Laman

Minggu, 17 Agustus 2014

bacaan sholat


Pada suatu hari, Hasan Al-Basri pergi melawat Habib Ajmi, seorang sufi besar lain. Pada waktu solatnya, Hasan mendengar Ajmi banyak melafazkan bacaan solatnya dengan keliru. Oleh kerana itu, Hasan memutuskan untuk tidak solat berjamaah dengannya. Ia menganggap kurang pantaslah bagi dirinya untuk solat bersama orang yang tak boleh mengucapkan bacaan solat dengan benar.

Di malam harinya, Hasan Al-Basri bermimpi. Ia mendengar Allah berbicara kepadanya: "Hasan, jika saja kau berdiri di belakang Habib Ajmi dan menunaikan solatmu, kau akan memperoleh keredhaan-Ku, dan solat kamu itu akan memberimu manfaat yang jauh lebih besar daripada seluruh solat dalam hidupmu. Kau cuba mencari kesalahan dalam bacaan solatnya, tapi kau tak melihat kemurnian dan kesucian hatinya. Ketahuilah, Aku lebih menyukai hati yang tulus daripada pengucapan tajwid yang sempurna"

Di zaman sekarang ini sukar sekali kita mencari orang yang benar-benar mempunyai kriteria dekat kepada Allah. Sering kali mata kita tertipu oleh penampilan zahir. Orang dekat dengan Allah itu adalah para Aulia-Nya, para kekasih-Nya yang beribadah semata-mata untuk mencari keredhaan Allah dan menuntun orang-orang menuju ke hadrat Allah. Seorang wali Allah dalam kehidupan sehari-hari boleh saja ber profesion sebagai seorang peniaga, petani, ulama' guru sekolah, dan lain-lain. Hanya orang yang diberi petunjuk oleh Allah yang boleh berjumpa dengan wali-Nya.

Mempunyai bacaan benar (tajwid) yang sempurna memang salah satu syarat sah seseorang menjadi imam dalam solat, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hati nya boleh terus menerus bersama Allah selama dalam solat. Ini hal yang sangat pokok, kerana seorang imam akan mempertanggung jawab kan amalan makmum nya di hadapan Allah SWT. Kalau imam sepanjang solat mengingat wanita-wanita cantik, mengenang harta, dan sejuta persoalan hidup, apakah pantas dijadikan sebagai imam?

Saya jadi teringat kisah Imam Al-Ghazali yang menjadi imam dalam solat Asar disebuah masjid, Beliau baru saja mengajarkan hukum thaharah bagi wanita yang haid. Tanpa disedari fikiran Beliau saat solat teringat kepada wanita yang sedang haid. Salah seorang yang menjadi makmum adalah adik kandung imam al-Ghazali.

Selepas selesai solat adik imam Al-Gazali menegur, "kenapa abang di rakaat kedua mengingat wanita yang lagi haid?"

Imam Al-Ghazali sangat terkejut, selaku orang yang sangat ahli dalam hukum Islam telah hapal Al-Qur'an dan ribuan hadis, telah berpuluh tahun menjadi imam baru sekarang mengetahui kekeliruannya selama ini.

Beliau berkata kepada adiknya, "Tajam sekali mata hati mu, mulai saat ini aku berguru kepada mu"

Imam Al-Ghazali yang terkenal akan ilmu syariatnya, perlu belajar lagi kepada adiknya yang ahli Tarekat Tasawuf Ahlus Shufi, bagaimana menjadi seorang Imam yang sah, lalu bagaimana dengan imam-imam zaman sekarang yang hanya bergantung kefasihannya?

Bacaan tetap lah bacaan, hafalan tetap lah hafalan yang tersimpan dalam otak yang mempunyai dimensi rendah, seorang hamba baca tetaplah akan menjadi hamba baca kalau pengetahuannya tidak di upgrade.

Semoga tulisan ini menyedarkan kita semua, setelah kita fasih mengalunkan ayat Al-Qur'an tiba saatnya untuk men-fasih-kan hati dalam mengingati-Nya. Bagaimana caranya?

