Laman

Rabu, 07 Mei 2014

Bersikap Adil terhadap Ir Joko Widodo

Bersikap Adil terhadap Ir Joko Widodo [[[Joko Widodo]]]
Oleh: Mohamad Sobary
Kalau direnungkan secara jernih, dengan sikap egaliter dalam memandang orang lain, bagaimana bisa seorang warga negara biasa, yang sama dengan kita, tiba-tiba disalahkan secara ramai-ramai dan diminta bertanggung jawab atas suatu perkara yang bukan kesalahannya?
Jokowi itu warga negara merdeka dan boleh tidak berpikir mengenai apa yang berada di luar domain politik yang ruwet ini. Dilihat dari sikap, pemikiran, gaya hidup, dan ungkapan-ungkapan kebahasaannya, kita tahu ia hidup tanpa pretense yang bukan-bukan.
Pernahkah ia (seharusnya “beliau”) menginginkan kita menjadikannya political hero di tengah suasana politik yang sumpek, macet-cet, bau busuk korupsi besar-besaran, tanpa kesegaran, dan tanpa jalan keluar ini?
Tidak. Ia tak pernah berambisi menjadi apa yang bukan dirinya. Ia belum cukup pengalaman untuk berlagak sok pemimpin. Keluguannya otentik dan tulus. Keluguan macam itu mahalnya minta ampun. Ini sikap, gaya hidup, dan karakter yang tak terbeli dan memang tak dijual.
Pernahkah Jokowi membujuk-bujuk orang banyak agar mereka begitu antusias menyayanginya, sampai pada tingkat histeris seperti yang terjadi belakangan ini?
Tidak. Ia tak pernah berbuat senista itu. Hal-hal seperti itu hanya bisa dilakukan para tokoh politik yang tua-tua, yang kenyang kemegahan masa lalu dan masih ingin menikmatinya terus menerus.
Apakah semua fenomena yang terjadi di media, yang begitu hiruk pikuk itu, “buatan” Jokowi?
Bukan. Histeria massa yang terjadi di lapis bawah dalam masyarakat kita itu, niscaya tak akan sampai seluas itu kalau orang-orang media tidak ikut “histeris” dan haus akan pahlawan pujaan. Kekuatan besar yang membuat ini semua adalah media.
Apakah Jokowi pernah berharap agar dia diperlakukan seperti orang suci dalam politik? Atau sejenis “pahlawan” yang baru tampil?
Tidak. Jokowi itu sebuah kitab terbuka. Kita bisa membaca apa yang tertulis di luar, kata-katanya, tindakannya, bahasa tubuhnya, senyumnya, niscaya sama dengan apa yang tertulis di dalam, yang berhubungan dengan isi hatinya, cita-citanya, dan aspirasinya. Ia tak menyembunyikan suatu keculasan, atau kelicikan.
Bagaimana ia bisa melejit seperti roket dalam waktu pendek dan begitu berwibawa di mata para pengagumnya, sehingga semua kritik kepadanya dilawan habis oleh pengagum-pengagum fanatik itu?
Patut dicatat, ini bukan salah Jokowi. Bukan pula manipulasi politik untuk membius para pengagum.
Fanatisme yang begitu meluas, hampir secara dadakan ini, bisa ditelusuri latar belakang psikologi politiknya. Kita tahu, semua politikus di Jakarta, yang mapan-mapan tadi, tampil dengan gaya kelas atas yang tak nyambung dengan gaya rakyat pada umumnya. Jokowi kebalikannya; ia mewakili tampang rakyat jelata dan dengan sendirinya dipuja-puja. Itu matematika politik biasa.
