Laman

Minggu, 10 Juli 2016

"Awaludini Ma'rifatullah"

Pengenalan
BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
"Awaludini Ma'rifatullah"
Bermula awal agama mengenal Allah
Dengan apa Allah dikenal?
Dengan tiga perkara
mana yang tiga perkara itu?
Pertama tahu akan "TUBUH"
Kedua tahu akan "HATI"
Ketiga tahu akan "NYAWA"
Ada berapa pembagian tubuh?
Tubuh dibagi tiga
Yang mana yang tiga itu?
Pertama tubuh yang kasar
Kedua tubuh yang halus
Ketiga tubuh yang bathin
Maksud tubuh kepada hati
Maksud hati kepada nyawa
Maksud nyawa kepada Allah
Kalau iya memang benar kita orang yang menyembah Allah.
Berapa buah jalan manuju kahadirat Allah?
Adapun jalan menuju kehadirat Allah itu empat jalannya
Manakah yang empat itu?
Yaitu : yang partama jalan SYARIAT
yang kedua jalan TARIKAT
yang ketiga jalan HAKIKAT
yang keempat jalan MAKRIFAT
SYARIAT: pegang syariat tubuh yang kasar.
TARIKAT: pegang tarikat tubuh yang halus.
HAKIKAT: pegang hakikat tubuh yang batin.
MAKRIFAT: pegang makrifat Tuhan Allah yang punya pegang.
SYARIAT:jatuh kepada kita,jadi apa dia bagi kita?
"JADI TUBUH".
TARIKAT:jatuh kepada kita,jadi apa dia bagi kita?
"JADI HATI".
HAKIKAT:jatuh kepada kita,jadi apa dia bagi kita?
"JADI NYAWA".
MAKRIFAT: jatuh kepada kita,jadi apa dia bagi kita?
"JADI RAHASIA".
SYARIAT: pegang syariat tubuh yang kasar.
Apa bunyi zikirnya?
"LAA ILAHA ILLALLAH".
TARIKAT: pegang tarikat tubuh yang halus.
Apa bunyi zikirnya?
"ALLAH ALLAH".
HAKIKAT: pegang hakikat tubuh yang batin
Apa bunyi zikirnya?
"HU… ALLAH".
MAKRIFAT: pegang makrifat Tuhan Allah yang punya pegang.
Apa bunyi zikirnya?
( bunyinya ……….. tiada berhuruf,tiada bersuara,lenyap selenyap-
lenyapnya,karam sekaram-karamnya……….)
SYARIAT:adalah jalan tubuh,
Tahu ketiadaan tubuh kita lahir dan bathin
Zahirnya tubuh batinnya anggota.
TARIKAT:adalah jalan hati,
Tempat bergantung baik dan jahat,lahir dan batin
Zahirnya akal bathinnya pangana/pengenal(=ingat kepada Allah)
HAKIKAT: adalah jalan nyawa
Pencari jalan kepada Allah,lahir dan batin
Zahirnya angin bathinnya Muhammad
MAKRIFAT:adalah jalan rahasia Allah yang punya pegang(urusan Allah) zahir dan bathin
Zahirnya Muhammad batinnya Allah
SYARIAT : kalau mati dimana kuburnya?
"Dapat dibumi yang tak berpijak"
TARIKAT : kalau mati dimana kuburnya?
"Dapat dilangit tak berbintang"
HAKIKAT : kalau mati dimana kuburnya?
"Dapat diangin yang tak berhembus"
MAKRIFAT : kalau mati dimana kuburnya?
"Dapat dilaut yang tak berombak"
MATI SYARIAT : mati TABI’I namanya.
MATI TARIKAT : mati MAKNAWI namanya.
MATI HAKIKAT : mati SURI namanya.
MATI MAKRIFAT :mati HISI namanya.
Bila ikhlas mengamalkan salah satu zikir dalam mata pelajaran Tharikat Naqsyabandiyah
maka Allah akan memberi rasa mati yang empat perkara.
