Laman

Kamis, 20 Februari 2014

Ikhlas Dalam Ramai Dalam Sunyi


Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany, 10 Ramadhan, tahun 545, H. di Madrasahnya
Orang yang beriman adalah orang yang hijrah dari nafsunya, lalu berguru kepada seorang Syeikh yang bisa mendidiknya memberikan pengetahuan, dan terus belajar dari kecil hingga mati. Kemudian terus membaca Al-Qur’an, kemudian mendalami Sunnah Rasulullah Saw, maka ia akan mendapatkan taufiq dari Allah Swt. Karena ia mengamalkan apa yang diketahui menuju kepada Allah azza wa-Jalla.

Sepanjang ia mengamalkan ilmunya, ia akan diberi ilmu oleh Allah yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Hatinya teguh dalam berpijak, dan ikhlas dalam melangkah menuju Allah azza wa-Jalla.
Bila anda mengamalkan ilmu anda, tetapi tidak membuat anda dekat pada Allah azza wa-Jalla, anda pun tidak menemukan indahnya ibadah dan kemseraan denganNya, ketahuilah bahwa anda sesungguhnya belum mengamalkannya, karena anda telah terhijab oleh cacat-cacat dalam amal anda. Apa cacat-cacat itu?

Riya’, kemunafikan dan keta’juban pada diri sendiri. Wahai orang yang beramal, ikhlaslah! Jika tidak, anda jangan berpayah-payah dalam Muroqobah pada Allah azza wa-Jalla ketika khalwat maupun ketika berada dalam keramaian. Karena orang munafiq malah senang pamer ketika dalam keramaian, dan orang yang ikhlas tidak peduli apakah dalam ramai atau dalam sunyi, sama saja.

Bila anda melihat orang yang sangat pesolek atau wanita pesolek, pejamkan mata nafsumu, hawa nafsumu dan nalurimu, lalu ingatlah pada pandangan Allah Azza wa-Jalla kepadamu, bacalah:
“Dan kamu tidak berada dalam suatu keadaan…” (Q.S. Yunus:61)

Waspadalah pada pandangan Allah azza wa-Jalla dan pejamkan kedua matamu dari memandang yang diharamkan. Ingatlah pada Dzat yang anda tidak bisa menhindari pandangan dan pengetahuanNya. Bila anda sudah tidak membantah dan kontra pada Allah azza wa-Jalla maka ubudiyah anda padaNya sempurna dan anda menjadi hamba yang benar-benar hambaNya, tergolong orang-orang yang disebutkan:
“Sesungguhnya hamba-hambaKu, kamu (Iblis) tidak bisa menguasai (menggodanya).” (Q.S. Al-Hijr:42)

Bila syukurmu benar-benar terwujud pada Allah azza wa-Jalla, Allah mengilhami makhluknya untuk berterimakasih padamu, menyayangimu, pada saat itulah tidak ada peluang lagi bagi syetan dan kroninya.

Anda jangan sampai meninggalkan berdoa sebagai prinsip, jangan sampai sibuk berdoa hanya untuk mencari dispensasi. Doa itu adalah ketenggelaman jiwa dan pembebasan bagi yang tertahan sampai mendapatkan jalan keluar dari tahanannya dan masuk dalam Sang Maha Diraja.

Jadikan akal sehat anda , bahwa meninggalkan doa itu tidak baik sama sekali. Namun anda berdoa, anda butuh niat dan akal sehat serta pengetahuan dan mengikuti jejak orang yang berpengetahuan. Anda tidak memikirkan apa yang datang dari Allah Azza wa-Jalla dan apa yang ada pada diri orang-orang yang shaleh, dan karena itulah prasangka anda buruk pada mereka. Janganlah anda berilusi dengan pangkal agama dan perilaku ruhanimu pada mereka, jangan sampai anda kontra dengan mereka dalam semua aktivitasnya sepanjang mereka tidak kontra dengan aturan syariat, karena mereka berada di sisi Allah azza wa-Jalla baik secara lahir maupun batin.

Hati mereka tidak akan tenang sebelum meraih keselamatan dari Allah azza wa-Jalla. Karena itu kemarilah wahai hamba Allah Azza wa-Jalla di muka bumi. Wahai ahli zuhud kalian mengetahui sesuatu tetapi kalian tidak meraih kebaikan. Masuklah kemari mempelajari kitabku, sampai anda saya ajari tentang suatu hal yang tak pernah anda temukan selama ini. Dalam hati ada kitab, dan dalam rahasia batin juga ada kitab, dalam nafsu kita juga ada kitab, serta dalam tubuh kita juga ada kitab, semuanya merupakan derajat-derajat dan maqom serta langkah-langkah yang berbilang.

Langkah pertama saja anda tidak benar, bagaimana anda melangkah ke tahap kedua? Islam anda saja tidak benar, bagaimana anda sampai pada iman? Iman anda pun tidak benar bagaimana anda bisa sampai pada Iiqon (yaqin)? Iiqon anda juga tidak benar bagaimana sampai kema’rifatan dan kewalian?
Berakal sehatlah anda, tapi anda tidak menggunakannya. Masing-masing anda ingin menjadi pemimpin, tetapi anda tidak memiliki pirantinya? Anda baru bisa jadi pemimpin jika anda sudah bisa zuhud dari dunia, zuhud dari nafsu, kesenangannya, watak dan hasratnya. Kepemimpinan itu turun dari langit bukan dari bumi. Kewalian itu datang dari Allah azza wa-Jalla bukan datang dari makhluk. Jadilah diri anda sebagai pengikut, bukan yang diikuti, dan jadilah kalian sebagai sahabat bukan yang disahabati. Bumikan dirimu dalam kehinaan dan kesembunyian.