"Bertanyalah kepada Ahli Zikir bila kamu tidak tahu" (An-Nahl, 43)

Ooo ternyata kita masih

Ooo ternyata kita masih doyan sakit hati ....

Ooo ternyata kita masih belum bisa menerima segala sesuatu dg keikhlasan...
Ooo ternyata kita masih doyan menjatuhkan orang lain ...
Ooo ternyata kita belum bisa menerima pandangan orang2 yg iri benci kepada kita...
Ooo ternyata kita malah membalas mereka dg hujatan, meremehkan, dan menjatuhkan mereka ...

Padahal kita mengaku orang yg mengenal tuhan ...
Padahal kita mengaku orang yg mengerti akan tatanan alam semesta...
Padahal kita mengaku orang yg paham akan segala hakikat ...

Ooo ternyata kita berbohong ....
Ooo ternyata kita tertipu ...
Dibohongi oleh sesuatu yg tak kita sadari ...
Ditipu oleh sesuatu yg kita ada-adakan ...
dibodohi oleh egonya kita dan perasaan kita sendiri

KISAH BAL'AM DAN WABAH THAUM


Suatu hari Nabi Musa AS dan puluhan ribu orang Bani Israil singgah di Kan’an, salah satu wilayah di Syam-Syiria. Melihat kedatangan mereka, segeralah warga Kan’an mengadukan mereka kepada Bal’am, seorang tokoh yang sangat disegani. “Orang ini adalah Musa bin Imran yang memimpin Bani Israil. Dia datang untuk mengusir kami lalu menempati negeri kami padahal kami tidak memiliki tempat tinggal. Engkau adalah orang yang doanya makbul, maka doakanlah mereka dengan keburukan”. Kata warga Kan’an.

Mendengar itu justru Bal’am marah. “Celakalah kamu. Yang bersama Nabi الله itu adalah para malaikat dan orang-orang yang beriman. Bagaimana mungkin aku mendoakan mereka dengan nasib buruk padahal aku mengetahui dari الله apa yang aku ketahui “. Katanya. Karena mereka terus membujuk, akhirnya Bal’am terpengaruh juga. Maka Bal’am pun mengendarai keledainya menuju gunung Husban, tempat tinggal Nabi Musa AS berkemah. Namun belum jauh berjalan, keledainya berhenti. Mungkin karena kelelahan, maka iapun turun dan beristirahat sejenak. Tak lama kemudian ia melanjutkan perjalanan. Tetapi belum jauh berjalan, keledainya berhenti lagi. Anehnya dengan izin الله keledai itu dapat berbicara.

“Celakalah kamu wahai Bal’am, hendak pergi ke mana kamu ?, apakah kamu tidak melihat para malaikat di depanku yang memalingkan wajahnya ?, apakah kamu hendak menemui Nabi الله dan orang-orang mukmin untuk mendoakan dengan sesuatu yang buruk?” kata keledai.

Tetapi karena telah dikuasai hawa nafsu, Bal’am tidak menghiraukan perkataan keladai tersebut, bahka ia semakin kuat memukul hewan tunggangan itu. Akhirnya dengan terpaksa keledai itu menuruti perintah tuannya, berjalan sampai di puncak gunung Husban.

Sesampai di puncak gunung itu serta merta Bal’am pun mendoakan sesuatu yang buruk untuk Nabi Musa AS dan kaumnya. Akan tetapi ketika ia memulai doanya, الله SWT mengubah gerakan-gerakan lidahnya, sehingga yang keluar dari mulunya adalah doa yang sangat baik untuk Nabi Musa AS dan kaumnya, dan mendoakan sesuatu yang buruk untuk kaum Kan’an.

Mendengar hal itu kaum Kan’an kaget . “Hai Bal’am, apa yang kamu lakukan ?, kamu telah mendoakan dengan sesuatu yang baik kepada mereka dan mendoakan sesuatu yang buruk untuk kami ?”kata mereka.

