Laman

Selasa, 06 Mei 2014

SUNGGUH MENGHERANKAN


Riwayat dari Umar bin Khotob ra, aku mendengar Rasullulah mengatakan:
“Sesungguhnya amal-amal itu bergantung dengan niat-niatnya, dan sesungguhnya setiap orang tergantung apa yang diniatkan. Maka siapa yang hijarhnya kepada Allah dan rasulNya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasulNya.
Dan barang siapa yang hijrahnya kepada dunia akan mendapatkan dunia, atau kepada perempuan, akan mengawininya. Maka hijrahnya tergantung apa yang doiorientasikannya.” (Hr. Bukhori, Muslim dan Nasa’y dan yang lain)
Hati kaum arifin senantiasa menuju Rabbul ‘alamin.
Raihlah tujuan perjalanan akhir tanpa hambatan,
Hanya menuju dan bagi Allah, janganlah ke lain Allah
Setiap apa yang kau harapkan
Teguh dengan hijrah kepada Allah
Riwayat Anas bin Malik ra, berkata: Bahwa dibawah dinding dimana allah swt memberi khabar melalui firmanNya,
“Dan di bawahnya ada perbendaharaan bagi keduanya…”, adalah lembaran dari emas. Dan emas itu ada tulisan di dalamnya , “Bismillahirrohmaanirrohim.
Aku heran kepada orang yang yang meyakini kematian, bagaimana ia bisa gembira? Aku heran pada orang yang meyakini takdir, bagaimana ia susah? Aku heran kepada orang yang meyakini adanya neraka, bagaimana ia bisa tertawa? Aku heran dengan orang yang meyakini sirnanya dunia dan penghuninya akan tertbalik, bagaimana ia merasa tenteram di dunia? Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah.”
Wahb –Rahimahullah – mengatakan, “Suatu ketika aku berjalan menuju wilayah Romawi, tiba-tiba kudengar suara dibalik bukit sedang bergema:
“Oh Tuhanku, aku heran pada orang yang mengenalMu, bagaimana dia malah senang dengan benciMu demi kerelaan pada selain DiriMu?
“Oh Tuhanku, aku heran kepada orang mengenalMu, bagaimana ia masih berharap kepada selain Dikau?”
Lalu aku mencari suara itu, ternayata disana ada orang tua yang sedang bersujud, bermunajat:
“Mahasuci Engkau…Maha Suci Engkau, sungguh mengherankan bagi makhluk, bagaimana mereka ini berharap padaMu suatu gantiMu?
Maha Suci Engkau, sungguh mengherankan bagaimana bagaimana mereka sibuk berbakti kepada selain Engkau?!
Maha Suci Engkau, sangat mengherankan makhluk, bagaimana mereka rindu selain DiriMu?
Maha Suci engkau…Maha Suci Engkau, bagaimana mereka menikmati sesuatu Selain DiriMu, dan sesuatu SelainMu?”
Lalu aku lewat, dan aku tak menghiraukan apa yang aku lihat.
Abu Yazid ra, berkata, “Aku heran kepada ahli syurga, bagaimana mereka menikmatinya tanpa Allah? Atau bagaimana mereka bisa bersuka ria tanpaNya? Aku heran orang yang merasa puas pada suatu kondisi ruhani, tanpa ia puas dengan sang pemilik kondisi ruhani itu? Lebih mengherankan pada mereka yang menghadapkan dirinya pada makhluk, sedangkan Allah ta’ala memanggil, “Kemarilah padaKu…PadaKu…”
Abdullah bin Muqotil ra mengatakan:
“Aku heran kepada manusia, dimana Allah memilih untuk DiriNya, dengan serba cukup dariNya, malah manusia kontra dariNya disertai rasa butuh padaNya!
Aku heran kepada orang yang sibuk dengan urusannya, padahal urusannya sudah selesai.
Aku heran kepada orang yang memerintahkan orang lain sedang ia sendiri tidak mengerjakan, ia marah pada orang lain sedang ia sendiri melanggar, ia benci untuk maksiat sedangkan ia melakukannya. Ia senang untuk ditaati sedangkan ia tidak taat pada Tuhannya. Ia mencaci yang lain dengan prasangka, sedangkan ia tak pernah mencaci dirinya dengan yakin.”
Hatim al-Asham ra mengatakan:
“Aku heran kepada orang yang malu pada makhluk, bagaimana ia tidak malu kepada Allah?
Aku heran kepada orang yang mencari ridlo makhluk sedangkan ia tidak mencari ridlo Tuhan?
Aku heran kepada orang yang mencintai ahli ibadah, sedangkan ia menuju maksiat?
Aku heran kepada orang yang mengenal keagungan Allah bagaimana ia bisa kontra padaNya?
Aku heran kepada orang yang makan rizki Tuhannya bagaimana ia terimakasih kepada selain Allah?
Aku heran kepada orang yang membeli budak dengan hartanya, bagaimana ia tidak membeli orang merdeka dengan kebajikannya dan ucapan indahnya?”
Khunais bin Abdullah ra berkata,:
“Aku heran kepada orang yang malamnya bangun, siangnya puasa, menjauhi larangan-laranganNya, namun tidak bisa bertemu denganNya kecuali hanya menangis dan susah belaka? Aku heran kepada orang yang malamnya tidur, siangnya bermain-main, dipenuhi dosa-dosa, sedangkan ia tak akan bertemu denganNya selamanya, malah ia tertawa bergembira…”
Yahya bin Mu’adz ra berkata:
Aku heran kepada orang yang menghinakan dirinya untuk si budak, dan ia menemukan dari Tuannya apa yang dia mau?
Aku heran kepada orang yang konsumsinya roti kering, namun bermaksiat pada tuhannya Yang Maha Lembut?
Aku heran kepada orang yang takut akan kematian dirinya tapi tidak takut kepada kematian hatinya, yang takut akan kehilangan dunianya, bagaimana ia tidak takut kehilangan agamanya?
Seorang Sufi berdendang:
Ilahi….
Aku heran dariMu dan dariku
Apakah Kau mensirnakan diriku olehMu dariku
Engkau dekatkan aku dariMu hingga
Kuduga sesungguhnya Engkau adalah aku?
Yahya bin Mu’adz ra bermunajat:
Oh Ilahi…
Mengingat syurga berarti kematian, mengingat neraka berarti kematian, sungguh mengherankan orang yang hidup diantara dua kematian! Soal syurga ia tidak sabar, dan soal neraka ia tidak sabar atas siksanya.
Dikatakan, “Mengingat wushul adalah kematian. Mengingat “pisah” adalah kematian. Bagaimana hati hidup diantara dua kematian? Kematian orang yang ma’rifat itu sangat mengherankan. Karena sang arif berada diantara kegembiraan ma’rifat dan ketakutan pisah dengan Allah Ta’ala. Bagaimana kematian berserasi dengan kesenangan ma’rifat? Atai bagaimana kehidupan disertai ketakutan pisah?”
Aku heran kepada orang yang berkata “Aku mengingat Tuhanku..”
Adakah bisa lupa, lalu aku mengingat yang kulupa?
Aku mati jika mengingatMu, kemudian hidup
Jika bukan karena air wushulMu aku tak pernah hidup
Lalu Kau hidupkan dengan harapan, lalu aku mati oleh kerinduan.
Seberapa banyak aku hidup padaMu dan berapa aku mati?
Kuteguk air cinta
Piala demi piala
Tak habis-habismu minuman
Tak puas-puasnya
Sungguh heran!
Perkaraku jadi aneh disetiap lorong keanehan
Lalu aku jadi heran di setiap lorong keheranan.

