Laman

Jumat, 01 Mei 2015

Benci, Cinta dan Suluk


Menurut psikolog ternama Amerika George A. Miller setiap detik lebih dari 2 juta informasi masuk ke alam bawah sadar manusia dan informasi-informasi tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif. Informasi-informasi yang masuk sebagian akan tersimpan di alam bawah sadar kemudian mempengaruhi cara berfikir dan bertindak. Kalau informasi lebih banyak positif dari negatif maka perilaku kita akan menjadi positif sementara kalau informasi yang diterima alam bawah sadar lebih banyak negatif maka akan membentuk perilaku yang negatif pula.
Lingkungan akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia karena dari lingkungan manusia memperoleh informasi-informasi sehari-hari. Lingkungan yang baik dengan nilai-nilai positif akan membentuk perilaku positif sementara lingkungan buruk akan membentuk perilaku buruk pula. Orang tua adalah lingkungan pertama dari seorang anak, dari orang tua dia memperoleh nilai-nilai pertama, kalau nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua baik maka anak akan menjadi baik sementara kalau nilai-nilai yang ditanamkan orang tua tidak baik akan membuat anak-anak tidak baik. Nabi dalam hadist menyampaikan pesan berupa peringatan kepada orang tua akan tanggung jawabnya, “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah dan orang tualah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi”
Karena anak ibarat kain putih tanpa noda maka peran orang tua akan sangat menentukan akan masa depan anak, membentuk perilaku dan menentukan takdir dari anak itu dikemudian hari. Anak yang lahir dari keluarga dimana kedua orang tuanya pemarah, sifat itu akan menurun kepada anak.
Orang tua yang tidak disiplin, kemudian menerapkan disiplin kepada anak, maka yang diikuti oleh anak bukan ucapan orang tua, tapi perilaku orang tuanya, hasilnya si anak tidak akan menjadi disiplin. Seorang Bapak yang suka merokok di depan anaknya (menunjukkan sikap yang tidak disiplin terhadap kesehatan), kemudian dia menerapkan disiplin belajar untuk anaknya, di alam sadar anak akan patuh namun di alam bawah sadar si anak akan berontak karena diperintah oleh orang yang tidak disiplin.
Maka untuk mengubah perilaku anak tidak harus menggunakan cara-cara yang canggih dan luar biasa, cukup dengan mengubah diri kita maka anak akan mengikuti dengan sendirinya. Sama halnya dengan seorang pemimpin, ketika apa yang diucapkan berbeda dengan apa yang dilakukan maka ucapan-ucapannya tidak akan berbekas di hati orang-orang yang dia pimpin.
Seorang pemimpin yang sering berbicara tentang moral, menganjurkan warganya berakhlak yang baik, tidak berbuat maksiat bahkan yang berbuat maksiat ditangkap dan dipermalukan di depan orang ramai tapi si pemimpin sendiri diam-diam melakukan hal-hal yang dia larang, maka ucapan-ucapannya tidak akan berbekas bahkan alam secara pasti akan memberikan hukuman kepada dia di sadari ataupun tidak.
Itulah sebabnya sebagian pemimpin yang tampil bak malaikat tanpa cela, memberikan hukuman-hukuman atas pelanggaran moral, dikemudian hari sang pemimpin justru jatuh di tempat yang sama, dipenjara sebagai koruptor atau tertangkap basah melakukan perbuatan-berbuatan asusila.
Hal ini terjadi karena dia melarang sesuatu yang dia sendiri tidak sanggup mematuhi atau dia terlalu membencinya. Ketika kebencian terhadap sesuatu berlebihan, maka kita memberikan energi yang kuat untuk menarik hal-hal yang dibenci dan tanpa sadar kita menarik diri menjadi orang yang kita benci.
Coba perhatikan dengan seksama, orang-orang yang atas nama agama kemudian dia membenci agama lain secara berlebihan, tanpa sadar dalam beberapa hal dia akan mengikuti perilaku dari agama yang dibenci.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Kebencian mengandung energi negatif yang membuat pribadi kita semakin jauh dari nilai-nilai kebenaran. Kebencian akan menguras kebaikan-kebaikan dan menarik keburukan dalam diri kita.
Sementara Cinta kebalikan dari benci akan memberikan energi positif yang membuat hidup semakin tercerahkan. Hakikat dari ibadah harus didasari oleh cinta bukan karena takut sesuatu ataupun benci terhadap sesuatu. Kebencian berlebihan terhadap apapun tidak akan memberikan kebaikan kepada anda. Bagaimana sikap anda terhadap orang berbuat maksiat, orang-orang yang melanggar perintah agama? Anda harus kasihan kepada mereka atas ketidakberdayaannya dan berdoa agar Allah membuka hati dan menuntun mereka bukan memberikan energi benci kepada mereka.
Maka akan menarik disimak ucapan Rabi’ah ketika dia ditanya tentang kebencian terhadap sesuatu. Seseorang bertanya kepada Rabi’ah al Adawiyah,
“Rabi’ah, apakah kau membenci setan?”
Rabi’ah menjawab, “Cintaku kepada Allah tidak menyisakan sedikitpun kebencian kepada selain Dia”.
Ucapan seperti Rabi’ah dia atas hanya bisa keluar dari seseorang yang jiwanya telah tercerahkan, hatinya telah disucikan dan bathinnya telah terbebas dari kebencian sehingga dalam hatinya hanya ada Cinta dan kasih sayang.
Cara paling baik untuk menghilangkan kebencian dalam hati adalah dengan menghapus informasi-informasi negatif dalam alam bawah sadar dan mengisi dengan informasi-informasi positif sehingga kita melihat sesuatu dengan pandangan positif. Bagaimana caranya???
Allah yang Maha Penyayang telah membuka rahasia untuk membersihkan alam bawah sadar manusia dari informasi negatif dengan jalan iktikaf selama 10 hari dibawah bimbingan Sang Master Yang Arif dan Bijaksana. Selama 10 hari tidak satupun informasi dari luar yang masuk dan disaat yang sama akan terbuka alam Rabbaniah mengisi alam bawa sadar manusia dengan Energi Murni, Energi Ilahi, mengisi alam bawah sadar dan Qalbu manusia dengan informasi yang langsung dari Allah Ta’ala sehingga manusia kembali menjadi normal, fitrah, mengikuti kodrat manusia.
Manusia-manusia yang telah mengikuti training dibawah bimbingan Allah Ta’ala selama 10 hari akan menjadi manusia yang sempurna secara lahir dan bathin. Secara zahir selama 10 hari dia hanya makan makanan yang sehat menurut standar manusia, makanan yang dimasak oleh orang yang terbebas dari fikiran-fikiran kotor dan menjaga kesucian diri dengan tidak batal wudhuk dan menjaga kesucian bathin dengan tidak memikirkan hal-hal bersifat duniawi. Makanan sehat zahir bathin itu yang mengisi raga nya selama 10 hari sementara makanan-makanan rohani yang diambil dari Alam Tak Terhingga dari sisi Allah Ta’ala akan mengisi alam bawah sadar dan qalbunya sehingga disana hanya ada satu energi yaitu energi Ilahi.

Training Allah Ta’ala (2)


    Training Allah Ta’ala berupa suluk bukanlah training biasa, itu adalah satu-satunya sekolah ruhani yang resmi dari Allah Ta’ala. Lewat suluk ruhani murid dinaikkan secara bertahap dari satu maqam ke maqam berikutnya sampai mencapai tahap makrifat yang sempurna, memandang Wajah Allah SWT Yang Maha Agung dan Maha Sempurna. Siapa yang bisa menuntun ruhani murid demikian sempurnanya? Dia adalah Mursyid yang Kamil Mukamil yang dalam dirinya telah bersemayam Arwahul Muqadasah Rasulullah yang bisa mensucikan seluruh ruhani orang-orang yang beserta dengannya.
    Dalam suluk, menusia secara bertahap akan melewati alam Jabarut menuju alam Malakut dan sampai ke Alam Rabbani. Ketika ruhani murid mencapai alam Malakut maka dia sudah pasti diizinkan oleh Allah Ta’ala berjumpa dengan para malaikat, bahkan dengan hubungan yang sangat akrab. Maka suluk yang berkualitas pasti mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang dijanjikan dalam Al-Qur’an dan Hadist. Syariat membahas sifat-sifat dan tugas dari malaikat, sedangkan di suluk ruhani murid akan dipertemukan langsung dengan malaikat sehingga murid bisa membedakan mana setan, mana manusia dan mana malaikat.
    Itulah sebabnya maka di dunia ini tidak ada training yang bisa menandingi kehebatan suluk bahkan tidak ada yang bisa menyamainya. Lalu kenapa ada orang yang telah melakukan suluk berpuluh kali tidak mempunyai pengalaman seperti yang saya tuliskan di atas?
    Pertama, dia tidak sungguh-sungguh melaksanakan suluk, mengikuti aturan yang ada atau memiliki niat tidak murni. Kedua, suluk yang diikuti tidak seusai dengan apa yang tetapkan Rasulullah, bisa jadi Guru yang membimbingnya tidak memiliki kualifikasi sebagai seorang pemimpin suluk yang memahami secara mendalam ruhani seluruh murid yang mengikuti suluk.
    Dalam suluk murid dianjurkan untuk tidak banyak berbicara bahkan dibatasi jumlah perkataan, bertanya hanya untuk hal yang sangat penting, tidak mendengar hal-hal yang tidak bermanfaat, mengurangi tidur dan mengurangi makan, memperbanyak zikir siang dan malam. Dengan mengurangi berkata, maka Qalbu akan semakin “hidup” terkoneksi dengan Allah SWT siang dan malam, otak pun tidak diberi kesempatan untuk mengolah informasi karena setiap kita berbicara pasti otak mempersiapkan apa-apa yang akan kita bicarakan. Dengan mengurangi berkata selama dalam suluk maka semakin mudah kita berkomunikasi dengan Allah SWT lewat zikir yang intensif.
    Suluk juga melatih murid untuk disiplin dalam ibadah dan dalam kehidupan sehari-hari. Shalat tepat waktu secara berjamaah, zikir tepat waktu, makanpun tepat waktu secara bersama. Rasa persaudaraan akan semakin kuat diantara peserta suluk. Keakuan dan kesombongan secara pelan akan memudar karena semua diperlakukan dengan sama tanpa memandang status sosial dan pangkat duniawi yang disandangnya. Suluk adalah sarana paling ampuh untuk membina ukuwah Islamiah, mencintai saudara seperti mencintai diri sendiri seperti yang disampaikan Nabi dalam hadist Beliau.
    Kalau anda telah jenuh dengan rutinitas dunia, segudang masalah tersimpan di memori otak anda yang sulit terhapus dan gairah hidup semakin menurun, maka suluk adalah solusi yang tepat untuk men-Charger kembali energi hidup anda sehingga keluar dari suluk anda menjadi pribadi yang benar-benar baru, penuh semangat serta menelusuri kehidupan dunia ini dengan tanpa keraguan.
    Suluk memiliki keunikan tersendiri, walaupun anda pernah melakukan suluk ketika memgikuti suluk berikutnya pasti anda rasakan perbedaannya walaupun aturan-aturannya sama. Saya pribadi hampir 40 kali mengikuti suluk dan pengalaman yang saya rasakan setiap suluk selalu berbeda. Setiap suluk pasti ada hal baru, ilmu baru, pengalaman ruhani baru yang sulit diceritakan dengan kata-kata.
    Guru pernah memberikan nasehat, “Semakin bertambah umurmu seharusnya semakin banyak sulukmu”. Pada akhirnya kita tidak lagi menghitung berapa jumlah suluk yang telah kita tempuh. Syarat paling minimal harus 3 kali suluk dan paling bagus 7 kali agar memahami lebih mendalam. Tapi selanjutnya suluk adalah kebutuhan paling dasar seorang murid, dalam suluk Guru mentransfer ilmu-ilmu khusus kepada murid. Walaupun seorang murid berada 24 jam bersama Guru dia tetap wajib melakukan suluk. Hanya dalam suluk terjadi transfer ilmu langsung dari Allah yang murni dan hanya dalam suluk ruhani si murid diangkat tingkatannya.
    Ketika suluk berakhir, ada 9 nasehat penting diberikan Guru untuk murid sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dengan berpedoman kepada 9 nasehat penting tersebut maka murid akan selalu berada dalam Alam Suluk walaupun dia tidak melakukan suluk. Salah satu dari 9 nasehat penting adalah “Jangan kembali kepada perbuatan yang munkar, seperti…”. Setelah selesai suluk, jasmani dan ruhani murid kembali sehat dan segar sehat dengan demikian untuk menjaganya kondisi ini, murid harus manjaga diri untuk tidak melakukan hal-hal tercela yang dilarang agama. Perbuatan munkar akan menambah noda dalam Qalbu dan ketika Qalbu tertutupi dengan noda maka komunikasi dengan Allah akan terganggu.
    Dalam tahap tertentu, kita akan bisa memahami ucapan tokoh sufi terkenal Rabi’ah al-Adawiyah yang tidak takut neraka dan tidak mengharapkan surga. Seorang sufi tidak melakukan dosa bukan karena takut ancaman neraka atau takut tidak kebagian kapling di surga, dia menjaga Qalbu nya tetap bersih agar setiap saat dia selalu bisa bersama Sang Kekasih.

