Laman

Minggu, 30 Juni 2013

Jalan Menuju Hakikat

  “Barang siapa mengenal dirinya maka dia mengenal Tuhannya” (Al-Hadits)



Kognisi Diri

Beberapa hal berikut ini yang perlu disebutkan dalam rangka kognisi diri:
Pertama: Dzat manusia terbentuk dari dua substansi: Substansi cahaya yang membentuk nafs dan substansi gelap yang membentuk jasad. Nafs, adalah hidup, berakal, bekerja dan aktif: sedangkan jasad, adalah mati, jahil, dan pasif.
Kedua: Kesempurnaan, keutamaan, dan kelebihan atas yang lain, dapat diperoleh manusia hanya dengan jalan pengetahuan dan pengamalan terhadap kemestiannya, bukan sesuatu yang lain.
Ketiga: Pengetahuan yang mengantarkan manusia untuk memperoleh keutamaan dan kesempurnaan serta dengan memilikinya akan menaikkan manusia dari kesejajaran hewan-hewan sampai derajat malaikat muqarrabin, bukanlah setiap ilmu (baca; sembarang ilmu). Betapa banyak ilmu dan pengetahuan yang menjadi karya ilmuan tapi hanya menyibukkan para pembacanya, sebab isi dan kandungannya tidak lebih hanya semacam ungkapan-ungkapan perkataan. Adapun ilmu dan makrifat yang bermanfaat di akhirat hanyalah ilmu dan makrifat yang ulama akhirat memberikan perhatian sangat besar terhadapnya, sementara ulama dunia membelakanginya, yakni pengetahuan dan makrifat terhadap Tuhan, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, kitab-kitab suci-Nya, dan para Nabi-Nya (Insan Kamil). Juga pengetahuan terhadap hari kiamat (eskatologi), nafs manusia serta bagaimana nafs mengalami kesempurnaan dan kenaikannya -dari posisi kehewanan- mendapatkan kondisi fana sampai pada tataran malakut dan ruhani yang langgeng dan abadi.
Keempat: Kesempurnaan ilmu dan makrifat demikian ini tidak mungkin diperoleh kecuali dengan jalan riadah dan kesungguhan syar’i serta keilmuan dan menjaga syarat-syarat khusus. Dan kemungkinan untuk meraihnya terbuka lebar bagi setiap orang, namun karena hanya sedikit yang mengarunginya dengan sungguh-sungguh maka hanya sedikit orang yang berhasil menggapainya.
Untuk memahami ungkapan-ungkapan di atas dengan baik, kami menjelaskannya dalam bentuk suatu contoh:
Nafs (jiwa) manusia dalam mempersepsi topik-topik benar dan hakikat sesuatu, berposisi sebagai cermin yang berhadapan dengan gambaran-gambaran ma’lumât (hal-hal yang diketahui). Sementara sebab tak terlihatnya suatu gambaran dalam cermin, ada lima hal:
Cermin masih belum dalam bentuk sempurnanya, misalnya bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatannya sudah tersedia, tapi cermin masih belum dibuat.
Terkadang cermin telah jadi, tapi kotoran, karatan, dan debu mengenainya (menutupinya).
Dikarenakan kita tidak memposisikan cermin pada posisi dimana gambar (rupa) ingin disaksikan, misalnya obyek dan benda yang ingin disaksikan berada dibelakang cermin.
Antara cermin dan benda terdapat sesuatu –misalnya tirai- sebagai penghalang.
Kita tidak mengetahui secara pasti posisi dimana sesuatu yang menjadi obyek perhatian di arahkan, sehingga cermin kita letakkan ke arah tersebut.

Demikian juga seperti lima perkara ini tentang substansi nafs manusia, dimana ia memiliki kesiapan sebagai sebuah cermin bagi tajalli gambaran hakikat Hak Swt. Oleh karena itu, langkah mendasar yang dibutuhkan untuk mendapatkan ilmu dan makrifat Ilahiah adalah mengenal diri dan nafs kita terlebih dahulu. Bahwa nafs adalah suatu substansi cahaya, hidup, berakal, bekerja, aktif, dinamis, dan abadi. Dari dimensi-dimensi yang dimilikinya itu, ia memiliki pelbagai kesiapan untuk menyerap asma dan sifat-sifat Allah yang Maha Sempurna, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: Takhallaqu Bi Akhlâqillah (Berakhlaklah dengan akhlak Allah). Namun tentunya dengan syarat ia harus memiliki kebersihan dan kesucian, sehingga dimensi-dimensi yang dimilikinya tersebut dapat bekerja dengan baik dan sempurna dalam berhadapan dengan cahaya-cahaya Ilahiah yang senantiasa terpancar di alam makro kosmos dan mikro kosmos.


Kemungkinan Musyhadah Alam Gaib

Tidak diragukan, para pembesar agama-agama –dalam hal ini para nabi As- dengan perbedaan tingkatan yang mereka miliki, mempunyai hubungan dengan alam metafisika (baca; alam gaib) dan memiliki informasi dan pengetahuan tentang perkara-perkara batini. Namun masalahnya adalah apakah maqam dan kedudukan ruhani ini hanya terkhusus bagi mereka? Apakah ia merupakan pemberian Tuhan yang hanya terbatas bagi mereka ataukah orang-orang lain yang mengikuti jalan ilmu, makrifat, dan amali mereka, juga berpeluang untuk menggapainya?
Dengan kata lain, apakah informasi dan pengetahuan terhadap perkara-perkara batini dan rahasi-rahasia gaib terbatas hanya bagi para nabi As dan orang-orang lain yang berada di alam materi ini tidak mampu mendapatkan jalan tersebut kecuali setelah mereka mati, ataukah maqam tersebut merupakan perkara iktisabi (maksudnya dapat diperoleh dengan berusaha dan berupaya) dan orang-orang lain juga berpeluang meraihnya? Tentunya jawaban kita dalam hal ini adalah bahwa orang-orang lain juga mampu mendapatkan jalan kepada rahasia-rahasia alam.
Salah satu argumennya adalah; hubungan alam materi (fisika) dengan alam metafisika, hubungan sebab dan akibat serta sempurna dan kurang. Dan kita menamakan hubungan ini dengan hubungan zhahir dan batin.
Sebagaimana kita alami bahwa zhahir secara daruri kita saksikan, sementara penyaksian zhahir tidak bisa kosong dari penyaksian batin, sebab keberadaan zhahir adalah gradasi keberadaan batin dan merupakan manifestasinya; karena itu, batin juga tersaksikan secara aktual ketika zhahir tersaksikan. Dan sebagaimana zhahir merupakan batasan dan manifestasi batin maka ketika manusia mengenyampingkan batasan ini dan bersungguh-sungguh (mujahadah) untuk mengabaikannya, tidak diragukan dia akan menyaksikan yang batin.
Dengan kata lain alam materi ini adalah akibat dari alam mitsal, yakni jika kita ingin dalam bentuk suatu tangga naik ke atas maka kita dari alam materi akan naik ke alam mitsal. Dan alam mitsal ini, sekarang juga bersama kita, ia maujud secara aktual saat ini. Oleh karena itu, hubungan alam zhahir dengan alam batin adalah hubungan akibat dengan sebab. Seperti konsepsi yang ada di akal manusia dengan tulisannya. Manusia, ketika sedang menulis, secara beruntun dia mengkonsepsi dan menuliskannya. Dan jika sedetik dia berhenti mengkonsepsi (sesuatu) maka dia juga akan berhenti menuliskan sesuatu.
Pada hakikatnya dalam konteks ini juga berlaku sistem sebab dan akibat. Zhahir yang disaksikan ini, ia sendiri keberadaannya tegak atas dasar batin. Dan meskipun pada dasarnya batin juga tersaksikan, tapi kita tidak melihatnya. Ketika kita menyaksikan zhahir, batin juga secara aktual tersaksikan oleh kita. Jika seseorang penglihatan batinnya terbuka maka tidak mungkin penyaksian zhahirnya tidak membawanya pada penyaksian batin; sebab wujud zhahir tidak lain merupakan bentuk dan gambaran dari wujud batin. Jadi zhahir itu adalah batin yang bertajalli dan memanifestasi. Karena itu, dengan penyaksian alam materi ini maka batin juga tersaksikan.
Zhahir adalah batasan batin. Pada hakikatnya alam batin terbatasi dengan alam zhahir. Jika seseorang mampu dengan mujahadah nafs memecahkan batasan ini dan tidak menghiraukannya maka dia niscaya akan menyaksikan batin dari alam ini.
Sebagaimana nafs mempunyai kesatuan dengan badan, maka di satu sisi nafs memandang dirinya adalah badan itu sendiri. Namun ketika badan dari jalan penginderaannya menyaksikan nafs maka dia menyangka dirinya terpisah dari nafs, dan ketika persangkaan ini mengambil bentuk maka nafs berhenti pada tataran badan dan melupakan tingkatannya yang tinggi. Tingkatan tinggi setiap orang adalah alam mitsal dan alam akalnya. Dan nafs, ketika melupakan suatu tingkatan dari tingkatan-tingkatannya maka dia akan melupakan juga kekhususan-kekhususan yang terkhususkan tingkatan tersebut dan alam yang terkhususkan untuknya; akan tetapi pada saat yang sama dia tetap menyaksikan inniyyah dan hakikat dirinya, yakni akunya. Penyaksian ini adalah daruri dan tidak dapat terpisahkan.
Oleh karena itu, dengan terputusnya aku dari badan maka tidak terdapat lagi tirai penghalang. Berasaskan ini, jika seseorang kembali kepada nafs dan hakikat dirinya dengan ilmu dan makrifat serta amal baik, niscaya hakikat nafs, tingkatan-tingkatannya, maujud-maujud dan rahasia-rahasia batin alam akan dia saksikan.
Jadi jelaslah bahwasanya manusia selain para nabi As dan maksumin As, juga mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan terhadap alam metafisika (alam gaib) ketika dia masih hidup di alam materi ini, yakni bukan hanya hakikat-hakikat yang tersembunyi dan rahasia itu baru mereka bisa saksikan setelah kematian natural dialaminya.


Musyahadah Batin Dalam Al-Qur’an dan Riwayat

Untuk mengakhirkan bahasan ini kami akan menukilkan sebagian dalil-dalil nakli yang mendukung pandangan tersebut di atas. Bukti dan dalil ini akan memberi kesaksian bahwa manusia mampu menyaksikan rahasia-rahasia dan batin alam sejak dalam kehidupannya di alam materi ini.
Ayat al-Qur’an menyebutkan: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Dia adalah Hak. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi syahiid atas segala sesuatu? Ingatlah, sesungguhnya mereka dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.” (Qs. Fussilat [41]: 53-54) Sebagian mufassir seperti Allamah Thabathabai menafsirkan bahwa kata syahiid dalam ayat ini tidaklah bermakna syaahid, tetapi bermakna masyhuud, dengan qarinah bahwa dalam ayat ini disebutkan tentang Tuhan memperlihatkan tanda-tanda-Nya sehingga jelaslah Dia Hak Swt.
Dan ayat al-Qur’an: “Dan milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh Allah Maha luas, Maha Mengetahui.” (Qs. al-Baqarah[2]: 115)
Sebab Tuhan, Dialah yang awal dan akhir dan Dia pula yang zhahir dan batin maka ke mana pun maujud-maujud ini mengarahkan pandangnnya, yang mereka saksikan adalah wajah-Nya, apakah itu yang zhahir ataukah yang batin.
Terdapat sebuah riwayat dari Rasulullah Saw: bahwa beliau masuk masjid pada waktu subuh, di dalam mesjid beliau menyaksikan seorang pemuda kurus namun penuh cahaya di wajahnya duduk di salah satu sudut masjid. Rasulullah bertanya: Bagaimana kondisi anda pada subuh ini? Pemuda itu menjawab: Saya pada subuh ini dalam kondisi yakin kepada Allah Swt.


