Laman

Jumat, 18 Oktober 2013

Hakikat Nama Allah Dan Keberadaan Manusia

Wejangan Spiritual Maulana Syaikh Ghauts Hasan



A’udzubillahi minasysyaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala Alihi Muhammad wa Ashabihil Akhyaar.
Ketahuilah, bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat mutlak sumber segala maujud yang ada pada alam raya dan seisinya ini, wujud Nya meliputi seluruh wujud, namun demikian Dia tidaklah bersatu dengan segala sesuatu, tidak pula Dia terpisah dari sesuatu itu. Segala sesuatu diciptakan melalui ilmu Nya, sebagai manifestasi akan keberadaan Dzat Nya, sebagai limpahan dari sifat Nya yang menunjukkan adanya perbuatan Nya, serta mencerminkan keagungan nama Nya. Setiap mahluk yang diciptakan merupakan tanda-tanda dari kebesaran Nya, setiap mahluk merupakan nama Nya, bahkan lebih daripada itu setiap nafas yang dihirup dan dihembuskan adalah ayat-ayat Nya. Maha suci Allah yang tidak terpisah antara Dzat, sifat, asma, dan af’al Nya. Kesempurnaan nama Nya dikenal melalui para utusan, yang melalui merekalah Dia menjadi dikenal.
Dari seluruh nama-nama yang disampaikan untuk ditafakuri, dikhususkan oleh Nya nama yang menerangkan Dzat Nya. Itulah nama Allah yang dipanggil oleh lisan para hamba Nya, yakni sebagai media untuk menunjukkan adanya objek yang diajak berkomunikasi. Sebagaimana Firman Nya :

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang haq) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”
(Qur’an surah Thaha ayat 14)
Maulana Syaikh Ghauts Hasan ra, berkata :
Nama Allah adalah “ismun Dzat” (nama Dzat) yang menunjukkan kepada “al Hawiyah” (ke-Dia-an). Nama ini terdiri dari empat huruf, dimana setiap huruf didalam nama tersebut menerangkan keberadaan Nya, dan menjadi simbol dari perbendaharaan hakikat, serta merupakan poros dari keseluruhan nama-nama Allah yang lainnya. Kelima huruf tersebut adalah alif, lam, lam, dan ha. Nama Allah menerangkan bahwa Dia Sang Pemilik Nama, yang menjadi tujuan dalam pengucapan. Jika huruf alif yang pertama dihilangkan maka nama tersebut menjadi Lillahi (karena Dia), jika huruf lam dihilangkan maka nama tersebut menjadi Lahu (dengan Dia), jika huruf lam yang satunya dihilangkan lagi maka nama tersebut menjadi Hu (Dia).
Syaikh Abdul Karim al Jilli ra, berkata :
“Ketahuilah, bahwasanya huruf alif yang pertama menerangkan Ahadiyyah (Ketunggalan), huruf laam pertama menerangkan al Jalal (Maha Perkasa) yang merupakan manifestasi tertinggi dari Dzat Nya. Huruf laam kedua menerangkan al Jamal (Maha Indah). Huruf keempat adalah alif yang tidak tersurat namun nyata dalam pelafadzan, huruf ini menerangkan al Kamal (Maha Sempurna) yang tidak berakhir dan berujung karena Allah adalah al Awwal wa al Akhiiru. Huruf kelima dari nama Allah adalah ha yang merupakan isyarat dari hawiyah (Ke-Dia-an) yang sejatinya adalah hakikat dari manusia.”

Huruf alif awal mencerminkan keadaan Dzat Nya Yang berdiri sendiri, mencerminkan bahwa Dia adalah Yang Maha meliputi dan diliputi. Dia Yang awal dan Yang akhir, Yang lahir dan Yang batin, Dia yang kekal abadi.