Tausyiah as- Sayyid al-Habib Musa Kazeem Ja'afar As-Saqqaf Hafizohullah ....


Al Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsyi berkata dalam qasidahnya bahwa orang yang hadir dalam majelis dzikir seperti ini
sungguh mereka telah beruntung karena kehadiran mereka semata-mata karena kecintaannya kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Maka banyaklah bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala Yang memberikan taufik kepada kalian sehingga bisa hadir setiap minggu di majelis ini, karena hal ini adalah anugerah yang besar dari Allah subhanahu wata’ala. Dan ketahuilah bahwa Allah
tidak memberikan kebaikan kepada sembarang orang namun Allah memberikannya hanya kepada hamba-hamba yang dicintai-Nya. Kita bersyukur kepada Allah atas curahan rahmat dan anugerah dari Allah di tempat ini.
Maka setelah kalian bangun dari majelis ini perhatikanlah 3 perkara, yang pertama yaitu untuk senantiasa berusaha melakukan shalat di awal waktu, sebagaimana nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di akhir hayatnya sebelum beliau wafat kalimat yang beliau ucapkan adalah :
ﺍﻟﺼﻼﺓ، ﺍﻟﺼﻼﺓ (perhatikanlah shalat),
kemudian berusahalah untuk selalu bersiwak, dan jika tidak ada siwak dari kayu arak maka gunakanlah ujung pakaian untuk bersiwak, karena satu raka’at yang dilakukan dengan bersiwak itu lebih baik dari 70 raka’at tanpa siwak, dan berusahalah untuk senantiasa melakukan shalat berjamaah baik di rumah atau di masjid.
Yang kedua berbaktilah kepada kedua orang tua dan senantiasa
berbuat baik kepada mereka. Apabila kalian menjaga shalat 5
waktu maka Allah akan menjaga dan memuliakan semua amal ibadah kalian, dan jika kalian memperhatikan dan memperbaiki hubungan kalian dengan orang tua kalian, maka Allah subhanahu wata’ala akan memperbaiki semua hubungan kalian dengan hamba-hamba- Nya yang lain, dan yang paling utama adalah perbuatan baik kepada ibu. Dan ketahuilah bahwa segala yang kita inginkan dapat Allah berikan kepada kita dengan doa yang keluar dari lisan seorang ibu.
Yang ketiga, adalah memperhatikan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tanda rasa syukur kita kepada Allah subhanahu wata’ala karena telah memberi kita hidayah pada Islam adalah dengan kita berdakwah di jalan Allah subhanahu wata’ala. Apabila kita memperhatikan dakwah nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam maka kita akan menyelamatkan
saudara dan kerabat kita dari gangguan para syaithan yang
menggoda, itulah ynag diinginkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para wali-wali Allah.
Ketahuilah bahwa dakwah ini adalah samudera lautan yang sangat
dalam, maka berusahalah untuk memulai mendakwahi diri
sendiri, kemudian keluarga dan orang-orang terdekat kalian. Bagaimana kita berdakwah kepada diri kita sendiri?,
yaitu berakhlak dengan akhlak nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan untuk berakhlak dengan akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan cara bershalawat kepada beliau, maka berusahalah sebelum tidur di malam hari untuk bershalawat
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedkitnya 20
kali. Maka Allah akan membukakan pintu untuk kita, dan menyingkap hijab penghalang dengan bershalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dengan itu juga Allah akan membukakan pintu taufik dan kemudahan untuk kita senantiasa berbuat kebaikan.

