Laman

Senin, 10 Maret 2014

Hati adala raja

Rasulullah SAW bersabda:
إنَّ فِيْ جَسَدِ ابْنِ أدَمَ مُضْغَةٌ إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ لَهَا سَائِرُ الْبَدَنِ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ البَدَنِ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya di dalam jasad anak Adam (manusia) terdapat sepotong daging, yang jika baik, maka baiklah seluruh badan, dan jika binasa (rusak) maka rusaklah seluruh badan. Ketahuilah ia adalah hati”.
Imam al Ghazali Rhm. berkata: “Sesungguhnya jelaslah sudah dengan hadits ini bahwa asal (pangkal) kemuliaan manusia terletak pada hatinya. Ia seperti raja bagi jasad dan seluruh anggota zhahir (selain hati) yang menjadi tentaranya”.
Ketahuilah, wahai saudaraku yang menjalani Thariqat menuju Makrifatullah, bahwa Ahli Shufi itu mengumpamakan hati itu seperti raja, mengumpamakan badan seperti negeri kerajaan dan anggota zhahir (badan) seperti tentaranya. (Yang dimaksud anggota zhahir di sini adalah mata,hidung, telinga, lidah, tangan, perut, faraj dan kaki). Maka jika hati itu baik niscaya baik pula seluruh anggota zhahirnya dan jika baik seluruh anggota zhahirnya itu, sempurnalah badannya. Sebaliknya jika rusak hatinya, niscaya rusak pula seluruh anggota zhahir dan jika rusak seluruh anggota zhahirnya maka rusaklah seluruh badannya.
Yang dimaksud baik hatinya adalah mengerjakan taat batin dan menjauhi segala maksiat yang batin dan yang dimaksud dengan baik zhahirnya adalah mengerjakan taat yang zhahir dan menjauhi maksiat yang zhahir. Taat yang batin itu yaitu melaksanakan sifat-sifat yang terpuji dan perangai yang baik, seperti ikhlas dalam ibadah, zuhud (tidak menggemarkan diri kepada dunia), wara’ (meninggalkan segala yang haram dan syubhat), sabar, syukur, tawakkal, mahabbah, ridha dan sebagainya. Maksiat yang batin yaitu segala sifat-sifat yang jelek dan perangai yang jahat, seperti: riya’, ‘ujub, kibir (sombong), ghadhab (marah), hasad, dan sebagainya. Taat yang zhahir yaitu: shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Maksiat yang zhahir, yaitu: berzina, dusta, dan sebagainya.
Jika engkau ditanya: ‘Dengan bagaimanakah caranya agar hati menjadi baik sehingga baik pula segala anggota yang zahir?’ maka jawabnya adalah bahwa hati dapat dijadikan baik dengan mengamalkan Ilmu Thariqat (Tasawuf), membanyakkan dzikrullah, karena hati tiada menjadi baik melainkan dengan menjalani ilmu tareqat ahli sufi (belajar ilmu tareqat kepada ahlinya) mengamalkannya, mengambil talqin dzikir/ bai’at kepada guru mursyid yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah saw – Jibril-Haq Allah SWT Jalla wa ‘Azza, membanyakkan zikir yang diambil mealui talqin zikir dari gurunya itu, mengerjakan seluruh awrad/ ratib dari gurunya tanpa menyalahi aturan thariqat gurunya