Makna dari huruf lam pertama yang menyimbolkan al Jalal dan huruf lam kedua yang menyimbolkan al Jamal adalah hakikat dari seluruh sifat-sifat Allah yang tidak dapat dihitung, karena awal dari manifestasi adalah al Jalal dan akhir dari manifestasi adalah al Jamal yang hakikatnya adalah satu juga. Artinya bahwa seluruh sifat-sifat Allah diliputi oleh dua sifat Nya yang utama yakni al Jalal dan al Jamal, sementara keseluruhan sifat tersebut menggambarkan al Kamal yakni kesempurnaan Nya. Adapun maksud dari al Jalal sebagai awal manifestasi adalah karena keperkasaan Nya tidak dapat diketahui melainkan oleh diri Nya sendiri, karena mahluk tidak akan dapat menerima tajalli keperkasaan mutlak Nya melainkan mahluk tersebut akan menjadi fana. Sedangkan maksud dari al Jamal sebagai akhir manifestasi karena keberadaan Nya dirasakan oleh mahluk melalui keindahan Nya, sebagaimana dijelaskan didalam hadits qudsi bahwa Allah Berfirman, “Rahmat Ku mendahului murka Ku.”
Adapun huruf alif yang tersembunyi menunjukkan ilmu, huruf alif yang tersembunyi ini merupakan simbol dari kesempurnaan Dzat Nya yang tidak diketahui siapapun, yang ilmu Nya meliputi segala sesuatu sehingga tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan Nya, karena segala sesuatu diciptakan berdasarkan ilmu Nya.
Huruf ha merupakan simbol dari al Hayy (Yang Maha Hidup) yakni Yang mengalirkan energi kehidupan kepada segala sesuatu yang diciptakan Nya sehingga sesuatu tersebut menjadi ada dan hidup dengan bergantung kepada hidup Nya.
Ada dua pendapat mengenai jumlah huruf dalam nama Allah ini, ada yang berpendapat empat huruf, dan ada yang berpendapat lima huruf. Jika kita mengambil pendapat bahwa nama Allah itu terdiri dari lima huruf, maka huruf alif kedua merupakan huruf yang ada didalam pengucapan namun tersembunyi didalam tulisan, hal ini mencerminkan kegaiban Allah yang tidak terjangkau oleh panca indera dan akal manusia, akan tetapi Dia lah wujud sejati yang tersembunyi, sebagaimana terdapat didalam hadits qudsi bahwa Allah Ta’ala Berfirman, “Sesungguhnya Aku adalah harta yang tersembunyi, Aku ciptakan mahluk agar Aku dikenal.” Para syaikh penghulu kita menjelaskan bahwa “Jika dirimu (yang dimaksud adalah ego dan nafsu) ada, maka Allah tidak ada. Dan jika Allah ada, niscaya dirimu tidak akan ada (maksudnya jika Allah ditaati maka tidak akan mengikuti ego dan hawa nafsu)” Hal ini menerangkan bahwa ketika seorang manusia mengakui keberadaannya sebagai sesuatu yang eksis dan berkuasa, maka dia tidak akan mengenali keberadaan Allah Yang menguasainya dan menjadi sebab keberadaan serta perbuatan yang dilakukannya. Sedangkan ketika seorang manusia meniadakan ke-aku-an dirinya, niscaya dia akan menyaksikan keberadaan Allah Ta’ala Yang Maha Meliputi segala sesuatu. Huruf alif yang kedua ini merupakan simbol dari rahasia Ilahi yang dianugerahkan kepada para waliyullah yang mulia, inilah sebabnya Rasulullah Saaw bersabda, “Tidak ada yang mengenal waliyullah kecuali sesamanya.” Maha Suci Allah yang telah memperkenalkan nama Nya Yang Agung ini.
Didalam hadits qudsi Allah Berfirman, “Aku ciptakan adam sebagai bayangan Ku.” Sesungguhnya nama Allah ini merujuk kepada manusia yang menjadi bukti nyata akan keberadaan Nya, karena manusia adalah manifestasi paling sempurna dan dimuliakan diantara ciptaan Nya yang lain. Sehingga terdapat suatu kaitan erat antara nama Allah tersebut dengan keberadaan wujud seorang manusia.
Lima huruf dari nama Allah tersebut merupakan simbol dari wujud manusia. Huruf alif awal melambangkan tanah, huruf lam awal melambangkan api, huruf lam kedua melambangkan air, huruf ha melambangkan angin. Keempat huruf yang tersurat itu melambangkan empat unsur yang membentuk jasad manusia, sedangkan huruf alif kedua yang tersembunyi antara lam kedua dengan ha, melambangkan adanya realitas gaib yang mendukung keberadaan seorang manusia, hal itu adalah ruh. Tanpa adanya ruh, maka jasad manusia tidak akan hidup, karena ruh itu adalah sumber kehidupan manusia yang merupakan manifestasi dari sifat Allah “al Hayy” (Yang Maha Hidup) serta sifat Allah “an Nur” (Yang Menerangi) yakni cahaya yang membuat manusia menjadi maujud di dunia yang fana ini.
Tanah adalah bahan utama pembentuk jasad manusia yang merupakan simbol dari nafs al mulhamah (jiwa yang terilhami), sebagaimana sifat tanah yang menjadi tempat berpijak dan tempat tumbuhnya tanaman, maka tanah merupakan wadah bagi segala sesuatu yang akan ditanam dan tumbuh diatasnya tanpa memperhitungkan ataupun mempertimbangkan benda apakah yang akan ditanam itu. Begitupun halnya keberadaan diri manusia sebagai wadah yang sejatinya harus menjadi media yang akan menampung ilmu dan sifat-sifat terpuji, sebagaimana sabda Rasulullah Saww, “Sesungguhnya aku diutus untuk mengajarkan manusia kepada kesempurnaan ahlak.” Namun jika seorang manusia mengisi wadah tersebut dengan keburukan, maka yang akan tumbuh pada dirinya juga berupa sifat, karakter, dan perbuatan-perbuatan buruk yang tercela. Jiwa mulhamah inilah yang menjadi fondasi didalam menerima hidayah ilmu dalam proses pelaksanaan ibadahnya.
Api adalah simbol dari nafs al ammarah (jiwa ammarah), api memiliki tiga komponen didalamnya, yaitu panas, gerak, dan cahaya. Didalam diri manusia sifat-sifat api tersebut tergambar dengan adanya ego, emosi (perasaan), dan semangat (motivasi). Tanpa adanya sifat-sifat api, maka seorang manusia tidak akan mempunyai gairah atau semangat didalam menjalani kehidupan, melalui sifat-sifat inilah seorang manusia dapat memiliki kemauan dan kemampuan untuk berkarya. Namun karakteristik sisi rendah jiwa ini adalah sifat-sifat keduniawian, karena lapisan jiwa ammarah ini adalah lapisan jiwa yang memiliki keterkaitan erat dengan alam keduniawian, sehingga jika tidak dikendalikan maka akan menjerumuskan manusianya menjadi orang yang hubbud dunya (cinta dunia).
Angin merupakan simbol dari nafs al lawwamah (jiwa al lawm), asal katanya berarti jiwa yang berbantahan, jiwa yang bergerak, atau jiwa yang mencela. Sebagaimana sifat-sifat angin yang selalu bergerak dari ruang yang sempit kepada ruang yang lapang, sesungguhnya seperti itu juga diri manusia yang senantiasa bergerak menuju kepada kelapangan jiwanya, dimana hal yang membuat jiwa terasa lapang adalah karena telah adanya kebahagiaan dan ketenangan didalam diri. Akan tetapi kebanyakan manusia berpendapat bahwa ketenangan dan kebahagiaan itu akan dirasakan manakala telah terpenuhinya keinginan-keinginan mereka akan materi, sehingga kita dapati kebanyakan manusia begitu berambisi dan mencurahkan usaha/kemampuan, pikiran, tenaga, dan waktunya hanya untuk mengejar dan memperoleh hal-hal keduniawian yang semu dan sementara. Sungguh ini adalah suatu sudut pandang yang sangat keliru, karena ketenangan itu tidaklah didapat dari materi, ataupun melalui usaha-usaha manusia didalam memperolehnya, ketenangan adalah anugerah Allah yang diberikan kepada orang-orang yang memang dikehendaki Nya. Renungkanlah hal ini, begitu banyak orang yang kaya namun merasa gelisah, dan banyak pula orang yang secara lahiriahnya tidak memiliki kekayaan, namun mereka merasakan kebahagiaan dan ketenangan hidup. Oleh karena itu barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan dan ketenangan, seharusnya mendekati dan memohon kepada Sang Pemilik ketenangan dan Pemberi kebahagiaan yaitu Allah Ta’ala.
Adapun air merupakan simbol dari nafs al muthmainnah (jiwa yang tenang), diantara sifat-sifat air adalah dingin, menyegarkan, mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, serta air adalah unsur yang fleksibel yang selalu menyesuaikan wujudnya dengan segala sesuatu yang mewadahinya. Seperti itu pula sifat-sifat dari jiwa seorang manusia yang telah diliputi ketenangan, dirinya memiliki kesabaran dan keteguhan, memberikan ketentraman kepada orang lain, selalu melihat dan memperhatikan kondisi mereka yang berada dibawahnya (kepedulian sosial), serta senantiasa berbaur dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat dirinya berada.
Itulah empat potensi yang dianugerahkan Allah Ta’ala kedalam diri manusia. Adapun rahasia yang tersirat dari posisi huruf alif yang tersembunyi setelah huruf lam kedua merupakan simbol dari posisi insan didalam menjalani hidup dan kehidupannya guna mencapai tujuannya kembali kepada fitrah dan menjadi manusia seutuhnya (insan kamil) yang berperan sebagai khalifatullah fil ardh dalam hubungannya dengan sesama, yakni sebagai hamba Allah dan umat Rasulullah Saww.
Sesungguhnya hakikat dari nama Allah adalah mencerminkan citra dari insan kamil, dimana huruf alif yang tersembunyi ini menggambarkan diri seorang manusia yang keberadaan hidupnya dikendalikan oleh kekuatan Ilahiyyah (ruhani), segenap potensi-potensinya digerakkan oleh kendali ruhaninya, berbeda dengan orang kebanyakan yang setiap gerak dan langkahnya digerakkan oleh dan ditujukan untuk kepentingan ego dan hawa nafsunya.
Adapun kesempurnaan dari nama Allah tersebut ditunjukkan dengan adanya tanda tasjid disebelah atas antara dua huruf lam, tanda tersebut berbentuk kepala dari huruf siin, dimana siin adalah salah satu nama dari Rasulullah Saww. Maka tanda tasjid tersebut pada hakikatnya merupakan simbol dari hakikat nur Muhammad yang merupakan asal dari segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah Ta’ala. Hal ini mencerminkan bahwa kesempurnaan diri seorang insan kamil merupakan limpahan berkah dari Sayyidina al Musthafa Muhammad Rasulullah Saww, ini juga sekaligus menjelaskan fungsi tasjid adalah sebagai dasar dan penegas dari sebuah kalimat yang berarti proses untuk menuju kepada insan kamil adalah dengan menghubungkan diri dengan Rasulullah Saww melalui ketaatan terhadap setiap ajaran yang disampaikannya, yang didalam prakteknya adalah membangkitkan sifat-sifat Ahmad (kebaikan dan kemuliaan) yang ada didalam diri manusia dengan meninggalkan segala sifat-sifat kerendahan.

Wa minAllahu at taufik, wa salallahu ala Sayyidina Muhammad wa alihi wasallam
Alhamdulillahirabbil alamin.

Pentingnya Ilmu Tasawuf

Tugas-tugas syariah yang diperintahkan pada diri manusia terbagi menjadi dua. Pertama hukum-hukum yang berhubungan dengan aspek amaliyah lahiriyah, dan kedua hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah bathiniyah. Dengan kata lain ada aturan ibadah yang berhubungan dengan fisik, ada pula yang berhubungan dengan qalbu.

Amaliyah fisik terbagi dua. Perintah dan larangan. Perintah-perintah Ilahi di sini seperti sholat, zakat, haji dst. Sedangkan larangan seperti larangan membunuh, zina, mencuri, meminum khamar, korupsi dsb.

Hal yang sama dalam amaliyah Qalbu terbagi dua, perintah dan larangan. Perintah-perintahnya seperti Iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitabNya dan RasulNya, dsb. Seperti ikhlas, ridlo, syukur, jujur, khusyu’ dan tawakkal. Sedangkan larangan Qalbu seperti kufur, nifaq, takabur, ujub, riya’, iri dengki, ghurur, dendam dsb.

Bagian kedua inilah yang berhubungan dengan qalbu, lebih penting urgensinya dibanding yang pertama (amaliyah lahiriyah) – walaupun secara keseluruhan sama-sama pentingnya – karena alam batin itu merupakan fondasi alam lahir, sekaligus sebagai sumber aspek lahiriyah. Jika amaliyah batin rusak, akan rusak pula amaliyah lahiriyahnya. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
“Siapa yang menghendaki bertemu Tuhannya, hendaknya melakukan amliyah yang baik, dan sama sekali tidak menyekutukan Tuhan dalam ibadahnya.” (Al-Kahfi 110)

Oleh sebab itu Rasulullah saw, sangat menekankan kepada para sahabatnya agar memperbaiki qalbunya, dan menjelaskan bahwa kebaikan manusia itu sangat tergantung pada kebaikan hatinya, menyembuhkan hatinya dari penyakit-penyakit yang tersembunyi di dalamnya. Beliau bersabda: “Ingatlah sesungguhnya dalam jasad ada segumpal darah (hati), jika baik maka baiklah seluruh jasad, jika jelek maka jelek pula seluruh jasad. Ingatlah, segumpal darah itu adalah qalbu.” (HR. Bukhari)

Begitu pula dalam hadits lain, Rasulullah saw, mengajarkan bahwa titik pandang Allah Ta’ala itu adalah qalbu. “Sesungguhnya Allah tidak memandang jasadmu dan rupamu. Tetapi Allah memandang pada hatimu.”

Maka, sepanjang manusia melakukan kebajikan yang berhubungan dengan qalbunya yang menjadi sumber amaliyah lahiriyahnya, maka menjadi keharusan bahwa dirinya harus menepiskan (takhalli) segala sifat yang tercela yang dilarang Allah, kemudian merias (tahalli) dengan sifat terpuji yang baik yang diperintahkan Allah kepada kita, maka pada saat itulah qalbu kita selamat dan sehat. Kita menjadi golongan yang beruntung, selamat pula, sebagaimana firmanNya:
“Di hari yang mana harta dan anak-anak tidak ada lagi gunanya, kecuali orang yang telah dianugerahi Allah dengan qalbu yang salim (selamat).” (Asy-Syu’ara’ : 88-89).

