Laman

Selasa, 11 Maret 2014

RASULULLAH DI BACKUP PARA MILYUNER


Ketika Abu Bakar ra. berkeinginan membebaskan Bilal ra. dari perbudakan, Umaiyah bin Khalaf mmematok harga 9 uqiyah emas. Dan dengan segera Abu Bakar ra. langsung menebusnya.

Untuk diketahui 1 uqiyah emas senilai 31,7475 gr gram emas, atau setara dengan 7,4 dinar emas. Jika harga 1 dinar emas sekarang adalah sebesar Rp. 2.370.000, berarti dana yang dikelurkan Abu Bakar ra. adalah sebesar Rp. 157.842.000,- (9 x 7,4 x Rp. 2.370.000 ).

Para Milyuner di sekitar Rasulullah

Beberapa Sahabat Rasulullah, berdasarkan catatan sejarah yang di-indikasikan sebagai Konglomerat, antara lain :

1. Abu Bakar ra.

Ibnu Umar ra mengatakan diawal keislaman Abu Bakar menghabiskan dana sekitar 40.000 Dirham untuk memerdekakan budak. Jika harga 1 Dirham Perak saat ini adalah Rp. 67.500, itu artinya yang dibayar oleh beliau setara dengan Rp 2,7 Miliar.

2. Umar bin Khaththab ra.

Di dalam Kitab Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih, karangan Ibnu Abdil Barr, menerangkan bahwa Umar ra. telah mewasiatkan 1/3 hartanya yang nilainya melebihi nilai 40.000 (dinar atau dirham), atau totalnya melebihi nilai 120.000 (dinar atau dirham). Jika dengan nilai sekarang, setara dengan Rp. 284,4 Milyar (dinar) atau Rp. 8,1 Milyar (dirham).

3. Utsman bin Affan ra.

Saat Perang Tabuk, beliau menyumbang 300 ekor unta, setara dengan nilai Rp. 3 Milyar, serta dana sebesar 1.000 Dinar Emas, yang setara dengan Rp. 2,37 Milyar.

Ubaidullah bin Utbah memberitakan, ketika terbunuh, Utsman ra. masih mempunyai harta yang disimpan penjaga gudangnya, yaitu: 30.500.000 dirham (setara dengan Rp. 2,05875 Trilyun) dan 100.000 dinar (setara dengan Rp. 237 Milyar).

4. Abdurrahman bin Auf ra.

Ketika menjelang Perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf mempelopori dengan menyumbang dana sebesar 200 Uqiyah Emas atau setara dengan Rp. 3,5 Milyar.

Menjelang wafatnya, beliau mewasiatkan 50.000 dinar untuk infaq fi Sabilillah, atau setara dengan nilai Rp. 118,5 Milyar.

Dari Ayyub (As-Sakhtiyani) dari Muhammad (bin Sirin), memberitakan ketika Abdurrahman bin Auf ra. wafat, beliau meninggalkan 4 istri. Seorang istri mendapatkan dari 1/8 warisan sebesar 30.000 dinar emas. Hal ini berarti keseluruhan istri-nya memperoleh 120.000 dinar emas, yang merupakan 1/8 dari seluruh warisan.

Dengan demikian total warisan yang ditinggalkan oleh Abdurrahman bin Auf ra, adalah sebesar 960.000 dinar emas, atau jika di-nilai dengan nilai sekarang setara dengan Rp. 2,2752 Trilyun.

5. Abdullah ibnu Mas’ud ra.

Menurut Zurr bin Hubaisy Al-Kufi, Ibnu Mas’ud ra. ketika meninggal dunia mewariskan harta senilai 70.000 dirham, atau saat ini senilai Rp. 4,725 milyar.

6. Hakim bin Hizam ra.

Urwah bin Az-Zubair berkata bahwa Hakim bin Hizam telah mensedekahkan 100 unta, atau saat ini senilai dengan Rp. 1 Milyar.

7. Thalhah bin Ubaidillah ra.

Menurut Musa bin Thalhah, Thalhah bin Ubaidillah ketika meninggal mewariskan harta berupa 200.000 dinar emas, atau saat ini senilai Rp. 474 Milyar.

8. Sa’ad bin Abi Waqqash ra.

Menurut Aisyah binti Sa’ad, ketika Sa’ad bin Abi Waqqash ra. meninggal dunia, beliau mewariskan 250.000 dirham, atau pada saat ini senilai Rp. 16,875 Milyar.

9. Ibnu Umar ra.

Ibnu Umar pernah menjual tanahnya seharga 200 ekor unta. Lalu, separuhnya dia gunakan untuk membekali pasukan mujahid. Jika satu ekor unta saat ini senilai 4.000 riyal dan 1 riyal = Rp. 2.500, maka jumlah yang telah di-sumbangkan Ibnu Umar adalah sebesar Rp. 1 Milyar (50% x 200 x 4000 x Rp. 2500).

Seorang muslim diperbolehkan bercita-cita menjadi orang kaya dengan niat untuk memperkuat agamanya.

Rasulullah bersabda:

لَا بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنْ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنْ اتَّقَى خَيْرٌ مِنْ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنْ النَّعِيمِ

“Tidak ada masalah dengan kekayaan bagi orang yang bertaqwa. Kesehatan itu lebih baik daripada kekayaan bagi orang yang bertaqwa. Dan jiwa yang bagus merupakan kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah: 2132, Ahmad: 22076 dari Ubaid bin Mu’adz t, di-shahih-kan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak: 2131 (2/3) dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Di-shahih-kan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah: 174).

Dan Rasulullah berpesan kepada umatnya, agar menghindari dari kefaqiran, dan untuk hal itu beliau mengajarkan doa, sebagaimana bunyi hadits berikut :

Dari Abu Hurairah ra. :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْفَقْرِ وَالْقِلَّةِ وَالذِّلَّةِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ

“Bahwa Nabi berdo’a: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefaqiran, sedikit harta benda, dan kehinaan, dan aku berlindung kepada-Mu daripada menzhalimi orang lain atau dizhalimi.” (HR. Abu Dawud: 1320, An-Nasa’i: 5365, Ahmad: 7708 dan di-shahih-kan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’: 1287).

Dari Abdullah bin Mas’ud ra. bahwa Rasulullah berdo’a:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, iffah (menjaga diri dari perkara haram), dan kekayaan.” (HR. Muslim: 4898, At-Tirmidzi: 3411 dan Ibnu Majah: 3822).

73 manfaat dzikir


Dzikir atau mengucapkan kata-kata pujian yang mengingat kebesaran Allah SWT, adalah amalan istimewa Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Dzikir merupakan media yang membuat kehidupan Nabi dan para sahabat benar-benar hidup.

Ibnu al-Qoyyim Rahimahullah mengatakan bahwa dzikir memiliki tujuh puluh tiga manfaat yaitu:
1. Mengusir setan dan menjadikannya kecewa.
2. Membuat Allah ridah.
3. Menghilangkan rasa sedih,dan gelisah dari hati manusia.
4. Membahagiakan dan melapangkan hati.
5. Menguatkan hati dan badan.
6. Menyinari wajah dan hati.
7. Membuka lahan rezeki.
8. Menghiasi orang yang berdzikir dengan pakaian kewibawaan, disenangi dan dicintai manusia.
9. Melahirkan kecintaan.
10. Mengangkat manusia ke maqam ihsan.
11. Melahirkan inabah, ingin kembali kepada Allah.
12. Orang yang berdzikir dekat dengan Allah.
13. Pembuka semua pintu ilmu.
14. Membantu seseorang merasakan kebesaran Allah.
15. Menjadikan seorang hamba disebut disisi Allah.
16. Menghidupkan hati.
17. Menjadi makanan hati dan ruh.
18. Membersihkan hati dari kotoran.
19. Membersihkan dosa.
20. Membuat jiwa dekat dengan Allah.
21. Menolong hamba saat kesepian.
22. Suara orang yang berdzikir dikenal di langit tertinggi.
23. Penyelamat dari azab Allah.
24. Menghadirkan ketenangan.
25. Menjaga lidah dari perkataan yang dilarang.
26. Majlis dzikir adalah majlis malaikat.
27. Mendapatkan berkah Allah dimana saja.
28. Tidak akan merugi dan menyesal di hari kiamat.
29. Berada dibawah naungan Allah dihari kiamat.
30. Mendapat pemberian yang paling berharga.
31. Dzikir adalah ibadah yang paling afdhal.
32. Dzikir adalah bunga dan pohon surga.
33. Mendapat kebaikan dan anugerah yang tak terhingga.
34. Tidak akan lalai terhadap diri dan Allah pun tidak melalaikannya.
35. Dalam dzikir tersimpan kenikmatan surga dunia.
36. Mendahului seorang hamba dalam segala situasi dan kondisi.
37. Dzikir adalah cahaya di dunia dan ahirat.
38. Dzikir sebagai pintu menuju Allah.
39. Dzikir merupakan sumber kekuatan qalbu dan kemuliaan jiwa.
40. Dzikir merupakan penyatu hati orang beriman dan pemecah hati musuh Allah.
41. Mendekatkan kepada ahirat dan menjauhkan dari dunia.
42. Menjadikan hati selalu terjaga.
43. Dzikir adalah pohon ma’rifat dan pola hidup orang shalih.
44. Pahala berdzikir sama dengan berinfak dan berjihad dijalan Allah.
45. Dzikir adalah pangkal kesyukuran.
46. Mendekatkan jiwa seorang hamba kepada Allah.
47. Melembutkan hati.
48. Menjadi obat hati.
49. Dzikir sebagai modal dasar untuk mencintai Allah.
50. Mendatangkan nikmat dan menolak bala.
51. Allah dan Malaikatnya mengucapkan shalawat kepada pedzikir.
52. Majlis dzikir adalah taman surga.
53. Allah membanggakan para pedzikir kepada para malaikat.
54. Orang yang berdzikir masuk surga dalam keadaan tersenyum.
55. Dzikir adalah tujuan prioritas dari kewajiban beribadah.
56. Semua kebaikan ada dalam dzikir.
57. Melanggengkan dzikir dapat mengganti ibadah tathawwu’.
58. Dzikir menolong untuk berbuat amal ketaatan.
59. Menghilangkan rasa berat dan mempermudah yang susah.
60. Menghilangkan rasa takut dan menimbulkan ketenangan jiwa.
61. Memberikan kekuatan jasad.
62. Menolak kefakiran.
63. Pedzikir merupakan orang yang pertama bertemu dengan Allah.
64. Pedzikir tidak akan dibangkitkan bersama para pendusta.
65. Dengan dzikir rumah-rumah surga dibangun, dan kebun-kebun surga ditanami tumbuhan dzikir.
66. Penghalang antara hamba dan jahannam.
67. Malaikat memintakan ampun bagi orang yang berdzikir.
68. Pegunungan dan hamparan bumi bergembira dengan adanya orang yang berdzikir.
69. Membersihkan sifat munafik.
70. Memberikan kenikmatan tak tertandingi.
71. Wajah pedzikir paling cerah didunia dan bersinar di ahirat.
72. Dzikir menambah saksi bagi seorang hamba di ahirat.
73. Memalingkan seseorang dari membincangkan kebathilan.

*Dialog Rasulullah dan Sahabat Tentang Penyakit Hati*


Kalau hati sudah nteracuni, banyak penyakit yang bakal muncul di kemudian hari.
Racun-racun hati itu banyak macamnya, di antaranya adalah berlebih-lebihan (banyak) bicara atau fudhulul kalam.
Dikatakan bahwa belumlah bisa istiqamah iman seseorang sebelum istiqamah lisannya. Maka lurus dan istiqamahnya hati dalam memegang keimanan itu dimulai dari lisan yang istiqamah.

Oleh karena itulah Islam mengajarkan kepada umatnya agar tidak banyak bicara tanpa disertai dzikir kepada Allah, karena akan mengakibatkan kerasnya hati. Dalam salah satu hadits shahih Rasulullah SAW pernah bicara kepada sahabat Mu'adz:
"Apakah engkau mau aku tunjukkan yang menjadi landasan itu semua (ibadah-ibadah)?"
"Baik, ya Rasulullah", jawab Mu'adz.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Cegahlah ini" (sambil mengisyaratkan dengan jarinya pada mulutnya).

Lalu mu'adz berkata:
"Ya Rasulullah, apakah kita akan dimintai tanggung jawab dari apa yang kita ucapkan?"
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Kamu wahai Mu'adz, tidaklah seseorang akan ditelungkupkan wajahnya dan punggungnya ke dalam Neraka melainkan karena hasil dari lisannya."
(Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi).

