Laman

Rabu, 29 November 2017

HAK ITU INI UNTUK SIAPA

Ilmu itu menetapkan bagimu suatu hak, dan bagi Allah suatu Hak pula.
.
Sedangkan makrifat itu pada umumnya menetapkan semua hak bagi Allah.
Dan tiada ia (makrifat) menjadikan bagimu suatu hak apapun.
.
Dalam kekhususannya, makrifat itu tidak menjadikan bagi dan atasmu suatu hak,
.
karena ia memperkenalkan padamu “mula pertama” dan “Pengulangan kembali dalam hukum Ketunggalan Ilahiat”.
.
Dan menghapus daripadamu apa-apa yang
nantinya akan kembali kepada erti dan makna dirimu,
.
maka tiadalah menjadikan atasmu suatu hak, karena engkau bukan lagi dengan engkau,
.
juga bukan untukmu karena engkau bukan daripadamu.
.
Dan ini adalah suatu “maqam pengguguran” segala peraturan dan urusan (Lemparkan semua ikhtiar,lemparkan semua usaha dan segala tuntutan).
.
Ini adalah derajat dalam lingkungan
makrifat yang menuju dalam masuk Al-Waqwah (berdiri tegak "ALIF").
.
Dan mula pertamanya memasuki Al
Waqwah ialah meniadakan siwa (selain Allah)
sebagai pendamping (seteru atau sekutu)
.
“Hanya sesungguhnya Al Waqwah itu dengan Al Haq (Allah) dimana “Tiada Tuhan Selain Allah” dan “Tiada selain Nya”.
.
Inilah maqam yang berkesudahan padanya yang menguntungkan jiwa.
“Maqam “ Dan tiadalah aku melakukan itu dari
kemauanku sendiri”(Qs. Al-Kahf 18 : 82)
.
Kalimat yang diucapkan Sayidina Al Khidr dalam Al Qur’an dikala ia “Melobangi perahu” “Membunuh seorang pemuda” dan “ Membangun tembok” tanpa alasan-alasan yang terang.
Dan inilah maqam-maqam :
.
“Tiadalah antara Ku dan antaramu antara”.
.
“Tiadalah antara Ku dan antaramu ‘Engkau”.
.
“Tiadalah antara Ku dan antaramu .. perbuatan
apapun”.
.
“Dan tiadalah engkau yang melempar ketika engkau melempar, malainkan Allah-lah yang melempar “ (Qs. Al-Anfal 8:17).
.
“Dan bukanlah engkau yang membunuh mereka, tetapi Allah-lah yang membunuh mereka”.
(Qs. Al-Anfal 8 : 17)
.
Tabarakallah.Aminullah

Cahaya Hati

HATI ADALAH BADAN DAN RUH ADALAH NYAWANYA. RUH PULA YANG LANGSUNG TERKAIT DENGAN TUHAN DAN KETERKAITAN ITU DINAMAKAN AS-SIR (RAHASIA). RUH ADALAH NYAWANYA HATI DAN SIR ADALAH NYAWANYA RUH. BOLEH JUGA DIKATAKAN BAHWA HAKIKAT HATI ADALAH RUH DAN HAKIKAT RUH ADALAH SIR. SIR ATAU RAHASIA YANG SAMPAI KEPADA TUHAN DAN SIR YANG MASUK KE HADRAT-NYA. SIR INILAH MAMPU UNTUK YANG MENGENAL ALLAH KARENA SIR ADALAH HAKIKAT SEMUA YANG BERWUJUD.
Cahaya Ilahi menerangi hati, ruh dan Sir. Cahaya Ilahi akan membuka hakikat-hakikat. Amal dan ilmu tidak mampu menyingkap rahasia hakikat-hakikat. Cahaya Ilahi berperanan menyingkap tabir hakikat. Orang yang mengambil hakikat dari buku atau memahami dari ucapan orang lain belumlah dikatakan mengetahui hakikat yang sebenarnya. Mereka hanyalah menyangka atau mengkhayal sudah mengetahui hakikat padahal sesungguhnya belum.
Hakikat akan diketahui apabila seseorang gigih mendalami pengetahuan tentang hakikat dari perenungan-perenungannya sendiri (berarti dia menggunakan akalnya sebagaimana yang dianjurkan Tuhan dalam agama) dan kemudian mempraktekkannya dalam perbuatan sehari-hari dengan mempertimbangkan dengan hati nuraninya. Ditambah dengan memohon ampunan, memuji Nama Tuhan sebagai pembersih hati. Kemudian bersabar menanti hadirnya sinar kebijaksanaan sambil terus juga berharap.
Alam ini pada hakikatnya adalah gelap. Alam menjadi terang karena ada kenyataan Tuhan padanya. Misalnya kita berdiri di atas puncak sebuah bukit pada waktu malam yang gelap gelita. Apa yang dapat dilihat hanyalah kegelapan. Apabila hari siang, matahari bersinar, akan terlihat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang menghuni bukit itu. Yang terlihat di atas bukit itu menjadi nyata karena diterangi oleh cahaya matahari. Cahaya mewujudkan yang gelap menjadi benda-benda yang nyata.
Sesungguhnya cahaya hanya satu jenis saja dan datangnya dari sumber yang satu jua. Begitu juga halnya pandangan mata hati. Mata hati melihat banyaknya hakikat karena banyaknya hakikat yang tercermin dari ragam Cahaya Ilahi, sedangkan Cahaya Ilahi datangnya dari cahaya yang satu yang bersumberkan Zat Yang Maha Esa.

Selasa, 28 November 2017

Kisah Anak Sufi Islami: Alam Semesta adalah Guru yang Bijak


Tatkala seorang Guru Sufi Besar Hasan, mendekati akhir masa hidupnya, seseorang bertanya kepadanya, “Hasan, siapakah gurumu?”
Dia menjawab, “Aku memiliki ribuan guru. Menyebut nama mereka satu-persatu akan memakan waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun dan sudah tidak ada waktu lagi untuk menjelaskannya. Tetapi ada tiga orang guru yang akan aku ceritakan kepadamu.

Pertama adalah seorang pencuri. Suatu saat aku tersesat di gurun pasir, dan ketika aku tiba di suatu desa, karena larut malam maka semua tempat telah tutup. Tetapi akhirnya aku menemukan seorang pemuda yang sedang melubangi dinding pada sebuah rumah.
Aku bertanya kepadanya dimana aku bisa menginap dan dia berkata “Adalah sulit untuk mencarinya pada larut malam seperti ini, tetapi engkau bisa menginap bersamaku, jika engkau bisa menginap bersama seorang pencuri.”
Sungguh menakjubkan pemuda ini. Aku menetap bersamanya selama satu bulan. Dan setiap malam ia akan berkata kepadaku, “Sekarang aku akan pergi bekerja. Engkau beristirahatlah dan berdoa.”

Ketika dia telah kembali aku bertanya “apakah engkau mendapatkan sesuatu?” dia menjawab, “Tidak malam ini. Tetapi besok aku akan mencobanya kembali, jika Tuhan berkehendak.” Dia tidak pernah patah semangat, dia selalu bahagia.

Ketika aku berkhalwat (mengasingkan diri) selama bertahun-tahun dan di akhir waktu tidak terjadi apapun, begitu banyak masa dimana aku begitu putus asa, begitu patah semangat, hingga akhirnya aku berniat untuk menghentikan semua omong kosong ini.
Dan tiba-tiba aku teringat akan si pencuri yang selalu berkata pada malam hari. “Jika Tuhan berkehendak, besok akan terjadi.”

Guruku yang kedua adalah seekor anjing. Tatkala aku pergi ke sungai karena haus, seekor anjing mendekatiku dan ia juga kehausan. Pada saat ia melihat ke airnya dan ia melihat ada anjing lainnya disana “bayangannya sendiri”, dan ia pun ketakutan. Anjing itu kemudian menggonggong dan berlari menjauh. Tetapi karena begitu haus ia kembali lagi.

Akhirnya, terlepas dari rasa takutnya, ia langsung melompat ke airnya, dan hilanglah bayangannya. Dan pada saat itulah aku menyadari sebuah pesan datang dari Tuhan: ketakutanmu hanyalah bayangan, ceburkan dirimu ke dalamnya dan bayangan rasa takutmu akan hilang.
Guruku yang ketiga adalah seorang anak kecil. Tatkala aku memasuki sebuah kota dan aku melihat seorang anak kecil membawa sebatang liling yang menyala. Dia sedang menuju mesjid untuk meletakkan lilinnya disana.

“Sekedar bercanda”, kataku kepadanya, “Apakah engkau sendiri yang menyalakan lilinnya?” Dia menjawab, “Ya tuan.” Kemudian aku bertanya kembali, “Ada suatu waktu dimana lilinnya belum menyala, lalu ada suatu waktu dimana lilinnya menyala. Bisakah engkau tunjukkan kepadaku darimana datangnya sumber cahaya pada lilinnya?”
Anak kecil itu tertawa, lalu menghembuskan lilinnya, dan berkata, “Sekarang tuan telah melihat cahayanya pergi. Kemana ia perginya? Jelaskan kepadaku!”
Egoku remuk, seluruh pengetahuanku remuk. Pada saat itu aku menyadari kebodohanku sendiri. Sejak saat itu aku letakkan seluruh ilmu pengetahuanku.
Adalah benar bahwa aku tidak memiliki guru. Tetapi bukan berarti bahwa aku bukanlah seorang murid, aku menerima semua kehidupan sebagai guruku. Pembelajaranku sebagai seorang murid jauh lebih besar dibandingkan dengan dirimu. Aku mempercayai awan-awan, pohon-pohon.
Seperti itulah aku belajar dari kehidupan. Aku tidak memiliki seorang guru karena aku memiliki jutaan guru yang aku pelajari dari berbagai sumber. Menjadi seorang murid adalah sebuah keharusan di jalan sufi. Apa maksud dari menjadi seorang murid?
 
Maksud dari menjadi seorang murid adalah untuk belajar. Bersedia belajar atas apa yang diajarkan oleh kehidupan. Melalui seorang guru engkau akan memulai pembelajaranmu.
Sang guru adalah sebuah kolam dimana engkau bisa belajar bagaimana untuk berenang. Dan tatkala engkau telah mahir berenang, seluruh Samudera adalah milikmu.

Nabi Khidir, Ajaran dan Jati dirinya

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Nabi Khidir merupakan Hamba Allah yang sangat khusus, karena beliau adalah salah satu hamba Allah yang ditunda kematiannya dan masih diberi rejeki. Selain itu beliau diutus untuk memberi pelajaran Makrifat kepada Para Wali, para Sufi, maupun kepada orang yang dengan tekun mendekatkan diri kepada Allah.

Nabi Khidir as mengajarkan ilmu tentang Makrifat, ada yang menyebutkan Nabi Khidir juga mengajarkan ilmu Laduni. Banyak orang yang ingin bertemu dengan Nabi Khidir , terutama para penganut Tarikat, ataupun mereka yang ingin berguru kepada Nabi Khidir . Kesalahan terbesar mereka adalah karena mereka ingin bertemu, seharusnya jangan punya keinginan untuk bertemu, ikhlaskanlah beliau yang menemui kita

Dalam beberapa riwayat, Nabi Khidir memiliki Ciri-ciri fisik yang tidak dimiliki oleh orang lain, yaitu: jempol tangan kanan tidak bertulang, beliau selalu membawa tongkat, perawakan beliau lebih tinggi dari kebanyakan kita.
Al-Khiḍr (Arab:الخضر, Khaḍr, Khaḍer, al-Khaḍir) keterangan mengenai beliau terdapat dalam Al Quran Surah Al-Kahfi ayat 65-82. dan beberapa hadist.
“Mystical Dimensions of Islam”, oleh penulis Annemarie Schimmel, Khidr dianggap sebagai salah satu nabi dari empat nabi dalam kisah Islam dikenal sebagai ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Idris , Ilyas , dan Nabi Isa .
Nabi Khidir abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan.

Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang telah disandang oleh Khidr. Beberapa orang mengatakan Khidr adalah gelarnya; yang lainnya menganggapnya sebagai nama julukan. dan juga dihubungkan dengan Pengembara abadi.
Para cendikiawan telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, nabi, pembimbing nabi yang misterius dan lain lain.