Bertanya Rasulullah tentang kondisi Zaid
Bagaimana pagi subuh ini kau lalui wahai sahabat sejati?
Berkata Aku hamba yang yakin
Bertanya mana bukti keyakinan yang menakjubkan itu?
Berkata aku menyaksikan makhluk-makhluk penghuni langit
Dan aku melihat dan menyaksikan Arasy dan para penghuninya.


Diriwayatkan bahwa Haris bin Malik berkata kepada Nabi Saw: “Ya Rasulullah, aku melihat neraka jahanam dan penghuninya dan aku melihat surga beserta penghuninya dan aku mendengar suara-suara mereka” (Ushul al-Kafi, Jld. 2, Bab Hakikat al-Iman wa al-Yaqin)
Imam Ali As dalam khutbahnya menta’birkan kelompok manusia seperti ini dengan ungkapannya: “Mereka ada di alam dunia ini, menyaksikan Surga seakan-akan mereka juga sedang ikut menikmati keindahannya”. (Nahjul Balagah, Khutbah 193)

Sungai Superpanjang dalam Tubuh Kita


Bayangkan, dalam tubuh kita terdapat sungai yang mengalir sepanjang 160 kilometer. Ya, sungai sepanjang itu adalah pembuluh darah tubuh kita. Hulu dan muaranya berada di satu tempat, yaitu Jantung.
Pembuluh darah ibarat saluran irigasi yang super canggih. Saluran yang mampu mengaliri seluruh sel-sel tubuh dengan darah. Mengirim oksigen dan gula sebagai bahan bakar sel, lalu mengambil sisa-sisa pembakaran sel untuk dibuang.

Berawal dari jantung, darah dipompa keluar jantung menuju pembuluh nadi. Darah yang penuh dengan oksigen. Darah lalu mengalir menuju cabang-cabang pembuluh nadi yang lebih kecil, ke seluruh organ-organ tubuh, tanpa terkecuali. Hingga berujung di pembuluh kapiler, saluran terakhir di mana darah langsung terhubung dengan sel. Di sinilah, terjadi pertukaran oksigen dengan karbondioksida.

Perjalanan dilanjutkan. Darah yang kotor dipenuhi karbondioksida ini, dialirkan lagi menuju jantung. Melalui pembuluh bilik yang terkecil, menuju pembuluh balik yang lebih besar, hingga berakhir di jantung. Lagi-lagi, jantung memompa darah kotor ke paru-paru. Di sinilah, karbondioksida dilepas, dan digantikan lagi dengan oksigen. Darah yang sudah bersih dan kaya oksigen, dikembalikan lagi ke jantung untuk dialirkan ke seluruh tubuh.

Jika seluruh pembuluh darah tubuh disambung menjadi satu, maka panjangnya mencapai 160 kilometer. Panjang yang bisa digunakan untuk mengelilingi bumi sebanyak 4 putaran.
Dan Jantung adalah pompa yang luar biasa. Organ sebesar kepalan tangan ini terus berdenyut, sejak manusia masih berwujud janin, dan baru berhenti saat ruh manusia dicabut. Jantung mampu berdenyut 70 kali setiap menit, atau 100.800 kali sehari semalam. Setiap denyutnya, jantung mampu memompa darah sebanyak 59 cc. Dari tiap denyut inilah, dalam sehari, seluruh darah dalam tubuh mampu berkeliling 1.000 putaran.

Subhanallah. Allah Ta’ala berfirman mengingatkan, “Fa bi ayyi ala’i rabbikuma tukadziban, duhai jin dan manusia, nikmat Rabbmu yang manakah yang kamu dustakan?”  dan juga firman-Nya, “Wa fi anfusikum afala tubshirun, dan pada dirimu sendiri, apakah engkau tidak memperhatikan?”
Sebuah renungan bagi kita tentunya; betapa besar nikmat kesehatan yang Allah limpahkan kepada kita….,

Teruntuk Istriku…,


Istriku…, engkau adalah satu dari sekian ujian yang harus aku lalui dengan bermalam-malam munajat, berbulan-bulan renungan, berpuluh-puluh doa, beribu-ribu aksara ….

            Maka, ketika kuputuskan untuk memilihmu…, hanya memilihmu dari sekian akhwat yang ada, itu berarti aku mengharap engkau mau menjadi parter hidupku, menjadi kakak bagi adik-adikku, adik bagi kakakku, menantu bagi orangtuaku. Itu berarti, aku mengharapmu mau menemaniku; mengisi dan mewarnai sisa hidupku, dalam suka-dukaku, berjuang bersama mengarungi bahtera hidup berumah tangga; melangkahkan kaki bersama untuk ikut andil membaktikan diri kita untuk umat ini, dengan melahirkan generasi-generasi yang akan memberatkan bumi ini dengan kalimat “Lâ ilâha illallâh”.

            Jatuhnya pilihanku kepadamu adalah buah dari kemantapan hati dari istikharah panjangku. “Ya Allah, jika dia baik bagiku, bagi dien, dunia dan akhiratku, maka takdirkanlah dia untukku; tautkanlah hatinya dengan hatiku, dekatkanlah, mudahkanlah kemudian berkahilah ya Rabb….” 

Maka, setelah mendapat kemantapan hati bahwa engkaulah tulang rusuk yang selama ini aku cari-cari, aku berani maju untuk mendapatkanmu. Bukan, sama sekali bukan karena apa-apa; bukan karena kecantikan, kedudukan sosial, apalagi harta yang menjadi sebab aku memilihmu. Aku memilihmu karena engkaulah jawaban dari istikharahku; Allah memberikan kemantapan hati bahwa engkaulah bidadariku, di dunia dan akhirat nanti –insyaAllah. Allah memberikan rasa suka dan cinta tanpa aku tahu sebab apa; karena aku sama sekali belum mengenalmu, bahkan bertemu pun tidak pernah, apalagi melihat wajahmu. Aku memberanikan diri taaruf dan menghitbahmu adalah karena, sekali lagi, aku mendapatkan kemantapan hati dengan jawaban istikharahku…., terlebih, setelah itu aku tahu bahwa pertanda engkau benar-benar jodohku adalah kemudahan dalam berproses, dan semakin mendekatkan diriku kepada Allah; aku mendapatkan keduanya…, dan aku takjub dengan skenario-Nya; bener-bener indah.

            Niatku menikah pun sudah aku tata; aku ingin melaksanakan perintah Allah, “wa ankihu l-ayâma minkum wa-shshâlihîna min ‘ibâdikum wa imâ’ikum, in yakûnû fuqarâ’a yughnihimullâhu min fadhlih, wallâhu wâsi’un ‘alîm” dan juga meneladani sunah Nabi kita, Muhammad Shallalallahu alaihi wa sallam, “Yâ ma’syara sy-syabâb, man-istathâ’a minkumu-lbâ’ah fa-lyatazawwaj” yaitu menikah, demi mencari ridha Allah, dan ingin menjaga iffah; menjaga mata dan apa yang ada di antara dua paha.

            Istriku…, ketika ijab qabul terlafazhkan, pada saat itu aku sedang mengambil perjanjian yang berat. Ketika itu Arsy ar Rahman berguncang karena perjanjian yang kuat dan berat itu; Allah menyebutnya mîtsâqan ghalîzhan, sama sebagaimana Dia mengambil perjanjian dari para Nabi; Nabi Muhammad, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa serta nabi-nabi yang lainnya –‘alaihimush shalatu was salam–. Perjanjian itu berat karena aku mengambil-alih amanah dari pundak ayahmu ke pundakku.

            Saat itulah, kita sudah resmi menjadi suami-istri, dan kehidupan dalam hidup berumah tangga kita mulai…., maka mari bergandengan tangan untuk saling bersinergi, saling menutupi, saling melengkapi. Allah membahasakannya dengan kekata, “Hunna libâsun lakum wa antum libâsun lahunna, engkau adalah pakaian bagiku, dan aku pakaian bagimu”; saling menutupi, melindungi, menjaga, dan memberikan kehangatan-kesejukan-ketenangan-ketentraman.

            Aku sadar sesadar-sadarnya bahwa aku hanya lelaki biasa yang banyak kekurangannya; aku tidak sesantun Abu Bakar, setegas Umar, sedermawan Utsman, sebijaksana Ali apalagi semulia Nabi Muhammad –Shallallâhu ‘alaihi wa sallam; aku hanya lelaki akhir zaman yang mencintai mereka, dan berusaha meneladaninya…..,
            Maka, bila aku salah ingatkanlah, bila aku sedih hiburlah, bila aku gelisah tenangkanlah, bila aku marah redamkanlah, bila aku tidak memahami maumu maka beritahukanlah aku apa sebenarnya pintamu.…,
Aku hanya bisa menasehatkan sebagaimana nasehat seorang ibu kepada putri tercintanya yang akan hidup bersama suaminya; lelaki asing yang baru dikenalnya, “Kamu wajib untuk qona’ah, mendengar dan taat, menjaga diri dan tenang. Jagalah cintamu kepadanya, peliharalah harta bendanya. Bantulah pekerjaannya. Kerjakan apa yang menyenangkannya. Simpanlah rahasianya. Janganlah menentang perintahnya. Tutuplah cela dan aibnya. Cintailah dia ketika masih muda, dan juga ketika sudah tua. Jagalah lisanmu dan kokohkanlah keimananmu.”

Kalau toh engkau nanti merasakan lelah-letih dengan semua pekerjaan rumah, ingatlah kisah Asma’ binti Yazid bin Sakan Rahimahallah; duta para wanita yang mengadukan kegundahan mereka tentang kelebihan-kelebihan amalan yang hanya dikhususkan bagi lelaki saja, tidak kepada para wanita; baik tentang jihad, shalat jum’at dan mengantar jenazah. Asma’, shahabiyah yang dikenal ahli dalam berorasi itu mendatangi majlis Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasul Allah, sungguh, aku adalah utusan bagi semua wanita muslimah di belakangku. Seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan, dan berpendapat sebagaimana yang aku sampaikan. Sungguh, Allah mengutusmu kepada kaum lelaki dan kaum wanita, kemudian kami beriman kepadamu dan kepada Rabbmu.” 

Kemudian Asma’ melanjutkan kalimat inti dari kegelisahan para wanita, dulu hingga kini, “Adapaun kami, para wanita, terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum lelaki, dan kami adalah tempat mereka menyalurkan syahwatnya. Kami pula yang mengandung anak-anak mereka, akan tetapi kaum lelaki mendapatkan keutamaan melebihi kami dengan shalat jum’at, mengantarkan jenazah, dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad, kami-lah yang menjaga harta mereka dan mendidik anak-anak mereka.”
Setelah mengutarakan itu semua, Asma’ kemudian bertanya, “Lantas, apakah kami, kaum wanita, juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat?”
Coba baca sekali lagi pertanyaan Asma’ yang begitu mengagumkan, “Lantas, apakah kami, kaum wanita, juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat?”
Rasulullah tersenyum, dan takjub dengan tanyanya; luar biasa indahnya. Pertanyaan luar biasa yang terlontar dari segenap kaum wanita karena ingin mendapatkan pahala berlimpah dari profesi ibu rumah tangga; menjaga dirinya, harta suaminya dan mendidik anak-anaknya.