"Ada dua lubang yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam Neraka, yaitu mulut dan kemaluan."
(HR Ahmad, At-Tirmidzi dan di-shahih-kannya).

Dan tatkala Uqban bin Amir bertanya kepada Rasulullah: "Ya Rasulullah, apakah sesuatu yang dapat menyelematkan kita?"
Lalu dijawab oleh Nabi : "Tahanlah olehmu lisanmu."

Lalu dalam kesempatan lain Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang dapat memberi jaminan kepadaku dari apa yang ada di antara jenggot dan kumisnya (lisan) dan kedua pahanya (kemaluan), maka aku jamin untuknya Surga."
(HR. Al-Bukhari).

Maksud dalam hadits ini adalah, barangsiapa yang bisa memelihara apa yang ada di antara kedua bibirnya, yaitu mulut dari semua perkataan yang tidak bermanfaat dan bisa menjaga apa yang ada di antara kedua pahanya yaitu farji agar tidak diletakkan di tempat yang tidak dihalalkan Allah, maka jaminannya adalah Surga.

Kemudian dalam hadits yang lain Rasulullah SAW juga bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhirat, hendaklah berbicara yang baik atau agar ia diam."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dan dalam sutau riwayat dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda:
"Sebagian dari tanda bagusnya Islam seseorang apabila ia bisa meninggalkan ucapan yang tidak berguna baginya." Berkata Sahl: "Barangsiapa yang masih suka bicara yang tidak berguna maka ia tidak layak dikatakan shiddiq".

Apalagi bila ucapan seseorang sampai menyakiti orang lain maka belum bisa dijadikan jaminan iman yang dimilikinya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Demi Allah, tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman", kemudian ditanyakan siapakah gerangan yang engkau maksudkan wahai Rasulullah?
Jawabnya, "orang yang menjadikan tetangganya merasa tidak aman lantaran kejahatannya."

Hati yang tidak mengenal dengan Rabbnya, tidak melakukan ibadah sesuai dengan apa yang diperintahkanNya, dicitaiNya dan diridhaiNya. Bahkan selalu memperturutkan nafsu dan syahwatnya serta kenikmatan dan hingar bingarnya dunia, walaupun ia tahu bahwa itu amatlah dimurkai oleh Allah dan dibenciNya.

Ia tidak pernah peduli tatkala memuaskan diri dengan nafsu syahwatnya itu diridhaiNya atau dimurkaiNya, dan ia menghambakan diri dalam segala bentuk kepada selain Allah. Apabila ia mencintai maka cintanya karena nafsunya, apabila ia membenci maka bencinya karena nafsunya, apabila ia memberi maka itu karena nafsunya, apabila ia menolak maka tolakannya atas dasar nafsunya, maka nafsunya sangat berperan dalam dirinya, dan lebih ia cintai daripada ridha Allah

Dengan demikian maka hendaklah seorang mukmin mencukupkan diri dari ucapan yang tidak berguna seperti berdusta, suka mengadu domba, ucapan yang keji, ghibah, namimah, suka mencela, bernyanyi, menyakiti orang lain dan lain sebagainya. Itu semua merupakan racun-racun hati sehingga apabila seseorang banyak melakukan seperti ini maka hati akan teracuni dan bila hati sudah teracuni maka lambat laun, cepat atau lambat akan mengakibatkan sakitnya hati, semakin banyak racunnya akan semakin parah penyakit dalam hatinya, dan kalau tidak tertolong akan mengakibatkan mati hatinya.

Ketahuilah bahwa semua maksiat dalam bentuk apapun adalah merupakan racun bagi hati, penyebab sakitnya hati bahkan juga penyebab matinya hati. Berkata Abdullah Ibnu Mubarak: "Meninggalkan dosa dan maksiat dapat menjadikan hidupnya hati, dan sebaik-baik jiwa adalah yang mampu meniadakan perbuatan dosa dalam dirinya.

Maka barangsiapa yang menginginkan hatinya menjadi hati yang selamat hendaklah membersihkan diri dari racun-racun hati, kemudian dengan menjaganya tatkala ada racun hati yang berusaha menghampirinya, dan apabila terkena sedikit dari racun hati bersegeralah untuk menghilangkannya dengan taubat dan istighfar.

Mengamalkan Ajaran Thariqah*

  THORIQOH atau tarekat berarti “jalan”. Sahabat Ali bin Abi Thalibkarramallahu wajhah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku jalan (thariqoh) terdekat kepada Allah yang paling mudah bagi hamba-hambanya dan yang paling utama bagi Allah!” Rasulullah SAW bersabda: “Kiamat tidak akan terjadi ketika di muka bumi masih terdapat orang yang mengucapkan lafadz “Allah”.” (dalam kitab Al-Ma’arif Al-Muhammadiyah).

Para ulama menjelaskan arti kata thariqah dalam kalimat aktif, yakni melaksanakan kewajiban dan kesunatan atau keutamaan, meninggalkan larangan, menghindari perbuatan mubah (yang diperbolehkan) namun tidak bermanfaat, sangat berhati-hati dalam menjaga diri dari hal-hal yang tidak disenangi Allah dan yang meragukan (syubhat), sebagaimana orang-orang yang mengasingkan diri dari persoalan dunia dengan memperbanyak ibadah sunat pada malam hari, berpuasa sunat, dan tidak mengucapkan kata-kata yang tidak beguna. [dalam kitab Muroqil Ubudiyah fi Syarhi Bidayatil Hidayah Imam Ghazali]

Thariqoh yang dimaksud dalam pembicaraan ini lebih mengacu kepada peristilahan umum yang berlaku dikalangan umat Islam di seluruh dunia, khususnya warga NU, yakni semacam aliran dalam tasawuf (berbeda dengan mistik atau klenik) yang mengharuskan para pengikutnya menjalankan amalan peribadatan tertentu secara rutin –biasanya berupa bacaan atau wiridan khusus-- yang dipandu oleh seorang guru atau mursyid. Hadits yang disebutkan di atas sekaligus menjadi dalil naqli diperbolekannya ajaran-ajaran thoriqoh.

Para murid yang mengikuti aliran thoriqoh tertentu sedianya berniat belajar membersihkan hati dengan bantuan guru atau mursyid mereka dengan cara menjalankan amalan-amalan dan doa-doa khusus. Jika mereka masih awam dalam masalah keagaman dasar seperti masalah wudlu, sholat, puasa, nikah dan waris, maka mereka sekaligus belajar itu kepada sang mursyid. Para murid berbai’at atau mengucapkan janji setia untuk menjalankan amalan-amalan thariqoh yang dibimbing oleh sang mursyid. Bai’at thariqoh adalah berjanji dzikrullah dalam bacaan dan jumlah tertentu kepada guru dan berjanji mengamalkan ajaran islam dan meninggalkan larangannya. Sebagaimana bermadzab atau mengikuti imam tertentu dalam bidang fikih, para murid tidak diperkenankan berpindah thoriqoh kecuali dengan pertimbangan yang jelas dan mampu melaksanakan semua amalan thoriqohnya yang baru.

Sementara itu sang mursyid wajib menyayangi, membimbing, dan membantu membersihkan hati murid-muridnya dari kotoran dunia. Mursyid harus memiliki sifat kasih sayang yang tinggi terhadap kaum muslimin, khususnya terhadap murid-muridnya. Ketika ia mengetahui mereka belum mampu melawan hawa nafsu mereka dan belum mampu meninggalkan kejelekan, misalnya, maka ia harus bersikap toleran. Setelah ia menasihati mereka dan tidak memutus mereka dari thoriqah, juga tidak mengklaim mereka celaka, melainkan senantiasa menyayangi mereka sampai mereka mendapatkan hidayah.

Demikian syarat seorang mursyid yang disebutkan dalam kitabTanwirul Qulub. Mursyid harus arif dalam hal kesempurnaan hati, adab-adabnya, dan bersih dari penyakit-penyakit hati. Mursyid juga harus memiliki ilmu yang dibutuhkan oleh murid-murdnya, yaitu fikih dan aqa’id tauhid dalam batas-batas yang bisa menghilangkan kemusyrikan dan ketidakjelasan yang dihadapi oleh mereka di tingkat awal, sehingga mereka tidak perlu bertanya kepada orang lain.

Ada beberapa thoriqoh yang berkembang di Indonesia. Yang paling banyak pengikutnya, antara lain, Qodiriyah, Naqsabandiyah, Qodiriyah wan Naqsbandiyah, Syadziliyah. Dalam Muktamanya ke-26 di Semarang pada bulan Rajab 1399 H bertepatan dengan bulan Juni 1979 Nahdlatul Ulama meresmikan berdirinya Jam’iyyah Ahlit Thariqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah dan dikukuhkan dengan suat keputusan PB Syuriah NU Nomor: 137/Syur.PB/V/1980). Jam’iyyah ini beranggotakan beberapa thariqot di Indonesia yang mu’tabaroh dan nahdliyah.

Mu’tabaroh artinya thariqoh yang dimaksud bersambung ajarannya kepada Rasulullah SAW. Sementara Rasulullah menerima ajaran dari malaikat Jibril dan Malaikat Jibril dari Allah SWT. Nahdliyah maksudnya adalah bahwa para penganutnya selalu bergerak untuk melaksanakan ibadah dan dzikir kepada Allah SWT yang syariatnya menurut ahlussunnah wal jama’ah ‘ala madzahibil arba’ah (sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para Sabahat Beliau dan disejalaskan oleh imam Madzab empat yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali).

Jam’iyyah Ahlit Thariqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah sering mengadakan perkumpulan untuk membahas persolan-persoalan keagamaan, khususnya berkaitan dengan thoriqoh. Jam’iyyah ini juga berfungsi untuk saling memberikan masukan dan sekaligus membedakan diri dengan aliran-aliran kebatinan yang tidak muk’tabar dan tidak berdasar pada ajaran Rasulullah SAW.

Para pengamal thoriqoh senantiasa menjauhkan diri dari kehidupan duniawi yang fana; membersihkan hati; mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sang mursyid dan murid-muridnya tidak diperkenankan menggandrungi harta benda. Juga kekuasaan. Ada satu hadits Rasulullah SAW yang menjadi pegangan para pengamal thariqoh. Ibn Majah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Di antara qari’ atau orang yang hafal Al-Qur’an dan memahami maknanya yang paling dibenci oleh Allah adalah qari’ yang mengunjungi umara (penguasa).”

Begitu bencinya mereka dengan ususan duniawi. Para pengkritik mengatakan bahwa thariqoh adalah sumber kemunduran umat Islam. Namun dengan penuh kebijaksanaan para pengamal thoriqoh menjawab bahwa para pengkritik belum merasakan betapa nikmatnya berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah Sang pencipta.

Talqin Mayit

a. Pengertian

Arti talqin secara bahasa adalah Tafhim (memberikan pemahaman), memberi peringatan dengan mulut, mengajarkan sesuatu. Secara istilah talqin adalah mengajarkan kalimat tauhid terhadap orang – orang yang baru saja dikubur serta mengajarinya tentang pertanyaan – pertanyaan kubur.

b. Dalil dan Talqin

Hukum talqin menurut mayoritas ulama Syafi’iyah adalah sunnah. Di dasarkan pada sabdaNabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Nabi Umamah:

عَنْ أَبِي أَمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اِذَا اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا. اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَلْيَقُمْ اَحَدٌ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوْى قَاعِدًا. ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ: أَرْشَدَنَا يَرْحَمُكَ اللهُ وَلَكِنْ لَاتَشْعُرُوْنَ فَلْ يَقُل اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَتَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وُاِنَّكَ رَصَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِااْلاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْاَنِ اِمَامًا فَاِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ كُلَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ. وَيَقُوْلُ اِنْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ. فَقَالَ رَجُلٌ يَارَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ يَنْسِبُهُ اِلَى أُمِّهِ حَوَّاءَ: بَا فُلَانُ بْنُ حَوَاءَ (رواه الطبرني في المعجم كبير،٧٩٧٩، ونقله الشيخ محمد بن عبد الوهاب في كتابه احكام تمني ٩ بدون اي تعليق).