Tuna Netra berjiwa sufi


KANG SEJO "MELIHAT" TUHAN
Bukan salah saya kalau suatu hari saya
ceramah agama di
depan sejumlah mahasiswa Monash yang, satu di antaranya,
Islamnya menggebu.
Artinya, Islam serba berbau
Arab. Jenggot mesti panjang. Ceramah mesti merujuk ayat, atau Hadis. Lauk mesti halal meat. Dan, semangat mesti
ditujukan buat
meng-Islam-kan orang Australia. Tanpa itu
semua jelas tidak Islami.
Saya pun dicap tidak Islami. Iman saya campur
aduk dengan
wayang. Duh, kalau pakai kaca mata Geertz,
seislam-islamnya
saya, saya ini masih Hindu.
Memang salah
saya, sebab ketika
itu saya main ibarat: Gatutkaca itu sufi. Ia
satria-pandita.
Tiap saat seperti tidur, padahal berzikir qolbi.
Jasad di bumi, roh menemui Tuhan. Ini turu lali,
mripat turu, ati tangi: mata tidur hati melek, seperti olah batin dalam dunia
kaum sufi.
Biar masih muda, hidup Gatutkaca seimbang, satu kaki di dunia satu lagi di akhirat. Mirip Nabi Daud: hari
ini puasa, sehari esoknya berbuka. Dan saya pun dibabat ...
Juli tahun lalu saya dijuluki Gus Dur sebagai orang yang
doanya pendek. Bukan harfiah cuma berdoa sebentar.
Maksudnya, tak banyak doa yang saya hafal.
Namun, yang tak
banyak itu saya amalkan.
"Dan itu betul. Artinya, banyak ilmu ndak
diamalkan buat
apa?" kata Pak Kiai sambil bergolek-golek di Hotel
Sriwedari, Yogya.
Apa yang lebih indah dalam
hidup ini, selain amal yang memperoleh pengakuan Romo Kiai? Saya merasa
hidup jadi kepenak, nikmat.
Dalam deretan Sufi, Al Adawiah disebut "raja."
Wanita ini hamba yang total. Hidupnya buat cinta.
Gemerlap dunia tak
menarik berkat pesona lain: getaran cinta ilahi.
Pernah ia berkata, "Bila Kau ingin menganugerahi aku
nikmat duniawi,
berikan itu pada musuh-musuh-Mu. Dan bila
ingin Kau limpahkan padaku nikmat surgawi,
berikanlah pada
sahabat-sahabat-Mu. Bagiku, Kau cukup."
Ini tentu berkat ke-"raja"-annya. Lumrah. Lain
bila itu terjadi pada Kang Sejo. Ia tukang pijit -maaf,
Kang, saya
sebut itu- tunanetra.
Kang Sejo pendek pula doanya. Bahasa Arab
ia tak tahu.
Doanya bahasa Jawa: Gusti Allah ora sare(Allah tak pernah
tidur): potongan ayat Kursi itu. Zikir ia kuat.
Persoalan hidul seruwet apa pun yang dihadapi, wiridannya satu: "Duh,
Gusti, Engkau
yang tak pernah tidur ..." Cuma itu.
"Memang sederhana, wong hidup ini pun dasarnya juga
sederhana," katanya, sambil memijit saya.
Saya tertarik cara hidupnya. Saya belajar darinya.
Guru saya ya orang macam ini, antara lain. Rumahnya di
Klender.
Kantornya, panti pijat itu, di sekitar Blok M.
Ketika saya tanya, apa yang dilakukannya di sela memijit,
dia bilang, "Zikir Duh, Gusti ..." Di rumah, di jalan, di
tempat kerja,
di mana pun, doanya ya cuma itu Duh, Gusti ...
Satu tapi jelas di tangan.
"Berapa kali Duh Gusti dalam sehari?" tanya
saya.
"Tidak saya hitung."
"Lho, apa tak ada aturannya? Para santri kan
dituntun kiai,
baca ini sekian ribu, itu sekian ribu," kata saya
"Monggo mawon (ya, terserah saja)," jawabnya.
"Tuhan memberi
kita rezeki tanpa hitungan, kok. Jadi, ibadah
pun tanpa hitungan."
"Sampeyan itu seperti wali, lo, Kang," saya memuji.
"Monggo mawon. Ning (tapi) wali murid." lalu kang sejo ketawa.
Diam-diam ia sudah naik haji. Langganan
lama, seorang
pejabat, mentraktirnya ke Tanah Suci tiga tahun
yang lalu.
'Senang sampeyan, Kang, sudah naik haji?"
"Itu kan rezeki. Dan rezeki datang dari sumber yang tak terduga," katanya.
"Ayat Al Quran menyebutkan itu, Kang."
"Monggo mawon. Saya tidak tahu jawab kang sejo ."
Ketularan bau Arab, saya tanya kenapa doanya
bahasa Jawa.
"Apa Tuhan tahunya cuma bahasa Arab?"timpal kang sejo "
"Kalau sampeyan dzikir Duh Gusti di bis apa kta
penumpang lain ..."
"Dalam hati, Mas. Tak perlu diucapkan."
Ia, konon, pernah menolak zakat dari seorang
tetangganya.
Karena disodor-sodori(di paksa agar menerima), ia menyebut, "Duh,
Gusti, yang tak
pernah tidur ..."
Pemberi zakat itu, entah
bagaimana, ketakutan. Ia mengaku uang itu memang kurang halal.
Ia minta maaf.
"Mengapa sampeyan tahu uang zakat itu
haram"? tanya saya.
"Rumah saya tiba-tiba panas. Panaaaas sekali."
"Kok sampeyan tahu panas itu akibat si uang haram?"
"Gusti Allah ora sare, Mas," jawabnya.
Ya, saya mengerti, Kang Sejo. Ibarat berjalan,
kau telah
sampai. Dalam kegelapan matamu kau telah
melihatNya. Dan
aku? Aku masih dalam taraf terpesona. Terus-
menerus
Kompasiana 1991