Training Allah Ta’ala (1)


Melanjutkan tulisan Benci, Cinta dan Suluk…
Suluk merupakan satu-satunya training yang diciptakan oleh Allah untuk manusia dengan begitu sempurnanya, atas hasil riset dari para Nabi dan kemudian disempurnakan oleh para Wali mengikuti perkembangan zaman dan sesuai dengan kebutuhan manusia dizamannya.
Suluk adalah media untuk membentuk manusia sejati, manusia yang mengenal Allah secara hakiki tanpa keraguan sedikitpun. Suluk akan mampu meng-upgrade kondisi ruhani manusia dari tidak mengenal Allah menjadi manusia yang mencapai tahap makrifat, mengenal Allah dengan sebenarnya.
Salah satu hadap atau aturan dalam suluk adalah “Dilarang memikirkan hal-hal yang bersifat duniawi walaupun itu berhubungan dengan Kebaikan”. Selama 10 hari tidak ada informasi dari luar yang masuk ke alam fikiran, hanya getaran zikir dari Dzat Maha Tinggi yang disalurkan lewat chanel-Nya yaitu Waliyammursyida.
Kalau ada iktikaf/suluk kemudian mengizinkan pesertanya berdiskusi, membaca buku-buku agama dan mengaji maka itu bukanlah suluk/Iktikaf dalam makna sebenarnya. Barangkali itu hanya belajar mempraktekkan kata Iktikaf dalam hadist tanpa bimbingan dari seorang Master yang ilmunya diturunkan secara berkesinambungan langsung dari Rasulullah SAW.
Membaca Al-Qur’an atau Hadist, kemudian melakukan apa yang disampaikan disana tanpa atau yang menuntun, tanpa ada Guru Ahli yang telah berpuluh-puluh bahkan beratus kali mempraktekkan lewat bimbingan Guru sebelumnya, maka apa yang dipraktekkan akan jauh dari makna yang sebenarnya. Sama halnya mempraktekkan ilmu dokter tanpa pernah menempuh pendidikan di fakultas kedokteran dibimbing oleh dokter senior yang berpengalaman maka ilmu yang dipraktekkan akan melenceng jauh dari aturan-aturan ilmu kedokteran.
Aturan-aturan dalam suluk sedemikian bagusnya tidak akan memberikan makna apa-apa kalau tidak ada Guru Master yang benar-benar ahli yang bisa menyalurkan energi Ketuhanan. Karena inti dari Suluk adalah bisa mengambil energi Ilahi yang dengan energi itulah manusia bisa berhubungan dengan Allah lewat ibadah-ibadah yang dilakukannya sehari-hari.
Ruh dari ibadah adalah seorang hamba bisa berkomunikasi secara baik dengan Allah, dan ini tidak mungkin bisa didapat kalau hanya mempraktekkan ibadah langsung seperti yang diajarkan syariat. Nabi bertahun-tahun melakukan khalwat (suluk) di Gua Hira’ untuk memperoleh ruh ibadah, komunikasi yang sempurna dengan Allah lewat bimbingan seorang Master yang berpangkat Jibril.
Jibril adalah sosok yang memiliki tingkat ruhani bisa mengajarkan ilmu-ilmu Ketuhanan kepada manusia, khususnya kepada Nabi/Rasul. Jibril adalah pangkat yang disandang oleh sosok yang telah sempurna ilmu kerohaniannya. Kalau anda mencari Jibril maka sampai kiamatpun tidak akan pernah bertemu, tapi kalau anda mencari sosok yang memiliki pangkat rohani Jibril, barangkali Allah akan menuntun anda kesana.
Jangankan Jibril sebagai pangkat rohani, mencari seorang Gubernur yang berpangkat duniawi pun anda tidak akan pernah bisa menjumpai sampai anda mendapatkan informasi yang lengkap tentang Gubernur. Anda harus bertanya dulu Gubernur dari daerah mana, berkuasa pada periode berapa, barulah anda berjumpa dengan sosok dibalik pangkat Gubernur. Kalau anda ingin berjumpa dengan Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017, maka sosok di balik pangkat tersebut adalah orang bernama Joko Widodo atau akrab di panggil dengan Jokowi. Kalau yang anda maksud Gubernur DKI periode sebelumnya maka bukan Jokowi orangnya, atau anda ingin berjumpa dengan Gubernur Jawa Barat, anda harus mempunyai data spesifik tentang tahun Gubernur itu memerintah sehingga anda akan berjumpa dengan sosok dibalik pangkat tersebut.
Pangkat kerohanian tertinggi adalah Rasul, utusan Allah yang antara dia dengan Allah tidak memiliki jarak. Apa yang diucapkan Rasul itupula yang diucapkan Allah dan sebaliknya. Rasul ibarat speaker yang menterjemahkan getaran Maha Dahsyat dari Alam Rabbani menjadi bahasa yang bisa dipahami oleh manusia di bumi. Kenapa Rasul adalah pangkat kerohanian tertingggi karena dalam diri Rasul bersemayam Nur Allah yang Maha Tinggi, bersemayam wasilah sebagai alat komunikasi antara manusia dengan Allah. Jibril dan Malaikat memiliki pangkat kerohanian di bawah Rasul. Kalau manusia bisa mengenal Rasul secara zahir bathin maka dia sudah pasti bisa mengenal Jibril dan melaikat juga secara zahir bathin.

Obrolan Santai 4 Sahabat di Sore Jum’at


Diskusi hari Jum’at dengan 3 sahabat saya, mas paijo, bang Regar dan bang Yusuf (anggap aja nama samaran), tentang perkembangan dakwah tarekat menjadi sebuah perenungan saya sampai hari ini. Masing-masing kami berada di pulau terpisah, bang regar di pulau jawa, mas paijo dan bang yusuf di Kalimantan sedangkan saya sedang berada di pulau sumatera. Tentu diskusi kami bukan menggunakan power gaib, meraga sukma atau terbangnya rohani berkumpul ke satu tempat seperti wali-wali dulu, kami hanya menggunakan “syafaat” dari teknologi berupa BBM smile emotikon . Saya sangat yakin mas paijo dan bang regar punya kemampuan untuk terbang rohani nya dalam sekejab kemanapun dia pengen, itu hanya permainan anak-anak bagi mereka, cuma mereka sangat menghargai teknologi yang sudah susah payah diciptakan oleh saudara kita dibelahan dunia sana, maka diskusinya cukup via bbm saja smile emotikon
Diskusi ini saya kutip apa adanya, agar sahabat pembaca bisa lebih paham, kawan-kawan dalam diskusi ini profilnya sbb : Bang Yusuf adalah seorang dosen, Beliau sudah Doktor, jenis orang Kolerik Melankolis, suara nge-Bass dan berwibawa, Bang Regar adalah seorang pengusaha sukses, Kolerik Melankolis yang sedang belajar jadi orang Senguin, senang humor dan orangnya enjoy dan Mas Paijo adalah seorang yang selalu berusaha, optimis, saat ini sedang menekuni bisnis Ayam potong…
Bang Yusuf : Assalamu’alaikum wr. Wb Abangda semua…bermula dari diskusi kecil…mudahan ada manfaatnya.
Mas Paijo : Wa’alaikum salam… salam sejahtera untuk kita semua (kirain mas paijo mo pidato tadi he he).
Bang Regar : Yes! (Lho jawab salam koq pake yes?!?)
Sufimuda : Wa’alaikum salam, hadir
Bang Yusuf : Mohon Izin utk memulai…Guru memandang ku dengan bersedih…seakan beliau berkata jgn berdiam diri… surau mungkin sedang “bermasalah”.
Sufimuda : Menyimak…
Mas Paijo : Lanjutkan bang yusuf…
Sufimuda : Jam 3 tadi sepulang shalat Jum’at saya menangis lama tiba2 ditempat dzikir, teringat Guru kita, mungkin ada hub dgn yg mo disampaikan bang yusuf, silahkan bang
Bang Yusuf : Sepertinya masalah surau banyak dan blunded… namun saya ingin mengobrol dulu dan yang ringan2 saja…jika perlu sedia cemilan dan minuman…
Bang Regar : Yup…
Saya berfikir gmana cara ngirim makanan dan minuman via BBM ya, setahu saya teknologi Tele- transportasi belum berhasil diciptakan sampai saat ini
Sufimuda : Silahkan, saya lagi santai menunggu azan magrib…
Mas Paijo : Surau sepi abangda semua…
Sufimuda : Benar mas Paijo, ditambah masalah dialami oleh setiap ikhwan…
Bang Regar : Kembali ke khitah.. this time for how to be, not how to have..
Bang Yusuf : Guru telah menanamkan pada saya dan sy meyakini bahwa itu juga tertanam pada abangda semua..
Sufimuda : Tadi cerita tentang mimpi bang yusuf belum selesai…ttg Guru memandang dengan wajah sedih.
Mas Paijo : Pasti itu bang Yusuf…
Bang Yusuf : Sedihnya Guru kita…sy persepsikan…seperti yg bang Regar bilang…this time how to be… bergerak…action…dimulai…dari yang kecil dan dapat melakukan…untuk sesuatu yang dpt…menggerakkan semua…
(Kening saya berkerut, ini bang Yusuf lagi diskusi dengan kawan seperguruan atau sedang mengajar mahasiswanya ya, penyakit S3 nya keluar ni..)
Sufimuda : Menurut sy, kuncinya di “Power” tanpa itu semua tidak berdaya..
Bang Regar : Absolutely…
Mas Paijo : Power Guru unlimited dengan power begitu mampu menaungi anak muridnya.. itu mimpi saya di datangi Guru.. power kita bisa besar kalau terhubung dengan big generator yg unlimited juga..
Sufimuda : Itu phenomena setiap tarekat sahabat semua, di tinggalkan Sang Guru para murid berubah fokus ke materi. Tarekat X, berebut kekuasaan dan harta termasuk berebut posisi pewaris Guru, tarekat Y sama saja. Ada yang bisa kembali ke jalur tapi banyak yang hanyut, hanyut dalam bentuk hilang jamaah atau jamaah banyak tapi tidak berpower.
Bang Yusuf : Wah..wah… yang ringan ringan saja…
Sufimuda : Kalau yg ringan ndak usah di bahas disini bang Yusuf, tiap malam wirid ke surau aja, ngobrol ama anak surau smile emotikon Dalam pandangan bang Regar ini udah paling ringan dibahas, boleh bang yusuf ksh contoh yg ringan biar diskusi kita lebih nyambung…
Bang Yusuf : Pewaris Guru adalah Guru Mursyid yg “dipersiapkan”…. Ada guru ada murid…mungkinkah atau akankah..saya dan abangku semua yang ada di room ini…”murid yang dipersiapkan”?????
(Dari banyak tanda seru yang diketik bang Yusuf, kelihatannya ini pertanyaan serius), ini yang menjadi renungan saya, setiap Guru mempersiapkan pewaris ilmunya, mungkinkah Sang Guru juga mempersiapkan para murid untuk melanjutkan berguru kepada pewaris Guru?
Mas Paijo : Murid yang lagi di masukkan kawah candradimuka biar tahan banting, tahan pukul dsb…tp jgn lama2 Tuhan bisa patah kalau terus2an… frown emotikon
(Gaya protes mas paijo ini khas para pengabdi smile emotikon )
Bang Regar : Sy Jujur, sdh 1 bulan ini rajin pagi petang,, kl gk bisa petang, ya malam lah.. Minimal buat diri sendiri n keluarga lah generatornya.
Sufimuda : Ya Bang Regar, jadi ingat kata-kata Guru 6 bulan sebelum Beliau Berlindung Kehadirat Allah, “Suatu saat nanti kalian sulit dapat syafaat (pertolongan)” harus diperjuangkan sungguh2 baru syafaat turun.
Bang Regar : Benar Bang Sufimuda… Pilar tarekat harus ditegakkan kembali..Agak bosan juga, ngomong kaya kaya, harus kembali ke ngomong berbuat berbuat. Sy yakin 100 persen, jamaah sudah rindu “ketharekatan”… Klu berbuat, kaya pasti di lewati. Krn kaya bukan tujuan, merupakan lintasan smp pada Yang Maha Kaya.
Mas Paijo : yg berobat butuh power lebih bro.. harus ada generator besar utk menghandle hal tsb..
Bang Regar : Skrg saatnya berjuang dan berdoa, jika sungguh sungguh berjuang dan berdoa menegakkan fatwa Guru,, Beliau pasti turun tangan, trust me.
Sufimuda : Benar Bang Regar, kalau istiqamah dzikir, akan melimpah juga.
Mas Paijo : (Memberikan jempol)
Sufimuda : Tangan Tuhan ada di atas tangan mrk… tangan mrk yang lemah, namun penuh harap dan sungguh2 maka tangan Tuhan akan menguatkan tangan mereka.
Mas Paijo : Dzikir Ayam..
(Keluar ni ke isengan mas Paijo sebagai pengusaha Ayam potong, koq dzikir Ayam??)
Sufimuda : Ayam bahaya di dzikirkan Mas Paijo, bisa mati, wadahnya gk sanggup menampung dzikir mas paijo he he Tapi kalau Ayam mati, sekali kali boleh dicoba hidupkan pakai dzikir “Hayyum Qayyum ya Jalzala li wal ikhram” he he
Mas Paijo : he he
Bang Regar : Dan Beliau pasti turun tangan bro, I trust it… Dimana murid siap, disitu Guru datang, bukan bgt ungkapannya
Sufimuda : Nah itulah kunci nya bang Regar, sangat sepakat
Bang Regar : sy fikir, kembali hidupkan segala amalan yg di tinggalkan Guru kepada kita, Tahlil, duduk pagi petang, jam langkah, sedekah, dll
Sufimuda : Benar b Regar! Makanya suluk ke depan saya mengajak kita semua untuk suluk bersama-sama, kita jolok karunia bersama-sama.
Mas Paijo : (kasih jempol)
Sufimuda : Udah kita jolok rame2 juga gk turun, gampang, tinggal kita tonjok aja ipar dani kita ha ha ha
Bang Regar : ha ha
Bang Regar : Bang Sufimuda, dzikir tadi berlaku gak utk menghidupkan yang sudah “mati”.
Sufimuda : Sangat berlaku bang regar, Dia Maha Hidup..
Diskusi kemudian berlanjutkan ke hal-hal ringan seputar kehidupan sehari-hari, begitulah para sahabat kalau bertemu walau tidak bertatap muka tapi tetap hidup diskusinya se olah-olah berjumpa. Tanpa terasa sudah memasukan halaman ke 4 saya menulis ulang diskusi Jum’at lalu, biasanya saya menulis 2-3 halaman saja. Sebelum sy tutup, kita liat tulisan bang Yusuf dengan Gaya dosen nya yg membuat mas paijo kesal berikut ini :
Bang Yusuf : Pertanyaan reflektif ini saya utarakan untuk lebih mendrive arah diskusi ini :1. Akankah. 2. Mungkinkah. 3. Bukankah.. sebagai “murid yang dipersiapkan”. Pilih salah satu….
Mas Paijo : maksud pertanyaan bang yusuf apa sich bro…?
Saya dan bang regar tidak menanggapi kekesalan Mas Paijo, kami terus ngobrol tentang hal-hal lucu, kembali mas Paijo nanya..
Mas Paijo : Itu maksud pertanyaan bang yusuf apaan bro? Itulah pertanyaan org S3 ndak paham ane…
Kami tidak menjawab pertanyaan mas Paijo tentang maksud pertanyaan bang Yusuf, biarlah bang yusuf dengan keunikannya dan Mas Paijo dengan kebingungannya. Kalau Mas Paijo nanya ke saya, paling saya jawab : “Hanya Allah dan Rasul-Nya yang tahu!”.
Jujur, saya sangat senang sore Jum’at itu, saya senang karena Allah mengirimkan kepada saya sahabat-sahabat terbaik yang selalu bisa diajak diskusi tentang apapun.