Menentang nafsu


Allah SWT berfirman, “Adapun orang-orang yang takut dengan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah menjadi tempat tinggalnya”. (An-Naazi’aat 40-41).
Diceritakan dari Jabir bin AbdiLlah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Saya peringatkan umatku terhadap sesuatu yang saya takuti, yaitu mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Mengikuti hawa nafsu akan menjauhkan diri dari kebenaran sedangkan panjang angan-angan akan melupakan akhirat. Kemudian katakanlah, ‘sesungguhnya mencegah hawa nafsu adalah fondasi ibadah”.
Salah seorang dari para guru sufi pernah ditanya tentang Islam maka beliau menjawab, “Menyembelih nafsu dengan pedang yang mampu mencegahnya. Oleh karena itu katakanlah, orang yang memperlihatkan bekas (pengaruh) hawa nafsunya, maka cahaya kelembutan akan sirna dari hatinya”.
Menurut Dzunun Al Mishri, kunci ibadah adalah berfikir, tanda-tanda cobaan / ujian adalah mencegah hawa dan nafsu, sedangkan mencegah keduanya harus meninggalkan keinginan keduanya. Manurut Ibnu Atha’ Nafsu akan didaki di atas buruknya budi pekerti, dan seorang hamba diperintah agar terus menerus berbudi pekerti yang baik. Oleh karena itu nafsu akan berjalan di medan penentangan kebaikan karena kelobaannya dan seorang hamba akan menolak keburukan tuntutannya dengan sungguh-sungguh. Barang siapa melepas tali kekangnya (yaitu hawa nafsu) maka ia akan menjadi temannya dalam membuat kerusakan. Sedangkan menurut Al-Junaid, nafsu amarah akan selalu memerintah berbuat jahat, mendorong pada perbuatan merusak yang dipancing oleh musuh-musuh, mengiuti keinginan nafsu, dan penghiasan diri dengan sifat-sifat buruk.
Abu Hafs mengatakan, “Barang siapa yang tidak mempedulikan nafsunya sepanjang masa, tidak mencegahnya dalam segala hal, dan tidak menariknya dari segala hal yang dibenci, maka dia adalah orang yang tertipu. Barang siapa yang menganggap baik, maka ia akan dirusak. Bagaimana mungkin orang yang berakal sehat rela terhadap hawa nafsunya”. Karim bin Karim bin Karim bin karim Yusuf bin ya’qub bin Ibrahim AL Khalil mengomentari dengan menggunakan firman Allah,”Dan aku tiada melepaskan hawanafsuku, karena sesungguhnya nafsu itu selalu mememrintahkan kepada keburukan”. (QS. Yusuf : 53)
Al-Junaid menceritakan bahwa pada suatu malam ia sedang terjaga dan mengambil bunga warna merah. Dia belum pernah mendapatkan kenikmatan yang sekarang sedang diprolehnya. Dia ingin tidur tetapi tidak bisa. Kemudian ia membuka pintu dan keluar. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang terbungkus dalam selimut yang terbuang di tengah jalan. Ketika mengetahuinya, laki-laki itu mengangkat kepalanya kemudian berteriak memanggil, “Wahai Abu Qasim datanglah kepada saya sejenak”.
“Wahai tuan, tanpa ada perjanjian “.
“Tentu saya bertanya tentang penggerak hati yang hatimu ingin bergerak (datang) kepadaku”.
“Itu telah terjadi, lantas apa kepentinganmu ?”
“Kapan penyakit nafsu menjadi obat ?”
“Apabila engkau mampu mencegah keinginan nafsumu, maka penyakitnya menjadi obat”.

Setelah itu ia menghadapkan dirinya pada nafsunya. Dia mencoba berkonsentrasi sebelum akhirnya mengatakan, “Wahai nafsu, dengarkanlah ! Saya telah menjawabmu dengan jawaban ini sebanyak tujuh kali, kemudian saya menolakmu kecuali engkau mau mendengarkan jawaban dari Junaid. Saya telah mendengarkannya. Untuk itu pergilah dariku . saya tidak mau tahu dan tidak mau memberimu posisi”.
Menurut Abu Bakar At-Thamatsani, kenikmatan yang terbesar adalah kemampuan diri untuk menghindar dari keinginan nafsu. Ia akan menjadi penghalang yang paling kuat antara diri hamba dengan Allah. Menurut Sahal bin AbduLlah, orang yang tidak dapat beribadah kepada Tuhan seperti orang yang tidak mampu mencegah nafsu dan dorongannya. Ibnu Atha pernah ditanya tentang sesuatu yang paling mendekati kemarahan Allah. Dia menjawab, “memperhatikan nafsu dan hal ihwalnya. Lebih hebat dari itu mengetahui tujuan dari aktivitasnya (nafsu).
Ibrahim Al-Khawas mengatakan, “Saya berada di Gunung Lukam. Ketika itu saya melihat sebuah delima. Saya sangat menginginkannya. Saya mendekat dan mengambilnya sebuah. Saya belah dan saya makan, tetapi rasanya masam. Kemudian saya berlalu dan meninggalkan delima itu. Setelah itu saya melihat seorang laki-laki terlempar dengan membawa rebana. Saya mengucapkan salam kepadanya, kemudian dia menjawab, “Wa’alaikum salam yaa Ibrahim”.
“Bagaimana engkau mengetahui namaku ?”
“Orang yang oleh Allah telah diberikan pengetahuan ma’rifat maka tidak ada sedikitpun yang samar / tersembunyi baginya.”
“Saya selalu melihat keadaanmu selalu bersama Allah. Bagaimana seandainya saya menanyakan penyakit yang melarang dan menjagamu agar terhindar dari beberapa tuduhan “.
“Saya selalu melihat keadaanmu selalu bersama Allah. Bagaimana seandainya saya menanyakan penyakit yang menjagamu agar terhindar dari keinginan terhadap buah delima. Sesungguhnya sakit sengatan delima akan ditemukan oleh orang di akhirat. Sedangkan sakit sengatan beberapa tuduhan akan ditemukan oleh orang di dunia.’ Setelah itu saya (Ibrahim Al-Khawash) berlalu dan meninggalkannya.
Diriwayatkan dari Ibrahim bin Syaiban. Dia mengatakan, “Saya tidak pernah tidur di bawah atap dan tidak pula di suatu tempat yang terkunci selama empat puluh tahun. Beberapa waktu lalu perutku terasa kenyang dengan memakan kacang adas. Setelah itu saya tidak pernah memakannya. Selang beberapa waktu saya tinggal di Syam. Wadah yang berisi kacang adas berada di hadapanku dan saya ambil kemudian saya makan. Setelah itu saya keluar. Saya melihat lampu-lampu bergantungan. Di alamnya menyerupai bentuk model. Saya menduga hal itu adalah cuka. Seseorang bertanya kepadaku, “Apa yang kamu lihat di dalam bentuk model khamar ini ?”. Saya menjawab, ‘Ini adalah bagian dari kewajibanku’. Lantas saya masuk ke kedai keledai. Saya menginginkan barang antik itu. Dia menduga bahwa keinginanku karena ada perintah dari Raja. Ketika tahu, dia membawaku ke hadapan Ibnu Thulun. Dia memberikan perintah agar memukulku dengan dua ratus kayu dan menjebloskan diriku ke penjara selama satu masa. Suatu saat Abu AbdiLlah Al-Maghribi, guruku berkunjung ke kota itu dan menolongku. Ketika ia memandangku, ia bertanya, ‘Apa yang engkau peroleh ?” Saya menjawab, ‘Kenyang memakan kacang adas dan duaratus pukulan kayu’. Dia mengatakan kepadaku, ‘Engkau masih beruntung tidak mendapatkan siksaan di akhirat’.
Sariy mengatakan, “Selama tigapuluh atau empatpuluh tahun nafsuku menuntut agar memakan manisan pohon anggur tetapi asya tidak memakannya. “ Saya (Syaikh Abul Qasim) telah mendengar Abul Abas All Baghdadi mengatakan, “Saya telah mendengar kakekku mengatakan, ‘penyakit seorang hamba adalah rela terhadap nafsu dan yang terkandung di dalamnya’”.
Isham bin Yusuf Al-Balkhi memberi sesuatu kepada Hatim AL-Asham. Dia lantas menciumnya.
“Mengapa barang itu kau cium ?”
“Jika saya mengambilnya, maka saya adalah hina dan ia (barang itu) adalah mulia. Apabila saya tolak, maka saya adalah mulia dan ia adalah hina. Oleh karena itu kemuliaannya akan sirnya di atas kemuliaanku, dan kehinaannya akan sirna di atas kehinaanku”.
Sebagian ulama perenah ditanya, “Saya hendak melaksanakan ibadah haji sendirian.” Dia menjawab, “Pertama hatimu harus kau sendirikan dari kelupaan, dirimu dari permainan, mulutmu dari kesia-siaan, kemudian tempuhlah apa yang engkau kehendaki”. Abu Sulaiman Ad-Darani mengatakan, “Barang siapa yang berbuat baik di waktu malam, maka ia akan dicukupi di waktu siang. Barang siapa yang berbuat baik di waktu siang, maka dia akan dicukupi di waktu malam. Barang siapa meninggalkan syahwat, maka ia akan dicukupi biaya hidupnya. Allah akan memuliakan orang yang menyiksa hatinya dengan meninggalkan syahwat karena mengharapkan pahala”.
Allah Ta’alamenurunkan wahyu kepada Nabi Dawud AS, “Wahai Dawud, peringatilah teman-temanmu agar menghindarkan diri dari syahwat. Hati yang selalu berhubungan dengan syahwat dalam memperoleh kesenangan dunia maka akal pikiraqnnya akan terhalang”.
Seorang laki-laki duduk di atas udara di tanya, “Dengan apa engkau memperoleh ini ?”
“Saya meninggalkan keinginan dunia. Oleh karena itu udara tunduk kepadaku”.
Dalam suatu riwayat diceritakan, seandainya ditampakkan kepada seorang mukmin seribu syahwat, pasti dia akan mengeluarkannya dengan perasaan takut /khauf. Ada yang mengatakan, “Jika pemimpin engkau dudukkan dalam kekuasaan hawa nafsu, maka dia akan membawamu kepada kelaliman”. Yusuf bin Atsbat mengatakan, “Tidak ada yang mampu menghilangkan syahwat dari hait kecuali takut yang dibingungkan dan rindu yang digoncangkan”.
Ibrahim AL Khawas mengatakan, barang siapa yang meninggalkan syahwat, tetapi dia tidak menemukan pengganti di dalam hati, maka dia adalah bohong. Ja’far bin Nashr mengatakan, “Al-Junaid pernah memberikan satu dirham kepadaku dania mengatakan, ‘Belikanlah buah tin waziri untukku’. Saya lantas membelikannya. Ketika dia berbuka, ia mengambil satu dan meletakkannya ke dalam mulutnya, kemudian ia memuntahkan seraya menangis. ‘Bawalah buah tin ini’. Apa yang dia perintahkan maka saya laksanakan. Pada waktu ia mengatakan, ‘Hatif memanggilku dan mengatakan : Apakah engkau tidak malu terhadap syahwat yang telah engkau tinggalkan, lantas engkau akan kembali kepadanya”.

Seruan dan Peringatan Allah Ta'ala:-

Seruan dan Peringatan Allah Ta'ala:-

1. Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah 'Azza wajalla berfirman, "Anak Adam mendustakan Aku padahal tidak seharusnya dia berbuat demikian. Dia mencaci Aku padahal tidak seharusnya demikian. Adapun mendustakan Aku adalah dengan ucapannya bahwa "Allah tidak akan menghidupkan aku kembali sebagaimana menciptakan aku pada permulaan". Ketahuilah bahwa tiada ciptaan (makhluk) pertama lebih mudah bagiku daripada mengulangi ciptaan. Adapun caci-makinya terhadap Aku ialah dengan berkata, "Allah mempunyai anak". Padahal Aku Maha Esa yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu. Aku tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun setara dengan Aku." (HR. Bukhari)

2. Dalam hadits Qudsi dijelaskan bahwa Allah Ta'ala berfirman: "Hai anak Adam, kamu tidak adil terhadap-Ku. Aku mengasihimu dengan kenikmatan-kenikmatan tetapi kamu membenciKu dengan berbuat maksiat-maksiat. Kebajikan kuturunkan kepadamu dan kejahatan-kejahatanmu naik kepada-Ku. Selamanya malaikat yang mulia datang melapor tentang kamu tiap siang dan malam dengan amal-amalmu yang buruk. Tetapi hai anak Adam, jika kamu mendengar perilakumu dari orang lain dan kamu tidak tahu siapa yang disifatkan pasti kamu akan cepat membencinya." (Ar-Rafii dan Ar-Rabii').

3. Anak Adam mengganggu Aku, mencaci-maki jaman (masa), dan Akulah jaman. Aku yang menggilirkan malam dan siang. (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Allah Ta'ala berfirman (dalam hadits Qudsi) : "Kebesaran (kesombongan atau kecongkakan) pakaianKu dan keagungan adalah sarungKu. Barangsiapa merampas salah satu (dari keduanya) Aku lempar dia ke neraka (jahanam)." (HR. Abu Dawud)

5. Berbaik sangka terhadap Allah termasuk ibadah yang baik. (HR. Abu Dawud)

6. Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa memperhitungkannya dia masuk surga. (Artinya, mengenalnya dan melaksanakan hak-hak nama-nama itu). ( HR. Bukhari)

7. Allah 'Azza wajalla berfirman (hadits Qudsi): "Hai anak Adam, Aku menyuruhmu tetapi kamu berpaling, dan Aku melarangmu tetapi kamu tidak mengindahkan, dan Aku menutup-nutupi (kesalahan-kesalahan)mu tetapi kamu tambah berani, dan Aku membiarkanmu dan kamu tidak mempedulikan Aku. Wahai orang yang esok hari bila diseru oleh manusia akan menyambutnya, dan bila diseru oleh Yang Maha Besar (Allah) dia berpaling dan mengesampingkan, ketahuilah, apabila kamu minta Aku memberimu, jika kamu berdoa kepada-Ku Aku kabulkan, dan apabila kamu sakit Aku sembuhkan, dan jika kamu berserah diri Aku memberimu rezeki, dan jika kamu mendatangiKu Aku menerimamu, dan bila kamu bertaubat Aku ampuni (dosa-dosa)mu, dan Aku Maha Penerima Taubat dan Maha Pengasih." (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)

TEMBUS MELALUI KEKUATAN


Ilham adalah pengaruh yang Allah berikan dalam jiwa seseorang sehingga mendorongnya untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu.

Ia merupakan salah satu jenis ‘wahyu’ yang Allah khususkan bagi siapa sahaja di antara hamba-hambaNya yang Ia kehendaki. Allah swt berfirman:

"Dan jiwa serta penyempurnaannya (penciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya." (QS Asy-Syams: 7-8)

Rasulullah saw berdoa: "Ya Allah ilhamkanlah kepadaku kebenaran dan lindungilah aku dari keburukan jiwaku." (HR Tirmizi)

Ilham lebih umum daripada `tahdits' kerana ilham berlaku umum bagi orang-orang yang beriman sesuai dengan tingkatan keimanannya.

Setiap mukmin mendapatkan ilham kebenaran dari Allah swt sesuai dengan tingkatan keimanannya. Adapun `tahdits',

Rasulullah saw telah menjelaskan dalam sabdanya: "Jika ada orang yang muhadats dari umatku, maka Umarlah orangnya" (HR Bukhari dan Muslim) Bentuk ilham yang banyak dikenali, antara lain berupa pesanan yang diberikan ke dalam hati seorang mukmin melalui pembicaraan malaikat dengan ruhnya.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya malaikat mempunyai hasrat di hati anak Adam, demikian juga SYAITAN. Hasrat malaikat berupa ajakan untuk kebaikan dan membenarkan ancaman Allah swt, sedangkan hasrat syaitan adalah ajakan untuk melakukan kejahatan dan mendustakan janji Allah, – kemudian beliau membaca firman Allah – "Syaitan itu menjanjikan kefaqiran kepadamu dan memerintahkan perbuatan yang keji, sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan anugerah kepadamu." (HR Tirmizi)

Allah swt berfirman: "(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, " Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman." (QS Al-Anfal: 12)

Sebahagian ulama' menafsirkan ayat ini dengan: "Wahai malaikat kuatkanlah hati orang-orang yanng beriman dan berilah khabar gembira kepada mereka dengan kemenangan."
Sebahagian yang lain mengatakan: "Hadirlah wahai malaikat bersama orang-orang mukmin di medan perang."

Kedua-dua penafsiran itu sama-sama benar, kerana malaikat memang hadir bersama orang-orang mukmin di medan perang dan meneguhkan hati mereka. Termasuk dalam kategori pesanan ini adalah nasihat yang diberikan oleh Allah swt kepada hati hamba-hambanya yang mukmin, sebagaimana yang diungkapkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi dan Imam Ahmad dari sahabat Nawwas bin Sam'an dari Nabi Muhammad saw, bahwa baginda saw bersabda: "Sesungguhnya Allah membuat perumpamaan berupa sebuah jalan yang lurus. Pada kedua sisi jalan tersebut terdapat dua dinding yang masing-masing mempunyai pintu yang terbuka.

Pada masing-masing pintu terdapat tirai, ada penyeru di hujung jalan, dan ada pula penyeru di atas jalan. Jalan yang lurus adalah Islam, kedua dindingnya adalah batas-batas Allah, dan pintu-pintu yang terbuka adalah hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Tidak ada seorang pun yang melanggar suatu batas di antara batas-batas Allah, kecuali bila ia menyingkap tirai itu. Penyeru yang berada pada hujung jalan adalah Kitabullah, sedangkan penyeru yang berada di atas jalan adalah penasihat dari Allah dalam hati orang yang beriman."

Penasihat yang ada dalam hati orang-orang yang beriman itulah ilham Ilahi dengan perantaraan malaikat. Termasuk dalam kategori ilham adalah ‘firasat’, iaitu cahaya yang Allah berikan ke dalam hati untuk membezakan antara:
Haq dan batil.

Barakalwah

Suatu ketika Abu Yazid Bustami bermimpi "bertemu" dengan Allah, dan bertanya kepada- Nya :

""bertemu" dengan Allah, dan bertanya kepada-
Nya :

“Bagaimana cara
menjumpai-Mu?”


JawabNya : “Buanglah keakuanmu, dan
berpalinglah kepada-Ku.”

“Lalu” lanjut sang Sufi,
“aku keluar dari diriku bagai seekor ular keluar
dari selongsong tubuhnya.”

Jadi, segala
kebajikan terletak pada memerangi kedirian
dalam segala hal dan segala keadaan.

Karena
itu, jika berada pada kesalehan, tundukkanlah
kedirian, hinga kau terbebas dari hal-hal terlarang
dan syubhat, dari pertolongan mereka, dari
ketergantungan kepada mereka, dari rasa takut
terhadap mereka, atau rasa iri terhadsap milikan
duniawi mereka.

Lalu, jangan mengharapkan
sesuatu dari mereka, baik hadiah, kemurahan,
atau pun sedekah.
Karenanya, bila kau bergaul
dengan seorang kaya, jangan mengharapkan
kematiannya demi mewarisi hartanya.

Maka
bebaskanlah dirimu dari ikatan makhluk, dan
anggaplah mereka itu pintu gerbang yang
membuka dan menutup, atau pohon yang kadang
berbuah dan kadang tidak.

Ketahuilah, peristiwa
semacam itu terjadi oleh satu pelaksana,
dirancang oleh satu perancang, dan Dia-lah
Allah, sehingga kau beriman pada keesaan Allah.

Jangan pula melupakan upaya manusiawi, agar
tak menjadi korban keyakinan kaum fatalis
(Jabariyyah), dan yakinlah bahwa tak suatu pun
terwujud, kecuali atas ijin Allah Ta’ala.

Karena
itu, jangan Anda puja upaya manusiawi, karena
yang demikian itu melupakan Tuhan, dan jangan
berkata bahwa tindakan-tindakan manusia
berasal dari sesuatu. Bila demikian, berarti kau
tak berriman, dan termasuk ke golongan
Qadiriyyah.
Hendaknya kau katakan, bahwa
segala aksi makhluk adalah milik Allah, inilah
pandangan yang telah diturunkan kepada kita
lewat keterangan-keterangan yang berhubungan
dengan masalah pahala dan hukuman.