Laman

Sabtu, 24 Mei 2014

Masih Yakin kita melihat dengan mata???


proses dalam kita melihat tidak sesimpel yg kita rasakan,,, mata dalam tubuh kita bukan alat untuk melihat seperti yg kita yakini selama ini,, mata hanya berfingsi sebagai penangkap cahaya,, cahaya yang terpantul dari objek yang kita lihat akan ditangkap oleh mata dan cahaya tersebut akan langsung diubah menjadi sinya2 elektrik didalam mata,, yang dimana sinyal2 elektrik akan diteruskan melalui syaraf2 dari mata menuju otak kita,, diotak inilah sinyal2 tersebut akan dikonversi menjadi pencitraan gambaran seperti yang kita lihat,,, kuat lemahnya cahaya yg masuk ke mata akan dikonversi menjadi terang dan gelap,, sedangkan perbedaan panjang gelombang cahaya yg masuk ke mata akan di konversi menjadi berbagai macam warna... kesimpulannya apa yg kita lihat selama ini bukanlah kenyataan yg hakiki, melainkan hanya sebuah interpretasi yang di terjemahkan oleh otak sesuai dengan inputan cahaya yg masuk kedalam mata,,,,
Jika mata hanya berfungsi sebagai penangkap cahaya kemudian mengkonversi cahaya menjadi sinyal elektrik, dan otak hanya mengkonversi sinyal elektrik menjadi sebuah gambaran,,, maka pertanyaannya,, siapakah yang selama ini melihat gambaran tersebut?? dan dimanakah yang selama melihat gambaran tersebut???

Cinta Menurut Kaum Sufi


Cinta diambil dari kata ‘habab’ (Gelembung air) yang selalu berada di atas air. Dikatakan demikian karena cinta merupakan puncak segalanya dalam hati.
Dikatakan pula bahwa Cinta itu berasal dari istilah ‘menetapi’. Jika dikatakan “dia mencintai unta, maka ia menetapi bersama unta dan tidak meningalkannya, seolah-olah orang yang jatuh cinta itu hatinya tidak pernah melupakan untuk mengingat kekasihnya.
Diceritakan bahwa kata ‘hubbu’ (cinta) diambil dari kata ‘al habbu’ sebagai bentuk plural dari kata ‘habbah’ (biji), sedangkan biji hati merupakan sesuatu yang berada dan menetap dalam hati. Dari sini cinta disebut benih (biji) karena Cinta adalah benih kehidupan.
Kemudian Cinta itu disebut tiang karena Cinta menaggung kesenangan dan penderitaan.
Cinta merupakan suatu tempat yang berisi air. Tempat ini penuh dengan air dan tidak ada tempat untuk lainnya. Demikian jika hati telah penuh dengan Cinta, maka tiada tempat untuk selain kekasihnya.
Dikatakan bahwa Cinta mendahulukan kekasihnya daripada semua yang menyertainnya.
Dikatakan bahwa Cinta setia kepada kekasihnya, baik ketika berhadapan dengannya atau tidak.
Abu Yazid Al-Busthami berkata “Cinta menganggap sedikit pemberian yang ia keluarkan dan menganggap banyak pemberian kekasih walaupun sedikit.”
Sahal bin Abdullah berkata “Cinta itu merangkul ketaatan dan menentang kedurhakaan.”
Al-Junaid berkata “Cinta adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat yang mencintainya.”
Abu Ali Ahmad Ar-Rudzabari berkata “Cinta adalah kesetiaan”
Abu Abdullah Al-Quraisy berkata “Hakikat Cinta jika kamu memberi, maka kamu memberikan semua yang kamu miliki kepada orang yang kamu Cintai, tanpa tersisa sedikitpun untukmu.”
Dalf Asy-Syibli berkata berkata “Disebut Cinta Karena Cinta menghapus hati dari ingatan semua selain yang dicintainya.”
Dalf Asy-Syibli berkata “Cinta, Jika kamu cemburu pada seorang kekasih, maka orang sepertimu adalah mencintainya.”
Ahmad bin Atha’ berkata “Cinta itu dahan-dahan yang ditancapkan dalam hati sehingga hati akan berbuah seperti kemampuan akal.”
Muhammad bin ali al-Kattani berkata “Cinta Harus lebih mengutamakan yang dicintai.”
“Cintamu kepada sesuatu bisa membuatmu buta dan tuli” (HR Abu Dawud nomer 5130 dalam ‘Al-Adab’, Musnad Imam Ahmad 5 Halaman 194, dan 6 Halaman 450)
Kata ‘hubbu’ terdiri dari dua huruf ; ha’ dan ba’. Isyarahnya bahwa orang yang Jatuh Cinta harus keluar dari ruh, badan dan hatinya seperti kesepakatan suatu kaum yang mengatakan bahwa Cinta itu adalah kesetiaan. Kesetiaan yang paling nyata adalah kesetiaan dalam hati. Cinta harus tidak kontradiksi karena orang yang jatuh cinta akan selalu bersama orang yang dicintainya. Dengan demikian, maka terjadilah komunikasi,”
“al mar-u man’a ihabba”, Seseorang akan bersama yang dicintainya. (HR Mutafaqun alaih)