KONTAK ROHANI


Manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Diri rohani adalah inti daripada manusia. Diri rohani yang merupakan mitra dari diri jasadi (jasmani) dapat mengadakan kontak dengan diri rohani manusia lainnya, baik semasa masih sama-sama hidup atau sama-sama sudah mati atau salah seorang sudah mati dan yang lainnya masih hidup. Diri rohani tidak mengalami kematian, sedangkan yang mengalami kematian adalah diri jasadi.

Kontak Rohani Semasa Hidup
Kontak rohani semasa masih hidup yang sering juga dinamakan kontak batin seperti :
Antara imam dan makmum dalam shalat; Seorang makmum wajib berniat menjadi makmum dan konsekwensinya dia harus mengikuti imam sepenuhnya. Manakala makmum menyalahi perbuatan imam atau tidak sesuai dengan apa yang dilakukan imam, umpamanya imam sujud dia rukuk, imam tahiyat dia berdiri dan seterusnya, maka shalat si makmum tadi menjadi batal.
Antara anak dengan kedua orang tua; Hubungan betin kasih sayang, perasaan tanggung jawab antara kedua orang tua dan anak, dan sebaliknya, merupakan fitrah manusia. Banyak dalil dalam Al Qur’an maupun Al Hadist bahwa orang tua bertanggung jawab terhadap anaknya dalam masalah nafkah, pendidikan, agama, dan sebagainya. Sebaliknya anak disuruh berbakti dan tidak boleh durhaka kepada kedua orang tuanya. (Q.S. Al Isra 17:23).
Antara suami dan isteri; Dengan akad nikah yang sah, maka terjadilah suatu hubungan atau ikatan batin yang kuat antara suami dan istri dan keluarga kedua belah pihak. Dengan akad nikah terjadilah mwaddah, rasa kasih sayang antara keduanya yang merupakan berkahnya nikah (Q.S. Ar Rum 30:21) dan menimbulkan suatu ikatan janji yang suci lagi kokoh kuat antara keduanya, yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing (Q.S. An Nisa’ 4:21).
Antara murid dengan guru; Tidak ada di atas dunia ini seseorang memperoleh ilmu tanpa melalui guru, langsung atau tidak langsung. Seorang murid dengan sungguh-sungguh menuntut ilmu dari gurunya, dan seorang guru dengan tulus ikhlas memberikan pendidikan dan pengajaran kepada muridnya, sehingga dengan demikian terjadilah hubungan, kontak batin yang harmonis antara keduanya. Murid yang mendapatkan ilmu pengetahuan dari gurunya dengan cara demikian akan memperoleh ilmu yang berkah dan bermanfaat.
Antara murid/salik dan Syekh Mursyid; Sama halnya antara murid dengan guru sekolah, bagitu pulalah halnya antara murid/salik dengan Syekh Mursyidnya, ada hubungan bathin yang sangat kuat satu dengan lainnya. Kalau antara murid dengan guru di kelas adalah transfer of knowledge, mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), maka antara murid/salik dengan Syekh Mursyid adalah Transfer of Spiritual, mentransfer masalah-masalah kerohanian, membina iman dan taqwa (imtak). Masalah kerohanian adalah sangat halus dan tinggi yang dasar utamanya adalah wahyu dari Allah SWT. Karena itulah persyaratan Syekh Mursyid, jauh lebih sulit dan tinggi dibandingkan dengan guru di depan kelas. Syekh Mursyid adalah seorang yang berkualitas wali, karena dia membimbing rohani murid dalam berzikir dan beribadah. (Q.S. Al Kahfi 18:27).

Kontak Rohani Orang Hidup dengan Orang yang Meninggal dan Sebaliknya
Sesungguhnya arwah di alam barzah itu masih hidup, bsai mendengar, melihat, mengetahui dan berkomunikasi baik antara sesama arwah orang yang sudah meninggal, maupun dengan arwah orang yang masih hidup. Dalam kajian tasawuf, arwah para Nabi dan wali-wali Allah semasa hidupnya, arwahnya hidup di alam Syahadah dan juga hidup atau dapat berkomunikasi di alam gaib.
Seorang Syekh Mursyid dapat membimbing muridnya dari jarak tanpa batas baik semasa dia masih hidup maupun dia telah meninggal dunia karena sesungguhnya arwah para wali itu hidup disisi Allah. Sebagai contoh Syekh Abdul Wahab Rokan semasa Perang Aceh sekitar tahun 1890-an pernah di photo oleh tentara belanda ikut sebagai penjuang dipihak pasukan Aceh sehingga Belanda menganggap Beliau sebagai pemberontak. Padahal pada saat yang sama Beliau tidak pernah keluar dari rumahnya ber zikir/suluk selama berhari-hari. Saidi Syekh Dermoga Barita Raja Muhammad Syukur pernah menolong muridnya yang tenggelam di laut dan membawanya ke darat dengan selamat padahal pada saat yang sama Beliau sedang makan dengan santai di rumah Beliau. Lalu siapa yang mengangkat orang di laut? Atau siapa yang ikut dalam perang?
Hal-hal seperti ini bukan hal yang asing dalam Tarekat dan tentu saja kalau diuraikan penomena yang dialami oleh para pengamal tarekat sangat banyak dan sangat unik serta ajaib.
Di antara sesama kita pun bisa saling berkomunikasih secara rohani asal lengkap memenuhi rukun dan syaratnya. Pengkajian masalah roh atau diri rohani ini dan hubungan roh satu dengan roh lainnya, merupakan masalah pokok dan amat penting dalam kajian tasawuf dan tarekat. Tentang roh dapat kita ketahuai dengan jelas dari Firman Allah :
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati diiwaktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Az Zumar 39:42)
Menalaah tafsir ayat ini, baik dari tafsir Depag maupun tafsir Ibnu Qayyim dalam bukunya “Ar Ruh” dapat disimpulkan bahwa :
Roh orang yang meninggal keluar dari jasadnya dan roh itu ditahan oleh Allah SWT.
Roh orang yang tidur dilepaskan oleh Allah untuk kembali kepada jasadnya sampai dengan dia meninggal, sesuai dengan ajal yang ditetapkan baginya.
Roh Nabi, roh Rasul dan roh orang saleh yang tidur mengembara ke alam atas, alam malakut, alam rabbani dan dapat melihat kejadian yang telah lalu, sekarang dan yang akan datang. Dari penglihatannya itu kadang-kadang menzahir dan menjelma sebagai mimpi, maka mimpinya itu dinamakan mimpi yang benar atau ar ru’yatush-shalihah.

Kontak Rohani dengan Allah
Roh yang telah disucikan kemudian diajarkan cara berzikir kepada Allah barulah bisa mengadakan kontak dengan Allah dalam Shalatnya (Q.S. Al A’laa, 87:14-15). Tanpa disucikan terlebih dahulu mustahil roh kita bisa berhubungan dengan Allah karena Allah adalah Zat Maha Suci dan Maha Tinggi. Disinilah pentingnya kedudukan seorang Syekh Mursyid bukan hanya membimbing secara jasmani akan tetapi bisa mensucikan rohani sang murid dengan Nur Allah yang dititipkan dalam dadanya. Tentu saja seorang murid harus mengenal guru semasa Gurunya masih hidup, pernah bertemu dengan guru nya (berziarah) sehingga benar-benar mengenal Guru nya, dengan demikian akan terjadi kontak rohani baik semasa Guru nya masih hidup maupun sudah meninggal begitu juga sebaliknya. Banyak orang tersesat karena mencari Guru Rohani di hutan-hutan, di pinggir laut menunggu datang Nabi Khidir atau berzikir sendiri di rumah meninggu datangnya Syekh Abdul Qadir atau Syekh lainnya. Cara demikian justru akan semakin jauh kita dengan hakikat sebenarnya karena syetan dengan mudah datang menyerupai orang yang kita inginkan. Berguru secara rohani harus pernah perjumpa terlebih dahulu secara jasmani agar benar-benar terjaga.
Bukan hal mustahil seorang hamba yang telah disucikan dan dibimbing sampai ke tahap Makrifatullah bisa berkumunikasi dengan Allah dan bahkan melihat wajah-Nya karena roh itu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Kalau kita belum bisa berkomunikasi dengan Allah dalam artinya yang sebenarnya, belum bisa mendengar suara-Nya dan belum bisa melihat wajah-Nya berarti kita belum sampai ke tahap Makrifatullah. Kalaupun ada yang mengaku telah mencapai maqam Makrifatullah namun belum bisa memenuhi kriteria diatas maka makrifat nya hanya sampai kepada pemahaman saja atau makrifat kepada sifat dan nama-Nya belum kepada makrifat Zat-Nya. Carilah seorang Guru Mursyid yang benar-benar bisa mengantarkan rohani kita sampai ke tahap Makrifatullah karena hanya itu satu-satunya jalan yang paling aman untuk sampai ke hadirat-Nya.
Semoga Allah memberikan kita kesempatan untuk mengenal-Nya serta mengabdi dengan ikhlas kepada-Nya.

Untuk Apa Kita Ada?


Kalau direnungi secara dalam, seorang manusia hadir di dunia benar-benar hanya sesaat saja, seperti sekejab mata jika di bandingkan dengan usia bumi yang sudah sangat tua. Ibarat matahari yang nampak terlihat, terbit dan tenggelam begitu lah perjalanan hidup manusia di dunia ini. Yang membedakannya, matahari terbit dan tenggelam kemudian terbit lagi dan tenggelam lagi dan seterusnya, sementara seorang manusia terbit dan tenggelam, kemudian tidak akan pernah terbit lagi untuk selamanya.
Kehidupan yang sesaat diberikan oleh Tuhan kepada manusia tidak lain agar manusia bisa memberikan pengabdian terbaik kepada-Nya, kepada sesama manusia dan seluruh alam sehingga manusia tersebut benar-benar menjadi orang yang bermanfaat. Sebagian lahir dengan mengikuti kodrat alamiah manusia sebagai pengabdi untuk membuat kehidupan di bumi menjadi lebih baik.
Sementara sebagian manusia hidup di dunia ini dalam kondisi tidak kreatif, lahir menjalani kehidupan, kemudian meninggal dunia, berlalu seperti debu yang tertiup angin di musim panas. Kehadiran dan ketidakhadirannya di dunia tidak memberikan pengaruh apa-apa, dan inilah kebanyakan manusia.
Ada juga manusia yang hadir di dunia ini memberikan warna hitam, kehadirannya mempersuram kehidupan di muka bumi dengan berbagai kerusakan yang dilakukannya. Setelah dia berlalu sesuai dengan umur yang diberikan Tuhan, dia kemudian meninggalkan warisan hidup berupa kekacauan dan ketidakserasian.
Tentang hal ini, saya teringat pertanyaan Guru kepada saya, “Untuk apa Tuhan menciptakan daun jelatang?”. Jelatang adalah salah satu jenis semak yang batang dan daunnya sangat gatal bila disentuh. Jelatang sepintas lalu tidak bisa dimanfaatkan untuk apapun oleh manusia, hanya mengganggu saja. Saya tidak bisa menjawab pertanyaan Guru tentang jelatang tersebut dan kemudian Beliau menjawab sendiri, “Untuk meramai-ramaikan dunia”.
Jadi kehadiran Jelatang di muka bumi ini hanya untuk membuat bumi menjadi ramai, tidaka lebih dan tidak kurang. Lalu bagaimana kehadiran kita di dunia yang fana ini? Apa sama dengan Jelatang?
Tuhan menciptakan rumput untuk dimakan kambing, Tuhan menciptakan kambing untuk dimakan manusia, Tuhan menciptakan manusia untuk?
Tuhan menciptakan plankton untuk di makan ikan, Tuhan menciptakan ikan untuk dimakan manusia, Tuhan mencipakan manusia untuk?
Kalau kita tidak mengetahui untuk apa tujuan Tuhan menciptakan manusia, berarti kehadiran kita di dunia ini sama dengan kehadirat ikan, rumput, kambing dan lain-lain, hanya sebagai pelengkap agar dunia ini menjadi ramai.
Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan yang sangat istimewa, untuk mengabdi kepada-Nya lewat ibadah dan lewat aktifitas sehari-hari yang bisa memberikan manfaat kepada semua. Nabi juga pernah memberikan nasehat tentang hal ini dimana manusia terbaik menurut Beliau adalah manusia yang paling bermanfaat untuk sesama.
Semakin memberikan manfaat kepada sesama, maka semakin baik nilai manusia dimata Allah dan Rasul-Nya. Atas dasar itu, harapan Nabi kepada Ummatnya agar dalam kehidupan yang dijalani hendaknya bisa menjadi rahmat bagi keluarga, lingkungan dan bisa menjadi rahmat bagi seluruh Alam.
Dalam kehidupan yang sangat singkat ini, mari kita renungkan dalam-dalam tentang apa yang telah kita lakukan di dunia ini, apakah telah sesuai dengan tujuan penciptaan sebagai pengabdi yang memberikan manfaat untuk semua atau keluar dan tujuan tersebut, memberikan kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan manusia dan makhluk lain.
Semoga kita termasuk jenis manusia yang kehadiran kita di dunia dalam waktu singkat bisa memberikan warna indah bagi dunia dan isinya sehingga ketika kita kembali kehadirat-Nya akan disambut oleh Allah dengan penuh kerinduan, karena kita telah menyelesaikan tugas-Nya sebagai penyebar kebaikan di muka bumi.

