia’.

Dengan cepat aku berangkat dan menemukan orang itu. Ternyata dia seorang yang sangat tampan, berbadan bagus, berpakaian bersih serta beraroma sangat wangi, namun tubuh sebelah kanan orang itu lumpuh. Aku berkata, “Temuilah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah.

Orang itu bertanya, ‘Siapakah engkau dan apa kepentinganmu?’
(Setelah tiba dihadapan Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib)
Laki-laki itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bagaimana keadaan orang yang mendapat hukuman dan tertolak dari hak?
Amirul Mukminin bertanya, “Siapa namamu?”
Orang itu menjawab, ‘Manazil bin Lahiq.’
“Apa yang sebenarnya terjadi atasmu?’ tanyanya lebih lanjut

Dia menjawab, ’Aku sangat terkenal di Arab sebagai orang yang ahli permainan dan menyanyi. Aku selalu berjingkrak dimasa mudaku dan tidak menyadari kelengahanku. Jika aku bertoba, tobatku tidak akan diterima. Aku selalu berbuat maksiat di bulan Rajab dan Sya’ban. Sedang aku punya ayah yang menyayangiku dan sangat memperhatikanku.

Beliau selalu mengingatkanku akan bahaya jahiliah dan kemaksiatan. Beliau berkata, ”Wahai anakku, Allah memiliki kekerasan dan siksa. Maka, janganlan kamu berada dipihak orang-orang yang diberi hukuman neraka. Sungguh betapa kau telah dilenakan dalam kegelapan, dan kau telah melalaikan malaikat mulia, bulan haram, malam, dan siang”. Jika beliau menegur dengan ucapan, aku membalasnya dengan pukulan.

Pada suatu hari aku menemuinya dan beliau berkata, ’Demi Allah, aku akan berpuasa dan tidak akan berbuka, aku akan salat dan tidak akan tidur.” Lalu dia berpuasa selama satu minggu kemudian naik seekor unta dan pergi bersamaku ke Makkah pada musim haji Akbar, dan dia berkata, ’Aku akan ke Baitullah dan akan mendoakan keburukan untukmu kepada Allah’.

Maka dia pergi ke Makkah pada musim haji Akbar, lalu dia bersimpuh di altar Ka’bah seraya mendoakan keburukan untukku:

Wahai Zat yang para jamaah haji datang kepada-Nya,
Mengharapkan kelembutan Zat yang Mahakuat
MahaEsa lagi bergantung pada diri sendiri
Inilah Manazil yang tidak mau menghentikan kedurhakaannya padaku
Maka berdasarkan hakku berikanlah hukuman
Kepada anakku, dan dengan kemurahanmu,
Lumpuhkanlah tubuhnya yang sebelah kanan
Wahai Zat yang Mahasuci, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan

Demi Zat yang meninggikan langit dan mengalirkan mata air, belum lagi ucapannya berakhir, tubuh sebelah kananku sudah lumpuh, sehingga aku menjadi seperti kayu yang dibuang ditanah suci. Setiap manusia yang berlalu-lalang melewatiku berkata, ”Untuk orang inilah Allah mengabulkan doa ayahnya.”

Kemudian amirul mukminin bertanya, ’Lalu apa yang dilakukan ayahmu?’

”Wahai Amirul Mukminin, aku memohon kepadanya supaya dia berdoa untuk memulihkan kesehatanku dibagian tubuhku yang telah beliau doakan keburukan. Dan itu dilakukan setelah beliau memaafkanku,’ paparnya
’Beliau memenuhi permintaanku, lalu aku membawa beliau dengan seekor unta yang kudapatkan dalam perjalanan, sampai kami tiba di suatu lembah. Tiba-tiba seekor burung terbang dari sebatang pohon, mengagetkan unta sehingga ia kabur melarikan diri. Ayahku yang menunggang unta itu terjatuh dari atasnya dan meninggal disana.’