Rasulullah pun bertanya kepada segenap shahabat yang mengelilingi majlisnya, “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan tentang agama dari seorang wanita yang lebih baik dari tanyanya?” semuanya menjawab, “Belum, belum pernah”

Beliau kemudian bersabda, “Kembalilah wahai Asma’ dan beritahukan kepada para wanita yang berada di belakangmu; bahwa perlakuan baik salah seorang di antara mereka kepada suaminya, upayanya untuk mendapat keridhaan suaminya, dan ketundukkannya untuk senantiasa mentaati suami; itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum laki-laki.” Subhanallah. Jawaban yang sejuk dan indah. Mengobati semua kegundahan para wanita, yang iri dengan berbagai pahala yang diperoleh kaum lelaki. Inilah pahala yang akan diberikan kepada ibu rumah tangga yang membaktikan dirinya untuk taat kepada suaminya. Sekali lagi, bila engkau merasakan lelah-letih dengan semua pekerjaan rumah kita nanti, ingatlah kisah Asma’ ini; betapa mulianya berprofesi sebagai ibu rumah tangga…, karena sejatinya itulah jihad seorang istri yang sesungguhnya.

            Terakhir, pintaku kepadamu hanya satu; jadilah istri yang shalihah…., wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya –Mencintai Allah Ta’ala dan Rasulullah –Shallallâhu ‘alaihi wa salla di atas segala-galanya, menutup aurat, tidak berhias dan berperangai seperti wanita jahiliah, tidak bermusafir atau bersama dengan lelaki ajnabi kecuali ada bersama mahramnya,  sering membantu dalam kebenaran, kebajikan dan takwa, berbuat baik kepada orangtua, senantiasa bersedekah baik itu dalam keadaan susah ataupun senang, tidak berkhalwat dengan lelaki ajnabi, dan bersikap baik terhadap tetangga serta suaminya—, serta taat kepada suami –Memelihara kewajiban terhadap suami, senantiasa menyenangkan suami, menjaga kehormatan diri dan harta suaminya semasa suami tiada di rumah, tidak cemberut di hadapan suami, tidak menolak ajakan suami untuk tidur, tidak keluar tanpa izin suami, tidak meninggikan suara melebihi suara suami, tidak membantah suaminya dalam kebenaran, tidak menerima tamu yang dibenci suami dan senantiasa memelihara diri, kebersihan fisikal dan kecantikannya serta kebersihan rumahtangga-,  dan jadilah kupu-kupu tercantik yang hanya hinggap di hatiku, selamanya

yaa Salam

5 Syarat Sebelum Bermaksiat

Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham didatangi seorang lelaki yang gemar melakukan maksiat. Lelaki tersebut bernama Jahdar bin Rabiah. Ia meminta nasehat kepada dirinya agar ia dapat menghentikan perbuatan maksiatnya. Ia berkata, “Ya Aba Ishak, aku ini seorang yang suka melakukan perbuatan maksiat. Tolong berikan aku cara yang ampuh untuk menghentikannya.”

Setelah merenung sejenah, Ibrahim berkata, “jika kau mampu melaksanakan lima syarat yang kuajukan, maka aku tidak keberatan kau berbuat dosa.”
Tentu saja dengan penuh rasa ingin tahu yang besar, Jahdar beratanya, “apa saja syarat-syarat ini, ya Aba Ishak?”


“Syarat pertama, jika kau melaksanakan perbuatan maksiat, maka janganlah kau memakan rizki Allah”, ucap Ibrahim.
Lelaki itu mengernyitkan dahinya lalu berkata, “lalu aku makan dari mana? Bukankah segala sesuatu yang berada di bumi ini adalah rizki Allah?”
“Benar”, jawab Ibrahim tegas. “Bila kau telah mengetahuinya, masih pantaskah kau memakan rizki-Nya sementara kau terus melakukan maksiat dan melanggar perintah-perintah-Nya?”
“Baiklah…”, jawab lelaki itu tampak menyerah. “kemudian apa syarat yang kedua?”
“kalau kau bermaksiat kepada Allah, janganlah kau tinggal di bumi-Nya”, kata Ibrahim lebih tegas lagi.

Syarat kedua ini membuat Jahdar lebih kaget lagi. “Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu aku harus tinggal di mana? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?”
“Benar Abdullah. Karena itu pikirkanlah baik-baik. Apakah kau masih pantas memakan rizki-Nya dan tinggal di bumi-Nya sementara kau terus berbuat maksiat?”, tanya Ibrahim.

“Kau benar Aba Ishak”, ucap Jahdar kemudian. “Lalu apa syarat ketiga?”, tanyanya dengan penasaran.
“Kalau kau masih juga bermaksiat kepada Allah tetapi masih ingin memakan rizki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, maka carilah tempat yang tersembunyi agar tidak terlihat oleh-Nya.”
Syarat ini membuat lelaki itu terkesima. “Ya Aba Ishak, nasehat macam apakah semua ini? Mana mungkin Allah tidak melihat kita?”
“Bagus! Kalau kau yakin Allah selalu melihat kita, tetapi kau masih terus memakan rizki-Nya, tinggal di buminya, dan terus melakukan maksiat kepada-Nya. Pantaskah kau melakukan semua itu?”, Tanya Ibrahim kepada lelaki yang masih tampak bengok itu. Semua ucapan itu membuat Jahdar bin Rabiah tidak berkutik dan membenarkannya.

“Baiklah, ya Aba Ishak, lalu katakana apa syarat yang keempat?”
“Jika malaikatul maut hendak mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya bahwa engkau belum mau mati sebelum bertaubat dan melakukan amal shaleh.”
Jahdar termenung. Tampaknya ia mulai menyadari semua perbuatan yang dilakukan selama ini. Ia kemudian berkata, “tidak mungkin…tidak mungkin seua itu kulakukan.”
“Ya abdallah, bila kau tidak sanggup mengundurkan hari kematianmu, lalu dengan cara apa kau dapat menghindari murka Allah?”
Tanpa banyak komentar lagi, ia bertanya sayarat yang kelima, yang merupakan syarat terakhir. Ibrahim bin Adham untuk kesekian kalinya memberi nasehat kepada lelaki itu.

“Yang terakhir, bila malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka di hari kiamat, janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah!”
Lelaki yang ada dihadapan Ibrahim bin Adham itu tampaknya tidak sanggup lagi mendengar nasehatnya. Ia menangis penuh penyesalan. Dengan wajah penuh sesal, ia berkata, “cukup…cukup ya Aba Ishak! Jangan kau teruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi mendengarkannya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan beristighfar dan bertaubat nasuha kepada Allah.”
Lelaki itu memang menepati janjinya. Sejak pertemuannya dengan Ibrahim bin Adham, ia benar-benar berubah. Ia mulai menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah dengan baik dan khusyuk.

Diambilkan dari Abu Nawas dan Terompah Ajaib

Bagaimana meraih kemulyaan

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary

“Rasa senangmu agar makhluk lain melihat keistimewaanmu, menunjukkan bahwa ubidiyahmu tidak benar.”
Bila seseorang memiliki keistemewaan dari Allah Swt, berupa ilmu yang bermanfaat, amal saleh yang banyak, atau pengalaman ruhani yang hebat, lalu ia secara diam-diam ingin diketahui keistemewaannya, maka dipastikan ubudiyah orang tersebut tidak benar.
Salah satu Sufi menegaskan, “Siapa yang senang jika amalnya dilihat manusia, maka ia adalah orang yang riya’, dan siapa yang senang jika pengalaman ruhaninya diketahui orang, maka ia adalah pendusta.”
Kondisi ini berlaku bagi para penempuh, namun untuk para ahli ma’rifat yang telah meraih hakikat dan musyahadah, maka tidak apa-apa jika ia tunjukkan amaliyahnya, menampakkan kebaikan ruhaninya, agar syukurnya benar-benar termanifestasi dan bias diteladani yang lain.
Namun bagi para penempuh ia akan mudah kagum pada diri sendiri, dan merasa cukup serta berakhir dengan takabur. Para pemula harus mewujudkan kefanaannya, hatinya lari dari pandangan makhluk menuju pandanganNya, menyembunyikan amal dan ihwal ruhaninya. Namun bila kefanaannya sempurna dan baqo’nya termaujud dalam hakikatnya, ia senantiasa bersama Allah Swt, maka biula Allah menghendaki untuk menampakkan ia tampakkan, jika Allah menghendaki menyembunyikan, ia sembunyikan. Ia sama sekali tidak berkait dengan soal tampak dan tersembunyi. Semua berkait dengan perintahNya belaka.
Ibnu Athaillah as-Sakandary meneruskan:
“Sembunyikan pandangan makhluk kepadamu dengan melihat pandangan Allah padamu, dan hilangkan penerimaan makhluk padamu, dengan melihat penerimaan Allah swt padamu.”
Maksudnya, jangan menginginkan pujian, diterima dan dihormati oleh manusia atas apa yang ada dalam diri anda, namun lebih konsentrasi kesenangan agar anda lebih diterima oleh Allah Swt.
Bagaimana pandangan makhluk kepadamu bisa merusak hatimu dengan Allah Swt, oleh karena itu rindumu dan rasa sukamu jangan pernah ada kecuali hanya demi pandangan Allah Swt padamu.
Apalagi jika anda berfikir agar citra anda naik di hadapan publik, nama anda agar dikenal, kemampuan anda disegani, ilmu anda dijadikan rujukan, amal anda dinilai besar, justru akan meracuni hatimu. Datangnya public dihadapanmu sebelum anda meraih kesempurnaan, akan melahirkan dampak psikologis yang membayakan hatimu, mulai dari rasa bangga, merasa lebih, terhormat, dan prestisius lain yang bisa merobek keutuhan hatimu kepada Allah Swt.
Sebagian sufi mengatakan, “Orang yang benar adalah yang tidak peduli, jikalau keluar  nilai lebih dari yang muncul dari hati para makhluk terhadap kebaikan hatinya, juga tidak suka jika ada seberat atom amalnya dilihat manusia, tidak benci jika amal buruknya dilihat orang lain, karena kebenciannya itu menunjukkan bahwa ia ingin punya nilai lebih di hadapan makhluk. Jelas itu bukan tergolongkan keikhlasan orang yang benar.”
 
Yaa ..Salam

Kamis, 20 Juni 2013

Tanda-Tanda Wali ALLAH


1. Jika melihat mereka, akan mengingatkan kita kepada Allah swt.

Dari Amru Ibnul Jammuh, katanya:

"Ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Allah berfirman: "Sesungguhnya hamba-hambaKu, wali-waliKu adalah orang-orang yang Aku sayangi. Mereka selalu mengingatiKu dan Akupun mengingai mereka."

Dari Said ra, ia berkata:

"Ketika Rasulullah saw ditanya: "Siapa wali-wali Allah?" Maka beliau bersabda: "Wali-wali Allah adalah orang-orang yang jika dilihat dapat mengingatkan kita kepada Allah."

2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang mencarinya.

Dari Abdullah Ibnu Umar Ibnu Khattab, katanya:

10 Hadis riwayat Abu Daud dalam Sunannya dan Abu Nu'aim dalam Hilya jilid I hal. 6

Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Auliya' dan Abu Nu'aim di dalam Al Hilya Jilid I hal 6).