Imam Jalaluddin as-Suyuthy ra, mengatakan, “Sedangkan ilmu tentang qalbu dan mengenal penyakitnya, berupa iri dengki, ujub, dan riya’ serta semisalnya, maka Al-Ghazaly mengatakan, “Adalah Fardlu ‘Ain”.

Membersihkan qalbu, menyucikan jiwa termasuk fardlu paling utama dan merupakan kewajiban Ilahi dibalik perintahNya, sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat Al-Qur’an:
“Katakan, sesungguhnya Allah mengharamkan keburukan-keburukan baik yang lahir maupun yang batin” (Al-A’raaf 33)
“Janganlah mendekati keburukan-keburukan baik yang tampak maupun tersembunyi (lahir dan batin)”. (Al-Anaam 151.)
Keburukan batin menurut para mufassir adalah dendam, riya’ dengki dan nifaq.

Sedangkan dari sunnah disebutkan:
Setiap hadits Nabi saw, yang menegaskan larangan tentang dendam, takabur, riya’ dan dengki, begitu juga hadits-hadits yang memerintahkan kita untuk berias dengan akhlaq yang baik dan bekerja yang baik, maka semua itu mendukung pentingnya tasawuf.

Hadits Nabi, “Iman itu bercabang menjadi 70 cabang. Yang paling tinggi adalah ucapan Laailaaha Illallah, dan paling rendah adalah menyingkirkan halangan dari jalan. Sedangkan malu itu sebagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kesempurnaan iman itu sejauhmana seseorang itu berias dengan sifat-siat dari cabang iman itu, begitu juga iman berkurang manakala riasan cabang keimanan berkurang. Sedangkan penyakit-penyakit hati itu bisa menghapus amaliyah manusia, sebanyak apa pun amal yang dilakukan.

Ucapan para Ulama:
Para Ulama mengategorikan penyakit hati sebagai dosa besar yang membutuhkan taubat tersendiri.
Pengarang kitab Jauharatut Tauhid, bersyair:

Perintahlah kebajikan, jauhilah adu domba
Bergunjing dan perilaku tercela
Seperti ujub, kibir, dan virus kedengkian
Seperti riya’, hobi menghujat, maka
Camkanlah.

Pensyarah kitab tersebut – SyeikhAl-Bajury – menguraikan ketika mengulas masalah “perilaku tercela”, maksudnya adalah jauhilah setiap perilaku tercela secara syar’i, namun sesungguhnya pengarangnya lebih menekankan pada ketercelaan jiwa (cacat moral). Selebihnya adalah memberbaiki rupa fisik, sehingga harus dihindari misalnya memakai pakaian bagus bercampur dengan kotoran.

Termasuk perilaku tercela adalah merasa kagum diri (ujub) atas ibadah atau prestasi yang dimiliki. Seorang ahli ibadah akan ujub dengan ibadahnya, dan Ulama akan ujub dengan pengetahuannya, maka tindakan seperti itu haram, hal yang sama pada riya’, zalim, kontra kebenaran, dengki, pamer dan hobi debat.

Seorang faqih besar, Ibnu Abidin dalam catatannya yang popular “Hasyiyah Ibnu Abidin” mengatakan, “mengenal Ikhlas, Ujub, Riya’, Dengki, adalah fardlu ‘ain, begitu juga mengenal penyakit-penyakit jiwa seperti sombong, pelit, dendam, menipu, marah, membuat permusuhan, dendam, tamak, bakhil, boros, sok-sokan, pengkhianatan dan wah-wahan, sombong terhadap kebenaran dan rekayasa serta pengkhianatan, keras hati dan panjang angan-angan, dan sebagainya merupakan penyakit hati, yang dibedah dalam seperempat kitab bab perilaku yang menghancurkan, oleh Al-Ghazaly dalam kitab Al-Ihya’ disebutkan, “Sudah tidak ada alasan lagi untuk menolak, seharusnya siapa pun mempelajari penyakit-penyakit itu sebagai kebutuhan.”

Tentu saja menghilangkan penyakit tersebut – jika mempelajarinya saja fardlu ‘ain – juga hukumnya fardlu ‘ain. Karena tidak akan bisa menghilangkan kecuali mengenal diagnosanya, batasan dan sebab-sebabnya, tanda dan terapinya. Orang yang tidak mengenal keburukan akan terjerumus di dalamnya.

Syeikh Alaudiin Abidin dalam Al-Hadiyyatul ‘Alaiyah, mengatakan, “Sudah jelas nash-nash syariah, dan Ijma’ Ulama, atas haramnya dengki dan penghinaan terhadap sesama muslim, serta hasrat kebencian terhadap mereka. Begitu pula haram, takabur, ujub, riya’ dan munafiq, serta sejumlah hal-hal kotor dalam hati, bahkan pendengaran, mata dan hati kelak akan dimintai pertanggungjawaban, hal-hal yang pada dasarnya di bawah ikhtiar manusia.

Pengarang kitab Maraqil Falah, mengatakan,” tidak ada gunanya bersuci badan kecuali dengan bersuci batin melalui keikhlasan, kebersihan jiwa dari belenggu nafsu, penipuan, dendam dan dengki, serta membersihkan hati dari segala hal selain Allah, baik jagad dunia maupun jagad akhirat. Sehingga hamba hanya menyembah Dzat Allah, bukan karena sebab tertentu. Menyembah dengan penuh rasa butuh padaNya, dan Allah melalui anugerahNya memenuhi hajat para makhlukNya sebagai Kasih sayangNya. Karena itu dalam ibadahnya mestinya si hamba hanya menuju Yang Satu dan Yang Maha Tunggal, tidak ada satu pun selain Dia, begitu juga hawa nafsu anda tidak mempengaruhi diri anda ketika bakti kepadaNya.”

Penyakit hati ini sebagai faktor yang menyebabkan jauhnya hamba dengan Allah, menjauhkan pula dari syurgaNya. Rasulullah saw, bersabda, “Tidak akan masuk syurga orang yang di dalam hatinya masih ada sebiji atom ketakaburan.”

Kadang manusia tidak mengenal cacat dirinya, bahkan penyakit itu telah menghujam dalam di hatinya, tetapi malah dirinya menganggap telah sempurna. Lalu apa yang akan ditempuh untuk mengenal penyakit-penyakit itu, mengenal detil dalam-dalamnya yang lembut, bagaimana pula terapinya dan mebersihkannya?

Sungguh, Tasawwuf adalah ilmu yang secara khusus mendisiplinkan pada upaya pembersihan hati, mengobati penyakit hati, menyucikan jiwa dan membuang sifat-sifat manusiawi yang hina.
Dunia Islam menjadi lemah justru ketika meninggalkan ruhul Islam, yang ada dalam dunia Sufi, bahkan dunia Islam hanya tersisa kulit-kulitnya, kerangka tanpa ruhnya.

Oleh karena itu kita melihat para Ulama yang mengamalkan ilmunya, para Mursyid yang cemerlang, senantiasa memberikan nasehat manusia agar memasuki dunia Sufi dan bermajlis dengan mereka, agar terpadu antara jasad Islam dan Ruh Islam, agar merasakan makna kebeningan hati yang luhur yang elok, dan merasakan ma’rifatullah dengan haqqul yaqin, sehingga mereka bisa berias dengan CintaNya, Muraqabah padaNya dan melanggengkan dzikir padaNya.

Hijjatul Islam Al-Ghazali mengatakan, ketika mendorong ummat untuk masuk ke dunia tasawuf dan merasakan buahnya, “Masuk dunia tasawuf itu Fardlu ‘Ain, karena setiap orang tidak akan mengenal cacat dirinya kecuali para Nabi – semoga sholawat dan salam pada mereka semua –“
Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily mengatakan, “Siapa yang tidak berkecimpung dalam ilmu kita ini (tasawuf) maka ia bisa mati dengan membawa dosa besar, sedangkan dia tidak mengerti….”
Dalam ucapan Syeikh ini, Ibnu ‘Allan ash-Shiddiqy berkomentar mengenai ungkapan Abul Hasan Asy-Syadzily, “Pribadi mana wahai saudaraku yang berpuasa tetapi tidak kagum dengan puasanya? Pribadi mana yang sholat tetapi tidak kagum dengan prestasi sholatnya? Begitu pula seluruh taat kita kepadaNya….”

Maka dari itu, ketika menempuh jalan seperti itu begitu sulit, bagi jiwa yang masih kurang pengetahuannya, setiap orang harus bisa melakukan mujahadah, kesabaran, sampai dia benar-benar selamat situasi yang membuatnya jauh dari Allah dan selamat dari amarahNya.
Fudlail bin ‘Iyadl mengatakan, “Seharusnya anda menekuni thariqat yang benar, dan anda jangan terpengaruh oleh jumlah minoritas para penempuh Jalan Allah. Hati-hati dengan jalan bathil, dan jangan tertipu oleh dukungan mayoritas pada kebanyakan penempuh jalan kebatilan.