“Dari Abi Umamah RA,beliau berkata, “Jika aku kelak telah meninggal dunia, maka perlakukanlah aku sebagaimana Rosulullah SAW memperlakukan orang – orang yang wafat diantara kita. Rosulullah SAW memerintahkan kita, seraya bersabda, “Ketika diantara kamu ada yang meninggal dunia, lalu kamu meratakan tanah diatas kuburannya, maka hendaklah salah satu diantara kamu berdiri pada

bagian kepala kuburan itu seraya berkata, “Wahai fulan bin fulanab”. Orang yang berada dalam kubur pasti mendengar apa yang kamu ucapkan, namun mereka tidak dapat menjawabnya. Kemudian (orang yang berdiri di kuburan) berkata lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, ketika itu juga si mayyit bangkit dan duduk dalam kuburannya. Orang yang berada diatas kuburan itu berucap lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, maka si mayyit berucap, “Berilah kami petunjuk, dan semoga Allah akan selalu memberi rahmat kepadamu. Namun kamu tidak merasakan (apa yang aku rasakan disini).” (Karena itu) hendaklah orang yang berdiri diatas kuburan itu berkata, “Ingatlah sewaktu engkau keluar kealam dunia, engkau telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad SAW adalah hamba serta Rosul Allah. (Kamu juga telah bersaksi) bahwa engkau akan selalu ridho menjadikan Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad SAW sebagai Nabimu, dan al – Qur’an sebagai imam (penuntun jalan )mu. (Setelah dibacakan talqin ini ) malaikat Munkar dan Nakir saling berpegangan tangan sambil berkata, “Marilah kita kembali, apa gunanya kita duduk ( untuk bertanya) dimuka orang yang dibacakan talqin”. Abu Umamah kemudian berkata, “Setelah itu ada seorang laki – laki bertanya kepada Rosulullah SAW, “Wahai Rosulullah, bagaimana kalau kita tidak mengenal ibunya?” Rosulullah menjawab, “(Kalau seperti itu) dinisbatkan saja kepada ibu Hawa, “Wahai fulan bin Hawa.”(HR. al – Thabrani dalam al – Mu’jam al – Kabir :7979, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga mengutip hadits tersebut dalam kitabnya Ahkam Tamanni al – Mawt hal. 9 tanpa ada komentar).

Mayoritas ulama mengatakan bahwa hadits tentang talqin ini termasuk hadits dha’if, karena ada seorang perawinya yang tidak cukup syarat untuk meriwayatkan hadits. Namun dalam rangka fadha’il al – a’mal, hadits ini dapat digunakan. Sebagian ahli hadits mengatakan bahwa Hadits Abi Umamah ini Hasan Lighoirihi sebab sudah diperkuat dengan hadits lain yang senada sebagai syahid.

Hadits diatas juga sesuai dengan al – Qur’an surat Adariyat ayat 55:

وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذارريات:٥٥)

“Dan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”.

Imam Nawawi dalam kitab al – Majmu’li an Nawawy juz 7, halaman 254 dan Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim juz 1, halaman 63, memberikan komentar tentang hadits Abi Umamah yaitu:

قُلْتُ: حَدِيْثُ اَبِي أُمَامَةَ رَوَاهُ أَبَو الْقَاسِمِ الطَّبْرَنِي فِي مُعْجَمِهِ بِاسْنَادِ ضَعِيْفٍ وَلَفْظُهُ: عَنْ سَعِيْدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْاَزْدِى قَالَ: شَهِدْتُ أَبَا أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ فِي نَزَعٍ فَقَالَ اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَالْيَقُمْ اَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ.(الحديث) اِلَى اَنْ قَالَ اِتَّفَقَ عُلَمَاءُ اْلمُحَدِّثِيْنَ وَغَيْرُهُمْ عَلَى اْلمُسَامَحَةِ فِى اَحَادِيْثِ الْفَضَائِلِ وَالتَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ وَقَدِ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثِ كَحَدِيْثِ وَاسْئَلُوْا لَهُ التَّثْبِيْتَ وَوَصِيَّةُ عَمْرُو بْنُ اْلعَاصِ وَهُمَا صَحِيْحَانِ سَبَقَ بَيَانُهَا قَرِيْبًا.

Hadits Abu Umamah, riwayat abu Qasim at – Thabrani dalam kitab Mu’jam – nya dengan sanad dhaif, teksnya demikian : Dari Said ibnu Abdullah al – Azdi, ia mengatakan : Saya melihat Abu Umamah dalam keadaan naza’(sekarat), kemudian ia berpesan: Jika saya meninggal maka berbuatlah seperti yang teleh diperintahkan Rosulullah SAW. Rosul pernah bersabda : Jika ada yang meninggal diantara kalian, ratakanlah tanah kuburannya, dan hendaknya berdiri salah seorang dari kalian diarah kepalanya, lalu katakan: Hai fulan bin Fulan ……sesungguhnya ia (mayit) mendengar dan dapat menjawab (al – Hadits). Sampai kata – kata : para ulama pakar hadits sepakat dapat menerima hadits – hadits tentang keutamaan amal untuk menambah semangat beribadah. Dan telah dibantu bukti – bukti adanya hadits – hadits lain seperti hadits “Mintalah kalian kepada Allah kemampuan (menjawab pertanyaan Munkar da Nakir) dan “wasiat Amr bin ‘Ash” tentang memberi hiburan ketika ditanya malaikat di mana kedua hadits tersebut sahih seperti yang telah disinggung sebelumnya .

Dalam kitab Dalil al Falihin, juz 71, halaman 57 disebutkan :

وَفِي مَتْنِ الرَّوْض لِابْنِ اْلمُقْرِى مَا لَفْظَهُ: يُسْتَحَبُّ اَنْ يُلَقِّنَ اْلمَيِّتُ بَعْدَ الدَّفْنِ بِاْلمَأْثُوْرِ. قَالَ شَارِحُهُ شَيْخُ اْلاِسْلَامِ بَعْدَ اَنْ بَيَّنَ ذَلِكَ مَا لَفْظُهُ: قَالَ النَّوَاوِيُّ وَهُوَ ضَعِيْفٌ لَكِنْ اَحَادِيْثَ اْلفَضَائِلِ يَتَسَامَحُ فِيْهَا عِنْدَ اَهْلِ اْلعِلْمِ. وَقَدِ اعْتَضَدَ هَذَا الْحَدِيْثِ شَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثَ الصَّحِيْحَةِ كَقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَسْأَلُ اللهَ التَّثْبِيْتَ. وَوَصِيُّ عَمْرُو بْنَ اْلعَاصِ السَّابِقِيْنَ. قَالَ بَعْضُهُمْ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ دَلِيْلٌ عَلَيْهِ لِاَنَّ الْحَقِيْقَةَ اْلَمِّيتِ مَنْ مَاتَ. وَاَِمَّا قَبْلَ اْلمَوْتِ وَهُوَ مَا جَرَى عَلَيْهِ كَمَا مَرَّ فَجَازَ. ثُمَّ قَالَ بَعْدَ كَلَامٍ. وَمُعْتَمَدُ مَذْهَبِ الشَّافِعِيَّةِ سُنَّةُ النَّلْقِيْنِ بَعْدَ الدَّفْنِ كَمَا نَقَلَهُ الْمُصَنِّفُ فِي اْلمَجْمُوْعِ عَن جَمَاعَاتٍ مِنَ اْلاَصْحَابِ. قَالَ وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى السْتِحْبَابِهِ اْلقِاضِى حُسَيْنُ وَمُتَوَالِى وَالشَّيْخُ نَصْرُ الْمُقَدَّسِ وَالرَّافِعِي وَغَيْرُهُمْ. وَنَقَلَ اْلقَاضِى حُسَيْنُ عَنْ اَصْحَابِنَا. مُطْلَقًا. وَقَالَ ابْنُ الصَّلاَحِ هُوَ اَّلَذِي نَخْتَارُهُ وَنَعْمَلُ بِهِ. وَقَالَ السَّخَاوِيْ وَقَدْ وَافَقَنَا الْمَالِكِيَّةِ عَلَى اسْتِحْبَابَِهِ اَيْضًا وَمِمَّنْ صَرَّحَ بِهِ مِنْهُمْ القَاضِى اَبُوْ بَكْرِ اْلغَزِى. قَالَ وَهُوَ فِعْلُ اَهْلِ اْلمَدِيْنَةِ وَالصَّالِحِيْنَ وَاْلاَخْيَارِ وَجَرَى بِهِ اْلعَمَلُ بِقُرْطُوْبَةِ وَاَمَّااْلحَنِيْفَةَ فَاخْتَلَفَ فِيْهِ مَشَايِخُكُمْ كَمَا فِى اْلمُحِيطِ وَكَذَا احْتَلَفَ فِيْهِ الْحَنَابِلَةُ.

Disunahkan mentaqlin mayit setelah dikubur berdasarkan hadis. Syaikhul Islam sebagai persyarahnya menjelaskan: Imam an – Nawawi berkata bahwa hadits tersebut dho’if, ia termasuk hadits Fadhail al-‘Amal yang di kalangan pakar ilmu hadits ditoleransikan bias digunakan. Hadits tersebut diperkuat oleh banyak hadis-hadis sahih yang lain, seperti: asal Allah at-tatsbit (mohonlah kepada Allah agar tetap di dalam keimanan ) dan wasiatnya kepada Amr bin Ash dari kalangan orang pertama yang masuk Islam. Sabda Rosulullah: Laqqinu mautakun la Illallah (Bacakan la ilaha Illallah kepada seorang mati diantara kalian). Menurut pendapat sebagiaan ulama, hadis ini merupakan dalil di bolehkannya talqin bagi seorang yang sudah mati karena hakekat “al – mayyit” sebagaimana tertera dalam hadis itu adalah seorang yang sudah mati. Sedangkan sebelum mati juga boleh dibacakan talqin seperti yang banyak dilakukan para ulama. Menurut madzhab Syai’i, kesunnahan talqin itu setelah dikuburkan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan pula dalam al-Majmu’ berdasarkan pendapat dari banyak ulama. Di antara yang menyatakan kesunnahannya itu adalah al-Qadhi Husain, al-Mutawalli, Syaikh Nashir al- Muqaddasi, Rafi’I, Ibnu Shalah dan Sakhawi. Pendapat kami tentang kesunnahan talqin tersebut sesuai dengan pendapat dari kalangan al-Maliki, seperti yang dinyatakan di antaranya al-Qadhi Abu Bakar Al- Azzi yang menyebutkannya sebagai amalan penduduk Madinah dan orang-oarang saleh serta yang banyak dilakukan oleh umat Islam di Spayol. Sedang di kalangan al-Hanafi, para tokoh mereka saling bersilang pendapat sebagaimana tertera dalam al-Mubith sebagaimana silang pendapat yang terjadi di kalangan ulama Hambali.

Dalil lain juga menerangkan dalam kitab Nihayat al-Muhtaj, Juz III,hal. 4:

وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعُ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ-الحديث.

Disunnahkan mentalqin mayyit yang sudah mukallaf usai dikuburkan berdasarkan hadits: Seorang hamba ketika ia diletakan dikuburnya dan para pengirimnya pulang,ia mendengar suara alas kaki mereka. Kalau para pengantar sudah pulang semua, ia segera di datangi dua malaikat.

Dalm kitab al- Hawy li al – Fatawa li al – Hafizh as- suyuthy, Juz II, halaman 176 – 177: juga diterangkan.

وَعِبَارَةُ التَّتِمَّةِ اْلاَصْلُ فِى التَّلْقِيْنِ مَا رَوَى اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا دَفَنَ اِبْرَاهِيْمَ قَالَ:قُلْ “الله رَبِّي”- اِلَى اَنْ قَالَ –وَيَدُلُّ عَلَى صِحَّةِ مَا قُلْنَاهُ مَا رَوَى عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ لَمَّا دَفَنَ وَلَدَهُ اِبْرَاهِيْمَ وَقَفَ عَلَى قَبْرِهِ فَقَالَ: يَابُنَيَّ، اَلْقَلْبُ يَحْزُنُ وَاْلعَيْنُ تَدْمَعُ وَلَا نَقُوْلُ مَا يَسْحُطُ الرَّبُّ-اِنَّاللهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ-يَابُنَيَّ قُلْ الله رَبِّي وَاْلاِسْلَامُ دِيْنِي وَرَسُوْلُ اللهِ اَبِي فَبَكَتِ الصَّحَابَةُ وَبَكَى عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ بُكَاءً اِرْتَفَعَ لَهُ صَوْتَهُ.

Teks lengkap mengenai Talqin ini seperti yang diriwayatkan bahwa Rosulullah saat mengubur anaknya, Ibrahim, mengatakan: Katakanlah: Allah Tuhankn….sampai kata – kata: Hal itu menunjukan atas benarnya apa yang aku ucapkan, apa yang diriwayatakan dari Nabi, sesungguhnya saat dia menguburkan anaknya, Ibrahim, dia berdiri diatas kubur dan bersabda: Hai anakku, hati ini sedih, mata ini mencucurkan air mata, dan aku tidak akan berkata yang menjadikan Allah marah kepadaku. Hai anakku, katakana Allah itu Tuhanku, Islam agamaku, dan Rosulullah itu bapakku ! Para sahabat ikut menangis, bahkan Umar bin Khoththob menangis sampai mengeluarkan suara yang keras.