Maka Ali berkata, ”Maukah kuajarkan beberapa doa yang aku dengar dari Rasulullah? Sesungguhnya beliau telah bersabda, ’Setiap kali seorang yang binggung memanjatkan doa itu, Allah akan menghilangkan kebingungannya. Dan setiap kalil orang yang dalam kesusahan memanjatkan doa itu, Allah akan menghilangkan kesusahannya.’
’Ya, aku mau,’jawabnya

Maka kemudian Ali mengajarinya doa-doa dari Rasulullah. Lalu dia memanjatkan doa tersebut dengan tulus ikhlas sehingga dia sembuh dari penyakit itu dan dia datang kepada kami dalam keadaan sehat.
Aku bertanya pada orang itu, ”Bagaimana engkau melakukannya”?

Dia menjawab, ’Setelah semua mata tertidur lelap, aku memanjatkan doa tersebut sekali, dua kali, dan tiga kali. Lalu ada yang berseru kepadaku, ’Cukuplah Allah sebagai pelindungmu. Sungguh kamu telah berdoa kepada Allah dengan menyebut nama-Nya Yang Agung. Jika Dia diseru dengan nama itu pasti Dia akan mengabulkan, dan jika diminta dengan nama itu, maka pasti Dia akan memberi.’

Kemudian aku terserang kantuk dan tertidur. Aku bermimpi melihat Rasulullah Saw, lalu kujelaskan tentang doa itu, maka beliau bersabda, ’Ali putra pamanku memang benar. Didalam doa itu ada nama Allah paling agung yang jika Dia diseru dengan nama itu, pasti Dia akan mengabulkan, dan jika Dia diminta dengan nama itu, maka Dia akan memberi.’

Lalu aku terserang kantuk lagi dan tidur untuk kedua kalinya. Aku bermimpi melihat Rasulullah saw, maka kukatakan, ’Ya Rasulullah, aku ingin mendengar langsung doa darimu.’

Maka beliau berkata, katakanlah, ’  

Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu. 
Wahai Zat yang mengetahui segala yang tersembunyi. 
Wahai Zat yang karena kekuasaan-Nya langit bisa berdiri kukuh, dan wahai Zat yang karena keperkasaan-Nya bumi terhampar,
wahai Zat yang karena cahaya kemuliaan-Nya matahari dan bulan bisa terbit dan menyinari, 

wahai Zat yang menerima jiwa beriman lagi suci, dan wahai Zat yang menenangkan ketidaktenangan orang-orang yang takut, 
wahai Zat yang menyelamatkan Yusuf. Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada Muhammad dan keluarganya. Dan kabulkanlah permintaanku ini, sungguh Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Setelah itu aku terjaga dan telah sembuh dari sakitku.
Ali bin Abi Thalib berkata, ’Berpegang teguhlah pada doa ini, karena ia merupakan salah satu simpanan Arsy.’


Wallahu a'lam bishawab,

Sumber: Al Ghunyah li Thalibi Thariq Al Haqq, Syaikh Abdul Qadir Al Jilani r.a

UPAYA MENGHIDUPKAN QALBU

KALAU ada satu keberuntungan bagi manusia dibanding dengan hewan (haiwan), maka itu adalah bahwa manusia memiliki kesempatan untuk ma’rifat (kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini dikaruniakan Allah karena manusia memiliki akal dan yang terutama sekali HATI nurani. Inilah karunia Allah yang sangat besar bagi manusia.

Orang-orang yang HATInya benar-benar berfungsi akan berhasil mengenali dirinya dan pada akhirnya akan berhasil pula mengenali Tuhannya. Tidak ada kekayaan termahal dalam hidup ini, kecuali keberhasilan mengenali diri dan Tuhannya.

Karenanya, siapapun yang tidak bersungguh-sungguh menghidupkan HATI nuraninya, dia akan jahil, akan bodoh, baik dalam mengenal dirinya sendiri, lebih-lebih lagi dalam mengenal Allah Azza wa Jalla, Zat yang telah menyempurnakan kejadiannya dan pula mengurus tubuhnya lebih daripada apa yang bisa ia lakukan terhadap dirinya sendiri.

Orang-orang yang sepanjang hidupnya tidak pernah mampu mengenal dirinya dengan baik, tidak akan tahu harus bagaimana menyikapi hidup ini, tidak akan tahu indahnya hidup. Demikian pun, karena tidak mengenal Tuhannya, maka hampir dapat dipastikan kalau yang dikenalnya hanyalah dunia ini saja, dan itu pun sebagian kecil belaka.