1.Dapat merasakan MATI TABI’I
Yaitu mati panca indra yang lima,seluruh anggota tubuhnya secara lahir dan batin telah membaca Allah Allah dan suara alam ini seolah berzikir dan terdengar membaca kalimat Allah Allah,berzikir dengan sendirinya,hingga yang tinggal hanyalah rasa rindu terhadap Allah.Orang yang telah merasakan mati Tabi’i itulah orang yang telah sampai dengan Rahmat Allah pada maqam tajalli Af’alullah(nyata perbuatan Allah SWT).
2.Dapat merasakan MATI MAKNAWI
Yaitu merasakan dirinya lahir dan batin telah hilang dan seluruh alam ini telah lenyap semuanya,yang ada hanyalah kalimat Allah Allah semata-mata dimanapun ia memandang,kalimat Allah yang ditulis dengan Nur Muhammad.
Orang yang telah merasakan mati maknawi itulah orang yang telah sampai dengan rahmat Allah pada maqam Asma Allah SWT,atau biasa disebut maqam Tajalli Asma(nyata nama Allah SWT),nama dengan yang punya nama tidak terpisahkan sedikitpun.”Dengan nama Allah SWT,yang tidak memberi mudarat/binasa dilangit dan dibumi dan Dia maha mendengar lagi maha mengetahui”.
3.Dapat merasakan MATI SURI
Yaitu didalam perasaan orang itu telah lenyap segala warna-warni,
yang ada hanya Nur semata-mata,yakni Nurullah,Nur Dzatullah,Nur Sifatullah,Nur Asma Allah,Nur Af’alullah,Nur Muhammad,Nur Baginda Rosulullah,Nur Samawi,Nur ‘Ala Nur.
Inilah orang yang telah diberi pelita oleh Allah untuk meluruskan jalannya.
Orang yang telah merasakan mati suri itulah orang yang telah sampai dengan rahmat Allah pada makam Tajalli Sifattullah(Nyata Sifat Allah).
4.Dapat merasakan MATI HISI
Yaitu dalam perasaannya telah lenyap kalimat Allah,dan telah lenyap pula seluruh alam ini secara lahir dan batin,dan telah lenyap pula nur yang tadinya terang benderang,yang ada dan dirasakannya adalah Dzat Allah SWT,bahkan dirinya sendiripun dirasakannya hilang musnah,ia telah dibunuh Allah SWT.dan dialah sebagai gantinya,sebagaimana firman Allah SWT didalam Hadist Qudsi:
“Bahwasanya hamba-Ku,apabila AKU telah kasihi,AKU bunuh ia,lalu apabila telah AKU bunuh,maka AKUlah sebagai gantinya”
Maka langkahnya seolah-olah langkah Allah
Pendengarannya,pendengaran Allah
Penglihatannya,penglihatan Allah
Geraknya,kehendak Allah
Perbuatannya,perbuatan Allah
Orang yang telah mendapat mati hisi,ia akan melihat Allah SWT dalam perasaannya
Surat Al-Baqarah ayat 115 :
“Timur dan barat kepunyaan Allah SWT,kemana kamu menghadap,maka disana ada wajah Allah”
Surat An-Nisa ayat 126 :
“Dialah Allah yang awal,dan Dialah yang zhahir dan Dialah Allah yang batin”
Orang yang telah merasakan mati hisi ,itulah orang yang telah sampai dengan Rahmat Allah SWT pada maqam Tajalli Dzat.
wLLlahu a'lam bishshawab
 

Yang Dikatakan Rumah Allah


Tujuan besar kita menunaikan fardhu haji, adalah bertujuan untuk sampai kerumah Allah (Baitullah).
Tujuan besar kita menghadapkan hati kita kepada Kiblat, adalah bertujuan supaya tertuju kepada rumah Allah (Baitullah).
Barang siapa yang berjaya sampai kerumah Allah, akan bersih dosanya, suci putih hatinya dan terampun dosanya menjadi seperti bayi yang baru lahir.
