Laman

Sabtu, 23 Maret 2019

MENGAPA ILMU MAKRIFAT HARUS DIRAHASIAKAN ?

ILMU MAKRIFAT HARUS DIRAHASIAKAN, ILMU SYARIAT & ILMU FIQHI HARUS DISAMPAIKAN
MENGAPA ILMU MAKRIFAT HARUS DIRAHASIAKAN ?
Ilmu Makrifat tidak boleh di ajarkan kepada yang bukan ahlinya, Nabi melarang dengan tegas.
Karena Allah itu ghaib, maka perkara ini termasuk perkara yang dilarang untuk menyampaikannya dan haram pula dipaparkan kepada yang bukan ahlinya (orang awam), sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadist :
Nabi bersabda :
وَعَائِيْنِ مِنَ الْعِلْمِ اَمَّا اَحَدُ هُمَا فَبَشَتْتُهُ لَكُمْ وَاَمَّااْلأَخِرُ فَلَوْبَثَتْتُ شَيْئًا مِنْهُ قَطَعَ هَذَالْعُلُوْمَ يَشِيْرُ اِلَى حَلْقِهِ
Artinya: “Telah memberikan kepadaku oleh Rasulullah SAW dua cangkir yang berisikan ilmu pengetahuan, satu daripadanya akan saya tebarkan kepada kamu. Akan tetapi yang lainnya bila saya tebarkan akan terputuslah sekalian ilmu pengetahuan dengan memberikan isyarat kepada lehernya.
اَفَاتُ الْعِلْمِ النِّسْيَانُ وَاِضَاعَتُهُ اَنْ تَحَدَّثْ بِهِ غَيْرِ اَهْلِهِ
Artinya : “Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan menyebabkan hilangnya ialah bila anda ajarkan kepada yang bukan ahlinya.”
Para sufi juga mengatakan:
وَلِلَّهِ مَحَارِمٌ فَلاَ تَهْتَكُوْهَا
Artinya: “Bagi Allah itu ada beberapa rahasia yang diharamkan membukakannya kepada yang bukan ahlinyah”.
Banyak orang yang sudah belajar ilmu makrifat namun kadang dengan begitu mudahnya menceritakan ilmu yang dipelajarinya kepada orang lain tanpa melalui proses pengijazahan atau lewat mursyid (guru) yang ahli, sehingga tak sadar ilmunya justru hilang, dan disaat ajalnya tiba dia justru tak mendapat hidayah bertemu dengan Rabbnya sehingga kematiannya masuk kedalam golongan kematian syariat, hancur tubuhnya di dalam kubur dan mengalami siksaan karena pertanyaan Mungkar dan Nakir tak bisa terjawab olehnya, astaghfirullah, naudzubillah mindzalik