Akibatnya, semua kalkulasi perbuatannya, tidak bisa tidak, hanya diukur oleh aksesoris keduniaan belaka. Dia menghargai orang semata-mata karena orang tersebut tinggi pangkat, jabatan, dan kedudukannya, ataupun banyak hartanya. Demikian pula dirinya sendiri merasa berharga di mata orang, itu karena ia merasa memiliki kelebihan duniawi dibandingkan dengan orang lain. Adapun dalam perkara harta, gelar(an), pangkat, dan kedudukan itu sendiri, ia tidak akan mempedulikan dari mana datangnya dan kemana perginya karena yang penting baginya adalah ada dan tiadanya.

Sebagian besar orang ternyata tidak mempunyai cukup waktu dan kesungguhan untuk bisa mengenali HATI nuraninya sendiri. Akibatnya, menjadi tidak sadar, apa yang harus dilakukan di dalam kehidupan dunia yang serba singkat ini. Sayang sekali, HATI nurani itu - berbeda dengan dunia - tidak bisa dilihat dan diraba. Kendatipun demikian, kita hendaknya sadar bahwa HATIlah pusat segala kesejukan dan keindahan dalam hidup ini.

Seorang ibu yang tengah mengandung ternyata mampu menjalani hari-harinya dengan sabar, padahal jelas secara duniawi tidak menguntungkan apapun. Yang ada malah berat melangkah, sakit, lelah, mual. Walaupun demikian, semua itu toh tidak membuat sang ibu berbuat aniaya terhadap jabang bayi yang dikandungnya.

Datang saatnya melahirkan, apa yang bisa dirasakan seorang ibu, selain rasa sakit yang tak terperikan. Tubuh terluka, darah bersimbah, bahkan tak jarang berjuang diujung maut. Ketika jabang bayi berhasil terlahir ke dunia, subhanallaah, sang ibu malah tersenyum bahagia.

Sang bayi yang masih merah itu pun dimomong (dijaga, pelihara, Eng: Look after) siang malam dengan sepenuh kasih sayang. Padahal tangisnya di tengah malam buta membuat sang ibu terkurangkan jatah (membahagi masa) istirahatnya. Siang malam dengan sabar ia mengganti popok (Eng: diaper) yang sebentar-sebentar basah dan sebentar-sebentar belepotan (Calit, lumur, Eng: smeared) kotoran bayi. Cucian pun tambah menggunung karena tak jarang pakaian sang ibu harus sering diganti karena terkena pipis (kencing kanak2) si jantung HATI. Akan tetapi, Masya Allah, semua beban derita itu toh tidak membuat ia berlaku kasar atau mencampakkan sang bayi.

Ketika tiba saatnya si buah HATI belajar berjalan, ibu pun dengan seksama membimbing dan menjaganya. HATInya selalu cemas jangan-jangan si mungil (eng: cute) yang tampak kian hari semakin lucu itu terjatuh atau menginjak (jijak) duri. Saatnya si anak harus masuk sekolah, tak kurang-kurangnya menjadi beban orang tua. Demikian pula ketika memasuki dunia remaja, mulai tampak kenakalannya, mulai sering membuat kesal orang tua. Sungguh menjadi beban batin yang tidak ringan.

Pendek kata, sewaktu kecil menjadi beban, sudah besar pun tak kurang menyusahkan. Begitu panjang rentang (jengkal, jarak) waktu yang harus dijalani orang tua dalam menanggung segala beban, namun begitu sedikit balas jasa anak. Bahkan tak jarang sang anak malah membuat durhaka, menelantarkan, dan mencampakkan kedua orang tuanya begitu saja manakala tiba saatnya mereka tua renta (tak berupaya, worn-out).

Mengapa orang tua bisa sedemikian tahan untuk terus menerus berkorban bagi anak-anaknya? Karena, keduanya mempunyai HATI nurani, yang dari dalamnya terpancar kasih sayang yang tulus suci. Walaupun tidak ada imbalan langsung dari anak-anaknya, namun nurani yang memiliki kasih sayang inilah yang memuatnya tahan terhadap segala kesulitan dan penderitaan. Bahkan sesuatu yang menyengsarakan pun terasa tidak menjadi beban.