Jika anda merasa terganggu oleh kesendirian anda, maka lihatlah kepada mereka yang menempuh Jalan Allah itu (para Sufi), bersegeralah menuju kepada mereka dan tutuplah mata anda dari yang lain ketika bersama, karena mereka tidak butuh sesuatu dari anda. Dan ketika mereka menggiring anda menuju jalan anda, jangan menoleh pada mereka, karena kalau anda menoleh pada mereka, mereka akan marah pada anda.”

Hakikat Nama Allah Dan Keberadaan Manusia

Wejangan Spiritual Maulana Syaikh Ghauts Hasan

A’udzubillahi minasysyaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala Alihi Muhammad wa Ashabihil Akhyaar.
Ketahuilah, bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat mutlak sumber segala maujud yang ada pada alam raya dan seisinya ini, wujud Nya meliputi seluruh wujud, namun demikian Dia tidaklah bersatu dengan segala sesuatu, tidak pula Dia terpisah dari sesuatu itu. Segala sesuatu diciptakan melalui ilmu Nya, sebagai manifestasi akan keberadaan Dzat Nya, sebagai limpahan dari sifat Nya yang menunjukkan adanya perbuatan Nya, serta mencerminkan keagungan nama Nya. Setiap mahluk yang diciptakan merupakan tanda-tanda dari kebesaran Nya, setiap mahluk merupakan nama Nya, bahkan lebih daripada itu setiap nafas yang dihirup dan dihembuskan adalah ayat-ayat Nya. Maha suci Allah yang tidak terpisah antara Dzat, sifat, asma, dan af’al Nya. Kesempurnaan nama Nya dikenal melalui para utusan, yang melalui merekalah Dia menjadi dikenal.
Dari seluruh nama-nama yang disampaikan untuk ditafakuri, dikhususkan oleh Nya nama yang menerangkan Dzat Nya. Itulah nama Allah yang dipanggil oleh lisan para hamba Nya, yakni sebagai media untuk menunjukkan adanya objek yang diajak berkomunikasi. Sebagaimana Firman Nya :

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang haq) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”
(Qur’an surah Thaha ayat 14)
Maulana Syaikh Ghauts Hasan ra, berkata :
Nama Allah adalah “ismun Dzat” (nama Dzat) yang menunjukkan kepada “al Hawiyah” (ke-Dia-an). Nama ini terdiri dari empat huruf, dimana setiap huruf didalam nama tersebut menerangkan keberadaan Nya, dan menjadi simbol dari perbendaharaan hakikat, serta merupakan poros dari keseluruhan nama-nama Allah yang lainnya. Kelima huruf tersebut adalah alif, lam, lam, dan ha. Nama Allah menerangkan bahwa Dia Sang Pemilik Nama, yang menjadi tujuan dalam pengucapan. Jika huruf alif yang pertama dihilangkan maka nama tersebut menjadi Lillahi (karena Dia), jika huruf lam dihilangkan maka nama tersebut menjadi Lahu (dengan Dia), jika huruf lam yang satunya dihilangkan lagi maka nama tersebut menjadi Hu (Dia).
Syaikh Abdul Karim al Jilli ra, berkata :
“Ketahuilah, bahwasanya huruf alif yang pertama menerangkan Ahadiyyah (Ketunggalan), huruf laam pertama menerangkan al Jalal (Maha Perkasa) yang merupakan manifestasi tertinggi dari Dzat Nya. Huruf laam kedua menerangkan al Jamal (Maha Indah). Huruf keempat adalah alif yang tidak tersurat namun nyata dalam pelafadzan, huruf ini menerangkan al Kamal (Maha Sempurna) yang tidak berakhir dan berujung karena Allah adalah al Awwal wa al Akhiiru. Huruf kelima dari nama Allah adalah ha yang merupakan isyarat dari hawiyah (Ke-Dia-an) yang sejatinya adalah hakikat dari manusia.”

Huruf alif awal mencerminkan keadaan Dzat Nya Yang berdiri sendiri, mencerminkan bahwa Dia adalah Yang Maha meliputi dan diliputi. Dia Yang awal dan Yang akhir, Yang lahir dan Yang batin, Dia yang kekal abadi.