Al-Khiḍr secara harfiah berarti ‘Seseorang yang Hijau’ melambangkan kesegaran jiwa, warna hijau melambangkan kesegaran akan pengetahuan “berlarut langsung dari sumber kehidupan.” Dalam situs Encyclopædia Britannica, dikatakan bahwa Khidr memiliki sebuah nama, yang paling terkenal adalah Balyā bin Malkān.

Menurut Syaikh Imam M. Ma’rifatullah al-Arsy, Segitiga Bermuda merupakan tempat titik terujung di dunia ini. Ditengah kawasan itu terdapat sebuah telaga yang airnya dapat membuat siapa saja yg meminumnya menjadi panjang umur, ditempat itu pula Khidr bertahta sebagai penjaga sumber air kehidupan tersebut.
Teguran Allah kepada Musa

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khiḍir dituturkan oleh Al-Qur’an dalam Surah Al-Kahfi ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab menceritakan bahwa beliau mendengar nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”

Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.
Nabi Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun.

Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.
Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya’ tertidur dan ketika terjaga, beliau lupa untuk menceritakannya kepada Nabi Musa as Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya.
Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,
“Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63)

Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan.
Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64)
Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khidir. Ada yang mengatakan bahwa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.
Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam kepadanya. Khidir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu” Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” Khidir bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui Tuan supaya Tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada Tuan.”
Khidir menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”
Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69)
Dia (Khidir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70)

Nabi Musa mengikuti Nabi Khidir dan terjadilah, peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahwa Nabi Musa tidak akan bertanya mengenai sesuatu tindakan Nabi Khidir. Setiap tindakan Nabi Khidir a.s. itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa terperanjat.
Peristiwa ketika Nabi Khidir menghancurkan perahu yang mereka ditumpangi . Nabi Musa bertanya kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir mengingatkan akan janji Nabi Musa, dan Nabi Musa meminta maaf karena lalai mengingkari janji untuk tidak bertanya mengenai tindakan Nabi Khidir.
Ketika mereka tiba di suatu daratan, Nabi Khidir membunuh bocah yang sedang bermain dengan teman sebayanya. Dan lagi-lagi Nabi Musa bertanya kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir kembali mengingatkan janji Nabi Musa, dan beliau diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap yang dilakukan oleh Nabi Khidir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir.
Mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu Perkampungan. Sikap penduduk Kampung itu tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir malah menyuruh Nabi Musa untuk memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak . Nabi Musa tidak kuasa untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir ini.
Akhirnya Nabi Khidir menegaskan pada Nabi Musa bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan bersama dengan Nabi Khidir.
Nabi Khidir menguraikan mengapa beliau melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa bertanya.

SUMBER ILMU

Tafsir Surat Al Alaq Ayat 1-5
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Tentang Turunnya Ayat
Ayat ini adalah ayat yang pertama kali di turunkan kepada Rasulullah saw menurut sebagian besar ulama tafsir. Surat ini diturunkan kepada Nabi saw melalui malaikat Jibril as pada saat nabi sedang berada di gua Hira. Pada awalnya Jibril mengajarkan Nabi saw untuk menghafal lima ayat dari surat ini.

Pendapat ini adalah pendapat yang paling kuat, sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah ra[1] bahwa wahyu yang pertama ditunjukkan kepada Nabi saw adalah ru’ya shadiqah (mimpi yang benar) datangnya malaikat kepada beliau dan membaca 5 ayat ini.
Pendapat lain mengatakan bahwa yang diturunkan pertama kali adalah surat al mudatsir[2]. Ada pula yang berpendapat bahwa yang pertama kali diturunkan adalah surat al fatihah.[3] Namun menurut as suyuthi[4] pendapat pertamalah yang benar, kemudian beliau mengemukakan alasan-alasannya.
Keutamaan Ayat

Permulaan ayat yang diturunkan kepada Rasulullah saw ini memberikan dalil bahwa Allah adalah sumber segala sumber ilmu serta memberikan penilaian tertinggi akan pentingnya membaca dan menulis bagi ummat Islam. Hingga pada saatnya Beliau saw dengan pengajarannya memalingkan wajah kehidupan manusia dari kejahiliyahan khamar, maisir, menumpuk-numpuk harta dengan segala macam cara, dusta dalam berniaga serta syahwat wanita dan kekuasaan kepada kerja besar membangun peradaban dunia yang modern dengan kekuasaan yang berkeadilan, penghormatan akan hak laki-laki dan perempuan, serta kecintaan akan kebaikan yang sesuai fitrah kemanusiaan. Nilai-nilai yang bahkan hingga saat ini menjadi pertanyaan besar bagi budaya materialis yang kering kerontang dari nilai.
Muhammad Abduh[5] menggambarkan dalam tafsirnya betapa pentingnya ayat ini bagi ummat Islam,
فَإنْ لَمْ يَهْتَدُ المُسْلِمُونَ بِهَذَا الهُدَى وَ لَمْ ينبههم النظر فيه الى النهوض الي تمزيق تلك الحجب التى حجبت عن أبصار هم نور العلم و كسر تلك الأبواب التى غلقها عليهم رؤساؤهم و حبسوهم بها في ظلمات من الجهل و إن لم يسترشدوا بفاتحة هذا المكتاب المبين و لم يستضيئوا بهذا لبضياء الساطع فلا أرشدهم الله أبدا

Jika ummat Islam tidak mendapat petunjuk dengan ayat ini dan tidak memperhatikan jalan-jalan untuk maju, merobek segala macam hijab yang menutup penglihatan mereka selama ini terhadap cahaya ilmu pengetahuan atau memecahkan pintu yang selama ini terkunci sehingga mereka terkurung dalam bilik kegelapan, sebab dikunci erat-erat oleh para pemimpin mereka sampai mereka meraba-raba dalam kegelapan kebodohan. Kalau ayat pembukaan wahyu ini tidak menggetarkan hati mereka, niscaya tidaklah mereka akan bangkit (mencapai kejayaan) lagi selama-lamanya.
Sumber Ilmu dalam al Qur’an

Berbeda dengan berbagai pemikiran filsafat, Islam menegaskan bahwa Allah adalah sumber ilmu dan kebenaran. Pada ayat-ayat ini Allah menegaskan bahwa dirinya adalah Rabb, pencipta serta pengajar manusia hal-hal yang tidak mereka ketahui.
Allah memerintahkan manusia untuk membaca dengan menyebut nama-Nya. Membaca adalah pembuka cakrawala ilmu pengetahuan. Melalui membaca kegelapan kebodohan akan menjadi terang benderang karena pengetahuan & rahasia-rahasia yang terselubung akan terungkap.
Maha suci Allah yang memerintahkan manusia untuk menyebut nama-Nya ketika membaca, karena Dia lah sumber segala bahan bacaan, Dia lah pencipta semesta. Dengan demikian segala proses membaca — pendekatan, observasi, penelitian dan uji coba — untuk menjalani kehidupan di dunia adalah karena hakikat yang tak terbantahkan manusia yaitu Allah. Inilah iman, ketikakita meyakini bahwa segala sesuatu bermula, berjalan, tertuju dan kembali kepada-Nya.
Sayyid Quthb berkata,[6] “توجه الرسول- صلى الله عليه وسلم- أول ما توجه، في أول لحظة من لحظات اتصاله بالملأ الأعلى، وفي أول خطوة من خطواته في طريق الدعوة التي اختير لها..توجهه إلى أن يقرأ باسم الله” surat ini mengarahkan Rasulullah saw untuk pertama kalinya, pada detik pertama di antara saat-saat hubungannya dengan Sang Penguasa Tertinggi serta pada langkah awal diantara langkah-langkahnya meniti jalan da’wah yang dirinya dipilih untuk mengembannya itu dengan mengarahkannya membaca dengan menyebut nama-Nya.

Inilah awal mula perubahan besar dalam peradaban manusia, pada saatnya kelak sejarah yang menjadi romantisme milik para raja-raja dan bangsawan itu mencatatkan kegemilangan pembangunan peradaban dunia yang modern namun kaya akan nilai-nilai spiritual. Dan itu semua dimulai oleh gerakan yang dipelopori seorang nabi yang ummi dan sekelompok kecil sahabatnya yang miskin dan tertindas pada masa itu. Karena mereka melandasi langkah-langkahnya dengan menyebut nama Allah.

Bacalah dengan menyebut nama Allah, perintah ini mengisyaratkan pula bahwa antara ilmu pengetahuan dan keimanan kepada Allah haruslah seiring. Dr. Yusuf al Qaradhawi[7] menegaskan pula pandangan ini, bahwa iman adalah pembungkus ilmu “أن العلم في الإسلام إنما هو علم في حضانة الإيمان، فالعلاقة بينهما علاقة التواصل والتلاحم ، لا التقاطع والتنافر ، علاقة التكامل، لا علاقة التعارض.” Ilmu dalam Islam terbungkus oleh keimanan, hubungan antara keduanya merupakan hubungan langsung dan senyawa, bukan hubungan yang terputus dan terpisah, juga merupakan hubungan yang saling melengkapi dan tidak bertentangan.
Sebagai pencipta segala sesuatu, maka Allah adalah Zat pemilik seluruh pengetahuan tentang ciptaan-Nya. Demikian Sayyid Quthb[8] menegaskan dalam tafsirnya,
والله هو الذي خلق. وهو الذي علم. فمنه البدء والنشأة، ومنه التعليم والمعرفة.. والإنسان يتعلم ما يتعلم، ويعلم ما يعلم.. فمصدر هذا كله هو الله الذي خلق والذي علم.
Dialah Allah yang mencipta dan yang mengajarkan. Dari-Nyalah permulaan dan pertumbuhan. Dari-Nyalah pengajaran dan ilmu pengetahuan. Manusia bisa mempelajari apa yang dipelajarinya dan mengajarkan apa yang diajarkannya, namun sumber semuanya adalah Allah yang menciptakan dan mengajarkan.
Sa’id Hawwa mengutip perkataan al wasithy[9] tentang makna kalimat rabb yaitu “هو الخالق ابتداءً و المربّي غذاءً و الغافر أنتهاءً” Rabb adalah Pencipta pada mulanya, Pemelihara setelah itu dan Pengampun pada akhirnya.
Dengan demikian sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pengampun, Dialah sumber awal segala ilmu, karena-Nyalah pengetahuan manusia meningkat secara bertahap. Lihatlah bagaimana pemberitahuan Allah atas penglihatan manusia yang terbatas tentang gunung yang disangkanya diam,
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” An naml 88
Demikian pula koreksi Allah atas fatamorgana kehidupan dunia yang menipu yang manusia sangka adalah hakikat,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” Fathir 5

Karunia Allah atas Manusia
Ayat-ayat ini juga menjelaskan bahwa Allah telah memuliakan manusia dengan berbagai karunia yaitu, menjadikannya ciptaan yang sempurna dan berakal, berlaku lemah lembut serta memuliakannya dengan melimpahkan kepada manusia ilmu pengetahuan.
Al Qurthubi[10] menjelaskan bahwa maksud penyebutan manusia yang diciptakan dari ‘alaqah adalah wujud karunia Allah kepada manusia. “أَرَادَ أَنْ يُبَيِّنَ قَدْرَ نِعْمَتِهُ عَلَيْهِ، بِأَنْ خَلَقَهُ مِنْ عَلَقَةٍ مَهِينَةٍ، حَتَّى صَارَ بَشَرًا سَوِيًّا، وَعَاقِلًا مميزا” menjelaskan kadar kenikmatan yang diberikan kepada manusia. Dari segumpal darah yang hina, kemudian menjadi manusia yang sempurna, berakal sempurna.
Lebih lanjut al Qurthubi[11] mengutip pendapat al kalby yang menjelaskan bahwa makna kata al akram adalah berasal dari kata al Haliim “الْحَلِيمُ عَنْ جَهْلِ الْعِبَادِ، فَلَمْ يُعَجِّلْ بِعُقُوبَتِهِمْ” yaitu lemah lembut terhadap ketidak tahuan hamba-Nya, hingga mereka tidak disegerakan hukumannya ketika melakukan kesalahan.