“Sesungguhnya doa yang keluar dari mulutku tadi bukan karena kemauanku akan tetapi kekuasaan dan kehendak اللهSWT yang sama sekali tidak aku sadari”. Jawab Bal’am. Kemudian Bal’am berkata lagi kepada kaumnya,”Kalau begitu aku akan membuat tipu daya dan muslihat dikalangan Bani Israil”.

Maka dikumpulkanlah beberapa wanita cantik, mereka diberi pakaian yang indah dengan perhiasan dan wewangian. Dengan dibekali beberapa barang dagangan yang menarik, mereka dikirim ke perkemahan Nabi Musa AS.

“Suruh mereka menuruti keiinginan orang-orang yang ingin berzina, agar mereka semua celaka”. Kata Bal’am kepada kaumnya.

Tak lama kemudian, para wanita cantik itu tiba di perkemahan Nabi Musa AS. Salah seorang diantara mereka adalah Kasbi binti Suar, berjalan di depan kemah Zamri bin Syalum. Maka kepala suku Syam’un itupun terpesona hatinya lalu membawa Kasbi menghadap Nabi Mus AS.

“Mungkin Tuan akan mengatakan bahwa wanita ini adalah haram bagiku, karena itu Tuan melarangku untuk mendekatinya”. Kata Zamri.

“Benar, wanita ini diharamkan bagimu, jangan dekati dia”. Jawab Nabi Musa AS.

“Demi الله , pada masalah yang satu ini aku tidak akan menta’atimu”. Kata Zamri. Segera setelah itu ia membawa wanita tersebut ke dalam kemahnya. Dan terjadilah apa yang diperkirakan oleh Bal’am.

Tak lama kemudian الله SWT menurunkan wabah Tha’un (kolera) di kalangan Bani Israil. Ketika penyakit itu mewabah, Fanhash bin Al-Aizar bin Harun, sahabat Nabi Musa AS sedang pergi. Saat kembali ke perkemahan dan mendengar mewabahnya penyakit Tha’un tersebut, ia segera mengambil sebilah tombak lalu menyergap Zamri dan membawa keluar lelaki dan perempuan itu dari kemah.

Sungguh ajaib, setelah itu penyakit Tha’un yang menewaskan lebih dari 70.000 orang Bani Israil, segera hilang lenyap. Di dalam Al-Qur’an, kisah tentang Bal’am bin Wara’ tersebut terekam dalam Surah Al-A’raf 175-177 sebagai pelajaran bagi umat. Tiga ayat itu dimaksudkan sebagai perumpamaan mengenai orang yang telah dianugerahi ilmu oleh الله SWT tetapi tidak mengamalkannya dan sebaliknya malah menyimpang dari nikmat yang diberikan.

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini adalah agar orang – orang yang berilmu mau berhati-hati, takut kepada الله dalam menggunakan ilmunya, dan mengamalkannya untuk mencapai ketinggian derajat, kemuliaan serta bermanfaat bagi orang lain bukan untuk merendahkan derajat kemanusiaan.