#‎ADAB‬



al-Habib Zein Bin Sumaith berkata:
Ahsan pada ADAB ini dan kepentingan itu terkumpul pada perkataan Rasulullah Shallallahualahiwasalam ''yang mengajar adab kepada aku adalah Allah Ta'ala sendiri.''
Nak katanya pentingnya adab ini. Bukan sahaja belajar adab, bahkan belajar cara nak mempercantik adab kepada Nabi. Bahkan tiada siapa pun yang menyamai akhlaq Nabi sehingga ALLAH Ta'ala sendiri puji Rasulullah.
Abdullah bin Mubarak ialah seorang yg pemurah dengan kawan2nya, hafal hadis, alim dalam fekah dan mahir dalam Arab, serta sentiasa memenuhi jemputan orang dan seorang yg berani.
Bahkan Sufyan at-Tsauri dan Abdullah bin Mubarak berkata:
''Kalau tidak kerana Imam Malik mengajar kami, mungkin kami tak jadi orang.''
Mereka juga berkata : '' Dengan sedikit adab lebih kami berhajat daripada ilmu banyak.''Bermaksud mereka lebih suka adab yg sikit berbanding ilmu yg banyak.
Imam Malik mengaji ilmu 18tahun dan adab 2tahun. Namun kata beliau ''kalau aku tahu kesan adab ini (pada ilmu laduni), nescaya aku akan ,mengaji adab 18tahun dan ilmu 2tahun.''
Berkata Abdullah Ibnu Mubarak lagi:
''Orang yang bermudah-mudah dengan adab, ALLAH uji dengan balasan haramkan beramal dengan sunnah Rasulullah (tiada kekuatan untuk amal sunnah Nabi) . Bila dia mula berlebih kurang dalam sunnah, dia akan diberi pembalasan dengan dijauhkan amalan fardhu. Orang yg berlebih kurang dengan kefardhuan yg diwajibkan, dia akan dijauhkan oleh Allah untuk mengenal Allah (makrifatullah).''
:: Hasil dhobit dari kuliah mingguan talaqqi kitab Safinatun Naja oleh al Fadhil Ustaz Uwais al Qarni Abdul Wahab ; 5 Rejab 1435H ,Musolla Kom UIAM,Kuantan.