Bila anda meraih sesuatu di hadapan Allah azza wa-Jalla berbeda dengan Dari harapanmu, maka pada saatnya Dia mendatangimu. Maka pasrahkanlah dirimu padaNya, tinggalkan merasa bisa atas upayamu, kekuatanmu, kontramu dan sahabatmu dan nafsumu.
Bersahabatlah dengan ubiyah-mu, yaitu melaksanakan smeua perintah dan menjauhi laranganNya, serta bersabar atas bencana-bencana.

Dasar perkara seperti itu adalah tauhid dan kekokohannya, dan asasnya adalah amal yang sholeh. Namun, betapa tidak kokohnya bangunan anda, niat anda saja tidak benar bagaimana anda bicara? Sedangkan diammu pun juga tidak benar, bagaimana bicaramu benar pada orang lain, sebagai pengganti para Rasul? Karena para Rasul adalah para penceramah, ketika para Rasul wafat maka Allah azza wa-Jalla menetapkan para Ulama yang mengamalkan ilmunya, dan mereka dijadikan sebagai pewarisnya.

Siapa yang ingin berada di maqom sebagai pengganti Rasul harus menjadi manusia paling suci di zamannya, yang paling mengenal aturan dan ilmunya Allah azza wa-Jalla.
Namun mereka menganggap masalah ini sepele, hai orang-orang bodoh terhadap Allah azza wa-Jalla dan rasulNya, wali-waliNya yang shaleh dari para hambaNya!

Wahai orang yang bodoh pada dirinya, pada watak, dunia dan akhiratnya, celakalah kalian ini! Diamlah kalian ini sampai datangnya orang yang ilmunya mengalahkan nafsunya, berbicara dan menghidupkan jiwa kalian, menegakkan dan membangkitkan kalian.
Itulah ilmu yang bermanfaat. Bagaimana tidak demikian, karena ia telah menutup pintu makhluk dan membuka Pintu Allah azza wa-Jalla, yaitu Pintu Agung. Jika penutupan pintu dan pembukaan pintu ini benar pada seorang hamba, maka ia akan kehilangan dukungan manusia, namun ia akan khalwat, lalu datanglah pakaian dalam hatinya, datang pula kunci-kunci yang mampu menyingkap kulit-kulit dan yang ada adalah isi.

Pintu hawa nafsu tertutup, lalu ia menang dalam pergumulan jiwa, lalu terbukalah jalan menuju Allah azza wa-Jalla, lalu muncullah ketekunan atas hasratnya yang selaras dengan ketekunan pendahulu-pendahulunya dari para Nabi dan Rasul Saw, serta para WaliNya. Ketekunan itu tidak lain adalah ketekunan bersih tanpa kotoran, ketekunan tauhid tanpa syirik, ketekunan pasrah total tanpa kontra padaNya, ketekunan jujur tanpa dusta, ketekunan pada Allah azza wa-Jalla, bukan pada makhluk, ketekunan pada Sang Penyebab, bukan pada akibat.

Ketekunan-ketekunan inilah yang digapai oleh para pemimpin agama, raja-raja ma’rifat, yang disebut sebagai Rjalul Haq Azza wa-Jalla, para kaum terpilihNya, parakekasihNya, yang senantiasa sebagai pembela agamaNya dan mereka adalah pecinta agamaNya.

Celakalah kalian, bagaimana anda mengklaim mengikuti thariqah kaum sufi sedangkan anda musyrik dengan lainNya? Anda ini tidak punya iman, sedangkan di muka bumi ini masih ada yang anda takuti dan anda harapkan. Anda tidak bisa zuhud di dunia selama di dunia masih ada yang kau harapkan. Anda tidak bertauhid selama anda masih memandang yang lainNya dalam perjalananmu menuju kepada Allah azza wa-Jalla.

Orang yang ‘arif senantiasa asing di dunia dan akhirat dan zuhud dari dunia dan akhirat, serta zuhud dari segala hal selain Allah azza wa-Jalla secara total, karena tak ada yang kesenangan sedikit pun selain padaNya.

Hai kaumku… Dengarkan sesuatu dariku, jangan sampai ada prasangka buruk dalam hatimu. Bagaimana tidak, kalian berprasangka dan menggunjingku, padahal aku sangat sayang pada kalian, aku memikul beban kalian, menjahit amal-amal kalian yang compang camping dan memohonkan syafa’at untuk kalian pada Allah azza wa-Jalla, memohonkan ampunan dosa-dosa kalian?

Siapa yang kenal aku, ia tidak akan berpaling dariku sampai mati, kesenangan dan kenikmatan, makan dan minumnya serta pakaiannya pun, tidak ada yang mengalahkan kesenangannya bersamaku.

Anak-anak sekalian… Bagaimana kalian tidak mencintaiku, akulah yang sangat berkehendak untuk kebahagiaanmu, bukan untuk kepentinganku! Aku ingin kemanfaatan ada dalam hidupmu, kebersihan dirimu dari kekuasaan dunia yang mematikan dan penuh tipudaya itu, sampai kapan terus mengikuti jejak dunia? Sebentar lagi dunia berpaling dari kalian dan membnuh kalian. Sedangkan Allah azza wa-Jalla tidak membiarkan kekasihNya bersama dunia bahkan tak sejenak pun. Dia tidak menginginkan kekasihNya merasa aman dengan dunia, tidak membiarkan bersama dunia dan yang lainnya.

Justru Dialah bersama mereka dan mereka bersamaNya. Selamanya hati mereka hanya untukNya, berdzikir di sisiNya, hadir. Sedangkan pada yang lainNya, ia menolak hanya kepadaNya ia menghadap.