Sayangnya tahukah kita dimana Rumah Allah?. Apakah rumah Allah itu diperbuat dari batu?. Apakah rumah Allah pernah terbakar?.. Apakah batu Hajaratul Aswat dirumah Allah itu pernah dicuri berpuloh tahun oleh tentera Rom?. Apakah rumah Allah pernah dilanda banjir. Apakah rumah Allah itu pernah runtuh. Apakah rumah Allah itu, harus ada kelambu. Orang buat rumah, mereka mendiami rumahnya, apakah Allah membuat rumah tidak didiamiNya?.
Ya Allah ya Tuhan ku, apakah ertinya semua ini?. Tidak Engkau menjaga rumah Mu sendiri, ya Allah?. Sehingga makhluk manusia yang menjaganya?. Manusia buat rumah tetapi menjaganya sendiri, apakah Engkau yang Maha Berkuasa, tidak menjaga rumah Mu ya Allah?.
Perkara-perkara ini atau elemen-elemen ini semua, adalah menjadi satu bahan bukti kepada ita yang mahu berfikir, dimanakah sebenarnya rumah Mu ya Allah?.
Ada pula terdapat dalam ayat suci Al-Quraan yang mengatakan bahawa ” Qalbu Mukmin Baitullah”. Qalbu mukminlah sebenar-benar rumah Mu. Yang mana satukah rumah mu yang sebenar ya Allah?
Apakah Baitullah itu ? Baitullah itu artinya adalah rumah ALLAH. Di manakah Baitullah yang kita kenal … ? Baitullah yang kita kenal itu adalah Ka’bah, yang ada di mesjidil Haram. Kalau begitu artinya, Baitullah itu jauh. Bukankah ALLAH mengatakan dalam Al-Quran, bahwa ALLAH itu dekat, bahkan lebih dekat kepadamu dari pada urat lehermu,…….. tapi kenapa mengatakan bahwa rumah-NYA jauh.. ? Kalau ALLAH dekat kepadamu melebihi dekatnya urat lehermu, harusnya rumah-NYA pun dekat bersamamu. Bagaimana menurutmu..?
ALLAH telah berfirman dalam hadits qudsi,
“Qalbul mukmin Baitullah.”
“Qalbu orang yang beriman itu adalah rumah ALLAH.”
“Tidak dapat memuat dzat-Ku bumi dan langit-Ku, kecuali “Hati” hamba-Ku yang mukmin, lunak dan tenang“
(HR Abu Dawud ).
Berarti rumah ALLAH itu ada dua. Ada yang jauh dan ada yang dekat. Ada yang simbolik dan ada yang sebenarnya. Ada yang syariat dan ada yang hakikat. Kita akan merasakan betapa nikmatnya berkunjung ke Baitullah yang di Makkah, apabila kita telah dapat berkunjung ke Baitullah yang sebenarnya yang ada pada diri kita. Kita akan merasakan nikmatnya berkunjung ke Baitullah yang Syari’at apabila telah pernah berkunjung ke Baitullah yang hakikat.
Dan adalah sebuah karunia yang besar bila kita dimampukan oleh Allah untuk dapat berkunjung kepada kedua Rumah Allah tersebut. Sinergi antara dua baitullah inilah yang insya Allah nantinya akan menciptakan sebuah Energi Resultante berupa Lompatan Quantum Energi SULTHONAN NASHIROH yang sangat besar. Keseimbangan yang harmonis antara energi makrokosmos dengan energi mikrokosmos ini akan membuat Seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrowi kita. Sedangkan energi Resultantnya akan memberikan kekuatan yang di sebut “ENERGI SULTHONAN NASHIROH” yang akan memampukan kita untuk menembus batasan-batasan langit yang selama ini membatasi jangkauan pandangan bathiniah kita. Terbukalah sebuah cakrawala baru yang lebih indah dan luas terbentang di depan mata bathin kita, yang akan mengantarkan kita untuk lebih mudah dalam mencapai kesuksesan abadi yaitu sukses di dunia dan sukses di akhirat.