Manfaat Yang Luar Biasa dalam Menuntut Ilmu


Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi yang kita kenal sebagai penyusun kitab Maulid Simthud Duror, memiliki kepedulian tinggi dan amat bangga terhadap para penuntut ilmu. Sehingga semasa hidupnya, tidak jarang beliau menyempatkan diri duduk di serambi rumahnya untuk menyaksikan para pelajar yang berlalu-lalang di depan kediamannya, berangkat menuju ke tempat mereka menunut ilmu.
Dalam kumpulan kalam beliau yang disusun Habib Umar bin Muhammad Maula Khela, berjudul “Jawahirul Anfas Fii Maa Yurdli Rabban Naas” disebutkan, karena begitu bangganya kepada para penuntut ilmu Al Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi Ra pernah berkata, “Aku doakan agar kalian berumur panjang dan memperoleh fath. Ketahuilah setiap orang yang mengajar sesuai dengan ilmu yang dimiliki, kelak di hari kiamat akan mendapatkan syafaat Rasulullah SAW”.
Habib Ali tak dapat menyembunyikan kegembiraannya bila melihat para pelajar, sampai-sampai beliau berucap, “Jika aku bertemu pelajar yang membawa bukunya, ingin aku mencium kedua matanya”.
Suatu ketika, tepatnya pada hari Ahad, 11 Syawal 1322 Hijriyah, Al- Habib Ali mengundang dan menjamu para pelajar di suatu tempat yang dikenal dengan nama Anisah, yakni tempat yang rindang dan sejuk karena banyaknya pepohonan, sekitar 2 Km dari kota Sewun. Kepada para pelajar itu beliau berkata, “Ketahuilah, hari ini aku mengundang kalian untuk membangkitkan semangat kalian menuntut ilmu. Giatlah belajar, semoga Allah memberkahi kalian”
Tidak itu saja, beliau mengajak para pelajar itu serius menuntut ilmu, sebagaimana dilakukan para salafus shaleh. Dikatakannya, “Bersungguh-sungguhlah dalam menuntut ilmu. Perhatikan para salaf kalian, mereka menghafal berbagai matan (naskah). Mereka telah hafal kitab Az-Zubad, Mulkah I’rob dan Al-Fiyah di masa kecilnya. Setelah dewasa ada yang telah hafal kitab Al Minhaj, Ihya’ Ulumiddin, dan lainnya”.
Beliau mengingatkan agar ketika menuntut ilmu, para pelajar tidak melalaikan peralatan tulisnya. Sebab, itu sudah menjadi kelengkapan bagi seorang penuntut ilmu yang dapat mendatangkan banyak kemanfaatan. Bahkan, menurutnya, jika tidak memperhatikan kelengkapan tersebut bisa mendatangkan aib baginya.
“Aku ingin setiap pelajar membawa alat-alat tulisnya ketika mengikuti pelajaran. Ketahuilah, keuntungan (faedah) ilmu terletak pada pengamalan dan pencatatannya. Sebaliknya, menjadi aib bagi seorang pelajar jika saat mengikuti pelajaran (menuntut ilmu) ia tidak membawa buku dan peralatan tulis lainnya,” tandasnya.
Larang Remehkan Anak-anak
Pada kesempatan tersebut, Al-Habib Ali benar-benar ingin menuntaskan nasehatnya kepada para pelajar yang amat dicintainya itu. Termasuk tidak sekali pun meremehkan nasihat yang diucapkan anak-anak. Beliau menuturkan, “Pelajarilah cara membunuh atau mengendalikan hawa nafsu, adab dan tata krama. Tuntutlah ilmu baik dari orang dewasa maupun anak-anak. Jika yang mengajarkan ilmu jauh lebih muda dari mu janganlah berkata, “Kami tidak mau belajar kepadanya, aib bagi kami”.
Habib juga mengingatkan pelajar agar tidak segan-segan mengulang pelajaran yang telah diterima dari gurunya. Malah, sebaiknya para pelajar dianjurkan untuk membacanya berkali-kali, sebelum guru pembimbing datang mengajarkan ilmunya. “Pelajarilah pelajaran yang hendak kalian bacakan di hadapan guru. Dengan demikian kalian akan memetik manfaatnya. Tauladani apa yang telah dilakukan oleh kebanyakan salaf kita, saat menuntut ilmu,” ajak beliau.
Beliau juga mencontohkan beberapa ulama besar dari kalangan aslafunas shaleh ketika mereka menuntut ilmu, diantaranya Al Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi yang membaca pelajarannya sebanyak 25 kali sebelum mengikuti pelajaran yang disampaikan gurunya. Setelah itu mempelajari lagi sebanyak 25 kali seusai menerima pelajaran dari gurunya. Bahkan, syeikh Fakhrur Razi mengulang-ulang pelajarannya sebanyak 1000 kali. “Sementara kalian hanya (baru) membuka buku ketika berada di depan guru,” tambah beliau mengingatkan.
Di tengah-tengah para pelajar yang serius mengikuti nasehat-nasehatnya, beliau mengingatkan mereka agar menjauhi sifat dengki dan iri hati. Karena kedua sifat ini dapat mencabut keberkahan ilmu yang telah diperoleh. Beliau juga menceritakan pengalamannya ketika masih belajar.