Sufi Road : Kesiapan Menerima Pancaran Cahaya


Datangnya anugerah itu menurut kadar kesiapan jiwa, sedangkan pancaran cahayaNya menurut kadar kebeningan rahasia jiwa.
Anugerah, berupa pahala dan ma’rifat serta yang lainnya, sesungguhnya terga tung kesiapan para hamba Allah. Rasulullah saw, bersabda:
“Allah swt berfirman di hari qiamat (kelak): “Masuklah kalian ke dalam syurga dengan rahmatKu dan saling menerima bagianlah kalian pada syurga itu melalui amal-amalmu.” Lalu Nabi saw, membaca firman Allah Ta’ala “Dan syurga yang kalian mewarisinya adalah dengan apa yang kalian amalkan.” (Az-Zukhruf: 72)
Adapan pancaran cahaya-cahayaNya berupa cahaya yaqin dan iman menurut kadar bersih dan beningnya hati dan rahasia hati. Beningnya rahasia hati diukur menurut kualitas wirid dan dzikir seseorang.
Dalam kitabnya Lathaiful Minan, Ibnu Athaillah as-Sakandary menegaskan, “Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala menanamkan cahaya tersembunyi dalam berbagai ragam taat. Siapa yang kehilangan taat satu macam ibadah saja dan terkaburkan dari keselarasan Ilahiyah satu macam saja, maka ia telah kehilangan nur menurut kadarnya masing-masing. Karenanya jangan mengabaikan sedikit pun atas ketaatan kalian. Jangan pula merasa cukup wirid anda, hanya karena anugerah yang tiba. Jangan pula rela pada nafsu anda, sebagaimana diklaim oleh mereka yang merasa dirinya telah meraih hakikat dalam ungkapannya, sedangkan hatinya kosong…”Jangan keblinger dengan Cahaya atau bentuk Cahaya sebagaimana tergambar dalam pengalaman mengenai Cahaya lahiriyah, baik yang berwarna warni atau satu warna. Cahaya batin sangat berhubungan erat dengan kebeningan batin, tidak ada rupa dan warna yang tercetak. Melainkan pancaran Cahaya keyakinan total kepadaNya.Perihal pancaran Cahaya ini, beberapa item pernah kita ungkap di edisi 2006, namun masih relevan untuk kita renungkan kembali, dan tertuang dalam kitab Al-Hikam:
“Bagaimana hati bisa cemerlang jika wajah semesta tercetak di hatinya? Bagaimana bisa berjalan menuju Allah sedangkan punggungnya dipenuhi beban syahwat-syahwatnya? Bagaimana berharap memasuki hadhirat Ilahi sedangkan ia belum bersuci dari jinabat kealpaannya? Atau bagaimana ia faham detil rahasia-rahasiaNya, sedangkan ia tidak taubat dari kelengahannya?”
Semesta kemakhlukan adalah awal dari hijab Cahaya, dan ikonnya ada pada nafsu syahwat dan kealpaannya.
“Siapa yang cemerlang di awal penempuhannya akan cemerlang pula di akhir perjalannya.” Kecemerlangan ruhani dengan niat suci bersama Allah dalam awal perjalanan hamba, adalah wujud pantulan Cahaya yang diterima hambaNya, karena yang bersama Allah awalnya akan bersama Allah di akhirnya.
“Orang-orang yang sedang menempuh perjalanan menuju kepada Allah menggunakan petunjuk Cahaya Tawajuh (menghadap Allah) dan orang-orang yang sudah sampai kepada Allah, baginya mendapatkan Cahaya Muwajahah (limpahan Cahaya). Kelompok yang pertama demi meraih Cahaya, sedangkan yang kedua, justru Cahaya-cahaya itu bagiNya. Karena mereka hanya bagi Allah semata, bukan untuk lainNya. Sebagaimana dalam Al-Qur’an, “Katakan, Allah” lalu tinggalkan mereka (selain Allah) terjun dalam permainan.” Itulah hubungan Cahaya dengan para penempuh dan para ‘arifun, begitu jauh berbeda.
“Cahaya adalah medan qalbu dan rahasia qalbu. Cahaya adalah pasukan qalbu, sebagaimana kegelapan adalah pasukan nafsu. Bila Allah hendak menolong hambaNya, maka Allah melimpahkan padanya pasukan-pasukan Cahaya, dan memutus lapisan kegelapan dan tipudaya.”
Wilayah Cahaya adalah qalbu, ruh dan sirr. Cahaya akan memancar sebagai instrument, wujud adalah hakikat yaqin yang memancar melalui instrumen pengetahuan yang dalam tentang Allah.
“Allah mencahayai alam lahiriyah melalui Cahaya-cahaya makhlukNya. Dan Allah mencahayai rahasia batin (sirr) melalui Cahaya-cahaya SifatNya. Karena itulah cahaya semesta lahiriyah bisa sirna, dan Cahaya qalbu dan sirr tidak pernah sirna.”
“Pencerahan Cahaya menurut kebeningan rahasia batin jiwa”.
“Sholat merupakan tempat munajat dan sumber penjernihan dimana medan-medan rahasia batin terbentang, dan di dalamnya Cahaya-cahaya memancarkan pencerahan.” Karena itu cita dan hasrat anda, hendaknya pada penegakan sholat, bukan wujud sholatnya.
“Apabila cahaya yaqin memancar padamu, pasti anda lebih dekat pada akhirat dibanding jarak anda menempuh akhirat itu sendiri. Dan bila anda tahu kebaikan dunia, pasti menampakkan gerhana kefanaan pada dunia itu sendiri.” Maksudnya, nuansa ukhrowi menjadi lapisan baju anda, yang melapisi Nuansa Ilahi. Segalanya terasa dekat tanpa jarak padamu.
“Tempat munculnya Cahaya adalah hati dan rahasia jiwa. Cahaya yang ditanamkan dalam hati adalah limpahan dari Cahaya yang menganugerah dari khazanah rahasia yang tersembunyi. Ada Cahaya yang tersingkapkan melalui makhluk-makhluk semesta, dan ada Cahaya yang tersingkapkan dari Sifat-sifatNya. Terkadang hati berjenak terhenti dengan Cahaya-cahaya, sebagaimana nafsu tertirai oleh alam kasar dunia.” Itulah ragam Cahaya, ada Cahaya muncul dari kemakhlukan ada pula Cahaya SifatNya. Tetapi, jangan sampai Cahaya jadi tujuan, agar tidak terhijabi hati kita dari Sang Pemberi Cahaya, sebagaimana terhijabinya nafsu oleh alam kasar dunia.
“Cahaya-cahaya rahasia jiwa ditutupi oleh Allah melalui wujud kasarnya alam semesta lahiriyah, demi mengagungkan Cahaya itu sendiri, sehingga Cahaya tidak terobralkan dalam wujud popularitas penampakan.” Itulah Cahaya yang melimpahi para ‘arifin, auliya’ dan para sufi, yang dikemas oleh cover tampilan manusia biasa. Sebagaimana Rasulullah saw, disebutkan , “Bukanlah Rasul itu melainkan manusia seperti kalian, makan sebagaimana kalian makan, minum sebagaimana kalian minum.” Ini semua untuk menjaga agar para hamba tidak berambisi popularitas, dan merasa bahwa Cahaya itu muncul karena upayanya.
“Cahaya-cahaya para Sufi mendahului wacananya. Ketika Cahaya muncul maka muncullah wacana” Para Sufi dan arifun berbicara dan berwacana, bukan karena aksioma logika, tetapi karena limpahan Cahaya, baru muncul menjadi mutiara kata. Sementara para Ulama, wacananya mendahului cahayanya.
“Ada Cahaya yang diizinkan untuk terbiaskan, ada pula Cahaya yang diizinkan masuk di dalam jiwa.” Ada Cahaya yang hanya sampai di lapis luar hati, tidak masuk ke dalam hati, sebagaimana orang yang menasehati tentang hakikat tetapi dia sendiri belum sampai ke sana. Ada Cahaya yang menghujam dalam jiwa, dan dada menjadi meluas, dengan ditandainya sikap merasa hampa pada negeri dunia penuh tipudaya, dan menuju negeri keabadian, serta menyiapkan diri menjemput maut.
“Janganlah anda menginginkan agar warid menetap terus menerus setelah Cahaya-cahayanya membias dan rahasia-rahasiaNya tersembunyi.” Itulah perilaku para pemula, biasanya ingin agar Cahaya-cahaya warid itu menetap terus menerus. Padahal suatu kebodohan tersendiri, karena penempuh akan lupa pada Sang Pencahaya.
“Sesungguhnya suasana keistemewaan itu ibarat pancaran matahari di siang hari yang muncul di cakrawala, tetapi Cahaya itu tidak dari cakrawala itu sendiri, dan kadang muncul dari matahari Sifat-sifatNya di malam wujudmu. Dan kadang hal itu tergenggam darimu lalu kembali pada batas-batas dirimu. Siang (Cahaya) bukanlah darimu untukmu. Tetapi limpahan anugerah padamu.”
“Cahaya-cahaya qalbu dan rahasia jiwa tidak diketahui melainkan di dalam keghaiban alam malakut. Sebagaimana Cahaya-cahaya langit tidak akan tampak melainkan dalam alam nyata semesta” Orang yang mampu memasuki alam malakut adalah yang dibukakan Cahaya-cahaya qalbu dan jiwanya. Begitu juga nuansa pencerahan Cahaya qalbu dan rahasia qalbu itu, merupakan rahasia tersembunyi di alam Malakut.
Dan lain sebagainya, yang menggambarkan soal pencahayaan ini. Karena berbagai ragam, bisa memberikan sentuhan Cahaya, apakah Cahaya qalbu, Cahaya ruh dan Cahaya Sirr yang memiliki karakteristik berbeda-beda dalam kondisi ruhani para hamba Allah.

RAHASIA CINTA


Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany
Sudah berapa kali anda belajar tetapi tidak pernah mengamalkan? Lipatlah pustaka ilmu, lalu sibuklah dengan pustaka amal disertai dengan ikhlas, jika tidak, pencarianmu pada ilmu tidak menguntungkan sama sekali.

Hanya mencari ilmu saja, berarti anda berdosa pada Allah Swt. melalui perbuatan anda. Berarti pula anda melemparkan tirai rasa malumu dari matamu, hingga orang melihatmu dengan pandangan penuh hina. Anda tersiksa karena hawa nafsumu, gagal karena hawa nafsumu, bergerak karena hawa nafsumu, apalagi anda hancur karena hawa nafsumu. Malulah kepada Allah Azza wa-Jalla dalam seluruh perilakumu, dan amalkan ketentuan hukumNya. Bila anda hanya mengamalkan menurut lahiriyahnya hukum belaka, sungguh anda telah meremehkan amal anda untuk mengenal Allah Azza wa-Jalla.
“Ya Allah ingatkan kami dari kealpaan orang-orang yang lalai. Amiin.”
Bila anda menumpuk dosa, bahaya akan tiba dan menimpa dirimu. Jika anda taubat dan memohon ampunan pada Allah Azza wa-Jalla, anda pun memohon pertolongan padanya, anda pun akan meraihnya. Jika ada cobaan menimpamu, mohonlah pada Allah Azza wa-Jalla, agar Dia menurunkan anugerah kesabaran padamu dan keselarasan denganNya, hingga antara dirimu dengan DiriNya damai. Lalu derita hanya di lahiriyah belaka tidak sampai masuk di hati, hanya pada harta bukan pada agama, hingga cobaan berubah jadi nikmat yang sirna dari kepedihan.
Hai orang munafik!Anda ini mengikuti perintah Allah Azza wa-Jalla dan RasulNya hanya formalitas nama belaka, tidak sampai menyentuh makna sesungguhnya, berarti lahir batin anda telah dusta. Wajar jika anda hina di dunia dan di akhirat. Ahli maksiat hina dalam dirinya, pendusta juga hina dalam dirinya.
Hai para Ulama jangan kau kotori ilmumu dengan kontaminasi generasi duniawi, jangan anda ikuti kemuliaan dengan kehinaan. Yang hina adalah apa yang ada di tangannya senantiasa duniawi. Makhluk lain itu tidak akan mampu memberi anda, yang memang bukan bagian anda. Bagianmu adalah di atas tangan mereka, jika anda sabar justru Allah akan memberikan bagianmu di atas tangan mereka, dan anda mulia (Justru anda jadi pemberi).
Ingat! Siapa yang diberi rizki tidak mendapat rizki? Siapa yang diberi tidak meraih pemberian? Sibukkan dirimu dengan patuh pada Allah Azza wa-Jalla, tinggalkan berburu dariNya, karena apa yang anda butuhkan Allah Azza wa-Jalla Maha Tahu mashatamu. Dalam hadits Qudsy disebutkan:
“Siapa yang sibuk dengan dzikir padaKu dibanding meminta padaKu, Aku memberinya lebih utama ketimbang yang diberikan kepada para peminta.”
Dzikir lisan saja tanpa hati tidak ada kemuliaan sama sekali. Dzikir sesungguhnya harus disertai dzikir hati dan rahasia hati, baru muncul dzikir lisan. Maka benarlah Dzikirnya Allah Azza wa-Jalla:
“Ingatlah kepadaKu maka Aku ingat kepadamu, dan bersykurlah kepadaKu dan janganhlah kufur padaKu.” (Al-Baqarah: 152)
Dzikirlah hingga Allah Azza wa-Jalla mengingatmu. Dzikirlah hingga dosa-dosamu dihapus oleh dzikir, lalu anda bersih dari noda, taat tanpa maksiat. Di saat itulah Allah Azza wa-Jalla mengingatmu, sehingga anda sibuk berdzikir padaNya jauh mengingat makhlukNya, dan DzikirNya menyibukkan dirimu dari memintaNya, hingga seluruh tujuanmu adalah Dia, lalu anda total meraih tujuanmu.
Jika Dia adalah seluruh tujuanmu, di tangan hatimu kunci-kunci RahasiaNya dibukakan. Siapa yang mencintai Allah Azza wa-Jalla, cinta kepada yang lainNya sirna, fisik, lahir dan batinnya, jiwanya untuk disediakan bagi Kekasihnya, lalu ia menjadi di luar kebiasaan dirinya dan di luar keramaian, dan ketika sudah sempurna, Allah Azza wa-Jalla mencintainya. Apakah anda merenungkan dan memandang ini semua?
Kehadiranmu akan diturunkan, dan ketika itu malah anda didatangi Malaikat Maut yang menjemputmu, mencopot hidupmu dari tempatmu, memisahkan dirimu dari keluarga dan orang-orang yang kau cintai. Berusahalah serius agar dirimu tidak mati dalam keadaan benci bertemu Allah Azza wa-Jalla. Siapkan langkahmu ke akhirat, tunggulah kematian, karena anda akan melihat di sisi Allah Azza wa-Jalla sesuatu yang lebih baik dibanding apa yang anda lihat di dunia.
“Ya Tuhan kami berikanlah kami kebajikan di dunia, dan kebajikan di akhirat. Dan lindungi kami dari azab neraka.”