PILIHANNYA ADALAH YANG TERBAIK


Janganlah engkau menuntut dari-Nya agar Dia mengeluarkanmu dari suatu keadaan dan menjadikanmu pada kondisi yang lain yang engkau inginkan, karena jika Dia menghendaki niscaya Dia akan menjadikanmu sesuai yang engkau inginkan tanpa harus mengeluarkanmu dari keadaanmu yang sekarang.
Sebagaimana seseorang berada dalam suatu keadaan atau kondisi yang tidak ia suka baik itu berhubungan dengan masalah dunia atau agama, maka tidak semestinya dia berkeinginan keluar dari keadaan tersebut atas inisiatif sendiri dan berpaling dari hukum waktu –nya, karena yang demikian ini sama saja ia menginginkan sesuatu yang tidak di wujudkan oleh Alloh SWT pada saat itu sebagaimana diterangkan pada bab terdahulu :
ما ترك من الجهل شيئا من اراد ان يحدث في الوقت غير ما اظهره الله فيه
Tidak terlepas dari sifat kebodohan, orang yang hendak mengadakan sesuatu pada waktu yang الله tidak mengadakannya pada saat itu
Maka yang mesti ia lakukan adalah tidak berpaling dari hukum waktu dan tidak mencari sesuatu dari Tuhannya agar Ia dikeluarkan dari keadaan tersebut, karena yang demikian ini termasuk memilih-milih sesuatu untuk keinginan dirinya bukan menyerahkan pilihan Tuhan untuk dirinya. Oleh karena itu yang terbaik adalah ber-adab- / tatakrama yang baik dihadapan-Nya dan memilih kehendak-Nya daripada kehendak diri sendiri. Apabila sudah demikian, maka akan tampak jelas kebenaran keadaan dirinya dan akan terlihat jelas kecintaan / mahabah nya kepada Alloh Ta’ala. Maka ia akan berbuat sebagaimana perbuatan kekasih, sementara ia tetap pada keadaan / ahwalnya tanpa harus keluar dari ahwal tersebut. Maka jadilah ia ketika itu sebagai orang yang selalu dalam kehendak Alloh bukan kehendak diri sendiri, dan pasti hal itu lebih baik daripada apa yang ia pilih untuk dirinya.
Di dalam kitab Tanwir dikisahkan, diantara mereka ada yang berkata :
“Aku pernah menginginkan jika aku dapat meninggalkan semua sebab-sebab rizki (tidak bekerja / bertajrid) sementara setiap hari aku bisa mendapatkan dua potong roti. Dan yang demikian ini aku maksudkan agar aku dapat santai dari kepayahan mencari rizki”.
Orang tersebut melanjutkan kisahnya :
“Maka suatu saat aku dimasukkan ke dalam penjara, dan di sana setiap hari aku mendapatkan dua potong roti sampai waktu yang cukup lama, hingga aku merasa sangat bosan. Maka aku memikirkan masa laluku yang menginginkan dua potong roti setiap hari, sehingga terbersit dalam hatiku sebuah suara, “Sesungguhnya engkau menginginkan dari-Ku dua potong roti setiap hari akan tetapi engkau tidak meminta kepada-Ku kebaikan dan keselamatan. Oleh karena itu Aku beri engkau apa yang engkau minta”. Maka aku mohon ampun dan kembali kepada Alloh dan tiba-tiba pintu penjara terketuk sehingga aku selamat dapat keluar dan kembali ke tempat tinggalku”.
Maka beretikalah wahai orang mukmin dan janganlah engkau meminta untuk dikeluarkan dari suatu keadaan atau dimasukkan dalam suatu keadaan yang lain, karena yang demikian ini termasuk su’ul adab bersama Alloh. Bersabarlah engkau dari pada keluar dari suatu keadaan atas inisiatif dirimu sendiri, mungkin akan engkau dapatkan apa yang engkau inginkan, akan tetapi tidak engkau dapatkan kedamaian di dalamnya.

Air Mata Rasulullah SAW

Air Mata Rasulullah SAW

Tiba-tiba dari luar pas pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah ayahku, baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bagian demi bagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.

Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: “Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.”

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.”Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku – peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.” Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii?” – “Umatku, umatku, umatku”
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintainya seperti ia mencintai kita? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi sungguh begitu cintanya Rasulullah kepada kita.

Usah gelisah apabila dibenci manusia karena masih banyak yang menyayangi mu di dunia tapi gelisahlah apabila dibenci Allah karena tiada lagi yang mengasihmu di akhirat.

Biarkan CINTA itu tetap di HATIMU

Mengapa engkau terus menyimpan beban dalam dirimu jika engkau mempunyai Allah sebagai tempat mengadu?
Mengapa engkau takut semua orang membencimu padahal engkau mempunyai Allah yang mengerti dirimu?
Mengapa engkau mengisi hatimu dengan sedih dan penderitaan padahal engkau memiliki Allah yang dapat mengisinya dengan kebahagiaan abadi?
Mengapa engkau memilih nyaman diatas ketidaktenangan padahal ada cinta murniNya yang berbicara tentang kedamaian ?