“Ketika aku masih menuntut ilmu di Mekah. Setiap malam aku bersama kakakku Husein dan Alwi Assegaf mempelajari 12 kitab Syarah dari Al Mihaj, lalu menghafalkan semuanya. Pernah pada suatu hari saat nisful lail (akhir malam) ayahku Al Habib Muhammad keluar dari kamarnya dan mendapati kami sedang belajar. Beliau berkata, Wahai anak-anakku kalian masih belajar? Semoga Allah SWT memberkati kalian”.
Bahaya Makanan Haram
Pada kesempatan lain Habib Ali menggambarkan betapa gembira Rasulullah SAW jika melihat umatnya bersungguh-sungguh thalabul (mencari) ‘ilmu, kemudian mengamalkannya, dan menyampaikan (menyebarkannya) kepada saudaranya sesama umat Islam.
Beliau berkata, “Tidak ada yang lebih menggembirakan hati Rasulullah Muhammad SAW dari melihat upaya umat beliau menuntut ilmu, lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-harinya, dan menyebarkannya kepada saudaranya. Adakah yang lebih berharga dibandingkan kebahagiaan Habibi Muhammad SAW itu ? Dunia dan akhirat beserta segenap isinya tak mampu menyamai kebahagiaan beliau SAW”
Namun, beliau juga mengakui saat itu telah melihat gejala menurunnya semangat menuntut ilmu agama dan mengamalkan serta menyebarluaskannya di kalangan kaum muslimin. Menurutnya, semangat itu telah tidur terlalu lama, bahkan dikhawatirkan akan mati dalam tidurnya. Semangat itu telah hilang, cinta kepada ilmu telah menipis, keinginan berbuat kebajikan semakin melemah. Barangkali itu merupakan gejala awal rusaknya watak manusia. Putra Habib Muhammad Al-Habsyi ini menyatakan, penyebab utama semua itu adalah telah dikonsumsinya makanan haram oleh sebagian, atau bahkan kebanyakan umat Islam.
Diriwayatkan, bahwa Imam Haromain setiap kali ditanya seseorang selalu dapat menjawab. Imam Haromain adalah salah seorang yang menjadi rujukan (tempat bertanya) masyarakat di zamannya. Beliau menghafal ucapan guru beliau, Abu Bakar Al Baqillaniy yang tertulis dalam 12000 lembar kertas mengenai ilmu ushul. Sedangkan, Imam Sufyan bin Uyainah telah menghafal Al Qur’an dan menerangkan makna-maknanya di depan para ulama ketika ia masih usia 4 tahun. Kapan ia membaca Al Qur’an dan menghafalnya, serta kapan ia mempelajari makna-maknanya ?.
Namun suatu kali Imam Haromain ini tidak berkutik dan tidak dapat menjawab ketika menerima pertanyaan. Orang yang bertanya itu kemudian menanyakan mengapa sampai demikian, tidak biasanya beliau tak bisa menjawab. Lalu, Imam Haromain itu kemudian menjawab, “Mungkin ada susu yang masih tersisa di tubuhku”.
Sang penanya semakin penasaran apa yang dimaksud Imam Haromain. Dia kemudian bertanya lagi, “Apa maksudmu wahai Imam ?”. Beliau menjawab, “Dahulu ketika aku masih menyusui, ayahku sangat wara’ (berhati-hati) dalam menjaga kehalalan dan kebersihan minumanku. Beliau tidak membiarkan ibuku makan sesuatu kecuali yang benar-benar halal”.
Al Imam melanjutkan, “Suatu hari seorang budak wanita keluarga Fulan masuk ke rumah kami, tanpa sepengetahuan ibuku. Budak itu meletakkan aku di pangkuannya kemudian menyusuiku. Mengetahui hal itu ayahku sangat marah lalu memasukkan jari tangannya ke dalam mulutku, sehingga aku dapat memuntahkan semua susu yang baru saja kuminum dari budak itu. Namun, rupanya masih ada susu yang tersisa”.
Akhirnya Al Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi berwasiat kepada anak cucu dan keturunannya, termasuk kita semua, agar selalu meniru sikap dan tindakan para salaf ketika mencari ilmu dan beramal ibadah. Beliau berkata, “Wahai anak-anakku sekalian, jika kalian mau berusaha dengan sungguh-sunguh, maka bagimu kesempatan masih amat terbuka. Tauladani amal para salaf. Janganlah kalian menganggap mustahil mujahadah yang telah dilakukan orang-orang terdahulu, sebab mereka diberi kekuatan dhohir-bathin oleh Allah SWT”.
Beliau semakin menekankan perlunya mencontoh amal para salaf. Dituturkannya, “Mereka juga mempunyai niat dan tekad yang kuat untuk mencontoh para pendahulunya dalam berilmu dan beramal. Ketahuilah tidak ada yang menyebabkan manusia rugi, kecuali keengganan mereka mengkaji buku-buku sejarah kehidupan kaum sholihin. Jika riwayat hidup mereka dibacakan kepada orang mukmin, iman mereka akan semakin teguh kepada Allah SWT”.