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانفُذُوا لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ
“Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”( QS. Ar Rahmaan : 33 )
وَقُل رَّبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلْطَاناً نَّصِيراً
“Dan katakanlah: “Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (سُلْطَاناً نَّصِيراً)“( QS. Al Israa’ : 80)
Diriwayatkan oleh Syaikh Syamsuddin at-Tabrizi bahwa suatu hari ketika Syaikh Abu Yazid al-Busthami sedang dalam perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau mengunjungi seorang sufi di Bashrah. Secara langsung dan tanpa basa-basi, sufi itu menyambut kedatangan beliau dengan sebuah pertanyaan: “Apa yang anda inginkan hai Abu Yazid?”.
Syaikh Abu Yazid pun segera menjelaskan: “Aku hanya mampir sejenak, karena aku ingin menunaikan ibadah haji ke Makkah”.
“Cukupkah bekalmu untuk perjalanan ini?” tanya sang sufi.
“Cukup” jawab Syaikh Abu Yazid.
“Ada berapa?” sang sufi bertanya lagi.
“200 dirham” jawab Syaikh Abu Yazid.
Sang sufi itu kemudian dengan serius menyarankan kepada Syaikh Abu Yazid: “Berikan saja uang itu kepadaku, dan bertawaflah di sekeliling hatiku sebanyak tujuh kali”.
Ternyata Syaikh Abu Yazid masih saja tenang, bahkan patuh dan menyerahkan 200 dirham itu kepada sang sufi tanpa ada rasa ragu sedikitpun. Selanjutnya sang sufi itu mengungkapkan: “Wahai Abu Yazid, hatiku adalah rumah Allah, dan ka’bah juga rumah Allah. Hanya saja perbedaan antara ka’bah dan hatiku adalah, bahwasanya Allah tidak pernah memasuki ka’bah semenjak didirikannya, sedangkan Ia tidak pernah keluar dari hatiku sejak dibangun oleh-Nya”.
Syaikh Abu Yazid hanya menundukkan kepala, dan sang sufi itupun mengembalikan uang itu kepada beliau dan berkata: “Sudahlah, lanjutkan saja perjalanan muliamu menuju ka’bah” perintahnya.
Syaikh Abu Yazid al-Busthami adalah seorang wali agung yang sangat tidak asing lagi di hati para penimba ilmu tasawuf, khususnya tasawuf falsafi. Beliau wafat sekitar tahun 261 H. Sedangkan Syaikh Syamsuddin at-Tabrizi (yang meriwayatkan kisah di atas) adalah juga seorang wali besar (wafat tahun 645 H.) yang telah banyak menganugerahkan inspirasi dan motivasi spiritual kepada seorang wali hebat sekaliber Syaikh Jalaluddin ar-Rumi, penggagas Tarekat Maulawiyah (wafat tahun 672 H.).
 

Kenapa Islam Ada 4 Mazhab


Umum mengetahui di Malaysia, sejak dari kita dibangku pengajian awal agama lagi, kita telah diberitahu bahawa mazhab Sayfie adalah pegangan utama di negara ini.
Sungguhpun begitu, kita juga turut diberitahu terdapat 3 lagi mazhab di dunia ini yang diamalkan umat Islam.
Umum mengethaui Islam terbahagia kepada 4 mazhab yang mutlak iaitu:
Mazhab Syafie
Mazhab Hanbali
Mazhab Maliki
Mazhab Hanafi
Kesemua mazhab ini adalah sama berlandaskan pegangan Islam dan tiada tokok tambahnya.
Apakah perbezaan keempat-empat mazhab ini?
Kenapa tidak satu sahaja mazhab?
Kenapa mesti empat mazhab?
Pencerahnnya ialah mazhab berbeza dari segi feqah sahaja dan tidak sama sekali dari segi akidah.