Dalam kitab Hasyiah Umairah bi Asfali Hasyiah Qalyuby Mahally, Juz I, halaman 353: Menegaskan tenteng kesunnahan Hukum mentalqin mayit.

يُسَنُّ اَيْضًا اَلتَّلْقِيْنُ-فَيُقَالُ لَهُ يَا عَبْدُ اللهِ ابْنِ اَمَةِ اللهِ اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَاَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَاَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ وَاَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَارَيْبَ فِيْهَا وَاَنَّ اللهَ يُبْعَثُ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ وَاِنَّكَ رَضَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْآنِ اِمَامًا وَبِاالْكَعْبِة قِبْلَةً وَبِااْلمُؤْمِنِيْنَ اِخْوَانًا-لِحَدِيْثٍ وَرَدَ فِيْهِ-فِى الرَّوْضَةِ الْحَدِيْثِ وَاِنْ كَانَ ضَعِيْفًا لَكِنَّهُ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدِهِ.

Talqin itu disunnahkan maka dikatakan kepadanya (mayitt): Hai hamba Alla, ingatlah engkau telah meninggal, bersaksilah tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, surga adalah haq (benar adanya), neraka adalah haq, dan kebangkitan di Hari Kiamat juga haq. Hari Kiamat pasti akan dating, tidak bias diragukan lagi, Allah akan membangkitkan kembali manusia dari kuburnya, dan hendaknya engkaun rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagain agama, Muhammad sebagi Nabi, al – Qur’an sebagi kitab suci, Ka’bah sebagi kiblat, dan kaum muslimin sebagai saudra. Hal ni berkenaan dengan danya hadits dalam masalah ini, dan dalam kitab ar – Raudhah ditambahkan: Hadits ini, meskipun dhaif, tapi lengkap panguat – penguatnya.

Dalam kitab I’anah al – Thalibin karya Sayid Abu Bakar Syatha al – Dimyati, juz ll hal 140 dijelaskan:

(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَالِغٍ) مَعْطُوْفٌ عَلَى اَنْ يُلَقِّنَ اَيْضًا اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ. وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَتَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذاريات:55) وَاَحْوَجَ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ فِيْ هَذِهِ الْحَاَلِة.

“Yang dimaksud dengan membacakan talqin bagi orang yang baligh yaitu, disunnahkan men – talqin – kan orang yang sudah baligh (ukallaf). Hal itu berdasarkan firman Allah SWT: Dan tetaplah memberi perihgatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang mukmin (al – Dzariyat : 55) dan yang paling diperlukan oleh seorang hamba untukl mendapat peringatan pada saat ini (setelah dikubur).”

Dalam kitab ‘I’anatul Thalibin juz ll hal 140 disebutkan :

(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَاِلغٍ) اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ. وَاَحْوَجُ مَا يَكُوْنُ اْلعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ (اعانة الطالبين قبيل باب الزكاة ٢/١٤٠)

Dan disunnahkan orang yang sudah baligh……demikian itu sesuai dengan firman Allah Swt :“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”. (al – Dzariyat : 55). Dalam keadaan seperti ini lah seorang hamba sangat membutuhkan terhadap peringatan tersebut.

Dalam kitab Nihayatul Muhthaz juz lll hal 4 disebutkan :

وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِيْ قَْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ. الحديث ( نهاية المحتاج ٣/٤).

Disunahkan mentalqini mayyit yang sudah mukallaf setelah selesai dikuburkan, berdasarkan hadits: “Sesungguhnya seorang hamba ketika sudah diletakkan dikuburnya dan para pengiringnya berpaling pulang, ia mendengar suara gema alas kaki mereka. Jika mereka sudah pergi semua, kemudian ia didatangi oleh dua malaikat ……Al Hadits”.

Dalam kanzu al – ‘Umal karya Syaih Ibnu Hisammudin Al Hindi Al Burhanfuri, jilid 15 hal 737 disebutkan sebagai berikut;

عَنْ سَعِيْدِاْلاُمَوِىِّ قَالَ: شَهِدْتُ اَبَا أُمَاَمةَ وَهُوَ فِى النِزَاعِ اِذَا اَنَا مُتُّ فَافْعَلُوْا بِيْ كَمَا اَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمْ عَلَيْهِ التُّرَابُ فَلْيَقُمْ رَجُلٌ مِنْكُمْ عِنْدَ رَأْسِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُ وَلَكِنَّهُ لَايُجِيْبُ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوِى جَالِسًاثُمَّ لْيَقُلْ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ اَرْشَدَنَا رَحِمَكَ اللهُ ثُمَّ لْيَقُلْ اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَِنَّكَ رَضَيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ نَِيًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِالْقُرْآنِ اِمَامًا فَاِنَّهُ اِذَا فَعَلَ ذَالِكَ أَخَذٌ مُنْكَرٌ وَنَكِيْرٌ اَحَدُهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ ثُمَّ يَقُوْلُ لَهُ اُخْرُجْ بِنَا مِنْ عِنْدِهَذَا مَا نَصْنَعُ بِهِ قَدْ لَقَّنَ حَجَّتَهُ فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا. فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ: اِنْسِبْهُ اِلَى حَوَاءَ.

“Diceritakan “dari Said al – Umawi, ia berkata: Saya menyaksikan Abu Umamah sedang naza’ (sakaratul maut). Lalu ia berkata kepadaku : Hai Said ! Jika aku mati, perlakukanlah olehmu kepada diriku sebagaimana yang diperintahkan oleh Rosulullah Saw kepada kita. Rosulullah SAW bersabda kepada kita : Jika diantara kamu meninggal dunia maka timbunlah kuburannya dengan tanah sampai rata. Dan hendaknya salah seorang diantara kamu berdiri disamping arah kepalanya, lalu ia berkata : Hai fulan bin Fulanah, sesungguhnya mayit itu mendengar, akan tetapi tidak dapat menjawab. Kemudian hendaklah ia brkata : Hai Fulan bib Fulanah, maka ia akan duduk tegap. Kamudian hendaklah ia berkata : Hai Fulan bin Fulanah, lalu ia berkata: Semoga Allah Swt . memberikan petunjuk kepda kita dan juga memberikan rahmat kepadamu. Kemudian hendaklah ia berkata: Ingatlah bahwa engkau telah keluar dari alam dunia ini:Dengan bersaksi bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan Rosul – Nya, dan bahwasannya engkau rrela Allah sebagai Tuhanmu, Muhammad sebagai Nabimu, Islam sebagai agamamu, dan al – Qur’an sebagai imammu. Sesungguhnya jika seseorang mengerjakan itu maka malaikat munkar dan Nakir akan menyambut salah satunya dengan tangan sahabatnya yang kemudian ia berkata : Keluarlah bersama kami dari tempat ini. Kami tidak akan memperlakukan apa yang telah ia nyatakan. Maka Allah Swt akan memenuhi keperluannya tanpa kedua malaikat itu. Lalu seseorang bertanya kepeda Rosulullah SAW: Wahai Rosulullah, bagai mana jika saya tidak mengetahui ibunya? Rosulullah SAW menjawab : “Hendaklah kamu menasabkannya kepada (ibu) Hawa.”

Orang yang sudah meninggal dunia sebenarnya masih mendengar ucapan salam dan bias menerima doa orang lain. Rosulullah SAW selalu mengucapkan salam kepada ahli kubur pada saat ziaroh kubur atau melintasi kuburan. Demikian juga Rosulullah Saw pada saat putranya Ibrahim wafat mentalqinkannya dengan kalimat tauhid. Logikanya, seandainya talqin itu tidak berguna niscaya Rosulullah SAW tidak akan mengerjakannya. Kesimpulannya hukum mentalqinkan mayit yang sudah mukallaf hukumnya adalah sunnah.

Keterangan tentang kesunnahan talqin ini juga dapat dilihat dalam kitab sebagai berikut:

a. At – Tukhfah juz ll, hal 19

b. Al – Mughni juz lll, hal 207

c. Al – Majmu Syarah Muhadzab juz 7, hal 303

d. Al – Iqna’juz l, hal 183

e. Tassyikhil Mustafidin 142

f. Busro al Karim juz ll, hal 38

g. Nikhayah al – Zain 162

h. Al – Anwar juz l, hal 124

i. Fathul Barri juz l, hal 449

j. Irsyadus syari juz ll, hal 434

k. Matan al – Raodhoh

Kaitannya dengan firman Alla Swt:

وَمَا اَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ (فاطر : ٢٢ )

“Dan engkau (wahai Muhammad) sekali – kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22).

Firman Allah diatas sering dijadikan untuk menolak hokum sunnah talqin namun dalam Tafsir al – Khazim diterangkan bahwa yang dimaksud denan kata Man Fi al – Qubur (orang yang berada didalam kubur) dalam ayat ini ialah orang –orang kafir yang diserupakan orang mati karena sama – sama tidak menerima dakwah. Kata mati tersebut adalah metaforis (bentuk majaz)dari hati mereka yang mati (tafsir al –Khazim, juz 7, hal 347).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang beriman itu dalam kubur bias mendengar suara orang yang membimbimg talqin tersebut dengan kekuasaan Allah Swt. Hal ini dapat diperkokoh dengan kebiasaan Rosulullah SAW apabila berziarah kekuburan selalu menguicapkan salam. Seandainya ahli kubur tidak mendengar salam Rosulullah SAW, tentu Rosulullah SAW melakukan sesuatu yang sia – sia dan itu tidak mumgkin. Wallahu A’lam .

Ketika Rasulullah SAW Melakukan Selamatan Kematian


Jika yang kita amalkan dalam kirim doa dan pahala untuk para almarhum adalah berbentuk sedekah baik makanan atau kalimat dzikir, maka sejatinya Rasulullah Saw juga melakukannya.

Diriwayatkan dari Aisyah:

قَالَتْ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا ذَبَحَ الشَّاةَ فَيَقُولُ « أَرْسِلُوا بِهَا إِلَى أَصْدِقَاءِ خَدِيجَةَ ». قَالَتْ فَأَغْضَبْتُهُ يَوْمًا فَقُلْتُ خَدِيجَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنِّى قَدْ رُزِقْتُ حُبَّهَا » (رواه مسلم رقم 6431 وابن حبان رقم 7006)

”Aisyah berkata: Jika Rasulullah Saw menyembelih kambing maka beliau berkata: Bawalah ini ke teman-temannya Khadijah. Aisyah berkata: Suatu hari saya pernah memarahi Rasulullah, kemudian beliau bersabda: Aku diberi anugerah mencintainya.” (HR Muslim No 6431 dan Ibnu hibban No 7006)

Dalam hadis ini sangat jelas bahwa ketika Rasulullah Saw menyembelih kambing maka beliau sedekahkan untuk istri beliau yang telah wafat yaitu Khadijah. Sedangkan riwayat Aisyah yang menggunakan redaksi ‘Kaana’ menunjukkan Rasulullah sering melakukannya sebagaimana dalam kaidah:

اِقْتِضَاءُ كَانَ لِلتَكْرَارِ (فيض القدير – ج 5 / ص 139)

“Kaana menunjukkan makna diulang-ulang” (Syaikh al-Munawi Faidl al-Qadiir 5/139)

Mengapa pula ada doa Tahlil? Sebab Tahlil dan dzikir lainnya adalah sedekah, sebagaimana dalam hadis sahih:

كُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ (أخرجه مسلم رقم 720 والنسائى فى الكبرى رقم 9028 وابن خزيمة رقم 1225 وأخرجه أيضًا : أحمد رقم 21513) .

”Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap memerintah kebaikan adalah sedekah, setiap mencegah kemungkaran adalah sedekah” (HR Muslim No 720, an-Nasai dalam as-Sunan al-Kubra No 9028, Ibnu Khuzaimah No 1225 dan Ahmad No 21513)

Sebagaimana juga diperkuat oleh ulama Ahli Tafsir:

قَالَ اْلإِمَامُ الْقُرْطُبِي رَحِمَهُ اللهُ، وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى وُصُوْلِ ثَوَابِ الصَّدَقَةِ لِلْأَمْوَاتِ فَكَذَلِكَ الْقَوْلُ فِي قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَالدُّعَاءِ وَاْلإِسْتِغْفَارِ إِذْ كُلٌّ صَدَقَةٌ بِدَلِيْلِ قَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ” كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ” ( رواه البخاري ومسلم). فَلَمْ يَخُصَّ الصَّدَقَةَ بِالْمَالِ ( مختصر تذكرة القرطبي :25 )

“Al-Qurthubi berkata: Ulama sepakat sampainya pahala sedekah untuk orang mati, begitu pula dalam masalah membaca al-Quran, doa dan istighfar, sebab semanya adalah sedekah, berdasar sabda Nabi Saw: Setiap kebaikan adalah sedekah (HR al-Bukhari dan Muslim), maka Nabi tidak mengkhususkan sedekah dengan harta” (Mukhtashar Tadzkirah al-Qurthubi 25).

Do'a memperteguh iman Mencapai Syafa'at


Al-Allamah Al-Arif Billah Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf

Ya Allah berilah kami taufik dan hidayah
baik perangai lanjut umur dalam ibadah
Peliharalah kami dari seluruh fitnah
siksa hidup mati dunia akhirat
Hidup aman sentausa makmur rizqi yang halal
teguh iman Islam mengabdi Allah Dzul Jalal
Menetapkan hati kami pada agama yang hak
Agama Islam yang kau terima tak ditolak
Mati husnul khotimah tenang dalam ampunan
disambut dengan Rahmat Allah dan keridho'an
Tanamlah dalam hati kami mahabbah cinta
pada ilmu Allah kekasih Nabi kita
Agar supaya kami ta'at patuh dan tunduk
mengenal membedakan mana baik dan buruk
Karuniakanlah kami rasa cinta mahabbah
yang suci murni ikhlas teguh tidak berubah
Pada 'itroh Ahlil Bait Keluarga Nabi
Dzurriyyah keturunan Hasan Husein bin Ali
Mereka sarana untuk mencapai syafa'at
kakeknya Nabi Muhammad di hari kiamat
Aktifkan kami dan matikan dalam mahabbah
cinta yang sungguh mendalam kepada Dzurriyyah
Demikian pun kepada seluruh Shohabah
khusus Abu Bakar Umar Utsman Ali KHOLIFAH
Juga kepada segenap ilmu Sholihin
teristimewa imam yang empat Ahlil Yaqin
Yaitu Imam Hanafi dan Imam Syafi'i
dan Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbali
Dan atur cinta kami kepada Aulia
dan pada karomah mereka tetap percaya
Ya Allah dengan rahmat-Mu dan syafa'at mereka
masukkan kami dalam surga jauh neraka
Siapa mencintai mereka mujur sentausa
dan siapa pun membenci lacur dalam siksa
AMIN .............

Dosa Meninggalkan Shalat Fardhu


1. Shalat Subuh : satu kali meninggalkan akan
dimasukkan ke dalam neraka selama 30
tahun yang sama dengan 60.000 tahun di
dunia.

2. Shalat Zuhur : satu kali meninggalkan
dosanya sama dengan membunuh 1.000
orang umat islam.

3. Shalat Ashar : satu kali meninggalkan
dosanya sama dengan menutup/
meruntuhkan ka’bah.

4. Shalat Magrib : satu kali meninggalkan
dosanya sama dengan berzina dengan
orangtua.

5. Shalat Isya : satu kali meninggalkan tidak
akan di ridhoi Allah SWT tinggal di bumi atau
di bawah langit serta makan dan minum dari
nikmatnya.

6Siksa di Dunia Orang yang Meninggalkan
Shalat Fardhu :

1. Allah SWT mengurangi keberkatan
umurnya.

2. Allah SWT akan mempersulit rezekinya.

3. Allah SWT akan menghilangkan tanda/cahaya shaleh dari raut wajahnya.

4. Orang yang meninggalkan shalat tidak
mempunyai tempat di dalam islam.

5. Amal kebaikan yang pernah dilakukannya
tidak mendapatkan pahala dari Allah SWT.

6. Allah tidak akan mengabulkan doanya.

3Siksa Orang yang Meninggalkan Shalat
Fardhu Ketika Menghadapi Sakratul Maut :

1. Orang yang meninggalkan shalat akan
menghadapi sakratul maut dalam keadaan
hina.

2. Meninggal dalam keadaan yang sangat
lapar.

3. Meninggal dalam keadaan yang sangat
haus.

3Siksa Orang yang Meninggalkan Shalat
Fardhu di Dalam Kubur :

1. Allah SWT akan menyempitkan kuburannya
sesempit sempitnya.

2. Orang yang meninggalkan shalat
kuburannya akan sangat gelap.

3. Disiksa sampai hari kiamat tiba.

3Siksa Orang yang Meninggalkan Shalat
Fardhu Ketika Bertemu Allah :

1. Orang yang meninggalkan shalat di hari
kiamat akan dibelenggu oleh malaikat.

2. Allah SWT tidak akan memandangnya
dengan kasih sayang.

3. Allah SWT tidak akan mengampunkan dosa
dosanya dan akan di azab sangat pedih di
neraka.

Mengenai balasan bagi orang yang
meninggalkan Sholat Fardu: "Rasulullah SAW,
diperlihatkan pada suatu kaum yang
membenturkan kepala mereka pada batu,
Setiap kali benturan itu menyebabkan kepala
pecah, kemudian ia kembali kepada keadaan
semula dan mereka tidak terus berhenti
melakukannya. Lalu Rasulullah bertanya:
"Siapakah ini wahai Jibril"? Jibril menjawab:
"Mereka ini orang yang berat kepalanya untuk
menunaikan Sholat fardhu".(Hadits Riwayat Tabrani, sanad shahih)

selamat mengerjakan ibadah Shalat Jumat untuk daerah jakarta dan sekitar nya...

Kebun Mawar Rahasi


Hampir tujuh ratus tahun sejak Mahmud menanami kebunnya dengan mawar-mawar Cinta dan Kekaguman, Akal Budi dan Iluminasi Spiritual. Sejak itu, banyak yang telah mengembara di sana, berdiam di jalan-jalan rahasia dan memetik mekar-mekar bunga yang harum untuk dibawa pulang ke dunia bayang-bayang dan tak nyata. Apa warna mawar-mawar yang tidak bisa lekang ini? Apa keagungan abadi mereka, dan bebauan apa yang terhirup dari mereka sehingga tetap hidup melewati zaman-zaman? Puisi ini dibuka dengan pernyataan tentang eksistensi tunggal Sang Dzat Sejati, dan ilusi fatamorgana dunia. Bagaimana manusia bisa mencapai pengetahuan tentang Tuhan? Dengan pikiran, karena Pikiran berlalu dari kesalahan menuju kebenaran.

Tetapi akal budi dan indera tidak mampu membinasakan kenyataan dunia fenomenal yang tampak ini. Akal budi yang memandang Cahaya Maha Cahaya telah terbutakan seperti seekor kelelawar yang terbutakan sinar matahari. Ia kemudian menjadi kesadaran yang muncul dalam jiwanya yang hampa.

Pada titik ini (pembasmian diri) memungkinkan bagi manusia untuk menatap cahaya Ruh. Di dunia ini terpantullah beragam atribut Sang Wujud, dan setiap atom Tak-Wujud merefleksikan satu atribut Ilahi: Setiap atom bersembunyi di balik selubungnva kecantikan yang menakjubkan jiwa dari wajah Sang Kekasih.

Dan atom-atom ini sangat merindu untuk bergabung kembali dengan sumber mereka. Perjalanan menuju Sang Kekasih hanya memiliki dua tahapan: mematikan diri dan menyatu dengan Sang Kebenaran.

Dua tahapan ini “perjalanan ke atas menuju Tuhan” dan “perjalanan turun menuju Tuhan” - adalah sebuah sirkuit. Barangsiapa yang telah mengitari sirkuit ini menjadi seorang manusia sempurna.

Ketika dilahirkan ke dunia ini, manusia dikuasai oleh nafsu-nafsu setan, dan jika dia memberikan jalan kepada nafsu-nafsu itu maka jiwanya akan tersesat. Tetapi pada masing-masing jiwa ada sebuah insting kepada Tuhan dan kerinduan kepada kesucian. Jika kehendak manusia mendorong insting ini dan mengembangkan kerinduan ini, semburat cahaya Ilahi akan menyiraminya, dan dia, dengan rasa penyesalan, berpaling dan berjalan menuju Tuhan; setelah berhasil mengesampingkan keakuan, dia akan bertemu dan menyatu dengan Sang Kebenaran dalam ruh.

Inilah keadaan suci para wali dan rasul. Tetapi manusia tidak boleh beristirahat dalam kesatuan Ilahiah ini. Dia harus kembali kepada dunia tak hakiki ini, dan dalam perjalanan turun ke bumi ini harus tetap menjaga hukum dan keimanan manusia umumnya. Eksistensi fenomenal ini, yakni, Tak-Wujud, adalah sebuah ilusi yang ditipekan dengan mempertimbangkan ketidaknyataan gema-gema dan refleksi-refleksi dan dengan merenungkan masa silam dan masa depan, dan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi, yang sesaat eksistensi mereka tampak nyata, tetapi tenggelam ke masa silam menjadi samar dan berbayang.

Disposisi-disposisi yang diperoleh manusia dalam hidup ini di dunia esok akan dimanifestasikan ke dalam tubuh-tubuh spiritual; setiap bentuk akan sesuai dengan kehidupan masa silam. Gagasan material Surga dan neraka selanjutnya akan dikenal sebagai kisah yang ganjil. Tak ada sifat atau distingsi akan tetap sama untuk kehendak yang sempurna. Maka minumlah dengan piala kesatuan dengan Tuhan. Yang demikian adalah harapan kaum Sufi, tetapi di dunia ini kemabukan dari piala kesatuan diikuti oleh kepeningan perpisahan.

Pohon Pusat Keindahan

Di seluruh kebun rahasianya Mahmud telah menanamkan mawar-mawar Akal Budi, Keyakinan, Pengetahuan dan Keimanan; mereka sedang bermekaran di mana-mana, indah dalam warna Kebenaran dan Kemurnian yang penuh semangat. Tetapi di dalam pusat inilah kita temukan sebatang pohon Mawar keagungan yang tiada bandingannya, yang berkilauan dengan mekar-mekar pengabdian cinta; inilah pohon yang ditanam Mahmud dengan sepenuh kekaguman jiwa - penggambaran wajah sempurna Sang Kekasih. Di tempat ini kita terpaku dan terpesona, dan dalam ketenangan mistis kita tampak mendengar suara, dalam kerinduan cinta yang panjang, jiwa yang menanam pohon-Mawar ini, menggemakan perkataan yang sublim:

Lihat hanya Satu,
katakan hanya Satu,
kenal hanya Satu.

Kisah Saidina ‘ALI


Suatu hari ketika ‘Ali sedang berada dalam pertempuran, pedang
musuhnya patah dan orangnya terjatuh. ‘Ali berdiri di atas
musuhnya itu, meletakkan pedangnya ke arah dada orang itu, dia
berkata, “Jika pedangmu berada di tanganmu, maka aku akan
lanjutkan pertempuran ini, tetapi karena pedangmu patah, maka
aku tidak boleh menyerangmu.”

“Kalau aku punya pedang saat ini, aku akan memutuskan
tangan-tanganmu dan kaki-kakimu,” orang itu berteriak balik.

“Baiklah kalau begitu,” jawab ‘Ali, dan dia menyerahkan
pedangnya ke tangan orang itu.

“Apa yang sedang kamu lakukan”, tanya orang itu kebingungan.
“Bukankah saya ini musuhmu?”

Ali memandang tepat di matanya dan berkata, “Kamu bersumpah
kalau memiliki sebuah pedang di tanganmu, maka kamu akan
membunuhku. Sekarang kamu telah memiliki pedangku, karena itu
majulah dan seranglah aku”. Tetapi orang itu tidak mampu.
“Itulah kebodohanmu dan kesombongan berkata-kata,” jelas ‘Ali.
“Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan
antara kamu dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya
adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu. Yaitu
antara kebenaran dan dusta. Engkau dan aku sedang menyaksikan
pertempuran itu. Engkau adalah saudaraku. Jika aku menyakitimu
dalam keadaan seperti ini, maka aku harus
mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat. Allah akan
mempertanyakan hal ini kepadaku.”

“Inikah cara Islam?” Orang itu bertanya.

“Ya,” jawab ‘Ali, “Ini adalah firman Allah, yang Mahakuasa,
dan Sang Unik.”

Dengan segera, orang itu bersujud di kaki ‘Ali dan memohon,
“Ajarkan aku syahadat.”