ILMU FIQHI DAN ILMU SYARIAT TIDAK BOLEH DIRAHASIAKAN
Adapun Ilmu Fiqhi tak boleh disembunyikan karena itu merupakan landasan yang paling wajib agar manusia bisa beriman kepada Allah, menyembunyikan ilmu fiqhi hukumnya adalah neraka, Ilmu fiqhi boleh diajarkan kepada siapapun, dalilnya :
Adapun tentang Ilmu Fiqih atau Syariat Nabi bersabda:
بَلِّغُوْا عَنِّى وَلَوْ اَيَةً
Artinya: “Sampaikanlah oleh kamu walau satu ayat saja”.
Adapun Ilmu Fiqih tidak boleh disembunyikan, sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ كَتَمَ عِلْمًا لِجَمِّهِ اللهِ بِلِجَامٍ مِنَ النَّارِ
Artinya: “Barangsiapa yang telah menyembunyikan suatu ilmupengetahuan (ilmu syariat) akan dikekang oleh Allah ia kelak dengan api neraka”.
Beberapa pertanyaan sering terulang tentang mengapa Ilmu Makrifat di rahasiakan.
Sebenarnya tak ada satu ilmu pun di dunia ini yang harus di rahasiakan, tetapi yang perlu kita ketahui adalah bahwa dalam menuntut ilmu itu tetaplah punya aturan atau persyaratan.
Ibarat bila seseorang ingin belajar di perguruan tinggi atau sekolah maka tak semudah dan segampang atau sesuka hatinya dia masuk perguruan tinggi atau sekolah tersebut lantas menimba ilmu di perguruan tinggi tersebut dengan sesuka hatinya, tentulah perguruan tinggi atau sekolah punya aturan dalam menerima siswa / mahasiswanya. Bila orang tersebut memenuhi syarat dan kriteria maka layaklah dia diterima sebagai siswa/mahasiswa di perguruan tinggi atau sekolah tersebut.
Begitupun bila seorang ingin menimba ilmu Makrifat maka tentu harus punya kriteria dan syarat agar diterima sebagai santri atau murid,
Seorang guru makrifat dikenal dengan istilah Mursyid adalah guru yang sudah mendapat amanah dan terpilih secara langsung atau tidak langsung untuk meneruskan ilmu makrifat kepada orang lain,
Terpilihnya seseorang jadi mursyid tentu karena orang tsb memiliki syarat dan kriteria baik di mata gurunya (mursyidnya) maupun di mata Rabb-Nya (Tuhan) sehingga dia bisa terpilih untuk mewarisi ilmu tersebut agar disampaikan kepada umat manusia. Pemilihan langsung biasa terjadi dari seorang Guru (Mursyid) kepada muridnya yang kelak akan jadi Mursyid pula, umumnya seorang guru akan mendapat hidayah dari Allah untuk memilih khalifahnya (calon Mursyid),
Dan kadang pula terjadi pemilihan tak langsung dari seorang guru kepada muridnya yang akan terpilih jadi Mursyid, seorang murid yang terpilih secara tak langsung bisa karena murid tersebut memiliki kriteria dan syarat jadi mursyid sehingga Allah memilih dia untuk meneruskan atau mengajarkan ilmu makrifat kepada umat manusia. Proses pemilihan tak langsung ini bisa terjadi melalui pengalaman batin murid tersebut inilah yang disebut dengan Ilham bila pada diri seorang Nabi disebut wahyu, sehingga berdasarkan pengalaman batinnya maka dia wajib menyampaikan perihal pengalaman batinnya tersebut kepada Guru sebelumnya, maka Guru sebelumnya akan menilainya dan meminta hidayah kepada Rabb (Tuhan), maka bila hasil hidayah tersebut sang Guru akan melihat dengan mata bashirahnya (mata batinya) bahwa muridnya tersebut sudah layak menjadi guru (Mursyid) pula, maka resmilah sang murid tersebut menjadi Mursyid.
Sang Mursyid adalah seorang yang harus mampu menjaga kerahasiaan ilmu makrifatnya dan akan menurunkan ilmu makrifat tersebut kepada umat manusia dalam hal ini yang memenuhi syarat melalui proses Ritual atau Inisiasi atau dalam dunia makrifat biasa dikenal dengan istilah Baiat.
Proses penurunan ilmu yang tidak melalui baiat atau inisiasi , maka ilmu tersebut tak akan berkah. Bahkan bisa berkibat fatal baik kepada murid tsb maupun kepada Gurunya. Banyak terjadi seseorang yang sebenarnya bukan guru tapi mengangkat diri jadi guru dan berani mengajar ilmu makrifat tsb, Inilah bahayanya sehingga beberapa orang yang pernah datang belajar kepadanya justru mengalami kekecewaan.