Karunia Allah selanjutnya adalah Allah melimpahkan pengetahuan kepada manusia dengan mengajarkan manusia segala yang tidak diketahuinya melalui ilmu penulisan. Al Qurthubi[12] menuliskan dalam tafsirnya tentang keutamaan menulis, “وَلَوْلَا هِيَ مَا اسْتَقَامَتْ أُمُورُ الدِّينِ وَالدُّنْيَا” tidak bisa tidak bahwa segala perkara kehidupan agama dan dunia tegak diatasnya.
Jika membaca merupakan pembuka cakrawala ilmu pengetahuan maka menulis adalah pengunci pengetahuan tersebut agar tidak hilang dan menjadi dasar pengembangan keilmuan selanjutnya. Bahkan ilmu pengetahuan itu akan bertambah-tambah jika di amalkan, sebagaimana sebuah atsar yang diriwayatkan dari Abdul Wahid bin Zaid,[13] ia berkata,”مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ فَتَحَ اللهُ لَهُ مَا لَا يَعْلَمُ” barang siapa yang mengamalkan ilmunya maka Allah akam bukakan baginya apa-apa yang belum diketahuinya.

Demikianlah ayat-ayat yang diturunkan pertama kali ini merupakan pemberitaan besar akan hakikat Sang Penguasa Tertinggi sebagai sumber ilmu pengetahuan. Ia melimpahkan kasih sayangnya kepada manusia berupa pengajaran ilmu pengetahuan agar mereka selamat menjalani kehidupannya, yang dalam ayat-ayat lain disebutkan sebagai hamba dan khalifah-Nya.

Rombongan Malaikat Datang, Saat Menjelang Kematian Umar bin Abdul Aziz

Dalam “Al-Bidayah”, Ibnu Katsir menulis, “Umar bin Abdul Aziz shalat Id bersama dengan sejumlah rakyatnya. Selesai shalat, beliau pulang ke rumahnya. Orang-orang menawari beliau kendaraan. Beliau menolaknya seraya berkata, ‘Jauhkan ia dariku, karena aku hanyalah seorang lelaki dari golongan orang-orang muslim’”. Ketika melintasi kuburan, beliau menoleh ke arahnya dan berkata, “Salam bagi kalian, wahai perkampungan kaum mukmin.”

Setelah itu beliau berkata, “Ya Allah, adalah di antara penduduk kubur ini yang masih mempunyai pipi merona? Adakah diantara mereka yang mempunyai mata bercelak?”. Beliau memandang tajam ke arah orang-orang, menteri, dan gubernur di sekelilingnya sambil berkata, “Mengapa mereka tidak terlihat makan bersama orang-orang yang makan? Dan mengapa mereka tidak terlihat minum bersama orang lain? Mengapa mereka tidak merasakan keindahan rumah dan gedung-gedung itu?”. Dengan suara lantang beliau berteriak ke arah kuburan, ‘Wahai kematian, apa yang engkau lakukan kepada kekasih-kekasih kami? Wahai kematian, apa yang engkau lakukan terhadap teman-teman kami?’. Kemudian beliau bertanya kepada orang yang bersamanya, ‘Tahukah kalian apa yang dinamakan kematian?’.

Mereka menjawab, ‘Tidak’.

Beliau berkata sambil menangis sejadi-jadinya, ‘Engkau dianugerahi Allah dua mata, lengkap dengan dua bola mata di dalamnya. Engkau juga diciptakan-Nya bisa menggerakkan dua telapak tanganmu dari kedua hastamu, kedua hasta dari dua lengan, kedua telapak kaki dari kedua betis, dan kedua betis dari kedua lutut’.

Beliau adalah lelaki agung yang sangat bertakwa kepada Allah dan percaya dengan janji-Nya, maka Allah memuliakannya dengan menjadikannya orang yang bisa menikmati kebahagiaan dan ketenangan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Setiap kali namanya disebut, maka ketika itu pula kita mengingat akan jasa-jasa dan keilmuannya.

Oleh karena itu, ketika kematian hampir menjemputnya pada hari raya Idul Fitri, ketika orang-orang keluar rumah dengan baju baru, ia tidak mengenakannya. Orang-orang bertanya, “Apa yang terjadi dengan Engkau?”.

“Aku melihat liang kuburku di hari ini, dan aku merasa akan bertemu dengan Allah Tuhanku sekarang”. Jawab beliau.

Sewaktu istri beliau masuk ke dalam kamar dan orang-orang sedang melaksanakan shalat Id, ia bertanya, “Apa yang engkau lihat, suamiku?”.

Beliau menjawab, “Tolong keluarlah dari rumah ini. Lihatlah ada apa di luar sana. Karena aku merasa ada rombongan yang datang, rombongan yang sepertinya bukan manusia maupun jin.”

Para ulama menafsirkan rombongan tersebut adalah para malaikat. Ketika istri beliau keluar rumah, Allah mencabut nyawa Umar bin Abdul Aziz, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau. [Syahida.com/ ANW]

===

Sumber: Kitab Jangan Takut Hadapi Hidup, Karya: Dr. ‘Aidh Abdullah Al-Qarny, Penerjemah: Masrukhin, Penerbit: Cakrawala Publishing


Kisah Nyata: Allah Tahu yang Terbaik Bagi Kita

Terkadang, seseorang terkena musibah tapi dia tidak tahu bahwa musibah ini sebenarnya baik baginya. Seseorang yang bekerja di kantor kepolisian berkisah: “Suatu hari datang seorang pria tua yang khawatir, ia ingin mengajukan keluhan. Aku bertanya padanya: “Apa masalahnya?”

Dia berkata, “Nak, aku adalah pria miskin. Aku punya 7 putra, dan kesemuanya buta. Suatu hari, aku mengetahui bahwa dua putraku dapat disembuhkan dan aku diberitahu tentang seorang dokter ahli di kotanya lainnya. Tapi aku butuh kurang lebih 2000 dinar untuk operasinya.”

Jadi aku berkata, “Baik, apakah yang terjadi?”

Dia berkata, “Aku telah menyiapkan mobilnya dan di dalamnya ada 2000 dinar. Aku segera menghampiri kedua putraku, sehingga kami dapat berangkat, dan bahagia bahwa mereka dapat melihat. Tapi ketika aku keluar, aku tidak dapat menemukan mobilnya. Mobilnya telah dicuri, begitu juga uangnya!”

Bayangkan pria tua ini menabung setelah waktu yang lama. Dia tidak punya uang, dia terpaksa menabung uang ini untuk pengobatan kedua putranya. Jadi sekarang dia tidak punya mobil, tidak punya uang, dan putranya tidak bisa disembuhkan. Bayangkan kekhawatiran yang menimpanya.

Jadi petugas itu berkata kepada pria itu: “Mungkin ini lebih baik bagimu. Kamu tidak tahu. Mungkin apa yang terjadi baik bagimu. Dan jika Allah memperlihatkan yang ghaib, maka kau akan memilih situasi yang sama bagi dirimu. Lihat situasimu sekarang? Ini adalah situasi terbaik yang dapat kau pilih bagi dirimu sendiri jika Allah menunjukkan padamu yang ghaib.”

Tapi pria itu tidak terlalu mendengarkan apa yang kukatakan, karena kekhawatirannya teramat besar. Dia pergi.

Kami mencari informasi mengenai mobilnya yang dicuri. Setelah 2 minggu, mobilnya ditemukan di gurun dan Alhamdulillah dalam kondisi yang baik. Aku berbicara pada petugas yang menemukannya dan menyuruh mereka untuk mencari 2000 dinar di lacinya. Mereka berkata, “Ya, masih ada.”

Mobilnya ternyata dikendarai oleh beberapa anak yang bermain-main. Mereka mengemudi mobilnya hingga jauh dan ketika bensinnya habis, mereka meninggalkannya di gurun.

Jadi aku langsung menelpon pria tua itu dan dia datang ke kantor polisi. Aku ingin memberikan kabar baik kepadanya, jadi aku berkata, “Aku punya kabar baik untukmu.”

Dia menjawab, “Aku juga punya kabar baik untukmu.”

Aku berkata, “Apa kabar baikmu?”

Dia berkata, “Tidak, kau lebih dulu.”

Aku berkata, “Kami menemukan mobilmu dalam kondisi baik dan alhamdulillah 2000 dinarnya juga ada di dalamnya.”

Tapi dia tampak tidak terlalu terkesan.

Aku bertanya, “Dan apa kabar baikmu?”

Dia berkata, “Kau tahu kedua putraku, yang ingin kubawa ke dokter untuk menjalani operasi mata?”

Aku berkata, “Ya.”

Dia berkata, “Allah telah mengembalikan penglihatan mereka tanpa operasi apapun!”

Alhamdulillah. Tiba-tiba, begitu saja penglihatan mereka kembali normal. Bagaimana? Ini karena Allah! Allah memutuskan agar operasinya ditunda sehingga penglihatan mereka dapat kembali tanpa operasi apapun. Dan mungkin jika operasinya dijalankan maka justru mata mereka akan mengalami gangguan.

Jadi sekarang mobilnya telah kembali dan uang 2000 dinarnya juga! Jadi kau lihat sekarang? Mungkin ini baik bagimu! Kau mungkin melihat musibah sebagai musibah saja, tapi kau tidak pernah tahu; mungkin melaluinya Allah membawa kebaikan padamu. Jadi selalulah katakan, “Mungkin ini baik.”

Selalu katakan, “Mungkin Allah telah menghendaki kebaikan bagiku, keluarga dan hartaku.” Dan tetaplah berbaik sangka kepada Rabbmu. [Syahida.com/ANW]


وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

AGAR HIJRAH TIDAK GAGAL

Berikut kiat-kiat agar “hijrah tidak gagal” dan dapat istiqamah di jalan agama:

1. Berniat ikhlas ketika hijrah

Hijrah bukan karena tendensi dunia atau kepentingan dunia tetapi ikhlas karena Allah. Seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya dan sesuai dengan niat hijrahnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍْﻷَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻴَّﺎﺕِ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟِﻜُﻞِّ ﺍﻣْﺮِﺉٍ ﻣَﺎ ﻧَﻮَﻯ . ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﻟِﺪُﻧْﻴَﺎ ﻳُﺼِﻴْﺒُﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻳَﻨْﻜِﺤُﻬَﺎ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻫَﺎﺟَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ

Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau mendapatkan wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia inginkan itu..

Bahkan kita tetap harus meluruskan niat ketika telah hijrah agar tetap istiqamah, karena yang namanya hati sering berubah-ubah dan mudah berubah niatnya. Niat dan ikhlas adalah perkara yang berat untuk dijaga agar istiqamah dan sangat membutuhkan pertolongan Allah.

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata,

ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي

“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik”

2. Segera mencari lingkungan yang baik dan sahabat yang shalih

Ini adalah salah satu kunci utama sukses hijrah, yaitu memiliki teman dan sahabat yang membantu untuk dekat kepada Allah dan saling menasehati serta saling mengingatkan. Hendaknya kita selalu berkumpul bersama sahabat yang shalih dan baik akhlaknya.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur). (QS. At-Taubah: 119).

Agama seseorang itu sebagaimana agama teman dan sahabatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.

Perlu diperhatikan bahwa hati manusia lemah, apalagi ketika sendiri. Perlu dukungan, saling menasehati antar sesama. Selevel Nabi Musa ‘alaihissalam saja memohon kepada Allah agar mempunyai teman seperjuangan yang bisa membantunya dan membenarkan perkataannya, yaitu Nabi Harun ‘alaihissalam. Beliau berkata dalam Al-Quran,

وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَاناً فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءاً يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ

“Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku” (QS. Al-Qashash: 34).

Mereka yang “gagal hijrah” bisa jadi disebabkan karena masih sering berkumpul dan bersahabat dekat dengan teman-teman yang banyak melanggar larangan Allah.

NUURUN ‘ALA NUUR

Cahaya di atas cahaya, ini yang disebut dalam surat An-Nuur ayat ke-35.