Dan ‘Ali pun mengajarkannya, “Tiada tuhan melainkan Allah.
Tiada yang ada selain Engkau, ya Allah.”

Hal yang sama terjadi pada pertempuran berikutnya. ‘Ali
menjatuhkan lawannya, meletakkan kakinya di atas dada orang
itu dan menempelkan pedangnya ke leher orang itu. Tetapi
sekali lagi dia tidak membunuh orang itu.

“Mengapa kamu tidak membunuh aku?” Orang itu berteriak dengan
marah. “Aku adalah musuhmu. Mengapa kamu hanya berdiri saja?,’
Dan dia meludahi muka ‘Ali.

Mulanya ‘Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat
kakinya dari dada orang itu dan menarik pedangnya. “Aku bukan
musuhmu”, Ali menjawab. “Musuh yang sebenarnya adalah
sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah
saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau
meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang
kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan seperti itu, maka
aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku
akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk
itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak
membunuhmu.”

“Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku?” orang
itu bertanya.

“Tidak. Pertempuran adalah antara kearifan dan kesombongan.
Antara kebenaran dan kepalsuan”. ‘Ali menjelaskan kepadanya.
“Meskipun engkau telah meludahiku, dan mendesakku untuk
membunuhmu, aku tak boleh.”

“Dari mana datangnya ketentuan semacam itu?”

“Itulah ketentuan Allah. Itulah Islam.”

Dengan segera orang itu tersungkur di kaki ‘Ali dan dia juga
diajari dua kalimat syahadat.

RAHASIA TETAPLAH RAHASIA.....


Saya bisa memahami perasaan orang-orang yang menentang tarekat, karena saya juga awalnya adalah orang yang sangat menentang tarekat, menentang dengan segudang dalil. Rasanya belum puas kalau belum menyampaikan dakwah kepada pengamal tarekat yang menurut saya adalah orang-orang bid’ah yang melakukan ibadah diluar apa yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Sikap menentang itu berubah total setelah saya bertahun-tahun berguru kepada Masternya Tarekat, berguru kepada Guru Mursyid yang benar-benar ahli di bidang tarekat dan tasawuf, akhirnya saya menyadari betapa saya merasa pandai dan ahli padahal saya tidak memahami sama sekali tentang tarekat. Saya mendapat informasi tarekat dari orang-orang yang membenci tarekat, buku-buku yang memang dibuat agar tarekat dibenci oleh seluruh ummat Islam.
Tahun 2008 dan 2009 adalah tahun dimana saya begitu rajin memposting hal-hal yang berhubungan dengan tarekat baik tulisan sendiri maupun kutipan dari karya orang lain dan juga copy paste dari blog atau web lain. Dengan memposting info tentang tasawuf memberikan saya semangat dalam berguru, memperluas persahabatan dengan orang-orang yang mempunyai pemahanan yang sama.
Dikalangan pengamal tarekat sendiri tidak kurang kritik ditujukan kepada sufimuda. Sebagian menentang karena menganggap sufimuda dengan terang-terangan membuka hakikat yang selama ini menjadi rahasia dan dikawatirkan akan menimbulkan fitnah. Di kawatirkan orang awam yang salah mengartikan kata-kata hakikat dan akan menjadi senjata makan tuan. Lalu pertanyaan yang harus dijawab adalah apa sebenarnya hakikat? Apakah yang disampaikan lewat tulisan itu masih disebut hakikat atau itu hanya tulisan yang tidak ada hubungan sama sekali dengan hakikat.
Sebenarnya tidak ada larangan dalam Agama untuk menyampaikan sebuah ilmu asal cara menyampaikan bisa dimengerti oleh si penerima. Rasulullah saw memberikan nasehat, “Sampaikan sesuatu menurut kadar si penerima”. Sebenarnya apa yang saya tulis (saat ini sudah 300 tulisan) di sufimuda bukanlah hakikat apalagi makrifat. Saya hanya menulis sesuatu yang memang boleh di tulis dan disebarkan. Apa yang ditulis di dalam kitab-kitab tasawuf klasik jauh lebih mendalam dan berani bahkan akan dianggap aneh oleh orang-orang yang tidak pernah mendalami tasawuf sama sekali.
Setiap Guru Sufi memberikan aturan dan larangan yang berbeda kepada muridnya. Syekh Bahauddin Naqsyabandi semasa Beliau hidup melarang para murid untuk mencatat ucapan dan nasehat Beliau termasuk melarang murid-murid Beliau menulis riwayat hidup dan sejarah berguru Beliau. Beliau beranggapan biarlah ajaran-ajaran Beliau itu tersimpan di hati para murid dan kemudian diteruskan dihati kegenarasi selanjutnya tanpa dirusak oleh tulisan yang kadang kala berbeda dengan makna sebenarnya. Berbeda dengan Syekh Abdul Qadir Jailani, seluruh ucapan dan petuah Beliau secara harian ditulis oleh para murid dan kemudian dibukukan dengan tujuan agar apa yang beliau sampaikan bisa diterima oleh orang-orang yang tidak pernah berjumpa dengan Beliau. Kedua prinsip Syekh Besar tersebut menjadi dalil dan alasan yang sama-sama benar.
Guru saya melarang para muridnya menulis tentang kaji-kaji dalam tarekat mulai dari kaji dasar sampai dengan khalifah. Kenapa? Karena di kawatirkan dibaca oleh orang awam dan mempraktekkan tanpa Guru Mursyid yang membuat orang akan tersesat karena setan akan sangat mudah menyusup di setiap amalan yang di amalkan tanpa izin. Sementara Syekh lain termasuk Syekh Jalaluddin dengan terang-terangan menulis seluruh kaji dalam suluk dari Ismu Dzat sampai dengan Dzikir Tahlil dan beberapa kitab lain termasuk bahan referensi di Universitas menulis semua kaji-kaji dan amalan di dalam Tarekat. Syekh Muhammmad Amin Al-Kurdi dalam kitabnya Tanwir al-Qulub fi Mu’amalah ‘Allam al-Ghuyub yang menjadi rujukan para pengamal Tarekat di seluruh dunia membahas secara luas tentang hadap dan tata cara suluk tetapi disana tidak ditulis jenis-jenis amalan karena di kawatirkan akan diamalkan oleh orang yang tidak memiliki Mursyid.
Apa yang dialami oleh orang-orang yang telah tenggelam dalam Hakikat akan menjadi rahasia sepanjang hidupnya dan tetap akan menjadi rahasia selamanya sebab kalau diungkapkan maka itu bukan lagi sebuah rahasia. Menariknya ilmu hakikat adalah walaupun diungkapkan secara terang-terangan maka itu tetap menjadi sebuah rahasia bagi orang yang belum mencapai kesana. Al-Qur’an mengungkapkan secara terang-terangan bahkan sangat jelas membahas tentang hakikat Tuhan, tapi apakah semua orang yang membaca Al-Qur’an mencapai tahap makrifat? Jawabannya tidak karena Ayat-ayat Al-Qur’an penuh dengan symbol yang hanya bisa dimengerti oleh orang yang telah terbuka hijabnya.
Begitu terang-terangan Rasulullah SAW lewat hadist Beliau menjelaskan tentang hakikat, bahkan sangat terang, tapi karena umumnya yang membaca tidak terbuka hijab, ucapan Nabi yang demikian terbuka malah ditasfirkan secara keliru oleh akal manusia yang memang tidak sampai pemahaman disana akhirnya rahasia tersebut tetap menjadi rahasia.
Beberapa ucapan sahabat yang menggambarkan betapa rahasianya Ilmu Hakikat itu antara lain ucapan Abu Hurairah, “…Apabila aku ceritakan niscaya Halal darahku”, apabila hakikat itu diceritakan dengan bahasa salah maka nyawa sebagai taruhan. Atau ucapan saidina Husaen ra, “Apabila aku jelaskan hakikat itu kepada kalian niscaya kalian akan menuduh aku sebagai penyembah berhala”. Orang yang telah mencapai kaji disana akan tersenyum membaca ucapan dari saidina Husein, dan andai hakikat itu dibuka di zaman sekarang pasti orang akan menuduh yang sama yaitu dianggap orang yang mengamalkan hakikat itu sebagai penyembah berhala.
Sungguh luar biasa Allah melindungi ilmu-ilmu berharga tersebut demikian rahasianya, ditempatkan di dalam qalbu para hamba-Nya sehingga tidak seorangpun bisa mengambilnya. Allah telah melindungi ilmu-ilmu berharga tersebut dengan hijab (penghalang) cahaya sehingga manusia tidak akan melihat karena begitu terangnya cahaya tersebut. Rahasia itu hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang telah bermandikan cahaya, larut dalam Dzat-Nya sehingga apa yang menjadi rahasia tidak lagi menjadi rahasia.
Apa yang saya sampaikan disini bukanlah hakikat, tapi tulisan-tulisan untuk memberikan semangat kepada kita semua untuk mencari kebenaran, mencari pembimbing yang menuntun dan membimbing kita semua kepada Allah. Dengan mendapat bimbingan kepada Allah sehingga kita tidak lagi tersesat dibelantara jalan tanpa arah dan dengan tenang kembali kepada asal kita masing-masing.
Rahasia tetaplah rahasia dan tetap akan menjadi rahasia sepanjang masa kecuali orang-orang yang telah berada dalam rahasia tersebut. Rahasia tersebut hanya bisa terbuka lewat Qalbu kepada Qalbu, ditransfer dengan teknik khusus yang diajarkan Rasulullah saw kepada para sahabat dan dari para sahabat kepada sekalian Guru Mursyid sampai saat sekarang ini. Rahasia itu tidak akan pernah bisa ditembus kecuali oleh orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah SWT. Semoga Allah yang Maha Pemurah selalu berkenan membuka hijab-Nya sehingga kita bisa memandang keindahan wajah-Nya dari dunia sampai akhirat., Amin ya Rabbal ‘Alamin!

Panggilan Ustadz, Syekh, Mursyid dan Wali

Firman Allah s.w.t:
"YA AYYUHALLADZI NA AMANU ATI'ULLAHA WA ATI'URRASUL WA ULIL AMRI MINKUM.". (hai orang yg beriman..ikuti lah Allah.ikuti lah Rasul&ikutilah pemimpin/guru diantara Kamu)....Q.s.annisa.59.

Guru Syari'at disebut; Ustadz ,Mudaris atau Murabbi.

- Guru Thariqat disebut; Syekh.

- Guru Hakikat disebut; Mursyid.

- Guru Makrifat disebut:Wali

Kenapa guru Makrifat disebut WALI ?....
Karena dia telah memper-jumpa-kan manusia dengan Allah s.w.t,dia menjadi punggung terbesar,dia mejadi wasilah terbesar, itulah wasilah terbesar yang telah diambil oleh Nabi Muhammad s.a.w,sehingga kita semua wajib ber SHOLAWAT kepadanya,
Kebanyakan orang-orang mengatakan sholawat itu adalah :
“Innallaha wamalaa ikatahu
yusalluuna alannabi”
“Shollu alannabi” itu dianggap
sebagai ucapan sholawat, padahal ayat tersebut adalah operasional.
adalah perintah untuk melakukan.bukan untuk membaca-nya saja .
Mudah-mudahan dengan penyampai-
penyampaian seperti ini, kita dapat
menarik kesimpulan awal, sekarang
kita sudah pelajari berapa ilmu,
sekarang kita sudah menemukan
berapa guru, guru siapa yang kita
ketemukan, apakah guru umum, guru
silat, atau guru Mursyid, kalau belum
menemukan guru Mursyid maka
berjalan-lah terus, berjalan terus,
Insya Allah kita akan menemukan guru
Mursyid, karena kalau kita berjalan menuju Mursyid, maka Mursyid akan berjalan lebih cepat menghampiri kita,
jangan-lah sekali-kali seorang murid
menyangka bahwa dia menemukan Mursyid karena kemampuan dia tapi
harus menyangka kemampuan Mursyid
ada dalam kemampuan Allah s.w.t. Mudah-mudahan artikel ini
mempunyai nilai yang ber-arti bagi para saudaraku sekalian didalam memahami ilmu Hakekat danMakrifatullah.
Karena jika kita memahami Hakekat dan Makrifatullah dengan benar...maka
Kematian akan menjadi mudah bagi kita, kematian tidak menakutkan lagi,
liang kubur tidah menjadi perih, karena selama ini orang takut pada liang kubur, padahal seorang mukmin dia harus dapat menanggapi hal ini
dengan baik, menanggapi panggilan Allah s.w.t. dengan baik dan pada saat dia mengalami kematian, dia mati dalam ke-adaan yang KHUSNUL KHATIMAH (Khusnul Khatimah artinya
dia mengetahui ilmu tentang kematian
atau ilmu Sakratul Maut).
Cari-lah ilmu sampai engkau takluk- an maut, karena kalau engkau tidak
takluk-an maut, maka maut akan takluk-an engkau.