Feqah adalah cara kita melakukan sesuatu ibadat sepertimana hukum untuk menunaikan solat, mengambil wudhuk dan sebagainya.
Sungguhpun begitu keempat-empat mazhab diatas adalah sama dari segi rukun iaitu solat wajib adalah 5 waktu sehari.
Manakala dari segi pegangan akidahnya pula adalah sama iaitu satu Tuhan dan satu Rasul S.A.W.
Salah satu faktor pecahan mazhab adalah kerana mengikut tempat dan geografi.
Contoh yang papling dekat adalah mazhab Syafie diamalkan di Malaysia.
Mazhab Hanafi diamalkan di negara timur tengah seperti Iraq.
Ironinya, perbezaan kedudukan geografi itulah menunjukkan pegangan mazhab perlu dilaksanakan.
Perbincangan tentang mazhab.
Berdasarkan mazhab Syafie di dalam rukun sembahyang adalah tidak dibenarkan seseorang itu ketika dalam sembahnyangnya bergerak 3 kali secara berturut-turut.
Manakala 3 lagi mazhab membenarkannya.
Untuk pengetahun pembaca, jika anda menunaikan fardhu haji di Mekah, mazhab Syafie tidak perlu diamalkan lagi.
Mengikut pada logiknya ialah, dengan dikelilingi ribuan manusia yang berhimpit-himpit di Mekah, maka agak sukar untuk anda statik pada kedudukan asal dalam melakukan solat.
Kesimpulan
Mazhab bukanlah pecahan agama, ia lebih kepada perbezaan pendapat yang dibincangkan oleh para ulamak untuk mencari jalan penyelasaian dalam sesuatu perdebatan mengenai rukun agama.
Ia dibincangkan untuk mengatasi masalah-masalah seperti diatas. Perbezaan pendapat perlu diterima bersesuai dengan situasi semasa.
Ada juga persoalan dimana bolehkah kita mengamalkan mazhab lain?
Dalam konteks ini ia diistilahkan sebagai talkin(menyempurnakan mazhab).
Jawapannya adalah tidak boleh sama sekali, melainkan:
Seseorang itu telah mendalami dan arif sepenuhnya keempat-empat mazhab ini.
Seseorang itu telah berhijrah atau berkunjung ke tempat yang mengamalkan mazhab lain.
Sungguhpun begitu, dia arif dengan kesemua mazhab diatas, adalah dinasihatkan supaya terus kekal dan konsisten dengan berpegang pada satu mazhab sahaja.
Contohilah Imam Al-Ghazali walaupun arif dengan kesemua mazhab, beliau tetap berpegang pada satu mazhab iaitu mazhab Syafie.
Sekali lagi diingatkan, mazhab bukanlah perbezaan agama, ia sebagai medium dalam memudahkan penganut agam Islam itu dalam menajalni ibadah sebagai mendekatkan diri dan mendapat kerdhaan dariNya.
Mazhab adalah penting dalam memberi umat Islam pemahaman mengenai nas-nas agama. Mazhab bukan pecahan di dalam agama

Tajali


Mengenai tajali Allah, bisa saja kepada siapa saja. terutama pada rasul-rasul, nabi-nabi, dan wali-wali-Nya. atau kepada siapapun yang dikehendakiNya. Apabila Allah bertajalli pada hambanya yang Ia kasihi, maka tangan, kaki, mata, telinga, hati, dan seluruhnya yang ada diri si hamba adalah tangan dan kaki Allah swt. Banyak hadis yang menerangkan perkara ini.
Penyaksian terhadap tajalli-nya Tuhan di dunia, menurut pendapat kalangan sufi, bisa saja terjadi. Tetapi bukan dengan mata kepala, melainkan mata hati yang memperolehi Nur Mukasyafah. Dalam hal ini, yang perlu dicatat adalah penglihatan yang dimaksudkan, bukan melihat Kunhi Dzat-Nya (keadaan rupa, bentuk atau warna dari Dzat Tuhan), yang diistilahkan “bi ghairi kaifin wa hashrin wa dlarbin min mitsalin”. Tetapi pandangan syuhud (mata hati).