Makna dari huruf lam pertama yang menyimbolkan al Jalal dan huruf lam kedua yang menyimbolkan al Jamal adalah hakikat dari seluruh sifat-sifat Allah yang tidak dapat dihitung, karena awal dari manifestasi adalah al Jalal dan akhir dari manifestasi adalah al Jamal yang hakikatnya adalah satu juga. Artinya bahwa seluruh sifat-sifat Allah diliputi oleh dua sifat Nya yang utama yakni al Jalal dan al Jamal, sementara keseluruhan sifat tersebut menggambarkan al Kamal yakni kesempurnaan Nya. Adapun maksud dari al Jalal sebagai awal manifestasi adalah karena keperkasaan Nya tidak dapat diketahui melainkan oleh diri Nya sendiri, karena mahluk tidak akan dapat menerima tajalli keperkasaan mutlak Nya melainkan mahluk tersebut akan menjadi fana. Sedangkan maksud dari al Jamal sebagai akhir manifestasi karena keberadaan Nya dirasakan oleh mahluk melalui keindahan Nya, sebagaimana dijelaskan didalam hadits qudsi bahwa Allah Berfirman, “Rahmat Ku mendahului murka Ku.”
Adapun huruf alif yang tersembunyi menunjukkan ilmu, huruf alif yang tersembunyi ini merupakan simbol dari kesempurnaan Dzat Nya yang tidak diketahui siapapun, yang ilmu Nya meliputi segala sesuatu sehingga tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan Nya, karena segala sesuatu diciptakan berdasarkan ilmu Nya.
Huruf ha merupakan simbol dari al Hayy (Yang Maha Hidup) yakni Yang mengalirkan energi kehidupan kepada segala sesuatu yang diciptakan Nya sehingga sesuatu tersebut menjadi ada dan hidup dengan bergantung kepada hidup Nya.
Ada dua pendapat mengenai jumlah huruf dalam nama Allah ini, ada yang berpendapat empat huruf, dan ada yang berpendapat lima huruf. Jika kita mengambil pendapat bahwa nama Allah itu terdiri dari lima huruf, maka huruf alif kedua merupakan huruf yang ada didalam pengucapan namun tersembunyi didalam tulisan, hal ini mencerminkan kegaiban Allah yang tidak terjangkau oleh panca indera dan akal manusia, akan tetapi Dia lah wujud sejati yang tersembunyi, sebagaimana terdapat didalam hadits qudsi bahwa Allah Ta’ala Berfirman, “Sesungguhnya Aku adalah harta yang tersembunyi, Aku ciptakan mahluk agar Aku dikenal.” Para syaikh penghulu kita menjelaskan bahwa “Jika dirimu (yang dimaksud adalah ego dan nafsu) ada, maka Allah tidak ada. Dan jika Allah ada, niscaya dirimu tidak akan ada (maksudnya jika Allah ditaati maka tidak akan mengikuti ego dan hawa nafsu)” Hal ini menerangkan bahwa ketika seorang manusia mengakui keberadaannya sebagai sesuatu yang eksis dan berkuasa, maka dia tidak akan mengenali keberadaan Allah Yang menguasainya dan menjadi sebab keberadaan serta perbuatan yang dilakukannya. Sedangkan ketika seorang manusia meniadakan ke-aku-an dirinya, niscaya dia akan menyaksikan keberadaan Allah Ta’ala Yang Maha Meliputi segala sesuatu. Huruf alif yang kedua ini merupakan simbol dari rahasia Ilahi yang dianugerahkan kepada para waliyullah yang mulia, inilah sebabnya Rasulullah Saaw bersabda, “Tidak ada yang mengenal waliyullah kecuali sesamanya.” Maha Suci Allah yang telah memperkenalkan nama Nya Yang Agung ini.
Didalam hadits qudsi Allah Berfirman, “Aku ciptakan adam sebagai bayangan Ku.” Sesungguhnya nama Allah ini merujuk kepada manusia yang menjadi bukti nyata akan keberadaan Nya, karena manusia adalah manifestasi paling sempurna dan dimuliakan diantara ciptaan Nya yang lain. Sehingga terdapat suatu kaitan erat antara nama Allah tersebut dengan keberadaan wujud seorang manusia.
Lima huruf dari nama Allah tersebut merupakan simbol dari wujud manusia. Huruf alif awal melambangkan tanah, huruf lam awal melambangkan api, huruf lam kedua melambangkan air, huruf ha melambangkan angin. Keempat huruf yang tersurat itu melambangkan empat unsur yang membentuk jasad manusia, sedangkan huruf alif kedua yang tersembunyi antara lam kedua dengan ha, melambangkan adanya realitas gaib yang mendukung keberadaan seorang manusia, hal itu adalah ruh. Tanpa adanya ruh, maka jasad manusia tidak akan hidup, karena ruh itu adalah sumber kehidupan manusia yang merupakan manifestasi dari sifat Allah “al Hayy” (Yang Maha Hidup) serta sifat Allah “an Nur” (Yang Menerangi) yakni cahaya yang membuat manusia menjadi maujud di dunia yang fana ini.
Tanah adalah bahan utama pembentuk jasad manusia yang merupakan simbol dari nafs al mulhamah (jiwa yang terilhami), sebagaimana sifat tanah yang menjadi tempat berpijak dan tempat tumbuhnya tanaman, maka tanah merupakan wadah bagi segala sesuatu yang akan ditanam dan tumbuh diatasnya tanpa memperhitungkan ataupun mempertimbangkan benda apakah yang akan ditanam itu. Begitupun halnya keberadaan diri manusia sebagai wadah yang sejatinya harus menjadi media yang akan menampung ilmu dan sifat-sifat terpuji, sebagaimana sabda Rasulullah Saww, “Sesungguhnya aku diutus untuk mengajarkan manusia kepada kesempurnaan ahlak.” Namun jika seorang manusia mengisi wadah tersebut dengan keburukan, maka yang akan tumbuh pada dirinya juga berupa sifat, karakter, dan perbuatan-perbuatan buruk yang tercela. Jiwa mulhamah inilah yang menjadi fondasi didalam menerima hidayah ilmu dalam proses pelaksanaan ibadahnya.
Api adalah simbol dari nafs al ammarah (jiwa ammarah), api memiliki tiga komponen didalamnya, yaitu panas, gerak, dan cahaya. Didalam diri manusia sifat-sifat api tersebut tergambar dengan adanya ego, emosi (perasaan), dan semangat (motivasi). Tanpa adanya sifat-sifat api, maka seorang manusia tidak akan mempunyai gairah atau semangat didalam menjalani kehidupan, melalui sifat-sifat inilah seorang manusia dapat memiliki kemauan dan kemampuan untuk berkarya. Namun karakteristik sisi rendah jiwa ini adalah sifat-sifat keduniawian, karena lapisan jiwa ammarah ini adalah lapisan jiwa yang memiliki keterkaitan erat dengan alam keduniawian, sehingga jika tidak dikendalikan maka akan menjerumuskan manusianya menjadi orang yang hubbud dunya (cinta dunia).
Angin merupakan simbol dari nafs al lawwamah (jiwa al lawm), asal katanya berarti jiwa yang berbantahan, jiwa yang bergerak, atau jiwa yang mencela. Sebagaimana sifat-sifat angin yang selalu bergerak dari ruang yang sempit kepada ruang yang lapang, sesungguhnya seperti itu juga diri manusia yang senantiasa bergerak menuju kepada kelapangan jiwanya, dimana hal yang membuat jiwa terasa lapang adalah karena telah adanya kebahagiaan dan ketenangan didalam diri. Akan tetapi kebanyakan manusia berpendapat bahwa ketenangan dan kebahagiaan itu akan dirasakan manakala telah terpenuhinya keinginan-keinginan mereka akan materi, sehingga kita dapati kebanyakan manusia begitu berambisi dan mencurahkan usaha/kemampuan, pikiran, tenaga, dan waktunya hanya untuk mengejar dan memperoleh hal-hal keduniawian yang semu dan sementara. Sungguh ini adalah suatu sudut pandang yang sangat keliru, karena ketenangan itu tidaklah didapat dari materi, ataupun melalui usaha-usaha manusia didalam memperolehnya, ketenangan adalah anugerah Allah yang diberikan kepada orang-orang yang memang dikehendaki Nya. Renungkanlah hal ini, begitu banyak orang yang kaya namun merasa gelisah, dan banyak pula orang yang secara lahiriahnya tidak memiliki kekayaan, namun mereka merasakan kebahagiaan dan ketenangan hidup. Oleh karena itu barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan dan ketenangan, seharusnya mendekati dan memohon kepada Sang Pemilik ketenangan dan Pemberi kebahagiaan yaitu Allah Ta’ala.
Adapun air merupakan simbol dari nafs al muthmainnah (jiwa yang tenang), diantara sifat-sifat air adalah dingin, menyegarkan, mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, serta air adalah unsur yang fleksibel yang selalu menyesuaikan wujudnya dengan segala sesuatu yang mewadahinya. Seperti itu pula sifat-sifat dari jiwa seorang manusia yang telah diliputi ketenangan, dirinya memiliki kesabaran dan keteguhan, memberikan ketentraman kepada orang lain, selalu melihat dan memperhatikan kondisi mereka yang berada dibawahnya (kepedulian sosial), serta senantiasa berbaur dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat dirinya berada.
Itulah empat potensi yang dianugerahkan Allah Ta’ala kedalam diri manusia. Adapun rahasia yang tersirat dari posisi huruf alif yang tersembunyi setelah huruf lam kedua merupakan simbol dari posisi insan didalam menjalani hidup dan kehidupannya guna mencapai tujuannya kembali kepada fitrah dan menjadi manusia seutuhnya (insan kamil) yang berperan sebagai khalifatullah fil ardh dalam hubungannya dengan sesama, yakni sebagai hamba Allah dan umat Rasulullah Saww.
Sesungguhnya hakikat dari nama Allah adalah mencerminkan citra dari insan kamil, dimana huruf alif yang tersembunyi ini menggambarkan diri seorang manusia yang keberadaan hidupnya dikendalikan oleh kekuatan Ilahiyyah (ruhani), segenap potensi-potensinya digerakkan oleh kendali ruhaninya, berbeda dengan orang kebanyakan yang setiap gerak dan langkahnya digerakkan oleh dan ditujukan untuk kepentingan ego dan hawa nafsunya.
Adapun kesempurnaan dari nama Allah tersebut ditunjukkan dengan adanya tanda tasjid disebelah atas antara dua huruf lam, tanda tersebut berbentuk kepala dari huruf siin, dimana siin adalah salah satu nama dari Rasulullah Saww. Maka tanda tasjid tersebut pada hakikatnya merupakan simbol dari hakikat nur Muhammad yang merupakan asal dari segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah Ta’ala. Hal ini mencerminkan bahwa kesempurnaan diri seorang insan kamil merupakan limpahan berkah dari Sayyidina al Musthafa Muhammad Rasulullah Saww, ini juga sekaligus menjelaskan fungsi tasjid adalah sebagai dasar dan penegas dari sebuah kalimat yang berarti proses untuk menuju kepada insan kamil adalah dengan menghubungkan diri dengan Rasulullah Saww melalui ketaatan terhadap setiap ajaran yang disampaikannya, yang didalam prakteknya adalah membangkitkan sifat-sifat Ahmad (kebaikan dan kemuliaan) yang ada didalam diri manusia dengan meninggalkan segala sifat-sifat kerendahan.


Wa minAllahu at taufik, wa salallahu ala Sayyidina Muhammad wa alihi wasallam
Alhamdulillahirabbil alamin.

Makna 165 Bilangan Dzikir

Wejangan Spiritual Maulana Syaikh Ghauts Hasan


A’udzubillahi minasysyaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala Alihi Muhammad wa Ashabihil Akhyaar.

Pengikut thariqah Hasan wa Husein berdzikir jahar sebanyak 165 kali, karena terdapat 165 ruas didalam tubuh manusia, sehingga diharapkan dzikir itu dapat mengisi seluruh ruas tubuh dan mengalir bersama darah, dzikir itu akan membentengi setiap ruas atau sekat kosong didalam diri manusia dari datangnya pengaruh iblis laknatullah. Dalam keadaan inilah terjadinya hubungan yang harmonis antara jiwa dengan jasad, dalam keadaan inilah setiap kegiatan apapun yang dilakukan oleh jasad didasari oleh kesadaran fitrah yang agung. Keadaan inilah yang menjadi makna Firman Allah :

“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.”
(Qur’an surah al Anfal ayat 17)


Makna lebih mendalam dari bilangan 165 ini adalah bahwa angka satu itu melambangkan tauhid, angka 6 itu melambangkan rukun iman, dan angka 5 itu melambangkan rukun islam. Yang artinya bahwa seorang muslim pengikut thariqah ini harus mengamalkan tauhid yang diyakini oleh hatinya melalui 6 aspek rukun keimanan, dan dijabarkan oleh amal perbuatannya melalui 5 aspek rukun islam. Adapun angka 165 itu apabila dijumlahkan menjadi angka 12 yang merupakan jumlah huruf-huruf dalam kalimah “Laa Ilaha illa Allah”, hal ini menjelaskan bahwa seorang manusia harus senantiasa berdzikir kepada Allah 12 jam pada pagi dan siang hari serta 12 jam pada sore dan malam hari , dan angka 12 itu apabila dijumlahkan menjadi tiga. Artinya bahwa tauhid, rukun iman , dan rukun islam itu harus diaplikasikan melalui tiga perkara yaitu hati, lisan, dan perbuatan. Adapun angka 12 itu adalah jumlah dari huruf-huruf yang ada didalam kalimah “Laa Ilaha illa Allah”. Dimana kata “Imam” (Pemimpin) ada duabelas kali disebutkan didalam al Qur’an, kata “Khalifah” (Pemimpin) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an, kata “washi” (pewaris/penerima amanat) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an, kata “al Asyhad” (Orang-orang yang bersaksi) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an, kata “hum al muflihun” (orang-orang yang beruntung) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an, kata “Ashab al Jannah” (Penghuni surga) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an, kata “al Musthafun” (Orang-orang pilihan) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an, kata “al Ya’shimu” (Yang memelihara kesucian) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an, kata “ali” (Keluarga yang disandarkan kepada orang-orang terpuji) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an, kata “malik” (Penguasa) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an, kata “amil” (Pelaksana pemerintahan) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an, kata “al Mujtabun” (yang diijabah do’anya) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an, dan kata “al abrar” (Kebaikan / Orang yang baik) disebutkan duabelas kali didalam al Qur’an. Ketahuilah semua itu mempunyai arti bahwa makna dari angka 12 itu adalah mengisyaratkan mengenai keberadaan duabelas Imam yang menjadi pewaris dan penerus Rasulullah Saww. Hal ini tersirat dalam Firman Allah Ta’ala dalam Qur’an suci dan hadits-hadits Rasulullah Saww :