Mulia, Kuat dan Kaya


Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany -Pagi hari di Madrasahnya, tanggal 19 Rajab 545 H.
Dari Nabi saw : beliau bersabda: "Siapa yang senang menjadi manusia paling mulia, hendaknya
bertaqwa kepada Allah. Dan siapa yang senang menjadi manusia paling kuat, hendaknya bertawakkal kepada Allah. Dan siapa yang senang menjadi manusia paling kaya hendaknya apa yang ada di tangan Allah lebih dipercaya ketimbang apa yang ada di tangannya. (Hr. Al-Hakim di Al-Mustadrak).
Artinya siapa yang ingin kemuliaan dunia dan akhirat hendaknya bertaqwa kepada Allah Azza wa-Jalla:
"Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling bertaqwa." (Al-Hujurat: 13)
Kemuliaan ada pada ketaqwaan seseorang, sedangkan kehinaan ada dalam maksiatnya. Siapa yang ingin kuat dalam agama Allah Azza wa Jalla hendaknya ia bertawakkal kepada Allah Azza wa Jalla, karena tawakal itu membenarkan hati, menguatkan, membersihkan, menunjukan dan menampakkan keajaiban Illahi. Karena itu jangan berserah diri pada uangmu, dinarmu, dan usahamu. Justru itu bisa melemahkan dirimu, karenanya tawakal-lah kepada Allah Azza wa Jalla, karena Allah Ta’ala menguatkanmu, menolongmu dan mengasihimu serta membukakanmu tanpa terduga disamping mengokohkan hatimu.
Jangan peduli dengan datangnya dunia atau perginya dunia dari sisimu. Jangan peduli pula dengan penerimaan (dukungan) atau penolakan makhluk padamu, maka pada saat itulah anda menjadi manusia terkuat.
Bila anda berpegang pada harta, jabatan, keluarga dan nusahamu, maka sama dengan anda menantang murka Allah azza wa Jalla, karena semua itu akan sirna. Disamping tipudaya dibalik semua itu, dimana Allah swt tidak senang ada yang lain selain Allah di hatimu.
Siapa yang ingin kaya dunia akhirat hendaknya betaqwa kepada Allah Azza wa Jalla, bukan takut pada yang lain. Hendaknya ia bersimpuh di pintuNya, malu bersimpung di pintu selain pintuNya. Seharusnya ia pejamkan mata hatinya untuk memandang selain Dia Azza wa Jalla, namun bukan mata kepalanya.
Bagaimana anda percaya dengan apa yang ada di tangan anda, sedangkan semua itu akan sirna? Sementara anda malah tidak percaya pada apa yang di Tangan allah Azza wa Jalla yang tak pernah sirna? Semua ini karena kebodohan anda pada Allah Ta’ala, lalu beralih ke yang lainNya. Percayamu pada Allah membuatmu cukup, dan percayamu pada selainNya membuatmu fakir.
Wahai orang yang yang meninggalkan ketaqwaan, anda telah diharamkan mendapatkan kemuliaan dunia akhirat.
Wahai orang yang tawakal kepada makhluk dan usaha, anda telah terhalang dari kekuatan dan kemuliaan bersama Allah Azza wa-Jalla dunia akhirat.
Wahai orang yang percaya pada milik kuasanya, anda telah terhalang meraih kaya raya dunia akhirat bersama Allah Azza wa Jalla.
Anak-anak sekalian, jika anda menjadi orang yang bertaqwa, bertawakal dan percaya teguh pada Allah Azza wa Jalla hendaknya anda sabar. Karena sabar itu dasar setiap kebajikan. Bila niatmu benar dalam sabar, maka sabarmu hanya demi wajah Ilahi Azza wa Jalla, maka anda akan dapat balasan berupa cintaNya dalam hatimu, DekatNya padamu dunia akhirat.
Sabar itu berarti berserasi dengan ketentuan dan takdirNya yang telah mendahului pengetahuanmu, dimana tak seorang pun dari makhlukNya bisa menghapus takdir itu.
Hal demikian akan tertanam dalam diri mukmin yang yaqin. Maka sabar atas takdirNya itu memberi kemerdekaan, bukan keterdesakan.
Sabar di awalnya merupakan keterhimpitan, namun langkah berikutnya adalah kebebasan. Bagaimana anda mengaku beriman tetapi anda tidak bersabar? Bagaimana anda mengaku ma’rifat tetapi anda tidak ridlo? Iman dan ma’rifat bukan sekadar pengakuan.
Tidak bisa disebut beriman dan ma’rifat sampai anda memandang gerbangNya, membiarkan celaan dan sabar atas lingkar takdir dan pijakan manfaat dan derita, yang menginjak hatimu, bukan pikiran dan inderawimu, sementara anda tetap di tempat, seperti terbius, jasad tanpa ruh.
Perkara ini diperlukan ketenangan, tanpa gerakan, tersembunyi tanpa harus menghilang dari massa, dimana qalbu, sirr, batin, dan makna anda tidak ada di tengah mereka. Sungguh sudah banyak apa yang saya bicarakan, dan sungguh betapa sedikit yang kalian amalkan. Sudah panjang lebar saya uraikan tetapi anda tak pernah faham. Sudah banyak yang kuberikan, tetapi tidak pernah kalian ambil. Sudah banyak nasehatku tetapi anda tidak mengambil pelajaran.
Betapa keras hatimu betapa bodohnya kamu pada Allah Azza wa Jalla. Jika anda tahu dan beriman pada Pertemuan dengan Allah Azza wa Jalla, dan jika anda ingat mati serta apa yang ada dibalik kematian, kenapa anda masih berlaku demikian? Bukankah anda telah menyaksikan kematian ayah dan ibumu dan keluargamu? Telah menyaksikan kematian raja-rajamu? Bukankah itu telah menjadi peringatan dan nasehat bagimu dan mengendalikan nafsumu, disbanding upayamu berburu dunia dan cinta atas tetapnya dunia? Kernapa hatimu tidak cemburu, lalu kalian keluarkan dunia dan makhluk dari hatimu?[pagebreak]
Padahal Allah Azza wa-Jalla telah berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak merubah apa yang ada pada kaum hingga mereka merubah apa yang ada dalam diri mereka."
Anda sedang bicara tetapi anda tidak melakukannya. Banyak yang sudah melakukan tetapi mereka tidak ikhlas.
Cerdaslah dirimu, jangan bikin su’ul adab pada Allah Azza wa Jalla. Kokohkan dirimu, wujudkan hakikatmu, kembalilah kepadaNya dan tafakurlah. Apa yang ada padamu di dunia ini tak ada manfaatnya di akhirat. Karena anda sendiri pelit pada diri sendiri, padahal jika anda dermawan pada jiwa sendiri, pasti anda sukses meraih manfaat akhirat. Sementara anda malah sibuk dengan sesuatu sirna, dan anda kehilangan yang kekal.
Karena itu jangan sampai anda disibukkan dengan harta, isteri-isteri dan anak-anak, karena dalam waktu dekat kalian terhalang dengan mereka.
Janganlah anda sibuk sekali dengan memburu dunia, sibuk mencari kehormatan dari makhluk, karena keduanya sama sekali tidak berarti di mata Allah Azza wa Jalla. Hatimu justru najis dengan kemusyrikan, penuh dengan keraguan kepada Allah Azza wa Jalla, penuh prasangka padaNya dalam perilaku jiwamu. Ketika Allah mengetahui dirimu, Allah marah padamu, dan anda dilempar jauh dari hati orang-orang yang saleh.
Sebagian Sufi – semoga Allah melimpahkan rahmatNya – ada yang tidak pernah keluar rumah, kecuali dengan mata terpejam, yang dituntun oleh anaknya. Ketika ditanya kenapa demikian? "Sampai aku tidak pertemu dengan orang yang kafir pada Allah Azza wa Jalla…".
Suatu hari ia keluar rumah dengan mata yang dicelak, lantas ia bias melihat, malah ia pingsan. Betapa dahsyatnya kecemburuannya Allah Azza wa Jalla, bagaimana seseorang bisa menyembah selain Allah Ta’ala dan musyrik? Bagaimana seseorang memakan nikmatNya sementara ia juga kufur padaNya? Anda sendiri juga tidak sadar bagaimana anda berpesta dengan orang kafir dan duduk bersama mereka, sedang dalam hatimu ada iman tapi tak merasakan cemburunya Allah Azza wa Jalla.
Kalian mesti taubat, mohon ampun, dan malu kepadaNya. Lepaslah pakaian yang tak tau malu di hadapanNya, jauhilah keharaman dunia, kesyubhatannya, lalu jauhilah hal-hal yang dibolehkan ketika anda meraihnya dengan penuh ambisi hawa nafsu dan syahwat. Karena sesuatu yang anda raih dengan penuh nafsu dan syahwat, akan memalingkan dirimu dari Allah Azza wa-Jalla.
Nabi saw, bersabda: "Dunia itu penjara bagi orang beriman" (Hr. Muslim)
Bagaimana orang bertasbih bahagia dalam penjaranya? Ia tidak gembira. Hanya romannya bahagia, hatinya duka. Secara lahiriyah bahagia, sementara hatinya serasa terpotong-potong, kesendiriannya, dan akna yang dihayatinya serasa berubah jadi maksiat dibalik bajunya, dimana luka-luka hatinya tertutup oleh potongan senyum bajunya. Barulah Allah Azza wa Jalla dan para Malaikatnya bangga. Masing-masing mereka diberi isyarat dengan jari-jari pasda mereka, para ksatria di negeri agama Allah Azza wa Jalla dan di negeri rahasiaNya, sepanjang mereka bersabar bersamaNya, dan menahan kegetiran takdirNya, sampai mereka dicintai Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana firmanNya: "Dan Allah mencintai orang-orang yang bersabar." (Ali Imron: 146)
Bahwa Allah azza wa Jalla membericobaan padamu semata karena cintaNya kepadamu. Sepanjang engkau melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, maka Allah semakin cinta kepadamu, dan sepanjang engkau sabar atas cobaanNya, semakin anda dekat denganNya.
Sebagian Sufi – semoga Allah merahmatinya – meriwayatkan, "Allah swt, tidak mau menyiksa kekasihNya, tetapi Allah memberi ujian dan memberikan kesabaran padanya."
Nabi saw, bersabda: "Seakan-akan dunia itu tidak ada, dan seakan-akan akhirat itu yang senantiasa ada." (Hr. Ali Al-Qaari, dan al-Ajluny).
Kemarilah, wahai pemburu dunia, wahai pecinta dunia, aku akan uraikan cacat-cacat dunia, dan kuberikan petunjuk Jalan Allah Azza wa Jalla, aku temukan dengan mereka yang yang hanya berhasrat menuju Wajah Allah Azza wa Jalla, karena saat ini kalian sedang stress. Dengarkan apa yang aku katakana padamu dan amalkan, serta ikhlaslah dalam mengamalkannya.
Bila kalian mengamalkan ilmuku dan kalian mati ketika mengamalkannya, maka Allah swt, akan meninggikan derajatmu sampai tingkat luhur (illiyyin), lantas kalian akan melihat disana, akar ucapanku dari sana, lantas kalian memanggilku dan menyalamiku dan kalian mewujudkan hakikat apa yang aku isyaratkan padaNya.
Kaumku…!Tinggalkan semua yang menimbulkan depresimu, tinggalkan rasa nyaman yang bathil, sibukkan dirimu dengan dzikrullah Azza wa Jalla. Bicaralah yang bermanfaat dan diamlah jika itu menyengsarakan jiwamu. Jika anda ingin bicara sesuai kehendakmu, maka fikirkan apa yang bakal kau katakana,. Lalu berniatlah yang tulus, baru biacara.
Di sinilah berlaku ungkapan, "Ucapan si bodoh di depan hatinya, sedangkan ucapan si alim yang berakal ada di belakang hatinya."
Diamlah dirimu. Bila Allah Azza wa-Jalla menghendakimu bicara, maka Dia akan membuka ucapanmu. Jika Allah menghendaki suatu hal, Allah juga menyiapkanmu bagiNya. KesertaanNya padamu membuatmu bisu total, jika sudah demikian ucapan akan datang sendiri dariNya manakala Dia menghendakinya. Bahkan bisa saja, kebisuan itu terus menerus sampai mati. Maka berlakulah sabda Nabi saw,: "Siapa yang kenal Allah, lisannya kelu." (Hr. Al-Khathib al-Baghdady).
Lisan lahiriyahnya kelu, sedangkan batinnya kelu dari segala hal selain Allah swt. Maka segalanya berserasi tanpa kontra, karena mata hatinya buta dari selain memandangNya. Batinnya terkoyak dan masalahnya terhanguskan, hartanya tercerai berai, lalu ia keluar dari eksistensinya, keluar dari dunia dan akhiratnya, bahkan nama dan tandanya pun tiada.
Allah swt. Berfirman:"Kemudian jika Allah berkehendak, maka Dia membakitkan kembali." (‘Abasa: 22)
Allah Azza wa Jalla mewujudkan setelah tiada, diciptakan kembali sebagai makhluk, yang dihanguskan oleh hasta fana’, lalu dikembalikan pada Hasta Baqa’ agar meraih Pertemuan, kemudian dikembalikan agar mengajak makhluk dari kefakiran menuju KemahacukupanNya. Kecukupan adalah cukup bersama Allah Azza wa Jalla dari aktivitas hatinya dengan mendekatkan diri padaNya Azza wa Jalla. Orang yang fakir dengan dirinya tak mampu meraih itu semua.
Siapa yang ingin cukup kaya, tinggalkan dunia dan akhirat serta seisinya, tinggalkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total. Maka secara bertahap semuanya akan keluar dari hatinya, sesuatu yang ada dan sangat hina ini. Sesuatu yang remeh di dunia ini (harta dan seluruh sisinya) hanyalah piranti bekal saja. Maka raihlah bekal itu dalam rangka berjalan menuju kepadaNya. Maka Allah akan memberimu nikmat-nikmat yang dihidangkan olehNya. Anda juga meraih petunjuk, pengetahuan, dan hidayah dari CahayaNya.
Ya Allah tunjukkan hatiku kepadaMu.
Ya Tuhan kami berikanlah kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa neraka.