Dalam pandangan sufisme Jawa, yang diserap dari ajaran para Wali, sangat kental keyakinan bahwa Tuhan bertajalli kepada hamba-Nya yang dikehendakiNya. Karena itu, disusunlah sebuah doa yang amat ampuh. Doa itu dibaca saat menjalankan tafakur. Pada zaman Panembahan Senopati Mataram, doa ini diajarkan untuk menjalankan lelaku. Dalam babad tercatat doa tajalli itu sebagai berikut:
Ingsun tajallining dzat
Kang Maha Suci
Kang Amurba amisesa
Kang kawasa angandika Kun Fayakun
Dadi sak ciptaningsun
Ana sak sedyaningsun
Teka sak kersaningsun
Metu saka kodratingsun
Dalam berdo’a kepada Allah, kita boleh memakai bahasa apa saja yang dapat kita mengerti dan pahami karena Allah Maha Tahu bahasa makhluknya apa yang di langit dan di bumi, kecuali dalam shalat kita wajib memakai bahasa Arab. Hal ini tidak terlepas dari hadits Nabi SAW : “Shalatlah seperti engkau melihat shalatku”.
Jalan Tajalli
Untuk mencapai Tajalli, diperlukan ketekunan. Bukan hanya itu, jalan yang harus dilaluinya beberapa lembah dan jurang, perjuangan demi perjuangan, kesungguhan, lapar dan dahaga, yang diistilahkan jurang fana, fana-ul fana, fana fillah wa baqa billah. Teori lain mengistilahkan Takhali, Tahalli, berjalan terus sampai pada Tajalli.
Takhalli adalah pengosongan dari sifat-sifat tercela, kemudian menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji yang disebut Tahalli. Pengosongan pikiran dan hati dari segala macam persoalan duniawi dan menghiasinya hanya semata-mata ‘dzikrullah’ (melihat yang diingat). Pengosongan dalam arti ‘fana segala yang fana’ hati dan pikiran itu pun fana, lalu terasa kemanisan, keindahan yang tiada tara. Istilahnya ‘rasa yang tiada berasa’.
Segalanya menjadi jelas, nyata dan terbentang. Itulah ‘mukasyafah’ (pembukaan). Di situlah tajalli Ke-Esa-an, laksana Musa AS yang sedang pingsan, dan Gunung Thursina pun hancur berantakan. Saking nikmat dam indahnya, Musa AS. Tidak mampu untuk berbicara, mana Musa? Mana gunung? Mana Tuhan? Akhirnya seperti apa yang dikatakanoleh Syech Junaid “Hakikat Tauhid (sebanar-benarnya tauhid) tiada lagi tanya, kenapa dan bagaimana.”
Dialog
Kalau Allah sudah bertajalli, maka tidak sekedar tajalli. Tetapi terjadi proses dialog antara hamba dengan Dzat Tuhan. Pembicaraan Allah dengan makhluknya disebut wahyu, untuk para Nabi dan Rasul, dan Ilham bagi manusia biasa. Ilham tidak bisa dijadikan dasar hukum, karena sifatnya sangat pribadi (perlu dirujuk kepada Al Quran dan Hadis).
Wahyu Allah kepada Nabi dan Rasul ada dua macam, yaitu melalui perantaraan malaikat Jibril, yang disebut Al-Quran untuk Nabi Muhammad SAW, dan wahyu langsung ke hati Rasul, yang disebut hadis Qudsi (firman dari Allah dan redaksinya dari Rasulullah).
Sedangkan bisikan Tuhan pada hati manusia biasanya (wali), baik sebagai petunjuk atau perintah, disebut Ilham. Sifatnya pribadi, tidak untuk disiarkan pada umum. Karenanya tidak boleh diceritakan secara sembarangan, terkecuali kepada ahlinya (orang yang memahami), orang yang menggeluti dunia sufi dan memahaminya. Jika diucapkan secara sembarangan, bisa menimbulkan fitnah dan sangat membahayakan.