Fatwa Kehidupan


subuh itu seperti sebuah kelahiran, umpama sebuah pagi, umpama masa kanak2mu, subuh itu suci, karenanya DIA pun perintahkan untuk mensucikan namaNYA tiap subuh itu.
dzuhur itu nyata atau terang, ibarat dewasa bagi dirimu, engkau telah meninggalkan masa kanak-kanakmu dan engkau akan segera menjelang masa tuamu. Karenanya DIA pun memerintahkanmu untuk menyatakan keberadaanNYA. nyatakan tempatmu, apakah engkau akan kekanan ataukah kekiri, nyatakan ideologi-ideologimu, nyatakan prinsip-prinsipmu, jalan mana yang hendak engkau tuju.
Ashar itu senja bagimu, yaitu masa tua dan penantian bagimu. Ashar adalah waktu bagimu untuk menimbang-nimbang diri, menimbang setiap jejak langkahmu dimasa muda. engkau segera lenyap dan tergantikan, karenanya demi masa ashar engkau pastilah merugi, kecuali dirimu beriman kepadanya, dan beramal sholeh, dan suka saling nasehat menasehati dalam perkara kebenaran dan sabar. Karenanya DIA perintahkan kepadamu, untuk sekali lagi mensucikan namaNYA, agar engkau bisa memahami diri, menimbang diri, waspada dan waskita selalu bijaksana menyikapi segala sesuatu,maut bisa menjemputmu setiap saat. maka bertasbihlah pada pagi dan petang......
Maghrib itu adalah ibarat ajal bagimu, engkau sudah sangat dekat, hanya ada dua alternatif bagimu, yaitu rahmat ataukah murka yang akan segera engkau jelang. maghrib itu amat singkat, sebagaimana ajal itu tak berlangsung lama. DIA pun perintahkan padamu untuk mengagungkan namaNYA disetiap maghrib, agar engkau tak kembali dalam keadaan tanpa membawa rahmatNYA.
Isya' itu ibarat kematian bagimu, engkau segera diliputi kegelapan yang mencekam, yang tiada lagi engkau temukan penolong selainNYA. gelap gulita, dalam penjara dan ketakutan batiniah yang teramat sangat. DIA pun memerintahkan kepadamu utk menyembahNYA, agar engkau tak tercekam dalam gelap gulita, dan pulang membawa secercah cahaya bagimu..dengan secercah cahaya itu engkau bisa pulang kembali untuk menemukanNYA......

Rahasia hati


Hati laksana sebuah wadah. Jika kalian gunakan wadah itu, lalu memenuhinya dengan air maka kalian tidak bisa memasukkan susu di wadah yang sama.
Jika penuh dengan susu, kalian tak mampu mengisinya lagi dengan minyak.Jika kalian penuhi dengan minyak, maka teh tak dapat dimasukkan. Wadah itu hanya bisa terisi dengan salah satunya saja.

Salah satu dari sifat buruk dari tubuh fisik materi adalah melekatny cinta pada dunia dan segala hal diatas bumi ini. Kebanyakan manusia terpikat, mengejar, dan memenuhi hatinya dengan cinta akan dunia ini sehingga tidak ada tempat lagi akan cinta pada Tuhan. Walaupun mereka mengatakan : “Tuhan adalah cinta”, mereka semua pembohong. Tuhan bukanlah cinta dan cinta bukanlah Tuhan, namun ada cinta untuk Tuhan yang mampu membuat kalian mendekati Hadirat-Nya.
Jika kalian bersihkan hati dari cinta dunia yang sementara ini, maka cinta abadi itu akan memasuki hati kalian. Cinta abadi itu akan meningkatkankan kekuatan spiritual dan memudahkan kalian mencapai hadirat-Nya. Jika kalian mampu melakukannya, kalian akan menemukan manfaat yang hakiki dan abadi.

RISALAH KEDUAPULUH tujuh


Ia bertutur :
Anggaplah kebaikan dan keburukan sebagai dua
buah dari dua cabang sebuah pohon. Cabang
yang satu menghasilkan buah yang manis,
sedang cabang yang satunya lagi, buah yang
pahit. Maka dari itu, tinggalkanlah kota-kota,
nerei-negeri yang menghasilkan buah-buah
pohon ini dan penduduknya. Dekatilah pohon itu
sendiri dan jagalah.