Oleh karena itu, beruntunglah orang yang ditakdirkan memiliki kekayaan berupa harta yang banyak, akan tetapi yang harus selalu kita jaga dan rawat sesungguhnya adalah kekayaan batin kita berupa HATI nurani ini. HATI nurani yang penuh cahaya kebenaran akan membuat pemiliknya merasakan indah dan lazatnya hidup ini karena selalu akan merasakan kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla. Sebaliknya, waspadalah bila cahaya HATI nurani menjadi redup. Karena, tidak bisa tidak, akan membuat pemiliknya selalu merasakan kesengsaraan lahir batin lantaran senantiasa merasa terjauhkan dari rahmat dan pertolongan-Nya.

Allah Maha tahu akan segala lintasan HATI. Dia menciptakan manusia beserta segala isinya ini dari unsur tanah; dan itu berarti senyawa dengan tubuh kita karena sama-sama terbuat dari tanah. Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan kita tidaklah cukup dengan berdzikir, tetapi harus dipenuhi dengan aneka perangkat dan makanan, yang ternyata sumbernya dari tanah pula.

Bila perut terasa lapar, maka kita santap aneka makanan, yang sumbernya ternyata dari tanah. Bila tubuh kedinginan, kita pun mengenakan pakaian, yang bila ditelusuri, ternyata unsur-unsurnya terbuat dari tanah. Demikian pun bila suatu ketika tubuh kita menderita sakit, maka dicarilah obat-obatan, yang juga diolah dari komponen-komponen yang berasal dari tanah pula. Pendek kata, untuk segala keperluan tubuh, kita mencarikan jawabannya dari tanah.

Akan tetapi, QALBU ini ternyata tidak senyawa dengan unsur-unsur tanah, sehingga hanya akan terpuaskan laparnya, dahaganya, sakitnya, serta kebersihannya semata-mata dengan mengingat Allah.

:::: "Alaa bizikrillaahi tathmainul quluub." (QS. Ar Rad [13] : 28). Camkan, HATImu hanya akan menjadi tentram jikalau engkau selalu ingat kepada Allah!”

Kita akan banyak mempunyai banyak kebutuhan untuk fisik kita, tetapi kita pun memiliki kebutuhan untuk QALBU kita. Karenanya, marilah kita mengarungi dunia ini sambil memenuhi kebutuhan fisik dengan unsur duniawi, tetapi QALBU atau HATI nurani kita tetap tertambat kepada Zat Pemilik dunia. Dengan kata lain, tubuh sibuk dengan urusan dunia, tetapi HATI harus sibuk dengan Allah yang memiliki dunia. Inilah sebenarnya yang paling harus kita lakukan.

Sekali kIta salah dalam mengelola HATI – tubuh dan HATI sama-sama sibuk dengan urusan dunia – kita pun akan stress jadinya. Hari-hari pun akan senantiasa diliputi kecemasan. Kita akan takut ada yang menghalangi, takut tidak kebagian, takut terjegal (Eng: stop, intercept, keep an opponent from winning), dan seterusnya. Ini semua diakibatkan oleh sibuknya seluruh jasmani dan rohani kita dengan urusan dunia semata.

Inilah sebenarnya yang sangat potensial membuat redupnya HATI nurani. Kita sangat perlu meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai mengalami musibah semacam ini.

Bagaimana caranya agar kita mampu senantiasa membuat HATI nurani ini tetap bercahaya? Secara umum solusinya adalah sebagaimana yang diungkapkan di atas : kita harus senantiasa berjuang sekuat-kuatnya agar HATI ini jangan sampai terlalaikan dari mengingat Allah. Mulailah dengan mengenali apa yang ada pada diri kita, lalu kenali apa arti hidup ini. Dan semua ini bergantung kecermatan kepada ilmu. Kemudian gigihlah untuk melatih diri mengamalkan sekecil apapun ilmu yang dimiliki dengan ikhlas. Jangan lupa untuk selalu memilih lingkungan orang yang baik, orang-orang yang shalih. Mudah-mudahan ikhtiar ini menjadi jalan bagi kita untuk dapat lebih mengenal Allah, Zat yang telah menciptakan dan mengurus kita. Dialah satu-satunya Zat Maha Pembolak-balik HATI, yang sama sekali tidak sesulit bagi-Nya untuk membalikan HATI yang redup dan kusam menjadi terang benderang dengan cahaya-Nya. Wallahu’alam.