“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin.”
(Qur’an surah al Maidah ayat 12)

Mengenai ayat tersebut diatas Imam Ahmad dan al Hakim meriwayatkan dari Masruq bahwa dia (Masruq) berkata :

“Kami sedang duduk suatu malam dirumah Abdullah (Ibnu Mas’ud) yang membacakan kepada kami al Qur’an. Kemudian seorang lelaki mengajukan pertanyaan, “Wahai ayah dari Abdurrahman, apakah engkau pernah bertanya kepada Rasulullah Saww berapa khalifah dari umat (Islam) ini ?” Maka Abdullah menjawab, “Tiada seorangpun bertanya mengenai masalah ini sebelum anda.” Sesungguhnya kami (Ibnu Mas’ud) telah menanyakannya kepada Rasulullah Saww, dan beliau bersabda. “Khalifah umat ini ada duabelas, seperti duabelas jumlah pemimpin (nuqaba’) bani Isra’il.”
(Musnad Ahmad bin Hambal jilid 1hal. 398 & 406 ; al Hakim – al Mustadrak – jilid 4, hal. 501 ; Fath al Bari jilid 16 hal. 339 ; Majma az Zawa’id jilid 5, hal. 190 ; Ibnu Hajar – Shawa’iq al Muhriqah – hal. 12 ; Tarikh al Khulafa – Jalaluddin al Suyuthi, hal. 10 ; al Jami al Shagir – Jalaluddin al Suyuthi, jilid 1, hal. 75 ; Muttaqi al Hindi – Kanzul Umal – jilid 13, hal. 27, dll)

Allah Ta’ala Berfirman :


“Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas kaum yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!." Maka memancarlah dari padanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap kaum mengetahui tempat minum masing-masing.”
(Qur’an surah al Araaf ayat 160)

“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu." Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap kaum telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.”
(Qur’an surah al Baqarah ayat 60)

Rasulullah Saww Bersabda :

“Agama Islam akan selalu tegak kukuh sampai tiba saatnya, atau sampai berlalu dua belas khalifah, yang semuanya dari Bani Hasyim.”
(HR. Muslim dari Jabir bin Samurah, Shahih Muslim jilid 6, hal. 3-4 ; Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 165 ; Shahih Tirmidzi Bab Apa yang terjadi pada Khalifah melalui pintu fitnah ; Sunan Abu Daud jilid 3, hal. 106 ; Musnad Ahmad bin Hambal jilid 5 hal.86-90, 92-101, dan 106-108 ; Kanzul Umal jilid 13 halaman 26-27)

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang berkata :

“Aku pernah mendengar Rasulullah Saww bersabda akan ada duabelas Amir (pemimpin) dan kemudian beliau bersabda dengan kalimat yang tidak aku pahami. Dan ayahku berkata semuanya dari Bani Hasyim.”
(Fathul Bari jilid 16, hal. 338 ; Mustadrak al Shahihain jilid 3 hal.617)

Sehingga kesimpulan yang menjadi makna dari bilangan 165 itu adalah bahwa seorang muslim harus menguasai, mengamalkan dan menghayati tauhid (melambangkan angka 1), rukun iman (melambangkan angka 6), rukun Islam (melambangkan angka 5), dengan diaplikasikan melalui hati, ucapan, dan perilaku atau perbuatannya (melambangkan angka 3) dengan mengikuti tuntunan dari 12 Imam yang menjadi pewaris Rasulullah Saww. Dan ketahuilah bahwa mata air hakikat untuk umat Islam saat ini adalah Maulana Shahibuz Zaman Imam Abul Qasim Muhammad al Mahdi as.



Wa minAllahu at taufik, wa salallahu ala Sayyidina Muhammad wa alihi wasallam
Alhamdulillahirabbil alamin.

Mati Sebelum Mati


Apabila kamu ‘mati’ dari mahluk, maka akan dikatakan kepada kamu, "Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu". Kemudian Allah akan mematikan kamu dari nafsu-nafsu badanniyah. Apabila kamu telah ‘mati’ dari nafsu badanniyah, maka akan dikatakan kepada kamu, "Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu". Kemudian Allah akan mematikan kamu dari kehendak-kehendak dan nafsu. Dan apabila kamu telah ‘mati’ dari kehendak dan nafsu, maka akan dikatakan kepada kamu, "Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu". Kemudian Allah akan menghidupkan kamu di dalam suatu ‘kehidupan’ yang baru.

Setelah itu, kamu akan diberi ‘hidup’ yang tidak ada ‘mati’ lagi. Kamu akan dikayakan dan tidak akan pernah papa lagi. Kamu akan diberkati dan tidak akan dimurkai. Kamu akan diberi ilmu, sehingga kamu tidak akan pernah bodoh lagi. Kamu akan diberi kesentosaan dan kamu tidak akan merasa ketakutan lagi. Kamu akan maju dan tidak akan pernah mundur lagi. Nasib kamu akan baik, tidak akan pernah buruk. Kamu akan dimuliakan dan tidak akan dihinakan. Kamu akan didekati oleh Allah dan tidak akan dijauhi oleh-Nya. Martabat kamu akan menjadi tinggi dan tidak akan pernah rendah lagi. Kamu akan dibersihkan, sehingga kamu tidak lagi merasa kotor. Ringkasnya, jadilah kamu seorang yang tinggi dan memiliki kepribadian yang mandiri. Dengan demikian, kamu boleh dikatakan sebagai manusia super atau orang yang luar biasa.
Jadilah kamu ahli waris para Rasul, para Nabi dan orang-orang yang shiddiq. Dengan demikian,
kamu akan menjadi manikam bagi segala kewalian, dan wali-wali yang masih hidup akan datang
menemui kamu. Melalui kamu, segala kesulitan dapat diselesaikan, dan melalui shalatmu, tanamantanaman dapat ditumbuhkan, hujan dapat diturunkan, dan malapetaka yang akan menimpa umat manusia dari seluruh tingkatan dan lapisan dapat dihindarkan. Boleh dikatakan kamu adalah polisi yang menjaga kota dan rakyat.
Orang-orang akan berdatangan menemui kamu dari tempat-tempat yang dekat dan jauh dengan membawa hadiah dan oleh-oleh dan memberikan khidmat (penghormatan) mereka kepadamu. Semua ini hanyalah karena idzin Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa jua. Lisan manusia tak henti-hentinya menghormati dan memuji kamu. Tidak ada dua orang yang beriman yang bertingkah kepadamu. Wahai mereka yang baik-baik, yang tinggal di tempat-tempat ramai dan mereka yang mengembara, inilah karunia Allah. Dan Allah mempunyai kekuasaan yang tiada batas.
(Fathul Ghaib - Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jilani)

Keluarkan Ego dan Nafsu Dari Dirimu

 

Pengajian Syeikh Abdul Qadir al-Jilany 
Hari Jum'at pagi tanggal 14 Dzul Qa'dah 545 H.
 