Maksud cahaya di atas cahaya adalah Al-Qur’an di atas iman, demikian diungkapkan oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Artinya Al-Qur’an akan lebih bermanfaat bila seseorang memiliki iman.
Maksud ini terlihat jelas jika kita memerhatikan hadits berikut ini.

Dalam hadits Shahihain dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, Permisalan seorang mukmin yang membaca Al-Qur’an seperti buah Utrujah, rasa dan baunya enak. Permisalan seorang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an seperti buah kurma, rasanya enak walaupun tak ada bau wanginya. Permisalan orang munafik yang membaca Al-Qur’an seperti buah Rayhanah, baunya wangi, namun rasanya pahit. Permisalan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an seperti buah Hanzhalah, rasanya pahit dan baunya pun tak wangi

Dari hadits di atas, Ibnul Qayyim—moga dirahmati Allah—membagi manusia menjadi empat:
1- Orang beriman lagi ahli Al-Qur’an, merekalah manusia terbaik.
2- Orang beriman namun tidak membaca Al-Qur’an, yang kedua ini masih di bawah yang pertama. Namun kedua golongan ini masih termasuk orang yang berbahagia.

Orang yang sengsara adalah:
1- Orang yang diberi Al-Qur’an namun tak punya iman, merekalah munafik.
2- Ada juga yang tidak diberi Al-Qur’an, tidak diberi iman.

Setelah menyebutkan pembagian di atas, Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan, Al-Qur’an dan iman keduanya adalah cahaya yang Allah tanamkan pada hati siapa saja yang Allah kehendaki dari hamba-Nya. Al-Qur’an dan Iman adalah sumber segala kebaikan di dunia dan akhirat. Karenanya, ilmu yang di dalamnya mempelajari Al-Qur’an dan Iman adalah ilmu yang paling utama dan afdal. Tidak ada ilmu yang lebih bermanfaat secara hakiki bagi seseorang selain ilmu Al-Qur’an dan Iman.

وَاللَّهُ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS. Al-Baqarah: 213)

Semoga jadi faedah yang bermanfaat. Faedah ini diambil dari kitab berharga yang dibawa saat safar yaitu Miftah Daar As-Sa’adah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, juz pertama, hlm. 231-233, penerbit Dar Ibnul Qayyim, ditahqiq oleh Syaikh Ali Hasan Al-Halabi hafizahullah, Cetakan pertama, Tahun 1433 H.
Rahasia di Balik Sakit

Hidup ini tidak lepas dari cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian merupakan sunatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik dengan perkara yang tidak disukainya atau bisa pula pada perkara yang menyenangkannya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, _Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan_.(QS. al-Anbiyaa’: 35). Sahabat Ibnu ‘Abbas yang diberi keluasan ilmu dalam tafsir al-Qur’an menafsirkan ayat ini: “Kami akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan,
kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan.” (Tafsir Ibnu Jarir). Dari ayat ini, kita tahu bahwa berbagai macam penyakit juga merupakan bagian dari cobaan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Namun di balik cobaan ini, terdapat berbagai rahasia/hikmah yang tidak dapat di nalar oleh akal manusia.

Sakit menjadi kebaikan bagi seorang muslim jika dia bersabar

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya *semua urusannya merupakan kebaikan*, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan *jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya*. (HR. Muslim)

Sakit akan menghapuskan dosa

Ketahuilah wahai saudaraku, penyakit merupakan sebab pengampunan atas kesalahan-kesalahan yang pernah engkau lakukan dengan hati, pendengaran, penglihatan, lisan dan dengan seluruh anggota tubuhmu. Terkadang penyakit itu juga merupakan hukuman dari dosa yang pernah dilakukan. Sebagaimana firman Allah ta’ala, “Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah *disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri*, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. asy-Syuura: 30). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, *melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya*. (HR. Muslim)

Sakit akan Membawa Keselamatan dari api neraka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,” Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan mengahapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi. (HR. Muslim)

Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang mukmin mencaci maki penyakit yang dideritanya, menggerutu, apalagi sampai berburuk sangka pada Allah dengan musibah sakit yang dideritanya. Bergembiralah wahai saudaraku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api Neraka (HR. Al Bazzar, shohih)

Sakit akan mengingatkan hamba atas kelalaiannya

Wahai saudaraku, sesungguhnya di balik penyakit dan musibah akan mengembalikan seorang hamba yang tadinya jauh dari mengingat Allah agar kembali kepada-Nya. Biasanya seseorang yang dalam keadaan sehatwal ‘afiat suka tenggelam dalam perbuatan maksiat dan mengikuti hawa nafsunya, dia sibuk dengan urusan dunia dan melalaikan Rabb-nya. Oleh karena itu, jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah, dia baru merasakan kelemahan, kehinaan, dan ketidakmampuan di hadapan Rabb-Nya. Dia menjadi ingat atas kelalaiannya selama ini, sehingga ia kembali pada Allah dengan penyesalan dan kepasrahan diri. Allah ta’ala berfirman yang artinya, Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri (QS. al-An’am: 42) yaitu supaya mereka mau tunduk kepada-Ku, memurnikan ibadah kepada-Ku, dan hanya mencintai-Ku, bukan mencintai selain-Ku, dengan cara taat dan pasrah kepada-Ku. (Tafsir Ibnu Jarir)

Terdapat hikmah yang banyak di balik berbagai musibah

Wahai saudaraku, ketahuilah di balik cobaan berupa penyakit dan berbagai kesulitan lainnya, sesungguhnya di balik itu semua terdapat hikmah yang sangat banyak. Maka perhatikanlah saudaraku nasehat Ibnul Qoyyim rahimahullah
berikut ini: “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah (yang dapat kita gali, -ed). Namun akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia di bawah sinar matahari.” (Lihat Do’a dan Wirid, Yazid bin Abdul Qodir Jawas)

Ingatlah saudaraku, cobaan dan penyakit merupakan tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, Sesungguhnya Allah ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan.(HR. Tirmidzi, shohih).
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami keyakinan dan kesabaran yang akan meringankan segala musibah dunia ini. Amin.

Selasa, 21 November 2017

MENYUSUR JALAN PULANG .... MELALUI PINTU NUR MUHAMMAD ...


Nur muhammad adalah makhluk pertama
yang diciptakan oleh Allah swt yang
kemudian menjadi DASAR TERCIPTANYA
SELURUH ALAM SEMESTA ...
Diriwayatkan dari Abdurrazak ra yang
diterimanya dari jabir ra , bahawa jabir
pernah bertanya kepada rasulullah saw :
" ya rasulullah , beritahu lah kepada ku
apakah yang mula - mula sekali Allah
jadikan ? Rasulullah saw menjawab :
" sesungguh Allah ciptakan sebelum adanya
sesuatu adalah nur nabimu dar nurnya ....
2 / PENCIPTAAN NUR MUHAMMAD YANG
DIMAKSUDKAN OLEH HADIS TERSEBUT
BUKANLAH SEPARTI DARI SESUATU
MENJADI SESUATU , " TETAPI IA
TERBIT DARI ZAT MAHA MUTLAK
ALLAH SWT SENDIRI ...
Jadi faham lah kita zat yang maha mutlak
yang bwrsifat RAHASIA menjadi
nur muhammad disebut juga sebagai
hayat@hidup yg bersifat maha suci
atau sebagai " bapa segala ruh " yang
belum " berbentuk " .....
3 / kemudian daripada nur muhammad
itulah menjadi ruh sekalian manusia ...
4 / Jadi ruh pada manusia tidak lain
dari zat yang maha mutlak juga kerana
berasal dari nur muhammad yang tidak
lain adalah terbit dari zat yang maha mutlak ..
jadi ibaratkan : -
zat maha mutlak ibarat KAPAS ..
nur muhamad ibarat BENANG ...
Ruh ibarat KAIN .....
5 / Ketika dalam kandungan ibu
ruh@hayat@hidup itu
" menyatu dengan jasad " dan pada
ketika itu ia disebut nywa atau
nafs / jiwa , pada ketika ini hanya sebagai
istilah ruh berasal dari nur muhammad itu
sudah berbentuk ( sebenarnya ruh itu
bukan didalam atau diluar jasad )
6 / nafs / jiwa itulah yg memiliki
fikiran , perasaan , akal dan ia juga
memiliki penglihatan ( mata )
pendengaran ( telinga )
perasa ( lidah )
( JADI RUH MENYATU DENGAN JASAD
DAN MENGHIDUPKAN JASAD )
seterusnya menjadi nyawa , nafs / jiwa
pada tubuh@jasad dan menjadi tubuh
memiliki panca indera untuk
mendapat hidup dan berinteraksi ....
kata syekh Muhammad saman al -madari :
" sebenar-benar ruh adalah nafs / jiwa ...
sebenar - benar nafs / jiwa ada lah turun
naik nafas , dan turun naik nafas itu
adalah sir / rahasia dan yg dikatakan
sir/rahasia itu adalah nur muhammad ...
Ketika ruh dibungkus dengan jasad
dan pada ketika itu sudah mnjadi nyawa
pada manusia da ia juga menjadi
nafs / jiwa maka ia memiliki 7 tingkatan
nafsu...
1/ nafsu amarah 2 / nafsu lawamah
3 / nafsu mulhamah 4 / nafsu mutmainnah
5 / nafsu rodiah 6 / nafsu mardiah
dan yg ke 7 nafsu kamaliah ....
disamping perasaan , khayali kebaikan
atau keburukan dan " keakuan " yg
merupakan hijab terbesar ........
7 / deminkianlah maka untuk mencapai
tingkat muncullah guru - guru mursyid
dengan bbrp thorikat umpama qadariah
naksabandiah , sazaliah dan banyak lagi
serta dengan zikir - zikir tertentu , kerana
" zikir " itu dapat meleburkan nafsu amarah
seterusnya hingga mencapai nafsu mutmainnah
dan ketingkat seterusnya kamaliah ...
ketika berthorikat ( zikir ) dan mencapai
nafsu mutmainnah itu lah nafs / jiwa mencapai
sifat - sifat terpuji umpama sabar , zuhud
tawakkal , redha dan sebagainya ...
kebersihan jiwa itulah membuka hijab
" makrifatullah " disamping tunjuk ajar
guru mursyid , terbuka hijab dengan
ilmu laduni .....
8 / seterusnya ketika mencapai makrifat
maka " kenal lah ia dirinya "
berserah diri .. lenyap keakuan ...
dan seterusnya mencapai fana .....
fana yg ada hanya Allah ...
kembali kepada fitrah .........

Minggu, 19 November 2017

Amalan dzikir


AMALAN Zikir memiliki berbagai kelebihan sepertimana yang masyhur dinyatakan dalam kitab-kitab Hadits. Hadhrat Hafiz Ibnul Qayyim Rahmatullah ‘alaih yang merupakan seorang ‘Ulama Hadits telah menyatakan berbagai-bagai penjelasan mengenai kelebihan Zikir. Beliau menyatakan terdapat lebih dari seratus faedah yang dapat diperolehi menerusi amalan Zikir dan telah beliau nukilkan sebanyak tujuh puluh sembilan faedah di dalam sebuah risalah yang bertajukAl-Wabil. Hadhrat Maulana Muhammad Zakaria Al-Kandahlawi Rahmatullah ‘alaih telah meyalin faedah-faedah itu satu persatu secara ringkas dalam kitabnya Fadhail Zikir dan hamba pun menyalinnya sebagai berikut:
1.  Zikir adalah menjauhkan Syaitan dan menghancurkan kekuatannya.
2. Zikir adalah menyebabkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala redha.
3. Zikir adalah menjauhkan dukacita daripada hati manusia.
4. Zikir adalah menggembirakan hati.
5. Zikir adalah menguatkan badan dan menyeronokkan sanubari.
6. Zikir adalah sinaran hati dan muka.
7. Zikir adalah menyebabkan datangnya rezeki dengan mencurah-curah yakni memurahkan rezeki.
8. Zikir adalah membawa orang yang berzikir itu kepada kehebatan dan kegagahan yakni dengan memandang wajahnya seseorang merasa gentar.
9. Zikir adalah melahirkan cinta sejati terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala kerana cinta itulah merupakan Ruh Islam, jiwa agama dan sumber kejayaan dan kebahagiaan. Barang siapa ingin mendapatkan cinta Ilahi itu maka hendaklah dia berzikir sebanyak-banyaknya. Sebagaimana mutala’ah dan muzakarah itu merupakan pintu kejayaan ilmu, demikianlah Zikrullah itu merupakan pintu Cinta Ilahi.
10. Zikir adalah mendatangkan hakikat Muraqabah dan Muraqabah itu membawa seseorang kepada martabat Ihsan. Denganadanya martabat Ihsan maka manusia dapat beribadat kepada Allah dalam keadaan yang seolah-olah dia melihatNya dan keadaan seperti inilah yang merupakan tujuan asasi daripada perjuangan Para Sufi.
11. Zikir adalah membawa seseorang kepada penyerahan diri dengan sebulat- bulatnya kepada Allah.Dengan ini lama kelamaan maka setiap urusan dan dalam setiap keadaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadi pelindung dan pembantu baginya.
12. Zikir adalah membawa seseorang kepada Taqarrub yakni mendekatkan diri kepada Allah. Jika zikir itu bertambah banyak maka dengan sendirinya dia bertambah dekat kepada Allah dan sebaliknya jika dia bertambah lalai daripada berzikir maka dengan sendirinya dia bertambah jauh daripada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
13. Zikir adalah membukakan pintu Ma’rifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
14. Zikir adalah melahirkan di dalam hati seseorang akan keagungan dan kehebatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan melahirkan semangat buat merapatkan diri denganNya.
15. Zikir adalah menyebabkan Allah Subhanahu wa Ta’ala ingat kepada seseorang yang ingat kepadaNya sepertimana disebutkan di dalam Al-Quran:“F a zk u ru n I Azkurkum.” Ertinya: Kerana itu ingatlah kamu kepadaKu nescaya Aku ingat pula kepadamu. Dan diterangkan pula di dalam Hadits: “Man Zakarani Fi Nafsihi, Zakrtuhu Fi Nafsi.” Ertinya: Barangsiapa mengingati Aku di dalam hatinya, nescaya Aku mengingatinya pula di dalam hatiKu.”
16. Zikir adalah menghidupkan hati. Hafiz Ibnu Taimiyah Rahmatullah ‘alaih berkata bahawa perbandingan Zikrullah dengan hati seseorang adalah ibarat ikan dengan air. Ingatlah, apakah halnya ikan itu jika ia tidak berada di dalam air?
17. Zikir adalah santapan bagi Ruh dan Hati. Andaikata jika kedua-duanya tidak dapat menikmati santapannya maka adalah sama seperti badan yang tidak dapat makanannya.
18. Zikir adalah membersihkan hati daripada karat kekotorannya sepertimana diterangkan di dalam Hadits bahawa tiap-tiap sesuatu ada daki dan kekotoran baginya. Daki dan kekotoran hati ialah keinginan dan kelalaian yang tidak dapat dibersihkan melainkan dengan berzikir.
19. Zikir adalah menghapuskan dosa dan maksiat.
20. Zikir adalah menghapuskan keraguan dari seseorang terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebenarnya hati orang yang lalai itu diselubungi oleh rasa ragu atau gelisah terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ianya dapat dihapuskan hanya oleh Zikrullah.
21. Orang yang berzikir dengan mensucikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, memujiNya, mengagungkanNya dan mengesakanNya, maka kalimah-kalimah zikirnya itu akan berpusing-pusing mengelilingi ‘Arash Allah Subhanahu Wa Ta’ala sambil menyebut nama penzikir itu dengan suara yang perlahan.
22. Barangsiapa ingat kepada Allah dalam kesenangan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala ingat pula kepadanya dalam kesusahan.
23. Zikir adalah melepaskan orang yang berzikir itu daripada azab Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
24. Zikir adalah menyebabkan turunnya Sakinah ketenangan dan Para Malaikat melingkungi orang-orang yang berzikir itu.
25. Zikir adalah menyebabkan selamatnya lidah seseorang yang berzikir itu daripada menumpat, mencela, berdusta, maki hamun dan bercakap yang sia- sia. Telah dibuktikan oleh kenyataan bahawa barangsipa yang membiasakan lidahnya dengan berzikir maka terselamatlah daripada sifat-sifat yang keji. Sebaliknya orang yang tidak biasa dengan zikir maka dengan sendirinya dia terlibat di dalam keburukan dan sifat-sifat yang keji itu.
26. Majlis-majlis zikir adalah seperti majlis Para Malaikat sebaliknya majlis kelalaian yakni majlis yang peserta-pesertanya lalai daripada berzikir adalah seperti majlis Syaitan. Kini terserah kepada manusia, sertailah majlis mana yang suka. Menururt kebiasaan manusia sukakan akan sesuatu yang sesuai dengan sikap dan perangainya.
27. Zikir adalah memasukkan orang-orang yang berzikir itu ke dalam golongan orang-orang yang berbahagia dan demikian juga mereka yang mendampinginya. Sebaliknya orang-orang yang lalai dan membuat kerja-kerja yang sia-sia adalah tercampak ke dalam kancah kecelakaan. Demikian juga orang-orang yang menyertai mereka itu.
28. Zikir akan memelihara seseorang yang berzikir daripada menyesal pada Hari Qiyamat. Di dalam Hadits ada disebutkan bahawa majlis-majlis yang terkosong daripada Zikrullah menyebabkan mendapat kerugian dan menyesal pad Hari Qiyamat.
29. Jika seseorang yang berzikir sambil menangis-nangis dalam keadaan sunyi diri maka pada Hari Qiyamat dia akan ditempatkan di bawah naungan ‘Arash Ilahi di mana manusia akan berteriak dan menjerit-jerit kerana kepanasan hari yang amat dahsyat itu.
30. Pada hati manusia ada suatu bahagian yang tidak subur melainkan dengan Zikrullah.
31. Zikrullah adalah merupakan pohon di dalam Syurga.
32. Segala-gala amalan adalah diwajibkan semata-mata kerana Zikrullah.
33. Orang yang menyibukkan dirinya dengan berzikir maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengurniakan kepadanya lebih daripada orang yang meminta kepadaNya. Di dalam sebuah Hadits ada disebutkan bahawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang tertahan oleh zikirKu daripada berdoa nescaya Aku berikan kepadanya lebih daripada yang Aku berikan kepada orang-orang yang berdoa.”
34. Sungguhpun zikir merupakan suatu ibadat yang ringan dan mudah sekali namun ia adalah lebih afdhal dan utama daripada seluruh ibadat kerana menggerakkan lidah itu lebih mudah daripada menggerakkan seluruh badan.
35. Nikmat dan kekurniaan yang diberikan Allah kepada seseorang kerana zikir tidaklah diberikan kerana amal-amal yang lain yang mana diterangkan di dalam mafhum sebuah Hadits: “Barangsiapa yang membaca kalimah:La Ilaha Illa Allahu Wahdahu La Syarikalahu, Lahul Mulk Wa Lahul Hamd, Wa Huwa ‘Ala Kulli Syai in Qadir, sebanyak seratus kali pada suatu hari maka Allah memberikan pahala kepadanya yang seimbangan dengan memerdekakan sepuluh hamba sahaya dan dicatitkan di dalam buku amalannya seratus kebajikan, dihapuskan daripadanya seratus dosa, dipelihara daripada godaan Syaitan dan tidak sesiapa pun yang lebih afdhal daripadanya kecuali orang yang amalan-amalannya telah melebihi.”
36. Seseorang yang berzikir berterusan dengan secara Istiqamah, dia akan terselamat daripada melupakan dirinya yang menyebabkan kecelakaan Dunia dan Akhirat, kerana melupakan diri sendiri dan muslihat-muslihatnya bererti melupakan Tuhan dan yang melupakan Tuhan nescaya akan tercampak ke dalam kancah kerugian. Diperingatkan oleh Allah di dalam Kitab Suci Al- Quran pada Surah Al-Hasyar ayat 19 yang ertinya: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah lalu Allah menjadikan kamu seperti orang-orang yang lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” Yakni janganlah kamu menyerupai orang-orang yang tidak menghiraukan Allah, lantas Allah menjadikan mereka tidak menghiraukan diri mereka sendiri yakni akal fikiran mereka dilemahkan sehingga mereka tidak dapat menjalani jalan yang menuju ke arah kejayaan yang hakiki kerana apabila manusia melupakan dirinya maka dengan sendirinya dia terlalai daripada muslihat-muslihatnya dan akhirnya dia akan menjadi mengsa kebinasaan. Sepertimana seorang petani yang melupakan sawah atau ladangnya, tidak enghiraukannya sedikit pun. Maka tentulah sawah atau ladangnya itu tidak akan mendatangkan hasil apa-apa dan akhirnya keadaan berubah menjadi belukar.
37. Seseorang akan merasai keamanan dan ketenangan jiwa manakala dia membasahi lidahnya dengan berzikir sehingga dia cinta kepada zikir. Sepertimana seorang yang cinta kepada air ketika dia mengalami dahaga yang amat sangat atau cinta kepada makanan ketika dia lapar ataupun cinta kepada pakaian dan rumah kediaman semasa dia merasai panas atau dingin yang amat sangat, bahkan Zikrullah itu lebih mustahak lagi kerana jika segala-gala yang disebutkan itu tidak tersedia, maka tubuh ksar manusia saja mengalami kebinasaan sedangkan tanpa zikir, Ruh dan Hati juga akan mengalami kebinasaan.
38. Zikir adalah merupakan suatu pohon yang setiap masa mendatangkan buah Ma’rifat. Menururt istilah ‘Ulama Tasawwuf, pohon itu mendatangkan buah Ahwal dan Maqamat. Semakin zikir itu diperbanyakkan semakin akar pohon itu terkukuh dan semakin akarnya kukuh semakin pohon itu mengeluarkan buah-buahannya.
39. Zikir adalah sumber syukur. Barangsiapa yang tidak mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dia tidak dapat bersyukur kepadaNya.
40. Dengan zikir, seseorang manusia mencapai kemajuan dan kejayaan dengan secara terus menerus ketika dia beristirehat ataupun berada di pasar, ketika dia sihat ataupun sakit, ketika dia sibuk dengan mengecap kenikmatan hidup ataupun berada dalam serba kekurangan. Pada setiap masa dan dalam setiap keadaan dia mencapai kejayaan. Tiada suatu apa pun yang menyebabkan dia mencapai kemajuan dengan secra terus menerus kecuali dengan zikir. Jika hatinya telah bersinar dengan sinaran zikir, maka dalam setiap keadaan dia meningkat ke martabat yang setinggi-tingginya.
41. Zikir adalah intisari Ilmu Tasawwuf yang diamalkan oleh setiap Ahli Tariqat. Jika telah terbuka pintu zikir bagi seseorang bererti telah terbuka baginya jalan yang menuju kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Barangsiapa yang telah menuju kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala nescaya dia telah mendapat segala-gala yang dikehendakinya kerana tidak berkurangan apa-apa pada khazanah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
42. Zikir adalah menggerakkan hati manusia daripada tidur dan menyedarkannya daripada lalai. Selagi hati dan jiwa manusia tidak sedar maka selama itulah dia mengalami kerugian demi kerugian.
43. Apabila zikir telah menguasai hati maka bukan saja ia menyubur ke bahagian hati itu sahaja bahkan ia menjadikan orang yang berzikir itu hidup dengan makmur walaupun dia tidak berharta benda, memuliakannya walaupun dia tidak berkeluarga dan menjadikannya penguasa walaupun dia tidak mempunyai kerajaan. Sebaliknya orang yang lalai daripada zikir pasti dia akan dihinakan walaupun dia mempunyai harta benda, kaum keluarga dan kerajaan yang besar.
44. Zikir adalah menghimpunkan kembali yang telah bercerai dan menseraikan yang telah terhimpun, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat, yakni hati manusia yang diselubungi oleh berbagai-bagai keraguan, dukacita dan kegelisahan itu semuanya dilenyapkan sama sekali dan dilahirkan ketenteraman dan ketenangan jiwa dan hati atau jiwa manusia yang dikuasai oleh perbuatan-perbuatan yang keji itu dibersihkan dan manusia yang senantiasa digoda dan dikuasai oleh tentera-tentera Syaitan itu diceraikan daripadanya dan Akhirat yang jauh itu didekatkan dan Dunia yang dekat itu dijauhkan dari jiwa manusia.
45. Zikir adalah mendekatkan kepada Zat yang zikirnya dikerjakan sehingga mendapat penyertaan denganNya sebagaimana diterangkan di dalam Al- Quran, “Inna Allaha Ma’allazi Nattaqau,” yang bererti: Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala berserta orang-orang yang bertaqwa. Diterangkan di dalam satu Hadits Qudsi, “Ana Ma’a ‘Abdi Ma Zakarani,” ertinya: Adalah Aku menyertai hambaKu selama dia mengingati Aku. Di dalam sebuah Hadits ada disebutkan bahawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Orang yang mengingati Aku itu adalah orang Aku. Aku tidak menjauhkannya daripada RahmatKu. Jika mereka bertaubat dari dosa-dosa mereka, maka Aku menjadi Kekasih bagi mereka tetapi sebaliknya jika mereka tidak bertaubat maka Aku menjadi Jururawat bagi mereka lalu Aku mencampakkan mereka ke alam kancah penderitaan supaya Aku membersihkan mereka daripada dosa-dosa.”
46. Penyertaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang dicapai menerusi zikir itu adalah penyertaan yang tidak ada tolok bandingnya. Hakikat penyertaan itu tidak mungkin dicatit dan tidak pula mungkin dibicarakan. Kelazatannya dengan ertikata yang sebenarnya boleh dirasai hanya oleh orang yang telah mencapainya. Ya Allah, berikanlah kepadaku barang sedikit daripada kenikmatanNya.
47. Zikir adalah seimbang dengan memerdekakan hamba, seimbang dengan membelanjakan harta dan seimbang pula dengan berjuang pada Jalan Allah.
48.Di dalam sebuah Hadits ada diberitakan bahawa Hadhrat Musa ‘Alaihissalam pernah berkata kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Ya Allah, Engkau telah menganugerahkan kepadaku nikmat-nikmat yang amat banyak maka tunjukilah aku cara-cara bersyukur kepadaMu.” Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman kepadanya:“Sebanyak yang engkau berzikir sebanyak itulah engkau dapat bersyukur.”
49.Di dalam Hadits yang lain diterangkan bahawa Hadhrat Musa ‘Alaihissalam memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Ya Allah! Bagaimanakah cara bersyukur yang sesuai dengan keadaanMu yang terunggul?” Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:“Hendaklah lidahmu senantiasa dibasahi dengan berzikir.”
50. Yang paling mulia di antara orang-orang yang bertaqwa pada sisi Allah ialah yang senantiasa sibuk dengan berzikir kerana natijah Taqwa ialah Syurga sedangkan natijah zikir ialah penyertaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
51. Pada hati manusia ada semacam kekerasan yang tiada berubah menjadi lembut melainkan dengan berzikir.
52. Zikir adalah sumber persahabatan dengan Allah sebaliknya lalai adalah sumber permusuhan denganNya.
53. Tiadalah satu apapun yang menambahkan nikmat-nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menyelamatkan daripada azabNya lebih daripada Zikrullah.
54.Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan RahmatNya kepada orang-orang yang berzikir dan Para Malaikat berdoa untuk mereka.
55. Barangsiapa yang ingin menikmati Syurga sedangkan dia masih berada di dalam Dunia ini maka hendaklah dia menyertai majlis-majlis zikir kerana majlis-majlis zikir itu adalah seumpama taman-taman Syurga.
56. Barangsiapa senantiasa berzikir, dia akan memasuki syurga sambil tersenyum-senyum.
57. Amalan yang paling afdhal ialah amalan yang disertai dengan berzikir sebanyak-banyaknya. Puasa yang afdhal sekali ialah puasa yang disertai dengan berzikir sebanyak-banyaknya. Haji yang afdhal ialah haji yang disertai dengan zikir sebanyak-banyaknya dan demikianlah Jihad serta amalan-amalan yang lainnya.
58. Zikir adalah pengganti kepada ibadat-ibadat Nafilah. Sebagaimana yang diriwayatkan di dalam sebuah hadits bahawa segolongan orang-orang miskin datang lalu merayu hal mereka kepada Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan berkata, “Ya Rasulullah, saudara kami yang berharta benda telah meningkat darjat yang setinggi-tingginya disebabkan harta kekayaan mereka. Mereka bersembahyang seperti kami bersembahyang, mereka berpuasa seperti kami berpuasa tetapi kerana harta kekayaan, mereka telah mendahului kami dengan mengerjakan Haji, Umrah, Jihad dan lain-lainya.” Sebagai menjawab Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Mahukah kamu sekelian ku ajarkan sesuatu untuk mencapai yang mendahului dan untuk mendahului sesudah kamu sehingga tiadalah lagi seorang pun yang lebih afdhal daripada kamu kecuali orang yang berbuat seperti yang kamu perbuat.” Selanjutnya Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Bacalah kamu sekelian: Subhanallah Alhamdulillah Allahu Akbar selepas tiap-tiap Solat.” Ini menunjukkan bahawa Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam menganggap zikir ini sebagai pengganti haji, umrah, jihad dan lain-lain bagi yang tidak berada.
59. Majlis Zikir adalah majlis Para Malaikat.
60. Allah Subhanahu Wa Ta’ala membanggakan orang-orang yang berzikir di hadapan Para Malaikat.
61. Zikir adalah rawatan bagi penyakit-penyakit hati.
62. Zikir adalah pendorong bagi ibadat-ibadat yang lain. Dengan berzikir sebanyak-banyaknya maka ibadat-ibadat yang lain itu menjadi mudah dan senang serta kelazatan ibadat-ibadat itu pun dirasai benar, oleh itu semua ibadat itu dapat dikerjakan tanpa keberatan dan kesukaran apa-apa.
63. Dengan berzikir semua keberatan akan berubah menjadi ringan, setiap kesukaran akan berubah menjadi senang, setiap bebanan menjadi ringan dan semua bala bencana akan terlenyap.
64. Lantaran zikirlah maka segala rupa ketakutan dan kebimbangan akan terhindar.
65. Zikrullah adalah mempunyai kuasa yang terkhas untuk melahirkan ketenteraman dan untuk melenyapkan ketakutan. Ianya mempunyai kesan yang teristimewa di mana semakin berzikir sebanyak-banyaknya semakin itulah akan mencapai ketenteraman dan akan lenyap ketakutan.
66.Zikir adalah melahirkan kekuatan dan tenaga yang terkhas kepada manusia. Maka dengan kekuatan itu diadapat menyelenggarakan urusan-urusan yang agak sukar.
67.Pemberes urusan-urusan keakhiratan adalah dahulu-mendahului di antara satu dengan yang lain dan di dalam mendahului ini yang kelihatan di hadapan sekali ialah orang-orang yang berzikir. Di dalam sebuah Hadits, Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda,
“Telah mendahului mereka yang Munfarrid.” Para Sahabat bertanya, “Siapakah yang Munfarrid itu Ya Rasulullah?” Baginda menjawab, “Mereka yang mengingati Allah sebanyak-banyaknya kerana zikir adalah meringankan bebanan mereka.”
68. Allah Subhanahu Wa Ta’ala sendiri yang membenarkan dan menguji orang- orang yang berzikir.Orang-orang yang dibenarkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala itu tidaklah akan dibangkitkan bersama-sama orang-orang yang dusta. Di dalam sebuah Hadits ada disebutkan bahawa apabila seorang hamba mengucapkan: “La Ilaha Illa Allah Wallahu Akbar,”maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Benarlah ucapan hambaKu bahawa tiada Tuhan melainkan Aku dan Akulah Maha Besar.”
69. Zikir adalah menyebabkan terbinanya rumah di dalam Syurga. Apabila seseorang hamba berhenti daripada berzikir maka Para malaikat berhenti daripada membina rumah itu. Manakala mereka ditanyakan, mengapakah kamu berhenti daripada membina rumah itu? Mereka menjawab bahawa perbelanjaannya belum lagi tiba.
70. Di dalam sebuah Hadits ada disebutkan bahawa barangsiapa mengucapkan:“Subhanallahi Wabihamdihi Subhanallahil ‘Azim” sebanyak tujuh kali nescaya dibinakan satu menara untuknya di dalam Syurga.
71. Zikir adalah perisai atau pendinding bagi Neraka Jahannam. Barangsiapa yang dimasukkan ke dalam Neraka kerana amal perbuatannya yang tidak baik maka zikirnya itu menjadi pendinding di antaranya dengan Neraka Jahannam. Semakin banyak zikir dibuat maka semakin kuatlah pendinding itu.
72. Jika seseorang yang berzikir di atas sebuah gunung atau di tanah datar maka tempat tersebut akan merasa amat bangga. Di dalam sebuah Hadits ada diberitakan bahawa gunung-ganang bertanya-tanyakan di antara satu dengan yang lain bahawa hari ini adalah seseorang yang berzikir melalui di atas engkau. Jika diberitahukan bahawa ada yang melaluinya sambil berzikir, maka ia berasa gembira lagi bangga.
73. Nur Zikir adalah sentiasa bersama orang yang berzikir itu sama ada di Dunia mahupun di dalam Kubur dan ia memimpin di Titian Sirat. Ia tidak berpisah di mana-mana pun. Diperingatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam Kitab Suci al-Quran pada Surah Al-An’am ayat 122 yang bermaksud,“Apa k a h  orang yang sudah mati kemudian Kami hidupkan dia dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada di dalam gelap gelita yang tidak dapat keluar daripadanya?”Or ang pertama itu beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang hatinya bersinar cemerlang dengan cinta makrifat dan zikirnya sementara orang yang kedua itu ialah yang terkosong dari sifat-sifat tersebut. Penghasilan Nur adalah sesuatu yang teragung sekali, ianya membawa kepada kejayaan yang gilang-gemilang.
74.Para Malaikat beristighfar memohon keampunan bagi orang yang berzikir. Hadits ada menyebut bahawa apabila seseorang hamba mengucapkan Subhanallahi Wabihamdihiatau Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, maka Para Malaikat berkata,“Ya Allah, ampunilah dia.” Adalah termaklum bahawa doa Para Malaikat itu tidak ditolak malahan terus dikabulkanNya.
75. Memperbanyakkan zikir adalah merupakan sijil bagi kelepasan dari kemunafikan kerana orang-orang yang Munafik tiada mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala melainkan sedikit. Hadhrat Ka’ab Ahbar Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barangsiapa berzikir sebanyak-banyaknya maka terpelihara dia daripada kemunafikan.”
76. Berbanding dengan amalan-amalan yang baik maka zikir mempunyai suatu kelazatan yang tidak di dapati pada amalan-amalan yang lain. Hadhrat Malik bin Dinar Rahmatullah ‘alaih berkata bahawa seseorang tidak akan berasa lazat dari suatu apa pun seperti kelazatan zikir.
77. Pada wajah orang yang berzikir itu di dapati kegembiraan di Dunia dan akan kelihatan Nur padanya di Hari Qiyamat.
78. Barangsiapa mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebanyak-banyaknya di tengah-tengah jalan, dirumah, di dalam safar perjalanan dan ketika berada di kampung, maka dia akan mempunyai pembela-pembela yang ramai sekali di Hari Hisab kelak.
79. Selama lidah sibuk dengan berzikir maka selama itulah dia terpelihara daripada perbicaraan yang sia-sia, berdusta, mengumpat dan sebagainya. Lidah itu sememangnya tidak mahu diam, ia akan sibuk dengan berzikir, kalau tidak sudah tentu dengan kesia-siaan. Demikian juga halnya dengan hati, jika ia tidak sibuk dengan mencintai Khaliq iaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala maka sudah tentu dia akan sibuk dengan mencintai makhluk.
80. Syaitan adalah musuh manusia yang nyata. Ia mencampakkan manusia di dalam kancah kerunsingan dan kegelisahan dengan berbagai cara. Ia juga mengerumuni mereka dari setiap penjuru. Orang yang halnya sedemikian rupa senantiasa berada di tengah-tengah lingkungan para musuh yang mana tiap-tiap seorang darinya ingin menimpakan ke atasnya penderitaan demi penderitaan. Maka tiadalah apa-apa untukmematahkan serangan-serangan musuh itu melainkan Zikrullah.

Sang rasa


Sebelum  menjelaskan masalah rasa lebih lanjut, sebaiknya kita mendasari
artikel ini dengan QS.surat Al hijr : 29;
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya , dan telah meniupkan  RUH-KU, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.
Berbicara mengenai rasa, sulit bagi sebagian orang memahaminya dengan baik, karena
terkadang bahasa tidak mampu mengungkap makna rasa yang sebenarnya. Namun kita bisa memahami jika mengerti asal kejadian manusia. Yang pada awalnya menusia tidak memiliki rasa “ADA”. Setelah dihembuskan ruh-Ku, manusia itu merasakan “ADA” Ruh-Ku ini menjadi sumber konflik antara kita.
Sehingga banyak yang tidak berani membahas apa itu “RASA JATI”, Dalam surat Al isra’:85 ” katakan bahwa ruh itu amar Tuhanku ” ada yang menterjemahkan bahwa ruh itu adalah rahasia Tuhanku.
Didalam Alqur’an surat Al Qiyamah:14, Akan tetapi di dalam diri manusia ada Bashirah ( rasa tahu )
Baiklah  mencoba merunut asal rasa itu dari fisik yang kita rasakan sekarang.
Apabila panca indra seseorang mengamati dan menangkap perangsang dari luar, maka perangsang ini oleh pancaindra diubah menjadi tenaga listrik yang disebut kesan. Kesan ini dikirim melalui syaraf tepi kepada syaraf pusat. Syaraf pusat lalu memberi perintah-perintah melalui syaraf tepi kepada urat daging untuk melaksanakan perintah. Bila syaraf pusat tidak memberikan perintah ,maka urat daging tak mungkin bergerak. Dengan demikian tidak terjadi suatu perbuatan.
Sampai mana arus itu mengalir, sampai itu pula kesadaran kita mencapai tingkatannya. Oleh sebab itu kesadaran manusia bertingkat-tingkat.
1. Jika arus ini mengalir sampai hanya pada pangkal otak, kesadaran nya dinamai kesadaran pendahuluan. Ini terdapat pada bayi atau hewan yang berderajad rendah,
2. Jika arus ini dapat mengalir sampai kepusat kesadaran dan pusat ingatan, maka dinamakan kesadaran sederhana. Contoh: anak-anak pada masa usia 1-6 tahun, bangsa-bangsa primitif, dan binatang-binatang yang berderajat lebih tinggi
3. Kalau arus bio-electric dapat bergerak sampai ke pusat akal dan pusat kemauan, berarti bahwa seseorang telah menemukan “AKU” nya. Mengenai ini dapat dilihat pada anak-anak yang mencapai akhir masa hayatinya (pubertas) . dalam keadaan serupa ini kesadarannya disebut kesadaran diri-sendiri
4. Apabila manusia di dalam sadarnya dapat berhubungan dengan rohaninya, maka kesadarannya meningkat menjadi kesadaran luhur (kesadaran jiwa). Kalau hubungannya sudah konstan , tetap, tingkah lakunya pun menunjukkan ketulusan hati yang dalam. Terhadap kesadaran ini dapat kita saksikan pada orang-orang yang menjalankan zuhud (melepas segala ikatan materi), dan sudah sampai ke derajat yang mukhlasin.
5. Lebih jauh lagi, bilamana kesadarannya sudah dapat menghubungkan diri kepada dzat mutlak (meta kosmos), maka disebut kesadaran Ruh (AKU SEJATI) atau rasa jati. , yaitu rasa yang hakiki yang mengetahui semua rasa (alam), Aku inilah yang mengetahui segala rasa, sedih, rasa takut, rasa marah, rasa benci, rasa capek, rasa lapar, rasa ngantuk dan seluruh alam rasa. Sebab semuanya tidak ada manfaatnya jika sang Aku tidak ada.
Sebelum anda menyadari rasa jatinya , anda mengira sakit itu yang merasakan adalah tubuh ini, kemudian kita merunut keatas, dari sentuhan fisik yang dihantar oleh bioelectric yang menghasilkan kesan ditangkap oleh pangkal otak dari pangkal otak kita menyadari siapa yang merasakan setelah sampai pada pusat otak !!
Ialah AKU sejati yang melihat (merasakan ) itu, ialah pusat pengetahuan tentang rasa, dia berada meliputi fisik bukan didalam fisik. Sehingga jika sang Aku telah meninggalkan fisik maka rasa itu tidak ada dalam fisik ini (mati) , anda perhatikan saat orang tidur ..walaupun otak dia tetap bekerja,namun Aku tidak merasakan lagi sebagai fisik ini..akan tetapi pindah dari kesadaran fisik menuju kesadaran jiwa, begitu seterunya .
Mungkin dibawah ini membantu menambah pengertian atas rasa tadi :
Sebelum anda bisa mengendarai (menyetir) mobil, menurut perasaan anda mobil itu besar sekali dan jalanan sepertinya sangat sempit, sehingga tampak terpisah antara mobil dan pikiran..anda menjadi gugup saat berpapasan dengan pengendara sepeda motor
Lama- kelamaan rasa anda meluas meliputi body mobil, seakan tubuh anda menjadi mobil itu sendiri, sehingga jika berjalan kencangpun terasa mengikuti irama perasaan anda. Reflek otak anda menggerakkan rem, kopling, wiper, bunyi knalpot, dan getaran mobil, sehingga jika ada sesuatu yang ganjil terhadap bunyi mesin itu terasa menyentuh langsung kepada perasaan anda (otak). Jika mobil itu terantuk batu yang besar .ADUH !!
anda merasakan kesakitan. Mengapa anda yang menjerit kesakitan ..padahal anda dengan mobil itu berbeda..anda bukanlah sebuah mobil itu. Siapa yang merasakan enak tidaknya membawa mobil .mobil itu tidak bisa merasakan apa-apa. tapi kita bisa merasakan mobil itu enak atau tidak ..itulah gambaran rasa jati ..asalnya segala rasa, yang meliputi segala sesuatu.

Makna mati dalam hidup


Rasulullah s.a.w bersabda:
Bila hati seorang sudah dimasuki Nur, maka itu akan menjadi lapang dan terbuka.” Setelah mendengar ucapan Rasulullah s.a.w. itu orang banyak bertanya: “Apakah tandanya hati yang lapang dan terbuka itu ya Rasulullah..? Rasulullah menjawab:
“Ada perhatiannya terhadap kehidupan yang kekal di akherat nanti, dan timbul kesadaran dan pengertian terhadap tipu daya kehidupan dunia sekarang ini, lalu dia bersedia menghadapi mati sebelum datangnya mati.” (H.R. Ibnu Jurair) Bersedia menghadapi mati sebelum datangnya mati adalah pelajaran luar biasa berhikmahnya dari hadits ini.
Statement ini mengisyaratkan kepada kita untuk berlatih mati dalam rangka menghadapi proses kematian, agar dapat mati dalam keadaan sukses. Lalu bagaimanakah bentuk sukses dari sebuah kematian itu? Berbicara mengenai hal ini, Nabi Ibrahim berpesan kepada anak-anaknya: “Janganlah sampai kamu meninggal dunia padahal kamu tidak menyerahkan dirimu (Total Submission) kepada ALLAH.” (Q.S. Ibrahim : 152)
Orang yang menyerahkan diri secara total kepada ALLAH adalah orang yang dekat kepada-NYA, oleh karena itu kematiannya adalah sebuah kesuksesan. “Adapun bila yang meninggal itu adalah orang-orang yang mendekatkan diri (kepada ALLAH). Maka (kematian baginya) adalah lega, semerbak dan nikmat sekali.” (QS. Waqi’ah : 89-90)
Ibrahim a.s. mengisyaratkan bahwa kematian yang sukses adalah kematian dalam keadaan “penyerahan diri secara total kepada ALLAH semata”. Karena memang: “Sesungguhnya hidupku dan matiku hanyalah untuk ALLAH semata. (QS. Al An’am : ) Tentang Sukses Kematian, Rasulullah bersabda: “Siapa yang suka menemui ALLAH, ALLAH suka menemuinya, dan barang siapa benci menemui ALLAH, ALLAH benci pula menemuinya.”
Setelah mendengar sabda Rasulullah ini banyak para sahabat yang menangis. Melihat itu Rasulullah bertanya kepada mereka, kenapa menangis..? Mereka menjawab: “Semua kami membenci mati ya Rasulullah. Maka berkatalah Rasulullah: “Bukan demikian yang dimaksud, tetapi adalah ketika menghadapi sakaratil maut.”
Sebagaimana kehidupan yang indah, kematian yang indah adalah kematian dengan kondisi jiwa penuh dengan ke-“Tauhid”-an. Jiwa yang dipenuhi dengan menafikan segala bentuk penuhanan terhadap sesuatu selain ALLAH dan terus-menerus meneguhkan (isbatkan) penuhanan kepada ALLAH semata-mata. Karena:
Lailaha ilalloh adalah ucapan AKU
Lailaha ilalloh adalah AKU
Lailaha ilalloh adalah benteng AKU.
Siapa yang masuk dalam benteng AKU dengan mengucap Lailaha ilalloh lepas dari aniaya-KU. (Hadits Qudsi)
Dalam hidup berbekal Tauhid, dalam menghadapi sakaratul maut berbekal Tauhid, jiwa pergi dari jasad membawa Tauhid. Jika kesadaran telah dipenuhi dengan “Tauhid” kehidupan kita akan bebas dari aniaya ALLAH, demikian juga dengan kematian kita. Oleh karena itu seperti diriwayatkan oleh Muslim dari Sa’id Al-Khudri r.a beliau berkata : “Saya mendengar Rasulullah s.a.w bersabda:
“Talkinkanlah olehmu orang yang mati di antara kamu dengan kalimat La ilaha illallah. Karena sesungguhnya, seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya, maka itulah bekalnya menuju surga.” Masuk ke dalam benteng SANG AKU: Lailaha ilalloh, tentunya bukan sekedar ucapan lisan saja. Akan tetapi telah diyakini dengan qalbu dan telah disaksikan dengan sepenuh jiwa.
Dengan kondisi kesadaran yang demikian maka qalbu menjadi terbersihkan dari segala kotoran-kotoran dosa, selalu terisi dengan keimanan, ingatan selalu tertuju kepada ALLAH dan sikap jiwa dalam keadaan berserah diri total kepada ALLAH, sebagai pemilik hidup kita. Penyerahan diri dengan kesadaran kepada ALLAH Yang Maha Esa.
Seperti dikatakan oleh Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali (wafat 1111): “At Tauhid al-khalis an layaraha fii kulli syai’in ilallah” (Tauhid sejati adalah penglihatan atas Tuhan dalam segala sesuatu). Dengan Tauhid ini, manusia menjadi sadar kedudukannya bahwa tubuhnya adalah semata-mata bentuk Kuasa ALLAH (melihat Tuhan dalam tubuhnya), sebagaimana alam semesta raya.
Harus kembali kepada-NYA dalam posisi tunduk patuh sebagaimana tunduk patuhnya alam semesta. Semua adalah bentuk Kuasa ALLAH, Energi ALLAH, Daya ALLAH karena sesungguhnya: La haula walaa quwwata illa billahil aliyyil adziem. Dengan Tauhid pula manusia sadar bahwa, hidup yang ada didalam dirinya (melihat Tuhan tidak terpisahkan dari hidupnya),
yang menyebabkan badan bisa hidup bergerak serta membuatnya menjadi makhluk sadar adalah roh yang berasal dari-NYA – “Min Ruhi” atau Roh SANG AKU. Milik-NYA semata-mata dan aksioma akan kembali kepada-NYA. Tidak ada rasa peng-“aku” an atas hidup, jiwa dan roh yang ada di dalam badan ini. Ia adalah milik-NYA dan akan kembali kepada-NYA.
Dengan kondisi psikologis yang demikian orang akan lebih tenang dengan bertawakal kepada ALLAH semata dalam menghadapi situasi kritis saat ajal menjemput. Karena ia telah sadar bahwa:  o Mati adalah untuk kembali ke Asal atau Sumber dari hidup, yaitu ALLAH  o Mati adalah perjalanan menuju ALLAH o Mati adalah saat menemui ALLAH o Mati adalah Bersaksinya roh atas Wajah ALLAH o Mati adalah untuk Merasakan Kedekatan/ Kesatuan dengan ALLAH
Pelatihan Mati Sukses, Seperti Jawaban Rasulullah kepada para Sahabatnya: “Ada perhatiannya terhadap kehidupan yang kekal di akherat nanti, dan timbul kesadaran dan pengertian terhadap tipu daya kehidupan dunia sekarang ini, lalu dia bersedia menghadapi mati sebelum datangnya mati.” Jika kita simak hadits nabi tersebut, Rasulullah telah memberikan motivasi kepada kita tentang bagaimana hendaknya umatnya melakukan latihan untuk menghadapi mati sebelum datangnya kematian, agar dapat sukses ketika menghadapinya nanti.
Mengenai hal ini, Haji Slamet Oetomo Blambangan berkenan berbagi pengetahuan dan best practicenya kepada kita dalam menghadapi kematian. Saya senang menyebutnya dengan istilah pelatihan mati khusyuk.  Proses pelatihan ini berangkat dari filosofi tentang Hakikat manusia yang diajarkan Tuhan melalui al qur’an.
–  Yang pertama, kematian itu adalah proses kembali menemui Tuhan sama dengan sholat, dzikir atau itikaf. Oleh karena itu kita posisikan Kesadaran sesuai dengan surat: Al ‘Araf : 29 : ” Dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya).”
Meluruskan muka atau diri adalah menumpahkan dan memusatkan seluruh perhatian kepada ALLAH semata. Dan dibekali dengan keikhlasan dengan tingkat kesadaran seperti dinyatakan qur’an : “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al An’am : 162).
Dan seperti dijadikan pada mulanya yaitu bayi lahir, bayi itu suci, tidak merasa bisa tidak merasa pandai bahkan dipanggil namanya tidak tahu/bodoh. Semua yang ada nikmat ALLAH, kepunyaan ALLAH harus kembali kepadaNYA seperti pada mulanya yaitu seperti bayi lahir suci, perasaan tidak bisa apa-apa. Berserah diri total.
– Yang kedua, Tahu Tujuan Kematian. Tidak lain adalah Tuhan Semesta Alam – ALLAH. Tuhan seperti yang dijelaskan dalam surat Al Iklash: “Tuhan ALLAH Yang Maha Esa. Tuhan ALLAH tempat meminta. Dia tidak beranak dan tidak pula dilahirkan sebagai anak. Dan tidak ada sesuatupun yang ada persamaannya dengan DIA.” (Al –Iklash ) Al Fajr 27-28 dan Tuhan yang dijelaskan dalam surat Fushilat : 54 : “Bukankah mereka masih dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhannya,,? Bukankah DIA-NYA meliputi segala sesuatu.”
– Yang ketiga, mati adalah proses menemui ALLAH. Tidak lain adalah proses mendekatkan diri kepada ALLAH. Proses mendekatkan diri kepada ALLAH adalah proses menjalankan jiwa kepada tujuannya , yaitu ALLAH. Dalam proses kematian, yang berjalan adalah jiwa dengan min ruhinya, bukan pikiran atau hati. Seperti Firman ALLAH: “Wahai jiwa yang tenang masuklah kedalam Surga-KU”. Adalah jiwa dengan min ruhinya, bukan badan, pikiran dan hati. Saat kematian, seyogya nya jiwa dijalankan kepada ALLAH dengan terus mengingat ALLAH .
Dengan ingat kepada ALLAH, jiwa akan semakin meluncur mendekat kepada ALLAH. Pada posisi in, dalam batin hendaknya juga dikembangkan “Baik Sangka” kepada ALLAH, sebab sikap yang demikian akan menuntun kepada keadaan yang menjadi persangkaan kita. Sesuai dengan rumus “AKU adalah menurut persangkaan hamba-KU tentang AKU dan AKU bersama dia bila dia memanggil AKU”.
– Yang Keempat, menyadari eksistensi sebagai manusia. Bahwa tubuh manusia sebagai prototipe alam semesta adalah bentuk Kekuasaan ALLAH yang Maha Dasyhat, Maha Luar Biasa. Sedangkan jiwa manusia dengan min ruhinya adalah berasal dari ALLAH, secara ilahiah adalah SATU dengan ALLAH.
Oleh karena itu harus disadari bahwa tubuh ini bukan tubuh milik kita akan tetapi Kuasa ALLAH, dan jiwa ini adalah min ruhi – Roh milik ALLAH. Disini kedirian menjadi lenyap karena yang ada hanya Kuasa ALLAH dan Roh ALLAH keduanya adalah milik ALLAH aspeknya ALLAH. Aksiomatis kembali kepada ALLAH.
– Yang kelima, lihatlah kembali ke diri kita manusia. Perhatikan keluar masuknya nafas itu adalah pertanda adanya hidup adanya roh dalam tubuh sehingga hidup bergerak, itu adalah kinerja-NYA ALLAH, perbuatan-NYA ALLAH.  Keluar masuknya nafas adalah tanda adanya hidup-NYA ALLAH yang ada dalam tubuh, adanya min ruhi, Roh ALLAH yang meresapi seluruh tubuh ini. Roh ALLAH yang meresapi seluruh Qudrat ALLAH – tubuh.
Selanjutnya Perhatikan juga sang otak yang netral – sebagai jembatan antara roh yang metafisika dan tubuh yang fisika. Yang bertugas sebagai regulator kesadaran manusia, berikan informasi yang benar kepada otak, install informasi tentang kebenaran ketuhanan. Sehingga hiduplah manusia dengan kesadaran berketuhanan secara benar:”Tiada Tuhan selain ALLAH dan Muhammad adalah utusan ALLAH”.
– Yang Keenam, dengan kesadaran yang telah diperoleh kini serahkanlah, kembalikanlah, dudukkan pada posisi yang sebenarnya – segala eksisensi yang ada kepada SUMBER nya, kepada PUSAT nya, kepada ALLAH.
– Tubuh, Pikiran, Hati adalah Qudrat ALLAH kembali kepada pemilik Qudrat   yaitu ALLAH
– Jiwa dengan minruhinya adalah milik ALLAH kembali kepada ALLAH
– Rasa Ingat/ Rasa Jati/ Rasa ber Tuhan kembali kepada ALLAH
– Semua kembali kepada ALLAH

 

Kamis, 09 November 2017

Jejak Sang Sufi


Tahun 1165, awal Ibn ‘Arabî terlempar ke dunia. Tepatnya di Murcia, Spanyol bagian tenggara. Tepat pada hari kelahirannya, tanggal 28 Juli, seorang sufi besar Syekh ‘Abdul Qadir al-Jilani meninggal dunia. Spekulasi pun muncul, bahwa Ibn ‘Arabî memang dilahirkan untuk menggantikan posisi spiritual Syekh ‘Abdul Qadir al-Jilani—yang banyak dikenal sebagai seorang wali. Entah! Itu hanya spekulasi. Tapi yang jelas Ibn ‘Arabî punya kekhasan tersendiri.
Ibn ‘Arabî dikenal sebagai seorang tokoh tasawwuf-falsafi—disiplin yang menjadi arena persinggungan mistisisme Islam dengan filsafat. Karya-karyanya selalu menggambarkan persentuhan mistisisme dengan wacana filsafat—khususnya filsafat abad tengah.
Ibn ‘Arabî kecil hidup dalam keluarga yang terpandang. Ayahnya adalah seorang pejabat tinggi di istana dinasti al-Muwahhidun. Sedangkan dari jalur ibunya, Ibn ‘Arabî memiliki seorang paman bernama Yahya ibn Yughan al-Shanhaji yang juga menjadi penguasa di Tlemcen. (Addas, 2004: 43)
Dengan latar belakang keluarga terpandang, Ibn ‘Arabî memiliki peluang besar untuk mendapatkan jabatan politik. Namun, Ibn ‘Arabî ternyata bukan tipikal orang yang suka hura-hara politik. Ia menyukai jalan sunyi. Ia lalu memilih untuk menjadi seorang sufi.
Sejak jalan sunyi itu dipilihnya, ia banyak berkelana ke berbagai penjuru dunia. Dalam perjalanan itulah Ibn ‘Arabî bisa menemui orang-orang yang kelak menjadi gurunya. Ia berjalan ke Afrika Utara, Maroko, Alcazaquivir, Sevilla, Kordoba, Granada hingga kembali lagi ke kampunya sendiri, Murcia.
Tidak berhenti sampai di situ perjalanan Ibn ‘Arâbi. Ia masih meneruskan perjalanannya ke Almeria, kemudian kembali lagi ke Maroko, dan menuju Marrakech. Di Marrakech, Ibn ‘Arabî bertemu dengan Muhammad al-Marrakusyi, seorang sufi yang dikaguminya. Dari Marrakech, Ibn ‘Arabî kemudian mendatangi Maroko kembali, dan menemui sahabat lamanya Muhammad al-Hashshar, serta mengajaknya untuk menemani perjalanannya.
Dari Maroko, Ibn ‘Arabî beranjak menuju ke Timur. Tujuan utamanya adalah Mekkah dengan niat untuk menunaikan ibadah haji di sana. Namun, dalam perjalanan menuju Mekkah, Ibn ‘Arabî sering singgah di berbagai tempat. Tempat persinggahan pertamanya adalah Cairo. Dari Cairo ia masih menuju ke Palestina, dan baru ke Madinah, sebelum akhirnya menginjakkan kaki di Mekkah.
Sepanjang perjalanan itu, Ibn ‘Arabî banyak menjumpai tokoh-tokoh sufi. Semisal, ‘Abdul ‘Aziz al-Mahdawi, Abu ‘Abdillah al-Daqqaq, Ibn Hirzihim, Muhammad Ibn ‘Abdurrahman al-Tamimi al-Fasi, Abu al-‘Abbas al-‘Uryabi, dan Abu Yahya Ibn Abi Bakr al-Shanhaji. [Tentang detail perjalanan Ibn ‘Arabî bisa dilihat dalam Mencari Belerang Merah: Kisah Hidup Ibn ‘Arabî (Claude Addas, terj. Zaimul Am.: 2004)].
Puncak perjalanan Ibn ‘Arabî adalah di Mekkah. Di tempat ini, Ibn ‘Arabî akhirnya bermimpi dinobatkan sebagai Pewaris Nabi Muhammad. Dengannya, Ibn ‘Arabî menjadi mengerti rahasia-rahasia ajaran Nabi Muhammad. Dan oleh karena itu, dalam Fushûs al-Hikam, Ibn ‘Arabî menulis satu bab khusus berjudul “Hikmah Fardiyah fî Kalimat Muhammadiyah”. Di situ, Ibn ‘Arabî banyak menjelaskan tentang haqîqah muhammadiyah: masalah pokok ajaran Nabi Muhammad.
Selain itu, Mekkah juga menjadi titik balik ajaran sufisme Ibn ‘Arabî. Di tempat bersejarah ini, Ibn ‘Arabî bertemu dengan gadis jelita bernama Nizham. Ibn ‘Arabî dibuat kagum olehnya. Atas kekaguman terhadap gadis jelita itu, Ibn ‘Arabî terdorong untuk menulis sekumpulan syair yang diberi judul Tarjuman al-Asywaq (“Penafsir Kerinduan”). Kini, kumpulan syair itu sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Reynold A. Nicholson dengan judul A Collection of Mystical Odes.
Selain dalam karya terbesarnya, Futûhat al-Makkiyah (“Pencerahan-pencerahan Mekkah”), dalam Tarjuman al-Asywaq inilah Ibn ‘Arabî juga banyak menuangkan perenungannya tentang ‘cinta’: cinta kepada Nizham yang cantik jelita; dan akhirnya cinta yang melampaui kata-kata. Atas dasar ini pula, Ibn ‘Arabî dituduh mengajarkan erotisme oleh sebagian ulama Aleppo waktu itu, namun ia segera menyanggahnya.