Oleh: KH. Abdullah Gymnastiar

MEMOHON KEKUATAN DZIKIR, SYUKUR DAN IBADAH



Bismillahirrahmanirrahim ..

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz,

“ Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu. Maka janganlah kamu lupa untuk membaca doa di setiap akhir shalat: ‘Allahumma a’innii ‘ala dzikrika wa syukrika, wa husni ‘ibaadatik.’

(Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu, serta agar bisa beribadah dengan baik kepada-Mu).”

(HR. An Nasa’i [1303] dan Ahmad [21614] Sahih Sunan Abu Dawud.)


Sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى telah mengkaruniakan kita dengan berbagai nikmat yang dengannya kita dapat hidup (hayah) dan mendapat HIDAYAH. Dan seandainya kita dapat menghitung-hitungya, pasti tidak akan terhitung. Firman Allah:

 “Jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak dapat menghitung jumlahnya.” (An-Nahl :18 dan Ibrahim: 34)

Diatas hamparan karunia nikmat Allah itu, maka selayaknya kita berterima kasih kepada Yang Pemberi Nikmat. Walaupun ungkapan rasa terimakasih kita kepadaNya, dengan gaya dan daya apapun, sebenarnya tidak akan sanggup membalas nikmat yang diberikan.

Berkata Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata Nabiyullah Daud ‘Alaihis Salam:

|| “Wahai Rabbku, kalau seandainya setiap rambutku ini mempunyai dua lidah dan bertasbih kepadaMu sepanjang malam, siang dan masa, maka tidaklah memenuhi hak satu kenikmatan.” (‘Iddatu Ash-Shabirin Libnil Qayyim hal 206, Asy-Syukur Libnu Abi Dunya hal 25, Asy-Syu’ab Lilbaihaqi dishahihkan Syaikh Salim I’ed Al-Hilali wafaqahullah)

Allah سبحانه وتعالى juga berfirman:

  “Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’” [Yunus : 58]

Ungkapan terimakasih itulah yang disebut dengan istilah SYUKUR. Firman Allah:

 “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”(Ibrahim: 7). Dengan bersyukur, Allah jamin dengan tambahan nikmat dari-Nya.

Ibnul Qayyim menjelaskan:

|| “Syukur itu bisa dilakukan oleh HATI dengan tunduk dan kepasrahan oleh LISAN dengan mengakui ni’mat tersebut dan oleh ANGGOTA BADAN dengan ketaatan dan penerimaan.”

Ya Allah .., bantulah kami untuk mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu, serta agar bisa beribadah kepada MU dengan lebih baik lagi .., Aamiin ya Robbal alamin



Barakallahufikum ...

SESUNGGUHNYA NIKMAT DAN REZEKI BUKAN UNTUK MEMULIAKAN MANUSIA

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik amalannya.” (Al-Kahf(i): 7)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
 

♥ ♥ “Sesungguhnya bagi tiap umat ada fitnah (ujian yang menyesatkan), dan fitnah umatku adalah harta.” (Shahih Sunan At-Tirmdzi no. 2336)


DUA JENIS NIKMAT


Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu membagi nikmat ke dalam dua bagian.

• PERTAMA, AN-NI’MAH AL-MUTHLAQAH

Yaitu kenikmatan yang bisa menghantarkan kepada kebahagiaan abadi. Seperti nikmat dalam berislam dan mengikuti As-Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan untuk memohon meraup nikmat ini. Memohon agar mendapat hidayah untuk menempuh jalan orang-orang yang meraih nikmat ini:

  ♥ ♥ “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An-Nisa`: 69)

• KEDUA, AN-NI’MAH AL-MUQAYYADAH

Yaitu kenikmatan yang digambarkan seperti nikmat memperoleh kesehatan, kekayaan, kekuatan jasad, kedudukan, banyak anak dan memiliki para istri yang baik, serta nikmat-nikmat yang sejenis.