Ketahuilah kedua cabang itu,
kedua buahnya, sekelilingnya, dan senanitiasa
dekatlah dengan cabang yang menghasilkan
buah yang manis; maka ia akan menjadi
makananmu, sumber dayamu, dan waspadalah
agar kau tak mendekati cabang yang lian, makan
buahnya, dan akhirnya rasa pahitnya
membinasakanmu.
Jika kau senantiasa berlaku
begini, kau akan selamat dari segala kesulitan,
sebab segala kesulitan diakibatkan oleh buah
pahit ini. Bila kau jauh dari pohon ini, berkelana
di berbagai negeri, dan buah-buha ini
dihadapkan kepadamu, lalu dibaurkan
sedemikian rupa, sehingga tak jelas antara yang
manis dan yang pahit, dan kamu memulai
memakannya, bila tanganmu mengambil buah
yang pahit, sehingga lidahmu merasakan
pahitnya, kemudian tenggorokanmu, otakmu,
lubang hidungmu, sampai anasir tubuhmu, maka
kau terbinasakan.
Pembuanganmu akan sisanya
dari mulutmu dan pencucianmu akan akibatnya
tak dapat menghapus yang telah tertebar di
sekujur tubuhmu, dan sia-sia.
Tapi, jika kau makan buah yang manis dan rasa
manisnya menebar ke seluruh anggota tubuhmu,
maka kau beruntung dan bahagia, meski hal ini
tak mencukupimu.
Tentu, bila kau makan buah
yang lain, kau katakan tahu bahwa buah yang ini
pahit. Maka, kau akan mengalami yang telah
disebutkan bagimu.
Maka, tak baik menjauh dari pohon itu dan tak
tahu buahnya. Keselamatan terletak pada
pendekatan dengannya. Jadi kebaikan dan
keburukan berasal dari Allah Yang Mahakuasa
lagi Mahaagung.
“Allah telah menciptakanmu dan
yang kau lakukan ( Qs.37.96).
Nabi saw. bersabda : “Allah telah menciptakan
penyembelih dan binatang yang disemebelih.”
Segala tindakan hamba Allah adalah ciptaann-
Nya, begitu pula buah upayanya. Allah Yang
Mahakuasa lagi Mahaagung berfirman :
“Masuklah ke dalam surga disebabkan yang
telah kau lakukan.” (Qs. 16:32).
Syaikh Abdul Qadir AJ qs

Perancang burung garuda yang terlupakan


Siapa tak kenal burung Garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila (Pancasila). Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu? Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab –walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak – keduanya sekarang di Negeri Belanda. Syarif Abdul Hamid Alkadrie menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda. Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda. Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA. Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar – karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL. Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat di marah. Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila- sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis. Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini. Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974 Rancangan terakhir inilah yang menjadi lampiran resmi PP No 66 Tahun 1951 berdasarkan pasal 2 Jo Pasal 6 PP No 66 Tahun 1951.
Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak. Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang. Turiman SH M.Hum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak yang mengangkat sejarah hukum lambang negara RI sebagai tesis demi meraih gelar Magister Hukum di Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa hasil penelitiannya tersebut bisa membuktikan bahwa Sultan Hamid II adalah perancang lambang negara. “Satu tahun yang melelahkan untuk mengumpulkan semua data.
Dari tahun 1998-1999,” akunya. Yayasan Idayu Jakarta, Yayasan Masagung Jakarta, Badan Arsip Nasional, Pusat Sejarah ABRI dan tidak ketinggalan Keluarga Istana Kadariah Pontianak,
merupakan tempat-tempat yang paling sering disinggahinya untuk mengumpulkan bahan penulisan tesis yang diberi judul Sejarah Hukum Lambang Negara RI (Suatu Analisis Yuridis Normatif Tentang Pengaturan Lambang Negara dalam Peraturan Perundang-undangan). Dihadapan dewan penguji, Prof Dr M Dimyati Hartono SH dan Prof Dr H Azhary SH dia berhasil mempertahankan tesisnya itu pada hari Rabu 11 Agustus 1999. “Secara hukum, saya bisa membuktikan. Mulai dari sketsa awal hingga sketsa akhir. Garuda Pancasila adalah rancangan Sultan Hamid II,” katanya pasti. Besar harapan masyarakat Kal- Bar dan bangsa Indonesia kepada Presiden RI SBY untuk memperjuangkan karya anak bangsa tersebut, demi pengakuan sejarah, sebagaimana janji beliau ketika berkunjung ke Kal-Bar dihadapan tokoh masyarakat, pemerintah daerah dan anggota DPRD Provinsi Kal-Bar.
blogmwb.pun.bz/perancang-burung-garuda-yang-terlupakan. xhtml