Bukalah hatimu, biarkan Allah membersihkan semua lukamu,
dan memelukmu dengan cintaNya yang terbesar
karena cuma Allah,yang bisa memberikan itu.

Berdoalah kepada Allah karena Dia mendengarkan semua doa-doamu,
percaya kepada-Nya saja dan bukan kepada yang lain yang menipumu,
lakukanlah apa yang Dia katakan karena Dia adalah penuntunmu,
cintai Allah sungguh-sungguh dan jangan menipuNya.

Jika engkau dalam pertarungan dan tanpa senjata,
maka biarlah CintaNya yang menjadi pedangmu,
Jika engkau terluka dalam pertarungan itu, maka biarlah cintaNya menutup luka dan menghentikan pendarahanmu

Jika engkau merasa kedinginan maka biarlah cintaNya yang menghangatkanmu,
Jika engkau tersandung dan jatuh maka biarlah cintaNya yang menangkapmu
Jika engkau tidak memiliki makanan untuk dimakan lagi maka biarlah kasihNya yang akan mengenyangkanmu
Jika engkau mulai susah bernafas,maka biarlah cintaNya mengisi paru-paru dan menjadi udaramu
Jika engkau tidak mempunyai air untuk minum maka biarlah cintaNya menjadi air penyejuk dahagamu.

ketika engkau tersesat dalam hujan, maka biarlah cintaNya yang menjadi naunganmu
Ketika engkau tersesat dalam gelap, maka biarlah cintaNya menjadi cahaya penuntunmu.
Bahkan ketika engkau tidak dapat melihat maka biarlah cintaNya yang akan menjadi pandanganmu

Ketika engkau salah dalam berargumen. Maka biarlah cintaNya menunjukkan kebenaran
Ketika tidak ada lagi yang mengerti tentang dirimu, maka carilah Allah biarkan cintaNya memahamimu
Ketika tidak ada lagi yang mendengarkanmu, maka biarlah cintaNya yang menjadi pendengar setiamu
Ketika tidak ada lagi yang mempercayaimu maka biarlah cintaNya dikirim untukmu tuk jadi kepercayaan dirimu

Ketika engkau ragu tidak ada lagi yang melindungimu, biarkanlah cintaNya yang menjadi pertahananmu
Ketika engkau merasa tidak ada yang peduli denganmu, maka biarkanlah cintaNya yang memperhatikanmu
Ketika seseorang mengatakanmu bodoh, maka biarkanlah cintaNya yang membuatmu bijaksana
Ketika seseorang meninggalkanmu, maka biarkanlah cintaNya menunjukkan jalanmu

Karena ketika engkau lemah, maka biarkanlah cintaNya yang membuatmu kuat
Karena ketika engkau susah tersenyum, maka biarkanlah cintaNya membuat hatimu tertawa
Ketika engkau tersesat maka biarkanlah cintaNya yang menjadi jalanmu
Ketika engkau susah untuk berbicara maka biarkanlah cintaNya yang menjadi perkataanmu

Bila engkau takut maka biarlah cintaNya merengkuhmu dalam lindunganNya
Bila engkau kecewa maka biarlah cintaNya menjadi jalan pembebasanmu
Bila engkau disakiti maka biarlah cintaNya menyembuhkan sakitmu
Bila engkau mencapai puncak perjalananmu
malaikat langit akan datang para akhirnya untuk menyambutmu .
maka pergilah

Berjalanlah menuju kemegahan surgaNya,
Jangan pergi dihari itu tanpa cintaNya
Engkau tidak akan pernah goyah selama engkau memakai pakaian Tauhid
Jangan biarkan iblis menipu hatimu,
Jangan takut karena cinta Allah akan menaklukkan itu selamanya

Tunggu dan percaya pada cinta Allah
Itu yang terbaik yang bisa engkau miliki,
Tolong jangan menangis lagi,

Dan di dalam hatimu …Biarkan cintaNya itu tetap !