"Pada suatu kali Umar mendatangi tempat Mu'adz ibnu Jabal ra, kebetulan ia sedang menangis, maka Umar berkata: "Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Mu'adz?" Kata Mu'adz: "Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Orang-orang yang paling dicintai Allah adalah mereka yang bertakwa yang suka menyembunyikan diri, jika mereka tidak ada, maka tidak ada yang mencarinya, dan jika mereka hadir, maka mereka tidak dikenal. Mereka adalah para imam petunjuk dan para pelita ilmu."

3. Mereka bertakwa kepada Allah.

Allah swt berfirman:

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhuwatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati Mereka itu adalah orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.. Dan bagi mereka diberi berita gembira di dalam kehidupan dunia dan akhirat"13

Abul Hasan As Sadzili pernah berkata: "Tanda-tanda kewalian seseorang adalah redha dengan qadha, sabar dengan cubaan, bertawakkal dan kembali kepada Allah ketika ditimpa bencana."

4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya.

Dari Umar Ibnul Khattab ra berkata:

Hadis riwayat Nasa'i, Al Bazzar dan Abu Nu'aim di dalam Al Hilyah jilid I hal. 6

Surah Yunus: 62 - 64

Hadisriwayat.Al Mafakhiril ‘Aliyah hal 104

"Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya sebahagian hamba Allah ada orang-orang yang tidak tergolong dalam golongan para nabi dan para syahid, tetapi kedua golongan ini ingin mendapatkan kedudukan seperti kedudukan mereka di sisi Allah." Tanya seorang: "Wahai Rasulullah, siapakah mereka dan apa amal-amal mereka?" Sabda beliau: "Mereka adalah orang-orang yang saling kasih sayang dengan sesamanya, meskipun tidak ada hubungan darah maupun harta di antara mereka. Demi Allah, wajah mereka memancarkan cahaya, mereka berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya, mereka tidak akan takut dan susah." Kemudian Rasulullah saw membacakan firman Allah yang artinya: "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati."

5. Mereka selalu sabar, wara' dan berbudi pekerti yang baik.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa"Rasulullah saw bersabda:

Hadis riwayat Abu Nu'aim dalam kitab Al Hilya jilid I, hal 5

"Ada tiga sifat yang jika dimiliki oleh seorang, maka ia akan menjadi wali Allah, iaitu: pandai mengendalikan perasaannya di saat marah, wara' dan berbudi luhur kepada orang lain."
Rasulullah saw bersabda: "Wahai Abu Hurairah, berjalanlah engkau seperti segolongan orang yang tidak takut ketika manusia ketakutan di hari kiamat. Mereka tidak takut siksa api neraka ketika manusia takut. Mereka menempuh perjalanan yang berat sampai mereka menempati tingkatan para nabi. Mereka suka berlapar, berpakaian sederhana dan haus, meskipun mereka mampu. Mereka lakukan semua itu demi untuk mendapatkan redha Allah. Mereka tinggalkan rezeki yang halal kerana akan amanahnya. Mereka bersahabat dengan dunia hanya dengan badan mereka, tetapi mereka tidak tertipu oleh dunia. Ibadah mereka menjadikan para malaikat dan para nabi sangat kagum. Sungguh amat beruntung mereka, alangkah senangnya jika aku dapat bertemu dengan mereka." Kemudian Rasulullah saw menangis kerana rindu kepada mereka. Dan beliau bersabda: "Jika Allah hendak menyiksa penduduk bumi, kemudian Dia melihat mereka, maka Allah akan menjauhkan siksaNya. Wahai Abu Hurairah, hendaknya engkau menempuh jalan mereka, sebab siapapun yang menyimpang dari penjalanan mereka, maka ia akan mendapati siksa yang berat."

6. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana.

Dari Ibnu Umar ra, katanya:

"Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang diberi makan dengan rahmatNya dan diberi hidup dalam afiyahNya, jika Allah mematikan mereka, maka mereka akan dimasukkan ke dalam syurgaNya. Segala bencana yang tiba akan lenyap secepatnya di hadapan mereka, seperti lewatnya malam hari di hadapan mereka, dan mereka tidak terkena sedikitpun oleh bencana yang datang."

Rujukan:-

Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Al Auliya'

Hadis riwayat Abu Hu'aim dalam kitab Al Hilya

Hadis riwayat Abu Nu'aim dalam kitab Al Hilya jilid I hal 6

8. Hati mereka selalu terkait kepada Allah.

Imam Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha'i: "Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya.. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah menjaga agamaNya dan syariatNya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da'i kepada agamaNya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka."

9. Mereka senang bermunajat di akhir malam.

Imam Ghazali menyebutkan: "Allah pernah memberi ilham kepada para siddiq: "Sesungguhnya ada hamba-hambaKu yang mencintaiKu dan selalu merindukan Aku dan Akupun demikian. Mereka suka mengingatiKu dan memandangKu dan Akupun demikian. Jika engkau menempuh jalan mereka, maka Aku mencintaimu. Sebaliknya, jika engkau berpaling dari jalan mereka, maka Aku murka kepadamu. " Tanya seorang siddiq: "Ya Allah, apa tanda-tanda mereka?" Firman Allah: "Di siang hari mereka selalu menaungi diri mereka, seperti seorang pengembala yang menaungi kambingnya dengan penuh kasih sayang, mereka merindukan terbenamnya matahari, seperti burung merindukan sarangnya. Jika malam hari telah tiba tempat tidur telah diisi oleh orang-orang yang tidur dan setiap kekasih telah bercinta dengan kekasihnya, maka mereka berdiri tegak dalam solatnya. Mereka merendahkan dahi-dahi mereka ketika bersujud, mereka bermunajat, menjerit, menangis, mengadu dan memohon kepadaKu. Mereka berdiri, duduk, ruku', sujud untukKu. Mereka rindu dengan kasih sayangKu. Mereka Aku beri tiga kurniaan: Pertama, mereka Aku beri cahayaKu di dalam hati mereka, sehingga mereka dapat menyampaikan ajaranKu kepada manusia. Kedua, andaikata langit dan bumi dan seluruh isinya ditimbang dengan mereka, maka mereka lebih unggul dari keduanya. Ketiga, Aku hadapkan wajahKu kepada mereka. Kiranya engkau akan tahu, apa yang akan Aku berikan kepada mereka?"

Rujukan:-

Nahjul Balaghah hal 595 dan Al Hilya jilid 1 hal.. 80

Ihya' Ulumuddin jilid IV hal 324 dan Jilid I hal 358

10. Mereka suka menangis dan mengingat Allah.

‘Iyadz ibnu Ghanam menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Malaikat memberitahu kepadaku: "Sebaik-baik umatku berada di tingkatan-tingkatan tinggi. Mereka suka tertawa secara terang, jika mendapat nikmat dan rahmat dari Allah, tetapi mereka suka menangis secara rahsia, kerana mereka takut mendapat siksa dari Allah. Mereka suka mengingat Tuhannya di waktu pagi dan petang di rumah-rumah Tuhannya. Mereka suka berdoa dengan penuh harapan dan ketakutan. Mereka suka memohon dengan tangan mereka ke atas dan ke bawah. Hati mereka selalu merindukan Allah. Mereka suka memberi perhatian kepada manusia, meskipun mereka tidak dipedulikan orang. Mereka berjalan di muka bumi dengan rendah hati, tidak congkak, tidak bersikap bodoh dan selalu berjalan dengan tenang. Mereka suka berpakaian sederhana. Mereka suka mengikuti nasihat dan petunjuk Al Qur'an. Mereka suka membaca Al Qur'an dan suka berkorban. Allah suka memandangi mereka dengan kasih sayangNya. Mereka suka membahagikan nikmat Allah kepada sesama mereka dan suka memikirkan negeri-negeri yang lain. Jasad mereka di bumi, tapi pandangan mereka ke atas. Kaki mereka di tanah, tetapi hati mereka di langit. Jiwa mereka di bumi, tetapi hati mereka di Arsy. Roh mereka di dunia, tetapi akal mereka di akhirat. Mereka hanya memikirkan kesenangan akhirat. Dunia dinilai sebagai kubur bagi mereka. Kubur mereka di dunia, tetapi kedudukan mereka di sisi Allah sangat tinggi. Kemudian beliau menyebutkan firman Allah yang artinya: "Kedudukan yang setinggi itu adalah untuk orang-orang yang takut kepada hadiratKu dan yang takut kepada ancamanKu."

11. Jika mereka berkeinginan, maka Allah memenuhinya.

Dari Anas ibnu Malik ra berkata: "Rasul saw bersabda: "Berapa banyak manusia lemah dan dekil yang selalu dihina orang, tetapi jika ia berkeinginan, maka Allah memenuhinya, dan Al Barra' ibnu Malik, salah seorang di antara mereka."

Ketika Barra' memerangi kaum musyrikin, para sahabat: berkata: "Wahai Barra', sesungguhnya Rasulullah saw pernah bersabda: "Andaikata Barra' berdoa, pasti akan terkabul. Oleh kerana itu, berdoalah untuk kami." Maka Barra' berdoa, sehingga kami diberi kemenangan.

Di medan peperangan Sus, Barra' berdo'a: "Ya Allah, aku mohon, berilah kemenangan kaum Muslimin dan temukanlah aku dengan NabiMu." Maka kaum Muslimin diberi kemenangan dan Barra' gugur sebagai syahid.

Rujukan:-

Hadis riwayat Abu Nu'aim dalam Hilya jilid I, hal 16

12. Keyakinan mereka dapat menggoncangkan gunung.

Abdullah ibnu Mas'ud pernah menuturkan:

"Pada suatu waktu ia pernah membaca firman Allah: "Afahasibtum annamaa khalaqnakum ‘abathan", pada telinga seorang yang pengsan. Maka dengan izin Allah, orang itu segera sedar, sehingga Rasuulllah saw bertanya kepadanya: "Apa yang engkau baca di telinga orang itu?" Kata Abdullah: "Aku tadi membaca firman Allah: "Afahasibtum annamaa khalaqnakum ‘abathan" sampai akhir surah." Maka Rasul saw bersabda: "Andaikata seseorang yakin kemujarabannya dan ia membacakannya kepada suatu gunung, pasti gunung itu akan hancur."

- Hadis riwayat Abu Nu'aim dalam Al Hilya jilid I hal 7

Rabu, 19 Juni 2013

TUJUH PULUH RIBU HIJAB ,,


Betapa jauh perjalanan
tujuhpuluhribu hijab ini ya Allah
betapa tebalnya mega tujuh puluh ribu hijab
menerawangi cahaya-Mu ya Allah

Betapa tak terdaya
untuk menempuh satu makam nafsu ke satu makam nafsu
selaksa tujuhpuluhribu hijab ya Allah
di tengah gurun pasir kafilah
kamilah unta-unta yang bebal dan tersesat
memikul beban dosa, mencari-Mu ya Allah

Di tengah lautan perjuangan
kamilah armada yang tewas
dikeroyok nafsu maha dahsyat maha gelora ya Allah
di manakah tersimpan kunci ajaib
untuk membuka tujuhpuluhribu peti laduni
di dasar langit-Mu ya Allah

Dimanakah taman-taman cahaya
yang bersemadi para kekasih bertasbih memuji-Mu
dalam setiap detik dalam setiap titik
dalam setiap fana dalam setiap syuhud
di sebalik kami yang igau
dalam tembok-tembok penjara dunia
sesempit tujuhpuluhribu hijab ini ya Allah

Ya Allah, betapa rindunya kami kepada-Mu
terasing siang dan malam
tanpa bicara tanpa pendengaran tanpa penglihatan
terkambus asyik di syurga kencana
lepaskan kami ya Allah
dari tujuhpuluhribu pintu gerbang
yang menutupi mata hati kami

Ya Allah, betapa jahilnya kami tidak mengenal-Mu
dalam pernafasan tujuhpuluhribu hijab
yang kami sedut yang kami hembuskan
dari setiap denyutan nadi

Ya Allah, betapa kami ini buta huruf
kami sebenarnya tak mampu mengeja
tujuhpuluhribu huruf maknawi
yang terhijab pada nama-nama-Mu

Ya Allah, betapa dekatnya Kau
lebih dekat dari urat leher kami
namun kami masih engkar mencari-Mu
di luar diri kami yang tujuhpuluhribu hijab

DO'A AGAR DIBERI KEMUDAHAN SAAT HISAB



Bismillahirrahmannirahim,


SEBUAH do'a yang patut kita hafal dan amalkan demi meraih kemudahan saat dihisab di akhirat kelak.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ فِى بَعْضِ صَلاَتِهِ « اللَّهُمَّ حَاسِبْنِى حِسَاباً يَسِيرًا ». فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ مَا الْحِسَابُ الْيَسِيرُ قَالَ « أَنْ يَنْظُرَ فِى كِتَابِهِ فَيَتَجَاوَزَ عَنْهُ إِنَّهُ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَوْمَئِذٍ يَا عَائِشَةُ هَلَكَ وَكُلُّ مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ يُكَفِّرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةُ تَشُوكُهُ »


Dari Aisyah, ia berkata, saya telah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada sebagian shalatnya membaca,

« اللَّهُمَّ حَاسِبْنِى حِسَاباً يَسِيرًا »
"Allahumma haasibnii hisaabay yasiiroo (Ya Allah hisablah aku dengan hisab yang mudah).

” Ketika beliau berpaling saya bekata, "Wahai Nabi Allah, apa yang dimaksud dengan hisab yang mudah?" Beliau bersabda, "Seseorang yang Allah melihat kitabnya lalu memaafkannya. Karena orang yang diperdebatkan hisabnya pada hari itu, pasti celaka wahai Aisyah. Dan setiap musibah yang menimpa orang beriman Allah akan menghapus (dosanya) karenanya, bahkan sampai duri yang menusuknya." [HR. Ahmad]


Yang dimaksud dengan do’a tersebut diterangkan dalam hadits di atas. Maksud “hisab yang mudah” adalah saat di mana dosa-dosa seorang mukmin di hadapkan pada Allah, lalu ia pun mengakui dosa-dosanya itu. Kemudian setelah itu Allah mengampuni dosa-dosanya setelah ia bersendirian dengan Allah dan tidak ada seorang pun yang melihatnya ketika itu.


Dari Shafwan bin Muhriz bahwa seorang laki-laki pernah bertanya kepada Ibnu Umar, "Bagaimana Anda mendengar sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang An Najwa (bisikan di hari kiamat)?" Ibnu Umar menjawab,

يَدْنُو أَحَدُكُمْ مِنْ رَبِّهِ حَتَّى يَضَعَ كَنَفَهُ عَلَيْهِ فَيَقُولُ عَمِلْتَ كَذَا وَكَذَا . فَيَقُولُ نَعَمْ . وَيَقُولُ عَمِلْتَ كَذَا وَكَذَا . فَيَقُولُ نَعَمْ . فَيُقَرِّرُهُ ثُمَّ يَقُولُ إِنِّى سَتَرْتُ عَلَيْكَ فِى الدُّنْيَا ، فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ

"Yaitu salah seorang dari kalian akan mendekat kepada Rabb-nya. Kemudian Dia meletakkan naungan-Nya di atasnya. Kemudian Dia berfirman, "Apakah kamu telah berbuat ini dan ini?" Hamba itu menjawab, "Ya, benar." Dia berfirman lagi, "Apakah kamu telah melakukan ini dan ini?" Hamba itu menjawab, "Ya, benar." Dia pun mengulang-ulang pertanyannya, kemudian berfirman, "Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa-dosa tadi (merahasiakannya) di dunia dan pada hari ini aku telah mengampuninya bagimu." [HR. Bukhari]


Inilah yang dimaksudkan dengan hisab yang mudah di mana dosa-dosa seorang hamba yang beriman itu dimaafkan.


Semoga Allah memudahkan bagi kita untuk mendapatkan kemudahan hisab , mengampuni dosa-dosa kita dan membukakan pintu Rahmat Nya di akhirat kelak... Aamiin Yaa Mujibad Du’aa’.



Wallahu a'lam bishawab

:: KEAGUNGAN KALIMAT LAA'ILAAHA'ILALLAH



Bismillahirrahmannirahim,

1. Dari Umar ra, Rasulullah saw bersabda, “Ketika Adam as telah berbuat suatu dosa, maka saat ia menengadahkan kepalanya ke langit, ia berkata, “Aku memohon kepada-Mu, dengan wasilah Muhammad, ampunilah diriku.”
Maka Allah mewahyukan kepadanya, “Siapakah Muhammad?”
Adam as menjawab, “Maha Berkah Nama-Mu, ketika Engkau ciptakan daku, aku tengadahkan kepalaku ke Arsy-Mu dan ternyata tertulis di dalamnya ‘Laa ilaaha illallaahu Muhammadur Rasulullaah.’
Maka kuketahui bahwa Muhammad itu seseorang yang derajatnya tiada seorang pun yang sederajat dengannya, sehingga Engkau letakkan namanya berdampingan dengan nama-Mu.”
Lalu Allah menurunkan wahyu padanya, “Wahai Adam, sesungguhnya ia adalah Nabi yang terakhir dari anak keturunanmu.
Seandainya tidak karena ia, maka tidak Ku ciptakan dirimu.”
(HR. Thabrani, Hakim, Abu Nu’aim, Baihaqi).


2. Dari Muadz bin Jabal ra, Rasulullah saw bersabda, “Kunci-kunci surga ialah ucapan syahadat, Laa ilaaha illallaah.” (HR. Ahmad).


3. Dari Abu Dzar ra, berkata, Nabi saw bersabda, “Tidak ada seorang hambapun yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah kemudian dia mati diatas keyakinan tersebut kecuali dia masuk surga.” (HR. Bukhari).


4. Dari Amru ra, katanya, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah kalimat yang jika seorang hamba membacanya dengan dibenarkan oleh hatinya, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan itu, kecuali ia akan diharamkan dari Neraka, yaitu Laa ilaaha illallaah.” (HR. Hakim).


5. Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan pada Neraka , orang yang mengucapkan ‘Laa ilaaha illaallaah’ semata-mata mengharapkan ridha Allah Subhana wa Ta'ala .” (HR. Bukhari, Muslim).


6. Dari Ali ra, berkata Rasulullah saw kepadaku, “Jibril as berkata, Allah Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya Akulah Allah. Tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku. Barangsiapa mendatangi-Ku dengan mengucapkan Laa ilaaha illallaah dengan ikhlas, maka ia masuk dalam lindungan-Ku. Dan barangsiapa masuk dalam lindungan-Ku, maka ia aman dari siksa-Ku.” (HR. Abu Nuaim).


7. Dari Zaid bin Arqam ra, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaahu’ dengan ikhlas, pasti masuk surga.” Seseorang berkata, “Apa ikhlasnya?” Jawab Nabi saw, “Kalimah itu menjauhkannya dari segala yang diharamkan Allah.” (HR. Thabrani).


8., Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang hamba membaca Laa ilaaha illallaah, kecuali akan dibukakan baginya pintu langit hingga Arsy, selama ia menghindarkan diri dari dosa-dosa besar.” (HR. Tirmidzi).


9. Abu Hurairah ra bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan memperoleh syafaatmu pada hari Kiamat kelak?” Beliau menjawab, “Aku telah mendugamu, wahai Abu Hurairah, bahwa kulihat keinginan besarmu terhadap hadits. Orang yang paling beruntung dengan syafaatku pada hari Kiamat ialah orang yang mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’ dengan ikhlas dari hatinya atau jiwanya.” (HR. Bukhari).


10. Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala memiliki sebuah tiang yang terbuat dari Nur terletak di hadapan Arsy-Nya, jika ada seorang hamba yang mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’, maka bergetarlah tiang itu.
Allah berfirman, “Berhentilah.”
(tiang itu) menjawab, “Bagaimana aku dapat berhenti, sedangkan Engkau belum mengampuni orang yang mengucapkannya?”
Firman Allah, “Sesungguhnya Aku telah mengampuninya.”
Maka barulah tiang itu berhenti.” (HR. Al Bazzar).


11. Dari Abdullah bin Amru bin Ash ra, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah akan memanggil salah seorang umatku di hadapan seluruh makhluk pada hari Kiamat dan dihadapkan kepadanya 99 catatannya.
Setiap catatan besarnya sejauh mata memandang, dan ia akan berkata, “Apakah kamu ingkari (dosa) ini? Atau para pencatat itu telah menzalimimu?”
akan dijawab, “Tidak, Wahai Rabbku.”
Allah berkata, “Apakah kamu punya alasan udzur?”
Dijawab, “Tidak, wahai Rabbku.”
Allah berfirman, “Baiklah, sesungguhnya di sisi Kami, kamu memiliki kebaikan, dan sesungguhnya tiada kezhaliman atas dirimu pada hari ini.” Maka disodorkan kepadanya sebuah kertas yang tertulis di dalamnya, ‘Asyhadu an-laa ilaaha illallaahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluh’ maka dikatakan kepadanya, “Pergilah kamu dan timbanglah kertas ini.”
Jawabnya, “Wahai Rabku, apakah nilai kertas ini dibandingkan catatan lainnya?”
Dikatakan, “Pada hari ini sesungguhnya kamu tidak akan dianiaya.”
Maka ditimbanglah semua catatan tadi di sebelah timbangan, dan kertas tadi diletakkan di timbangan lainnya.
Dan beratlah timbangan kertas yang tertulis kalimat tadi.
Selain Allah, tiada satupun yang dapat menandingi-Nya.” (HR. Tirmidzi).


12. Dari Yahya bin Thalhah bin Abdullah ra bercerita, “Suatu ketika, terlihat Thalhah bersedih, maka orang-orang bertanya, “Mengapa kamu bersedih?”
Ia menjawab, “Sesungguhnya kudengar Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah kalimat yang tiada seorang hamba membacanya menjelang mautnya, kecuali akan Allah hindarkan darinya segala penderitaannya dan wajahnya akan bersinar, dan akan ia lihat apa yang mengembirakannya.”
Namun belum sempat kutanyai beliau kalimat apakah itu hingga wafatnya.”
Umar ra berkata, “Sesungguhnya aku mengetahui kalimat itu.”
Ia menyahut, “Apa itu?”
Ia berkata, “Aku tidak mengetahui sebuah kalimat yang lebih agung daripada kalimat yang ia perintahkan pamannya dengannya, yaitu ‘Laa ilaaha illallaah’
ia berkata, “Demi Allah, itulah kalimatnya. Demi Allah itulah kalimatnya.” (HR. Baihaqi).


13. Dari Anas ra, sesungguhnya Abu Bakar ra menjumpai Nabi saw dalam keadaan bersedih.
Nabi saw bertanya, “Mengapa kamu nampak sedih?”
Jawab Abu Bakar ra “Ya Rasulullah, kemarin malam keponakanku hampir meninggal dunia.”
Lalu beliau bersabda, “Apakah engkau telah mentalqinkannya dengan Laa ilaaha illallaah?”
Sahut Abu Bakar ra “Ya, sudah kulakukan.”
Sabda beliau, “Apakah ia membacanya?”
Jawabnya, “Ya, ia membacanya.”
Sabda beliau, “Ia wajib masuk surga.”
Abu Bakar ra bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana jika orang hidup membaca kalimat ini?”
Beliau bersabda, “Ia lebih menghapuskan dosa-dosanya. Ia lebih menghapuskan dosa-dosanya.” (HR. Dailami).


14. Dari Abu Said Al Khudri ra, Nabi saw bersabda, “Musa as berkata, “Wahai Tuhanku, ajarkanlah aku sesuatu yang aku dapat mengingat-Mu dengannya, dan berdoa kepada-Mu dengannya.”
Allah berfirman, “Ucapkanlah ‘Laa ilaaha illallaah’.”
Musa as berkata, “Ya Tuhan, setiap hamba-Mu mengucapkannya”
Allah berfirman lagi, “Ucapkanlah ‘Laa ilaaha illallaah’.”
Musa as berkata, “Aku ingin sesuatu yang Engkau khususkan bagiku dengannya.”
Allah berfirman, “Wahai Musa, Jika tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi diletakkan di suatu timbangan dan ‘Laa ilaaha illallaah’ dalam timbangan lainnya, maka timbangan yang berisi ‘Laa ilaaha illallaah’ akan lebih berat.” (HR. Nasa’i, Ibnu Majah, Hakim).


15. Dari Anas ra, sabda Rasulullah saw “Tiada seorang hamba pun yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah pada suatu waktu, malam atau siang hari, kecuali akan dihapuskan dari catatannya amal-amal buruknya, bahkan keburukan itu diganti dengan kebaikan.” (HR. Abu Ya’la).


16. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Perbaharuilah iman kalian.” Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana memperbaharui iman kami?” Sabda beliau, “Perbanyaklah ucapan, ‘Laa ilaaha illallaah.” (HR. Bukhari).


17. Dari Abu Darda ra, Nabi saw bersabda, “Tidaklah seorang hamba mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’ seratus kali, kecuali Allah akan membangkitkannya pada hari Kiamat dengan wajah seperti bulan purnama. Dan tiada seorang pun yang melebihi amalannya pada hari itu kecuali orang yang mengucapkan seperti yang ia lakukan atau melebihinya.” (HR. Thabrani).


18. Dari Anas ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Kalimat Laa ilaaha illallaah akan selalu memberi manfaat bagi orang yang mengucapkannya dan akan menghindarkan mereka dari adzab dan bencana, selama mereka tidak mengabaikan hak-haknya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan mengabaikan hak-haknya?” Jawab beliau, “Kemaksiatan kepada Allah telah dilakukan terang-terangan, tetapi tidak dicegah dan dirubah.” (HR. Al Ashbahani).


19. Dari Jabir ra, Nabi saw bersabda, “Dzikir yang paling utama ialah ‘Laa ilaaha illallaah’ dan doa yang paling utama adalah ‘Alhamdulillaah’.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah).


20. Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah saw bersabda, “Bukanlah atas ahli Laa ilaaha illallaah kegelapan di kubur mereka dan juga tidak di Mahsyar. Seakan-akan aku melihat ahli Laa ilaaha illallaah bangkit dari kuburnya sambil mengibaskan debu dari kepalanya lalu berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menjauhkan kami dari kesedihan.” Riwayat lain menyebutkan bahwa ahli Laa ilaaha illallaah tak akan mengalami kegelapan saat mati, atau saat di kubur.” (HR. Thabrani, Baihaqi).


Ya Allah .. Tiada Illah selain MU ..
Ampuni , sayangi dan rahmatilah kami ..
Cukuplah Engkau bagi kami ..
Dan Engkaulah Pemilik segala Kebesaran & Kemuliaan ..

Limpahkanlah shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad kekasih Allah, dan keluarganya beserta para sahabat . Aamiin.



Wallahu a'lam bishawab

:: TANDA-TANDA HUSNUL KHATIMAH ..




Bismillahirrahmannirahim,

Sahabat fillah, tentunya kita semua ingin meninggal kelak dalam keadaan husnul khatimah, tapi apakah tanda-tanda yang menunjukkan husnul khatimahnya kematian seseorang ?

Syaikh Albani rahimahullah telah mengumpulkan dalam kitabnya ( Ahkamul Janaiz) tanda-tanda ini dari Al Qur’an dan Sunah , beliau mendapatinya ada beberapa tanda, berikut ini ringkasannya:

Sesungghnya Dzat Yang Mensyariatkan telah menjadikan beberapa tanda yang jelas untuk menunjukkan husnul khatimah – Allah Ta’alaa telah menetapkannya dengan karunia dan kenikmatanNya – maka siapa saja yang meninggal dengan memiliki salah satu tandanya maka itu merupakan berita gembira:


1. Dapat mengucapkan syahadat menjelang kematian sebagaimana ditunjukkan dalam banyak hadits yang shahih diantaranya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( barangsiapa yang ucapan terakhirnya Laa ilaaha illallah maka dia masuk surga) ( hadits hasan).


2. Kematian yang disertai dengan basahnya kening dengan keringat berdasarkan hadits Buraidah bin Hushaib radhiallahu anhu:

Dari Buraidah bin Khusaib radhiallahu anhu: ( bahwa ketika dia berada di Khurasan sedang membesuk seorang sahabatnya yang sakit dia mendapatinya sudah meninggal tiba-tiba keningnya berkeringat maka dia berkata: Allahu Akbar, aku mendngar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( kematian seorang mukmin disertai keringat dikeningnya ) ( hadits shahih ).


3. Meninggal pada malam jum’at atau siangnya berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ( hadits dengan seluruh jalurnya hasan atau shahih )

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( tidaklah seorang muslim yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at melainkan Allah Melindunginya dari siksa kubur ).


4. Meninggal dalam keadaan syahid dimedan perang sebagaimana firman Allah Ta’alaa :

Artinya: ( dan janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang terbunuh dijalan Allah mati, tetapi mereka hidup diberi rizki disisi Tuhan mereka (169) Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepada mereka, dan memberi khabar gembira kepada orang-orang yang belum mengikuti mereka dibelakang janganlah mereka takut dan sedih (170) Mereka memberi khabar gembira dengan kenikmatan dari Allah dan karuniaNya dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan balasan bagi orang-orang beriman) (QS Ali Imran :169-171).


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( orang yang syahid mendapatkan enam perkara: diampuni dosanya sejak tetesan darahnya yang pertama, diperlihatkan tempatnya dalam surga, dijauhkan dari siksa kubur, diberi keamanan dari goncangan yang dahsyat dihari kiamat, dipakaikan mahkota keimanan, dinikahkan dengan bidadari surga, diizinkan memberi syafaat bagi tujuh puluh anggota keluarganya) (hadits shahih).


5. Meninggal ketika berjuang dijalan Allah (bukan terbunuh) berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( apa yang kalian nilai sebagai syahid diantara kalian ?) mereka berkata: Ya Rasulullah siapa yang terbunuh dijalan Allah maka dia syahid. Beliau berkata: ( jadi sesungguhnya para syuhada umatku sedikit ). Mereka berkata: lalu siapa mereka Ya Rasulullah ? Beliau berkata: ( barang siapa yang terbunuh dijalan Allah syahid, barangsiapa yang mati dijalan Allah syahid, barangsiapa yang mati karena wabah thaun syahid, barangsiapa yang mati karena penyakit perut syahid, dan orang yang tenggelam syahid).


6. Mati karena satu wabah penyakit tha’un, berdasarkan beberapa hadits diantaranya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( wabah tha’un merupakan kesyahidan bagi setiap muslim).( hadits shahih)


7. Mati karena penyakit dalam perut berdasarkan hadits diatas.


8. Mati karena tenggelam dan terkena reruntuhan berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( syuhada ada lima: yang mati karena wabah tha’un, karena penyakit perut, yang tenggelam, yang terkena reruntuhan, dan yang syahid dijalan Allah) ( hadits shahih).


9. Matinya seorang wanita dalam nifasnya disebabkan melahirkan anaknya:

Dari Ubadah bin Shamit radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjenguk Abdullah bin Rawahah dan berkata: beliau tidak berpindah dari tempat tidurnya lalu berkata: tahukah kamu siapa syuhada dari umatku ? mereka berkata: terbunuhnya seorang muslim adalah syahid. Beliau berkata: ( jadi sesungguhnya para syuhada umatku, terbunuhnya seorang muslim syahid, mati karena wabah tha’un syahid, wanita yang mati karena janinnya syahid [ditarik oleh anaknya dengan tali arinya kesurga]) ( hadits shahih ).


10. Mati karena terbakar dan sakit bengkak panas yang menimpa selaput dada ditulang rusuk, ada beberapa hadits yang terkait yang paling masyhur:

Dari Jabir bin ‘Atik dengan sanad marfu’ : ( syuhada ada tujuh selain terbunuh dijalan Allah: yang matu karena wabah tha’un syahid, yang tenggelam syahid, yang mati karena sakit bengkak yang panas pada selaput dada syahid, yang sakit perut syahid, yang mati terbakar syahid, yang mati terkena reruntuhan syahid, dan wanita yang mati setelah melahirkan syahid) (hadits shahih).


11. Mati karena sakit TBC berdasarkan hadits :

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( terbunuh dijalan Allah syahid, wanita yang mati karena melahirkan syahid, orang yang terbakar syahid, orang yang tenggelam syahid, dan yang mati karena sakit TBC syahid, yang mati karena sakit perut syahid) (hadits hasan).


12. Mati karena mempertahankan hartanya yang hendak dirampas. Dalam hal itu ada beberapa hadits diantaranya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( barangsiapa yang terbunuh karena hartanya ( dalam riwayat: barangsiapa yang hartanya diambil tidak dengan alasan yang benar lalu dia mempertahankannya dan terbunuh) maka dia syahid)
(hadits shahih).


13. Mati karena mempertahankan agama dan dirinya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( barangsiapa yang terbunuh karena hartanya syahid, barangsiapa yang terbunuh karena keluarganya syahid, barangsiapa yang terbunuh karena agamanya syahid, barangsiapa yang terbunuh karena darahnya syahid) ( hadits shahih).


14. Mati dalam keadaan ribath (berjaga diperbatasan) dijalan Allah. Ada dua hadits dalam hal itu salah satunya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( ribath sehari semalam lebih baik dari berpuasa dan qiyamul lail selama sebulan, dan jika mati maka akan dijalankan untuknya amalan yang biasa dikerjakannya, akan dijalankan rizkinya dan diamankan dari fitnah) ( hadits shahih).


15. Mati ketika melakukan amal shalih berdasarkan hadits:


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( barangsiapa yang mengucapkan: Laa ilaaha illallah mengharapkan wajah Allah lalu wafat setelah mengucapkannya maka dia masuk surga, barangsiapa berpuasa satu hari mengharapkan wajah Allah lalu wafat ketika mengerjakannya maka dia masuk surga, barangsiapa yang bersedekah dengan satu sedekah mengharapkan wajah Allah lalu wafat ketika mengerjakannya maka dia masuk surga)
( hadits shahih).


16.Orang yang dibunuh penguasa yang dhalim karena dia mendatanginya dan menasihatinya:


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muththalib dan seseorang yang mendatangi penguasa yang dhalim lalu dia memerintahkan yang baik dan melarang dari yang mungkar lalu dia dibunuhnya) Hadits dikeluarkan oleh Al Hakim dan dishahihkannya dan Al Khatib.


Ya Allah,
Jadikanlah amal terbaik kami pada penutupnya,
Jadikan sebaik-baik umur kami pada saat kami mengakhirinya, dan jadikan hari terbaik kami pada saat kami bertemu dengan-Mu ... Aamiin Allahumma amin.



Wallahu A’lam bishowab

::: MENCARI KARUNIA ALLAH ..



Bismillahirrahmannirahim,

Allah SW.T. berfirman:

"Apabila salat telah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS al-Jum-ah : 10)

"Sesungguhnya Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan pekerjaannya dengan baik." (QS al-Kahfi : 30)

Bekerja merupakan salah satu bentuk ibadah kita kepada Allah SWT, selain untuk memenuhi kebutuhan duniawi, bekerja bisa menjadi ladang amal yang subur apabila kita memanfaatkannya dengan baik, jujur dan halal. Ikhlas mengharapkan keridhoaan Allah akan menjadi sebuah keberkahan pada rezeki yang kita terima dari bekerja.


Bagaimana cara memotivasi dan menyalakan semangat dalam diri , sehingga menghasilkan produktivitas yang baik. ?


ETOS KERJA DALAM ISLAM

1. Selalu Melakukan Perhitungan dan Perencanaan.

Tanpa rencana, sudah bisa dipastikan hal atau pekerjaan yang kita kerjakan menjadi tidak maksimal dan tidak terarah. Namun kita tetap harus pandai jangan sampai terjebak pada perhitungan dan rencana-rencana saja tanpa melakukan sesuatu. Perjalanan seribu mil itu dimulai dengan langkah pertama.



Disipin dalam bekerja, dan tepat waktu dalam ibadah, adalah perencanaan yang seimbang. Bukankah setiap rizki yang kita usahakan , tetaplah Allah yang membukakan.

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok,
dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
(QS 59:18).



2. Menghargai Waktu.

Waktu pemegang peranan penting untuk meraih keberhasilan. Jika tak pandai memanfaatkan waktu, tentu saja kita jauh dari istilah keberhasilan. Kita bisa lihat orang yang sukses selalu memanfaatkan setiap detik waktunya dengan hal-hal lebih bermanfaat.


Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (QS 103:1-3).


3. Selalu Ingin Yang Terbaik.

Bekerjalah dengan kemampuan terbaik. Meskipun tidak ada yang melihat. Siapa yang menanam dialah yang menuai. Kalau kita menginginkan yang terbaik maka mulailah dengan usaha yang terbaik
Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain (QS 94:7).


4. Fastabiqul Khairat.

Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebajikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS 2:148).


5. Bersikap Mandiri dan Tawakal kepada Allah

Jangan pernah bergantung sesuatu hal pun kepada orang lain kecuali pada Allah. Karena bergantung dengan orang/makhluk bisa kecewa.
Kemandirian ekonomi ini dicontohkan oleh sahabat Abdurrahman bin Auf yang tidak mau diberi setengah harta dari Sa’ad bin Rabi di Madinah.


6. Senantiasa istiqomah dalam beribadah kepada Allah dan memperbanyak sedekah sebagai ungkapan rasa syukur


7. Jangan berlebih-lebihan dan berbuat kerusakan

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
[QS. Al Qoshosh (28) : 77]


Katakanlah : Siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah yang Dia keluarkan untuk hamba-hambanya dan rezeki yang baik-baik? Katakanlah (semuanya) itu untuk orang-orang yang beriman (saja) dalam kehidupan dunia dan tertentu untuk mereka saja pada hari kiamat . Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui ,

.... pakailah perhiasanmu pada setiap memasuki mesjid, makan dan minumlah , tapi jangan berlebih-lebihan . Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan QS Al A'raaf : 31-32)

Rasulullah saw telah bersabda dalam sebuah hadisnya, "Tidak ada satu pun makanan yang lebih baik dibandingkan makanan yang dihasilkan dari jerih payah tangan sendiri."

Bekerjalah .. karena sesungguhnya muslim yang kuat lebih Allah sukai daripada muslim yang lemah.




Wallahu a'lam bishawab,

22 TANDA IMAN KITA SEDANG SEDANG LEMAH ..




Bismillahirrahmannirahim,

Ada beberapa tanda-tanda yang menunjukkan iman sedang lemah. Setidaknya ada 22 tanda yang dijabarkan dalam artikel ini. Tanda-tanda tersebut adalah:



1. Ketika Anda sedang melakukan kedurhakaan atau dosa. Hati-hatilah,  Sebab, perbuatan dosa jika dilakukan berkali-kali akan menjadi kebiasaan. Jika sudah menjadi kebiasaan, maka segala keburukan dosa akan hilang dari penglihatan Anda. Akibatnya, Anda akan berani melakukan perbuatan durhaka dan dosa secara terang-terangan.


Ketahuilah, Rasululllah saw. pernah berkata, “Setiap umatku mendapatkan perindungan afiat kecuali orang-orang yang terang-terangan. Dan, sesungguhnya termasuk perbuatan terang-terangan jika seseirang melakukan suatu perbuatan pada malam hari, kemudian dia berada pada pagi hari padahal Allah telah menutupinya, namun dia berkata, ‘Hai fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begini,’ padahal sebelum itu Rabb-nya telah menutupi, namun kemudian dia menyibak sendiri apa yang telah ditutupi Allah dari dirinya.” (Bukhari, 10/486)


Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri yang si saat mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman.” (Bukhari, hadits nomor 2295 dan Muslim, hadits nomor 86)

 

2. Ketika hati Anda terasa begitu keras dan kaku. Sampai-sampai menyaksikan orang mati terkujur kaku pun tidak bisa menasihati dan memperlunak hati Anda. Bahkan, ketika ikut mengangkat si mayit dan menguruknya dengan tanah. Hati-hatilah! Jangan sampai Anda masuk ke dalam ayat ini, “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (Al-Baqarah:74)

 

3. Ketika Anda tidak tekun dalam beribadah. Tidak khusyuk dalam shalat. Tidak menyimak dalam membaca Al-Qur’an. Melamun dalam doa. Semua dilakukan sebagai rutinitas dan refleksi hafal karena kebiasaan saja. Tidak berkonsentrasi sama sekali. Beribadah tanpa ruh. Ketahuilah! Rasulullah saw. berkata, “Tidak akan diterima doa dari hati yang lalai dan main-main.” (Tirmidzi, hadits nomor 3479)

 

4. Ketika Anda terasas malas untuk melakukan ketaatan dan ibadah. Bahkan, meremehkannya. Tidak memperhatikan shalat di awal waktu. Mengerjakan shalat ketika injury time, waktu shalat sudah mau habis. Menunda-nunda pergi haji padahal kesehatan, waktu, dan biaya ada. Menunda-nunda pergi shalat Jum’at dan lebih suka barisan shalat yang paling belakang. Waspadalah jika Anda berprinsip, datang paling belakangan, pulang paling duluan. Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Masih ada saja segolongan orang yang menunda-nunda mengikuti shaff pertama, sehingga Allah pun menunda keberadaan mereka di dalam neraka.” (Abu Daud, hadits nomor 679)
Allah swt. menyebut sifat malas seperti itu sebagai sifat orang-orang munafik. “Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas.”
Jadi, hati-hatilah jika Anda merasa malas melakukan ibadah-ibadah rawatib, tidak antusias melakukan shalat malam, tidak bersegera ke masjid ketika mendengar panggilan azan, enggan mengerjakan shalat dhuha dan shalat nafilah lainnya, atau mengentar-entarkan utang puasa Ramadhan.

 

5. Ketika hati Anda tidak merasa lapang. Dada terasa sesak, perangai berubah, merasa sumpek dengan tingkah laku orang di sekitar Anda. Suka memperkarakan hal-hal kecil lagi remeh-temeh. Ketahuilah, Rasulullah saw. berkata, “Iman itu adalah kesabaran dan kelapangan hati.” (As-Silsilah Ash-Shahihah, nomor 554)

 

6. Ketika Anda tidak tersentuh oleh kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Tidak bergembira ayat-ayat yang berisi janji-janji Allah. Tidak takut dengan ayat-ayat ancaman. Tidak sigap kala mendengar ayat-ayat perintah. Biasa saja saat membaca ayat-ayat pensifatan kiamat dan neraka. Hati-hatilah, jika Anda merasa bosan dan malas untuk mendengarkan atau membaca Al-Qur’an. Jangan sampai Anda membuka mushhaf, tapi di saat yang sama melalaikan isinya.
Ketahuilah, Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al-Anfal:2)

 

7. Ketika Anda melalaikan Allah dalam hal berdzikir dan berdoa kepada-Nya. Sehingga Anda merasa berdzikir adalah pekerjaan yang paling berat. Jika mengangkat tangan untuk berdoa, secepat itu pula Anda menangkupkan tangan dan menyudahinya. Hati-hatilah! Jika hal ini telah menjadi karakter Anda. Sebab, Allah telah mensifati orang-orang munafik dengan firman-Nya, “Dan, mereka tidak menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali.” (An-Nisa:142)

8. Ketika Anda tidak merasa marah ketika menyaksikan dengan mata kepala sendiri pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan Allah. Ghirah Anda padam. Anggota tubuh Anda tidak tergerak untuk melakukan nahyi munkar. Bahkan, raut muka Anda pun tidak berubah sama sekali.
Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Apabila dosa dikerjakan di bumi, maka orang yang menyaksikannya dan dia membencinya –dan kadang beliau mengucapkan: mengingkarinya–, maka dia seperti orang yang tidak menyaksikannya. Dan, siapa yang tidak menyaksikannya dan dia ridha terhadap dosa itu dan dia pun ridha kepadanya, maka dia seperti orang yang menyaksikannya.” (Abu Daud, hadits nomor 4345).
Ingatlah, pesan Rasulullah saw. ini, “Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Kalau tidak sanggup, maka dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemahnya iman.” (Bukhari, hadits nomor 903 dan Muslim, hadits nomor 70)

 

9. Ketika Anda gila hormat dan suka publikasi. Gila kedudukan, ngebet tampil sebagai pemimpin tanpa dibarengi kemampuan dan tanggung jawab. Suka menyuruh orang lain berdiri ketika dia datang, hanya untuk mengenyangkan jiwa yang sakit karena begitu gandrung diagung-agungkan orang. Narsis banget!
Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman:18)
 

Nabi saw. pernah mendengar ada seseorang yang berlebihan dalam memuji orang lain. Beliau pun lalu bersabda kepada si pemuji, “Sungguh engkau telah membinasakan dia atau memenggal punggungnya.” (Bukhari, hadits nomor 2469, dan Muslim hadits nomor 5321)
 

Hati-hatilah. Ingat pesan Rasulullah ini, “Sesungguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemimpinan, dan hal itu akan menjadikan penyesalan pada hari kiamat. Maka alangkah baiknya yang pertama dan alangkah buruknya yang terakhir.” (Bukhari, nomor 6729)
“Jika kamu sekalian menghendaki, akan kukabarkan kepadamu tentang kepemimpinan dan apa kepemimpinan itu. Pada awalnya ia adalah cela, keduanya ia adalah penyesalan, dan ketiganya ia adalah azab hati kiamat, kecuali orang yang adil.” (Shahihul Jami, 1420).
 

Untuk orang yang tidak tahu malu seperti ini, perlu diingatkan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi, “Iman mempunyai tujuh puluh lebih, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu dari jalanan. Dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (Bukhari, hadits nomor 8, dan Muslim, hadits nomor 50)
“Maukah kalian kuberitahu siapa penghuni neraka?” tanya Rasulullah saw. Para sahabat menjawab, “Ya.” Rasulullah saw. bersabda, “Yaitu setiap orang yang kasar, angkuh, dan sombong.” (Bukhari, hadits 4537, dan Muslim, hadits nomor 5092)

 

10. Ketika Anda bakhil dan kikir. Ingatlah perkataan Rasulullah saw. ini, “Sifat kikir dan iman tidak akan bersatu dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” (Shahihul Jami’, 2678)

 

11. Ketika Anda mengatakan sesuatu yang tidak Anda perbuat. Ingat, Allah swt. benci dengan perbuatan seperti itu. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tiada kamu perbuat.” (Ash-Shaff:2-3)
Apakah Anda lupa dengan definisi iman? Iman itu adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan. Jadi, harus konsisten.

 

12. Ketika Anda merasa gembira dan senang jika ada saudara sesama muslim mengalami kesusahan. Anda merasa sedih jika ada orang yang lebih unggul dari Anda dalam beberapa hal.
Ingatlah! Kata Rasulullah saw, “Tidak ada iri yang dibenarkan kecuali terhadap dua orang, yaitu terhadap orang yang Allah berikan harga, ia menghabiskannya dalam kebaikan; dan terhadap orang yang Allah berikan ilmu, ia memutuskan dengan ilmu itu dan mengajarkannya kepada orang lain.” (Bukhari, hadits nomor 71 dan Muslim, hadits nomor 1352)
 

Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw., “Orang Islam yang manakah yang paling baik?” Rasulullah saw. menjawab, “Orang yang muslimin lain selamat dari lisan dan tangannya.” (Bukhari, hadits nomor 9 dan Muslim, hadits nomor 57)

 

13. Ketika Anda menilai sesuatu dari dosa apa tidak, dan tidak mau melihat dari sisi makruh apa tidak. Akibatnya, Anda akan enteng melakukan hal-hal yang syubhat dan dimakruhkan agama. Hati-hatilah! 
Sebab, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Barangsiapa yang berada dalam syubhat, berarti dia berada dalam yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanaman yang dilindungi yang dapat begitu mudah untuk merumput di dalamnya.” (Muslim, hadits nomor 1599)
Iman Anda pasti dalam keadaan lemah, jika Anda mengatakan, “Gak apa. Ini kan cuma dosa kecil. Gak seperti dia yang melakukan dosa besar. Istighfar tiga kali juga hapus tuh dosa!” Jika sudah seperti ini, suatu ketika Anda pasti tidak akan ragu untuk benar-benar melakukan kemungkaran yang besar. Sebab, rem imannya sudah tidak pakem lagi.

 

14. Ketika Anda mencela hal yang makruf dan punya perhatian dengan kebaikan-kebaikan kecil. Ini pesan Rasulullah saw., “Jangan sekali-kali kamu mencela yang makruf sedikitpun, meski engkau menuangkan air di embermu ke dalam bejana seseorang yang hendak menimba air, dan meski engkau berbicara dengan saudarmu sedangkan wajahmu tampak berseri-seri kepadanya.” (Silsilah Shahihah, nomor 1352)

Ingatlah, surga bisa Anda dapat dengan amal yang kelihatan sepele! Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menyingkirkan gangguan dari jalan orang-orang muslim, maka ditetapkan satu kebaikan baginya, dan barangsiapa yang diterima satu kebaikan baginya, maka ia akan masuk surga.” (Bukhari, hadits nomor 593)

 

15. Ketika Anda tidak mau memperhatikan urusan kaum muslimin dan tidak mau melibatkan diri dalam urusan-urusan mereka. Bahkan, untuk berdoa bagi keselamatan mereka pun tidak mau. Padahal seharusnya seorang mukmin seperti hadits Rasulullah ini, “Sesungguhnya orang mukmin dari sebagian orang-orang yang memiliki iman adalah laksana kedudukan kepala dari bagian badan. Orang mukmin itu akan menderita karena keadaan orang-orang yang mempunyai iman sebagaimana jasad yang ikut menderita karena keadaan di kepala.” (Silsilah Shahihah, nomor 1137)

 

16. Ketika Anda memutuskan tali persaudaraan dengan saudara Anda. “Tidak selayaknya dua orang yang saling kasih mengasihi karean Allah Azza wa Jalla atau karena Islam, lalu keduanya dipisahkan oleh permulaan dosa yang dilakukan salah seorang di antara keduanya,” begitu sabda Rasulullah saw. (Bukhari, hadits nomor 401)

 

17. Ketika Anda tidak tergugah rasa tanggung jawabnya untuk beramal demi kepentingan Islam. Tidak mau menyebarkan dan menolong agama Allah ini. Merasa cukup bahwa urusan dakwah itu adalah kewajiban para ulama. Padahal, Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong-penolong (agama) Allah.” (Ash-Shaff:14)

 

 18. Ketika Anda merasa resah dan takut tertimpa musibah; atau mendapat problem yang berat. Lalu Anda tidak bisa bersikap sabar dan berhati tegar. Anda kalut. Tubuh Anda gemetar. Wajah pucat. Ada rasa ingin lari dari kenyataan. Ketahuilah, iman Anda sedang diuji Allah. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji.” (Al-Ankabut:2)

Seharusnya seorang mukmin itu pribadi yang ajaib. Jiwanya stabil. “Alangkah menakjubkannya kondisi orang yang beriman. Karena seluruh perkaranya adalah baik. Dan hal itu hanya terjadi bagi orang yang beriman, yaitu jika ia mendapatkan kesenangan maka ia bersyukur dan itu menjadi kebaikan baginya; dan jika ia tertimpa kesulitan dia pun bersabar, maka hal itu menjadi kebaikan baginya.” (Muslim)


 

19. Ketika Anda senang berbantah-bantahan dan berdebat. Padahal, perbuatan itu bisa membuat hati Anda keras dan kaku. “Tidaklah segolongan orang menjadi tersesat sesudah ada petunjuk yang mereka berada pada petunjuk itu, kecuali jika mereka suka berbantah-bantahan.” (Shahihul Jami’, nomor 5633)

 

20. Ketika Anda bergantung pada keduniaan, menyibukkan diri dengan urusan dunia, dan merasa tenang dengan dunia. Orientasi Anda tidak lagi kepada kampung akhirat, tapi pada tahta, harta, dan wanita. Ingatlah, “Dunia itu penjara bagi orang yang beriman, dan dunia adalah surga bagi orang kafir.” (Muslim)

 

21. Ketika Anda senang mengucapkan dan menggunakan bahasa yang digunakan orang-orang yang tidak mencirikan keimanan ada dalam hatinya. Sehingga, tidak ada kutipan nash atau ucapan bermakna semisal itu dalam ucapan Anda.

Bukankah Allah swt. telah berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia’.” (Al-Israa’:53)
Seperti inilah seharusnya sikap seorang yang beriman. “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (Al-Qashash:55)


Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (Bukhari dan Muslim)

 

22. Ketika Anda berlebih-lebihan dalam masalah makan-minum, berpakaian, bertempat tinggal, dan berkendaraan. Gandrung pada kemewahan yang tidak perlu. Sementara, begitu banyak orang di sekeliling Anda sangat membutuhkan sedikit harta untuk menyambung hidup.
Ingat, Allah swt. telah mengingatkan hal ini, ”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf:31). Bahkan, Allah swt. menyebut orang-orang yang berlebihan sebagai saudaranya setan. Karena itu Allah memerintahkan kita untuk, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang terdekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (Al-Isra’:26)
Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah hidup mewah, karena hamba-hamba Allah itu bukanlah orang-orang yang hidup mewah.” (Al-Silsilah Al-Shahihah, nomor 353).

 


Wallahu a'lam bishawab,

: RAHMAT ALLAH SANGATLAH LUAS, MELIPUTI SEGALA SESUATU ..



Bismillahirrahmannirahim,

Ketika jiwa merenung ,
Diantara tiang-tiang yang mendukung kebahagiaan dan ketenangan jiwa adalah kesadaran bahwa di sana ada Rabb yang menyayangi setiap makhluk, mengampuni dan memaafkan orang yang memohon maaf. Karena itu , bergembiralah dengan rahmat Rabb yang luasnya meliputi langit dan bumi,

" Dan, rahmat Ku meliputi segala sesuatu " (QS Al A'raf : 156)

Dalam sebuah hadist sahih, diceritakan ketika seorang arab Badui tengah shalat berjamaah bersama Nabi. Pada saat tasyahud ia berkata : Ya Allah , berikanlah rahmat Mu kepada ku dan kepada Muhammad . Dan janganlah Engkau berikan rahmat kepada selain kami"

Seusai shalat, Rasul berkata : " Engkau telah membuat sesuatu yang luas menjadi sempit. Sesungguhnya rahmat Allah itu sangatlah luas , meliputi segala sesuatu. "


Kemudian dalam kisah yang lain , seorang ibu yang menjadi tawanan , lari sambil memeluk erat dan melindungi anaknya. Melihat hal itu , Rasul berkata : " Sesungguhnya Allah lebih menyayangi hamba-hamba Nya daripada (kasih sayang ) seorang Ibu terhadap anaknya"

Subhanallah ..

Allah subhana wa Ta'ala berfirman :

" Dan, adapun orang-orang yang takut kepada Kebesaran Rabb nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya (QS An Nazi'at 40-41)


Dalam sebuah hadist qudsi, diceritakan ada seorang yang sangat takut kepada Allah. Sebelum meninggal ia berpesan kepada keluarganya agar membakar jasad nya dan menyebarkan abunya di tanah, karena saking takutnya kepada Allah. Tapi kemudian Allah mengumpulkan abunya itu dan kemudian bertanya :

" Wahai hamba Ku, apa yang membuatmu melakukan semua ini ? "

Orang itu menjawab : Wahai Rabb ku, aku sangat takut kepada Mu, dan aku takut akan dosa-dosaku"

Maka kemudian Allah pun memasukkan nya ke surga.

Subhanallah ..


Kemudian , diceritakan pula sebuah kisah. Ketika ada seorang hamba yang berbuat melebihi batas, namun ia mentauhidkan Allah. Tak satupun kebaikan pada dirinya. Pekerjaannya selama di dunia adalah berdagang dan meleburkan hutang orang yang susah dan tidak mampu membayar. Maka Allah pun berkata :

" Aku lebih berhak untuk dermawan daripada Engkau. Ampunilah dia !" Dan kemudian Allah pun memasukkan nya ke dalam surga.

Subhanallah ..


Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah sedang melakukan shalat berjamaah. Seusai shalat, ada seseorang yang yang berdiri dan berkata : " Saya berhak dijatuhi hukuman, maka jatuhkanlah hukuman itu kepadaku "

Rasulullah bertanya : " Apakah tadi engkau shalat bersama kami "

"Ya" jawab orang itu

Rasulullah pun berkata : " Pergilah, Allah telah mengampunimu "


" Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah "
(QS Az Zumar : 53)

" Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya diri sendiri, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang " (QS An Nisa : 110)


Subhanallah .. Maha Besar dan penuh rahmat Nya Allah kepada hamba-hamba Nya ..



Wallahu a'lam bishawab,