Puja-memuja ini salah atau benar, itu soal lain. Itu isu politik lain. Namun, mengenai gaya konvensional, sok kelas atas, ke mana-mana berseragam tapi kadang berlagak populis, ini parah. Kecuali gaya itu memuakkan rakyat pada umumnya, sikap populis tadi tidak matching sama sekali dengan penampilan mereka. Ini kemunafikan politik.
Tidak Adil
Kita tahu, kemunafikan umum sudah tak bisa disembunyikan lagi. Rakyat tahu itu semua. Tokoh-tokoh bicara pemberantasan korupsi, antikorupsi. Namun, pada saat yang sama mereka korup luar biasa. Orang merasa menemukan obat yang baik. Obat itu Jokowi.
Pilihan baru dan alternatif yang dianggap baik itu ternyata tidak mampu mengangkat perolehan suara PDIP dalam pileg lalu. Semua orang, ahli-ahli politik dan para politikus, ramai-ramai menyalahkan Jokowi. Begitu juga media. Mereka semua sama emosionalnya dengan rakyat yang menjagokan Jokowi.
Jokowi yang “turba” ke mana-mana, dadakan, mengejutkan, dan berkomunikasi dengan rakyat dalam bahasa rakyat, beberapa waktu lalu “dipuja-puja”, dianggap hebat, dan otentik. Ketika terbukti tak berpengaruh terhadap perolehan suara PDIP, ada pengamat yang menyalahkannya. Katanya tak sama dengan Bung karno.
Ini sikap tidak konsisten. Dulu, ia diam saja dan mungkin ikut “memuja” Jokowi [[[Rakyat Bersatu Mendukung Jokowi Presiden Ri 2014]]]. Sekarang menyalahkan pengaruhnya yang tak terasa bagi PDIP, lalu membandingkannya dengan Bung Karno. Ini tidak adil. Bung Karno tak usah dibawa-bawa. Semua orang tak akan pernah sebanding dengan beliau.
Mbak Mega menjagokannya, tidak salah. Pertama, ada gelombang besar dalam PDIP, yang bergabung secara nasional, membangun suatu aliansi pendukung Jokowi. Kalau aspirasi anak-anaknya sudah begitu, apa salah kalau Mbak Mega mengabulkannya?
Munculnya Jokowi diduga sebagai jalan keluar politik yang baik. Semua, dalam lingkungan PDIP [[[PDI Perjuangan]]], kurang lebih berharap sama. Orang luar yang tak tahu-menahu urusan internal partai itu menyuruh pencalonan Jokowi ditinjau kembali. Ada penyesalan atas pencalonan itu.
Ini kewenangan internal PDIP. Keputusan sudah diambil dan pasti dengan segenap pertimbangan. Mau ditinjau ulang atau tidak, pencalonan itu terserah Mbak Mega dan mekanisme internal partai.
Saya tak mengenal Jokowi secara pribadi. Bertemu pun belum pernah. Tapi saya tak bisa diam melihat sikap orang banyak yang menyalahkan Jokowi. Ini tidak adil dan tidak bijaksana. “Ring tinju” politik untuk Jokowi belum dibuat. Evaluasi fatal-fatalan seperti itu belum saatnya dikemukakan. Kita perlu bersikap adil terhadap Jokowi [[[Joko Widodo (Jokowi), Jokowi Calon Presiden, Jokowi Presidenku, jokowipresiden.com, Jokowi Presiden RI, Relawan Pro Jokowi Presiden, Jokowi-Prananda 2014, Jokowi, Joko Widodo Gubernur DKI Jakarta 2012-2017, Jokowi (Joko Widodo), Joko Widodo dan Basuki T Purnama untuk Jakarta Baru]]]