Tukang Yang Seteguh Batu


Abdullah Ibn Faraj Al-Abid mencari tukang batu untuk memperbaiki rumahnya. Di satu sudut pasar, tempat mangkal para tukang, dia melihat seorang pemuda berkulit kuning, berjubah dan bersarung wool warna putih. “Apa kamu sedang lowong?” tanya Abdullah. “Ya,” jawab pemuda itu. “Berapa upah yang kau minta?” “Satu dirham. Tapi aku ada syarat.” “Apa itu?” “Kalau azan zhuhur berkumandang, aku akan keluar, berwudlu dan shalat berjama’ah di masjid. Begitu pula kalau azan asar terdengar.” “Baik, aku setuju.”
Abdullah, seorang ulama ahli ibadah yang hidup awal abad kedua, mengajak pemuda itu ke rumahnya. Dia bekerja nyaris tanpa berkata-kata. Ketika terdengar azan zhuhur, dia berucap, “Tuan Abdullah, mu’azin memanggil.” “Silahkan, silahkan shalat,” kata Abdullah.
Pemuda itu keluar menuju masjid. Beberapa saat kemudian, seusai shalat berjam’ah, dia datang lagi. Tanpa banyak bicara, dia sudah larut dalam pekerjaannya, hingga terdengar azan asar. Dia melakukan hal yang sama seperti tadi, keluar masjid, lalu datang lagi dan bekerja sampai waktu yang di tentukan.
Bebeberapa hari kemudian, Abdullah membutuhkan tukang. Ada bagian lain rumahnya yang perlu perbaikan. Dia datang ketempat mangkal para tukang batu. Maksudnya hendak mencari pemuda dulu, tapi ia tak berhasil menjumpainya. “Oh, dia hanya datang pada hari Sabtu.” kata seseorang. Karena sudah terlanjur cocok, dia datang lagi di hari Sabtu. Pemuda itu tampak di antara para tukang. “Apa kamu ada kerjaan?” “Tidak. Tuan sudah paham dengan upah dan syarat saya, kan.” “Aku hanya memohon pilihan pada Allah.”
Si pemuda pun bekerja seperti dulu nyaris tanpa banyak bicara, beristirahat di awal waktu shalat zhuhur dan asar. Hasilnya pun memuaskan. Habis itu, Abdullah memberinya uang lebih dari satu dirham. Aneh, pemuda itu menolak. Ketika dia di paksa, dia malah meninggalkan Abdullah. Rupanya, dia teguh memegang kesepakatan. Dia hanya mau menerima setelah di beri satu dirham.
Beberapa waktu kemudian, Abdullah datang ke tempat mangkal para tukang batu di hari Sabtu. Kali ini dia gagal memjumpai pemuda tersebut. Ternyata dia sedang sakit keras. Abdullah mendatangi rumahnya, seperti yang di tunjukkan orang-orang. Pemuda itu tergolek lemah di sebuah rumah tua, milik seorang yang sudah lanjut. “Apa yang bisa ku bantu? Katakan apa saja yang engkau minta dariku.” kata Abdullah setelah memberi salam. “Jika Tuan mau menerima,” kata pemuda itu. “InsyaAllah, aku bisa terima.” “Bila aku meninggal, juallah alat-alat ini. Cucilah sarung dan jubah woolku, kafanilah aku dengannya. Bukalah kantong jubahku karena di dalamanya ada sebuah cincin. Tunggulah saat Khalifah Harun Ar-Rasyid lewat dan hentikan dia. Tunjukkanlah cincin ini. Tolong laksanakan ini setelah aku di kebumikan.”
Abdullah menyanggupi. Tak lama kemudian, pemuda itu meninggal. Abdullah melaksanakan semua pesanannya.
“Amiral Mu’minin, ada titipan untuk Baginda,” kata Abdullah ketika bertemu dengan Harun, sembari memberikan cincin si pemuda. “Siapa kamu?” “Abdullah Ibn Faraj.” “Dari mana kamu dapatkan cincin ini?”
Abdullah menceritakan pengalaman dengan pemuda pemilik cincin tersebut.
Harun kontan menangis, “Dia adalah putraku…” katanya “Bagaimana itu bisa terjadi, Baginda? Tanya Abdullah “Ia lahir sebelum aku menjadi khalifah. Ia tumbuh dengan baik. Dia mempelajari ilmu agama dan mendalami Al Qur’an. Ketika aku menjadi khalifah, dia meninggalkanku dan tida mau mengambil hartaku sedikit pun. Aku menyerahkan cincin ini kepada ibunya, Yaqut. Sembari berpesan ‘Berikan cincin ini padanya dan suruhlah ia menyimpannya. Suatu saat, mungkin dia butuh uang, cincin ini bisa di jual.’ Anak itu sangat berbakti kepada ibunya, hingga ibunya wafat. Setelah itu, aku kehilangan kontak dengannya, sampai engkau datang menemuiku.”

Al Hikam : Hakikat Cinta Kepada Allah


Mengenai hakikat cinta kepada Allah s.w.t. menurut pandangan hakikat hikmah Tauhid dan Tasawuf, sebagaimana telah diungkapkan oleh Maulana Imam Ibnu Athaillah Askandary dalam Kalam Hikmah beliau sebagai berikut:
"Orang yang begitu sangat cintanya bukanlah orang yang mengharapkan balasan sesuatu dari pihak yang dicintainya atau dia menuntut sesuatu maksud dari pihak yang ia cintai, karena orang yang begitu sangat cintanya itu ialah orang yang memberi buat anda, bukanlah orang yang begitu sangat cintanya itu merupakan orang dimana anda memberi buatnya."
Kalam Hikmah ini, sepintas lalu sulit juga menangkapnya, apabila tidak kita berikan penjelasan sebagai berikut:
Apabila cinta dapat dilukiskan melalui huruf, tulisan dan maksud-maksud tertentu, pada hakikatnya itu tidak dapat dikatakan cinta atau mahabbah. Karena cinta yang demikian, adalah cinta yang dapat dibuat, demi untuk sampai kepada tujuan yang dikehendaki. Karena itu, barangsiapa yang mencintai seseorang supaya seseorang itu memberikan sesuatu kepadanya atau menolak sesuatu yang tidak baik daripada yang mencintai, berarti orang yang mencintai itu adalah mencintai dirinya sendiri, bukan mencintai orang yang dicintai. Karena kalau bukanlah sesuatu yang dituju oleh dirinya sendiri tidak ada, maka pastilah dia tidak akan mencintai orang yang dicintainya itu.
Karena itulah, hakikat cinta pada orang yang mencintai, adalah memberikan keseluruhan yang ada pada dirinya demi untuk mendapatkan kerelaan daripada pihak yang dicintainya. Tanpa ada sesuatu yang ia ingin capai, berupa sesuatu yang sifatnya lahiriah dari pihak yang dia cintai. Sehingga tidak ada apa-apa lagi yang dimiliki olehnya, selain semuanya itu ia serahkan kepada pihak yang ia cintai. Atau boleh dikatakan, bahwa yang mencintai adalah dibunuh oleh kecintaannya itu, sehingga tidak ada tujuannya selain daripada kerelaan dari pihak yang dicintai. Misalnya saja seperti yang diungkapkan oleh pengarang Iqazul Himam fi Syarhil Hikam, tentang contoh seorang laki-laki mencintai seorang wanita. Laki-laki itu berkata: "Aku betul-betul cinta padamu." Wanita itu menjawab: "Betapa anda cinta kepada saya, padahal yang duduk di belakang anda itu adalah lebih baik."
Mendengar itu, si pria tadi memalingkan mukanya melihat wanita yang ada di belakangnya, maka setelah wanita itu melihat bahwa pria itu memalingkan mukanya melihat wanita yang ada dibelakangnya, dia berkata: "Anda ini adalah manusia yang tidak baik. Anda mengatakan begitu cinta kepadaku, tetapi anda palingkan muka anda melihat kepada selainku."
Itulah sebuah contoh dan apabila contoh ini kita kiaskan kepada hubungan cinta kita selaku hamba Allah kepada Tuhan Pencipta alam, Allah s.w.t., juga demikian. Kita mengatakan, kepada diri kita dan kepada orang lain, bahwa kita cinta kepada Allah, tetapi juga hati kita memalingkan cintanya kepada sesuatu yang selainNya, atau merasakan sesuatu selain Allah, yang mempengaruhi hati kita. Maka ini menunjukkan cinta kita kepada Allah tidak full, tetapi adalah tidak lebih daripada dakwaan semata-mata.
Selanjutnya Apabila kita begitu mencintai sesuatu, maka hendaklah jiwa raga kita itu, kita berikan buat sesuatu itu. Demikian pula, kecintaan seseorang kepada orang yang dia cintai, dia harus memberikan segala-galanya kepada pihak yang dia cintai. Dan bukanlah kebalikannya.
Demikianlah kecintaan kita kepada Allah s.w.t., tidak boleh dipalingkan kepada selainNya. Karena itu, apabila kita beribadah karena mengharapkan syurgaNya berarti kita mencintai Syurga. Dan bukan mencintai Allah. Sebab hakikat cinta kepada Allah, hanya tertuju semata-mata kepada Allah dan kita lupa kepada hal-hal yang lain selain dariNya. Apakah itu merupakan keuntungan kita berupa pahala dari Allah ataukah itu merupakan hajat-hajat kita kepadaNya.
Ada sebuah contoh kejadian, yang telah terjadi pada seorang Waliyullah bernama Ibrahim bin Adham. Beliau berkata: Pada suatu hari, saya bermohon kepada Allah, seraya saya mengucapkan "Wahai Tuhanku, jika Engkau telah memberikan kepada seseorang dari orang-orang yang cinta kepadaMu ketenteraman hati sebelum bertemu dengaMu, maka Engkau berikan pulalah kepadaku yang demikian. Karena hatiku susah sedemikian rupa, demi cintaku kepadaMu."
Ibrahim bin Adham meneruskan katanya: Setelah sering aku berdoa demikian aku bermimpi, seolah-olah aku diperintahkan Allah berdiri di hadapanNya, dan Dia 'berkata' kepadaku: Hai Ibrahim (bin Adham), tidaklah engkau bermalu kepadaKu, bahwa engkau memohon kepadaKu, supaya hatimu tenteram sebelum bertemu denganKu. Apakah begitu orang yang sangat rindu hatinya akan dapat tenteram, kalau tidak bertemu dengan yang dicintainya .
Apakah orang yang begitu cinta hatinya akan dapat tenang, tanpa bertemu dengan yang ia rindukan? Ibrahim (bin Adham) menjawab: "Wahai Tuhanku, aku bingung, dalam cinta terhadapMu. Maka aku tidak tahu, apa yang aku katakan, karena itu Engkau ampunkan dosaku, Engkau ajarlah aku ya Allah, apa yang seharusnya aku mesti katakan." Tuhan menjawab: Katakanlah olehmu:
"Wahai Tuhan, Engkau ridhailah aku dengan keputusan-keputusanMu, Engkau sabarlah aku atas cubaan-cubaanMu, Engkau ilhamkanlah kepadaku, untuk mensyukuri nikmat-nikmatMu."