Ilmu makrifatulah yang sejati atau yang asli bila diturunkan tanpa melalui proses baiat atau inisiasi maka dapat membuat pengamalnya menjadi tidak waras atau gila bahkan bisa mendapat musibah, hidupnya susah atau lenyaplah ilmu tersebut pada dirinya, dsb, Inilah alasan mengapa ilmu makrifat tersebut terkesan dirahasiakan.
Jadi ilmu makrifat yang sejati proses penurunannya haruslah melalui baiat atau inisiasi, dan saat baiat atau inisiasi maka sang mursyid yang sudah mendapat karomah dari Allah akan membuka tabir ismul jalalah atau tabir cahaya ilahi pada diri muridnya,
Janganlah pernah berguru ilmu makrifat lewat buku bacaan, buku bacaan adalah sebagai sarana pendukung dan pelengkap saja untuk memahami ilmu makrifat, dan jangan pula berguru ilmu makrifat kepada orang menurunkan ilmu makrifat tersebut bukan lewat inisiasi atau baiat misalnya lewat ceramah, khutbah, diskusi, seminar, dsb , apalagi orang tersebut bukan guru atau Mursyid yang asli, tetapi mengangkat diri jadi Guru, ini banyak terjadi di sekitar kita. Maka ilmu yang dipelajarinya tidak akan berkah dan selamanya akan ngambang, merasa sudah benar dan sempurna tetapi justru tak sadar bahwa setan telah membelokkan dia kejalan yang sesat.
Ilmu Ma'rifattullah dipahami dan diamalkan dalam 3 pemahaman , yaitu :
1. PEMAHAMAN DASAR , sifat Ilmunya WAJIB FARDHU AIN bagi setiap umat islam yang sudah dewasa dan berakal sehat.
2. PEMAHAMAN YANG MENDALAM,yaitu : Pemahaman yang sifatnya mendalam dan hanya di sampaikan kepada yang berhak saja serta tidak di sampaikan secara terbuka kepada khalayak umum. ( Hukumnya FARDHU KIFAYAH )
Untuk bisa memahaminya maka harus mendapatkan HIDAYAH ANUGERAH AL HIKMAH
surat Albaqarah 269,Allah swt berfirman ;
" ALLAH MENGANUGRAHKAN AL HIKMAH ( pemahaman yang dalam tentang alquran dan As sunnah ) kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan barang siapa yang dianugerahi AL HIKMAH itu maka ia benar-benar telah di anugerahi karunia yang banyak dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari firman allah “
3. Pemahaman yang RAHASIA DAN DIRAHASIAKAN,yaitu : Pemahaman yang sifatnya RAHASIA dan tidak selayaknya disampaikan kepada siapapun kecuali hanya untuk diri sendiri karena ilmunya antara diri dan Allah swt semata.
Hanya dengan RAHMAT ALLAH SWT seseorang DITARIK MASUK KEDALAM RAHASIANYA yang di tandai dengan adanya HIDAYAH MENDAPAT NIKMAT LUAR BIASA DARI UJUNG RAMBUT SAMPAI UJUNG KAKI atau mengalami RAHASIA PERJALANAN SPIRITUAL SURAT AL FATIHAH dan menerima ANUGERAH NIKMAT sebagaimana surat Alfatiha ayat 7 :
“ Jalan orang-orang yang telah Engkau ANUGERAHKAN NIKMAT kepada mereka,bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat “
DARI ABU HURAIRAH:
" Aku telah hafal dari Rasulullah dua macam ilmu:Pertama Ialah Ilmu yg Aku Di Anjurkan Untuk Menyebarluaskan(Mengajarkan) kepada Sekalian Manusia.Dan Yg Kedua Ialah Ilmu yg Aku Tidak Di Perintahkan Untuk Menyebarluaskan(mengajarkan)kepada Manusia.Maka Apabila Ilmu Ini Aku Sebarluaskan Niscaya Engkau Sekalian Akan Memotong Leherku. “ (HR.Thabrani)
Ke RAHASIAAN ini juga dibenarkan oleh Allah swt sebagaimana yang di isyaratkan dalam Alquran surat ke 35 Fatir ayat 32 :
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِي
Tsumma auratsnaal kitaabal-ladziina-ashthafainaa min 'ibaadinaa faminhum zhaalimun linafsihi waminhum muqtashidun waminhum saabiqun bil khairaati biidznillahi dzalika huwal fadhlul kabiir(u)
Artinya : “Kemudian Kitab itu ( Alquran ) kami wariskan kepada orang – orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada ( pula ) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan ijin Allah , yang demikian itu adalah karunia yang sangat besar “