Anda jangan ragu dengan rizki anda, sebab rizki yang mencarimu itu lebih penting daripada kamu mencarinya. Jika anda meraih rizki hari ini, tinggalkan berambisi untuk rizki besok pagi. Seperti ketika engkau melewati sore, anda juga tidak tahu apakah rizki itu akan datang atau tidak dengan kesibukanmu.
Kalau anda mengenal Allah, pasti anda lebih sibuk dengan Allah Azza wa-Jalla dibanding memburu rizki, sebab KharismaNya akan menghalangi perburuan anda. Karena orang yang mengenal Allah, lisannya akan terbungkam. Orang 'arif akan terus membisu di hadapan Allah, sampai datang perintah Ilahi untuk terjun ke wilayah mashlahat publik. Jika Allah memerintahkan si arif ke publik, akan hilang kebisuan lisannya, dan hilang pula keterasingannya dengan ragam masyarakat.
Nabiyullah Musa AS, ketika menggembala kambing, lisannya terasa cadel, dan asing dengan massa. Namun ketika Allah memerintahkannya, maka Nabi Musa AS, berdoa, "Dan lepaskanlah kecadelan di lisanku hingga mereka faham ucapanku…"Seakan-akan Nabi Musa as, berkata, "Ketika aku terjun di padang untuk menggembala domba, aku tidak membutuhkan pada kekeluan lisanku, sekarang aku berada di tengah khalayak dan harus memberikan pengetahuan kepada mereka." Maka dengan hilangnya kecadelan atau kekeluan di lisannya, dia bicara sembilan puluh kalimat yang sangat fasih dan sangat mudah difahami. Kecadelan Musa as, gara-gara ia menelan bara api di hadapan Firaun dan Asiah di saat masih balita dulu.
Anak-anak sekalian, aku melihatmu, sangat sedikit pengetahuanmu kepada Allah Azza wa-Jalla, dan pada RasulNya serta Auliya'Nya, para pengganti Nabi, dan KhalifahNya. Kalian sunyi dari hakikat makna. Anda adalah burung dalam sangkar. Rumah yang kosong dan telah roboh. Pohon yang kering dan telah gugur daun-daunnya.Kibaran bendera hati seorang hamba, pertama-tama dengan Islam, kemudian meneguhkan ke-Islam dengan Istislam (pasrah total pada Allah), pasrahkanlah dirimu pada Allah Azza wa-Jalla, maka selamat pula jiwamu dan yang lainnya.Anda harus keluar dari dirimu dengan hatimu, keluarkan hatimu dari makhluk, dan hadir ke hadapanNya telanjang dari dirimu dan dari mereka.
Bila Allah menghendaki, Dia akan memberikan pakaian dan menghias pakaianmu lalu mengembalikan dirimu pada khalayak, kemudian dirimu melaksanakan tugas perintahNya, dengan RidloNya dan Ridlo RasulNya SAW, sembari kamu menunggu perintah berikutnya, dirimu tetap simpuh di hadapanNya. Jika bisa menepiskan segala hal selain Allah Azza wa-Jalla, si hamba ini teguh di hadapanNya di atas telapak jiwanya dan rahasia jiwanya.
Musa as, berkata dengan ucapan kondisi ruhaninya:"Aku bergegas kepadaMu, oh Tuhanku, semoga Engkau meridhoi…"Seakan beliau bermunajat, "aku menyingkirkan duniaku dan akhiratku serta seluruh makhluk. Aku telah putus dari sebab akibat dunia, dan aku melepaskan apa yang kumiliki. Aku datang kepadaMu dengan bergegas, agar Engkau ridho kepadaKu dan mengampuni dosaku, ketika sebelumnya aku bergabung dengan mereka."Jika dibandingkan dengan munajat itu, wahai orang bodoh, dimana dan apa yang ada padamu? Kalian ini ternyata hamba nafsumu, duniamu dan hawamu. Kalian hamba khalayak, dan bermusyrik dengan mereka, karena kalian mengandalkan pandangan mereka dalam soal manfaat dan bahaya, sementara kalian mengharapkan syurga, kalian merasa takut masuk neraka. Dimana posisi kalian di hadapan Allah yang membolak-balik hatimu yang berfirman, "Jadilah, maka terjadilah…"
Anak-anak sekalian, janganlah anda ini diperdaya oleh taatmu yang membuatmu kagum pada prestasi ibadahmu. Mohonlah kepada Allah Azza wa-Jalla, agar taatmu diterima, jangan sampai amalmu itu tertolak. Jangan sampai anda disebut: "Jadilah taatmu sebagai maksiat dan kejernihanmu jadi kotoran." Siapa pun yang mengenal Allah Azza wa-Jalla, tidak pernah mengandalkan sesuatu dan tidak pula diperdaya oleh sesuatu. Dia tidak merasa aman sampai ia keluar dari dunia dengan keselamatan agamanya, dan menjaga antara dirinya dan Allah Azza wa-Jalla.Anak-anak sekalian. Seharusnya anda melakukan amaliyah qalbu dan keikhlasannya. Ikhlas yang sempurna adalah bersih dari segala hal selain Allah, sedangkan keikhlasan itu didasari ma'rifatullah Azza wajalla. Sementara aku tidak melihat anda sekalian kecuali anda ini adalah para pendusta, baik dalam wacana maupun tindakan, baik dalam sunyi atau ramai. Apa yang kalian jadikan pijakan, jika kalian berkata tanpa tindakan? Kalian bertindak tanpa keikhlasan dan tauhid? Bila kalian penuh kotoran di dirimu, dan berharap Allah meridhoimu, berharap penerimaan amalmu dan ridloNya, bagaimana mungkin? Padahal dalam sesaat anda telah menyalakan api neraka, sedangkan amalmu kelak di hari kiamat sudah dipilah, mana yang putih, mana yang hitam, mana yang kelabu.
Setiap amal yang tidak bertujuan demi Allah akan batil. Karena itu beramallah, cintailah, bersahabatlah dan carilah dari orang yang masuk dalam penghayatan:"Tiada yang menyamai Nya sesuatu pun, dan Dia Maha Mendengar lagi Melihat."Bersihkanlah semua, lalu teguhkan dirimu. Bersihkan semua dari kotoran hal-hal yang tak layak dan teguhkan yang selaras denganNya. Yaitu hal-hal yang diridhoiNya dan diridhoi RasulNya Saww. Bila kalian berbuat demikian, sirnalah semua keraguan, kelabuan dan kehampaan dari hatimu. Bersahabatlah dengan Allah, dengan Rasul-Nya dan dengan orang-orang yang saleh dengan penuh pengagungan, pemuliaan dan penghormatan. 
 
Bila kalian ingin bahagia, jangan kalian hadir di hadapanku tanpa adab dan sopan santun. Jika masih tidak ada adab, kalian akan terus berlebih-lebihan, maka mulai saat ini tinggalkan segala yang berlebihan. Bisa secara diantara semua ini ada yang memiliki rasa hormat dan adab yang baik dari balik akal sehatnya. Sang koki akan tahu bumbu masakannya. Tukang roti mengerti adonannya. Perancang tahu akan rancangannya. Orang yang mengajak tahu yang akan diajak. Duniamu sesungguhnya telah membutakan hatimu sampai kalian tak melihat apa pun. Hati-hatilah kalian dari peristiwa yang menimpamu itu, sedikit demi sedikit bisa menghancurkanmu hingga kalian jadi korbannya di akhirnya. Kalian mabuk terbius oleh minumannya, sampai terputus tangan dan kakimu, sedang matamu melihat. Dan ketika sadar, anda bakal tahu apa yang telah anda lakukan. Inilah dampak dari cinta dunia, sedang musuh ada di belakangnya, ambisi terus menumpuknya. Itulah yang terjadi, hati-hati….
Anak-anak sekalian, tak ada kebahagiaan bagimu sementara kamu mencintai dunia. Kalian merasa sebagai pengajak Jalan Ilahi, anda merasa mencintai akhirat atau sedangkan anda masih terus mencintai dunia.Orang arif pecinta tak akan pernah mencintai semua itu bahkan semua hal selain Allah Azza wa-Jalla. Bila cinta kepadaNya paripurna, maka bagian dunia terasa hina. Begitu pula ketika sampai di akhirat, semua apa yang ditinggalkan di belakangnya, akan tampak ketika ada di depan Pintu Tuhannya. Semua ditinggalkan hanya demi meraih Wajah Ilahi. Allah memberikan semua bagian bagi para waliNya, sementara para wali itu merasa tidak memerlukan lagi dari bagian dunia itu. Sebab bagian jiwa adalah tersembunyi. Bagian nafsulah yang tampak kasat mata. Bagian hati tidak akan pernah tiba kecuali ketika bagian nafsu dibersihkan. Lalu terbukalah bagian konsumsi hati. Bila bagian hati telah terpuaskan di sisiNya, datanglah rahmat bagi nafsunya.Dikatakan pada hamba tersebut, "Jangan bunuh nafsumu…" Lalu saat itu ia meraih bagian nafsunya, dan itulah nafsunya yang muthmainnah. 
 