Salam untuk semua saudara dan saudari ku…

Kejahatan pencuri terbesar adalah pencuri dalam shalat


Bismillahirrohmanirrohim"

~ "" Assalamu 'alaikum warohmatullahi wabarkatuh "" ~

"" Nikmat Robbi mu yang mana kah yang kau dustakan .Al-Rahman .13 ""

** Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Taala . Kita memuji , memohon pertolongan dan meminta ampun kepadaNya
Kita berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Taala dari kejahatan dan keburukan dalam segala amal perbuatan
Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu Wa Taala , maka tidak ada yang bisa menyesatkannya
dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah SWT maka tidak ada yang bisa menunjukinya
Shalawat dan salam mari kita haturkan kejunjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
beserta keluarga dan para sahabat sahabatnya

Para sahabat fillah yang dicintai Allah Subhanahu Wa Taala
Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Taala mewajibkan beberapa kewajiban yang tidak boleh diabaikan
memberi beberapa ketentuan yang tidak boleh dilampoi dan mengharamkan beberapa perkara yang tidak boleh dilanggar
Karena mamfaatkan lima hal sebelum datangnya lima
Terutama
Waktu Sehat sebelum sakit mu
Waktu luang sebelum waktu sibuk mu
Karena perkara perkara yang sudah terjadi pada diri kita ini
sudah menjadi ketetapan bagiNya
Hal hal yang diharamkan secara tegas terdapat didalam Al-Qur'an dan As-Sunnah . Seperti dalam firman Allah subhanahu Wa Taala yang artinya " Katakanlah ' Marilah Kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhan mu yaitu " Janganlah mempersekutukan dengan Dia , berbuat baiklah terhadap kedua orang tua mu ( ibu bapak mu ) dan janganlah kamu membunuh anak anak mu karena takut kemiskinan . QS . Al-An'am . 151 .

Banyak yang lemah iman sengaja bergaul dengan sebagian orang fasik dan ahli maksiat
bahkan mungkin juga bergaul sebagian yang menghina syariat islam , melecehkan islam dan para penganutnya
Tidak diragukan lagi , perbuatan semacam itu adalah haram dan membuat cacat akidah .
Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Taala berfirman yang artinya " Dan apabila kamu melihat orang orang memperolok olok ayat ayat Kami , maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain . Dan jika syetan membuat mu lupa ( akan larangan ini) maka kamu jangan duduk bersama orang orang zhalim itu ( sesudah teringat larangan itu ) .QS . Al-An'am . 68 .

"" Terutama shalat ..

Karena shalat inilah perkara yang paling berat nantinya dalam perhitunganNya
sebab pertama yang dipertanyakan dalam penghisapanNya
adalah shalat

karena diantara kejahatan pencuri terbesar adalah pencuri dalam shalat
Sebagaimana Rosulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda yang artinya " Sejahat jahat pencuri orang yang mencuri dari shalatnya " . Mereka bertanya "Bagaimana ia mencuri dari shalatnya "Beliau menjawab " Ia tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya

Meninggalkan thuma'nina
tidak meluruskan dan mendiamkan punggung sesaat ketika ruku' dan sujud
tidak tegak ketika bangkit dari ruku '
serta ketika duduk antara dua sujud
Abu Abdillah Al Asy'ari berkata " ( Suatu ketika ) Rosulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam shalat bersama sahabatnya
kemudian beliau duduk bersama dari sekelompok mereka tiba tiba seorang laki laki masuk dan berdiri menunaikan shalat . Orang it ruku lalu sujud dengan cara mematuk
maka Rosulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda " Apakah kalian telah menyaksika orang ini , ? Barang siapa meninggal dalam keadaan seperti ini ( shalatnya ) maka dia meninggal dalam keadaan diluar agama Muhammad SAW .
Ia mematuk dalam shalatnya sebagaimana burung gagak yang mematuk darah . Sesungguhnya perumpamaan orang yang shalat dan mematuk dalam sujudnya bagaikan orang lapar yang tidak makan kecuali sebutir ataw dua butir .
Sebagian umat islam hampir menyepelekan dalam artian ini
yaitu melakukan gerakan yang tidak ada gunanya dalam shalat . Krn merk tidak memenuhi perintah Allah dalam firmanNya yang artinya " Berdirilah karena Allah ( dalam shalat mu ) dengan khusyu . Surah Al Baqarah . 238 .

Perbuatan yang barangkali dianggap persoalan sepele oleh sebagian besar umat islam .
Sementara Allah SWT berfirman yang artinya " Sesungguhnya beruntunglah orang orang yang beriman , yaitu orang orang yang khusu dalam shalatnya . Al Mukmin . 1 . 2 .

Suatu saat Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tentang hukum meratakan tanah ketika sujud .
Beliau menjawb " Jangan engkau mengusap sedang engkau dalam keadaan shalat jika terpaksa harus melakukan maka cukup sekali meratakan kerikil ..

"" Semuga bermamfaat ..

Salam santun berbalut senyum wa ukhuwah fillah ..

MEMAHAMI QADAR ALLAH SEBAGAI UTUSANNYA


Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Anakku, tidurlah di atas kasur qadar (ketentuan Allah), dengan berbantal kesabaran, menerimanya dengan lapang tanpa menggerutu, tetap mengabdi kepada Allah dengan berharap meraih pembebasan (penyelesaian masalah) dari-Nya. Jika engkau lakukan itu, Allah Al-Muqaddir (yang menetapkan qadar) akan mencurahkan kepadamu sebagian karunia-Nya lebih daripada apa yang engkau minta dan engkau harapkan.
Wahai kaumku, mari kita tunduk dan menerima segala ketetapan dan perbuatan Allah. Kita tundukkan kepala lahir dan batin menerima qadar-Nya. Kita terima qadar-Nya dengan lapang dada, dan membiarkan diri hanya oleh qadar-Nya. Sebab, ketetapan Allah bagaikan utusan kerajaan. Kita harus memperlakukannya dengan baik dan hormat, karena kita memandang pada yanag mengutusnya.
Jika kita memperlakukan ia seperti itu, maka ia dengan suka cita akan membawa kita kepada yang mengutusnya. Di sanalah letak pertolongan Allah. Di sana telah tersedia minuman dari lautan ilmu Allah, makanan karunia Allah yang amat tinggi, keterdekatan dan keakraban bersama Allah dan limpahan rahmat-Nya.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani.

Iradah


Sesungguhnya iradah adalah kepedihan hati karena jeratan cinta kepada الله

الله SWT berfirman :
ولا تطرد الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي يريدون وجهه
Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan petang hari, sedangkan mereka menghendaki keridaan-Nya (Al-An’am 52).

Dari Anas bin Malik diceritakan bahwa Nabi SAW bersabda, :
اذا اراد الله بعبد خيرا استعمله, قيل له كيف يستعمله يا رسول الله ؟ قال : يوفقه لعمل صالح قبل الموت
Jika الله menghendaki kebaikan seorang hamba maka dia dipekerjakan (dengan kebaikan itu). Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana ia dipekerjakan-Nya Ya رسول الله ?” Nabi menajwab, ‘Diberi pemahaman untuk beramal kebajikan sebelum mati.”

Iradah (kehendak) adalah awal perjalanan para salik yang sebenarnya merupakan nama bagi tahapan / maqam pertama pendakian para salik untuk menuju ke hadirat الله. Sifat ini dinamakan iradah karena iradah merupakan awal segala urusan. Barang siapa tidak memiliki kehendak terhadap sesuatu maka tidaklah mungkin ia melakukannya.

Segala persoalan yang berkenaan dengan langkah awal perjalanan para salik dalam meniti jalan menuju الله dinamakan iradah. Kedudukannya sama dengan mukadimah dalam segala urusan yang berkaitan dengan tujuan. Murid harus memiliki iradah sebagai belahan kesatuan langkah-langkahnya sebagaimana seorang alim diharuskan memiliki ilmu sebagai belahan kealimannya. Murid dalam pengertian ahli sufi bukanlah perwujudan kehendak milik murid sendiri karena orang yang belum bisa memurnikan dirnya sendiri dari eksistensi kehendak dirinya maka belumlah dinamakan murid.
Banyak orang yang memberikan arti iradah, masing-masing mengungkapkannya sebatas apa yang tersirat di dalam hatinya. Sementara para sufi mengatakan bahwa iradah adalah meninggalkan apa yang telah menjadi suatu kebiasaan. Kebiasaan manusia pada umumnya adalah terpaku kepada hukum penapakan pada tempat-tempat yang membuat dirinya lupa, percaya pada ajakan syahwat dan cenderung mengikuti apa yang dibisikkan oleh harapan atau angan-angan. Sedangkan seorang murid harus terlepas dari identitas ini. Semuanya tidak boleh melekat pada dirinya. Kemampuan salik keluar dari kenyataan-kenyataan (semu) iradahnya, menjadi bukti atas kebenaran iradah-Nya. Keadaan semacam inilah yang dinamakan iradah yaitu keluarnya salik dari hukum kebiasaan. Dengan demikian keberhasilan meninggalkan kebiasaan merupakan tanda-tanda iradah, adapun hakikatnya adalah manifestasi kebangkitan hati dalam pencarian Al-Haq. Karena itu dikatakan, “Sesungguhnya iradah adalah kepedihan hati karena jeratan cinta kepada الله yang mampu menghinakan setiap keharuan”.
Diceritakan dari seorang guru sufi, “Suatu hari saya sendirian berada di sebuah pedusunan yang sunyi. Tiba-tiba dada saya terasa sempit yang mendorong lidah saya mengucapkan,’Wahai manusia, bicaralah kepada saya, wahai jin bicaralah kepada saya’. Tiba-tiba sebuah suara tanpa bentuk menyahut, ‘Apa yang kamu kehendaki ?’ Saya menjawab, ‘الله’ yang saya kehendaki’. Dai kembali bertanya, ‘Kapan kamu menghendaki الله ?’
Kisah ini mengandung pelajaran tentang makna iradah. Orang tersebut mengatakan, ‘Bicaralah kepada saya’. Menunjukkan sebagai orang yang berkehendak (murid) pada الله. Orang yang berkehendak (murid) selalu tidak tenang dan lemas sepanjang malam dan siang. Dia dalam lahiriyahnya dihiasi dengan berbagai mujahadah dan di dalam bathiniyahnya disifati dengan penahanan berbagai bentuk beban kesulitan. Dia senantiasa menjauhkan diri dari tempat tidur, selalu siaga, siap memikul berbagai kesulitan dan menanggung berbagai kepayahan, mengobati akhlak, membiasakan diri dengan hal-hal yang berat, merangkul obyek-obyek yang menakutkan dan memisahkan diri dengan berbagai bentuk eksistensi atau simbol-simbol keperanan. Sebagaimana tersebut di dalam sebuah syair :

Kemudian malam saya putus
Dalam berbagai kenikmatannya
Tidak ada singa yang saya takuti
Tidak pun serigala
Rinduku mengalahkan saya
Lalu saya melipat rahasia saya
Dan orang yang punya kerinduan
Memang selalu dikalahkan

Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq pernah mengatakan, bahwa yang dimaksud iradah adalah pedihnya kerinduan di dalam hati, sengatan yang menimpa hati, cinta yang menyala-nyala dan membakar nurani, kecemasan yang menggedor dinding-dinding bathin, api cahaya yang membakar kubah hati. Beliau juga mengatakan, “Saya di dalam permulaan kerinduan, dalam keadaan terbakar di tungku perapian iradah. Kemudian saya membisikkan ke dalam hati saya, “Duhai perasaan hati, alangkah pedihnya ! Apa arti iradah itu ?”

Yusuf bin Husin mengatakan, “Antara Abu Sulaiman Ad-Daraani dan Ahmad bin Abi Al-Hiwari terikat tali perjanjian. Ahmad tidak bisa membantah setiap perintah yang diberikan Abu Sulaiman. Suatu hari ia mendatangi Abu Sulaiman yang sedang memberi fatwa di majlisnya, kemudian melapor, “Sesungguhnya bunga api telah berpijar, menyala dan membakar, maka apa yang engkau perintahkan ?”
Abu Sulaiman diam dan tidak menjawab. Ahmad mengulanginya hingga dua kali atau tiga kali dan akhirnya mengatakan, ‘Abu Sulaiman pergi lalu duduk di dalamnya’. (seakan-akannya sempit dan Abu Sulaiman lupa tentang Ahmad, kemudian ingat lagi dan mengatakan, “Lihatlah Ahmad, sesungguhnya dia berada di dalam jilatan cahaya. Dia mampu menguasai dirinya dengan tidak hendak menentang perintah saya’. Kemudian mereka melihatnya, dan tiba-tiba Ahmad dalam pembakaran cahaya yang tidak selembar rambutpun terbakar.

Dikatakan bahwa diantara sifat-sifat murid adalah cinta amalan-amalan sunah, ikhlas dalam memberikan nasihat asih, sopan, dan senang dengan kesenidrian, sabar di dalam memikul segala kekerasan hukum, mengutamakan perintah, malu terhadap suatu pandangan, pelimpahan tenaga dan anugerah pada apa yang diperjuangkannya dengan penuh kecintaan, menyongsong segala sebab yang bisa mengantarkannya kepada-Nya, puas terhadap segala bentuk kelemahan, dan ketiadaan pengakuan hati akan ketersampaian diri kepada Tuhan.

Abu Bakar Muhammad Al-Waraq berkata, “Penyakit murid ada tiga macam, kawin, catatan wicara, dan lembaran-lembaran”.
“bagaimana mungkin tuan meninggalkan catatan wicara”. Tanya seseorang.
Ia menjawaab, “sebab akan menjadi penghalangku dari perolehan iradah.

Hatim Al-Asham mengatakan, “”Jika saya melihat seorang murid yang menghendaki selain yang dia (Hatim) kehendaki, maka ketahuilah bahwa ia telah menampakkan kerendahan”.

Diantara hukum bagi murid ada tia hal : tidurnya karena bersangatan mengantuk, makannya karena sangat butuh, dan ucapannya karena sangat terpaksa. Demikian nasihat Muhammad Al-Kattani

Jika الله menghendaki murid kebaikan, maka Dia akan memposisikannya dalam sikap sufi dan mencegahnya dari pergaulan para qari. Demikian fatwa Al-Junaid.

Pada suatu hari Abu Ali Ad-Daqaq memberikan wejangan kepada para santri dan mengatakan “Akhir iradah akan mengarahkan isyarat pada الله sehingga menjumpai-Nya bersama isyarat”.
“Apa yang dimuat dalam iradah ?”
Beliau menjawab, “Engkau menjumpai الله dengan tanpa isyarat”.

Pada kesempatan lain Syaikh Abu Ali mengatakan, “Seorang murid tidak akan menjadi murid hingga orang disebelah kirinya (malaikat pencatat kejahatan) tidak menulisnya selama 20 tahun.”

Karena itu Abu Utsman Al-Hirri menasihatkan, bahwa jika seorang murid mendengarkan sesuatu dari ilmu-ilmu suatu kelompok masyarakat (ahli hikmah/syaikh), lalu mengamalkannya, maka yang demikian itu dalam hatinya akan menjadi suatu hikmah sampai akhir usianya, dan selama itu dia bisa mengambil manfaatnya. Seandainya ia berbicara dengan ilmu tersebut maka orang yang medengarkannya pasti juga akan memperoleh manfaat. Dan barang siapa mendengarkan ilmu dari mereka lalu tidak mengamalkanya, maka hikayat yang diperoleh dan dijaganya akan masih tetap terjaga tetapi kemudian hilang terlupakan. Barang siapa iradahnya tidak sehat, maka perjalanan hari tidak akan menambahnya selain kemunduran.

Awal maqam murid adalah munculnya iradah Al-Haq dengan menggugurkan iradahnya sendiri. Demikian kata AL-Wasithi.

“Hal yang memperberatkan murid adalah mempergauli musuh dengan baik”. Kata Yahya bin Mu’adz.

“Jika saya melihat murid sibuk dengan hal-hal yang ringan, dispensasi dan usaha mencari nafkah, maka tidak ada sesuatu yang mendatanginya”. Demikain kata Yusuf bin Husain.

Dalam suatu kesempatan Imam Al-Junaid ditanya tentang masalah iradah dan murid. “Apa yang dapat dimiliki para murid dengan perjalaan hikayat / manakib (orang – orang saleh) ?”
Beliau menjawab, “hikayat / manakib adalah tentara-tentara الله yang dengannya dapat memperkuat hati seorang mukmin”.

“Apa dalam hal ini Tuhan punya saksi ?”
“Ya, yaitu firman الله yang berbunyi :

وكلا نقص عليك من أنباء الرسل ما نثبت به فؤادك
Dan semua kisah dari Rasul-Rasul Kami ceritakan kepadamu yaitu kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu (Hud 120)

Lebih jauh Al-Junaid mengatakan, Murid yang benar adalah yang tidak butuh ilmu para ulama. Seorang murid pada hakikatnya adalah orang yang dikehendaki الله karena jika tidak dikehendaki الله (sehingga ia memiliki iradah), maka ia bukan menjadi seorang murid / salik. Sedangkan murad adalah murid karena jika الله menghendaki seseorang untuk menjadi murid dengan kekhususan, maka Dia akan memberi pemahaman akan makna iradah. Akan tetapi para sufi membedakan antara murid dan murad. Murid bagi mereka adalah seorang pemula sedangkan murad adalah pamungkas. Murid ditegakkan dengan mata kepayahan dan dilemparkan dalam kawah kesulitan-kesulitan sedangkan murad dicukupkan dengan perintah yang tidak memiliki kesulitan. Murid adalah orang yang aktif dan muncul sebagai subyek sedangkan murad adalah orang yang diisi oleh الله, diberi faedah, dan dengannya dia disenangkan. sunatuLlah akan bersama para perambah jalan menuju الله memiliki bentuk yang berbeda-beda. Masing-masing memiiiki tingkatan hukum yang tidak sama. Kebanyakan mereka memiliki anugerah dengan disertai syarat mujahadah, kemudian mencapai maqam kedekatan dengan الله setelah mengalami berbagai kesulitan dari tahun ke tahun dalam kurun waktu yang tidak pendek. Sedangkan sebagian yang lain disingkapkan (terbuka) bathinnya sejak permulaan usia dengan keagungan makna-Nya kemudian mencapai maqam kewalian yang tidak dapat dicapai oleh kelompok ahli riyadhah atau mujahadah. Golongan ahli riyadhah pada umumnya dalam pencapaian maqam kewalian akan dilemparkan oleh الله kedalam penggemblengan mujahadah. Penggemblengan ini terjadi setelah mereka memperoleh kesadaran hakikat. Tujuannya supaya mereka memperoleh apa-apa yang terkandung dalam hukum riyadhah.

Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq juga berkata, murid adalah orang yang menanggung sedang murad adalah orang yang ditanggung.” Beliau juga pernah mejelaskan bahwa nabi Musa AS adalah seorang nabi yang menduduki jabatan seorang murid. Karena itu di dalam doanya dia mengatakan, “
رب اشرح لي صدري
Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku (Thaha 25)

Sedangkan nabi kita Muhammad SAW adalah seorang murad sehingga firman yang diwahyukan الله berbunyi demikian :
الم نشرح لك صدرك, ووضعنا عنك وزرك, الذي أنقض ظهرك,
ورفعنا لك ذكرك
Tidakkah telah Kami lapangkan dadamu, dan Kami hilangkan bebanmu yang memberatkan punggungmu, dan Kami tinggikan penyebutanmu (Alam Nasyrah 1-4)

Demikian pula ketika Musa mengatakan,
رب أرنى أنظر اليك قال : لن ترانى
Tuhan , tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku sehingga aku dapat melihat-Mu. Tuhan menjawab, “Kamu sekali-kali tidak dapat melihat-Ku”

Juga ketika الله SWT berfirman kepada Nabi Muhammad SAW,
الم ترى الى ربك كيف مد الظل
Tidakkah kamu melihat Tuhanmu bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang (Al-Furqan 45)

Kedua konteks di atas menunjukkan bahwa Nabi Musa AS berada pada maqam murid sedang nabi kita Muhammad SAW di maqam murad. Menurut syaikh Abu Ali Ad-Daqaq maksud ayat “Apakah kamu tidak melihat Tuhanmu dan potongan berikutnya Bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang adalah merupakan penutupan kisah dan pembagusan keadaan.

Imam Al-Junaid pernah ditanya tentang makna murid lalu dijawab, “murid adalah orang yang dikuasai oleh siasat ilmu, sedangkan murad adalah yang dikuasai oleh pemeliharaan dari Al-Haq secara langsung. Murid berjalan sedangkan murad terbang. Maka kapan para pejalan dapat menyusul mereka yang terbang.”

Dikisahkan bahwa Dzunun pernah mengirimkan seorang utusan untuk menjumpai Abu Yazid Al Bustami. Dia berpesan, “Katakan kepadanya, sampai kapan tidur dan istirahat , sementara kafilah telah berlalu”.

Setelah utusan tersebut sampai dan telah mengatakan pesan dari Dzunun, maka Syaikh Abu Yazid berkata, “Katakan kepada saudaraku Dzunun, orang alaki-laki adalah orang yang tidur sepanjang malam dan memasuki waktu subuh telah sampai di tempat sebelum kafilah sampai.”
“Betapa Indahnya, ini adalah ucapan yang keadaan kami belum bisa mencapainya”. Sambut Dzunun

Seruan dan Peringatan Allah Ta'ala:-


1. Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah 'Azza wajalla berfirman, "Anak Adam mendustakan Aku padahal tidak seharusnya dia berbuat demikian. Dia mencaci Aku padahal tidak seharusnya demikian. Adapun mendustakan Aku adalah dengan ucapannya bahwa "Allah tidak akan menghidupkan aku kembali sebagaimana menciptakan aku pada permulaan". Ketahuilah bahwa tiada ciptaan (makhluk) pertama lebih mudah bagiku daripada mengulangi ciptaan. Adapun caci-makinya terhadap Aku ialah dengan berkata, "Allah mempunyai anak". Padahal Aku Maha Esa yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu. Aku tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun setara dengan Aku." (HR. Bukhari)

2. Dalam hadits Qudsi dijelaskan bahwa Allah Ta'ala berfirman: "Hai anak Adam, kamu tidak adil terhadap-Ku. Aku mengasihimu dengan kenikmatan-kenikmatan tetapi kamu membenciKu dengan berbuat maksiat-maksiat. Kebajikan kuturunkan kepadamu dan kejahatan-kejahatanmu naik kepada-Ku. Selamanya malaikat yang mulia datang melapor tentang kamu tiap siang dan malam dengan amal-amalmu yang buruk. Tetapi hai anak Adam, jika kamu mendengar perilakumu dari orang lain dan kamu tidak tahu siapa yang disifatkan pasti kamu akan cepat membencinya." (Ar-Rafii dan Ar-Rabii').

3. Anak Adam mengganggu Aku, mencaci-maki jaman (masa), dan Akulah jaman. Aku yang menggilirkan malam dan siang. (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Allah Ta'ala berfirman (dalam hadits Qudsi) : "Kebesaran (kesombongan atau kecongkakan) pakaianKu dan keagungan adalah sarungKu. Barangsiapa merampas salah satu (dari keduanya) Aku lempar dia ke neraka (jahanam)." (HR. Abu Dawud)

5. Berbaik sangka terhadap Allah termasuk ibadah yang baik. (HR. Abu Dawud)

6. Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa memperhitungkannya dia masuk surga. (Artinya, mengenalnya dan melaksanakan hak-hak nama-nama itu). ( HR. Bukhari)

7. Allah 'Azza wajalla berfirman (hadits Qudsi): "Hai anak Adam, Aku menyuruhmu tetapi kamu berpaling, dan Aku melarangmu tetapi kamu tidak mengindahkan, dan Aku menutup-nutupi (kesalahan-kesalahan)mu tetapi kamu tambah berani, dan Aku membiarkanmu dan kamu tidak mempedulikan Aku. Wahai orang yang esok hari bila diseru oleh manusia akan menyambutnya, dan bila diseru oleh Yang Maha Besar (Allah) dia berpaling dan mengesampingkan, ketahuilah, apabila kamu minta Aku memberimu, jika kamu berdoa kepada-Ku Aku kabulkan, dan apabila kamu sakit Aku sembuhkan, dan jika kamu berserah diri Aku memberimu rezeki, dan jika kamu mendatangiKu Aku menerimamu, dan bila kamu bertaubat Aku ampuni (dosa-dosa)mu, dan Aku Maha Penerima Taubat dan Maha Pengasih." (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)