Sabtu, 16 Maret 2019

begitu cintanya RASULULLAH kepada kita umatnya.

Ya ALLAH.....  begitu cintanya RASULULLAH kepada kita umatnya..  adakah kita mencintainya?
"Tuhanku, Penguasaku, Penghuluku, aku tidak meminta untuk diriku, sesungguhnya aku meminta untuk umatku dari-Mu”

Pernahkah terbayang olehmu, seorang lelaki mulia, yang hidup di tengah kematian demi kematian orang yang dicintainya. Ia diasingkan kaumnya, terusir dari tanah airnya. Ia dihina, disakiti, tapi tinggi tangannya terangkat memohon “Ya Allah, jika mereka tidak menerima da’wah, jadikanlah anak keturunan mereka kelak orang-orang yang menyembah-Mu”.

Pernahkah terbayang olehmu, seorang lelaki mulia..yang harus menggantungkan batu di perutnya demi menahan lapar. Ia akan makan di lantai layaknya seorang budak, padahal raja-raja dan para kaisar memandang penuh iri pada kekokohan masyarakat dan kesetiaan pengikutnya. Ia, Lelaki Mulia itu, Sayyidina Muhammad bin Abdullah, Rasulullah S.a.w. (Allahumma Shalli wa Sallim wa Baarik Alaih).

Pernah suatu ketika Beliau S.a.w bersabda: “Setiap Nabi memiliki satu do’a yang tidak akan tertolak. Dan aku menyimpannya untuk umatku di padang Mahsyar nanti”. Duhai.. betapa Beliau begitu mencintai umatnya, kita. Bahkan saat sedang menahan dahsyatnya sakaratul maut, yang Beliau khawatirkan hanya umatnya.

Disebutkan dalam sebuah hadist, dari Abbas R.a, bahwa Rasulullah S.a.w bersabda: “Orang yang pertama kali dibangkitkan dari kubur di hari kiamat nanti adalah Muhammad S.a.w”. Jibril A.s akan datang padanya dengan membawa buraq, Israfil datang membawa bendera dan mahkota, Izrail datang dengan membawa pakaian-pakaian syurga.

Israfil A.s bersuara “Wahai Roh yang baik, kembalilah ke tubuh yang baik", maka kubur terbelah dua. Pada seruan yang kedua pula, kubur mulai terbongkar. Pada seruan yang ketiga, ketika Rasulullah S.a.w berdiri, Beliau membuang tanah di atas kepala dan janggutnya. Beliau melihat kanan dan kiri, didapati tiada lagi bangunan, Rasulullah S.a.w menangis sehingga mengalir air matanya ke pipi.

Beliau S.a.w bersabda “Kekasihku Jibril, gembirakanlah aku”. Jibril berkata “Lihatlah apa yang ada di hadapanmu”. Rasulullah bersabda “Bukan seperti itu pertanyaanku”. Jibril kembali berkata “Adakah kau tidak melihat bendera kepujian yang terpasang di atasnya”.
Rasulullah S.a.w bersabda “Bukan itu maksud pertanyaanku, aku bertanya kepadamu akan umatku. Dimana perjanjian mereka? Niscaya akan kuatlah pertolongan pada hari ini. Aku akan mensyafa'atkan umatku”.

Jibril A.s menyeru; “Wahai sekalian makhluk, datanglah kamu semua ketempat perhimpunan yang telah disediakan oleh Allah Ta’ala”. Umat-umat datang dalam keadaan satu-satu kumpulan. Setiap kali Nabi Muhammad S.a.w berjumpa satu umat, Beliau S.a.w akan bertanya; “Di mana umatku?”. Jibril berkata; "Wahai Muhammad, umatmu adalah umat yang terakhir".

Apabila Nabi Isa A.s datang, Jibril menyeru “Tempatmu!” maka Nabi Isa dan Jibril menangis. Nabi Muhammad S.a.w berkata “Mengapa kamu berdua menangis?”. Jibril A.s berkata “Bagaimana keadaan umatmu, Muhammad?”. Nabi Muhammad kembali bertanya “Di mana Umatku?”, Jibril berkata “Mereka semua telah datang, mereka berjalan lambat dan perlahan". Saat mendengar cerita demikian, Nabi Muhammad S.a.w menangis lalu bertanya “Wahai Jibril, bagaimana keadaan umatku yang berbuat dosa?”, Jibril menjawab “Lihatlah mereka wahai Muhammad S.a.w”.