Protes Pada Allah


Dengan dengus nafas ngos-ngosan, lelaki bertubuh tambun itu memasuki kedai Cak San. Ia memesan air putih dua gelas besar, untuk mengusir dahaganya. Rupanya pagi yang dingin itu, tidak mampu menyelimuti kegerahan dadanya.
"Dari mana Mas, kok seperti dikejar harimau?"
Sembari menegak dua gelas air putih, lelaki itu masih juga belum menjawab pertanyaan Pardi.
"Jangan tanya dari mana pada saya. Tapi saya harus bertanya lebih dulu kepada anda-anda di sini, kemana itu Kang Soleh? Saya ingin bikin perhitungan dengan dia....!"
Mendengar gertakan si gendut itu, penghuni kedai kopi cukup terhenyak. Ada apa gerangan Kang Soleh dikejar manusia heboh seperti dia ini. Apa Kang Soleh punya hutang, punya kesalahan, atau ada bratayudha antara Kang Soleh dengan orang ini? Nggak jelas.
"Sebentar lagi juga datang Pak, sabar sebentar," sahut Dulkamdi.
"Ya, saya ingin minta pertanggungjawabannya!"
"Wah, pertanggungjawaban apa Pak, kok kelihatannya penting sekali," timpal Pardi memberanikan diri mengorek masalah orang itu.
"Tanggungjawab Ketuhanan...!"
"Lhadalah! Kang Soleh p[asti bikin ulah lagi!"
"Ya, ia telah membikin saya jadi uring-uringan dengan diri saya sendiri, bahkan kalau perlu Pintu Allah akan saya gedor-gedor, lalu saya mau bikin protes kepadaNya."
Weleh-weleh, Pardi, si Tambun ini pasti agak tidak waras. Masak Tuhan diprotes, memang dia ini lahir ke dunia atas kehendaknya sendiri, lalu dibantu Tuhan itu atau bagaimana?
Belum juga tuntas imajinasi Pardi, Kang Soleh memasuki kedai itu. Dengan gaya agak acuh, ia mengambil sisi pojok seperti biasanya, sambil berdehem-dehem. Rupanya si Tambun itu juga belum kenal siapa Kang Soleh, bagaimana prejengannya. Serentak Pardi menyapa Kang Soleh, lalu si Tambun itu berdiri bersungut-sungut mendekati Kang Soleh. Ia memperkenalkan dirinya, lalu duduk di sebelahnya.
"Maaf Kang. Menurut saya Allah itu tidak adil. Kenapa saya melakukan usaha yang benar, ikhtiar yang halal, kerja keras, dan begitu hendak memetik hasilnya, malah saya ditipu oleh kawan saya yang ongkang-ongkak sejak dulu. Dan saya tidak mau menjelaskan lebih jauh, kasus yang seperti saya alami ini. Sebab banyak orang bener di dunia ini, malah bernasib tragis. Jadi mana keadilan Ilahi itu? Apa saya salah kalau saya protes kepada Tuhan?" kata si Tambun nerocos tanpa rem.
"Anda benar. Allah memang tidak adil!' jawab Kang Soleh.
Seluruh kedai itu sepertinya mau runtuh mendengar ucapan Kang Soleh yang kontroversial.
"Jadi?"
"Yah, keadilan itu tuntutan manusia. Yang adil itu manusia. Keadilan itu adalah persamaaan, keseimbangan dan samarata yang dituntut manusia. Tapi ingatlah bahwa keadilan yang diprotes dan dituntut dimana-mana pasti kehilangan cinta dan kasih sayang. Keadilan senantiasa menuntut persamaan dengan amarah."
"Jadi bagaimana donk hidup ini?"
"Ya nggak bagaimana, bagaimana... Hidup dijalani saja. Kalau hidup nuruti kehendak sampean itu, semua orang pasti berperut gendut, semua orang jualan kopi, semua gaji sama, semua pinter dan semua bodoh. Semua sama rata kayak komunis. Itu keadilan. Tetapi Allah itu memang tidak adil, jadi ada yang bodoh, ada yang pinter, ada yang cantik ada yang jelek, ada yang nyentrik ada yang lugu, ada pendusta ada yang jujur, ada maling ada yang dimalingi..."
Si Tambun itu hanya diam saja menunggu kata-kata Kang Soleh selanjutnya.
"Jadi, itulah Kemahaadilan Allah. Allah Maha Adil, tetapi tidak adil. Maha Adil itu yang seperti itu, jadi jangan protes orang kurus, kalau anda tambun. Karena dibalik kekurusan kawan anda, disana ada hikmah kasih sayang yang tersembunyi. Dibalik kemlaratan orang fakir, disana ada hikmah kedermawanan orang kaya. Dibalik kebodohan umat, ada perjuangan para Ulama. Dibalik wajah cantik perempuan tersimpan ujian bagi lelaki. Lalu ketidaksamaan itulah muncul perjuangan cinta dan kasih sayang antar sesama."
"Lhah, kalau saya berjuang, lalu yang memetik hasil justru orang yang dzalim?" kata si tambun itu.
"Salahnya sendiri anda merasa bisa berjuang, bisa berikhtiar, bisa ini dan bisa itu. Apa anda tidak tahu, kalau rizki anda itu sudah digaris oleh Allah, jodoh dan rumah masa depan anda sudah di tulis oleh Allah, bahwa hari ini anda belum kaya itu, bukan karena anda nggak punya rizki, tetapi kekayaan anda masih disimpan oleh Allah. Allah Maha Tahu kapan, berapa, dimana dan bagaimana rizki dan kekayaan anda itu nanti diwujudkan. Anda minta perjuangan anda hari ini, besok membuahkan hasilnya, justru itulah kesalahan besar anda."
"Kesalahannya dimana Kang?"
"Ya, tadi anda merasa bisa mengandalkan jerih payah, kekuatan dan amal anda, seakan-akan syurga dan neraka itu tergantung pada amal baik buruk anda. Padahal.....Sama sekali tidak."
"Kalau begitu kenapa saya harus beramal Kang, kalau saya besok harus ditakdirkan masuk neraka, atau sebaliknya kenapa saya harus berikhtiar, kerja keras kalau garis saya tetap miskin?"
"Kalau anda ditakdirkan masuk neraka, pasti anda ingin jauh dari amal baik, dan anda semakin menuruti hawa nafsu anda. Jika anda ditakdirkan masuk syurga, pasti anda beramal baik, berusaha meraih ridhoNya. Kalau anda bekerja keras, itu pertanda anda ditakdirkan sukses. Jika sampai mati anda belum sukses, maka anak cucu andalah yang akan memetik buahnya....Sebab belum tentu kesuksesan yang anda petik hari ini bisa menyelamatkan dunia dan akhirat anda..."
"Saya harus bagaimana Kang?"
"Nggak usah bingung. Apakah ketika anda bingung itu segala nasib anda lalu berubah seketika?"
Si Tambun itu hanya diam belaka, antara faham dan tidak. Tetapi dia telah merasakan beberapa sentuhan jiwa, minimal ia akan banyak beristighfar karena teklah banyak memprotes ketidakadilan Allah.

Sufi Road : Istiqomah


Pengertian Istiqomah
Istiqomah adalah berpegang teguh dengan agama dan kokoh (tegar dan tidak goyah) di atasnya.
Ibnu Rajab al-Hanbali di dalam bukunya “Jami’ul Ulum wal Hikam” mengatakan:”Istiqomah adalah penempuhan jalan yang lurus, yaitu agama yang lurus, tanpa adanya pembengkokan ke kanan maupun ke kiri. Dan hal itu mencakup ketaatan secara keseluruhan, baik lahir maupun bathin, serta meninggalkan segala bentuk larangan.
Hukum Istiqomah
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan Nabi-Nya (Muhammad) shallallahu 'alaihi wasallam dan para pengikut beliau untuk beristiqomah baik dalam aqidah, syari’at, pedoman hidup, maupun dalam manhaj. Dan supaya mereka menjauhi sikap berlebih-lebihan dan supaya mereka menghindari hawa nafsu para wali-wali syaitan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
{ فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلاَ تَطْغَوْاْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ } [ سورة هود :112] .
”Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Huud:112)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan rasul-Nya dan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk kokoh dan senantiasa istiqomah, dan itu termasuk cara terbesar untuk mendapatkan kemenangan atas musuh-musuh mereka dan untuk menyelisihi lawan-lawan mereka. Dan Dia melarang mereka dari perbuatan ghuluw yaitu perbuatan melampui batas, karena sesungguhnya hal itu (ghuluw) adalah kematian/musibah sekalipun (perbuatan ghuluw) itu terhadap orang musyrik.Dan Dia Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan bahwa Dia Maha Melihat amalan hamba-hamba-Nya, Dia tidak lalai dari sesuatu sekecil apapun dan tidak ada yang tersembunyi dari-Nya hal sekecil apapun.”
Buah Istiqomah
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ {30} نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَدَّعُونَ {31} نُزُلاً مِّنْ غَفُورٍ رَّحِيمٍ {32}
”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:"Rabb kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):"Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu" Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Fushilat: 30-32)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لأَسْقَيْنَاهُم مَّآءً غَدَقًا {16}
”Dan bahwasannya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang banyak)”. (QS. Al-Jin:16)
Dari ayat-ayat yang mulia di atas kita bisa mengambil beberapa faidah/buah dari Istiqomah diantaranya:
Pertama, Malaikat turun kepada mereka
Kedua, mendapatkan thuma’ninah (kedamaian) dan ketenangan
Ketiga, baginya kabar gembira dengan Surga.
Keempat, diberikan keluasan rizki dan kehidupan yang lapang.
Kelima, diampuni dosa-dosanya
Jalan menempuh Istiqomah
1. Melakukan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, bersungguh-sungguh di dalamnya dan memaksa hawa nafsu untuk taat kepada-Nya.
2. Ilmu, karena bagaimana kita bisa istiqomah kalau tidak dilandasi dengan ilmua.
3. Ikhlash
4. Mengikuti/mencontoh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
5. Seimbang dan pertengahan, tidak ghuluw dan tidak meremehkan.
6. Doa
7. Bergaul dan bersahabat dengan ortang-orang shalih.
8. Selalu ada ikatan dengan al-Qur’an, baik dengan membaca, menghafal, mentadabburi dan mengamalkannya.
Dampak Istiqomah dalam kehidupan seorang muslim
1. Memperoleh tauhid yang murni.
2. Mendorong untuk berdakwah kepada jalan Allah.
3. Memiliki kesungguhan dan semangat/cita-cita yang tinggi.
4. Kokoh dan teguh di atas kebenaran.
5. Merasa kurang dalam beribadah (tidak pernah merasa telah beribadah dengan sempurna)
Penghalang-penghalang Istiqomah
1. Menganggap enteng perbuatan maksiat.
2. Menyibukkan diri dengan dunia dan melupakan akhirat.
3. Berlebih-lebihan dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan)
4. Sifat tengah-tengah (pertengahan) yang buruk.
Cerminan para Salaf dalam Istiqomah mereka
Istiqomah dalam ucapan. Imam al-Bukhari rahimahullah berkata:”Aku berharap berjumpa dengan Allah ‘Azza wa Jalla dan Dia tidak menghisabku (menghitungku) telah menggunjing (ghibah) satu orangpun.”
Istiqomah dalam rasa khawatir atau gundah
Dalam biografi Sahabat mulia Jam’ah bin Abi Jam’ah ada riwayat bahwasanya dia bermalam di rumah salah seorang Tabi’in bernama Haram bin Hayyan al-‘Abdi, maka dia melihat Jam’ah menangis semalam suntuk, maka Haram berkata kepadanya:”Apa yang membuatmu menangis?” Dia berkata:”Aku teringat suatu malam yang mana pada pagi harinya dibangkitkan manusia dari kubur-kubur mereka.” Kemudian dia bermalam di rumahnya pada malam berikutnya, lalu diapun menangis, maka Haram pun bertanya kepadanya lalu diapun menjawab:”Aku teringat suatu malam yang pagi harinya bintang-bintang berjatuhan.”
Kokoh dan tegar dalam Istiqomah
Sikap Ka’ab bin Malik radhiyallahu 'anhu ketika dikucilkan oleh manusia (para Sahabat radhiyallahu'anhum) dan manusia yang paling dekat dengannya pun keras (dalam sikap) kepadanya. Dan ketika beliau menolak surat tawaran dari Raja Ghassan yang datang kepada beliau yang di dalamnya ada tawaran yang menggiurkan dan kemewahan, akan tetapi tungku api adalah jawaban yang paling tegas terhadap tawaran yang menggiurkan itu (maksudnya beliau tidak menghiraukan tawaran itu dan beliau lebih memilih membakar surat tawaran itu).
Sikap Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu terhadap orang-orang murtad dan yang tidak mau membayar zakat setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka nampak dengan jelas kejujuran tekad dan keteguhan beliau radhiyallahu 'anhu dalam membela agama Allah. Dan ketika itu jazirah Arab goncang dengan adanya kemurtadan dan kemunafikan, maka beliau tetap tegar seperti gunung yang kokoh, tidak mau mengalah (menggugurkan zakat) walaupun hanya seekor anak unta sekalipun, sampai Allah Subhanahu wa Ta'ala memenangkannya dan jadilah beliau tanda dan simbol bagi setiap orang yang menginginkan Istiqomah dan mencari teladan yang shalih.
Hadits-hadits seputar Istiqomah
Dari Sufyan bin ‘Abdullah ats-Tsaqafi radhiyallahu 'anhu berkata, aku berkata:”Wahai Rasulullah, katakana kepadaku suatu perkataan dalam Islam, aku tidak tanyakan tentang hal itu kepada seorang pun selain engkau –dalam sebuah riwayat yang lain: setelah engkau-“ Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
( قل آمنت بالله ثم استقم ) .
”Katakanlah aku beriman kepada Allah, lalu Istiqomahlah.”
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
( لا يستقيم إيمان عبدٍ حتى يستقيم قلبه ولا يستقيم قلبه حتى يستقيم لسانه ) .
”Tidak Istiqomah (lurus) keimanan seorang hamba sebelum Istiqomah hatinya, dan tidak akan Istiqomah hatinya sebelum Istiqomah lisannya.” (HR. Imam Ahmad)
Dari Tsauban radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
( استقيموا ولن تُحصوا واعلموا أن خير أعمالكم الصلاة ، ولا يحافظ على الوضوء إلا مؤمن ) .
”Istiqomahlah kalian dan kalian tidak akan mampu beristiqomah secara sempurna, dan ketahuilah bahwa sesunguhnya sebaik-baik amalan kalian adalah sholat, dan tidak menjaga wudhu kecuali seorang mukmin.” (HR. at-Tirmidzi, Malik dll)
Makna ولن تُحصوا disebutkan di dalam kitab al-Muntaqo syarah (penjelasan) terhadap kitab al-Muwatho beberapa makna diantaranya: Kalian tidak akan sanggup untuk menjangkau semua perbuatan amal shalih, atau kalian tidak akan bisa menghitung pahala dari Istiqomah apabila engkau melakukannya. Sedangkan dalam kitab Murqotul Mashaabih syarah terhadap kitab Misykatul Mashaabih disebutkan bahwa maknanya adalah engkau tidak akan mampu beristiqomah secara sempurna.
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu 'anhu (secara mauquf maupun marfu’):
( إذا أصبح ابن آدم ؛ فإن الأعضاء كلها تُكفر اللسان ، فتقول : اتق الله فينا ؛ فإنما نحن بك ؛ فإن استقمت استقمنا وإن اعوججت اعوججنا ) .
” Jika waktu pagi tiba seluruh anggota badan menyatakan ketundukannya terhadap lisan dengan mengatakan, ‘Bertakwalah kepada Allah terkait dengan kami karena kami hanyalah mengikutimu. Jika engkau baik maka kami akan baik. Sebaliknya jika kamu melenceng maka kami pun akan ikut melenceng” (HR Tirmidzi no 2407 )
Makna sabda Nabi فإن الأعضاء كلها تُكفر اللسان adalah bahwa semua anggota badan tunduk dan merendahkan diri di hadapan lisan seraya mengucapkan ucapan tersebut di atas, hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan at-Tirmidzi. Wallahu A’lam

Wajah-Wajah Yang Bercahaya


Bagaimanakah ciri-ciri orang yang bakal masuk Surga atau masuk Neraka? Salah satunya digambarkan Allah lewat idiom cahaya. Orang-orang yang beriman dan banyak amal salehnya, kata Allah, akan memancarkan cahaya di wajahnya. Sebaliknya, orang-orang yang kafir dan banyak dosanya akan 'memancarkan' kegelapan. Hal itu dikemukakan olehNya di ayat-ayat berikut ini
QS Al Hadiid (57) : 12 "Pada hari dimana kalian melihat orang-orang beriman laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanannya."
QS. Yunus (10) : 27 “… seakan-akan wajah mereka ditutupi oleh kepingan-kepingan malam yang gelap gulita, mereka itulah penghuni Neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Kenapakah orang-orang yang beriman dan banyak pahalanya memancarkan cahaya, sedangkan yang banyak dosa 'memancarkan' kegelapan alias kehilangan cahaya?
Ini memang rahasia yang sangat menarik. Allah sangat sering menggunakan istilah cahaya di dalam Al Qur’an. Dia mengatakan bahwa Allah adalah cahaya langit dan Bumi (QS. 24:35). Firman firmanNya juga berupa cahaya (Qur’an QS. 4:174; Taurat QS. 5:44; Injil QS. 5:46). Malaikat sebagai hamba-hamba utusanNya juga terbuat dari badan cahaya. Dan pahala adalah juga cahaya (QS. 57:19). Karena itu orang-orang yang banyak pahalanya memancarkan cahaya di wajahnya (QS. 57:12).
Kunci pemahamannya adalah di Al Qur’an Surat An Nuur: 35. Di ayat itu Allah membuat perumpamaan bahwa DzaNya bagaikan sebuah pelita besar yang menerangi alam semesta. Pelita itu berada di dalam sebuah lubang yang tidak tembus. Tetap di salah satu bagian yang terbuka, ditutupi oleh tabir kaca
Dari tabir kaca itulah memancar cahaya ke seluruh penjuru dunia, bagaikan sebuah mutiara. Pelita itu dinyalakan dengan menggunakan minyak Zaitun yang banyak berkahnya, yang sinarnya memancar dengan sendirinya tanpa disentuh api. Cahaya yang dipancarkan pelita itu berlapis-lapis, mulai dari yang paling rendah frekuensinya sampai yang tertinggi menuju cahaya Allah. Ayat tersebut memberikan perumpamaan yang sangat misterius tetapi sangat menarik. Dia mengatakan bahwa hubungan antara Allah dengan makhlukNya adalah seperti hubungan antara Pelita (sumber cahaya) dengan cahayanya. Artinya makhluk Allah ini sebenarnya semu saja. Yang sesungguhnya ADA adalah DIA. Kita hanya 'pancaran atau pantulan' saja dari eksistensiNya.
Nah, cahaya yang dipancarkan oleh Allah itu berlapis-lapis mulai dari yang paling jelek (Kegelapan) sampai yang paling baik (Cahaya Putih Terang). Allah telah menetapkan dalam seluruh ciptaanNya itu bahwa Kegelapan mewakili Kejahatan dan Keburukan. Sedangkan Cahaya Terang mewakili Kebaikan. Maka, kalau kita ingin memperoleh kebaikan dan keberuntungan, kita harus memperoleh cahaya terang. Dan sebaliknya kalau kita mempoleh kegelapan berarti kita masuk ke dalam lingkaran kejahatan dan kerugian.
Yang menarik, ternyata 'cahaya' dan 'kegelapan' itu digunakan oleh Allah di dalam firmannya sebagai ungkapan yang sesungguhnya. Misalnya ayat-ayat yang saya kutipkan di atas. Bahwa orang-orang yang beriman, kelak di hari kiamat, benar-benar akan memancarkan cahaya di wajahnya. Sedangkan orang-orang kafir, justru kehilangan cahaya alias wajahnya gelap gulita. Dari manakah cahaya di wajah orang beriman itu muncul? Ternyata berasal dari berbagai ibadah yang dilakukan selama ia hidup di dunia. Setiap ibadah yang diajarkan rasulullah kepada kita selalu mengandung dua unsur, yaitu ingat kepada Allah (dzikrullah) dan membaca firmanNya yang berasal dari KitabNya. Baik ketika kita membaca syahadat, melakukan shalat, mengadakan puasa, berzakat, maupun melaksanakan ibadah haji.
Nah, dari kedua kedua unsur itulah cahaya Allah muncul. Bagaimanakah mekanismenya? Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa Allah adalah sumber cahaya langit dan Bumi. Maka ketika kita berdzikir kepada Allah, kita sama saja dengan memproduksi getaran getaran cahaya. Asalkan berdzikirnya khusyuk dan menggetarkan hati. Kuncinya adalah pada 'hati yang bergetar.’ Hati adalah tempat terjadinya getaran yang bersumber dari kehendak jiwa. Ketika seseorang marah, maka hatinya akan berdegup keras. Semakin marah ia, semakin kencang juga getarannya. Demikian pula ketika seseorang sedang sedih, gembira, berduka, tertawa, dan lain sebagainya.
Getaran yang kasar akan dihasilkan jika kita sedang dalam keadaan emosional. Sebaliknya getaran yang lembut akan muncul ketika kita sedang sabar, tenteram dan damai. Ketika sedang berdzikir, hati kita akan bergetar lembut. Hal ini dikemukan oleh Allah, bahwa orang yang berdzikir hatinya akan tenang dan tenteram.
QS. Ar Ra’d (13) : 28 “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah lah hati menjadi tenteram.”
Ketika seseorang dalam keadaan tenteram, getaran hatinya demikian lembut. Amplitudonya kecil, tetapi frekuensinya sangat tinggi. Semakin tenteram dan damai hati seseorang maka semakin tinggi pula frekuensinya. Dan pada, suatu ketika, pada frekuensi 10 pangkat 13 sampai pangkat 15, akan menghasilkan frekuensi cahaya.
Jadi, ketika kita berdzikir menyebut nama Allah itu, tiba-tiba hati kita bisa bercahaya. Cahaya itu muncul disebabkan terkena resonansi kalimat dzikir yang kita baca. lbaratnya, hati kita adalah sebuah batang besi biasa, ketika kita gesek dengan besi magnet maka ia akan berubah menjadi besi magnetik juga. Semakin sering besi itu kita gesek maka semakin kuat kemagnetan yang muncul daripadanya.
Demikianlah dengan hati kita. Dzikrullah itu menghasilkan getaran-getaran gelombag elektromagnetik dengan frekuensi cahaya yang terus menerus menggesek hati kita. Maka, hati kita pun akan memancarkan cahaya. Kuncinya, sekali lagi, hati harus khusyuk dan tergetar oleh bacaan itu. Bahkan, kalau sampai meneteskan air mata. Unsur yang kedua adalah ayat-ayat Qur’an. Dengan sangat gamblang Allah mengatakan bahwa Al Qur'an ada cahaya. Bahkan, bukan hanya Al Qur’an, melainkan seluruh kitab-kitab yang pernah diturunkan kepada para rasul itu mengandung cahaya.
QS. An Nisaa' (4) : 174 “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an).”
QS. Al Maa’idah (5 ) : 44 “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat, di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya …”
QS Al Maa’idah (5 ) : 46 "Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil, sedang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya . . . "
Artinya, ketika kita membaca kalimat-kalimat Allah itu kita juga sedang mengucapkan getaran-getaran cahaya yang meresonansi hati kita. Asalkan kita membacanya dengan pengertian dan pemahaman. Kuncinya, hati sampai bergetar. Jika tidak mengetarkan hati, maka proses dzikir atau baca Al Qur’an itu tidak memberikan efek apa-apa kepada jiwa kita. Yang demikian itu tidak akan menghasilkan cahaya di hati kita.
Apakah perlunya menghasilkan cahaya di hati kita lewat kegiatan dzikir, shalat dan ibadah-ibadah lainnya itu? Supaya, pancaran cahaya di hati kita mengimbas ke seluruh bio elektron di tubuh kita. Ketika cahaya tersebut mengimbas ke miliaran bio elektron di tubuh kita, maka tiba-tiba badan kita akan memancarkan cahaya tipis yang disebut 'Aura'. Termasuk akan terpancar di wajah kita.
Cahaya itulah yang terlihat di wajah orang-orang beriman pada hari kiamat nanti. Aura yang muncul akibat praktek peribadatan yang panjang selama hidupnya, dalam kekhusyukan yang sangat intens. Maka Allah menyejajarkan atau bahkan menyamakan antara pahala dan cahaya, sebagaimana firman berikut ini.
QS. Al Hadiid (57) : 19 “... bagi mereka pahala dan cahaya mereka…”
Dan ternyata cahaya itu dibutuhkan agar kita tidak tersesat di Akhirat nanti. Orang-orang yang memililki cahaya tersebut dapat berjalan dengan mudah, serta memperoleh petunjuk dan ampunan Allah. Akan tetapi orang-orang yang tidak memiliki cahaya, kebingungan dan berusaha mendapatkan cahaya untuk menerangi jalannya. QS. Al Hadiid (57) : 28 “…dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu.”
QS. Al Hadiid (57) 13 "Pada hati ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman : "Tunggulah kami, supaya kami bisa mengambil cahayamu."
Dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu ke belakang, dan carilah sendiri cahaya (untukmu). "Lalu diadakanlah di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya ada siksa."
QS. Ali lmraan (3) : 106 - 107 "Pada hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri dan ada Pula yang menjadi hitam muram. 'Ada pun orang-orang yang hitam muram mukanya, (dikatakan kepada mereka) : kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.
"Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada di dalam rahmat Allah, mereka kekal di dalamnya.”
Jadi, selain wajah yang memancarkan cahaya, Allah juga memberikan informasi tentang orang-orang kafir yang berwajah hitam muram. Bahkan di QS. 10 : 27 dikatakan Allah, wajah mereka gelap gulita seperti tertutup oleh potongan¬-potongan malam.
Dalam konteks ini memang bisa dimengerti bahwa orang -orang kafir yang tidak pernah beribadah kepada Allah itu wajahnya tidak memancarkan aura. Sebab hatinya memang tidak pernah bergetar lembut. Yang ada ialah getaran-getaran kasar.
Semakin kasar getaran hati seseorang, maka semakin rendah pula frekuensi yang dihasilkan. Dan semakin rendah frekuensi itu, maka ia tidak bisa menghasilkan cahaya.
Bahkan kata Allah, di dalam berbagai firmanNya, hati yang semakin jelek adalah hati yang semakin keras, tidak bisa bergetar. Seperti yang pernah saya singgung sebelumnya, tingkatan hati yang jelek itu ada 5, yaitu : 1. Hati yang berpenyakit (suka bohong, menipu, marah, dendam, iri, dengki disb), 2. Hati yang mengeras. 3. hati yang membatu. 4. Hati yang tertutup. dan 5. Hati yang dikunci mati oleh Allah. Maka, semakin kafir seseorang, ia akan semakin keras hatinya. Dan akhirnya tidak bisa bergetar lagi, dikunci mati oleh Allah. Naudzu billahi min dzalik. Hati yang:seperti itulah yang tidak bisa memancarkan aura. Wajah mereka gelap dan muram. QS. Az Zumaar (39) : 60 "Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta kepada Allah, mukanya menjadi hitam."
QS. Al An’aam (6) : 39 “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita…”
Seperti yang telah saya kemukakan di depan, bahwa ternyata kegelapan itu ada kaitannya dengan kemampuan indera seseorang ketika dibangkitkan. Di sini kelihatan bahwa orang-orang kafir itu dibangkitkan dala keaaan tuli, bisu, buta, dan sekaligus berada di dalam kegelapan. Sehingga mereka kebingungan. Dan kalau kita simpulkan semua itu disebabkan oleh hati mereka yang tertutup dari petunjuk-petunjuk Allah swt.
QS. Al Hajj (22) : 8 "Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab yang bercahaya."
QS. Al Maa’idah (5 ) : 16 “…dan (dengan kitab itu) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinNya.”
QS. Al A’raaf (7) : 157 “…dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
QS. An Nuur (24) : 40 “…dan barangsiapa tidak diberi cahaya oleh Allah, tidaklah ia memiliki cahaya sedikit pun.”
QS. At Tahriim (66) : 8 "Hai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah, dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan para nabi dan orang-orang beriman yang bersama dengan dia, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan : Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."