Ilmu ini (Hakikat) hanya bisa turun dengan Kasih Sayang

Ilmu ini (Hakikat) hanya bisa turun dengan Kasih Sayang
Islam adalah agama damai, sejuk, indah, memberi keselamatan kepada pemeluknya dunia dan akhirat serta menjadi rahmat bagi seluruh alam. Siapapun yang menyentuh Islam akan ikut bahagia lahir dan bathin. Islam adalah agama yang mengajarkan pemeluknya untuk berakhlak yang baik dan bekasih sayang antara satu dengan lain. Junjungan kita Rasulullah SAW memberikan contoh akhlak yang baik itu dan membimbing para sahabat dan ummat zaman itu untuk berakhlak yang baik, saling sayang menyayangi dan saling mencintai satu sama lain. Begitu mendalam dan berbekas pengajaran akhlak dari Nabi kepada sahabat sehingga mereka bahkan lebih mencintai saudaranya dari mencintai diri sendiri.
Bukan hanya terhadap ummat, kepada musuhpun Nabi menunjukkan kasih sayang, memberikan maaf kepada orang yang menyakiti Beliau bahkan terhadap orang yang pernah ingin membunuh Beliau. Power kasih sayang yang tulus itulah yang menyebabkan Beliau bisa diterima oleh segala lapisan masyarakat Arab yang terpecah menjadi banyak kabilah dan suku.
Dalam Hadist Qudsi Allah berfirman :
“Kasih sayang-Ku pasti Ku berikan kepada mereka yang saling berkasih sayang di jalan-Ku, saling berkumpul memenuhi panggilan-Ku, saling memberi pada jalan-Ku dan saling berziarah berkunjung karena aku”. (HR. Ahmad, Hakim, Thabrani, Ibnu Hibban, dan Baihaqi dari Mu’az).
Apabila kita ingin dicintai oleh Allah, maka tebarkanlah kasih sayang kepada semua manusia di muka bumi ini terlebih lagi kepada kekasih-Nya. Selain dari Guru Mursyid, kita tidak tahu siapa diantara manusia yang berjalan dimuka bumi ini yang dekat dengan Tuhan dan makbul doanya sehingga tidak ada salahnya kalau kita berbuat baik dan menghargai semua orang sebagai bagian dari ajaran Rasulullah SAW. Bisa jadi orang yang kita lihat secara zahir bisa-biasa saja ternyata dialah orang yang paling dekat dengan Allah.
Berbuat baik dan menebarkan kasih sayang itu ibarat menam tanaman yang baik, semakin lama akan menuai hasil yang baik pula. Sebaliknya, berbuat jahat dan kemungkaran seperti menebarkan api yang akan bisa membakar dan memusnahkan diri sendiri.
Guru saya yang mulia memberikan nasehat, “Jangan pernah kau mendokan orang dengan doa yang buruk, karena kedudukanmu akan buruk pula di mata Tuhan”. Guru sangat melarang kita untuk mendoakan orang agar kena bala atau mendapat musibah, walaupun orang tersebut telaah berbuat jahat kepada kita. “Jika ada orang yang berbuat tidak adil kepada engkau, serahkan kepada Tuhan karena Dia lebih mengetahui hal yang tidak kau ketahui”, demikian nasehat Guru kepada saya.
Cara Nabi membina ummat Beliau zaman dulu kemudian diteruskan oleh para ulama pewaris Beliau sampai sekarang, sehingga tidak mengherankan kita lihat di kalangan pengamal Tarekat terutama yang masih satu Guru, diantara sesama murid benar-benar akrab secara lahir dan bathin. Mereka saling berkasih sayang, saling menghargai satu sama lain. Kedekatan dan keakraban semasa murid Guru bahkan melebihi kedekatan dengan saudara kandung. Memang para murid secara jasmani dilahirkan dari ibu yang berbeda akan tetapi secara rohani mereka “dilahirkan” dari Guru yang sama.
Sesama murid Guru, pada hakikatnya kedudukan kita sama, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah walaupun dalam pandangan zahir terkadang dibedakan dari tahun masuk tarekat, tahun dituakan atau jumlah suluk yang pernah di ikuti. Biarlah Guru dan Allah SWT yang memberikan penilaian terhadap kedudukan kita, sementara tugas kita hanya memperkuat tali persaudaraan sehingga rahmat Allah akan selalu mengalir kepada kita semua. Begitu tingginya nilai persaudaraan dan persahabatan sehingga Allah menjadi orang ketiga diantara dua orang yang bersahabat sebagaimana Firman Allah :
“Aku adalah yang ketiga dari antara dua orang yang bersahabat selama salah seorang diantaranya tidak berkhianat. Bila salah seorang berkhianat kepada temannya, maka aku keluar diantara keduanya.” (HR. Abu Daud dan Hakim dari Abu Hurairah).
Saya mengakhiri tulisan singkat ini dengan mengutip ucapan Guru, “Ilmu ini (Hakikat) hanya bisa turun dengan Kasih Sayang dan kau pun menyampaikannya dengan kasih sayang, tanpa kasih sayang maka ilmu ini tidak akan bisa turun (tidak bisa diajarkan)”. Maknanya, ilmu-ilmu hakikat yang sangat tinggi nilainya hanya bisa turun (mengalir) dari Guru kepada para murid dan dari murid kepada orang lain harus dengan kasih sayang. Itulah sebabnya dalam terekat yang diutamakan bukan zikir atau ibadah akan tetapi Hadap (sopan santun) kepada Guru karena itu merupakan kunci turunnya seluruh ilmu dan karunia Allah SWT.