Kenikmatan semacam ini diberikan kepada orang yang berbuat kebaikan, juga kepada orang yang berbuat kemaksiatan, mukmin maupun kafir. Kenikmatan seperti di atas, bila diberikan kepada orang kafir, merupakan bentuk istidraj (dalam bahasa Jawa: dilulu) dengan kenikmatan itu, mengarahkan dirinya kepada azab, petaka. Hakikatnya dia tidak memperoleh nikmat, tapi sesungguhnya dirinya memperoleh bala (sesuatu yang bisa menyusahkan). 


Sekiranya nikmat semakin bertambah , namun hati semakin jauh dari Allah dan tidak diiringi dengan pertambahan iman, amal /ibadah serta syukur, maka semoga nikmat yang ada bukanlah merupakan istidraj (menghabiskan pahala untuk kebaikan dunia, sehingga pahala untuk akhirat semakin menipis dan lama-lama habis).

************

NIKMAT DAN REZEKI BUKAN UNTUK MEMULIAKAN MANUSIA

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

  ♥ ♥ “Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: ‘Rabbku telah memuliakanku’. Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: ‘Rabbku menghinakanku’.” (Al-Fajr: 15-16) [Ijtima’ Al-Juyusy Al-Islamiyyah, hal. 33]

|| Kata Ibnu Katsir rahimahullahu bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (dalam ayat di atas) sebagai bentuk pengingkaran terhadap orang yang berkeyakinan apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala meluaskan rezkinya berarti dirinya mendapat kemuliaan. Padahal tidak demikian. Bahkan hal itu merupakan bentuk bala dan ujian. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan:

  ♥ ♥ “Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Sekali-kali Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (Al-Mu`minun: 55-56)

Demikian pula sebaliknya, apabila mengalami bala, ujian dan kesempitan rezki, dirinya berkeyakinan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menghinakannya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: كَلاَّ (Sekali-kali tidak demikian). Permasalahannya tidaklah seperti yang dia yakini. Karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan harta kepada siapa yang Dia suka dan yang tidak Dia suka, serta menyempitkan harta kepada yang Dia suka dan yang tidak Dia suka.




Allah subhana wa Ta'ala berfirman dalam surah Al Qashash :


78. Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? .......

79. Maka tatkala Qarun keluar kepada kaumnya dalam kemegahannya . Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar".

80. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu wahai Qarun, (sesungguhnya) pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali bagi orang-orang yang sabar".

Begitulah dalam kehidupan ketika ada kesempitan rezeki /ujian/sakit/musibah, tanamkan ikhas dan bersabarlah wahai saudaraku, karena sesungguhnya Allah sedang menabungkan pahala atas buah kesabaran tersebut
***********
 

BERSYUKUR KARENA NIKMAT

Sesungguhnya titik pijak dari itu semua adalah ketaatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam (menyikapi) dua keadaan: apabila dia sebagai orang yang berkecukupan (kaya), hendaknya dia BERSYUKUR kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas yang demikian ini. Apabila dia fakir, hendaknya menyikapinya dengan SABAR.” (‘Umdatut Tafsir ‘an Al-Hafizh Ibni Katsir, Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu, 3/683)

Karenanya, seseorang yang telah dikaruniai nikmat (harta, anak dan sebagainya) hendaknya memanfaatkan nikmat tersebut di jalan yang diridhoi Allah agar tidak menghadirkan bala dan malapetaka. Kehadiran nikmat agar tidak menjadi fitnah (ujian) yang menyeret penerima kenikmatan tersebut kepada sesuatu yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan bahwa harta dan anak adalah fitnah (ujian).

 ♥ ♥ “Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At-Taghabun: 15)




Wallahu a'lam bishawab
Barakallahufikum ..


Rujukan (disusun dari berbagai sumber dibawah ini):
- “Menyikapi Nikmat Dunia Sebagai Ujian”, Penulis : Al-Ustadz Abu Muhammad AbdulMu’thi, Lc
- “Anak, Antara Harapan dan Impian”, tulisan Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin.