Laman

Senin, 21 September 2015

KETULUSAN

Selalu ada saja orang yang suka menangguk ikan di air yang keruh. Mereka mngambil keuntungan dari ke adaan yang kacau balau untuk kepehtingan diri sendiri. Bahkan acap kali mereka tidak segan-segan melakukan penipuan terhadap rakyat kecil yang tidak berdosa dan tidak tahu apa-apa. Tatkala Perang Badr sedang berkecamuk, suasana kehidupan dilanda ketegangan yang kian mencekam karena orang-orang kafir Quraisy, dengan kekuatan tentara tiga kali lipat daripada pasukan Nabi, mengancam akan mengadakanpenghancuran besar-besaran terhadap umat Islam, terutama yang tinggal di daerah-daerah terpencil.
Malam itu, pada waktu seluruh manusia sedang lelap dalam tidurnya, sekelompok penyamun mendapat berita, ada sebuah kafilah yang membawa bekal makanan bagi tentara Nabi dan sejumlah harta benda yang tak ternilai harganya akan melewati sebuah jalan yang sepi. Mereka segera mengadakan pengadangan ditempat yang strategis dan tersembunyi. Entah apa sebabnya, kafilah itu tiduk muncul-muncul sampai larut malam. Di tengah angin dingin yang menggigit tulang, dalam kegelapan yang sangat pekat, mereka dengan sia-sia menantikan kafilah yang jika berhasil mereka rampok bakal menyebabkan tentara Nabi menderita kekurangan pangan.
Akhirnya kepala penyamun berseru, “Kurang ajar. Pasti kafilah itu telah lolos dan tiba di Madinah dengan selamat melalui jalan lain.” Para anak buahnya ikut menggerutu. Mereka tidak tahu hendak pergi ke mana lagi, padahal diperkirakan akan bertiup badai gurun yang sangat menakutkan hati mereka. Tatkala mereka sedang terburu-buru menjauhi tempat itu, dan belum tentu selamat dari ancaman topan yang biasanya amat ganas itu, terlihat lampu kelap-kelip dikejauhan, menyorot dari sesosok gubuk reyot di balik bukit batu. Mereka pun segera berangkat ke sana untuk mencari perlindungan.
Sambil mengetuk pintu, kepala penyamun mengucapkan salam secara Islam dengan lantang. Yang punya rumah, seorang lelaki miskin dan keluarganya, menyambut mereka dengan ramah. Kepala penyamun berkata, “Kami adalah sepasukan tentara Nabi yang sedang berjuang fisabilillah, di jalan Allah. Kami kemalaman setelah ditugaskan melakukan pengintaian terhadap gerakan tentara musuh. Bolehkah kami menginap di sini?”
Alangkah gembiranya tuan rumah dan seluruh keluarganya menerima kedatangan tentara Islam yang berjuang fi sabllillah. Kepada mereka disediakan tempat tidur berupa gelaran tikar yang empuk, dan disiapkan pula makanan seadanya sehingga mereka dapat beristirahat dengan nikmat. Untuk wudlu mereka. diambilkan air bening yang ditempatkan dalam sebuah kendi besar, di bawahnya diletakkan bejana guna menampung bekas air wudlu mereka supaya tidak berceceran ke mana-mana.
Keesokan harinya para penyamun itu bangun kesiangan, tetapi tuan rumah yakin, mereka pasti sudah sernbahyang subuh di dalam kamar, lalu tidur lagi. Ketika mereka hendak keluar, terlihat oleh kepala penyamun dan anak buahnya, seorang anak kecil terbaring tidak berdaya di atas balai-balai. Kepala penyamun bertanya, “Siapakah yang tergolek itu?” Dengan sedih tuan rumah menjawab, “Dia anak saya yang paling kecil, menderita lumpuh sejak satu tahun yang lalu. Doakanlah, semoga berkat kedatangan Tuan-Tuan yang sedang berjuang di jalan Allah, anak saya akan memperoleh kesembuhannya kembali.”
Kepala penyamun melirik kepada anak buahnya sambil mengedipkan mata sehingga dengan serempak berkata, “Amin.” Lantas mereka keluar dan lenyap di tengah kepulan debu setelah mereka menggebah kuda masing-masing. Sepeninggal mereka, lelaki itu berkata kepada istrinya seraya mengangkat bejana yang berisi air bekas para penyamun itu mencuci muka. “Air ini adalah cucuran sisa air wudlu orang-orang yang dengan ikhlas berjuang fi sabilillah. Mari kita usapkan ke sekujur tubuh anak kita, siapa tahu akan menjadi obat baginya.”
Istrinya tidak membantah. Hatinya gembira telah menerima kehadiran tamu-tamu yang membawa rahmat Allah. Demikian pula si anak yang sudah setahun mengidap penyakit lumpuh, tidak bisa beranjak dari pembaringannya itu. Dengan penuh harap ia membiarkan kedua orang tuanya membasahi seluruh badannya dengan air keruh itu beberapa kali dalam sehari.Malamnya, ketika hari sudah amat larut, para penyamun itu datang lagi, rupanya setelah berhasil menggarong beberapa kafilah sehingga bawaan mereka banyak sekali. Tujuan mereka hendak menginap pula di situ untuk sekalfgus menyembunyikan diri agar tidak dicurigai karena mereka berpendapat, dengan berlindung di gubuk terpencil yang dihuni oleh keluarga taat beragama, pasti yangberwajib tak akan menyangka merekalah perampok-perampok yang dicari-cari.
Alangkah terkejutnya kepala penyamun itu tatkala pintu dibuka dari dalam. Yang berdiri di ambangnya adalah anak lelaki yang tadi pagi masih lumpuh itu. Dengan heran ia bertanya kepada si tuan rumah, “Apakah betul anak ini yang waktu kami tinggalkan tidak bisa berdri dari tempat tidur?” “Ya, betul, dialah anak saya yang lumpuh itu,” jawab si tuan rumah dengan gembira. “Inilah kuasa Allah berkat kedatangan Tuan-Tuan. Rupanya, lantaran kami menyambut kehadiran para pejuang fi sabilillah dengan ikhlas, Allah membalas ,kami dengan karunia-Nya yang sangat besar. Air bekas cucuran Tuan-Tuan berwudlu, yang kami tampung di dalam bejana, kami oleskan beberapa kali ke sekujur tubuhnya. Alhamdulillah, Allah telah mengabulkan permohonan kami sehingga anak saya dapat berjalan kembali. Terima kasih, Tuan-Tuan. Semoga Allah meridhai perjuangan Tuan-Tuan di jalan Allah.”
Kepala penyamun tertunduk. Begitu pula segenap anak buahnya. Mereka merasa sangat malu kepadasi tuan rumah dan. kepada Tuhan lantatan mereka sebenarnya hanyalah perampok hina-dina. Maka.di dalam kamar mereka saling berpelukan seraya menangis tersedu-sedu. Sejak saat itu mereka berjanji akan bertobat dan bersumpah akan bergabung dengan umat Islam untuk berjuang bahu-membahu dengan Nabi melawan kaum musyrikin. Adapun harta yang telah mereka rampas dari korban-korbannya, mereka bagi-bagikan kepada fakir miskin, di samping sebagian lainnya diberikan kepada tuan rumah dan keluarganya yang telah memberikan petunjuk ke jalan kebenaran dengan ketulusannya.

KEMATIAN!!!


Oleh : Abu Hafidzh Al-Faruq

Kematian, seberapapun keras usaha manusia untuk menghaluskan kata tersebut seperti “berpulang ke rahmatuLLAH”,”telah ditinggal pergi”,”meninggal dunia”,”menghadap Sang Pencipta”,… tetap saja tidak mampu mengurangi rasa yang sesungguhnya dari sebuah kematian. Nyawa atau ruh adalah peluru yang sesungguhnya setelah ditembakkan meninggalkan selongsongnya. Selebihnya adalah jasad, wadah yang digunakan oleh ruh untuk berbuat di dunia. Kematian adalah pintu masuk kealam barzah dari alam dunia, demikian kata ustadz yang suka berpakaian serba putih itu dalam khutbahnya di TV.
Kematian begitu menakutkan banyak orang (termasuk penulis sendiri), baik bagi yang menghadapi kematian maupun yang ditinggal mati. Pertanyaannya adalah apa sebenarnya yang membuat kematian itu begitu menakutkan? Mari kita simak! Kalaulah anda lihat orang orang yang ditinggal mati bersedih lalu berkata ‘tiada lagi tempat kami mengadu’ atau “dulu aku selalu ada yang menemani, kini tinggal aku sendiri’, atau “bagaimana dengan sekolahku, siapa yang akan membiayai?’ dan kalimat kalimat yang sejenis maka ketahuilah bahwa sifat egois telah menguasai orang orang yang ditinggal mati tersebut, dan memang seperti inilah kebanyakan yang kita jumpai. Orang orang yang gembira terhadap kematian orang lain karena berharap akan jatuhnya klaim asuransi juga digolongkan dalam kelompok ini.
Apa sebenarnya yang membuat orang yang menghadapi kematian begitu menakutkan? Bagaimana reaksi perasaan anda ketika anda divonis mati oleh hakim atau dokter? Mungkin anda pernah  melihat bagaimana terdakwa kriminal bersikap terhadap putusan ini? Atau seorang pasien kanker ganas yang takkan terobati dan tinggal menunggu waktu maut menjemput? Kenapa takut? Mereka gelisah, apa sebabnya? Makan tak sedap, tidur tak nyenyak, hidup tak bergairah, sampai sampai seorang terpidana mati yang baru baru ini dieksekusi menulis ‘bukan kematian yang aku takutkan tapi menunggu keputusan yang sangat menyiksa’, sesungguhnya dia juga takut mati karena yang dia tunggu adalah keputusan hukuman mati atau tidak.Bisa jadi bagi mereka kehidupan di dunia sekarang adalah segala-galanya, walaupun pengetahuan setelah kematian ada kehidupan lain sudah dijejal ke otak mereka, sikap ketakutan akan kematian telah memperlihatkan secara jelas siapa sebenarnya dirinya. Seperti pepatah barat mengatakan “everyone wish to heaven, but no one willing to die (semua orang ingin masuk surga, tapi tidak ada seorangpun yang mau mati)”, ironis memang…
Atau bagi yang merasa setelah kematian ada kehidupan, merasa amal perbuatannya masih belum cukup alias masih banyak dosa dan sedikit pahala. Apakah anda pernah menjadi saksi jiwa jiwa yang sedang sekarat, mulut menganga mata melotot, nafas terhenti satu satu seperti tercekik? Sebagian memang terlihat mengerikan dan anda takut karena teringat hal hal yang menyeramkan saat tubuh merenggang nyawa, dan anda semakin takut mereka-reka siksa kubur oleh Nunkar dan Nankir yang super dahsyat menunggu anda, sampai kiamat untuk menerima azab sesungguhnya yang abadi! Wow!!!
Pertanyaan selanjutnya adalah kenapa kita semua tidak beralih kepada kematian yang menyenangkan, menyenangkan bagi yang menghadapi kematian dan menyenangkan bagi yang ditinggalkan. Lho kok bisa..?! Logikanya sederhana, bukankah sebaiknya anda sesegera mungkin mati jika anda mengetahui pada detik ini seluruh dosa dosa anda diampuni dan anda dijamin masuk surga, sebelum anda melakukan dosa berikutnya? Apakah ada orang orang yang memiliki riwayat mati menyenangkan? Para sahabat di zaman Nabi yang berjihad untuk ALLAH tidak hanya senang mati, tapi mereka memang mencari mati! Tapi tentu saja mereka tidak bunuh diri dengan membiarkan tubuh mereka ditombak dipanah dibacok begitu saja oleh musuh ALLAH. …dan kita juga mengetahui bahwa TUHAN menjanjikan surga buat mereka.
Menyenangkan bagi orang yang menghadapi kematian karena dia tahu bakalan masuk surga dan menyenangkan bagi orang orang yang ditinggal mati karena tahu orang yang mereka cintai masuk surga. Bagi mereka yang akan menjalani proses sakratul maut juga tak perlu resah karena mati seperti orang yang berangkat tidur, rebah dikasur lalu dengan sekali tarikan nafas panjang langsung terlelap, bedanya cuma terlelap untuk selama lamanya.
Saya mengajak anda bukan sebagai orang yang sudah berpengalaman, saya mengajak anda karena hal tersebut masih sangat mungkin dicapai. Contoh orang berjihad dengan Nabi adalah klasik dan jihad bukan satu satunya jalan untuk mencapai Khusnul Khatimah apalagi jihad yang sekarang banyak disangsikan. Mari kita menatap zaman di mana kita hidup sekarang.
Saudara sekalian, orang sakit, terbunuh, tenggelam, kecelakaan lalu lintas,… adalah alasan alasan agar TUHAN mencabut nyawa terdengar logis bagi manusia. TUHAN bisa saja mencabut nyawa anda seketika ketika anda sedang berdiri, duduk, berbaring apalagi sedang mengendarai mobil di lintasan Formula One! Bahkan bagi orang sakitpun yang  berusaha keras berobat untuk sembuh, kalau anda tahu ilmunya maka ‘tidak semua orang yang sakit harus sembuh!’
Maaf kawan, bukan saya tak hendak berbagi ilmu, mengutip kalimat Robert T. Kiyosaki dalam bukunya Guide To Investing dalam pendidikan dasar CashFlow-nya, saya ingin mengatakan bahwa “Ilmu ini tidak bisa dipelajari dengan membaca”.
Lalu bagaimana agar mati bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan? GURU saya mengatakan “Matikanlah dirimu sebelum engkau mati!”. Oh apakah ini proses latihan? Maksudnya? GURUnya GURU saya (NENEK GURU) dalam sebuah kesempatan saya dengar rekaman fatwaNYA mengatakan “Kalau engkau tidak bisa berenang, kemanapun engkau pergi kau tak kan bisa berenang! Kalau kau tak kenal Tuhan di dunia, maka diakhiratpun kau tak kenal Tuhan!” Pelajarannya adalah ‘Kau tak akan masuk surga jika tak kenal yang punya surga!’ masalahnya TUHAN diakhirat nanti adalah TUHAN di dunia sekarang. Kesimpulannya, wajar saja kau takut mati dan atau ditinggal mati sebab kau tak kenal Tuhan! NENEK GURU juga mengkritik para ustadz ustadz yang mengatakan ‘shalatlah yang khusuk insya allah masuk surga’, masalahnya adalah ustadz ustadz itu tidak mampu mengajarkan bagaimana yang dimaksud dengan shalat yang khusuk. “Ajaran kok spekulatif dengan insya allah masuk surga, kalau tidak, apa mau kembali ke dunia?” demikian kata NENEK GURU saya. Bagi saudara saudara yang sangat yakin akan masuk surga karena amal ibadah saudara, ketahuilah jika masuk surgapun anda bukan karena banyaknya amal ibadah anda! Umatku tidak masuk surga karena ibadahnya, melainkan karena Ridha ALLAH SWT, demikian hadisnya bung! Jadi sebaiknya anda tidak usah menghitung-hitung pahala! Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana TUHAN meridhai anda jikalau anda berdua belum saling mengenal?
Anda akan merindui kematian bila anda mengenal TUHAN anda yang menjamin seluruh dosa anda diampuni dan memastikan anda masuk surga! Saya tambahkan GURU saya juga berucap “Orang orang berTUHAN yang mati sesungguhnya tidaklah mati, mereka tetap hidup…”

Dilangit Tuan berkata, Dibumi Tuan bersabda
Dilangit Tuan bertahta, Dibumi Tuan menjelma

WASILAH, Cara Berjumpa Dengan Allah

Semua manusia di dunia ini meyakini bahwa Tuhan adalah sosok yang Agung, Mulia, Sempurna dan segala gelar hebat di sandang oleh-Nya. Kalau di dunia ada Raja maka Tuhan adalah Maha Raja Diraja. Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mulia tersebut, sebegitu tingginya sehingga hampir semua manusia merasa mustahil untuk berjumpa denga-Nya. Hanya golongan tertentu saja seperti Nabi yang diizinkan untuk menjumpai-Nya. Bahkan dalam pandangan kelompok tertentu dalam Islam, bahkan Nabi sendiri tidak pernah berjumpa dengan Allah di dunia, dalil tentang pengalaman Musa ingin melihat Tuhan dijadikan dalil untuk membenarkan pendapat mereka. Kelompok Mu’tazilah bahkan lebih ekstrim lagi, mereka berpendapat bahwa Tuhan tidak bisa dilihat atau dijumpai baik di dunia maupun di akhirat.
Kelompok yang paling banyak adalah yang berpendapat bahwa Allah tidak bisa dilihat atau dijumpai didunia namun Dia bisa dijumpai di akhirat setelah manusia meninggal dunia. Karena banyak bahkan sangat banyak, pada umumnya kita juga meyakini atau dipaksa meyakini bahwa Tuhan tidak mungkin dilihat di dunia dengan alasan Dia Maha Tinggi dan Maha Segalanya.
Disisi lain, kaum Sufi meyakini dan memang mengalami hal yang mustahil bagi kaum awam, yaitu berjumpa, melihat dan berdialog dengan Allah sebagaimana yang diceritakan para Tokoh Sufi dalam berbagai karyanya, salah satu Imam al-Ghazali yang melihat dan berdialog dengan Tuhan di dalam mimpi Beliau.
Pertanyaan yang paling menggoda kita adalah, kenapa ketiga kelompok ini yang sama-sama mengambil sumber ilmu dari Al-Qur’an dan Hadist bisa begitu jauh berselisih paham dan ini telah terjadi dari zaman dulu sampai sekarang. Jawaban normative karena pikiran manusia berbeda-beda dan kemampuan untuk menyerap ilmu dari sumber yang Agung (Al-Qur’an juga berbeda.
Bagi kelompok yang tidak meyakini bahwa Allah bisa di lihat di akhirat, dengan segala dalil menyerang kelompok yang meyakini bahwa Allah bisa dilihat di akhirat. Kaum Mu’tazilah menganggap keliru pemahaman Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang meyakini Allah bisa dilihat di akhirat. Kemudian, orang yang meyakini bahwa Allah hanya bisa dilihat di akhirat menganggap keliru atau aneh bagi orang yang meyakini bahwa Allah bisa dilihat di dunia dan akhirat. Kalau kita terus menerus terjebak kepaa perdebatan tentang Tuhan, maka secara tidak sadar kita tidak pernah mau berusaha untuk menemukan kebenaran lain selain yang kita yakini.
Tuhan Maha Tinggi dan tidak seorangpun yang bisa menjangkat Zat Allah yang Maha tinggi tersebut, dan dalam hal ini kaum sufi yang meyakini bahwa Tuhan bisa dilihat juga berpendapat seperti ini. Tidak berarti bahwa ketika kaum sufi berkesempatan memandang Allah, lalu kedudukan Allah menjadi rendah. Semua manusia memposisikan Tuhan sesuai kadarnya masing-masing makanya dengan segala keyakinannya menampatkan TUhan ditempat yang tdak terjangkau agar kedudukan Tuhan tetap tinggi. Lalu, kalau Tuhan sudah sangat tinggi tidak dapat dijangkau, untuk apa adanya Tuhan?
Tuhan tidak sekedar sesuatu yang disembah, tapi Dia adalah sosok yang akrab dengan kita, tempat kita berkeluh kesah dan sahabat yang paling setia. Nabi Ibrahim menjadi “Khalilullah” Sabahat Allah karena kedekatan Beliau dengan Allah, lalu apakah hanya Ibrahim satu-satunya manusia yang layak menjadi Sahabat Allah? Nabi Muhammad terkenal sebagai “Habibullah” lalu apakah hanya Muhammad satu-satunya manusia yang layak menjadi kekasih Allah? Nabi Musa dikenal dengan “Kalamullah” orang yang diajak berbicara oleh Allah, apakah hanya Nabi Musa yang mengalami seperti itu. Bagaimana dengan kita yang awam, orang-orang yang bukan Nabi, apakah tidak boleh berhubungan dengan Allah dengan akrab?
Kaum sufi yang akrab dengan Tuhan juga tidak merasa dirinya hebat, tidak merasa dirinya suci dan mulia bahkan disetiap saat dengan kesadaran penuh dia merasa sebagai hamba yang hina, dhoif, papa tidak bisa apa, hanya karena kemuarahan hati TUhan saja yang membuat mereka bisa melakukan banyak hal di dunia ini. Kaum Sufi tidak pernah meyakini bahwa TUhan bisa menjadi manusi dan manusia karena kesuciannya bisa menjadi Tuhan, bahwa manusia itu bisa mencapai kedudukan mulia TUhan adalah pendapat diluarorang lain terhadap pemahaman Sufi. Kesalahan dalam memahami Wahdatul Wujud inilah kemudian yang membuat kaum sufi mendapat tuduhdan sebagai kelompok sesat dari orang-orang yang tidak memahaminya.
Kaum Sufi, dari manapun dia berasal dalam berhubungan dengan Allah tetap memakai meode yang diajarkan oleh Rassulullah yaitu lewat Wasilah. Karena tidak mungkin manusia bisa berhubungan dengan Allah tanpa ada unsur atau alat yang diberikan Allah. Dia yang Maha tinggi tidak mungkin dijangkau oleh manusia yang penuh dengan dosa dan kekurangan. Dalam hal ini seluruh manusia mempunyai kayakinan yang sama, termasuk Sufi. Allah yang Maha Pemurah memberikan “Alat Komunikasi” antara manusia dengan Dia yaitu berupa Nur Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Nur tersebut setelah Nabi Muhammad wafat diberikan kepada para ulama pewaris Nabi, dengan itulah manusia bisa berhubungan dengan TUhan. Sebagai alat komunikasi, Wasilah bukanlah ciptaan manusia, bukan pula manusia, tapi dia adalah sesuatu yang berasal dari sisi Allah. Inilah yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai Tali Allah, yang pangkalnya ada pada Allah dan ujungnya ada pada kekasih-Nya. Jangankan Allah yang merupakan Cahaya Maha Tinggi, berhubungan dengan cahaya yang nampak saja harus ada alatnya. Gelombang radio atau televisi ciptaan manusia tidak bisa diterima tanpa adanya alat penerimanya apalagi Cahaya Allah yang begitu Tinggi.
Nabi bukanlah sekedar penyampai wahyu, tapi Beliau adalah pembawa Wasilah yang berasal dari sisi Allah sebagai media penyambug manusia dengan Allah. Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan langsung, tanpa perantara. Hubungan langsung yang dimaksud tentu saja hubungan dengan menggunakan metode yag tepat, metode yang telah disampaikan dan digunakan oleh Rasulullah SAW. Umumnya hubungan langsung yang diyakini oleh manusia secara umum, dia merasa yakin aja bahwa Tuhan yang disembah itu benar. Mulai dari dia bisa beribadah, dia meyakini yang disembah dalah Allah. Apkah memang demikian? Dari mana dia bisa tahu kalau yang berdiri didepannya itu sosok Iblis yang juga terdiri dari cahaya. Berpuluh-puluh tahun dia meyakini telah menyembah Allah lewat Shalat dan ibadah lainnya, ternyata yang disembah Iblis karena dia tidak bisa membedakan antara Allah dan Iblis. Ibadahnya berupa shalat itu diberi ganjaran Neraka oleh Allah karena yang disembah bukan Allah.
Apakah Iblis tidak bisa masuk kedalam Mesjid? Jangankan dalam mesjid atau rumah kita, kedalam surga pun dia bisa bolak balik, bebas keluar masuk. Jadi, kesmbongan kita menolak wasilah, menyembah Allah dengan metode Rasulullah ini yang menyembabkan kita mudah disusupi setan yang sangat Halus. Ingat, Nabi Adam digoda oleh Iblis bukan di Pasar Malam atau di Mall, tapi di dalam Surga yang dipagari oleh para Malaikat.
Kaum Sufi tidak ragu sedikitpun dia dalam beribadah karena dia sudah bisa membedakan antara Allah dan yang bukan Allah karena dia telah berjumpa dengan Allah. Bagi mereka Allah bukan hanya Maha Gaib (Al-Ghaibi) namun juga Maha Nyata (AD-Dzahir) seperti yang tertulis dalam Asmaul Husna. Bagi orang yang baru menempuh jalan kepada Allah (Thariqatullah), paling tidak dia telah mempunyai pembimbing (Mursyid) yang setiap saat akan menuntun dan membimbing dia kepada Allah secara zahir dan bathin. Godaan dan gangguan secara bathin dengan izin Allah akan mendapat Syafaat ( Bantuan) dari Guru Mursyid yang rohaninya selalu bersama rohani Rasulullah dan otomatis selalu bersama Allah.
Jadi, belum terlambat bagi siapapun kita yang belum menggunakan metode berhubungan dengan Allah berupa Wasilah untuk segera mencari Guru Pembimbing agar ibadahnya menjadi sempurna dan diterima oleh Allah SWT.

KESAKSIAN PARA ULAMA FIQIH TENTANG TASAWUF

Sesungguhnya tasawuf adalah Islam, dan Islam adalah tasawuf. Untuk mencapai kesempurnaan ibadah dan keyakinan dalam Islam, seseorang hendaknya mempelajari ilmu tasawuf melalui thariqah-thariqah yang mu’tabar dari segi silsilah dan ajarannya. Para ulama besar kaum muslimin sama sekali tidak menentang tasawuf, tercatat banyak dari mereka yang menggabungkan diri sebagai pengikut dan murid tasawuf, para ulama tersebut berkhidmat dibawah bimbingan seorang syaikh thariqah yang arif, bahkan walaupun ulama itu lebih luas wawasannya tentang pengetahuan Islam, namun mereka tetap menghormati para syaikh yang mulia, hal ini dikarenakan keilmuan yang diperoleh dari jalur pendidikan formal adalah ilmu lahiriah, sedangkan untuk memperoleh ilmu batiniyah dalam membentuk qalbun salim dan kesempurnaan ahlak, seseorang harus menyerahkan dirinya untuk berkhidmat dibawah bimbingan seorang syaikh tasawuf yang sejati.
Empat orang imam mazhab Sunni, semuanya mempunyai seorang syaikh thariqah. Melalui syaikh itulah mereka mempelajari Islam dalam sisi esoterisnya yang indah dan agung. Mereka semua menyadari bahwa ilmu syariat harus didukung oleh ilmu tasawuf sehingga akan tercapailah pengetahuan sejati mengenai hakikat ibadah yang sebenarnya.
Imam Abu Hanifah (Nu’man bin Tsabit – Ulama besar pendiri mazhab Hanafi) adalah murid dari Ahli Silsilah Thariqat Naqsyabandiyah yaitu Imam Jafar as Shadiq ra . Berkaitan dengan hal ini, Jalaluddin as Suyuthi didalam kitab Durr al Mantsur, meriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah (85 H.-150 H) berkata, “Jika tidak karena dua tahun, Nu’man telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”.
Imam Maliki (Malik bin Anas – Ulama besar pendiri mazhab Maliki) yang juga murid  Imam Jafar as Shadiq ra, mengungkapkan pernyataannya yang mendukung terhadap ilmu tasawuf sebagai berikut, “Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih kebenaran.”
(‘Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, vol. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).
Imam Syafi’i (Muhammad bin Idris, 150-205 H ; Ulama besar pendiri mazhab Syafi’i) berkata, “Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu:
1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara
2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati
3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.”
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, vol. 1, hal. 341)
Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H ; Ulama besar pendiri mazhab Hanbali) berkata, “Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka”
(Ghiza al Albab, vol. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi)
Syaikh Fakhruddin ar Razi (544-606 H ; Ulama besar dan ahli hadits) berkata, “Jalan para sufi adalah mencari ilmu untuk memutuskan hati mereka dari kehidupan dunia dan menjaga diri agar selalu sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat Allah pada seluruh tindakan dan perilaku .”
(I’tiqad al Furaq al Musliman, hal. 72, 73)
Ibn Khaldun (733-808 H ; Ulama besar dan filosof Islam) berkata, “Jalan sufi adalah jalan salaf, yakni jalannya para ulama terdahulu di antara para sahabat Rasulullah Saww, tabi’in, dan tabi’it-tabi’in. Asasnya adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan perhiasan serta kesenangan dunia.”
(Muqadimah ibn Khaldun, hal. 328).


Imam Jalaluddin as Suyuti (Ulama besar ahli tafsir Qur’an dan hadits) didalam kitab Ta’yad al haqiqat al ‘Aliyyah, hal. 57 berkata, “Tasawuf yang dianut oleh ahlinya adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Ilmu ini menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah Nabi Saww dan meninggalkan bid’ah.”
Bahkan Ibnu Taimiyyah (661-728 H), salah seorang ulama yang dikenal keras menentang tasawuf pada akhirnya beliau mengakui bahwa tasawuf adalah jalan kebenaran, sehingga beliaupun mengambil bai’at dan menjadi pengikut thariqah Qadiriyyah. Berikut ini perkataan Ibnu Taimiyyah didalam kitab Majmu al Fatawa Ibn Taimiyyah, terbitan Dar ar Rahmat, Kairo, Vol. 11, hal. 497, dalam bab. Tasawuf : “Kalian harus mengetahui bahwa para syaikh yang terbimbing harus diambil dan diikuti sebagai petunjuk dan teladan dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Thariqah para syaikh itu adalah untuk menyeru manusia kepada kehadiran dalam Hadhirat Allah dan ketaatan kepada Nabi.” Kemudian dalam kitab yang sama hal. 499, beliau berkata, “Para syaikh harus kita ikuti sebagai pembimbing, mereka adalah teladan kita dan kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita berhaji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai Ka’ bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal) menuju Allah dan Nabi kita.” Di antara para syaikh sufi yang beliau sebutkan didalam kitabnya adalah, Syaikh Ibrahim ibn Adham ra, guru kami Syaikh Ma’ruf al Karkhi ra, Syaikh Hasan al Basri ra, Sayyidah Rabi’ah al Adawiyyah ra, guru kami Syaikh Abul Qasim Junaid ibn Muhammad al Baghdadi ra, guru kami Syaikh Abdul Qadir al Jailani, Syaikh Ahmad ar Rifa’i ra, dll.
Didalam kitab “Syarh al Aqidah al Asfahaniyyah” hal. 128. Ibnu Taimiyyah berkata, “Kita (saat ini) tidak mempunyai seorang Imam yang setara dengan Malik, al Auza’i, at Tsauri, Abu Hanifah, as Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Fudhail bin Iyyadh, Ma’ruf al Karkhi, dan orang-orang yang sama dengan mereka.” Kemudian sejalan dengan gurunya, Ibnu Qayyim al Jauziyyah didalam kitab “Ar Ruh” telah mengakui dan mengambil hadits dan riwayat-riwayat dari para pemuka sufi.
Dr. Yusuf Qardhawi, guru besar Universitas al Azhar, yang merupakan salah seorang ulama Islam terkemuka abad ini didalam kumpulan fatwanya mengatakan, “Arti tasawuf dalam agama ialah memperdalam ke arah bagian ruhaniah, ubudiyyah, dan perhatiannya tercurah seputar permasalahan itu.” Beliau juga berkata, “Mereka para tokoh sufi sangat berhati-hati dalam meniti jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh Al-Qur,an dan As-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan praktek yang menyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya. Banyak orang yang masuk Islam karena pengaruh mereka, banyak orang yang durhaka dan lalim kembali bertobat karena jasa mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam, yang berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama di bidang marifat, akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam ruhani, semua itu tidak dapat diingkari.
Seperti itulah pengakuan para ulama besar kaum muslimin tentang tasawuf. Mereka semua mengakui kebenarannya dan mengambil berkah ilmu tasawuf dengan belajar serta berkhidmat kepada para syaikh thariqah pada masanya masing-masing. Oleh karena itu tidak ada bantahan terhadap kebenaran ilmu ini, mereka yang menyebut tasawuf sebagai ajaran sesat atau bid’ah adalah orang-orang yang tertutup hatinya terhadap kebenaran, mereka tidak mengikuti jejak-jejak para ulama kaum salaf yang menghormati dan mengikuti ajaran tasawuf Islam.

Tasawuf Membentuk Akhlak Mulia

Oleh Marsudi Fitro Wibowo*

Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An Nisaa'(4):69)
Bagi orang yang belum mengenal apa itu Ilmu Tasawwuf atau Sufi tentu akan merasa asing untuk keduanya, karena tidak tahu orang cendrung untuk menjauhi atau enggan untuk mempelajarinya bahkan sampai mengejeknya. Hal ini serupa dengan awal kedatangan Islam tempo dulu, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.: “Permulaan Islam ini asing, dan akan kembali asing pula, maka gembiralah orang-orang yang dianggap asing (orang-orang Islam).” HR. Muslim dari Abi Hurairah.
Kaum Sufi bukanlah sekelompok aliran bid’ah yang ajarannya masih saja diperdebatkan, namun dalam memahami Ilmu kesufian hati perlu benar-benar bersih dan jeli untuk menangkap doktrin-doktrin yang diajarkan dalam sufi itu sendiri dengan catatan tidak melenceng dari Islam. Tanpa didampingi ilmu sebagai manusia terlalu gampang untuk mencoreng, mencela dan berprasangka buruk terhadap sesama. Dalam sebuah hadits Nabi Saw.: “Hati-hatilah kalian terhadap prasangka, karena sesungguhnya prasangka itu merupakan perkataan yang paling dusta.” HR. Bukhari & Muslim.
Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawwuf adalah ilmu yang didasari oleh Al-Qur’an dan Hadits dengan tujuan utamanya amar ma’ruf nahi munkar. Sejak jaman sahabat Nabi Saw. tanda-tanda sufi dan ilmu kesufian sudah ada, namun nama sufi dan ilmu tersebut belum muncul, sebagaimana ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Hadits, Ilmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Fiqh dan lain sebagainya. Barulah pada tahun 150 H atau abad ke-8 M Ilmu Sufi atau Ilmu Tasawwuf ini berdiri sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang bersifat Keruhanian. Kontribusi Ilmu Tasawwuf ini banyak dibukukan oleh kalangan orang-orang Sufi sendiri seperti Hasan al-Basri, Abu Hasyim Shufi al-Kufi, al-Hallaj bin Muhammad al-Baidhawi, Sufyan ibn Sa’id ats-Tsauri, Abu Sulaiman ad-Darani, Abu Hafs al-Haddad, Sahl at-Tustari, al-Qusyairi, ad-Dailami, Yusuf ibn Asybat, Basyir al-Haris, as-Suhrawardi, Ain Qudhat al-Hamadhani dan masih banyak yang lainnya hingga kini terus berkembang.
Dalam praktek realisasi ilmu Sufi khusunya tempo dulu, mutasawwif (orang Sufi) memerlukan adaptasi yang amat sangat. Hal ini agar mampu untuk menarik orang-orang yang belum masuk muslim dengan jalan tanpa kekerasan dan paksaan, dengan kata lain berdakwah yang tidak keluar dari tujuan utama yang membuktikan akan cintanya kepada Maha Pencipta yakni Allah SWT. Disisi lain orang-orang sufi menjauhkan diri dari hal keduniaan yang dapat menghijab antara hamba-Nya dengan Allah Swt dalam beribadah. Disinilah Sufi mulai mengembangkan metode-metode bagaimana cara untuk membersihkan jiwa, pembinaan lahir batin, berdzikir, mendekatkan diri pada Allah, membangun jiwa mulia dalam mengenal Allah atau ber-ma’rifat, selain itu berintrospeksi diri siapa diri ini sebenarnya, sesuai dengan hadits Nabi Saw. “Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa Rabbahu” (Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya)”.
Jelas bahwa Ilmu Tasawwuf dan Sufi adalah merupakan salah satu ilmu dalam Agama Islam yang sangat halus dan mendalam yang mampu menembus alam batin serta sulit sekali untuk di ilmiahkan dan diterangkan secara kongkrit. Hal ini bukan berarti tidak dapat dibuktikan secara ilmiah namun seseorang yang memiliki kebersihan hati dan kecerdasan yang luar biasa yang mampu mecahkannya. Sebab “Al-Islaamu ‘ilmiyyun wa ‘amaliyyun” (Islam adalah ilmiah dan amaliah) HR. Bukhari. Karena halusanya ilmu ini persoalan-persoalan didalamnya bagi orang awam dapat menimbulkan khilafiyah (perbedaan) dan pertentangan-pertentangan. Tapi inilah keindahan Islam berlomba dalam kebaikan selama tidak menyimpang dari aturan Islam.
Dalam kitab Ta’yad Al-Haqiqtul ‘Aliyya hal. 57, salah seorang ulama Fiqh dan Ahli Tafsir Jalaluddin as-Suyuti mengatakan: “Tasawwuf dalam diri mereka adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Dia menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah Nabi dan meninggalkan bid’ah”. Sedangkan Al-Junaid seorang pimpinan tokoh Sufi Mazhab Moderat yang berasal dari Baghdad menyatakan tentang ilmu kesufian dalam syairnya: “Ilmu Sufi (Tasawwuf) adalah benar-benar ilmu, yang tidak seorang pun dapat memperolehnya; Kecuali dia yang dikarunia kecerdasan alami, dan berbakat untuk memahaminya. Tak seorang pun dapat berpura menjadi Sufi, kecuali dia yang melihat rahasia nuraninya.”
Ilmu Tasawwuf dan Sufi adakalanya orang mencap sebagai ilmu kolot, ketinggalan jaman, usang, out of date, bahkan disebut aneh. Akan tetapi di balik itu semua bahwa Ilmu Tasawwuf memiliki kekuatan yang sungguh luar biasa untuk lebih mengenal Tuhan serta membangun mental dan akhlak yang mulia. Yang perlu diperhatikan kenapa orang dapat menjadi sesat dan madlarat dalam mempelajari dan mengamalkan Ilmu Tasawwuf. Sehingga ia menjadi orang yang apatis atau mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat dan keluarga, meninggalkan keduniaan yang padahal di dunia ini adalah sebagai ladang amal dalam berbuat kebajikan untuk bekal di hari kemudian. Hal demikian dapat terjadi kesesatan pada diri seseorang dengan mempelajari ilmu Tasawwuf tetapi tanpa didampingi dengan Ilmu Kalam (Ushuluddin) dan Ilmu Fiqh.
Menurut Imam Malik ra. (94-179 H/716-795 M) menyatakan: “Man tassawaffa wa lam yatafaqah faqad tazandaqa, wa man tafaqaha wa lam yatsawwaf faqad fasadat, wa man tafaqaha wa tassawafa faqad tahaqqaq. (Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawwuf tanpa fiqh maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqh tanpa tasawwuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawwuf dan fiqh dia meraih kebenaran).” Dengan demikian bahwa Ilmu Tasawwuf dan Ilmu Fiqh umpama dua jemari yang tak dapat dipisahkan, dan tidak untuk diabaikan dimana keduanya sama-sama penting suatu perpaduan antara akal dan hati.
Jadi dengan Ilmu Kalam (Ushuluddin) atau Ilmu Tauhid, bahwa Allah SWT. itu ada dan mempercayainya sebagai Tuhan yang wajib disembah. Ilmu Kalam ini adalah Ilmu pokok-pokok kepercayaan dalam Agma Islam. Selain itu pula untuk menghindari dari kemusyrikan serta memperkuat akan Tauhidullah sebagai Esensi Aqidah Islam. Ilmu Fiqh, pemahaman tentang syariat-syariat Islam berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah yang merupakan lautan ilmu yang meluas secara horizontal. Sedangkan dalam Ilmu Tasawwuf adalah mengatur kesempurnaan hubungan dengan Allah dan juga sebagai ilmu yang mampu menembus vertikal kedalam. Dengan mempelajari ketiganya maka akan kuatlah Iman, Islam dan Ihsan kita yang merupakan kesempurnaan dalam Islam, sebagai wujud mempelajari Ilmu Tauhid, Fiqh dan Tasawwuf.
Cintanya orang orang-orang Sufi terhadap Tuhan, bagi mereka adalah suatu kenikmatan tersendiri dalam bertasawwuf, cara ini mampu membersihkan jiwa akan penyakit-penyakit hati (bathiniyah). Tapi penyelewengan dalam dunia Sufi pun dapat saja terjadi seperti halnya al-Hallaj yang mengakuinya dirinya sebagai Allah, dengan teorinya wahdat al-wujud atau pantheisme (Penyatuan Wujud) dan teori al-Hulul atau penitisan (Penjelmaan Tuhan dalam diri Manusia). Perkataan dan perbuatan al-Hallaj ini membuat marah para ahli Kalam (Tauhid), Fiqh dan masyarakat Islam, sehingga ia di hukum mati pada tahun 309 H. Di Indonesia dulu terjadi penyimpangan oleh seorang Waliyullah yaitu Syeikh Siti Jennar yang mirip dengan teori al-Hallaj, ia di hukum mati oleh mahkamah para Wali di Jawa. Namun hanya Allah-lah Yang Maha Tahu akan maksud dan hati seseorang.
**
Keunggulan umat Islam salah satunya adalah Ilmu Tasawwuf ini. Dengan bertasawwuf yang merupakan suatu kekuatan batin untuk mempertebal iman, tauhid, ladang amal, pembersih jiwa, serta untuk memperkuat Ihsan suatu cara untuk lebih mengenal Allah dan mencari keridloan-Nya semata maka secara otomatis akan meningkatkan akhlakul kariimah (Akhlak yang Mulia).
Menurut Prof. DR. Hamka bahwa: “Tasawwuf Islam telah timbul sejak timbulnya Agama Islam itu sendiri. Bertumbuh di dalam jiwa pendiri Islam itu sendiri yaitu Nabi Muhammad Saw. Disauk airnya dari Qur’an sendiri”. (Perkembangan Tasawwuf dari Abad ke Abad). Adapun ciri dari Sufi menurut Imam Nawawi (620-676 H/1223-1278 M) dalam suratnya al-Maqasid at-Tawhid ada lima ciri jalan sufi atau bertasawwuf yaitu: (1) menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai dan sendiri, (2) mengikuti Sunah Rasullaah Saw. dengan perbuatan dan kata, (3) menghindari ketergantungan kepada orang lain, (4) bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit, (5) selalu merujuk masalah kepada Allah swt.
Oleh Karena itu Ilmu Tasawwuf khususnya di Indonesia haruslah mendapat perhatian penuh dari para alim ulama, sarjana, dan para cendekiawan muslim lainnya untuk dapat penyelidikan dan pengupasan secara luas dalam bidang Tasawwuf, untuk menciptakan mental yang Islami dan pemahaman spriritual dalam Islam untuk menjauhkan dari sifat-sifat tercela dan munafik. Sekali lagi bahwa Islam adalah agama Rahmatan lil ‘aalamiin.***

Nasehat Guru,“Ilmu ini (Hakikat) turun dengan Kasih Sayang”

Islam adalah agama damai, sejuk, indah, memberi keselamatan kepada pemeluknya dunia dan akhirat serta menjadi rahmat bagi seluruh alam. Siapapun yang menyentuh Islam akan ikut bahagia lahir dan bathin. Islam adalah agama yang mengajarkan pemeluknya untuk berakhlak yang baik dan bekasih sayang antara satu dengan lain. Junjungan kita Rasulullah SAW memberikan contoh akhlak yang baik itu dan membimbing para sahabat dan ummat zaman itu untuk berakhlak yang baik, saling sayang menyayangi dan saling mencintai satu sama lain. Begitu mendalam dan berbekas pengajaran akhlak dari Nabi kepada sahabat sehingga mereka bahkan lebih mencintai saudaranya dari mencintai diri sendiri.
Bukan hanya terhadap ummat, kepada musuhpun Nabi menunjukkan kasih sayang, memberikan maaf kepada orang yang menyakiti Beliau bahkan terhadap orang yang pernah ingin membunuh Beliau. Power kasih sayang yang tulus itulah yang menyebabkan Beliau bisa diterima oleh segala lapisan masyarakat Arab yang terpecah menjadi banyak kabilah dan suku.
Dalam Hadist Qudsi Allah berfirman :
“Kasih sayang-Ku pasti Ku berikan kepada mereka yang saling berkasih sayang di jalan-Ku, saling berkumpul memenuhi panggilan-Ku, saling memberi pada jalan-Ku dan saling berziarah berkunjung karena aku”. (HR. Ahmad, Hakim, Thabrani, Ibnu Hibban, dan Baihaqi dari Mu’az).
Apabila kita ingin dicintai oleh Allah, maka tebarkanlah kasih sayang kepada semua manusia di muka bumi ini terlebih lagi kepada kekasih-Nya. Selain dari Guru Mursyid, kita tidak tahu siapa diantara manusia yang berjalan dimuka bumi ini yang dekat dengan Tuhan dan makbul doanya sehingga tidak ada salahnya kalau kita berbuat baik dan menghargai semua orang sebagai bagian dari ajaran Rasulullah SAW. Bisa jadi orang yang kita lihat secara zahir bisa-biasa saja ternyata dialah orang yang paling dekat dengan Allah.
Berbuat baik dan menebarkan kasih sayang itu ibarat menam tanaman yang baik, semakin lama akan menuai hasil yang baik pula. Sebaliknya, berbuat jahat dan kemungkaran seperti menebarkan api yang akan bisa membakar dan memusnahkan diri sendiri.
Guru saya yang mulia memberikan nasehat, “Jangan pernah kau mendokan orang dengan doa yang buruk, karena kedudukanmu akan buruk pula di mata Tuhan”. Guru sangat melarang kita untuk mendoakan orang agar kena bala atau mendapat musibah, walaupun orang tersebut telaah berbuat jahat kepada kita. “Jika ada orang yang berbuat tidak adil kepada engkau, serahkan kepada Tuhan karena Dia lebih mengetahui hal yang tidak kau ketahui”, demikian nasehat Guru kepada saya.
Cara Nabi membina ummat Beliau zaman dulu kemudian diteruskan oleh para ulama pewaris Beliau sampai sekarang, sehingga tidak mengherankan kita lihat di kalangan pengamal Tarekat terutama yang masih satu Guru, diantara sesama murid benar-benar akrab secara lahir dan bathin. Mereka saling berkasih sayang, saling menghargai satu sama lain. Kedekatan dan keakraban semasa murid Guru bahkan melebihi kedekatan dengan saudara kandung. Memang para murid secara jasmani dilahirkan dari ibu yang berbeda akan tetapi secara rohani mereka “dilahirkan” dari Guru yang sama.
Sesama murid Guru, pada hakikatnya kedudukan kita sama, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah walaupun dalam pandangan zahir terkadang dibedakan dari tahun masuk tarekat, tahun dituakan atau jumlah suluk yang pernah di ikuti. Biarlah Guru dan Allah SWT yang memberikan penilaian terhadap kedudukan kita, sementara tugas kita hanya memperkuat tali persaudaraan sehingga rahmat Allah akan selalu mengalir kepada kita semua. Begitu tingginya nilai persaudaraan dan persahabatan sehingga Allah menjadi orang ketiga diantara dua orang yang bersahabat sebagaimana Firman Allah :
“Aku adalah yang ketiga dari antara dua orang yang bersahabat selama salah seorang diantaranya tidak berkhianat. Bila salah seorang berkhianat kepada temannya, maka aku keluar diantara keduanya.” (HR. Abu Daud dan Hakim dari Abu Hurairah).
Saya mengakhiri tulisan singkat ini dengan mengutip ucapan Guru, “Ilmu ini (Hakikat) hanya bisa turun dengan Kasih Sayang dan kau pun menyampaikannya dengan kasih sayang, tanpa kasih sayang maka ilmu ini tidak akan bisa turun (tidak bisa diajarkan)”. Maknanya, ilmu-ilmu hakikat yang sangat tinggi nilainya hanya bisa turun (mengalir) dari Guru kepada para murid dan dari murid kepada orang lain harus dengan kasih sayang. Itulah sebabnya dalam terekat yang diutamakan bukan zikir atau ibadah akan tetapi Hadap (sopan santun) kepada Guru karena itu merupakan kunci turunnya seluruh ilmu dan karunia Allah SWT.
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat hendaknya!

Islam Berlapis

Kalau hanya mengandalkan asfek zahir Agama, maka kita hanya bisa mengajarkan agama kepada akal fikiran manusia dan manusia yang melaksanakan asfek zahir (syariat) agama maka manusia tersebut menjadi Islam secara zahir, baik akhlaknya dan sesuai perbuatannya dengan perbuatan Nabi. Namun untuk meng-Islam-kan rohani manusia, tentu tidak cukup dengan pengajaran zahir, diperlukan metode yang berbeda, zahir mengajarkan zahir sedangkan rohani harus diajarkan oleh rohani pula.

Muhammad bin Abdullah sebagai Nabi secara zahir mengajarkan agama lewat lisan beliau, sedangkan rohani ummat Zaman itu diajarkan oleh rohani Rasulullah atau dikenal dengan Arwahul Muqadasah Rasulullah atau dikenal dengan Nur Muhammad yang terbit dari Nur Allah Para Ta’ala. Maka seperti yang dijelaskan dalam surat An-Nur, cahaya di atas cahaya  diberikan Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Para Nabi dan Wali berada dalam cahaya-Nya dan mereka yang mulia rohaninya tidak lain adalah cahaya di atas cahaya yang bisa menerangi hati segenap manusia.
Matahari tidak akan mampu kita lihat tanpa cahaya matahari dan sudah pasti cahaya matahari itu terbit dari mata hari itu sendiri. Dengan cahaya matahari yang sudah ada jutaan tahun, merambat dalam jarak yang jauh kemudian bisa dilihat dengan mata manusia yang berada dibumi. Maka Allah Ta’ala tidak akan bisa dilihat oleh siapapun, tidak bisa dipandang oleh siapapun di muka bumi ini bahkan di akhirat kelak tanpa ada cahaya-Nya. Dengan tujuan itu Allah menurunkan cahaya-Nya, para Nabi dan Rasul, Para Auliya-Nya, agar manusia bisa terbimbing menyaksikan keagungan wajah-Nya.
Untuk melihat matahari yang zahir saja harus memenuhi syarat yang diperlukan, salah satu syarat utama disamping cahaya adalah ada indera penglihatan sehingga dengan indera penglihatan yaitu mata, manusia bisa memandang matahari. Apa yang terjadi bagi orang buta, sejak lahir tidak diberi karunia penglihatan oleh Allah? Maka dia cukup meyakini bahwa matahari memang ada lewat cerita dan lewat rasa, hangatnya sinar matahari yang menyentuh kulitnya. Orang buta menyakini bahwa matahari tidak bisa terlihat. Andai sebuah bangsa seluruhnya terlahir buta, maka seluruh bangsa itu mempunyai keyakinan bahwa matahari itu ada tapi tidak bisa dilihat dan ketika ada orang normal matanya, bisa melihat matahari menceritakan kepada mereka tentang matahari bisa dilihat, sudah pasti orang normal tadi tuduh sesat menyesatkan dan mengada-ada. Mereka menuduh orang normal tadi sudah menyimpang dari ajaran suci mereka tentang matahari yang tidak bisa terlihat.
Begitu juga dengan manusia, belajar agama dari orang yang masih buta mata hatinya sehinga belum tersikap hijab yang membatasi dan menghalangi antara dia dengan Allah maka pelajaran yang diterima adalah pelajaran tentang buta pula. Pelajaran itu diajarkan kembali kepada orang lain dan semakin banyak pula orang buta di dunia ini dengan keyakinan bahwa Allah Ta’ala tidak bisa dilihat. Dalil apapun akan ditolak karena sudah terlanjur jatuh cinta dengan pemahaman dari orang-orang buta.
Maka benar seperti yang disebutkan oleh Nabi bahwa semakin banyak ilmu yang dipelajari manusia tanpa makrifat kepada Allah maka tidak ada yang bertambah dari ilmunya terebut kecuali bertambah jauh dari Allah. Kenap bertambah jauh, karena dia lalai dan sibuk dengan dalil sehingga lupa mencari hakikat Allah, lupa akan tujuan sejati agama yaitu beserta dengan Allah dari dunia sampai akhirat kelak.
Tidak perlu harus menghapal seluruh isi al-Qur’an, tidak perlua mengkoleksi ribuan hadist, cukup dengan satu ayat apabila disertai oleh Allah maka itu akan menyelamatkan diri kita jasmani dan rohani dari dunia sampai ke akhirat. Perkerjaan yang paling sulit adalah menyebut nama Allah disertai oleh Allah. Karena perkerjaan yang paling sulit, maka ilmu menyebut nama Allah ini bukan pekerjaan semalam, bukan hapalan dalam semenit, tapi memerlukan waktu bertahun-tahun, Nabi mengajarkan ini kepada ummat zaman itu memerlukan waktu 13 tahun sampai para sahabat Beliau menjadi matang, tertanam dalam Qalbu mereka cahaya Allah yang dengan cahaya Allah itu pula mereka bisa menerangi dirinya, keluarga, lingkungan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Kita pun sebagai ummat Beliau, harus mengikuti apa yang Beliau ajarkan, secara zahir dan bathin sehingga hasil yang diperoleh akan sama dengan apa yang diperoleh oleh ummat zaman itu. Kenapa asfek bathin atau rohaniah dari agama ini jarang di kupas? Karena memang Guru nya langka, tidak semua Ulama mempunyai kepasitas bisa mengajarkan manusia sampai kepada rohaninya kecuali ulama tersebut mempunyai kedudukan sebagai Wali Allah atau mendapat ijazah langsung dari Rasulullah lewat Guru-guru sebelumnya sambung menyambung sebagai ulama pewaris Nabi yang mewariskan ajaran Nabi secara zahir dan bathin.
Karena langka maka kita harus bersungguh-sungguh mencari seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah-35 dan surat An-Nur 35. Imam al-Ghazali sang Hujjatul Islam dengan kerendahan hati mengakui akan sulitnya mencari Pembimbing Sejati, seperti dalam ungkapan Beliau, “Mencari Guru Mursyid itu akan lebih mudah mencari sebatang jarum yang disembunyikan dalam pandang pasir yang gelap gulita.
Bersyukur kehadirat Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim bagi orang yang telah menemukan pembimbing zahir dan bathin, sebagai rasa syukur maka kita harus mengamalkan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Orang yang telah menemukan Guru Sejati hendaknya bersungguh-sungguh dalam mujahadah sehingga akan memperoleh hasil yang amat langkah yaitu disertai Allah dari dunia sampai akhirat.
Tulisan Islam berlapis ini mudah-mudahan menyadarkan kita semua, bahwa merupakan kewajiban bagi seluruh manusia untuk mempelajari agama secara zahir dan bathin sehingga kita tidak seperti bangkai yang berjalan, hidup tapi mati. Begitulah Rasulullah SAW bersabda, bahwa orang yang mengingat Allah (dengan metode) dengan orang yang tidak mengingat Allah ibarat orang hidup dengan orang mati. Jasad kita hidup dan bergerak seperti layaknya makhluk hidup, sedangkan mata hati kita mati sehingga tidak bisa menyaksikan kebesaran-Nya dan kita dimasukkan oleh Allah kedalam orang-orang yang mati. Na’uzubillah!
Semoga Tulisan ini bermanfaat hendaknya, Amin ya Rabbal ‘Alamin!

(SEJATINYA) AL QUR’AN TIDAK BERHURUF DAN TIDAK BERSUARA


Rasulullah s.a.w dikala menerima wahyu, selain dari bergetar, seolah-olah menggigil kedinginan, kadangkala kepanasan, hingga mandi keringat, letih,lesu, namun kemudian kembali segar,kuat dan kokoh~Didalam suatu riwayat, isteri Rasulullah, Aisyah rha berkata; Sesungguhnya aku lihat Nabi, kepadanya turun Wahyu di hari yang sangat dingin, lalu, berhenti, kelihatan dahinya betul-betul memancarkan peluh (HR Bukhari)
Begitulah hebatnya Wahyu yang turun, begitulah Dasyatnya dan Agungnya serta Sakralnya proses pemasukkan Nurun al Nurin, yang membawa nama Allah yang Maha Agung disalurkan dan ditanamkan, masuk dan duduk terpatri dalam diri Rohani anak Abdullah yang bernama Muhammad itu !
Manusia “awam”(maaf) jelas tidak akan “ngerti/paham” menerima Al Qur’an dengan hanya mempelajari buku-buku, kitab-kitab atau bahasa arab saja, atau hukum-hukum fikih atau syara’ yang hanya dapat mengatur cara hidup dan cara beribadah, secara zahir semata-mata, Oleh karena itu Al Qur’an di jadikan Allah sebagai ‘Nur’ ,..maka hanya dengan Nur Illahi sahajalah kita dapat sampai kepada Al Qur’an (Yang Hakiki).
Ibarat dengan matahari, yang “sampai” kepada matahari itu tidak lain adalah cahayanya sendiri.
Qur’an yang dibaca oleh orang awam dengan mata kepala merupa kan kulit-nya saja, yang intinya jauh tersembunyi dan tersirat disebalik apa yang tersurat, Inti Al Qur’an (yang) inilah tidak dapat dicuri atau di sentuh oleh , orang-orang kafir,orang-orang musyrik dan yang “belum” disucikan sesuai dengan Firman Allah SWT;
QS.Suraah Al Waqiah ayat 77-81 :
Sesungguhnya Al Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, dalam kitab yang terpelihara tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang di sucikan. Diturunkan dari Tuhan Semesta Alam. Maka apakah kamu menganggap remeh sahaja Al Qur’an ini ?
QS.Suraah Asy Syura ayat 52 :
…. Tetapi Kami jadikan Al Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki diantara hamba-hamba Kami.
Al Qur’an seperti itu tak dapat “disamar”/dikelirukan oleh Al Qur’an berupa kitab yang dicetak diatas kertas/dibukukan dan dapat dibaca oleh siapa saja; nasrani,khatolik,budha atau hindu~ bahkan orang yahudi pun dapat menafsirkan qur’an seperti itu. Jadi Qur’an seperti itu dapat (pula) dibaca dan disentuh oleh muslim maupun non muslim.
Maka “kata disucikan” kepada manusia tsb diatas, merupakan “kata kunci” menemukan Al Qur’an yg tersembunyi yang tidak berhuruf dan bersuara itu.
#DISUCIKAN ? ? APAKAH ANDA-ANDA PERNAH DISUCIKAN ?
EH ~ BUKAN JASMANI ANDA, TETAPI ROHANI ANDA TAHUKAN ANDA BAHWA ROHANI ITULAH YANG NANTI MENYEBERANG DI ALAM AKHIRAT NANTI.~ Rasulullah s.a.w dikala kecil saja dadanya dibelah (disucikan) oleh Malaikat Jibril.
SEGERA carilah Guru Mursyid Yang dapat mensucikan diri rohani anda.
Allah SWT (Dalam Hadist Qudsi) berfirman : Tak dapat memuat zat-Ku, bumi dan langit-Ku, yang dapat ialah hati Mukmin Ku Yang lunak dan tenang.
Allah SWT telah juga berfirman dalam suraah An Nur ayat-35 :
Cahaya diatas cahaya, Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki.
Nur itu diberinya pada manusia yang dikehendaki. Dari ayat Suraah Asy-Syuura ayat 52 :
“Dan Kami jadikan dia (Al Qur’an) Nur, Kami tunjuki dengan dia sesiapa yang Kami kehendaki diantara hamba-hamba Kami”.
Sejatinya Al Qur’an itu (sebenarnya) diberikan pada manusia yang dikehendaki. Yaitu Al Qur’an yang tidak berhuruf dan bersuara itu. Al Qur’an ini tidaklah boleh dikelirukan oleh kitab yang dicetak di atas kertas dan dibukukan yang boleh dibaca oleh siapa saja dan dimana saja. Maka tidak aneh jika ada orang-orang kafir Yahudi yang dapat membaca serta menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an yang dicetak tersebut.
Jadi,.. Qur’an cetakan manusia itu dapat (saja) dibaca dan disentuh oleh siapapun juga, yang mau membaca dan menyentuhnya.
Namun Al Qur’an yang “dituang” dalam dada Rasulullah, adalah hanya untuk ummat tertentu dan terpilih (Lihat Firman diatas), sepertimana Nabi Muhammad SAW terpilih.
Al Qur’an yang diwahyukan kedalam dada Rasulullah ini mempunyai tenaga kekuatan yang maha dasyat, Inilah yang dimaksud oleh Allah SWT, dengan firmanNYA di dalam Suraah Al
Hasyir ayat 21 :
“Andaikata Al Qur’an ini Kami turunkan di atas sebuah Gunung, akan kamu lihat gunung itu tunduk dan pecah berantakan demi takutnya kepada Allah. Perumpamaan itu Kami adakan agar manusia berfikir”.
Suraah Ar Ra’du ayat 31 :
Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi dapat terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al Qur’an itulah dia).
Al Qur’an yang seperti inilah yang kesemuanya dicurahkan oleh Rasulullah sebelum Beliau wafat kedalam dada Sayidina Abu Bakar r.a, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah :
“Apa-apa yang Allah curahkan kedalam dadaku telah aku curahkan pula kedalam dada Abu Bakar”.
Wahai Sobatku,…Maaf~Saya hanya meng-anjurkan,carilah Guru Mursyid bagimu yang Kamil mukamil dan dari-Nya mendapat gransi, dapat mensucikan (ruh) kamu, itulah pangkalnya dari segala-galanya.
Wass.Insya Allah Bg SM~saya tetap nyambung, walaupun dihujat.

Sabtu, 12 September 2015

Gembira Kepada Allah


Hai orang yang munafiq pada Allah Azza wa-Jalla... Ingatlah bahwa
Dia yang menampakkan pada hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, Yang Memanggil mereka, Yang Memadukan semua hati makhlukNya yang dikehendakiNya, Dialah yang menundukkan. Lalu anda menginginkan –dengan kemunafikan anda– agar hati para makhluk bergabung denganmu. Sungguh ini tidak bakal terjadi.
Anak-anak sekalian.... Tinggalkan kesenangan syahwatmu di bawah telapak kakimu, berpalinglah dari bersenang-senang secara total. Bila ada sedikit kesenangan dalam diri anda sesuai dengan ketentuan Allah Azza wa-Jalla yang sudah ada, pasti akan tiba pada waktunya. Sebab ketentuan yang sudah ada tidak dibenarkan untuk ditepiskan. Pengetahuan Allah Azza wa-Jalla tentang hal yang ditetapkan tidak akan pernah berubah dan diganti.
Bagianmu bakal tiba kepadamu dengan sempurna, mencukupi dan penuh kebaikan, yang diberikan dengan Tangan Kemuliaan, bukan dengan Tangan Kehinaan, dengan demikian secara langsung anda malah meraih pahala zuhud di sisi Allah azza wa-Jalla. Dia pun memandangmu dengan Mata Kemuliaan sebab anda tidak meraihnya dengan sifat ambisius dan rakus.
Sebagaimana anda lari dari bagian milikmu, justru milik itu akan terus bergantung dan mengikutimu. Maka zuhud tidak dibenarkan disini, namun anda harus berpaling dari bagian milikmu itu, sebelum waktunya tiba. Anda pun akan tahu dariku makna zuhud dan berupaya yang sebenarnya.
Janganlah anda duduk diam di tempat zawiyah anda dengan kebodohan anda. Pahami dan belajarlah, baru anda ’uzlah. Belajarlah pada hukum-hukum Allah Azza wa-Jalla dan amalkan, baru anda ’uzlah dari semuanya, kecuali anda bergabung dengan para tokoh Ulama billah Azza wa-Jalla, maka bergabungmu dengan mereka, menedgarkan ajaran mereka, lebih utama dibanding ’uzlahmu.
Bila anda bertemu salah satu dari mereka, maka bergabunglah dan belajarlah memahami ilmunya Allah Azza wa-Jalla dan mengenalNya. Belajarlah dan simaklah dari lisan-lisan mereka. Ilmu itu diraih dari lisan para tokoh Ulama billah Azza wa-Jalla yang mengenal hukum-hukum Allah Azza wa-Jalla dan ilmuNya. Bila sudah benar seperti itu, silakan anda ’uzlah sendiri tanpa nafsu, tanpa syetan, tanpa kecenderungan watak dan kebiasaan buruk dan pandangan makhluk.
Bila benar ’uzlah anda seperti itu, para malaikat dan ruh-ruh sholihin serta hasrat mereka melingkupimu. Jika ’uzlah anda tidak seperti itu, maka ’uzlah anda hanyalah kemunafikan dan menghabiskan waktu dengan sia-sia belaka, malah anda terjebur di neraka dunia dan akhirat. Di dunia terjebur di neraka bencana dan di akhirat masuk nerakanya orang-orang munafik dan kafir.
Ya Allah, maafkan kami, ampuni kami, tutupi dosa kami, hapuslah dosa kami, terimalah taubat kami. Jangan Engkau buka tirai cacat kami, jangan Engkau siksa kami karena dosa-dosa kami, Ya Allah Ya Kariim. ”Dialah yang Menerima taubat hamba-hambaNya, dan memaafkan keburukan-keburukan mereka.” (Asy-Syuura, 25). Terimalah taubat kami, dan maafkanlah kami.
Awas! Anda mengaku berilmu, dan anda bersukaria seperti sukarianya orang-orang bodoh, anda pun marah seperti mereka. Anda gembira bersukaria dengan dunia, dan orang-orang datang kepadamu, membuatmu lupa dengan hikmah dan menjadikan hatimu jadi keras.
Orang beriman itu tidak gembira kecuali hanya gembira kepada Allah azza wa-Jalla bukan pada lainnya. Kalau saja ada kegembiraan dan harus gembira, maka gembiralah dengan cara menyerahkan hartamu untuk kepatuhan kepada Allah Azza wa-Jalla, yang memberi manfaat untuk bakti kepada Allah Azza wa-Jalla, dan menolong ummat untuk taat kepadaNya. Tetaplah takut kepada Allah Azza wa-Jalla di malah hari dan siangmu, hingga anda mendengar suara dalam hatimu dan rahasia hatimu:
”Janganlah kalian berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kalian berdua, Aku mendengar dan Melihat.” (Q.S. Thaha: 46).
Seperti dikatakan kepada Nabi Musa as, dan Nabi Harus as. Namun anda bukan seperti mereka, karena anda punya ilmu tanpa amal, dan apalagi anda juga bukan pewaris para Nabi. Sang pewaris baru benar dengan ilmu, amal dan keikhlasan. Kenali kadar kemampuanmu, jangan berambisi pada hal-hal yang bukan bagianmu. Berserasilah pada bagian-bagian yang ditentukan oleh Allah Azza wa-Jalla, apalagi Dia memberi pertolongan dan kasih sayang padamu dan mengambil beban-bebanmu yang berat, mengasihimu dunia dan akhirat.
Orang beriman, apabila telah kuat imannya ia disebut orang yang yakin (muuqin). Apabila yakinnya kuat, ia disebut sebagai orang yang ’arif. Apabila kema’rifatannya kuat ia disebut ’alim. Apabila ilmunya kuat ia disebut pecinta (muhibb). Jika cintanya kuat, ia disebut sebagai sang kekasih (mahbub).
Jika semua itu benar padanya ia disebut sebagai orang yang cukup, orang yang dekat dan orang yang bahagia dengan kedekatannya kepada Allah Azza wa-Jalla. Ia diperlihatkan rahasia hikmah, ilmu, kehendakNya yang dulu maupun yang akan datang, perintah dan takdirNya.
Itu semua menurut kadar kesuksesannya dan menurut apa yang dianugerahkan dalam kekuatan dan keleluasaan hatinya. Lalu ia teguh dengan Tuhannya Allah Azza wa-Jalla, makhluk telah keluar dari hatinya.
Bila datang pengetahuan tentang ketentuan dari Tuhannya Allah Azza wa-Jalla, dan ada anugerah sandang papan dan pangan, keluarga, maka ia tidak menemukan sebab-sebab kedatangannya, kecuali ia hanya melihat pada Allah Azza wa-Jalla sebagai Sang Pemberi karena ia telah fana’ padaNya, agar pengetahuannya padaNya tidak gugur dan hangus, lalu membuatnya berperilaku lain. Juga apa yang telah dibangunnya selama ini tidak runtuh dari bangunan kehendak Ilahi.
Ia tetap menelan makanan seperti seorang bayi yang sedang disuapi, seperti seorang ibu sedang menyusui di mulut bayinya. Bagian-bagian anugerah itu sampai di mulutnya dan tetap memakannya, seperti raihan air minum yang hendak diminum orang yang sakit, menjaga makanan yang diberikan padanya tanpa harus memilih selera. Namun kehendak Ilahi yang sudah ditentukan justru yang melindungi sang mukmin, yang yakin, yang arif yang fana’, meraih dari tarikan kemashlahatan dirinya dan menolak bahaya yang mengancamnya. Karena Tangan Rahmatlah yang membolak balik arah kanan dan kiri, namun kasih sayang itu yang meliputinya.
Hai orang yang tidak beruntung, siapa yang tidak mengenal Allah Azza wa-Jalla dan tidak bergantung dengan asupan rahmatNya...Hai orang yang merugi...andalah orang yang tidak melakukan amaliyah dan hati anda putus denganNya, batinnya tidak bergantung padaNya, tidak berkait dengan kasih sayang dan anugerahNya.
Wahai kaum sufi... Allah Azza wa-Jalla melimpahkan perlindungan dan pendidikan kepada shiddiqin sejak mereka masih kecil hingga tuanya, manakala mereka ditimpa cobaan dan Allah Azza wa-Jalla melihat kesabaran mereka, justru mereka semakin dekat padaNya.
Justru bencana tidak mendekati dan menyentuh mereka. Bagaimana bisa? Ketika bencana tiba, hati mereka justru berada di sayap burung ruhaniyah. Sungguh nista orang yang menyakiti hati mereka, sungguh Allah Azza wa-Jalla marah, sungguh anda tertutup dari Allah Azza wa-Jalla, anda dapatkan amarah Allah Azza wa-Jalla.
Anak-anak sekalian... Jadilah generasi kaum sufi dan ridholah pada mereka, berbaktilah di hadapan mereka. Jika anda bisa begitu, justru anda bisa jadi tuan. Siapa yang tawadhu pada Allah Azza wa-Jalla dan pada hambaNya yang sholeh, Allah Azza wa-Jalla mengangkat derajatnya dunia akhirat. Bila anda menanggung beban suatu bangsa dan menjadi pelayan mereka, Allah Azza wa-Jalla mengangkat anda sebagai pemukanya. Sungguh bagaimana seandainya yang anda layani adalah kaum khowas (kalangan khusus, para sufi) dari bangsa itu?
Ya Allah berikanlah pahala kebajikan di tangan kami dan lisan kami, jadikan kami tergolong orang yang meraih kasih sayang kelembutanMu dan pertolonganMu. Amin.

Selaraskan diri dengan Allah


Hai kaumku, larilah kepada Allah Azza wa-Jalla, bergegaslah padaNya, jauh dari makhluk dan dunia dan segala selain Dia secara total. Menujulah kepada Allah Azza wa-Jalla dengan hatimu. Apakah kalian tidak mendengar firmanNya Azza wa-Jalla:
Hai kaumku, larilah kepada Allah Azza wa-Jalla, bergegaslah padaNya, jauh dari makhluk dan dunia dan segala selain Dia secara total. Menujulah kepada Allah Azza wa-Jalla dengan hatimu. Apakah kalian tidak mendengar firmanNya Azza wa-Jalla: “Ingatlah, kepada Allahlah segala urusan kembali.” (Asy-Syura, 53)
Anak-anak sekalian, janganlah anda memandang makhluk dengan mata keabadian. Tapi pandanglah dengan mata kefanaan. Jangan pandang mereka dengan mata ancaman dan manfaat, pandanglah mereka dengan mata lemah dan hina. Temukan Allah Azza wa-Jalla dan berserahlah padaNya, lalu jangan mengigau lagi atas apa yang sudah dituntaskan olehNya.
Dunia dan segala hal yang tampak, adalah hal yang sudah diurus oleh Allah azza wa-Jalla. Makhluk dengan segala masalahnya sudah diurus. Hati orang yang beriman harusnya kosong dari semua itu apalagi sudah memasuki alam Tajrid, ia harus lebih kuat dan kokoh di sana. Bila ada masalah dunia dan keluarga yang minta dipedulikan, ia akan menolong mereka dengan kemampuannya, namun hatinya sunyi dan kosong dalam segala hal, selain Allah Azza wa-Jalla. Hatinya tidak bergeser ketika dunianya tiada, bahkan ia tidak menginginkan atau mencari perubahan atas dunianya. Karena ia meyakini apa yang sudah ditentukan Allah Azza wa-Jalla tidak pernah berubah dan bagian rizki juga sudah tuntas, tidak kurang juga tidak lebih.
Karena itu ia tidak mau tambah juga tidak mau kurang, tidak menuntut ditunda atau dipercepat urusan dunianya. Sebab sudah tertera waktu dan kadarnya. Sedangkan umumnya makhluk stress dengan dunia, berburu dunia mencari yang lebih, atau ingin yang kurang, ingin cepat atau ditunda. Mereka ini adalah orang-orang gila.
Sebab siapa yang ridho kepada Allah Azza wa-Jalla akan berserasi dalam seluruh kondisi dan situasinya, lebih mencintai dan mengenalNya. Sisa usianya hanya untuk kepentingan cita-cita yang bisa menyelaraskan jiwanya dengan Allah Azza wa-Jalla, lalu ingin mendekatkannya. Lalu Allah swt berfirman:
“Akulah Tuhanmu.” (Thaha 21).
Pada saat Nabi Musa as, mengalami kebimbangan, itulah firman Allah swt, padanya.
Secara lahiriyah Allah swt, menyampaikan kepada Nabi Musa dan Nabi kita Muhammad saw, dan menyampaikan kepada hati sang arif secara batin, yang didengarnya atas rahmat dan kasih sayang yang lembut dariNya, sekaligus menghormati NabiNya – semoga sholawat dan salam padanya – sebagai mukjizat yang sifatnya lahiriyah dan karomah bagi para waliNya secara bathiniyah. Merekalah pewaris para Nabi yang senantiasa menegakkan agama Allah Azza wa-Jalla dan menjaga dari ulah syetan Jin dan syetan manusia.
Kalian ini tidak mengerti Allah Azza wa-Jalla dan RasulNya dan apa yang disampaikan kepadamu hai orang munafik. Anda tidak disana atau mengikuti mereka. Anda bisa baca Qur’an tetapi anda tidak apa yang and abaca, apa yang anda amalkan, dan bahkan anda membacanya untuk kepentingan dunia, bukan akhirat! Bahkan setelah itu pun anda masih menentang mereka. Karena itu berakal sehatlah, beradablah dan bertobatlah. Anda malah mengalami kebuan dari Allah Azza wa-Jalla, dari rasul dan wali-waliNya, bahkan dari pengetahuan anda dan makhluknya.
Lazimkan taubat dan diamlah, tafakkurlah akan maut anda, situasimu dalam kuburmu sampai anda mengenal ilmu pengetahuan. Beramallah dengan jiwa bersama Allah azza wa-Jalla hingga engkau dilimpahi cahaya yang memancar dunia akhirat. Terimalah apa yang kukatakan pada kalian, berjuanglah untuk menekuninya, janganlah bergantung pada masa depan duniamu, karena membuat anda stress. Lompatilah karena argument pemalas yang melamun masa depan tidak ada tempat bagi kami. Namun kita mengarahkan pada yang realistis-proporsional., kita menekuni dan mengamalkan. Tidak dengan “Seseorang berkata, kami berkata, kenapa, dan bagaimana?” Kami tidak mengintervensi Ilmunya Allah azza wa-Jalla, namun kami hanya menekuni, dan Dia melakukan apa yang Dia kehendaki.” (Al-Anbiya’ 23).
Bila perkaramu rampung, dekatlah pada Allah swt, hatimu padaNya, maka zuhudmu benar di dunia dan cintamu benar di akhirat, maka anda akan menemukan namamu tertulis di Pintu Taqarrubmu pada Tuhanmu Azza wa-Jalla, Fulan bin Fulan salah satu orang yang dimerdekakan Allah Azza wa-Jalla. Itulah yang tidak berubah, tidak diganti, tidak dikurangi dan ditambah, dan saat itulah syukurmu pada Tuhanmu Azza wa-Jalla semakin , aktivitas kebajikan dan kepatuhanmu pada Tuhanmu di hadapanNya semakin kuat. Namun pada saat yang sama hati anda tidak meninggalkan rasa takut padaNya, dan tidak meremehkan kuasaNya. Bacalah firman Allah swt:
“Allah melebur apa yang dikehendakiNya dan menetapkannya, dan di sisiNya adalah Ummul Kitab.” (Ar-Ra’d, 39) dan firmanNya:
“Dia tidak dimintai pertanggungjawaban, dan merekalah yang dimintai pertanggung-jawaban.”
Anda jangan berhenti pada yang tertera. Karena apa yang ditulis oleh Yang Maha Kuasa atas peleburan itu, pada saat yang sama Maha Kuasa menghapus apa yang tertera. Beradalah dalam keabadian taat, rasa takut, malu dan waspada hingga maut menjemput. Dan anda melangkah dari dunia menuju akhirat dengan jejak-jejak keselamatan. Maka anda akan aman dari perubahan,dan penggantian hai orang yang terjejali oleh kebodohannya, kemunafikannya dan perburuannya pada dunia. Hai pemakan barang haram! Bagaimana anda berharap meraih pencahayaan qalbu dan kejernihan hati serta bicara penuh hikmah, sedangkan kaum Sufi bicaranya karena darurat dan tidurnya karena kelelapan, makannya seperti orang sakit, dan itu dilakukan sampai mati. Mereka seperti malaikat saja yang difirmankan oleh Allah Azza wa-Jalla.
“Mereka tidak mengingkari apa yang diperintahkan Allah pada mereka, dan mereka melakukan apa yang diperintahkannya.” (At-Tahriim: 6).

Jangan Penuhi Hati Dengan dunia


Anak-anak sekalian, aku melihat aktivitasmu bukanlah upaya untuk muroqobah kepada Allah Azza wa-Jalla, yang senantiasa takut kepadaNya, tetapi lebih merupakan
hubungan kaum jahat dan kehancuran, hubungan yang memisahkan diri dari para wali dan para sufi. Hatimu kosong dari Allah Azza wa-Jalla, dan anda penuhi dengan kesenangan dunia, pendukungnya dan benteng-bentengnya. Ingatlah bahwa rasa takut kepada Allah Azza wa-Jalla itu merupakan muatan yang menjaga hati dan menerangi qalbu, penjelas dan penafsir. Bila anda terus demikian, maka anda telah berpijak pada keselamatan dunia dan akhirat. Bila anda ingat mati, akan sedikit sekali rasa senangmu pada dunia, dan anda lebih banyak menghindari dunia. Siapa yang akhirnya adalah maut, bagaimana bisa gembira dengan suatu hal?
Nabi Saw bersabda: “Setiap pejalan selalu ada tujuan, sedangkan tujuan setiap yang hidup adalah mati.” (Takhrij Ibnu Mubarak).
Akhir setiap kegelisahan, kegembiraan, kekayaan, kefakiran, kesulitan, kemudahan, sakit dan lapar, adalah mati. Siapa yang mati, maka tegaklah kiamatnya, yang jauh menjadi sangat dekat dalam haknya. Semua yang ada pada dirimu sangat membingungkan. Menyingkirlah dari apa yang ada padamu itu dengan segenap hati, batin, dan rahasia batinmu.
Dunia ini ada batas tertentu, dan kehidupanmu di akhirat tiada terbatas. Seriuslah dirimu agar hidupmu penuh dengan ketaatan. Bila anda telah berbuat demikian, seluruh dirimu hanya untuk Tuhanmu Azza wa-Jalla.
Maksiat itu adah eksistensi nafsu, dan taat itu adalah hilangnya nafsu. Raihan-raihan nafsu syahwat muncul dari nafsu, sedangkan mencegahnya adalah hilangnya nafsu tadi. Cegahlah kesenangan syahwatmu dan jangan mencarinya, kecuali berselaras dengan kepastian Allah Azza wa-Jalla, bukan berselaras dengan pilihan seleramu. Raihlah kesenangan nafsu dengan tangan zuhud secara paksa, maka tangan zuhud akan menggerakkanmu, dan kesenangan menyampaikan pada nafsu.
Zuhud itu harus ada sebelum anda tahu kondisi diri nafsu anda. Zuhud berada di tengah gelap, sedangkan pencarian dan kesenangan terang itu sendiri adalah gelap. Jika anda bisa keluar, anda benar-benar melihat terang. Kekuasaan itu adalah gelap, tetapi berpaku di hadapan Sang Empunya Kuasa adalah terang itu sendiri.
Awal perkara hidupmu adalah gelap, bila ketersingkapan hati dari Allah Azza wa-Jalla tiba dan anda berada di hadapanNya, maka perkara hidup anda jadi terang. Bila cahaya rembulan ma’rifat datang terbukalah kegelapan Lailatul Qadar. Bila matahari ilmu pengetahuan pada Allah Azza wa-Jalla terbit, hilanglah kepastian-kepastian darimu dan sirna kegelapan total, maka akan jelas padamu apa dayamu dan mana yang jauh darimu, jelas pula yang yang dilematik dan problematik sebelumnya.
Lalu jelaslah perbedaan antara yang kotor dan yang bersih, apa yang ada dari Allah Azza wa-Jalla dan yang darimu sendiri. Anda bisa membedakan mana kehendak makhluk dan mana kehendak Allah Azza wa-Jalla. Anda pun melihat mana pintu makhluk dan mana Pintu Allah Azza wa-Jalla, anda akan melihat sesuatu yang tak pernah dilihat mata, tak pernah terdengar telinga dan tak pernah terlintas di hati.
Hatimu akan mengkonsumsi makanan Musyahadah, dan meminum minuman kemesraan, dan memakai pakaian penerimaanNya, kemudian dikembalikan kepada Allah demi kemashlahatan makhluk, mengembalikan mereka dari kesesatan mereka dan hijrahnya mereka dari Tuhannya Azza wa-Jalla, kemaksiatan mereka, lalu dikembalikan pada kekokohan benteng, penjagaan abadi dan keselamatan selamanya.
Hai orang yang tidak memahami dan tidak percaya hal ini, anda terlalu kerkutan pada kulitnya tanpa isinya, kulit kasar kering hanyalah layak bagi api neraka, kecuali anda tobat, beriman dan membenarkan.
Bila anda bertobat! Beriman dan membenarkan, maka dalam masa mudamu anda dapatkan kebaikan, keselamatan dan kemanisan. Bila anda tidak berbuat, anda dapatkan di dalamnya kaca yang bakal membelah lisanmu, permainanmu dan hatimu. Terimalah kata-kataku, aku sangat peduli padamu, kemarilah, jangan memusuhi aku, karena tak ada kebencian antara diriku dengan dirimu. Karena akulah tempat sujud bagi sholatmu, dan untuk membuang najismu dan kotoranmu, aku hadapkan kamu pada jalan, aku siapkan makan dan minuman, dan aku lakukan ini untukmu, tanpa minta sedikitpun imbalan darimu. Kesenanganku adalah khidmah sebagaimana para penempuh menuju Allah Azza wa-Jalla. Bila pencarianmu benar kepada Allah Azza wa-Jalla, maka segalanya akan ditundukkan padamu. Karena bila tujuan hamba dan pencariannya hanya bagi Allah Azza wa-Jalla, segalanya akan ditundukkan padanya.
Anak-anak sekalian, jadilah dirimu orang yang menasehati dirimu. Jangan mencari kebutuhan padaku dan selain aku. Nasehati lahir dan batinmu. Nasehati dirimu dengan terus menerus mengingat mati dan memutuskan hubungan dari faktor dunia. Bergantunglah kepada Tuhan semesta, Sang Maha Budi yang Agung dan Maha Tahu.
Bergelayutlah pada tali rahmatNya dan rasa kasihNya, lalu jangan sibuk pada yang lainNya, karena akan menjadi hijab bagimu terhadapNya. Sungguh yang membahagiakan aku bila anda menerimaku dan menjadi sedih diriku bila tidak mau menerimaku. Karena orang beriman itu mendekat padaku, sedangkan orang munafik menjauh dariku.
Hai orang-orang munafik, aku senantiasa berserasi dengan Allah Azza wa-Jalla dalam hal kemarahanNya pada kalian. Dia benar-benar menjadikan nyala api neraka padaku untuk membakar kalian. Namun bila kalian menerima dan bertobat, aku tidak akan berbuat apa-apa. Dan jika anda sabar atas ucapanku yang kasar, aku jadikan api itu dingin dan sejuk nan damai.
Sungguh celaka kalian ini? Bagaimana taatmu hanya pada lahiriyah, sementara maksiatmu memenuhi batinmu. Dalam waktu dekat anda akan dijemput maut dan derita, lalu dipenjara dalam penjara neraka Allah Azza wa-Jalla. Dan anda wahai orang-orang yang sangat membatasi amal ibadah, apa yang anda miliki? Kalian malah rela dengan kebatilan, siang dan malam, lalu anda menginginkan anugerah dari sisi Allah dengan cara yang singkat? Bersegeralah untuk melakukan aktivitas amaliah, berarti kalian telah mengembalikan dirimu. Setiap yang masuk selalu bingung, dan yang lain sedang membersihkan kotoran.
Bila anda bertobat haruslah dari awal hingga akhir. Hai orang-orang yang membandel untuk berbakti pada Tuhannya. Wahai orang yang merasa cukup dengan pikiran-pikirannya, dan menolak pandangan para Sufi, para Nabi, para Rasul dan orang-orang shalih. Wahai orang yang berpegang pada makhluk, bukan pada Allah Azza wa-Jalla, dengarkan sabda Nabi Saw.:
“Terlaknat, terkutuk, orang yang keteguhannya justru pada makhluk yang sama dengannya.”
Janganlah anda memburu dunia, juga jangan membenci sesuatu dari dunia, karena hal demikian bisa merusak hatimu sebagaimana madu dirusak oleh cuka.
Celaka! Anda menggabungkan cinta dunia dengan kesombongan, dua-duanya adalah perilaku yang tidak membuat orang bahagia selamanya, jika orang itu tidak mau taubat dari dua hal itu.
Jadilah orang yang berakal sehat, siapa dirimu, apa dirimu, dari apa anda dicipta, untuk apa anda dicipta? Jangan sombong, karena tidak ada yang sombong kecuali orang bodoh pada Allah Azza wa-Jalla, RasulNya dan orang-orang saleh. Hai orang yang sempit akalnya, anda mencari keluhuran dengan kesombongan, kalian pasti akan terbalik. Karena Sang Nabi saw, bersabda:
“Siapa yang rendah hati kepada Allah, maka Allah Azza wa-Jalla akan meninggikan derajatnya, dan siapa yang sombong Allah akan merendahkan derajatnya.” (HR. Imam Ahmad).