Nabi Muhammad S.a.w bertemu umatnya yang berdosa, mereka menangis serta memikul beban di atas belakang mereka sambil menyeru “Wahai Muhammad”. Nabi Muhammad S.a.w bersabda “Wahai Umatku”, mereka berkumpul di sisinya sambil menangis.
Allah Ta’ala berfirman (di dalam keadaan Dia amat mengetahui sesuatu yang tersembunyi); “Di mana umat Muhammad S.a.w”. Jibril berkata “Mereka adalah sebaik-baik umat”. Allah S.w.t berfirman; “Wahai Jibril, katakanlah pada kekasih-Ku Muhammad S.a.w bahwa umatnya akan datang ditayangkan di hadapan-Ku”. Jibril kembali dalam keadaan menangis lalu berkata: “Wahai Muhammad, umatmu telah datang untuk ditayangkan kepada Allah S.w.t. Nabi Muhammad S.a.w berpaling ke arah umatnya lalu berkata “Sesunggguhnya kamu telah dipanggil untuk dihadapkan kepada Allah S.w.t”.

Allah S.w.t berfirman; “Hari ini, Kami akan membalas setiap jiwa dengan apa yang telah mereka usahakan. Hari ini aku akan memuliakan sesiapa yang mentaati-Ku dan aku akan mengazab sesiapa yang durhaka terhadap-Ku”.

Suara jeritan dan tangisan semakin kuat. Nabi Muhammad S.a.w menyeru; “Tuhanku, Penguasaku, Penghuluku, aku tidak meminta untuk diriku. Sesungguhnya aku meminta untuk umatku dari-Mu”.
Ketika itu juga neraka jahanam berseru “Siapakah yang memberi syafa’at pada umatnya?”, neraka pun berseru “Wahai Tuhanku, Penguasaku, Penghuluku. Selamatkanlah Muhammad dan umatnya dari siksa. Selamatkan mereka dari kepanasanku, bara apiku, penyiksaanku dan azabku,

sesungguhnya mereka adalah umat yang lemah, mereka tidak akan sabar dengan penyiksaan".
Nabi Muhammad S.a.w terlebih sedih lagi, air matanya telah hilang dan kering dari pipinya. Sekali, Rasulullah S.a.w sujud di hadapan arsy Allah S.w.t. Dan sekali lagi Beliau ruku untuk memberi syafa'at bagi umatnya. Para Nabi melihat keluh kesah dan tangisannya, mereka berkata “Maha Suci Allah, hamba yang paling dimuliakan Allah ini begitu mengambil berat keadaan umatnya".
Sayyidatina Fathimah Az-Zahra bertanya; “Di mana kelak aku hendak mendapatimu di hari kiamat, wahai ayahku”, Rasulullah menjawab, “Kamu akan menjumpaiku di sebuah telaga, ketika aku sedang memberi minum umatku". Tatkala Nabi Muhammad S.a.w sedang mencari mimbar Rasulullah untuk mendapat syafa'at pada hari kiamat. Siti Maryam, Aisyah, Khadijah dan Fathimah sedang duduk, ketika Maryam melihat umat Nabi Muhammad, dia berkata; “Ini Umat Nabi Muhammad, mereka telah sesat dari Nabi mereka”. Rasulullah mendengar perkataan Maryam, semakin sedih. Nabi Adam A.s berkata kepada Nabi Muhammad S.a.w “Ini umatmu wahai Muhammad, mereka berkeliling mencarimu untuk meminta syafa'at”.

Nabi Muhammad menjerit dari atas mimbar lalu bersabda; “Marilah kepadaku wahai umatku, wahai siapa yang beriman dan tidak melihatku. Aku tidak pernah lari dari kamu melainkan aku senantiasa memohon kepada Allah untukmu”. Umat Nabi Muhammad berkumpul di sisinya.
Ketika di atas shirat, Nabi Muhammad bersabda kepada malaikat Malik A.s; “Wahai Malik, dengan kebenaran Allah Ta’ala ke atasmu, palingkanlah wajahmu dari umatku sehingga mereka dapat melintas, jika tidak hati mereka akan gemetar apabila melihatmu”. Rasulullah berhenti di atas shirat, setiap kali ia melihat ada umatnya yang bergayut dan hampir terjatuh, Beliau akan menarik tangannya dan membangunkannya kembali, Beliau S.a.w bersabda; “Tuhan, selamatkan mereka”.
Betapa cintanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam kepada kita
Allahuma Shalli 'Ala Sayyidina Muhammad wa 'Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallim