Laman

Kamis, 30 Desember 2021

KITAB SIRRU ASROR -7 tingkat zikir zikir

 7 Tingkatan Dzikir  :


1. Dzikir Lisan 

2. Dzikir Qolbu / hati

3. Dzikir Jiwa 

4. Dzikir Rukh

5. Dzikir Sirri

6. Dzikir Akhfa

7 .Dzikir Akhfa Sirri 


Disari dari kitab " KITAB SIRRU ASROR " Karya Sulthonul Auliya' Syech Abdul Qodir Al- Jaelani QDS

Imam ash-Shadiq as berkata, “Zikir Lisan itu puja (al-hamd) dan puji (ats-tsana’), Zikir Jiwa (Dzikr al-Nafs) itu kesungguhan (al-juhd) dan kemauan yang keras (al-‘ana’), Zikir Ruh itu takut (al-khauf) dan harap (al-raja’), Zikir Kalbu itu pembenaran (al-shidiq) dan pembersihan (ash-shifa’), Zikir Akal itu pengagungan (at-ta’zhim) dan malu (al-haya’), Zikir Ma’rifat itu penyerahan diri (at-taslim) dan rela (ar-ridha’), Zikir Sirr (Dzikr al-Sirr) itu memandang (al-ru-u’yat) dan berjumpa (al-liqa’).


TINGKATAN PERTAMA : ZIKIR LISAN

 Imam ash-Shadiq as berkata, ”Zikir Lisan itu puja (al-hamd) dan puji (ats-tsana’). Pertama-tama yang mesti dilakukan oleh seseorang yang sedang melakukan latihan zikir, adalah membiasakan lidahnya untuk selalu berzikir. Ia harus senantiasa berzikir tanpa henti di mana pun ia berada dan kapan pun keadaannya. Pada tingkatan ini, zikir diwujudkan oleh lisan dalam bentuk pujaan dan pujian yang ditujukan hanya kepada Allah SwT.

Kata “al-Hamd – segala puji-” yang diucapkan lidahnya muncul dari persaksian atas Karunia Allah kepada sang hamba. Sang hamba mesti bersaksi dan mulai benar-benar menyadari bahwa Dia-lah yang telah melimpahkan semua karunia yang diterimanya.

2] Oleh karena itu, sang hamba mesti selalu mentaati-Nya di mana pun dan kapan pun ia berada.


TINGKATAN KEDUA : ZIKIR JIWA (DZIKR AL-NAFS)

Imam al-Shadiq as mengatakan, ”Zikir Jiwa itu adalah mewujudkan kesungguhan (al-juhd) dan kemauan yang keras (al-‘ana)”. Pada tingkatan Dzikr al-Nafs ini, sang pezikir mesti mulai melatih untuk menguatkan jiwanya dengan kesungguhan dan kemauan yang keras agar selalu terjaga dari alpa dan kelalaian. Nafs sang hamba mesti senatiasa terjaga dalam kondisi zikir dan mengingat-Nya. Dengan kesungguhan dan kemauan yang kuat, sang hamba harus menundukkan nafs (diri) –nya untuk tetap berzikir (baca : ta’at) kepada Tuhannya.

Seseorang yang berpikir bahwa dirinya akan dapat menyingkap rahasia-rahasia dan mencapai Hakikat-Nya tanpa bermujahadah (kesungguhan) maka dia hanyalah berangan-angan. Karena awal perjalanan ruhani itu adalah mujahadah.

Barangsiapa yang tidak memiliki kesungguhan (mujahadah) di jalan-Nya niscaya tidak akan memperoleh Cahaya dari-Nya.

 3] Kehendak dan kesungguhan adalah esensi kemanusiaan dan kriteria kebebasan manusia. Perbedaan derajat manusia adalah sesuai dengan perbedaan tingkat kehendak dan kesungguhan masing-masing manusia.

4] Dengan kata lain tingkat kemanusiaan (insaniyyah) seseorang dapat diukur dari kuat lemah kesungguhan dan kemauan diri (nafs)-nya untuk tidak lalai dan senantiasa mengingat-Nya di dalam mencapai peringkat-peringkat ruhani di jalan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan Kami niscaya benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik (ihsan)” (QS 29 : 69)


TINGKATAN KETIGA : ZIKIR RUH

Imam ash-Shadiq as berkata, ”Zikir Ruh itu takut (al-khauf) dan harap (al-raja’)”. Tingkatan Zikir Ruh adalah Tingkatan ketika Ruh berzikir kepada-Allah sampai muncul hasil dari zikirnya itu rasa takut kepada Allah Swt yang sedemikian rupa sehingga seorang hamba merasa jika ia datang kepada-Nya dengan kebajikan (birr) dari 2 dunia (jin dan manusia), dia merasa akan tetap dihukum oleh-Nya dan pada saat yang bersamaan muncul pula rasa harap yang sedemikian rupa sehingga jika ia datang ke hadapan-Nya dengan dosa 2 dunia, maka Dia akan tetap mengasihinya (dengan ampunan-Nya) .

5] Sesungguhnya tingkatan (maqam) “khauf dan raja’” ini merupakan tingkatan ruhani yang cukup tinggi. Karena tidak akan muncul rasa takut di dalam hati seseorang melainkan karena kesempurnaan pengetahuannya tentang Tuhan. Al-Qur’an Yang Mulia mengatakan, ”Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang memiliki ilmu” (QS 35 : 28). Hanya mereka yang memiliki ilmu yang bermanfaatlah yang memperoleh rasa takut kepada Tuhannya Yang Maha Perkasa. Namun rasa takut tidaklah hanya terungkap di dalam kata-kata atau munajat, tetapi juga mewujud di dalam setiap amal perbuatan dan ibadah-ibadahnya. Imam Ali as berkata, ”Aku heran dengan orang yang (mengaku) takut pada siksa (Neraka) tetapi ia tidak menahan diri (dari dosa). Dan aku heran dengan orang yang mengharapkan ganjaran pahala (tsawaab) namun ia tidak bertaubat dan melakukan amal shalih.”

6] Dan adapun orang-orang yang takut kepada kedudukkan Tuhannya dan menahan dirinya dari hawa nafsu maka Surga-lah tempat tinggalnya (QS 79 : 40-41)

TINGKATAN KEEMPAT : ZIKIR KALBU (DZIKR AL-QALB)

Imam ash-Shadiq as berkata, ”Zikir Kalbu itu pembenaran (al-shidiq) dan pembersihan (ash-shifa’)”. Tingkatan ini lebih tinggi dari tingkatan sebelumnya. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saww bersabda, ”Janganlah kamu melihat shalat-shalat mereka, puasa-puasa mereka dan banyaknya hajji dan kebaikan mereka, bahkan ibadah malam mereka. Tetapi hendaklah kamu lihat (sejauh mana) kebenaran kata-kata dan penunaian amanat (mereka).”

7] Jangan sampai kita tertipu karena kita hanya mengandalkan amalan lahiriyah kita (fiqih) namun melupakan amalan batiniyah (akhlaq). Banyak kita lihat orang-orang yang rajin melakukan shalat, berpuasa bahkan pergi hajji berkali-kali ke Baitullah namun ternyata mereka adalah para pendusta, penipu, koruptor dan para pengkhianat bangsa dan agama. (Kita berlindung dari amalan yang seperti itu). Syahadat yang kita ucapkan di dalam shalat kita, sudah semestinya tidak hanya diucapkan dengan lidah saja, syahadat juga mesti diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Imam Ali as mengatakan di dalam khutbahnya, ”Pokok pangkal agama itu adalah mengenal Allah, dan kesempurnaan dari ma’rifat kepada-Nya adalah pembenaran atas-Nya, dan kesempurnaan dari pembenaran atas-Nya adalah meng-Esakan-Nya dan kesempurnaan peng-Esa-an-Nya adalah mengikhlashkan (pengabdian) kepada-Nya, dan kesempurnaan dari pengikhlashan kepada-Nya adalah menafikan semua sifat yang dinisbatkan kepada-Nya.”

8] Zikir Kalbu ini adalah pembenaran atas ke-Esa-an-Nya, yaitu ketika sang pezikir sudah mencapai maqam musyahadah (penyaksian). Sang pezikir menyaksikan dengan mata batinnya akan Wujud-Nya Yang Tunggal sehingga ia pun membenarkan Sang Realitas seraya membersihkan hatinya dari penisbatas sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya. “Maha Suci Tuhanmu Yang Memiliki Keperkasaan dari apa yang mereka sifatkan (kepada-Nya)” (QS Al-Shâffât 37 : 180)


 TINGKATAN KELIMA : ZIKIR AKAL (DZIKR AL-AQL)

Imam al-Shadiq as berkata, ”Zikir Akal itu pengagungan (at-ta’zhim) dan malu (al-haya’)”. Agaknya maksud akal di dalam hadits ini bukanlah sekadar akal rasional, namun akal ke’arifan. Di dalam sebuah hadits lainnya, Imam Ali as berkata, ”Perumpamaan akal di dalam hati (al-qalb) adalah seperti lampu di tengah-tengah sebuah rumah.”

9] Akal yang berada dalam hati ini hanya bisa bercahaya dan menyinari alam syuhud dan alam ma’nawi jika ‘digosok’ dan ‘dipoles’ dengan tadzakkur dan tafakkur. Cahaya akal ini akan menyingkap tabir-tabir kegelapan yang menutupi diri sang pejalan ruhani dari Al-Haqq sehingga ia dapat menyaksikan Keagungan (al-Jalal)-Nya dan Keindahan(Al-Jamal)-Nya dan terpancarlah rasa pengagungan (ta’zhim) kepada-Nya. Sebiji mata yang melihat lebih baik ketimbang ratusan tongkat orang buta. Mata dapat membedakan permata dari kerikil (Rumi, Matsnawi VI : 3785)


TINGKATAN KEENAM : ZIKIR MA’RIFAT

Imam al-Shadiq as mengatakan, ”Zikir Ma’rifat itu penyerahan diri (at-taslim) dan rela (ar-ridha’)”. Zikir ini lebih tinggi dari Zikir Akal. Setelah tadzakkur dan tafakkur muncullah ma’rifat. Ma’rifat kepada-Nya inilah yang membuatnya terdorong untuk berserah diri secara total (taslim) dan rela atas segala tindakan dan keputusan-Nya atas dirinya. Imam al-Shadiq as berkata, ”Sesungguhnya manusia yang paling mengenal Allah adalah mereka yang ridha akan Qadha (ketentuan) Allah ‘Azza wa Jalla.”

10] Di dalam sebuah Hadits Qudsi disebutkan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman kepada Nabi Musa as : “Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan mampu mendekati-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai ketimbang sikap ridha dengan Ketentuan (Qadla’)–Ku”

11] Dan melalui penyingkapan–diri-Nya di dalam pancaran cahaya, Dia menunjukkan keterbatasan kemampuan (penglihatan) mata serta kekuatan rasional, menjadikannya melampaui kekuatan (penglihatan) mata Jadi, segala sesuatu memiliki keterbatasan, hanya Tuhan yang memiliki Kesempurnaan Esensi (Ibn ‘Arabi, Futuhat al-Makkiyyah II : 632.29)


TINGKATAN KETUJUH : ZIKIR SIRR

Imam al-Shadiq as berkata, ”Zikir Sirr itu memandang (al-ru-u’yat) dan berjumpa (al-liqa’)”. Inilah tingkatan zikir yang paling tinggi! Tapi apakah sebenarnya Sirr itu? Sebagian kaum ‘urafa menyebut Sirr (Rahasia) sebagai Habb, yang secara harfiah berarti biji. Sirr atau Habb ini merupakan inti dari Lubb. Dan Lubb ini adalah inti dari Qalb (hati)

12] Jadi, Sirr adalah bagian yang terdalam dan terhalus dari hati.

13]. Habb atau Sirr inilah tempat bersemayamnya Cinta yang bersifat ruhani. (Hubb) Adapun Zikir Sirr adalah Zikir yang muncul setelah tahapan Zikir Ma’rifat terlampaui. Jika seorang pezikir telah sepenuhnya berserah diri dan ridha kepada semua Qadla-Nya maka sampailah ia pada tahapan memandang Yang Terkasih setelah berjumpa (liqa’)dengan-Nya, yang kemudian Cinta (Mahabbah) pun bersemi. Imam Ali al-Murtadha as bermunajat: Ya Allah, Tuhanku… Engkaulah yang paling terpaut pada pencinta-Mu Dan yang paling bersedia menolong orang-orang yang bertawakkal kepada-Mu. Engkau melihat, Engkau menguji rahasia-rahasia (saraa-i-rihim) mereka, dan mengetahui apa yang bersemayam dalam kesadaran mereka, dan menyadari sampai ke tingkat penglihatan batin mereka. Akibatnya rahasia-rahasia mereka terbuka bagi-Mu, dan kalbu-kalbu mereka memuji-Mu dalam kerawanan yang sungguh-sungguh. Dalam kesunyian, teman dan pelipur lara mereka adalah dengan berzikir kepada-Mu dan penderitaan, bantuan-Mu adalah pelindung mereka.

Semoga manfaat

Rabu, 29 Desember 2021

PERBEDAAN RELIGIUS DAN SPIRITUAL.

 Menurut definisi awam, orang religius adalah orang yang agamis, rajin ibadah, terkadang dari penampilannya terlihat (sengaja diperlihatkan), menampilkan simbol-simbol agama.


Apa itu spiritual? Merujuk kamus Bahasa Indonesia,  spiritual berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan seperti rohani atau bathin.


Fenomena yg terjadi saat ini sangat memprihatinkan. Kita dikenal sebagai bangsa yang religius,


Banyak orang taat beragama, tempat ibadah ada dimana-mana.

Tapi ternyata kejahatan terus terjadi, korupsi dan fitnah merajalela.

Kita sudah lazim menonton warga yang taat beribadah dan sebagainya namun tiba-tiba dikejutkan  tokoh tersebut melakukan korupsi alias menjadi maling uang rakyat. Rajin ibadah sekaligus rajin fitnah, teror, adu domba dan sebagainya. Inilah yang disebut kita menjadi sosok religius, belum berada pada tingkatan spiritual.


 Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak mampu membawa perbedaan antara yang beragama dengan yang tidak.


Kita masih terpaku pada “religius”, bukan “spiritual”.


Orang spiritual adalah orang yang baik, bukan hanya dalam menjalankan perintah agama saja, atau di tempat ibadah saja, tapi ia baik dimanapun ia berada.


Apakah kita bersikap sebagai pribadi religius atau spiritual? Apa yang membedakan dua hal tersebut?


Ada 5 perbedaan antara religius dengan spiritual :


1. Orang religius adalah orang yang percaya bahwa Tuhan itu ada.


 Sedangkan orang spiritual adalah orang yang percaya bahwa Tuhan itu hadir.


Orang melakukan perbuatan tidak baik karena ia berpikir Tuhan hanya ada, tapi tidak hadir.


Sedangkan orang spiritual berpikir bahwa Tuhan ada di manapun dia berada.


2. Orang religius adalah orang yang merasa paling suci dan paling benar.


Orang spiritual adalah orang yang melihat semua orang adalah setara, semua punya kelebihan dan kekurangan.


3. Orang religius adalah orang yang mudah melihat perbedaan, dan sensitif dengan perbedaan.


Orang spiritual adalah orang yang mudah melihat persamaan, mau menerima perbedaan, mau mendengarkan orang lain.


4. Orang religius adalah orang yang hanya mementingkan simbol-simbol agama dan ritual agama saja.


Orang spiritual adalah orang yg menyembunyikan ibadahnya dari orang lain, dan mempraktekkan keagamaan nya dimanapun dan kapanpun.


5. Orang religius adalah orang yg baik dalam urusan ibadah saja.


Orang spiritual adalah orang yang baik dalam semua urusan, karena menganggap semua urusan adalah ibadah.


Tanpa spiritual, ibadah yang dilakukan hanya menjadi ritual semata.


Ritual agama diperlukan, tapi harus dilakukan dengan kesadaran dan cinta kepada Tuhan.


Religius adalah cara untuk meraih spiritual.


Kita bisa menjadi spiritual tanpa melakukan hal-hal yang religius.


Namun hal itu belumlah lengkap, karena beragama tanpa ibadah tidaklah lengkap.


Untuk memasuki wilayah spiritual kita harus ingat dengan esensi dan hakekat kita ada di dunia ini, dan mencari makna dari setiap yang kita lakukan.


6. Orang religius Exclusive.  Orang spiritual membumi.


*****


Jadilah seorang yang religius dengan kecerdasan spiritual.

SUKMA diikat oleh RASA.

 RAGA supaya HIDUP harus dihidupkan oleh SUKMA..


SUKMA diikat oleh RASA. 


Ikatan RASA akan pudar dan lama-kelamaan akan habis apabila RASA tidak kuat lagi menahan penderitaan dan trauma yang dialami oleh RAGA. 


Bila seseorang tak kuat lagi menahan RASA sakit, kesadaran JASADnya akan hilang atau mengalami pingsan, dan bahkan kesadaran JASADnya akan sirna samasekali alias mengalami kematian.


Peristiwa kematian di sini adalah padamnya “alat nirkabel” atau semacam “bluetooth” bikinan tuhan sehingga terputuslah hubungan antara JASAD dan SUKMA. 


Lain halnya dengan aksi meraga sukma, sejauh manapun SUKMA berkelana ia tetap terhubung dengan RAGA melalui “teknologi” bluetooth bikinan tuhan bernama NYAWA.


Banyak orang yang bertanya, mengapa dalam mempelajari Agama mesti harus mengenal RASA ? 


Memang kalau hanya sampai pada tingkat Syariat, bab RASA tidak pernah dibicarakan atau disinggung. 


Tetapi pada tingkat Tarekat ke atas bab RASA ini mulai disinggung. 


Karena bila belajar ilmu Agama itu berarti mulai mengenal siapa Sang Percipta itu.


Karena ALLAH maha GHAIB maka dalam mengenal hal GHAIB kita wajib mengaji RASA ..!!


Jadi jelas berbeda dengan tingkat syariat yang memang mengaji telinga dan mulut saja. Dan mereka hanya yakin akan hasil kerja panca inderanya.. Bukan Batin..!


DAIM ini butuh konsentrasi yg tinggi, pikiran harus nol. 


Tentu hal ini sulit dilakukan oleh para syariat karena terlalu banyak urusan dunia yang dipikirkan. 


Tapi tidak menutup kemungkinan ada para syariat yg memiliki kemampuan lebih atas ijin Allah bisa melakukannya, tentu dengan bimbingan seorang mursyid loo yaaa... 😊


RASA dibagi dalam beberapa golongan .Yaitu : 

- RASA TUNGGAL, 

- SEJATINYA RASA, 

- RASA SEJATI, 

- RASA TUNGGAL JATI


Mengaji RASA sangat diperlukan dalam mengenal GHAIB... Karena hanya dengan mengaji RASA yang dimiliki oleh batin itulah maka kita akan mengenal dalam arti yang sebenarnya, apa itu GHAIB...


1. RASA TUNGGAL

Yang empunya Rasa Tunggal ini ialah jasad/jasmani. Yaitu rasa lelah, lemah dan capai. 


Kalau Rasa lapar dan haus itu bukan milik jasmani melainkan milik Nafsu.


Mengapa jasmani memiliki rasa Tunggal ini..? 


Itu karena sesungguhnya dalam jasmani/jasad ada penguasanya/penunggunya. 


Orang tentu mengenal nama QODHAM atau ALIF LAM ALIF. 


Itulah sebabnya maka di dalam AL QUR’AN, ALLAH memerintahkan agar kita mau merawat jasad/jasmani. Kalau perlu, kita harus menanyakan kepada orang yang ahli/mengerti. 


Selain merawatnya agar tidak terkena penyakit jasmani, kita pun harus merawatnya agar tidak menjadi korban karena ulah hawa nafsu maka jasad kedinginan, kepanasan ataupun masuk angin.


Bila soal-soal ini kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, niscaya jasad kita juga tahu terima kasih. 


Dan kalau dia kita perlakukan dengan baik, maka kebaikan kita pun akan dibalas dengan kebaikan pula. Karena sesungguhnya jasad itu pakaian sementara untuk hidup sementara di alam fana ini. 


Kalau selama hidup jasad kita rawat dengan sungguh-sungguh (kita bersihkan 2 x sehari/mandi, sebelum puasa keramas, sebelum sholat berwudhu dulu, dan tidak menjadi korban hawa nafsu, serta kita lindungi dari pengaruh alam), maka dikala hendak mati jasad yang sudah suci itu pasti akan mau diajak bersama-sama kembali ke asal, untuk kembali ke sang pencipta. 


Seperti halnya kita bersama-sama pada waktu datang/lahir ke alam fana ini. 


Mati yang demikian dinamakan mati Tilem (tidur) atau mati sempurna. 


Tetapi Pandangan yang kita lakukan malah sebaliknya. Mati dengan meninggalkan jasad.. 


Kalau jasad sampai dikubur, maka QODHAM atau ALIF LAM ALIF, akan mengalami siksa kubur. Dan kelak dihari kiamat akan dibangkitkan.


Dalam mencari nafkah baik lahir maupun batin, jangan mengabaikan jasad. Jangan melupakan waktu istirahat. Sebab itu ALLAH ciptakan waktu 24 jam (8 jam untuk mencari nafkah, 8 jam untuk beribadah, dan 8 jam untuk beristirahat).


Juga dalam hal berpuasa, jangan sampai mengabaikan jasad. Sebab itu ALLAH tidak suka yang berlebih-lebihan. Karena yang suka berlebih-lebihan itu adalah Dzad (angan-angan). Karena dzad mempunyai sifat selalu tidak merasa puas.


2. SEJATINYA RASA

Apapun yang datangnya dari luar tubuh dan menimbulkan adanya RASA, maka Rasa itu dinamakan Sejatinya RASA . 


Jadi Sejatinya RASA adalah milik Panca Indera:


1.MATA : 

Senang karena mata dapat melihat sesuatu yang indah atau tidak senang bila mata melihat hal-hal yang tidak pada tempatnya.


2.TELINGA : 

Senang karena mendengar suara yang merdu atau tidak senang mendengar isu atau fitnahan orang.


3.HIDUNG : 

Senang mencium bebauan wangi/harum atau tidak senang mencium bebauan yang busuk.


4.KULIT : 

Senang kalau bersinggungan dengan orang yang disayang atau tidak senang bersunggungan dengan orang yang nerpenyakitan.


5.LIDAH : 

Senang makan atau minum yang enak-enak atau tidak senang memakan makanan yang busuk.


3. RASA SEJATI

Rasa sejati akan timbul bila terdapat rangsangan dari luar, dan dari tubuh kita akan mengeluarkan sesuatu. 


Pada waktu keluarnya sesuatu dari tubuh kita itu, maka timbul Rasa Sejati. 


Untuk jelasnya lagi Rasa Sejati timbul pada waktu klimaks/pada waktu melakukan hubungan seksual.


4. RASA TUNGGAL JATI

Rasa Tunggal Jati sering diperoleh oleh mereka yang sudah dapat melakukan Meraga Sukma (keluar dari jasad) dan Salat Da’im.


Beda antara Meraga Sukma dan Shalat Da’im ialah :


1.Kalau Meraga Sukma jasad masih ada, batin keluar dan dapat pergi kemana saja.


2.Kalau Shalat Da’im jasad dan batin kembali keujud NUR dan lalu dapat pergi kemana saja yang dikehendaki. Juga dapat kembali / bepergian ke ALAM LAUHUL MAKHFUZ.


Bila kita Meraga Sukma maupun Shalat Da’im, mula pertama dari ujung kaki akan terasa seperti ada “aliran“ yang menuju ke atas / ke kepala. 


Pada Meraga sukma, 

bila “aliran“ itu setibanya didada akan menimbulkan rasa ragu-ragu/khawatir atau was-was... Namun bila kita ikhlas, maka kejadian selanjutnya kita dapat keluar dari jasad, dan yang keluar itu ternyata masih memiliki jasad. 


Memang sesungguhnya setiap manusia itu memiliki 3 buah wadah lagi, selain jasad/jasmani yang tampak oleh mata lahir ini.


Kalau Shalat Da’im bertepatan dengan adanya “Aliran“ dari arah ujung kaki, maka dengan cepat bagian tubuh kita akan “Menghilang“ dan kita akan berubah menjadi seberkas NUR sebesar biji ketumbar dibelah 7 bagian. 


Bercahaya bagai sebutir berlian yang berkilauan. 


Nah, RASA keluar dari jasad atau rasa berubah menjadi setitik NUR. 


NUR inilah yang disebut sebagai Rasa Tunggal Jati. 


Selain itu, baik dalam Meraga Sukma maupun Shalat Da’im. Bila hendak bepergian kemana-mana kita tinggal meniatkan saja maka sudah sampai.. Rasa ini juga dapat disebut Rasa Tunggal Jati. Sebab dalam bepergian itu kita sudah tidak merasakan haus, lapar, kehausan, kedinginan dan lain sebagainya. 


Bagi mereka yang berkeinginan untuk dapat melakukan Meraga Sukma dianjurkan untuk sering Tirakat/Kannat puasa. 


Jadikanlah puasa itu sebagai suatu kegemaran. 


Dan yang penting juga jangan dilupakan melakukan Dzikir gabungan NAFI-ISBAT dan QOLBU.. Dalam sehari-hari sudah pada tahapan Lillahi Ta’ala.


Hal ini berlaku baik mereka yang menghendaki untuk dapat melakukan SHALAT DA’IM. 


Kalau Meraga Sukma mempergunakan NUR ALLAH, tapi bila SHALAT DA’IM sudah mempergunakan NUR ILLAHI. 


Karena ada Rasa Sejati, maka Rasa merupakan asal usul segala sesuatu yang ada. 


Oleh sebab itu bila hendak mendalami ilmu MA’RIFAT Islam dianjurkan untuk selalu bertindak berdasarkan RASA .. 


Artinya jangan membenci, jangan menaruh dendam, jangan iri, jangan sirik, jangan bertindak sembrono, jangan bertindak kasar terhadap sesama manusia, dll. Sebab dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, kita ini semua sama, karena masing-masing memiliki RASA . 


RASA merupakan lingkaran penghubung antara etika pergaulan antar manusia, juga sebagai lingkaran penghubung pergaulan umat dengan Penciptanya. 


Rasa Tunggal jati ini mempunyai arti dan makna yang luas... Karena bagai hidup itu sendiri. 


Apapun yang hidup mempunyai arti. 


Dan apapun yang mempunyai arti itu hidup. 


Sama halnya 


Apapun yang hidup mempunyai Rasa.


Dan apapun yang mempunyai Rasa itu Hidup.


Dengan penjelasan ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang mendiami Rasa itu adalah Hidup. Dan Hidup itu sendiri ialah Sang Pencipta/ALLAH. 


Padahal kita semua ini umat yang hidup. Jadi sama, ada Penciptanya. 


Oleh sebab itu, umat manusia harus saling menghormati, tidak saling merugikan, bahkan harus saling tolong menolong dll.


Dan hal ini sesuai dalam firman ALLAH : 

“HAI MANUSIA ! MASUKLAH KALIAN DALAM PERDAMAIAN, JANGAN BERPECAH BELAH MENGIKUTI LANGKAH SYAITAN, SESUNGGUHNYA SYAITAN ITU MUSUHMU YANG NYATA”.


🎐Keilmuan ZIKIR NAFAS akan menunjukkan pada anda, bagaimana caranya mengatasi berbagai masalah yang mengintai dalam kehidupan serta memuat berbagai alternatif solusinya, rahasia ilmu ini masih banyak hikmah dan manfaat lainnya dan akan sangat bermanfaat pada orang-orang beristiqomah dalam mengamalkan suatu ilmu 


BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM ALLAHUMMA KUN HU SIRRULLAH, HU ALLAH MENJADI RASA, RASA SIRR TA 'AZZAZTU BIROBBIL 'IZZATI WAL JABARUUT, WA TAWAKKALTU 'ALAL HAYYIL LADZII LAA YAMUUT, SYAAHATIL WUJUUH, WA 'AMATIL ABSHOORU, TAWAKKALTU 'ALAL WAAHIDIL QOHHAR, WA LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLAA BILLAAHIL 'ALIYYIL 'AZHIIM

.

Dibaca selama 7 hari dimulai pada hari Senin, khasiatnya tergantung niat sipengamalnya untuk apa..

MELEBURKAN DIRI DENGAN ALLAH

 Pemahaman didalam nama ALLAH itu sebenarnya Adalah DZat, SIFAT, ASMA dan AF'AL, sebab pada Lafadz ALLAH itu adalah sebagai berikut :

- Huruf (ALIF) pada kalimah ALLAH itu masuk pada DZAT,

- Huruf (LAM AWAL) pada kalimah ALLAH itu masuk pada SIFAT,

- Huruf (LAM AKHIR) pada kalimah ALLAH itu masuk pada ASMA

- Dan Huruf (HA) pada kalimah ALLAH itu masuk pada AF'AL,

maka itulah yang bernama ALLAH.


Jika memang diri itu HAYAT (Ruh), hendaknya kita jangan berhenti pada RUH saja, akan tetapi teruskan dan tembuskan pandanganmu itu kepada Hal dan SIFAT Allah TA'ALA.

Sekiranya pandanganmu itu berhenti hanya kepada NYAWA saja, maka sesungguhnya kita salah dalam memahami pernyataan bahwa "DIRI ITU RUH".


- Sebab Tatkala Ia Nasab bagi sekalian TUBUH NYAWA Namanya,

- Tatkala Ia keluar masuk NAPAS Namanya,

- Tatkala Ia berkehendak HATI Namanya,

- Tatkala Ia percaya akan sesuatu IMAN Namanya,

- Dan Tatkala Ia dapat memperbuat sesuatu AKAL Namanya.


Pohon AKAL itu adalah ILMU, inilah jalannya dan inilah yang disebut sebenar-benarnya DIRI. Jika demikian adanya maka dapat dikatakan bahwa sekarang ini kita hanya bertubuhkan RUH semata-mata. Mengapa demikian . .?


"KITA" disini sudah FANA LAHIR dan BATHIN kepada RUH, disini jangan diartikan bahwa kita yang MEMFANAKAN DIRI, akan tetapi FANA itu dari ALLAH jua adanya, sedangkan kata "KITA" itu pun sudah LEBUR kedalam FANA itu sendiri.

Itu sebabnya jika ada orang yang mengatakan telah dapat dan mampu MEMFANAKAN DIRI akan tetapi Ia sendiri tidak tau dan tidak kenal akan DIRINYA, maka sesungguhnya itu omong kosong dan bohong besar saja, mengapa demikian ?


Sebab jika seseorang itu tidak tau atau kenal siapa DIRINYA yang sesungguhnya, maka mau di-FANA-kan kemana dirinya itu......?

NYAWA itu adalah NUR MUHAMMAD,

NUR MUHAMMAD itu adalah SIFAT,

dan SIFAT itulah HAYAT,


Akan tetapi ingat olehmu bahwasannya RUH itu bukan TUHAN, Tetapi Tiada lain dari Pada TUHAN, asalkan saja diteruskan kepada DZAT dan SIFAT.

Jika ini dapat dipahami, maka jangan kamu cari lagi akan Ia, karena bila dicari lagi bukannya semakin dekat akan tetapi malah semakin jauh.


Siapa saja yang telah sampai pada MAQOM ini, pastilah Ia tidak akan mau mengatakan kata-kata SYARIAT, TARIKAT, HAKIKAT, MARIFAT, dan...

- Ahli SYARIAT tidak BERSYARIAT lagi,

- Ahli TARIKAT tidak BERTARIKAT lagi,

- Ahli HAKIKAT tidak BERHAKIKAT lagi,

- Ahli MARIFAT tidak BERMARIFAT lagi . .

silahkan direnungkan.


Seseorang yang sampai kepada TUHAN, Ia tidak tahu lagi akan DIRINYA, dan tidak tahu lagi siapa TUHAN-NYA. Emas, Pasir , Syurga, Neraka, sama saja.

Ia lebih senang Diam. Karena diam itu adalah kedudukan Tuhan yang maha Agung dan maha Mulia serta maha Tinggi.

Sebagai tambahan agar kita benar-benar mengenal akan diri yang sebenar-benarnya diri, maka ketahuilah olehmu :


Rasulullah SAW bersabda:

"AKU ADALAH BAPAK DARI SEGALA RUH SEDANGKAN ADAM ITU ADALAH BAPAK DARI SEKALIAN BATANG JASAD/TUBUH".


Batang Tubuh manusia itu dijadikan oleh ALLAH SWT dari pada Tanah.

"AKU JADIKAN INSAN (Adam) ITU DARIPADA TANAH" (Al-Qur'an)


TANAH itu dari pada AIR, AIR itu dijadikan daripada NUR MUHAMMAD.

Dengan demikian maka Nyatalah bahwasannya Batang TUBUH dan RUH kita ini jadi dari pada NUR MUHAMMAD, maka MUHAMMAD Jua Namanya, tiada yang lain.


Sesungguhnya TUBUH kita yang kasar ini tidak akan pernah dan tidak akan dapat mengadakan pengenalan kepada ALLAH melainkan dengan NUR MUHAMMAD jua.

Itulah sebabnya maka dinamakan POHON BUSTAH Artinya yang hampir pada UJUDNYA.


Adapun UJUD itu, adalah UJUD ALLAH TA'ALA jua adanya, sekali-kali jangan ada UJUD yang lain dari pada UJUD ALLAH TA'ALA, itulah yang sebenar-benarnya DIRI, begitu pula dengan kelakuan, jangan ada yang lain, karena tidak ada kelakuan yang lain selain kelakuan ALLAH TA'ALA. Sebab kalimah "FAQAD ARAFAH" itu Tiada akan menerima salah satu, melainkan suci ZAHIR dan BATHIN adanya.


DZAT Artinya UJUD ALLAH semata-mata, itulah yang sebenarnya, Melihat itu BASYAR ALLAH, berkata-kata itu KALAM ALLAH dan seterusnya.

Seandainya ada yang lain dari diri-Nya maka seluruh pengenalanmu itu akan menjadi BATAL.


Semoga bermanfaat...

Salam

Selasa, 28 Desember 2021

SIFAT MA’ANI

 Allah Hu.


Bismillahifat Apakah Yang Terkandung Di Dalam Ma’ani.?


Sifat yang terkandung di dalam sifat ma’ani ada tujuh perkara:


1. Qudrat = kuasa

2. Iradat = berkehendak

3. Ilmu = mengetahui

4. Hayat = hidup

5. Sama’ = mendengar

6. Basar = melihat

7. Qalam = berkata-kata


Bagaimana Menterjemah Sifat Ma’ani Pada 

Diri Kita.?


Sifat ma’ani Allah Ta’ala yang jelas terzahir pada diri kita ada tujuh:


1. Hidup

2. Mengetahui

3. Berkuasa

4. Berkehendak

5. Melihat

6. Mendengar

7. Berkata-kata


Ada dengan terang dan jelas menzahir Sifat-Sifat-Nya ke atas Diri kita. Tujuan dizahirkan Sifat-nya supaya dijadikan sebagai pedoman, sebagai panduan dan sebagai iktibar untuk kita mengenal, melihat dan memandang Allah melaluinya.


Allah bukan Ain (bukan benda) yang boleh dikenal melalui bentuk hitam dan putih. 

Allah menzahirkan Sifat-Sifat-Nya ke atas Diri kita adalah bertujuan supaya dijadikan Tempat memandang Sifat-Sifat-Nya kepada mereka-mereka yang berpandangan jauh.


Ramai yang masih tidak memerhatikannya. Sifat hidup, Sifat mengetahui, Sifat berkuasa, Sifat berkehendak, Sifat melihat, dan Sifat berkata-kata yang dipakaikan Allah atas Diri kita, adalah menjadi tanda kebesaran-Nya atas Diri kita supaya kita memerhati dan melihatnya. Sifat-Sifat tersebut bukannya Sifat peribadi kita tetapi Sifat tersebut sebenarnya adalah hak kepunyaan Mutlak Allah Ta’ala.


Sifat yang kita pakai ini adalah pinjaman semata-mata. Dari itu hendaklah kita sedar dan insaf akan hal itu. Kesemua Sifat-Sifat tersebut adalah hak milik Allah dan kepunyaan Allah swt yang sepatutnya dikembalikan semula kepada Tuan yang Ampunya, *sementara hayat masih dikandung badan*.


Penzahiran Sifat ma’ani (Angin) atas Makluk (Diri kita) adalah sekadar pinjaman yang berupa pakaian sementara, yang Akhirnya dikehendaki kembali semula kepada Tuan 

yang Ampunya. Allah tidak boleh diibarat atau dimisalkan dengan sesuatu.


Maha suci Allah dari ibarat dan misal. Segala misalan atau segala perumpamaan yang dinukilkan itu, hanyalah sekadar untuk mempermudahkan faham. Sifat ma’ani itu, adalah seumpama Bayang-Bayang, manakala Allah Ta’ala itu, adalah seumpama Tuan yang Ampunya bayang.


Tidakkah engkau melihat kekuasaan Tuhanmu.? – bagaimana ia menjadikan Bayang-Bayang itu terbentang luas kawasannya dan jika ia kehendaki tentulah ia menjadikannya tetap tidak bergerak dan tidak berubah Kemudian Kami jadikan matahari sebagai tanda yang menunjukkan perubahan bayang-bayang itu;


Allah Jadikan Manusia dalam Bayang-Nya


Maksud Bayang itu, adalah merujuk kepada Makhluk dan Diri kita. Bayang (Diri) sebenarnya tidak mempunyai apa-apa Sifat. Bayang hanya sekadar Sifat yang menumpang dari yang Ampunya bayang. Bergeraknya bayang adalah gerak daripada yang Ampunya Bayang. Berdirinya Bayang adalah dengan berdirinya Tuan yang Ampunya Bayang (Allah). Mustahil Bayang itu boleh berdiri dengan sendiri tanpa kuasa dari yang Ampunya Bayang (Allah). Bayang dengan yang Ampunya Bayang itu, mustahil bersatu dan mustahil bercerai.


Diri kita dengan wajah Allah itu, adalah seumpama ujud Bayang dengan yang Ampunya Bayang atau seumpama Bayangan wajah di permukaan cermin. Sifat ma’ani itu tidak boleh berdiri dengan sendiri tanpa bergantung dari sifat maknawiah. Hubungan antara sifat ma’ani dengan sifat maknawiah itu, adalah seumpama hubungan antara Bayang dengan yang Ampunya Bayang.


Contohnya seumpama Sifat mata dengan penglihatan, Sifat telinga dengan pendengaran dan Sifat mulut dengan yang berkata-kata. Walau bagaimana keadaan sekalipun, ianya tetap tidak boleh bercerai dan juga boleh bercantum. Inilah yang dikatakan hubungan Sifat ma’ani dengan sifat ma’anawiah itu, bercantum tidak bercerai tiada.


Tiada bercerai antara Nafi dan Isbat, dan siapa-siapa yang menceraikan antara keduanya maka orang itu kafir adanya.


Bayang bukan Cahaya tetapi tidak lain dari Cahaya. Cahaya bukan Matahari tetapi tidak lain dari Matahari. Begitu jugalah contohnya hubungan antara Allah dengan Diri kita. Dari itu marilah kita sama-sama mengambil faham dan insaf bahawa Sifat yang kita miliki ini, sebenarnya hak kepunyaan Allah, yang harus kita serah kembali kepada yang Ampunya.


Tujuan mempelajari Sifat ma’ani adalah bertujuan supaya kita mengaku bahawa sebenarnya Diri kita ini tidak ada, tidak wujud, dan tidak terjadi. Yang wujud, yang ada dan yang terjadi adalah hanya semata-mata Allah, seumpama Sifat Bayang, terzahirnya Bayang itu, adalah bagi tujuan menampakkan dan menyata Sifat yang Ampunya Bayang itu sendiri.


Di dalam keghairahan membicarakan soal Sifat ma’ani, harus diingat bahawa Allah tidak bertempat. Allah tidak menjelma ke atas jasad. Allah tidak bertempat di dalam atau di luar badan, Allah tidak bersatu, tidak bercantum dengan badan, Allah bukan kesatuan, Allah bukan bersyarikat, bukan bercantum dengan jasad kita. Ada orang yang mengaku bahawa Allah menjelma di dalam jasad dan tidak kurang pula ada yang mengaku menjadi Allah dan sebagainya.


Bukan kita yang meliputi Allah, tetapi Allah lah yang meliputi kita. Kesemua Sifat yang kita miliki ini adalah milik Allah, Sifat yang ada pada diri kita akan hancur, binasa dan hilang lenyap, Sifat yang kekal dan yang Abadi itu, hanyalah Allah swt.


Dan janganlah engkau menyembah tuhan yang lain bersama Allah. Tiada Tuhan melainkan Allah. Tiap-tiap sesuatu akan binasa melainkan Zat Allah. Bagi-Nya lah kuasa memutuskan segala hukum, dan kepada-Nya lah kamu semua dikembalikan.


Apa Hubungan Sifat Maani Dengan Roh.


Sifat ma’ani adalah wajah Allah yang terzahir melalui Sifat dan rupa paras Roh, melalui Sifat mata, mulut, telinga, dan anggota tubuh seluruhnya. Sebagaimana rupa dan paras Roh, sebegitulah Wajah ma’ani Allah, kerana Rohlah Sifat ma’ani Allah.


Untuk melihat Sifat ma’ani Allah, lihatlah pada Wajah dan Sifat rupa paras Diri kita sendiri.

NUR SEBAGAI BUAH DZIKIR.

 Asalamualaikum Warahmatullahu Wabarahkatuh.


l  Bismillahirahmanirahim.


NUR SEBAGAI BUAH DZIKIR.


٭٭ قومٌ تسبِقُ انوارهُم اذكارهُم وقومٌ تسبِقُ اذكارهُم انوارهُم وقومٌ تتساوٰى اذكارهُم و انوارهُم وقومٌ لا اذكار ولا انوار. نعوذ بالله من ذالك ٭٭.


 Sebahagian kaum ada yang Nur (makrifat)nya mendahului dzikirnya,  dan sebahagian kaum dzikirnya mendahului Nur-nya, dan sebahagian lagi kaum yang tidak berdzikir dan tidak punya nur., Na’udzubillahi-min-dzalik.


Kaum yang Nur-nya mendahului dzikirnya yaitu : Maj-dzubuun atau Murooduun (orang yang langsung ditarik oleh Allah bolih makrifat), mereka setelah mendapat nur makrifat lalu berdzikir, sedang kaum yang dzikirnya mendahului Nurnya yaitu para Salikuun atau Murii-duun ( orang yang berusaha mencapai makrifat atau wushul kepada Allah), mereka bermujahadah/memerangi nafsunya dengan berdzikir sehingga mendapatkan nur makrifat.


ذاكِرٌ ذكرَ ليَسْتنيرَ قلبه فكان ذاكِراً وذاكرٌ اِستنارَ قلبه فكان ذاكِراً والذي استَوَت اَذكارُهُ واَنوارُهُ فبذِكرهِ يَهتدى وبنُورهِ يقتدى ٭٭


Orang berdzikir yang dzikirnya untuk mendapatkan terang hatinya (yaitu salikuun/muriduun, dan ada orang yang berdzikir sedang hatinya telah terang/mendapat nur (yaitu Majdzubuun/murooduun)mereka semua disebut berdzikir.”


Golongan kaum yang mendapat nur sebelum dzikir itu di sebut dalam ayat  :  يَختصُّ برَحْمَتهِ من يشـَاءُ “Allah menentukan/mengkhususkan rahmat-Nya pada siapa yang dikehendaki-Nya.”


Sedangkan golongan yang berdzikir kemudian mendapatkan Nur, disebutkan dalam ayat :  “ وَالَّذِينَ جاَهَدُوا فِيْناَ لنَهْدِيَنـَّهُمْ سُبُلَنـاَ

 Dan mereka yang benar-benar berjuang dijalan kerirhoan-Ku, pasti Aku pimpin (Aku tunjukkan jalan kami).”


Syeih Abul-Abbas Al-Mursy berkata : sebagian kaum ada yang mendapatkan karunia/karomah dari Alloh dengan taat kepada Alloh(salikuun), dan ada yang bisa taat kepada Alloh sebab karunia/karomah dari Alloh(majdzubuun).


٭٭ ماكان ظاهرُ ذكرٍ الا عَن باطن شهودٍ وفكْرٍ ٭٭


 Tidak akan terjadi dzikir pada anggota lahir kecuali sebab musyahadah dan berfikir (tentang keagungan Allah) dalam bathin (hati)nya .”


Yang dimaksud dzikir disini yaitu semua amal lahir, sebab semua amal lahir itu pasti timbul dari hati yang memandang Allah(musyahadah) dan berfikir tentang keagungan Allah.

Apabila anggota lahir disibukkan dengan berdzikir kepada Allah, itu sebagai tanda adanya cinta kepada Allah dalam hatinya; ketika seseorang cinta sesuatu maka banyak menyebutnya, dan tidak ada cinta kecuali dari mengenal (makrifat).


Alhasil adanya dzikir pada anggota lahir itu timbul dari adanya musyahadah dalam bathinnya, bagi para arifiin. Atau timbul dari berfikir tentang anugerah dari Allah, bagi orang-orang yang mencari pahala.


Dalam hal dzikir manusia terbagi menjadi tiga bahagian : 

1. Orang yang mencari pahala(awam).

 2. Orang yang berharap sampai/wushul kepada Allah(salik). Dan 

3. Orang yang mengagungkan dan memuliakan Allah(’Arif).


٭٭ أشهدكَ من قبل أن يستشهِد ك فنطقت باءلٰهيتهِ الظواهرُ وَتحققت بأحديته القلُوبُ وَالسرَائرُ ٭٭


Allah ta’ala telah memberi syuhud (kesaksian) kepadamu, untuk menyaksikan ke-Tuhanan-Nya Allah sebelum  Allah menuntut kamu supaya menyaksikan keagungan Allah , lalu anggota lahirmu mengucapkan (menyatakan) ke-Tuhanan-Nya Allah dan hatimu menyaksikan sifat Esa-Nya Allah.”


Allah telah membukakan pada semua ruh manusia dialam ghaib tentang ke-Tuhanan Allah dan sifat Esa Dzatnya Allah, dan tentang Allah meliputi dan mengurusi semua makhluknya, lalu setelah Allah melahirkan arwah tadi kealam dunia yakni Allah mngumpulkan ruh dengan jasad lahir, lalu Allah menuntut ruh tadi untuk menyaksikan ke-Tuhanan-Nya Allah, maka ruh tadi menyaksikan dengan lisan lahirnya,. Jadi kesaksian ruh itu mengikuti penyaksian ruh dialam ghaib.


Dalam keterangan kitab lain hikmah ini juga diartikan : Allah sudah memperlihatkan Dzatnya kepadamu, sebelum Ia menuntut kepadamu harus mengakui kebesarannya, sehingga nyata mengakui ke-TuhananNya segala makhluk lahir, dan nyata hakikat ke-Esa-anNya dalam hati dan sir.


٭٭ أكرمك بكراماتٍ ثلاث جعلك ذاكِرًا له ولولا فَضله لم تكن أهلاً لِجرَيان ذِكرِه عليكَ، وجعلك مذكوراً به اِذْ حقق نِسبتَه ُ لديكَ وجعلك مذكوراً عنده فتمم نِعْمته عليكَ ٭٭


 Allah telah memuliakan engkau dengan tiga karomah (kemuliaan): Allah telah menjadikan engkau seorang yang berdzikir kepada-Nya, jika tidak karena anugerah-Nya, nescaya  engkau tidak pantas/layak untuk berdzikir kepada-Nya. Allah telah menjadikan engkau disebut dengan asma Allah, karena Allah telah menisbatkan asma itu kepada engkau. Allah telah menjadikan engkau disebut  disisi Allah , maka dengan demikian Allah telah menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu.”


Allah berfirman :  

 Dan sesungguhnya dzikir Allahh kepada hamba itu lebih besar (dari pada dzikir hamba kepada Allah)”.


Bagaimana seorang hamba yang hina boleh menyebut dan mengabdi kepada Tuannya yang maha agung, kalaulah tidak karena anugrah Tuhan tidaklah mungkin engkau bolih berdzikir dengan lisanmu.


Karomah yang kedua, Engkau dijadikan orang yang disebut dengan asma Allah (Allah sendiri yang menisbatkan asma/dzikir itu kepadamu) , seperti contoh : Ya waliyyallah, Ya shafiyullah, itu kerana Allah sudah memberikan sifat khususiyyah pada kamu.


Karomah yang ketiga,Engkau disebut-sebut disisi Allah dihadapan para malaikat al-muqorrobin. Itulah sempurna-sempurnanya nikmat.


Dalam sebuah hadits qudsi , dari Abi Hurairah ra. Berkata : Rasulullah saw. Bersabda : Allah berfirman : Aku selalu mengikuti perasangka hambaku, dan aku selalu mendampinginya selama ia berdzikir  pada-Ku,  jika ia berdzikir padaKu dalamhatinya, Aku ingat padanya dalam Dzatku, dan bila ia dzikir pada-Ku di muka umum, aku ingati dia didalam umum yang lebih baik dari golongannya,  dan bila ia mendekat padaKu sejengkal maka Aku mendekat padanya sehasta, bila ia mendekat padaKu sesehasta maka Aku mendekat padanya sedepa, dan bila ia datang kepadaKu berjalan, Aku datang kepadanya berlari.

Salam Santun Dan Salam Tauhid

Ma'rifat itu SANGAT BIASA

 Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.


Setelah orang mencapai ma'rifat, apa yang selanjutnya dilakukannya ???

Setelah sampai MENGENAL ALLAH, bisa terhubung, terkoneksi,  lantas apa yang terjadi ???


Tidak ada !!"


Ma'rifat itu SANGAT BIASA. tidak ada yang aneh, tidak ada yang khusus, tetapi dimensinya saja yang khusus Lil khusus tetapi Zahir jasmaninya sangat biasa2 saja. 

Tidak ada perubahan dari sisi jasmaninya yang mencolok. Karena dia akan selalu SEMBUNYI DI KERAMAIAN TERANG. 

Tetapi, karena QOLBUNYA telah terhubung dengan Allah maka dia akan dipakai ALLAH sebagai #RAHMATAN LIL ALAMIN, dia akan #MEMBAWA VISI DAN MISI KETUHANAN. Dia menjadi #KHALIFAH di dunia,...yang memancarkan #CAHAYA TUHAN.  

Dia tidak keramat, tidak sakti, tidak luar biasa. Dia BIASA2 SAJA seperti pada umumnya.


Karena setinggi apapun seseorang, tetap akan ketemu ORDINAT ZERO (0,0,0,0,0,0). Akan ketemu sumbu 2 gaya yaitu syariat dan hakekat.

MA'RIFAT, ibarat ada nyala lilin dalam hatinya yang dijaga jangan sampai padam. Baik dari angin kekiri, kekanan, kedepan, kebelakang, keatas, kebawah. 

Karena nyala lilin itu BISA MATI walaupun terkena sapuan angin sekecil apapun. 

( Bermula qolbu seorang mukmin itu----BAITULLAH)#nabi

#Angin itu hanyalah kias.  Aslinya adalah tentang was2, kekhawatiran, kecintaan, harap keinginan, hasrat, marah benci, sukacita, objektifitas, dll. 

Sehingga nyala itu jangan sampai mati karena itu semua. 

(Tidak akan masuk surga seseorang yang dalam hatinya masih ada sebiji zarah kesombongan)2 #nabi


Dia akan menjaga dirinya dengan  SIFAT BAIK, PIKIRAN BAIK, PERANGAI BAIK, SIKAP BAIK, PERBUATAN BAIK.  


Dan seorang ahli MA'RIFAT akan selalu menjaga SUMBU 2 GAYA ( gaya syariat dan gaya hakekat), atau jika tidak, DIA AKAN TERJATUH dari MA'RIFATnya.  Biasanya jatuhnya bermula dengan BADAI LOGIKA. #SEHINGGA LOGIKANYA MENGALAMI TURBULENSI  dan kembali turun

 Menjadi syari'at mentah lagi,......


Logikanya, MA'RIFAT itu ada di ORDINAT ZERO, di alam mutlak, maka tidak ada lagi positif negatif. 

Jika mengaku ma'rifat tapi kok masih ributkan positif dan negatif, itu artinya bukan MUTLAK.


Positif negatif itu letaknya ada di alam AKAL SADAR manusia. Masak dialam diatas sadar masih ada baik buruk, positif negatif ????

Tapi buahnya akan selalu BAIK2 DAN POSITIF.  Tapi baik dan positif nya BUKAN DARI SEBAB  SUBJEKTIF NYA.  artinya dia bersyariat tapi DI SYARIAT KAN.  Bukan syari'at versi diri manusianya. 

SUUUUUUUULITT menjaga nyala lilin di tengah badai. Tapi harus bisa, atau nyala nya mati dan jatuh


Silahkan jika ada yang mau undang kami untuk presentasi ilmiah mengenai topik ini, di forum kajian Islam, lintas agama, praktisi, intelektual atau akademisi UNTUK MENERANGKAN URAIAN2 ILMIAH

Mengel Allah

 Puncak tertinggi adalah mengenal ALLAH… ALLAH itu ADA 

Untuk mencari yang ADA, seseorang itu perlu MATI… "… 

Oleh sebab itu jangan asyik dengan angan-angan kosong dan khayalan semata 

Salik dan dunia ini … hanya WUJUD dalam fikiran…. bagaimana pun TIDAK ADA pada hakikatnya… Kedua-duanya semata-mata... KOSONG. Sesuatu yang KOSONG tidak dapat mengenal kepada yang ADA.


MAN ini adalah bertaraf makhluk, namun apabila ia mengenal dirinya 

NAFSAHU (Manusia) maka barulah ia mengenal TuhanNya yang bernama 

RABBAHU, Yaitu Tuhan yang bertaraf LAISA KAMISLIHI SYAIUN 

( Yang tidak berupa apa pun jua) 

Maksudnya lagi : MAN ini jika kita bawa kepada pengertian NAFSAHU maka ia akan membawa kepada manusia yang " Laisa kamislihi syaiun" yaitu manusia yang Batin atau dikenal sebagai Insan atau di kenal juga sebagai DIRI SEBENAR DIRI yang bertaraf NYAWA atau NAFAS, Nyawa atau Nafas adalah bagian dari diri Rohani, fungsinya adalah menghidupkan diri Jasmani atau diri yang bernama DIRI TERPERI. 

Coba rasakan di dalam tubuh ini : 

ada yang TURUN dan NAIK atau yang KELUAR dan yang MASUK. 


Oleh karena itu jika mencari yang ADA melalui sesuatu yang TIDAK ADA adalah sia-sia belaka 

Sebab yang TIDAK ADA ... tidak akan mampu menzahirkan yang ADA 

Sebaliknya … Yang ADA lah yang mampu mewujudkan segala sesuatu "yang tidak ada"... KOSONG... kepada yang ADA 

Dzat yang ghaib lagi ghaib itu… selama-lamanya tidak akan ada kenyataannya…. tetapi ada penzairan sifat-sifatnya 

Terutamanya kepada salik yang mukmin.. salik yang mengenal-NYA. Si salik hanya menjadi kenyataan … TAJJALLI… DZAT yang GHAIBUL GHAIB 

Dari AHDAH.. timbul…WAHDAH.. Yaitu kenyataan kesempurnaan SifatNYA.. Inilah pintu untuk mengenal yang ADA…. yang TIADA... KOSONG… tidak boleh berubah menjadi Yang ADA 

DIA lah yang ADA, DIA lah Yang Zahir…Yang Batin…Yang Awal dan Yang Akhir... DIA itu adalah AKU... AKU yang bergelar TUAK LOMBOK ILAHI 

Oleh sebab itu WUJUD AKU lebih terang dan nyata daripada WUJUD-WUJUD yang lain... AKU lah Yang Melihat dan Yang Di Lihat.. WUJUD ENGKAU itu tidak ada…. Alias KOSONG….semata-mata.


Inilah Amaliyahnya : Pejamkan mata, tongkatkan lidah kelelangit langit mulut, lalu Tarik nafas sedalam mungkin, kemudian ditahan, sewaktu menahan nafas baca doa ini 1x: 

Bisamillahirahmanirrahim... 

HUU ALLAH HAQ... 

SIFATKU SIFAT MUHAMMAD... 

DZAT ALLAH... 

SIFAT MUHAMMAD... 

AKU DUDUK DALAM ALIF LAM LAM HA... 

HILANG DALAM KALIMAH TAUHID... 

LAILAHAILALLAH MUHAMMAD RASULULLAH 

Setelah itu keluarkan nafas seperti biasa, lakukan amaliah ini sesering mungkin sampai tercapai hajat di hati.


Hilangkan tubuh menjadi Nur,sehingga tubuh engkau menjadi Ruh.

maka hilanglah tubuh menjadi ‘TITIK’, titik itulah asal muasal kejadian ‘ALIF’.


maka Alif yang bergerak didalam lautan rahasia itulah yang disebut 

‘HAYAT’. maka hiduplah dan bergeraklah tubuh, itulah yang dinamakan SifatNya.


yang ada di dalam tubuh engkau, itulah yang disebut RahasiaNya,

 maka AKULAH yang LAISA dan jangan dicari lagi.


Apabila telah fana sifat makhluk dan sifat salik sendiri ke dalam wajahNya,maka WajahNya akan dapat terlihat, di kala itu sifat makhluk atau sifat salik telah kamil dlm WajahNya.


DIA Yang Zhahir dan Yang Bathin, Yang sesungguhnya "selalu bersama" dengan kemanusiaan. Disadari ato tidak, ....beriman ato tidak, ....muslim ato tidak,  DIA selalu ada bersama kemanusiaan dan DIA amat dekat bahkan jauh lebih dekat dari urat lehernya sendiri.


Coba renungkanlah ini, .....

Manusia zhahir terlihat nyata pada JASAD TUBUH-nya, sedangkan DIA zhahir nyata terlihat pada seluruh SIFAT-NYA...... Dan yang bathin pada manusia adalah segala SIFAT-nya, sedangkan DIA bathin justru pada DZAT-NYA.... kenyataan-NYA, DIA selalu ada bersama kemanusiaan, satu-kesatuan atau ketunggalan yang tak terpisahkan, Tauhid.


Itulah sesempurna-sempurnanya manusia yang "bersatu/manunggaling/meleburkan" zhahir dan bathin-nya kepada Zhahir dan Bathin-NYA (kembali pulang, ilayihi raji'un), yaitu mematikan/melenyapkan/membathinkan segala kehendak jasad (hawa nafs)-nya dan mewujudkan/menzhahirkan segala Sifat-NYA.....menjadi perwujudan DIA Ar Raahman, yang menjadi rahmat bagi semesta alam, fitrah kemanusiaannya yang merupakan mutlak FITRAH-NYA, tak akan pernah berubah (QS 30:30).

Jumat, 24 Desember 2021

ROH ITU DI CAHAYA

Kekuatan Rahsia Allah ini hanya Allah saja yang mengetahui sepenuhnya. Oleh sebab itu RUHKU ini telah dibalut oleh Allah dengan pelbagai balutan agar ianya tidak membakar Jasad dan agar kekuatan dan Keagungannya dibataskan sesuai dengan cara kehidupan manusia itu sendiri. Dari segi ilmunya,balutan balutan ini dikatakan sebagai BALUTAN CAHAYA mengikut kedudukan alamnya.


Butirannya adalah sebagai berikut ;

Lapisan Balutan pertama dirujuk sebagai BALUTAN CAHAYA LAHUT dan ia dikenali sebagai RUH AL-QUDSI

Lapisan Kedua ialah BALUTAN CAHAYA JABARUT dan ia dikenali sebagai RUH SULTANI

Lapisan Balutan Ketiga ialah BALUTAN CAHAYA MALAKUT dan ia dikenali sebagai RUH RUHANI

Lapisan Keempat dan terakhir ialah BALUTAN CAHAYA MULKI dan ia dikenali sebagai RUH JASMANI.

Sepertimana anggota anggota Jasad ,  juga BALUTAN BALUTAN CAHAYA ini merupakan Zat Serba Zat yang seni seni yang hanya diketahui Allah. Ia merupakan SUMBER HIDUP manusia itu sendiri


Menurut Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani tempat tempat Ruh-Ruh di atas di dalam Jasad manusia adalah seperti berikut :-

*     Ruh Jasmani Letaknya antara kulit dan daging

*     Ruh Ruhani Di dalam jantung manusia itu

*     Ruh Sultani Di Baitillah Mukmin iaitu satu bahagian khusus   -   di-jantung manusia itu

Ruh Al-Qudsi Di dalam RASA


RUH RUH yang merupakan Balutan Balutannya itulah yang dirujuk sebagai DIRI BATIN MANUSIA itu.

Sedangkan RUH AL-QUDSI itu pula dirujuk sebagai DIRI SEBENAR atau DIRI HAKIKI MANUSIA itu yang oleh Allah dirujuknya sebagai RAHSIA dan RAHSIAnya adalah ALLAH itu sendiri.

Maka inilah yang dirujuk oleh Allah di dalam Al-Quran 


Jika mereka bertanya tentang AKU Ya Muhammad maka katakanlah Aku DEKAT dan menyahut seruan orang yang memanggil Aku.

DIRI inilah yang diperintah oleh Allah untuk dikenali oleh manusia itu melalui Hadits : 

" Man Arafa Nafsahu Faqad Arafa Rabbahu "

Yang demikian jika manusia itu dapat mengenal DIRI ini maka kenal ia akan Tuhannya Allah SWT. Maka sudahlah ianya menunaikan Perintah Allah.

Salam

Kamis, 23 Desember 2021

ZIKIR SAMPAI KE TUHAN

Zikir itu bukan sampai banyak, melainkan sampai kelu. "Man arafallaha kalla lisanuhu", siapa mengenal Allah dengan sebenar-benar pengenalan, kelu lidahnya. (hadis).


Mulut kita berucap "Laa ilaaha illallah". Dari mana munculnya perkataan ini? Dari hati. "Laa ilaaha illalah" yang dari hati ini dari mana asalnya? Dari sirr hati. Yang dari sirr hati ini dari mana? Tentulah dari dalam sirr. Yang di dalam sirr itu siapa? Rahasia Allah.


Jadi kalau kita cermati, siapa yang sebenarnya berzikir itu?


Syariatnya   > kita berzikir


Hakikatnya  > kita menzikirkan Yang Punya Nama


Makrifatnya > Yang Punya Zikir Berzikir


Kalau belum tahu bahwa yang di dalam sirr ini berzikir, bagaimana Anda akan karam dalam zikir? Paling-paling Anda hanya dapat karam dalam sebutan zikir saja. Kalau Anda dapat yang di dalam sirr itu berzikir, tentu berjalanlah Anda dengan yang di dalam sirr itu kepada Allah. Inilah amal yang sampai ke Tuhan. Jadi, tidak akan mudah untuk karam di dalam sirr kalau kita tidak mendapati yang di dalam sirr itu berzikir.


Takrif Zikir [Pengenalan Jalan Amal sehingga Tetap pada Tujuan]


Kalau kita hendak berzikir, perlu dulu tentang takrif zikir atau tujuan zikir. Yang dikatakan tarikat itu jalan. Jalan menuju ke mana? Tentulah menuju kepada yang dimaksud. Yang dimaksud itulah tujuan zikir, yaitu Allah.


Kalau mulut berzikir menyebut laa ilaaha illallah, yang di dalam sirr itulah yang kekal kepada Allah. Karena munajatnya orang yang berzikir itu Ilaa Ilahu Anta maksudi wa makrifataka bi a'tinii mahabbata wa makrifataka, 'tidak ada yang kumaksud hanya Engkau ya Allah'.


Kalau sudah Allah yang kita maksud, untuk apa terpengaruh dengan yang terpandang-pandang dalam zikir. Kalau terpengaruh dengan yang terpandang-pandang ketika berzikir, berarti kita sudah menyimpang dari maksud semula karena mestinya munajat kita hanya pada Allah. Allah itu sudah pasti laysa kamitslihi syaiun. Apa pun yang terpandang-pandang itu bukan laysa kamitslihi syaiun. Biar surga sekali pun yang dipandangkan, itu tetap bukan yang laysa kamitlsihi syaiun. Orang yang tidak bermaksud kepada selain Allah tidak akan terpengaruh dengan itu.


Jadi dalam beramal ibadah apa saja, takrif (tujuan) itulah yang kita pegang. Bukan zikirnya yang kita pegang, takrifnya itu yang kita pegang.


Kalau sudah pada Allah saja takrif zikir, mestinya tidak mungkin ada orang berzikir sampai histeris, mabuk, atau bahkan pingsan karena Allah tidak bersifat zalim. Jangan sampai kamu banyak berzikir lalu malah timbul kelainan jiwa.


Munajat


Munajat itulah niat ikhlas orang yang berzikir. Tidak ada maksud kepada selain Allah. Kalau tidak paham tentang munajat dan takrif zikir, bisa-bisa dimabukkan oleh zikir. Asyik kepada yang bukan dimaksud semula. Kalau hal yang bukan Allah sudah masuk ke badan, inilah yang jadi penyakit.


Musyahadah


Zikir itu untuk mendapatkan musyahadah. Musyahadah untuk mendapat fana. Fana fillah itu untuk mendapatkan baqa billah. Kalau sudah baqa billah, mana ada fana lagi karena fana itu awal baqa.


Kalau sudah dapat baqa, mana ada fana lagi. Kalau sudah dapat fana, mana ada musyahadah lagi. Kalau sudah dapat musyahadah, mana ada zikir lagi? Inilah yang disampaikan di awal tulisan ini. Bahwa zikir itu bukan sampai banyak, melainkan sampai kelu.


Sebetulnya jalan yang sampai kepada Allah itu ada empat, yaitu


Syariat ← kenyataan yang di-ada-kan Allah. Berlaku pada anggota zahir, yaitu berupa perintah (amar)


dan larangan (nahi);


Tarikat ← jalan yang menyempurnakan syariat. Berlaku pada hati. Contoh praktiknya: mulut berkata "merah". Hati harus yakin bahwa barang yang disebut itu benar-benar merah. Inilah disebut menyempurnakan syariat.


Hakikat ← keyakinan kita kepada yang wajib dipercaya. Hanya satu, yaitu Allah. Berlaku pada sirr hati (nyawa).


Makrifat ← pengenalan yang sempurna tentang Allah. Bagaimana pengenalan yang sempurna pada Allah itu? Yaitu semua yang terpandang, terpikir, terasa, tersentuh, tercium, dan lain-lain itu bukan Allah. Karena orang yang sempurna mengenal Allah itu keyakinannya tetap. Bahwa Allah itu laysa kamitslihi syaiun.


Syariatnya, kita berzikir.


Makrifatnya, Rahasia Allah itulah yang berzikir atau yang di dalam sirr itulah yang berzikir.


Perkataan ini bukan hendak menjadikan kita adalah Allah atau setara dengan Alah, melainkan kita meyakinkan Zat Allah itulah Diri Allah, bukan kita adalah Allah.


Kesimpulan kata: Zat Allah itulah yang memuji Tuhannya.


Kalau kita sudah dapat jalan pengetahuan ini, dapatlah kita jalan musyahadah, muraqabah, dan jalan ahlul kasyaf.


Jalan musyahadah itu hanya kita mengetahui. Amalannya bukan pakai baca-baca lagi karena amalan batin itu pakai pandangan mata hati (syuhud matahati)


Jalan muraqabah itu adalah pandangan mata hati tidak lepas dari takrif. Seperti kucing yang mengintai tikus. Fokus tidak berpaling dari target.


Jalan ahlul kasyaf. Ini tidak cukup dengan paham saja, melainkan harus dengan bimbingan khusus. Seperti kita membimbing bayi sampai dia baligh.


Contoh praktik ahlul kasyaf:


Kita melihat tulisan. Sebenarnya yang kita lihat kertas putih, tetapi yang tampak tulisannya. Justru karena melihat kertas putih itulah kita bisa melihat tulisan. Coba andai kertas putih itu terbuka, masuklah ke kertas putih itu. Akan tampak semua tulisan. Ini baru mukadimah soal kasyaf.


Tips Praktik Zikir yang Mengesakan Allah: Sampai Kelu


Di awal tulisan tadi disebutkan "zikir itu bukan sampai banyak, melainkan sampai kelu". Nah, bagaimana cara praktiknya?


Katakanlah kita hendak berzikir dengan pujian "Subhanallah" sebanyak 5000x.


Belum sampai 2000x, mulut-lidah sudah letih. Lama-lama zikir pindah ke dalam hati.


Belum sampai 3000x, hati pun letih. Zikir pindah ke sirr hati.


Belum sampai 4000x, sirr hati terhenti sendiri lalu yang di dalam sirr yang berzikir. Itulah kelu. Itulah zikir berjalan sendiri.


Kalau zikir sudah berjalan sendiri, tidak bisa dihitung lagi. Tak terhingga jumlah pujiannya. Kamu berzikir pakai tasbih sampai pecah, tetap kalah jumlah hitungannya dengan zikir kaum arif billah.


Tapi, tidak akan bisa zikir berbunyi sendiri kalau Kamu tidak tahu memasang rukun qalbi (diam-tafakur hakekat) yang berlaku dalam segala bentuk ibadah dalam Islam. Berzikir-zikir tanpa "diam", tanpa takrif yang benar itulah yang membuat ahli zikir jadi menyimpang pola-pikir dan tingkah lakunya.


Ucapkanlah kalimah-kalimah zikir atau wirid itu tanpa terputus. Ucapkan secara bersambung dalam satu tarikan napas. Begitu napas habis, ulangi lagi ucapkan secara bersambung seperti sebelumnya.


contoh zikir yang benar mengesakan Allah: meski jumlah bacaannya banyak, Allah-nya tetap Satu.


"AllaaahuAllaaahuAllaahu"


contoh zikir yang lalai mengesakan Allah. Jumlah bacaannya banyak karena terputus-putus, jumlah Allah-nya juga ikut banyak.


"Allaaah. Allaah. Allaah."


Bisa jadi karena banyak yang membaca seperti cara terakhir itulah banyak orang yang setelah banyak berzikir malah jadi "tidak waras", atau malah pingsan, bahkan sampai kesurupan. Zikir itu ibadah. Mustahil ibadah itu merusak zahir-batin kalau teori dan praktiknya sesuai dengan Quran dan sunnah. Itu sebabnya zikir itu bukan sampai banyak, melainkan sampai kelu. Kalau banyak-banyak, banyak juga yang mau masuk ke badan kita lalu mengaku Tuhan. Inilah siasat Iblis-setan agar manusia-manusia saleh ahli zikir tidak lurus sampai ke Allah, melainkan kepada yang terpandang-pandang, terasa-rasa, terpikir-pikir, terbayang-bayang, dan lain-lain. Nauzubillah.

Semoga bermanfaat buat saudara-saudara ku (MUSLIM). Untuk di pahami dan dimaknai penjelasan di atas. Agar  bertambah ilmu nya.

TUGAS HATI

Dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. [Q.S. Yunus:100]

Diberi Allah dua bola mata, tugasnya satu: untuk melihat. Diberi Allah dua daun telinga , tugasnya satu: untuk mendengar. Diberi Allah satu hati, tugasnya satu. Tugas hati untuk apa? Untuk berkekalan pada Allah.


Mengapa ada orang waktu mau mati hatinya bertugas pada anak-istri, harta, kebun, dan lainnya? Mengapa ada orang waktu mati hati bertugas pada yang bukan Tuhan? Susahlah mati orang itu karena asyik dengan makhluk saja. Jangan makhluk itu dijadikan berhala di dalam hati. Jangan dibiasakan hati asyik dengan hal-hal duniawi.


Asyikkanlah hati itu kepada Allah. Untuk membiasakan hati kekal dengan Allah, gunakanlah tafakur hakiki. Cara praktiknya: Rasakanlah dengan rasa betapa Maharuang itu diam dan kita merasakan di dalam Tubuh Maharuang. Rasakan kita di dalam Tubuh Yang Diam itu. Maharuang atau Tubuh Yang Diam itu adalah Tubuh Tuhan.


Inilah yang disebut Zahiru Rabbi wal bathinu abdi. Kita di dalam-Nya. Kita inilah wal bathinu abdi. Kita inilah di dalam Zahiru Rabbi. Kita bertubuh Kosong Maharuang.


Pakailah perasaan. Bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam shalat, bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam keseharian, bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam tidur. Pakailah tafakur hakiki ini.


Kalau kita shalat di Tubuh Maharuang: ADA TUHAN. Bukan dengan dicari-cari, dipikir-pikir, hanya diyakini saja: ADA TUHAN. Perasaan kita hendaklah meyakinkan adanya Tuhan itu. Apabila seseorang dalam shalat dapat merasakan bertubuh Tuhan, nikmatlah senikmat-nikmatnya shalat itu. Jangan mau cari khusyuk tawadhu saja, tetapi tidak dapat merasakan nikmat shalat. Lebih baik kita mempelajari cara untuk mendapatkan nikmat shalat. Karena beribadah shalat itu nikmat. Carilah jalan praktik untuk mendapatkan nikmat shalat itu. Carilah jalan praktik untuk dapat merasakan bertubuhkan Tuhan di dalam shalat.


Hati-hati dengan ulama dhal madhal; ulama yang sesat-menyesatkan. Yaitu ulama yang hanya pandai menyebut "Allah..Allah" saja, tetapi tidak merasakan Allah. Itulah ucapan palsu. Yaitu ulama yang berkata "Ibadah itu nikmat", tetapi tidak pernah merasakan nikmat ibadah. [Bagaimana bisa menerangkan umat cara praktik meraih nikmat itu?]. Yaitu ulama yang pandai menjelaskan jenis-jenis nafsu, tetapi tidak pernah sampai menerangkan tentang bahaya laten nafsu Firaun [nafsu ananiyah].


Para alim sufi, ke-aku-an mereka itu bukan menyebut "aku", melainkan merasakan "Aku"-nya Tuhan. Nafsu ananiyah itulah yang menghijab kita dengan Tuhan. Tawadhu itu pada Allah saja. Yang selain Allah itu makhluk. Perlu sadar. Sadar itu iman.


Kalau kita lihat Af`al-Nya, terasa esanya kita dengan Allah. Yang mana Af'al-Nya itu? Yang Diam. Sementara Sifat-Nya itu Yang Kosong; Asma-Nya itu Allah; Zat-Nya yang Meliputi alam Diri-Nya.


Kita sudah Mahaesa dengan Zat-Sifat-Asma-Af`al-Nya. Pergunakan tauhid Dzukiyah. Sebab pikiran/akal tidak bisa merasa. Hanya Rasa yang dapat merasa. Rasa, di dalam rasa ada rasa. Rasa itulah Rahasia. Rahasia yang bisa merasakan Maharuang itulah Tubuh hakiki kita. Praktikkan tauhid dzukiyah agar kita dapat merasakan esanya Tuhan dengan hamba; hamba dengan Tuhan.

ALAT MA'RIFAT

Perlu diketahui alat-alat untuk berhubungan dengan Tuhan.


"Wa khaliqu Adama 'ala surati Muhammad."


Dan Ku-jadikan Adam itu atas rupa Muhammad.


Jadi jasad kita ini atau tubuh kita ini adalah alat yg zahir atau alat syariah.


"Wa khuliqal insana 'ala surati Rahman."


Dan Ku-jadikan insan itu atas rupa Rahman.


Insan ini atas rupa Rahman. Insan yang rupa Rahman inilah bagian batin. Inilah alat yang di dalam [alat yg bermakrifat]. Alat makrifat inilah yang musti dihubungkan kepada Tuhan dengan mempergunakan Rasa: sampai merasakan betul-betul berhubungan dengan Tuhan. Inilah yang dikatakan zahir-batin shalat.


Merasa panas, merasa sejuk, pahit, manis, semua itu nama-nama mahluk. Jangan rasa itu dihubungkan ke makhluk. Hubungan Rasa itu tidak boleh ke makhluk, musti ke Tuhan. Ketuhanan itu hanya Allah dan Rasul. Inilah ketuhanan.


Hendaklah kita bisa memelihara jasad dan rasa. Banyak merasa sesuatu dan menyebut sesuatu itu akan menimbulkan cinta pada sesuatu. Bagaimana mau kenal Allah kalau masih ada nafsu. Nafsu yang selalu memperalat kita dengan Tuhan.


"Athi'ullah wa athi'urrasul." Di mana letaknya athi'ullah wa athi'urrasul itu? Gunakanlah Ushul Makrifat.


Kewalian sudah ada pada diri manusia. Mengapa manusia tidak mau mengambilnya? Karena tidak tahu. Guru-guru yang mengajar pun tidak ada pengalaman tajalli. 


ulama yang arif billah menyatakan bahwa dalam ibadah itu ada empat perkara muqaranah. Muqaranah ini berlaku di dalam [shalat] dari takbir ihram sampai dengan salam.


Keempat muqaranah yang dimaksud adalah


    muqaranah syahadat;

    muqaranah takbir ihram;

    muqaranah sakaratul maut;

    muqaranah wahdatul zat.

1. Muqaranah Syahadat


Yang disebut muqaranah syahadat itu perkataan "Laa af`alun illallah", artinya tiada perbuatan, hanya Perbuatan Allah juga yang Ada. Raib [fana, binasa] perbuatan makhluk. Tidak ada lagi perbuatan makhluk dari takbir sampai ihram. Apabila masih merasa ada perbuatan makhluk, batal muqaranahnya.


Itulah sebabnya di dalam takbir ihram, semua yang halal, haram hukumnya. Karena di dalam takbir ihram itu tidak ada lagi untuk merasakan ada perbuatan makhluk, baik berupa yang halal, maupun yang haram. Kalau yang ada sudah Perbuatan Allah, perlu apa lagi mengingat-ingat sesuatu?


Itulah sebabny, sebelum takbir ihram semua yang halal dihukumkan haram. Inilah yang dimaksud muqaranah syahadat: "Laa af`alun illallah". Tidak ada satu zarah pun perbuatan makhluk, hanya Perbuatan Allah yang Ada.


2. Muqaranah Takbir Ihram


Yakni sempurnanya takbir ihram dalam simpulan kata "Laa asma`un illallah." Tiada yang maujud segala nama, hanya Allah. Raiblah ruhani: segala rasa ruhani termasuk perasaan senang, indah, dan keinginan melihat-mengalami ini-itu, tidak ada lagi. Raib ruhani.


3. Muqaranah Sakaratul Maut


Yaitu fana sifat. "Laa maujudun illa shifatun illallah". Tiada yang maujud segala sifat, hanya Allah. Raiblah ruh. Yakni jenis yang mutlak. itulah Ruq Qudus. Kelihatanlah siapa yang raib ke Tuhan dan kekal dengan Tuhan, kalau bukan jenis yang mutlak.


Jadi, jasmani, ruhani, nurani, dan rabbani, semua raib bersama jenis yang mutlak. Sempurnalah. Akmallah dengan Tuhan. Selain dari jenis yang mutlak, nafi-lah. Tidak ada bersama-sama [tidak besertaan].


4. Muqaranah Wahdatul Zat


Lihatlah asalnya diri. Melihat asalnya diri. "Laa zatul illallah fil haqiqaati illallah."


Asal diri, terdahulu. Dan hendaklah dimatikan dirinya terlebih dahulu. Sabda Nabi Saw., "Mutu qabla Anta mutu." Matikan dirimu sebelum mati.


Seperti engkau berdiri di sajadah sebelum takbir ihram: matikanlah diri dulu.


"Laa af`alun illallah"


"Laa asma`un illallah."


"Laa maujudun illa shifatun illallah"


"Laa zatul illallah fil haqiqaati illallah."


Kemudian masukkanlah hakikat tauhid, "Laa maujudun illallah". Tidak ada wujud, hanya wujud Allah. Pandanglah, wujud siapa yang shalat itu? Kalau masih merasa wujud kamu, artinya belum mati. Kalau kamu sudah tahu Wujud Allah saja Ada, mau apa lagi tahu wujud-wujud baharu? Inilah shalat yang bersih dari syirik.


Wujud Allah = Zat Allah = Rahasia Allah = Diri Allah


Jadi shalat itu Diri Allah menyembah Allah. Karena yang Ada hanya Wujud Allah, tidak ada baharu. Jadi, yang dikehendaki makrifat dalam tauhid itu: shalat itu kehendak Allah dan yang shalat itu Rahasia Allah. Pandangan orang makrifat: Sudah Diri Allah Memuji Tuhannya.


Jadi praktik di dalam ibadah:


Matikan dulu diri kamu sebelum shalat. Karena apa? Karena di dalam shalat ini raib semua: mi'raj semua. Yang musti diucapkan dalam berdiri di atas sajadah sebelum takbir, yaitu keempat perkataan muqaranah. Kemudian baru masukkan hakikat tauhid. Setelah itu pandanglah.


Mematikan diri dalam shalat itu, bukan meniada-tiadakan diri, bukan mengosong-kosongkan diri, bukan membuang-buang diri, bukan juga merasa-rasakan diri tiada. Mematikan diri itu maksudnya: Kembalikanlah hak-hak Tuhan itu sebelum kamu mati.


"Laa af`alun illallah"     <=== tiada tubuh


"Laa asma`un illallah."  <=== tiada nyawa


"Laa maujudun illa shifatun illallah"      <=== tiada berkelakuan


"Laa zatul illallah fil haqiqaati illallah." <=== tiada diri


Inilah mematikan diri sebelum mati. Inilah shalat orang muntahi; shalat tingkat penghabisan.


Di dalam tasawuf amali ada penggolongan tingkat-tingkat amal seseorang, yaitu tingkat pertama sampai ke empat. Secara tauhid, kita kupas seperti ini.


    muftadi, orang yang beramal dengan i`tikad lillahi ta'ala [karena atau kepada Allah]. Orang ini masih berkutat dalam masalah kelengkapan syarat dan rukun untuk menghadap Allah. Masih bersifat dari dirinya kepada Allah.


    mubtadi, orang yang beramal dengan i`tikad minallahi ta`ala [dari Allah]. Orang ini memandang dari Allah-lah sehingga dirinya bisa beramal ibadah. Masih bersifat dari Allah kepada dirinya.


    mutawasit, orang yang beramal dengan i`tikad billahi ta`ala [dengan Allah]. Orang ini memandang dengan Allah-lah sehingga dirinya bisa beramal ibadah. Masih besertaan dirinya dengan Allah.


    muntahi, orang yang beramal dengan i`tikad lillahi ta`ala, minallahi ta`ala, dan billahi ta`ala sekaligus. Dipandangnya semua sehingga tidak dipandangnya dirinya ada, yang ada sudah Perbuatan, Kelakuan, Asma, dan Zat Allah semata. Tiada merasa ada diri lagi, sudah semuanya Allah semata.


Untuk sempurna mengetahui Allah, ketahuilah asal diri. Bukankah yang dijadikan Allah itu zat, sifat, asma, dan af`al. Ini yang perlu diketahui.


Kata Ibnu Abbas r.a., kepada Nabi Saw., dia bertanya:


"Yaa junjunganku, apa yang mula-mula dijadikan Allah Ta`ala?"


Sabda Nabi Muhammad Saw., 


"Innallaaha khalawa qablal asya`i nuurun nabiyyika."


Sesungguhnya Allah telah menjadikan yang mula-mula dari segala sesuatu ialah Cahaya Nabimu [Nur Muhammad]. Nyatalah, Nur Nabi itulah mula-mula dari sekalian alam.


Dan kata Abdul Wahab Syarani r.a. dari Nabi Muhammad Saw.:


"Innallaaha khalaqarruuhin nabiy Muhammad Shalallaahu `alaihi wasalam min zaatihi wa khalaqarruuhin alam."


Sesungguhnya Allah menjadikan ruh Nabi Muhammad Saw. dari Zat-Nya [Zat Allah] dan menjadikan ruh sekalian alam dari Nur Muhammad.


Sadarilah. Segala sesuatu jenis yang zahir [korporeal; jasadi] dari Nur Muhammad, sedangkan ruh-ruhnya dari Zat Allah. Pandanglah diri kita, jasad ini Nur Muhammad; ruh ini dari Zat Allah. Sifat dan zat itu satu [compact].


Contoh: 


Kalau ketan dengan ragi: satu, dinamailah tapai. 


Kalau Zat dan Sifat: satu, dinamai diri siapa diri kita ini? Tentulah Diri Allah.


Nur itu Sifat, Zat itu Rahasia. 


Zat itu hayyun se-hayyun-hayyun-nya. Maka yang hiduplah yang berkelakuan, mana mungkin yang mati [fana] yang berkelakuan.


Kalau kita sudah tahu bahwa Zat itu Wujud Allah; dan Wujud Allah itu Diri Allah, maka Rahasia, itulah Diri Allah. Kalau sudah paham ini, jangan lagi kamu sebut Diri Allah yang berkelakuan. Sebut dengan sebenar-benarnya: Allah yang berelakuan. Karena dalam hakikat tauhid: sudah tidak ada wujud baharu lagi. Apa pun yang kamu lihat, Wujud Allah yang Ada.


Wujud Allah itu Zat Allah; Zat Allah itu Diri Allah. 


Kalau sudah tahu Allah, tidak perlu lagi kamu mau sama dengan Allah atau mau jadi Allah. Kalau sudah Allah, ya tetap Allah. Allah tetap Allah; baharu tetap baharu. Mana mungkin baharu bisa jadi Allah atau Allah jadi baharu.


Jadi, diri manusia ini Diri Allah karena diri manusia ini Zat-Sifat. Jadi yang dikatakan shalat itu, Diri Allah memuji Tuhan-Nya. Kalau kesadaran ini kamu pegang terus, boleh kamu rasakan setiap tidur kamu mendapat hidayah

#wassalamu

Rabu, 22 Desember 2021

MAKRIFAT. FIRASAT

Bismillah

"MAKRIFAT. FIRASAT" 


Tuhan mentajallikan Cahaya-Nya.- Cahaya Tuhan itu bernama Nur. Jadi, Nur itu Cahaya Tuhan. Itulah Rahasia Tuhan. Rahasia Tuhan itulah juga dinamakan Muhammad yang awal dan Nur Muhammad itu juga dinamai titik Nur yang awal. Nur Muhammad sudah “lahir”, baru bersuara. Inilah suara Allah langsung pada Muhammad.


Dari mana awal suara dari mulut dan lidah 

kita ini.? Tentulah dari hati. 

Dari mana awal suara dari hati ini.? 

Tentulah dari sirr.

Dari mana awal suara dari sirr hati ini.? 

Tentulah dari Zat.

Dari mana awal suara dari Zat ini.? 

Tentulah dari Allah.


Dari Allah ⇒ Zat [Rahasia Allah] ⇒ sirr ⇒ hati ⇒ lisan


Renungkanlah perjalanan suara ini. Dengan sirr ini kita dapat membezakan mana suara dari syaitan, mana suara dari Allah.


Tuhan menjadikan kita punya zahir dan punya batin. Yang batin itu ruh dan yang zahir itu tubuh. Ruh ini Zat.; tubuh ini sifat. Kelakuan zahir ini kelakuan dari mana.? Dari batin. Kelakuan batin itu kelakuan siapa.? Kelakuan Zat. Siapa yang berkelakuan pada Zat itu.? Tentulah Zat-nya Zat, itulah Tuhan maka ilham Allah pada Ruh yang musyahadah pastinya benar,,,,namun bukan zat Allah bersatu dalam ruh kerana Ruh adalah makhluk sedangkan Allah adalah Qadim laisa kamislihi syaik.;


Maka ketika orang tauhid sudah mengetahui jalan ini, dirasakannya semua dari Allah: minallah. Kalau sudah dirasakan oleh batinnya semua dari Allah, berarti batinnya sudah karam musyahadahnya pada Allah dan ketika melihat zahirnya itu, dirasakannya rasa isbat saja.


Pengetahuan usul ini penting diketahui dan dipahami karena usul itu kesempurnaan. 

Kalau tidak ada usul, bagaimana kita akan mendapatkan kesempurnaan? Jadi, belajar itu hendaklah sampai pada pemahaman yang tidak dimakan oleh usul. [tidak tertolak atau bertentangan dengan usul]


Ketahuilah bahwa Zat itu Diri Makrifat. 

Diri Makrifat itu menghimpunkan semua Af`al, semua Asma, semua Sifat, dan semua Diri. Sederhananya, Diri Makrifat itu menghimpunkan semua,: tubuh-hati-nyawa-rahasia.


Diri Makrifat itulah yang menggerakkan Zat-Sifat-Asma-Af`al. Diri Makrifat ini Rahasia Tuhan yang ada pada Adam (kita). Kalau sudah paham ini, bagaimana lagi kita mau menyangkal bahwa tiada perbuatan baharu lagi?


“Jika bukan karena engkau Muhammad, 

tiada Ku-ciptakan alam ini.” 

Apa hikmah perkataan [hadis qudsi] ini dari sisi hakiki.? Kalau tidak ada engkau Diri Makrifat, tidak akan ada pergerakan jasad. Inilah isyarat dua kalimah syahadat.


Jadi Diri Makrifat itu Sifat Tuhan juga Rahasia Tuhan. Jadi diri Makrifat itu jadi apa pada kita ini.? Jadi ruh.


Cahaya Diri Makrifat inilah yang menjadi firasatan, sedangkan Nur Muhammad itu menjadi per.ingat.an. 


Mengapa Nabi Khidr a.s. dapat mengetahui semuanya dan perbuatannya bertentangan dengan sya'ra.? Karena Nabi Khidr mengetahui Diri Makrifat itu firasatan. Sedangkan Diri Makrifat itu mustahil berbohong. 


Maka orang tauhid hakiki tidak bingung dengan kelakuan Nabi Khidr a.s. sebagaimana kisah dalam Q.S. al-Kahfi karena orang tauhid hakiki tahu soal firasatan dan per-ingatan ini. Dari sini diketahui bahwa Nabi Khidir itu Allah karuniai firasatan yang tinggi [ilmu hikmah].


Sebenarnya ilmu firasatan ini menggunakan bahasa Cahaya: Cahaya Ilahi. 

Timbulnya ingatan itu dari firasatan. 

Timbulnya firasatan itu dari Tuhan.

Ciri bahasa Cahaya Ilahi itu: laa raiba fiihi hudan lil muttaqiin [Q.S. Al-Baqarah:2] alias tidak ada keraguan satu zarah pun!


Nabi Khidr a.s. itu ahli bahasa Cahaya ini. 

Jadi, tidak usah hairan kalau para wali Allah itu banyak mengetahui hal-hal yang tidak diketahui orang awam karena para wali Allah itu belajar dan menguasai ilmu firasatan. alias bahasa Cahaya Ilahi ini dari Nabi Khidr a.s. Sang Murabbi. 

Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki  [Q.S. Nur:35].

KENALI DIRI SEBENAR DIRI"

 Allah Hu.


Bismillah


"KENALI DIRI SEBENAR DIRI"


Sebelum kita mengenal TUHAN, maka kenalilah DIRI terlebih dahulu, sebelum kita mengenal diri, kenallah ADAM terlebih dahulu, dan sebelum kenal kepada Adam, kenalilah MUHAMMAD terlebih dahulu. Demikianlah orang yang hendak mengenal akan diri dan mengenal akan tuhan Allah Azza Wajalla.


Bahawasanya Allah Ta'ala menjadikan dahulu daripada segala alam itu ialah NUR NABIMU. Diriwayatkan oleh JABIR r.a. beliau pernah bertanya kepada Nabi s.a.w; iaitu dijawab oleh Nabi "AWWALUMA KHOLAQOL LAHU TAALA NURI NABIYIKA, YA ZABIR." Mula mula dijadikan Allah Ta’ala daripada segala alam 

itu ialah: NUR NABIMU ya JABIR.


Maka nyatalah RUH NABI itu dijadikan dahulu daripada segala alam itu, dan lagi dijadikan ia daripada Zatnya jua, tetapi sebelum Tuhan menjadikan NUR MUHAMMAD, Tuhan telah mengatakan dalam kitabnya Al Quranul Qarim yang ertinya: 


"Pertama ku jadikan ILMU sebelum ku jadikan NUR MUHAMMAD."


Maka nyatalah kepada kita bahawa: 

NUR MUHAMMAD.


Maka nyatalah kepada kita bahawa NUR MUHAMMAD itu jadi daripada ILMUnya 

dan daripada KUDRAT DAN IRADATNYA.


Dan nyatalah bahawa kalau Roh kita dan batang tubuh kita ini daripada Nur Muhammad, maka kita ini tiada lain dan tiada bukan, pada Hakikatnya ialah Nur Muhammad jua. 


Dan kalau telah jelas dalam hati makrifatkan hakikat Nur Muhammad itu, maka hendaklah engkau mesrakan Nur Muhammad itu kepada Roh, dan kepada batang tubuhmu, dan kepada seluruh kainat. 


Kalau sudah benar-benar mesra, Insya Allah engkau akan dapat melihat serta menyaksikan keelokan zat yang wajibal wujud.

HAKIKAT MAKSUD DISEBALIK ADAM"

 Allah Hu.


Bismillah


"HAKIKAT MAKSUD DISEBALIK ADAM"


Adam Bermaksud Allah dan Manusia tidak bercerai (Allah dan Muhammad tidak bercerai) 

Allah ada Zahir dan ada pula batiNya, sebab itu Al-Qu'ran Menerangkan "Huwal Awwalu, Wal Akhiru, Wazzohiru dan Wal Batinu" 

Sementara Manusia ada juga Zahir dan Batinnya, akan tetapi Zahir Batin Allah tidak sama dengan Zahir dan Batin Manusia, 

sebab itu di katakan bahwa Zahir Manusia adalah Jasmani dan Batin Manusia ialah Rohani,

Rohani Memiliki Kuasa Roh Artinya Kudrat,

Rohani Memiliki Kuasa Berkehendak Artinya Iradat,


Rohani Memiliki Daya Fikir, Artinya ia Memiliki Kuasa Ilmu (akal) dan Rohani Memiliki Kuasa Hidup Artinya Sifat Hayat, Adapun Sifat Roh, Akal dan Nafsu ini adalah Bertaraf Rohanian Sementara Sifat Hayat ini bertaraf berkeadaan Dzat yang bertaraf Man Rohani ataupun Kerohanian sama ada ia bertaraf Dzat ataupun Rohanian ia tetap Man yang di jadikan Artinya mereka bukannya Tuhan ataupun sebagian daripada Tuhan atau penjelmaan daripada Tuhan, mereka inilah letaknya Rahasia beserta dengan Tuhan.


Artinya di mana juga kita berada maka di situlah ada Tuhan, dan kita hendaklah ingat kita dengan Tuhan bukan bermaksud bersekutu !

Tuhan dengan Rohani tidak bercerai, ini berarti jika Asal Kejadian ADAM pada Awal Allah hendak menyempurnakan kejadiannya maka Allah tiupkan Rohani yang beserta dengan Tuhan itu kedalam Jasad Adam, maka Adam pun menjadilah sebagai seorang Manusia, setelah itu barulah Allah menyuruh Malaikat Sujud pada ADAM, mengapa Allah suruh Malaikat Sujud pada ADAM. Karena beserta ADAM ialah Allah, Artinya Ke-Esaan Allah, 

maka itulah Rahasia di antara Sifat.


QAHAR DAN SIFAT KAMAL 

di dalam Ilmu Akidah Sifat 20 Maksud 

Qalbun dan Qalbi dalam Islam, Imam selalu membacakan do'a dengan menyentuh perkataan Qalbun dan juga Qalbi, ada di antara orang Islam mentafsirkan Qalbun dan Qalbi ini dengan istilah hati, ini karena Doa tersebut berbunyi :

ALLAHUMMAS SAWABA QALBUN QALBI BI NUURIKAL AZIM ABADAN ABADA BIRAHMATIKA YA ARHAMARRAHIMIN"

(Wahai Tuhanku berikanlah qalbun dan qalbiku senantiasa bercahaya dengan kekal buat selama-lamanya)


Demikian lebih kurang maksud Doa tersebut, Yaitu Manusia mengharapkan Qalbun dan Qalbi itu sentiasa bercahaya, artinya dua hatinya bercahaya, walaupun setiap Manusia hanya ada satu hati, Dalam ilmu Kerohanian Qalbun dan Qalbi itu bermaksud dua mata hati bukannya dua hati, Allah SWT jadikan Manusia ini terdiri dari dua unsur, Yaitu unsur Jasmani dan Unsur Rohani,

Unsur Jasmani di cipta oleh Allah mengikut fitrah hanya dari sumber tanah di Syurga Khuldi Yaitu Penciptaan ADAM, Sementara Unsur Rohani dijadikan oleh Allah daripadaNya disuatu Alam, Yaitu Alam Ulwi sebelum Allah jadikan Makhluk-Makhluknya yang lain, ini berarti Manusia.


Batinlah yang Allah ciptakan terlebih dahulu, Mengikut Ilmu Kerohanian juga bahwa Manusia Jasmani Allah karuniakan dua biji mata, Yaitu mata yang kita dapat lihat dan yang kita semua maklum, mata ini dapat melihat Alam yang Nyata saja, dia tidak boleh melihat Alam yang Ghaib, sementara Rohani juga Allah karuniakan dengan dua biji mata Yaitu Qalbun dan juga Qalbi, dua mata inilah yang menjadi focus kita sekarang yang tidak ramai orang yang memahaminya karena ia berada pada Roh, bukan pada Akal dan juga Nafsu Yaitu komponen Ruhul Yaqazah, 

Adapun Qalbun ini ialah mata hati yang memandang dunia dan seluruh isinya serta memandang kepada Allah, maksudnya mata yang wajib baginya mengenal dunia tempat mereka berlakon (beribadat) selaku Khalifah 

di bumi sementara Ta'arif yang lain ialah memandang kepada Allah.


Yaitu Mengenal DzatNya, AsmaNya, SifatNya dan juga Af'alNya, dengan lain perkataan ialah Mengenal Tuhannya, itulah tugas Mata hati ini, ini berarti jika seseorang tidak mengenal pentas mereka beribadat sebagai Khalifah dan juga Mengenal Tuhan-Nya maka kehidupan mereka samalah seperti Hewan.


Sementara Qalbi ialah mata hati yang memandang kepada Allah dan juga Akhirat, Artinya Mengenal Tuhan dan kerja Tuhan yang meliputi seluruh Alam, di samping itu Mengenal Akhirat, ini berarti kedua mata hati ini akan memandang menyeluruh dunia dan akhirat, sebab itu kita apabila berdoa yang bermaksud :


"Wahai TuhanKu berikanlah aku satu kesenangan dunia dan satu kesenangan akhirat" ini berarti jika kita mampu menyebut Dunia dan Akhirat maka kita juga mampu melihat serta mengenalnya, dan sebab itulah juga apabila kita bersembahyang maka hukum Qalbi itu tersangat penting karena ia menjurus kepada penumpuan kita memakrifatkan yang ghaib.

Sabtu, 18 Desember 2021

Mengenal Diri

 Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

"MAN ARAFA NAFSAHU FAQOD ARAFA ROBBAHU"

~> Barang siapa mengenal Dirinya niscaya akan mengenal Tuhannya"

Maksudnya ialah Man ini adlh bertaraf makhluk, namun apabila ia sdh mengenal dirinya NAFSAHU(Manusia) mk barulah ia mengenal Tuhannya yg bernama ROBBAHU, yaitu Tuhan yg bertaraf Laisa Kamislihi Sai'un (yg tdk serupa dan menyerupai apapun).

Maksudnya lagi ialah Man ini jika kita bawa pd pengertian NAFSAHU mk ia akan membawah kpd manusia yg "Laisa Kamislihi Sai'un" yaitu manusia(diri) yg bathin atau INSAN atau Diri sebenar Diri yg bertaraf Nyawa atau Nafas.


Mengenal Diri itu adlh mengetahui asal mula Nabi Adam as sebagai Bapak dari segala Tubuh Adam Abu Basar.

Asalnya Nabi Allah, Adam itu nasarnya dari Tanah, Air Angin dan Api, mk turunlah kpd kita. 

Tanah itu~>Tubuh kita

Air itu~>Rasa kita

Angin itu~>Nafas kita

Api itu~>Darah kita. 


Semua itu menyatu menjadi sebagai satu kesatuan yg tdk terpisahkan, tdk bercerai. Mk dari itulah kita ketahui arti namanya Mengenal Diri. 

*Kejadiannya tanah bernama Syariat~> Tubuh pd kita

*Kejadiannya Angin bernama Tariqat~> Laku pd kita

*Kejadiannya Api bernama Haqiqat~> Hati pd kita

*Kejadiannya Air bernama Ma'rifat~> Rasa pd kita. 

Itulah namanya Mengenal Diri. 


Syariat ~> kaki

Tariqat ~> tangan

Haqiqat ~> tubuh

Ma'rifat ~> kapala


Semua itu menyatu sebagai satu kesatuan  yg tdk terpisahkan, tdk bercerai. 

Mk dari itulah kita ketahui arti namanya Mengenal Diri jalan mengenal ALLAH...


Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu Syariat dari urusan(Agama) itu mk ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang2 yg tdk mengetahui. (QS Jatsiyah 018)

Wallahu a'lam. 

Wassalam,

Minggu, 12 Desember 2021

SYAHADAT

Assalamualaikum...
Syahadat Itu Saksinya ialah Seorang Penyaksi, Yang Menyaksikan Kepada Siapa Dia Bersaksi
Sejauh Mana Maqam Kesaksian kita Kepada Allah dan Rasul-Nya,
Sedalam Itu Pula Mata Hati kita Menyaksikan Kehadiran Allah dan Rasul-Nya Di dalam Kedalaman Diri kita
Jadi , Syahadat itu Merupakan Pengakuan drp Sebuah Penyaksian. Penyaksian Atas Kehadiran Allah dan Rasul-nya
Syahadat Merupakan Iman Tertinggi drp Tingkat Iman.
Iman Yang Telah Menempatkan si Penyaksi ke tingkat Isbatul Yakin.
Syarat orang yg membaca Syahadat harus memenuhi Tiga ( 3 ) perkara 
 
1. NUR HIDAYAH
Sesiapa yang mendapat nur hidayah , ia akan dijaga drp sifat musyrik dan perilaku syirik.
2. NUR 'INAYAH
Sesiapa yang mendapat nur 'inayah maka ia akan dijaga drp dosa besar.
3. NUR KIFAYAH,
Sesiapa mendapat nur kifayah maka ia akan dijaga drp bersitat hati yang kotor dan jelek
 
SYAHADAT MUTAAWWILAH
Ertinya Syahadat Yang Pertama, Syahadatnya Allah itu Sendiri
"Innanii Anallahu Laa ilaaha Illa Ana"
(Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada tuhan hanya Aku sahaja ).
(Qs Thoha 14
 
SYAHADAT MUTAWASHITOH
Ertinya Syahadat Yang Tengah-Tengah, Seperti Syahadatnya Malaikat, Para Nabi dan Rasul dan Para Mukmin Semua ...... Ucapan Org Nur
iaitu :
"Asyahadu An Laa Ilaha Illallah"
"Syahidallahu Annahu Laa ilaaha illa Huwa Wal Malaikatu Wa Ulul 'Ilmi"
(QS Al Imron 18).
 
SYAHADAT MUTAAKHIRAH Ertinya Syahadat Yang Terakhir , Seperti Syahadatnya Org Islam Awam Semua .... Org-Org yg tdk ada Nur ,
Aqulu An Laa ilaha illa Allah
Wa Aqulu Anna Muhammadar Rasulullah
Ada yang bertanya -> Laa ilaha illa Allah Muhammadur Rasul Allah.
Itu termasuk golongan Syahadat Mutaswashitoh atau Syahadat Umum ?
"Laa Ilaaha Illa Allah Muhammadur Rasul Allah".
adalah termasuk Syahadat Mutaakhirah
Namun erti dan maknanya memiliki Empat
"SYARIAT, THARIKAT, HAKIKAT, MA'RIFAT.
"Asyahadu an laa ilaaha illa Allah"
Ini Merupakan Syahadat Tauhid atau Hakikat Ketuhanan iaitu diri bathin Manusia ( Rohani )
"Wa-Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah"
Ini Merupakan Syahadat Rasul atau Hakikat Kerasulan iaitu Diri zahir Manusia. (Jasmani).
Diri Bathin ( rohani ) Adalah Sebenar-Benarnya Diri Yang Menyatakan Rahasia Allah.
Untuk Menyatakan Diri Rahasia Allah Adalah Diri zahir Manusia.
Sedangkan Kata Muhammad Pada Syahadat Rasul Mengandung erti aitu Diri zahir Manusia Yang Menanggung Rahasia Allah.
"Kejadian Manusia Adalah Satu-Satunya Kejadian Yang Paling Rapi. (QS. Attin-
"Kemuliaan Manusia Karena Manusialah Yang Sanggup Menanggung Rahasia Allah" (Q.S. Al-Ahzab 72).
 
Dan karena firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat : 72 ( menanggung amanah ) inilah kita Mengucapkan Syahadat Tahkik :
"Asyahadu An Laa Ilaaha Illa Allah Wa Asyahadu Anna Muhammadar Rasulullah"
Ertinya
Aku bersaksi dengan Diri aku sendiri bahwa Tiada yang Nyata pada Diri aku ini hanya Allah Semata-mata dengan Tubuh Dzahir aku sebagai tempat menanggung Rahasia Allah dan aku akan menjaganya buat selama-lamanya
 
Mengapa Kita Mengucap Dua Kalimah Syahadat 9 kali dalam 5 Waktu Sembahyang Sholat ?
Sebab Diri Bathin Manusia Mempunyai 9 Wajah.
wal arda hanifam wama ana min-al-mushrikin.
" Ilmu tentang wajah-wajah akan terbuka ketika telah menguasai Ilmu tentang Nafas, Anfas, Tanafas dan Nufus, setelah melewati beberapa tahapan, misalnya dengan Nafas Ar-Rahman dan Wajah Ar-Rahman.

 

Sabtu, 11 Desember 2021

R I Y A


Assalamu alaikum.wr.wb.


                    (   RIYA  )

                      ------------

           Bismillah


وَالْمُرَائُ بِهِ كَثِيْرٌ وَتَجْمَعُهُ خَمْسَةُ أَقْسَامٍ وَهِيَ الْقِسْمُ الْأَوَّلُ الرِّيَاءُ فِى الدِّيْنِ بِالْبَدَنِ: وَذَلِكَ بِإِظْهَارِ النُّحُوْلِ وَالصَّفَارِ لِيُوْهَمَ بِذَلِكَ شِدَّةَ الْاِجْتِهَادِ وَعَظُمَ الْحُزْنِ عَلَى أَمْرِ الدِّيْنِ وَغَلَبَةِ خَوْفِ الآخِرَةِ، فَأَمَّا أَهْلُ الدُّنْيَا فَيُرَاؤُوْنَ بِإِظْهَارِ السِّمَنِ وَصَفَاءِ اللَّوْنِ وَاعْتِدَالِ الْقَامَةِ وَحُسْنِ الْوَجْهِ وَنَظَافَةِ الْبَدَنِ وَقُوَّةِ الْأَعْضَاءِ وَتَنَاسُبِهَا، الثَّانِى الرِّيَاءُ بِالْهَيْئَةِ وَالزِّيِّ: أَمَّا الْهَيْئَةُ فَبِتَشْعِيْثِ شَعْرِ الرَّأْسِ وَحَلْقِ الشَّارِبِ وَإِطْرَاقِ الرَّأْسِ فِى الْمَشِيِّ وَالْهُدُوْءِ فِى الْحَرَكَةِ وَإِبْقَاءِ أَثَرِ السُّجُوْدِ عَلَى الْوَجْهِ، وَالْمُرَاؤُوْنَ بِالزِّيِّ عَلَى طَبَقَاتٍ: فَمِنْهُمْ مَنْ يَطْلُبُ الْمَنْزِلَةَ عِنْدَ أَهْلِ الصَّلَاحِ بِإِظْهَارِ الزُّهْدِ فَيَلْبِسُ الثِّيَابَ الْمُخْرِقَةَ الْوَسَخَةَ الْقَصِيْرَةَ الْغَلِيْظَةَ لِيُرَائِيَ بِغَلَظِهَا وَوَسَخِهَا وَقَصْرِهَا وَتَخَرُّقِهَا أَنَّهُ غَيْرُ مُكْتَرِثٍ بِالدُّنْيَا، الثَّالِثُ الرِّيَاءُ بِالْقَوْلِ: وَرِيَاءُ أَهْلِ الدِّيْنِ بِالْوَعْظِ وَالتَّذْكِيْرِ وَالنُّطْقِ بِالْحِكْمَةِ وَحِفْظِ اْلأَخْبَارِ وَالآثَارِ، وَأَمَّا أَهْلُ الدُّنْيَا فَمُراَءَاتُهُمْ بِالْقَوْلِ بِحِفْظِ الْأَشْعَارِ وَالْأَمْثَالِ والتَّفَاصُحِ فِى الْعِبَارَاتِ وَحِفْظِ النَّحْوِ الْغَرِيْبِ لِلْإِغْرَابِ عَلَى أَهْلِ الْفَضْلِ وَإِظْهَارِ التَّوَدُّدِ إِلَى النَّاسِ لِاسْتِمَالَةِ الْقُلُوْبِ، الرَّابِعُ الرِّياَءُ بِالْعَمَلِ: كَمُرَاءَاةِ الْمُصَلِّى بِطُوْلِ الْقِيَامِ وَمَدِّ الظَّهْرِ وَطُوْلِ السُّجُوْدِ وَالرُّكُوْعِ وَإِطْرَاقِ الرَّأْسِ، وَأَمَّا أَهْلُ الدُّنْيَا فَمُرَاءَاتُهُمْ بِالتَّبَخْتُرِ وَالْإِخْتِيَالِ وَتَحْرِيْكِ الْيَدَيْنِ وَتَقْرِيْبِ الْخَطَا وَالْأَخْذِ بِأَطْرَافِ الذَّيْلِ وَإِدَارَةِ الْعَطْفَيْنِ لِيَدُلُّوْا بِذَالِكَ عَلَى الْجَاهِ وَالْخَشَمَةِ، الْخَامِسُ: الْمُرَاءَاةُ بِالْأَصْحَابِ وَالزَّائِرِيْنَ وَالْمُخَالَطِيْنَ كَالَّذِيْ يَتَكَلَّفُ أَنْ يَسْتَزِيْرَ عَالِمًا مِنَ الْعُلَمَاءِ لِيُقَالَ إِنَّ فُلَانًا قَدْ زَارَ فُلَانًا، 

(احياء علوم الدين، ج 3، ص: ٢٦٣-٢٦٤).


Riya’ (pamer) banyak sekali macamnya dan dikelompokkan menjadi lima bagian:


الْأَوَّلُ الرِّيَاءُ فِى الدِّيْنِ بِالْبَدَنِ


Riya’ dalam masalah agama dengan badannya, yaitu dengan memperlihatkan kurusnya badan dan pucatnya wajah agar orang tersebut disangka sebagai orang yang sangat bersungguh2 dalam beribadah dan sangat prihatin atas perkara agama dan sangat takut kepada akhirat.

Adapun ahli dunia maka dia memamerkan dengan menampakkan kegemukannya, bersihnya kulit, tegak bentuk tubuhnya, ketampanan wajahnya, bersih dan kuatnya anggota badan, dsb.


الثَّانِى الرِّيَاءُ بِالْهَيْئَةِ وَالزِّيِّ


Riya’ dengan keadaaan tubuh dan penampilan. Adapun riya dengan keadaan tubuh adalah kumalnya rambut, memotong kumis, menundukkan kepala ketika berjalan, pelan2 dalam bergerak dan menetapkan bekasnya sujud pada kening.

Sedangkan riya’ dengan penampilan adalah orang yang mendapatkan kedudukan menurut ahli shalah (ahli kebaikan) dengan menampakkan kezuhudannya dengan menggunakan pakaian kotor, pendek, kasar kainnya supaya terlihat jelek, kumuh, pendek, dengan pakaian tersebut sesungguhnya dia ndak termasuk orang yang susah di dunia.


الثَّالِثُ الرِّيَاءُ بِالْقَوْلِ


Riya’ dengan ucapan. Riya’ ahli agama adalah dengan petuah, memberi nasihat, ucapan yang bijaksana, menjaga Hadits Nabi dan atsar sahabat Nabi. 

Adapun riya’ ahli dunia adalah dengan ucapan, yaitu dengan menghafal syair-syair serta pribahasa, fasih dalam mengucapkan kalimat, menjaga kaidah bahasa yang aneh.

Bagi orang yang memiliki keutamaan menampakkan Rasa senang pada manusia supaya mendapatkan simpati


الرَّابِعُ الرِّياَءُ بِالْعَمَلِ


Riya’ dengan perbuatan, seperti riya’nya orang yang sholat dengan memperpanjang berdiri ketika sholat, menegakkan punggung, memanjangkan sujud dan ruku’ dan menundukkan kepala. Adapun ahli dunia, riya’nya dengan sombong, menghayal, menggerak2kan kedua tangan, memperpendek langkah kaki, mengambil sesuatu dengan saputangan, mencari simpati supaya memperoleh jabatan dan nama baik


الْخَامِسُ: الْمُرَاءَاةُ بِالْأَصْحَابِ وَالزَّائِرِيْنَ وَالْمُخَالَطِيْنَ


Riya’ dengan banyaknya sahabat, orang yang berkunjung, teman sejawat, seperti orang yang mempertajam ucapan dengan tujuan supaya para ‘Ulama’ mendatanginya sehingga dia mengatakan sesungguhnya ‘Ulama’ ini telah mendatangi seseorang,....wallahu a,lam bishawaf..... Wassalam


Dalam kitab ihya ulumuddin..juz 3 .hal 263/264