Laman

Kamis, 03 April 2014

Pengajian KH. Muhammad Bakheit. AM, Balangan mlm rabu 01-04-14

Ringkasan Hikmah ke 128
Pengajian KH. Muhammad Bakheit. AM, Balangan mlm rabu 01-04-14
“jika tidak ada ke`elokan tutupan dari Allah niscaya tidak ada amal bisa diterima”
Jika tidak ada anugrah Allah atas orang yg beramal, tidak ada amalnya itu yg bias diterima Allah Karna amal yg bias diterima itu ialah amal yg sempurna padanya syarat-syarat untuk diterima, sedangkan syarat-syaratnya itu banyak, ada yg zohir ada yg bathin.
Sholat itu memerlukan anugrah Allah agar bias diterima karna kita sulit menyempurnakan syarat-syarat amal itu. Jadi yg kita harapkan Allah tidak terlalu teliti dengan amal kita.
Sangat diperlukan anugrah Allah, kemaafan Allah agar amal diterima.
Syarat-syarat yg zohir itu adalah: makanan, minuman, pakaian, tempat yg halal.
Untuk memastikan yg kita makan ini halal aja sulit. Klu sudah nyata-nyata dengan sengaja kita melakukan yg haram kita kada kawa mengharap anugrah Allah agar diterima amal. Yg bias berharap ne orang yg sudah berhati-hati. Jadi ia berharap Allah memaafkan jika ia memakan yg haram tpi ia tidak mengetahuinya. Contohnya lagi syarat diterima, keridhaan dua orang tua. Kalau org tua tdak ridha dng kelakuan kita maka ibadah kita tertahan. Ahli ibada sholat, puasa, dzikir, tahajjud tapi orangnya durhaka lawan kuitannya. Ini org sia-sia amalnya. Juga istri yg durhaka kepada suami, jangan berharap amalnya diterima. Contohnya lagi, berbantah (kada barawaan) lebih dari tiga hari, kada akan diterima amalnya kecuali beres bantahannya itu.
Syarat bathin; ikhlas dengan amal itu karna Allah karna ingin mendekatkan diri kepada Allah agar diberi rahmat Allah. Tidak ada tujuan beramal itu untuk mencari simpati manusia, agar dipuji dll.
Bila beribadah itu kada kwa niatnya becabang karna Allah sekaligus untuk dipuji. Kalau tujuan karna Allah ya` karna Allah. Lamun ada tujuan lain Allah melepaskan diri.
Syarat bathin musti berlepas diri dari daya dan upayanya, kada merasa bahwa ia yg beramal itu dirinya tapi dengan daya dan upaya Allah, iyyaka na`budu wa iyyaka nasta`iin “hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami meminta pertolongan” aku yg didaya upayakan oleh Allah.
aku menisbahkan amal kepada diriNya. Ayuja aku beramal tapi jangan kada ingat dengan daya dan upaya Allah.
Syaratnya lagi. Tidak ada idlal dengan amalnya, tidak ada merasa hak dan jasa disisi Allah karna ia beribadah. Karena idlal ia merasa ada semacam jasa dan hak disisi Allah. Kenapa orang sebelah ma`siat tapi nyaman haja hidup, saorang saban malam nahajjud tpi hidup kada makmur.
Sholat orang yg ada idlalnya itu tidak diangkat melebihi kepalanya.
Syaratnya lagi. Bahwa ia tidak merasa berjasa dengan seseorang. Saorang ma`ongkosi si anu` sekolah dari SD sampe Sarjana lalu pas inya lulus kada heran2 lagi inya, Lalu ada dalam hati rasa manyasal. Gugur shodaqah kita yg banyak tadi.
Syarat amal diterima sangat susah, jadi kita berharap anugrah Allah, kalau tidak dengan anugrah Allah amal kita tidak akan bias diterima. Sholat supaya sah aja sulit, apalagi diterima magin sulit lagi.
Manusia itu terdiri dari tubuh yg banyak aibnya dan hati yg banyak aibnya. Apakah mungkin dari tubuh yg aib dan hati yg aib ini keluar perbuatan bersih, kecuali dengan anugrah Allah.
Makin banyak amal makin banyak harapan kita.
Ini saja yg dapat ulun tulis kurang dan lebihnya mohon ma`af. Moga bermanfaat bagi yg membaca khususnya tuk ulun sendiri amiin.
...***Apakah hukumnya menggerak - gerakkan telunjuk saat tahiyat?***...
"...Mengenai masalah ini tidak ada kewajiban berbuat demikian, dan hal itu sunnah,
bila tak dilakukan maka tak membatalkan shalat. Berikhtilaf para Imam Madzhab dalam hal
ini :
Menunjukkan jari telunjuk saat tahiyyat merupakan sunnah Rasul saw, demikian diriwayatkan
dalam shahih Muslim, lalu dijelaskan bahwa khilaf antara 4 Imam
Madzhab mengenai caranya sebagai berikut :

-Menurut Imam Malik, jari telunjuk digerakkan ke kiri dan ke kanan.
-Menurut Imam Syafii jari telunjuk menunjuk saat ucapan ILLALLAH, dan tidak menggerak - gerakkannya.
-Menurut Imam Hanafi mengangkat jari telunjuk saat ucapan LAA ILAAHA, lalu menjatuhkannya sejajar lurus saat ucapan ILLALLAH
-Menurut Imam Hanbali bahwa telunjuk menunjuk setiap mengucapkan lafadz Allah. (Syarh Ibanatul Ahkam hal 435/436)
Kedua riwayat, yaitu menggerak -gerakkan jari telunjuk dan tak menggerak - gerakkannya
merupakan kabar yg shahih menurut Imam Baihaqi, namun tidak menggerak - gerakkannya
merupakan hal yg lebih mantap utk khusyu. (Syarh Imam Al Baijuri Ahkam shalat hal 255).
Menggerakkan jari jari tidak membatalkan shalat, demikian ittifaq 4 madzhab..."
(dijawab Oleh : Habib Munzir Al Musawa)