Di akhirat kau akan berada di tempat damai dan di surga yang tinggi.

andaikata sesuatu dari dunia ini
mendatangimu, ia takkan merugikanmu. Maka
yang datang kepadamu merupakan bagianmu
dari-Nya, yang tersucikan, demi kamu, oleh
tindakan Allah, kehendak-Nya dan dengan
perintah-Nya ia mencapaimu. Ia akan
mencapaimu dan kau akan terpahalai, asalkan
kau memperolehnya dalam kepatuhan kepada-
Nya; persis sebagaimana akan dipahalainya
kamu karena menunaikan shalat dan puasa. Dan
kau akan diperintahkan, tentang yang bukan
hakmu, untuk memberikannya kepada para
sahabat, tetangga dan peminta yang layak
memperoleh uang zakat sesuai dengan
kebutuhan. Maka urusan-urusan akan diberikan
kepadamu, sehingga kau tak mampu
membedakan antara yang layak dan yang tak
layak, dan antara kabar burung dengan
pengalaman sejati. Maka urusanmu akan menjadi
putih bersih, yang tiada kegelapan dan keraguan.
Maka dari itu, bersabarlah, senantiasa
bertakwalah, perhatikanlah masa kini, tenanglah,
tenanglah! Waspadalah! Selamatkanlah dirimu!
Selamatkanlah dirimu! Segeralah! Segeralah!
Takwalah kepada Allah! Takwalah kepada Allah!
Tundukkanlah pandanganmu! Tundukanlah
pandanganmu! Palingkanlah matamu!
Palingkanlah matamu! Berlaku baiklah! Hingga
datang takdir dan kau kami bawa ke depan.
Maka akan lenyap darimu segala yang
memberatkanmu, kemudian kau dimsukkan ke
dalam samudra nikmat, kelembutan dan kasih
sayang, dan dibusanai dengan busana nur dan
rahasia-rahasia Ilahiah. Lalu kau didekatkan,
diajak bicara, diberi karunia, dilepaskan dari
kebutuhan, dikukuhkan, dimuliakan dan dilimpahi
kata-kata : “Sesungguhnya kamu pada sisi Kami
adalah orang yang berkedudukan tinggi lagi
dipercaya.” (Qs.12:54).
Lalu tebaklah keadaan Yusuf dan para shiddiq
ketika ia disapa dengan kata-kata ini dari lidah
Raja Mesir, Raja dari Fir’aun. Jelaslah, itulah
lidah Raja yang menyatakannya, yang adalah
Allah, yang berbicara melalui lidah pengetahuan.
Kepada Yusuf dianugerahkan kerajaan bendawi,
yaitu kerajaan Mesir, juga kerajaan jiwa, yaitu
kerajaan pengetahuan, ruhani, nalar, kedekatan
dengan-Nya dan kedudukan tinggi di hadapan-
Nya. Allah berfirman : “Dan demikianlah Kami
anugerahkan kepada Yusuf kekuasaan atas (ia
berkausa penuh) ke manapun ia
suka.” (Qs.12:56).
Negeri di sini ialah Mesir. Mengenai kerajaan
ruhani, Allah berfirman : “Demikianlah, agar Kami
palingkan darinya kemungkaran dan kekejian.
Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba pilihan
Kami. “ (Qs.12:24).
Mengenai kerajaan pengetahuan, Allah
berfirman : “Yang demikian ini adalah sebagian
dari yang diajarkan keapdaku oleh Tuhanku.
Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama
orang-orang yang tak beriman kepada
Allah.” (Qs.12:37).
Bila kua disapa, wahai orang saleh, berarti kau
dianugerahi banyak pengetahuan nan agung,
kekuatan, kebaikan, kewalian biasa, dan perintah
yang mempengaruhi ruhani dan yang bukan
ruhani, dan teranugerahi daya cipta, dengan izin
Allah, segala yang di dunia ini, mesti akhirat
belum tiba. Di akhirat kau akan berada di tempat
damai dan di surga yang tinggi.
Syaikh Absul Qadir AJ qs

Mutiara Hikmah


Halaman ini berisikan kutipan beberapa Hadist Rasulullah SAW serta beberapa perkataan singkat penuh hikmah. Untuk penjelasan lebih lengkap, silakan saudaraku merujuknya pada guru/ustadz yang berkompeten dibidangnya serta kitab-kitab yang terkait dengan kutipan ini.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam.”
(HR. Bukhari)
Rasulullah SAW bersabda:”Barangsiapa berpagi-pagi dan akhirat menjadi obsesi terbesarnya, maka Alloh akan menghimpun seluruh kebutuhannya untuknya dan menjadikan kekayaan ada di dalam hatinya. lalu dunia akan mendatanginya dengan menunduk. Dan barangsiapa yang dunia menjadi obsesi utamanya, maka Alloh akan membuyarkan impiannya, dan menjadikan kemiskinan di depan matanya dan dunia tidak akan mendatanginya kecuali apa yang sudah ditetapkan untuknya.”
(HR. Turmudzi)
Rasulullah SAW bersabda:”Jadikanlah anak-anakmu hanya takut kepada Alloh”
(HR. Thabrani)
Diantara tertib terpenting bagi orang yang menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat ialah; Menjauhi sifat-sifat sombong, berlaku kasar, berkata nista dan mencaci maki terhadap orang yang mengerjakan maksiat. Sebab, yang demikian bisa menghapuskan pahala yang besar dan bahkan mendatangkan dosa dan siksa. Bisa jadi ketimpangan sikap itu akan menyebabkan kebenaran yang diserukannya itu ditolak oleh orang-orang yang mengerjakan maksiat.
(Habib Abdullah Al Haddad)
Seorang mukmin adalah pemimpin bagi dirinya dan selalu menghisab dirinya.
(Hasan Al Bashri)
Jika engkau merasakan kekesatan dalam hatimu, maka duduklah dengan orang-orang yang berdzikir dan orang-orang zuhud”
(Ahmad bin Abi Al Hawari Ad Damsyiqi)
Jangan remehkan sedikitpun tentang ma’ruf, meskipun hanya menjumpai kawan dengan berwajah ceria (tersenyum).
(HR. Muslim)
Wahai manusia, engkau memang memerlukan bagianmu dari dunia. Tapi engkau lebih memerlukan bagianmu di akhirat. Jika bagianmu bermula dari akhirat, maka bagianmu kepada akhirat akan terlewati. maka aturlah dengan sebaik-baiknya. Tapi bila engkau memulai dari bagianmu di dunia, maka bagianmu di akhirat akan hilang sedangkan bagian duniamu terancam bahaya.
(Mu’adz bin Jabbal .ra)
Jika manusia takut pada neraka sebagaimana ia takut pada kemiskinan, niscaya ia akan selamat dari keduanya. jika ia menginginkan surga sebagaimana ia menginginkan kekayaan niscaya ia akan mendapatkan keduanya. Dan jika ia takut pada Alloh dalam hatinya sebagaimana ia takut pada Alloh dalam perilakunya secara lahir, niscaya ia bahagia di dunia dan akhirat.
(Ahli Hikmah)
Jangan sekali-kali engkau menganggap ada sesuatu lebih penting dari jiwamu sendiri. Karena sesungguhnya, tak ada istilah sedikit dalam perbuatan dosa.
(Umar bin Abdul Aziz)
Jika engkau menghadapi dunia dengan jiwa lapang, engkau akan memperoleh banyak kegembiraan yang semakin lama semakin bertambah, semakin luas, duka yang semakin mengecil dan menyempit. Engkau harus tahu bahwa bila duniamu terasa sempit, sebenarnya jiwamulah yang sempit, bukan dunianya.
(Ar Rafi’i dalam Wahyul Qalam)
Alloh merahmati seorang hamba yang berhenti saat terlintas keinginannya. Jika itu dilakukan untuk Alloh, ia lanjutkan, jika tidak ia tunda.
(Hasan Al Bashri)
Rasakanlah kerendahan saat engkau ruku’ dalam sholat. Karena engkau meletakkan jiwamu pada asalnya, yakni tanah. mengembalikan cabang ke pokoknya, dengan cara bersujud ke tanah yang darinya engkau diciptakan.
(Imam Al Ghazali)
Rasulullah SAW bersabda:”Kemuliaan seseorang adalah agamanya, harga dirinya (Kehormatannya) adalah adalah akalnya, sedangkan ketinggian kedudukannya adalah akhlaknya.
(HR. Ahmad dan Al Hakim)
Rasulullah SAW bersabda:”Kebijaksanaan adalah tongkat yang hilang bagi seorang mukmin. Dia harus mengambilnya dari siapa saja yang didengarnya, tidak peduli dari sumber mana datangnya.
(HR. Ibnu Hibban)
Rasulullah SAW bersabda:”Alangkah baiknya orang-orang yang sibuk meneliti aib diri mereka sendiri dengan tidak mengurusi (membicarakan) aib-aib orang lain.
(HR. Ad-dailami)
Janganlah kamu menjadi orang yang ikut-ikutan dengan mengatakan, kalau orang berbuat kebaikan, kami pun akan berbuat kebaikan dan kalau mereka berbuat zalim, kami pun akan berbuat zalim. Tetapi teguhkanlah dirimu dengan berprinsip, kalau orang lain berbuat kebaikan, kami berbuat kebaikan pula dan kalau orang lain berbuat kejahatan, kami tidak akan melakukannya.
(HR. Attirmidzi)
Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak mengasihi dan menyayangi yang lebih muda, tidak menghormati orang yang lebih tua, dan tidak beramar ma’ruf dan nahi munkar.
(HR. Attirmidzi)
Permudahlah (segala urusan), jangan dipersulit dan ajaklah dengan baik, jangan menyebabkan orang menjauh.
(HR. Muslim)
Bila seseorang dari kamu sedang marah hendaklah diam.
(HR. Ahmad)
Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk.
(HR. Bukhari dan Al Hakim)
Tiada seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa.
(HR. Bukhari)
Seorang yang baik keislamannya ialah yang meninggalkan apa-apa yang tidak berkepentingan dengannya.
(HR. Ahmad)

WASIAT PAMUNGKAS AL- IMAM AL-GHOZALI RA YANG DITULISNYA DAN DILETAKKAN DIBAWAH BANTALNYA


Ketika Al-Imam Al-Ghozali terbangun pada dini hari dan sebagaimana biasanya melakukan sholat dan kemudian beliau bertanya kepada adiknya:“Hari apakah sekarang ini? ” Adiknya pun langsung menjawab; “Hari senin.” Beliau kemudian memintanya untuk mengambilkan sajadah putihnya, lalu beliau menciumnya, Menggelarnya dan kemudian berbaring diatasnya sambil berkata lirih: “Ya Alloh,
hamba mematuhi perintahMu,” … dan beliau pun menghembuskan nafas terakhirnya. DI BAWAH BANTALNYA, mereka menemukan BAIT-BAIT/ TULISAN BERIKUT, yang ditulis oleh Al-Imam Al-Ghozali RA., (barangkali pada malam sebelumnya). “Katakan pada para
sahabatku, ketika mereka melihatku mati, Lalu Menangis untukku dan berduka bagiku, maka Janganlah mengira bahwa
jasad yang kau lihat ini adalah aku. Dengan nama Alloh, kukatakan padamu, ini bukanlah aku, Aku adalah jiwa, sedangkan ini hanyalah seonggok daging. Ini hanyalah rumah dan pakaianku sementara waktu.
Aku adalah harta karun, jimat yang
tersembunyi, dibentuk oleh debu yang menjadi singgasanaku, Aku adalah mutiara, yang telah meninggalkan rumahnya, Aku adalah burung, dan badan ini hanyalah sangkarku. Dan kini aku lanjut terbang dan badan ini kutinggal sebagai kenangan Puji Tuhan, yang telah membebaskan aku. Dan menyiapkan aku sebuah tempat di surga tertinggi, Hingga
hari ini , aku sebelumnya mati, meskipun hidup diantara kamu. Kini aku hidup dalam kebenaran, dan pakaian kuburku telah ditanggalkan. Kini aku berbicara dengan para malaikat diatas, Tanpa hijab, aku bertemu muka dengan Tuhanku. Aku melihat Lauh Mahfudz, dan didalamnya aku
membaca apa yang telah, sedang dan akan terjadi. Biarlah rumahku runtuh, baringkan sangkarku di tanah, Buanglah sang jimat, itu hanyalah sebuah kenang-kenangan, tidak lebih. Sampingkan jubahku, itu hanyalah baju luarku, Letakkan semua itu dalam kubur, biarkanlah terlupakan. Aku telah melanjutkan perjalananku dan kalian semua tertinggal. Rumah kalian bukanlah tempatku lagi. Janganlah berpikir bahwa mati adalah kematian, tapi itu adalah
kehidupan, Kehidupan yang melampaui semua mimpi kita disini, Di kehidupan ini, kita diberikan tidur, Kematian adalah tidur, tidur yang diperpanjang Janganlah takut ketika mati itu mendekat, Itu hanyalah keberangkatan menuju rumah yang terberkati ini. Ingatlah akan ampunan dan cinta Tuhanmu, Bersyukurlah pada KaruniaNya dan datanglah tanpa takut.
Aku yang sekarang ini, kau pun dapat menjadi seperti ini. Karena aku tahu kau dan aku adalah sama. Jiwa-jiwa yang datang dari Tuhannya, Badan-badan yang
berasal sama. Baik ataupun jahat, semua adalah milik kita. Aku sampaikan kepada kalian sekarang pesan yang menggembirakan. Semoga kedamaian dan kegembiraan Alloh menjadi milik kalian selamanya. Lahu Al-Fatihah..............

Abdul Hamid Mudjib Hamid

Rahasia Para Awliya


Sayyidina Abdul Qadir Jailani kala itu sedang berada di Baqhdad. Beliau dengan murid terbaiknya mendaki bukit yang sangat tinggi. Beliau ingin mengujinya. Didorongnya murid itu agar jatuh ke sungai. Murid itu menyerah, tunduk pada syaikhnya. Dia adalah bayangan syaikhnya. “Bayangan” berarti kalian menyerah, namun tidak secara total. Masih ada keraguan di dalam hati . Apakah yang dimaksud sebagai ‘menyerah secara total’ ?
Para syaikh mengatakan : “ Kami tidak ingin seseorang datang pada kami seperti mayat, karena meskipun sudah jadi mayat, mereka masih menyimpan keinginan.”
Ketika kalian meninggal, kalian masih mempunyai keinginan dan belum menyerah secara total. Nabi ( kedamaian tercurah pada beliau ) bersabda bahwa ketika seseorang meninggal dan kalian memandikannya dengan air dingin, maka jasad itu akan mengatakan : “ Ini terlalu dingin. Buatlah hangat sedikit.” Jika terlalu panas, jasad itupun mengatakan : “ Buatlah agak dingin sedikit.” Dan jika kalian menggosok mayat itu dengan kasar, diapun bisa merasakan sakit. Itulah mengapa Nabi mengatakan , ” Sayangilah jasad orang mati, karena meskipun tidak bisa bicara, dia bisa merasakan.”
Itulah mengapa dalam Islam tidak diizinkan memotong jasad atau melakukan otopsi apalagi membakarnya. Mereka merasakan apapun tanpa kalian sadari. Walaupun dalam keadaan seperti ini, mayat itu masih belum ada penyerahan total. Penyerahan diri yang benar adalah ibarat selembar daun. Jika mengering, diapun jatuh dan daun itu pergi kemanapun angin membawanya, ke utara atau selatan atau barat. Bahkan jika angin itu terseret ke dalam api, daun itu tidak mengatakan apapun. Menyerah total seperti inilah yang kami inginkan dari para murid. Tidak ada keinginan lagi. Ketika sayyidina Abdul Qadir mendorong muridnya, maka yang terjadi adalah dia memang menyerah, namun masih ada tanda tanya di dalam hatinya, “ Atas alasan apa syaikh mendorongku terjun ke sungai ?” Murid itu menerima apapun, jika syaikhnya menginginkan dia mati, diapun rela mati demi syaikhnya. Tapi dia masih bertanya : atas alasan apa ? apakah kearifan dibalik ini ?
Kearifannya, hai kalian murid-murid yang idiot ! adalah untuk memberikan rahasia kalian. Segera setelah murid sampai ke air, tangan syaikh berada di bawahnya. Syaikh mampu mendeteksi apa yang ada didalam hati muridnya. Itulah mengapa kami mengatakan bahwa duduk didekat syaikh seperti duduk di dekat api. Satu kesalahan saja mampu membakar kalian. Dan itulah sebabnya murid sayyidina ‘Ubaydu-l-Lah al-Ahrar selalu memilih duduk didekat deretan sepatu-sepatu daripada di dekat syaikhnya. Mereka sadar akan maqamnya, biarkan yang lain ingin mengambil apa yang ingin diambil, aku tidak tertarik. Batasku masih sampai sepatu, aku tidak lebih baik dari sepatu. Itulah maqamku di hadapan syaikhku, yaitu membersihkan sepatu.
Maqam seperti itulah yang dibutuhkan. Bukannya duduk dengan sombong agar dikira seorang alim besar. Kalian belum sampai tingkatan itu. Jika waktunya sampai, syaikh akan memberikan kekuatan itu. Jika belum siap, syaikhpun tidak akan memberikannya. Kalian masih harus berjalan terus sampai meraih pemahaman yang benar tentang syaikh. Bay’at sebenarnya bukanlah sesuatu yang mudah untuk diberikan. Di abad ini, sebagaimana saya katakan, para awliya bertanya pada Nabi : Ya Rasulullah, apa yang bisa kami lakukan ? ini sungguh sulit.
Para awliya ada di seluruh penjuru dunia. Sedikitnya sekali dalam seminggu, setiap manusia, walaupun dia sedang duduk di puncak gunung manapun pasti bertemu dengan seorang wali yang datang mengucapkan salam padanya. Kadang hanya melihatnya dan pergi. Kalian bahkan tidak sadar bahwa dia adalah seorang wali. Beliau mendatangi kalian dengan berbagai macam samaran. Beliau memandang kalian, mengambil dosa-dosa kalian dan pergi. Itulah tugas seluruh awliya dan mereka ada dimana-mana.
Ketika para awliya ini melihat segala macam kegelapan dan ketidak pedulian menutupi dunia ini, mereka meminta dan memohon pada Nabi dan Nabi memohonkannya pada Allah SWT agar diberi izin lebih dan kekuatan lebih bagi para wali untuk menanggung berbagai tanggung jawab murid-muridnya.