Allah bisa saja berbicara kepada makhluk-mahlukNya, karena bersifat Mutakalim (Yang Maha Berbicara). Jangankan kepada Nabi dan Rasul, lebah-lebah pun mendapat perintahNya. Membuat sarang dan memproduksi madu di bukit dan di hutan. Ibu Nabi Musa (Maryam) yang manusia biasa, juga diberi wahyu, yang isinya petunjuk untuk menghanyutkan bayi Musa ke sungai Nil.
Banyak kisah auliya’ (wali-wali Allah) yang berdialog dengan Allah. Salah satunya yang terkenal adalah Abu Yazid Al-Bistami. Dalam kitab Ihya’, Imam Ghazali menceritakan karomah kekasih Allah ini, yang bersumber dari Yahya bin Muadz.
Yahya berkata kepada Abu Yazid, “Wahai tuanku, tolong tuan ceritakan pada saya tentang apa saja.” Lalu beliau menjawab: “ Aku ingin ceritakan padamu apa yang kira-kira baik buatmu. Aku telah Allah masukkan ke lapisan yang terbawah, lalu ia kelilingkan aku ke alam Malakut yang terbawah itu, dan Ia perlihatkan kepadaku lapisan bumi dan apa saja pada bagian bawah. Kemudian Allah angkat dan masukkan aku ke orbit yang tinggi dan Ia kelilingkan aku di ketinggian (langit) dan Ia perlihatkan padaku surga-surga dan ‘Arasy. Kemudian diletakkan aku dihadapan-Nya, seraya berkata: “Mintalah kepada-Ku apa saja, Aku akan berikan untukmu.” Aku pun berdatang sembah; “Ya Tuhanku, apapun yang aku lihat sudah cukup sudah cukup baik untukku. Lalu Ia berkata: “Hai Abu Yazid, engkaulah hamba-Ku yang benar, engkau sembah Aku hanya semata-mata karena-Ku.
Tercatat cukup banyak dialog muhadasta (antara seorang hamba yang bukan Nabi atau Rasul) dengan Allah SWT. Sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Buchari dikatakan: “Dari ‘Ady ibni Hatim, beliau berkata, bahwa Nabi telah bersabda: “Seseorang kamu akan bercakap-cakap dengan Allah tanpa ada penterjemah dan dinding yang mendidinginya.”

Tercapainya khusyuk (zikirullah)


Dalam solat, hati mesti mengingati Allah dengan penuhkhusyuk. Firman Allah dalam surah Toha ayat 14 yang bermaksud: “…dan dirikanlah sembahyang untuk mengingati Daku.”Kita hanya akan dapat mencapai khusyuk dalam solat jika hati kita sentiasa berzikrullah diluar solat. Rasulullah s.a.w sentiasa ingat akanAllah sepanjang masa, sehingga semasa tidur pun baginda s.a.w ingat Allah. Baginda s.a.w bersabda yang bermaksud: “Sesungguhnya dua mataku tidur sedangkan hatiku tidak tidur.”
Seorang mukmin yang beramal dengan tarekat tasawuf sentiasa meniru amalan zikir Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w sentiasa berzikir.Oleh sebab itu, mudah Rasulullah s.a.w khusyuk dalam solat.Begitulah juga ahli tarekat sepatutnya mudah khusyuk dalam solat.
Amalan zikir dalam sesuatu tarekat sememangnya bertujuan dapat mengubahkeadaan hati daripada lalai (ghaflah) kepada sedar (yaqazah). Malahan keadaan hati akan terus bertambah baik sehingga hati akan tenggelam dalam mengingati Allah. Mari kita lihat tingkat-tingkat zikir seperti yang diajarkan oleh Ibnu Ata’illah dalam kitabnya Hikam.Menurut beliau, zikirullah ada empat tingkat:
a) Zikir ghaflah
Di tingkat zikir ghaflah, tazakkur (satu unsur penting dalam yaqazah) belum berlaku, kerana hati masih lalai (ghaflah).Hati yang lalai tidak berfungsi.Hati yang tidak berfungsi adalah hati yang tidur. Hati yang tidur sama juga dengan hati yang mati. Hati inilah yang disebutkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Jawahir al-Quran dengan katanya: “Sesungguhnya anda hidup di dunia ini (hati anda) tidur, sekalipun tubuh badan anda berjaga.Hati manusia tidur. Apabila mereka mati, maka hati mereka baru terjaga”.Jika hati tidur tentulah sangat sukar untuk khusyuk dalam solat.Sebaliknya solatnya tenggelam dalam lautan lalai.
b) Zikir yaqazah
Di tingkat dhikiryaqazah, tazakkur baru bermula, kerana hati telah sedar atau telah terjaga atau telah hidup dan dilimpahi cahaya hidayat Allah. Firman Allah dalam surah Al-An’am ayat 122 yang bermaksud: “dan Adakah orang yang hatinya mati, kemudian Kami hidupkan, dan Kami jadikan baginya cahaya hidayat yang menerangi (sehingga dapatlah ia membezakan antara yang benar dengan yang salah, dan dapat) menyampaikan kebenaran itu kepada masyarakat manusia, (adakah orang yang demikian keadaannya) sama seperti orang yang (hatinya tetap mati) berada dalam berbagai kegelapan, yang tidak dapat keluar sama sekali daripadanya”.
Di tingkat ini, nur hidayah yang Allah limpahkan ke dalam hati diistilahkan dengan nur intibah, kerana hati menjadi sedar dan hidup.Orang yang menerima permulaan tazakkur ini digelarkan dengan gelaran salik.Golongan salik inilah yang mempunyai peluang yang besar untuk mendapat khusyuk yang minima dalam solat, kerana khusyuk dihubungkan dengan hati yang ingatkan Allah. Firman Allah dalam surah al-Hadid ayat 16 yang bermaksud: “Adakah belum sampaikah lagi masanya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyuk hati mengingati Allah serta membaca (Al-Quran) yang diturunkan (kepada mereka)?...”
c) Zikir hudur
Di tingkat zikir yang ketiga, ingatan dan tumpuan hati kepada Allah menjadi cukup kuat sehingga hati tertumpu kepada Allah semata-mata.Nur yang dilimpahkan oleh Allah melalui ruang hati diistilahkan sebagai nur al-Iqbal.Dengan nur tersebut, hati benar-benar takut dan gerun terhadap Allah disamping bergantung kepada rahmatNya semata-mata.Hati orang tersebut menjadi merdeka dari semua pengaruh makhluk.Hati tersebut hanya menjadi hamba Allah, yang membolehkan orang tersebut terus bersifat sabar semata-mata inginkan Allah dan keredhaanNya.Orang yang disampaikan di peringkat ini digelarkan dengan salik yang khawas atau salik yang khusus.Golongan inilah yang dapat khusyuk dalam solat yang lebih baik.
d) Zikir ghaiybah
Di tingkat zikir ke empat, tazakkur menjadi sempurna.Nur yang Allah limpahkan ke dalam ruang hati diistilahkan dengan nur al-Wisol iaitu suatu Nur khusus yang menyampaikan hati seseorang ke tingkat haqiqat dan makrifatullah, atau menyampaikannya ke tingkat Ihsan.Di peringkat inilah biasanya orang tersebut mengalami fana’dan kemudiannya diletakkan oleh Allah dalam keadaan baqa’.Menurut ulama-ulama tasawuf, orang yang sampai di peringkat ini dikenali sebagai salik yang khawasul-khawas atau salik yang khususul-khusus.Golongan inilah yang benar-benar dapat mencapai khusyuk sebenar dalam solat.