Gairah Dunia Habiskan Umur


Anak-anak sekalian, jujurlah anda semua padaku dengan sesungguhnya. Kalian sedang mencari solusi harta dan persoalan di rumah anda. Saya tidak berharap pada kalian kecuali tulus dan ikhlas. Dan itu sangat berguna bagimu, bukan bagiku.
Ikatlah ucapanmu, baik lahir maupun batin, karena lahiriyahmu senantiasa diawasi oleh para malaikat, sedangkan batinmu senantiasa diawasi oleh Allah Azza wa-Jalla.
Hai orang-orang yang terus begulat diantara gedung-gedung mewah dan rumah istana, yang telah menghabiskan umurnya demi gairah dunia, janganlah anda membangun apa pun kecuali dengan niat yang baik. Karena pondasi bangunan dunia itu adalah niat yang sholihah. Karena itu bangunanmu jangan kau tegakkan atas dasar hawa nafsumu.
Karena orang bodoh itu membangun dunia dengan hawa nafsunya, watak dan kebiasaannya tanpa ada kepastian aturan dan keserasian dengan rencana Allah Azza wa-Jalla serta TindakanNya. Tentu hal demikian tidak layak untuk kesertaan kebaikan, tidak pula disiapkan untuk ditempati orang lain. Kelak di hari Kiamat besok ditanya, “Kenapa anda membangun ini, darimana asal hartamu, kenapa tidak anda nafkahkan? Semuanya dihisab. Carilah ridho dan keserasian, dan terimalah bagianmu, jangan mencari yang bukan bagianmu. Sebagaimana sabda Nabi Saw “Siksa Allah Azza wa-Jalla paling pedih bagi hambaNya di diunia ini adalah saat si hamba mencari harta yang bukan bagiannya.”
Kemarilah datang kepadaku. Namun bila kalian tidak ada baik sangka padaku, ucapanku tidak berguna.
Sungguh celaka. Kalian mengaku muslim, tetapi kalian kontra dengan Allah Azza wa-Jalla, menentang hamba-hambaNya yang orang-orang saleh, sungguh pengakuan anda berdusta.
Islam itu bersumber dari kata Istislam (pasrah) pada ketentuan Allah Azza wa-Jalla, pada QudratNya, dan rela pada tindakanNya disertai menjaga aturan Kitabullah dan Sunnah RasulNya Saw, maka keislaman anda baru sah.
Dampak negatif imajinasi anda yang memanjang membuat anda terjerumus dalam kemaksiatan dan kontra padaNya Azza wa-Jalla. Sebaliknya jika anda bisa memutus lamunan anda, kebaikan datang dengan sendirinya, maka pegang teguhlah ini, jangan sampai lepas, keberuntungan bakal tiba.
Takdir apa pun, pasti datang dari TanganNya Azza wa-Jalla, dan anda ridho, dengan keserasian diri pada syariat disertai kerelaan padaNya, tanpa nafsu, tanpa kesenangan hawa nafsu, tanpa watak selera dan syetan. Karena syetan terkadang memberikan bantuan pada mereka, sebab dari berbagai arah dan segi, kita ini tidak terjaga dari dosa, setelah kepergian para Nabi as. Para Nabi itu jiwanya tenang, hawa nafsunya telah dikalahkan, pengaruh selera wataknya telah redam, dan syetannya telah dipenjara. Tak ada yang mempengaruhi dirinya. Keberserahan dirinya bukan pada sebab akibat, sedangkan tauhidnya menepiskan ketiadaan bahaya dan manfaat pada makhluk.
Sedangkan anda? Semua dirimu penuh nafsu, penuh kesenangan, penuh dengan kebiasaan selera, tak ada tawakkal, tak ada tauhid. Berita tentang kepahitan, kemudian keindahan, lalu remuk redam, kemudiaan terhimpit, lalu mati, kemudian hidup selamanya. Hina kemudian mulia, fakir kemudian cukup, tiada kemudian ada karenaNya, bukan karena dirimu.
Jika anda sabar menghadapi semua itu, maka telah benar apa yang anda kehendaki dari Allah Azza wa-Jalla. Jika tidak maka tidak benar pula proses hidupmu menuju Allah Azza wa-Jalla.
Segala hal yang menyibukkan dirimu lalu membuatmu lalai, adalah keburukan, walaupun anda melakukan sholat, puasa dan kewajiban-kewajiban Azza wa-Jalla, jauh dari muroqobah (sadar akan WaspadaNya), jauh dari kebajikan hidup bersamaNya, padahal orientasi hidup itu adalah berdekatan denganNya. Sedangkan anda adalah hamba yang terhijab, hamba makhluk, hamba hawa nafsu.
Sang arif itu senantiasa teguh bersama Allah Azza wa-Jalla di bawah benedera taqarrubnya dengan pengetahuan dan rahasia batinnya, berserasi dengan qadha’ dan qadarNya, maka tiba-tiba ia tak berdaya dalam peran, tanpa peran, bergerak tanpa gerak, diam tanpa pendiaman dirinya, maka ia tergolong orang yang disebut dalam Al-Qur’an: “Dan Kami membolak-balik mereka ke arah kanan dan kiri.” (QS. Al-Kahfi: 18)
Ketika mereka lemah tak berdaya, mereka bergerak dengan KuasaNya, dan diam dan pasrah ketika tak berdaya. Bergerak ketika eksistensinya ada, dan diam ketika tiada. Gerak dalam aturan hukum, diam dalam pengetahuan.
Sesungguhnya baru benar jika anda telah keluar dari hawa nafsu, watak, kemakhlukan secara total. Karena itu anda jangan mengikat diri pada makhluk yang tak memiliki cahaya dan manfaat sedikit pun, dan tiada ada yang memberi rizki selain Tuhanmu Azza wa-Jalla.
Seharusnya, selamanya anda patuh padaNya, menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya, hingga tak tersisa dalam dirimu kecuali hanya Allah Azza wa-Jalla. Sehingga anda menjadi makhluk terkaya dan termulia. Anda pun akan seperti Adam as, dimana seluruh makhluk diperintahkan sujud padanya. Ini semua tersembunyi di balik akal orang awam, namun kebanyakan kaum khusus yang merupakan bagian dari inti Adam as.
Hai orang yang sedikit manfaat ilmunya, belajarlah, dan bersunyilah dari makhluk, lalu keluarlah, dengan hati yang sunyi walaupun secara lahiriyah ada di tengah publik, dalam rangka menata mereka. Batinnya bersama Allah Azza wa-Jalla, penuh khidmah dan kesahabatan (kedekatan), penuh dengan disiplin, penuh rasa kembali dan bereksistensi dengan pergaulan makhluk, sedangkan hatinya bersama Allah Azza wa-Jalla. Secara lahiriyah ia sibuk dengan aturan hukum, seperti ketika pakaian kotor ia cuci, ia beri parfum, ketika robek ia jahit. Mereka ini adalah para pemimpin makhluk, kokoh bagai tegarnya bukit, sedangkan hatinya bersama Tuhannya Azza wa-Jalla, terhampar, mewaspada dan terus-menerus menyelami pengetahuanNya.
Ya Allah jadikan menu sarapan kami adalah dzikir kepadaMu, dan rasa cukup kami adalah mendekat kepadaMu. Amin.
Tapi anda ini hatinya mati, dan anda bersahabat dengan kematian hati. Seharusnya anda bergaul dengan orang-orang yang hidup, para Nujaba’ (Waliyullah), para Wali Badal (Budala’). Tapi anda ini malah jadi kuburan yang mendatangi kuburan, bangkai mendatangi bangkai. Anda adalah zaman yang tak lebih mendatangi zaman yang lain. Anda orang buta, dan dituntun oleh orang buta.
Karena itu bergaullah dengan orang beriman, yang terus ber-muroqobah, dan saleh. Sabarlah dengan ucapan mereka, terimalah dan amalkan anda akan beruntung. Dengarkan para guru dan amalkan, hormati mereka, anda akan beruntung. Saya punya seorang guru, setiap ada kesulitan padaku, dan muncul di benakku, ia bicara padaku, dan aku tidak berargumen sama sekali, karena itulah caraku menghormatinya dan dan beradab bagus padanya. Dan saya tidak pernah berguru pada guru mana pun melainkan aku sangat menghormati dan menjaga adab yang bagus
Sang sufi tidak akan pernah pelit, karena memang tidak ada yang dijadikan objek kebakhilan pada dirinya Sang sufi telah menegaskan untuk meninggalkan semuanya, kalau ia diberi, maka itu untuk yang lain, bukan untuk dirinya. Hatinya benar-benar jernih dari materi-materi dan imajinasi rupa. Yang disebut pelit itu orang yang berharta. Sedangkan sufi hartanya untuk yang lain. Bagaimana ia disebut bakhil pada harta orang lain? Musuh maupun kawan tidak ada bedanya, apakah ia dipuji maupun dicaci, sama sekali tak membuatnya bergeming, karena ia tidak pernah memandang pemberian itu, halangan, manfaat selain dari Allah Azza wa-Jalla.
Ia tidak gembira karena hidup, tidak susah karena kematian. Kematiannya adalah jika mendapat amarah Tuhannya Azza wa-Jalla, dan kehidupannya adalah ridhoNya. Dalam keramaian ia bisa gelisah, dalam kesendirian ia bisa bahagia. Konsumsinya adalah dzikir kepada Allah Azza wa-Jalla, minumannya adalah minuman kebahagiaan bersamaNya, apalagi sekadar pelit terhadap dinding dunia dan seisinya, karena ia lebih cukup dari sekadar dunia seisinya.
“Ya Tuhan kami, berikan kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan lindungi kami dari azab neraka.”