Karena itu tinggalkan majlis yang penuh dengan kecintaan dunia, dan datangilah majlis yang zuhud dari dunia. Jenis tertentu akan bersenyawa dengan jenis yang sama, saling melingkari dan mengitari. Pecinta akan saling mencintai yang lain, saling menolong untuk dakwah menuju keimanan, tauhid, keikhlasan di dalam amal. Mereka meraih dengan kemampuannya di jalan Allah Azza wa-jalla. Siapa yang melayani akan dilayani, siapa yang berbuat baik akan diberi kebaikan. Siapa yang memberi akan diberi. Bila kalian berbuat untuk neraka, maka neraka esok bagimu.Amalmu adalah apa yang engkau raih. Kalian beramal dengan amaliah ahli neraka tetapi kalian berharap syurga. Bagaimana berharap syurga sementara kalian bukan orang yang melakukan amaliah ahli syurga? Orang yang memiliki hati adalah orang yang tidak saja taat secara fisik belaka, tetapi patuh jiwanya. Untuk apa beramal tanpa hati yang ikhlas? Orang yang riya' hanya menampakkan visualnya, sedangkan orang ikhlas dengan hati dan lahiriyahnya.
Orang beriman itu hidup, sedang orang munafik itu mati. Orang beriman itu beramal untuk Allah, sedang orang munafik untuk dilihat sesama, dipuji dan mendapat balas budi. Tindakan orang beriman maujud dalam sunyi dan ramai, dan suka dan duka. Tindakan orang munafik hanya dalam tontonannya belaka. Ia berbuat baik ketika suka, tetapi ketika sedih ia menolak. Ia tidak bergabung dengan Allah Azza wa-Jalla, tak ada iman kepada Allah, kepada Rasul dan KitabNya. Tidak mengingat padang mahsyar maupun hisab. Islamnya hanya untuk cari perhatian dan selamat di dunia, bukan selamat di akhirat dari neraka dan siksanya. Dia sholat dan puasa untuk dilihat manusia, jika kembali sendiri, kembali pula pada kesibukan nafsunya dan kekufurannya.
Ya Allah, kami berlindung kepadaMu dari kondisi seperti ini. Kami mohon keikhlasan di dunia dan keikhlasan hari esok. Amin.Anak-anak sekalian, sudah seharusnya kalian ikhlas ketika berbuat baik. Buanglah matamu untuk melihat amalmu dan ganti rugi, baik dari makhluk maupun Khaliq. Berbuatlah hanya untuk Wajah Allah, bukan dalam rangka meraih nikmatNya. Jadilah kalian termasuk yang berkehendak hanya menuju WajahNya. Carilah WajahNya, hingga Dia memberikan kepadamu. Bila Dia memberikan anugerah, pasti kalian dapatkan syurga di dunia dan di akhirat. Syurga dunia berupa taqarrub kepadaNya, dan syurga akhirat adalah memandangNya, serta segala janji dan jaminan yang diberikan kepadamu.Selamatkan dirimu dan hartamu, pada Tangan Kekuasaan, Aturan dan RencanaNya. Engkau telah dibeli olehNya, dan kelak harganya akan diberikan kepadamu.Wahai hamba-hamba Allah. Selamatkan dirimu kepadaNya. Katakan, "Jiwa, harta dan syurga hanya bagiMu, dan selainMu hanya untukMu. Kami tidak berhasrat sedikitpun selain DiriMu." 
 
Dahulukan Allah sebelum syurga. Allah Yang Maha Asih sebelum jalan menuju kepadaNya. Wahai orang yang berhasrat syurga, engkau membelinya dan meramaikannya hari ini. Bukan besok. Alirkan sungaimu, airmu hari ini, bukan besok di akhirat.Wahai kaumku. Hari kiamat hati dan mata bergolak, dimana hari itu pijakan-pijakan bisa terpeleset. Padahal setiap orang beriman berpijak dengan kakinya iman dan ketakwaannya sendiri-sendiri. Kokohnya pijakan tergantung kokohnya iman di hari itu. Orang zalim akan menerima kebusukan di tangannya. Orang yang suka merusak akan mendapatkan kehancurannya. Bagaimana ia bisa zalim dan bagaimana ia menjadi perusak, bagaimana ia pergi dari Tuhannya.Anak-anakku. Kalian jangan terpedaya oleh amal, sebab nilai amal itu ternilai di akhirnya. Semestinya kalian terus memohon kepada Allah azza wa-Jalla atas akhir hayat anda, dan diberikan rasa cinta untuk berbakti kepadaNya. Hati-hatilah kalian semua, ketika anda taubat, lalu kembali maksiat. Maksiat kepada Tuhanmu hari ini atau esok, akan membuat dirimu terhinakan dan terlempar dari pertolongan.Ya Allah tolonglah kami untuk taat kepadaMu dan janganlah kami Engkau hina dengan maksiat kepadaMu. Tuhan, berikanlah kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.

Bahaya Menggunjing -

Wejangan Spiritual Syaikh Abul Qasim al Qusyairi

Allah swt. berfirman:
"Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik saudaranya kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menerima tobat lagi Maha penyayang."
(Q.s. Al Hujurat: 12).
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seseorang laki-laki yang ikut duduk bersama Rasulullah saw, kemudian ia pergi. Salah seorang yang hadir berkata, "Alangkah lemahnya orang itu." Rasulullah saw. bersabda, "Engkau telah memakan daging saudaramu ketika engkau menggunjingnya."
Allah swt. mewahyukan kepada Musa as, "Barangsiapa meninggal dengan bertobat dari menggunjing, akan menjadi orang terakhir Yang masuk surga, dan barangsiapa meninggal dengan berterus-terusan melakukan pergunjingan itu, akan menjadi orang yang pertama masuk neraka."
Auf menuturkan, "Aku datang kepada Ibnu Sirin, aku menggunjing al Hajaj. Ibnu Sirin berkata, 'Sesungguhnya Allah swt. adalah hakim yang paling adil, maka sebanyak yang diambilnya dari al Hajaj, sebanyak itu Pula yang diberikan Nya kepadanya. Ketika engkau berjumpa dengan Allah swt. di akhirat nanti, dosa sekecil apa pun yang telah dilakukan Hajaj akan menjadi lebih besar bagimu daripada dosa terbesar yang telah dilakukan al Hajjaj'."
Diriwayatkan bahwa Ibrahim bin Adham diundang ke sebuah pesta, dan ia pun bersedia menghadirinya. Ketika orang orang membicarakan seseorang yang tidak hadir, mereka mengatakan "Ia seorang yang kurus kering dan tidak menarik." Ibrahim berkata "Inilah yang dilakukan nafsuku terhadap diriku: Kutemukan diriku dalam perkumpulan di mana pergunjingan dilakukan." Ia lalu Pergi begitu saia, setelah itu ia tidak makan selama tiga hari.
Dikatakan dikalangan sufi, "Barangsiapa menggunjing orang lain adalah seperti orang yang menyiapkan ketepil. Ia menembak amal-amal baiknya sendiri dengan perbuatannya itu ke Barat dan ke Timur. Ia menggunjing seseorang dari Khurasan, seorang lagi dari Hijaz, seorang lagi dari Turki, ia mencerai beraikan amal amal baiknya sendiri, dan ketika berdiri, tak satu pun amal baiknya."
Dikatakan dikalangan sufi, "Seorang hamba akan diberi catatan amalnya pada hari Kiamat, tetapi ia tidak melihat satu pun amal baik di dalamnya. la akan bertanya, 'Di mana shalat, puasa dan amal amal ibadatku yang lain?' Dikatakan kepadanya, 'Semua amalmu telah hilang karena engkau terlibat dalam pergunjingan'."
Dikatakan dalam riwayat Imam Ja'far as Shadiq, "Barangsiapa digunjing, Allah mengampuni separo dosanya." 
Sufyan ibnul Husain mengabarkan, "Aku sedang duduk duduk dengan Iyas bin Mu'awiyah, dan menggunjing seseorang. Iyas bertanya kepadaku, Apakah engkau telah menyerang orang orang Romawi atau Turki tahun ini?' Aku menjawab, 'Tidak.' Iyas berkata, 'Orang orang Turki dan Romawi telah selamat dari seranganmu, sementara saudaramu sendiri yang Muslim tidak'!"
Dikatakan, "Seorang manusia akan diberi catatan amalnya di hari Kiamat, dan ia menemukan di dalamnya amal amal baik yang tidak pernah diperbuatnya. Dikatakan kepadanya, 'Ini adalah imbalan bagi gunjingan orang terhadapmu, yang tidak kamu ketahui'.
Sufyan ats Tsaury ditanya tentang sabda Nabi saw, "Sesungguhnya Allah membenci keluarga pemakan daging manusia." (H.r. Baihaqi). Sufyan mengomentari, "Yang dimaksud di sini adalah orang orang yang menggunjing; mereka memakan daging manusia."
Ketika menggunjing ditanyakan di hadapan Abdullah Ibnul Mubarak, ia berkata, "Jika aku mengunjing seseorang, niscaya aku akan menggunjing kedua orangtuaku, sebab merekalah yang paling berhak atas amal amal baikku."
Yahya bin Mu'adz berkata, "Jadikanlah keuntungan seorang Muslim terhadap dirimu berupa tiga hal ini: jika engkau tidak bisa membantunya, maka janganlah engkau mengganggunya; Jika engkau tidak bisa memberinya kegembiraan, maka janganlah engkau rnembuatnya sedih; Jika engkau tidak bisa memujinya, maka janganlah engkau mencari cari kesalahannya." 
Dikatakan kepada Hasan al Bashry, "Si Fulan telah menggunjing Anda." Maka al Hasan lalu. mengirimkan kue kue kepada orang yang rnenggunjingnya, dengan pesan, 'Aku mendengar bahwa engkau telah melimpahkan amal baikmu kepadaku. Aku ingin membalas kebaikanmu."Diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw. Telah bersabda, "Jika orang melepaskan tabir rasa malu dari wajahnya, niscaya tidak akan ada masalah pergunjingan baginya." (H.r. Ibnu Addi dan Abu asy Syeikh)
Syaikh Junaid al Baghdadi menuturkan, "Aku sedang duduk duduk di masjid asy Syuniziyah, menunggui jenazah agar aku bisa ikut melaksanakan shalat jenazah. Orang orang Baghdad dengan berbagai kelasnya duduk menunggu iringan tersebut. Lalu aku melihat seorang miskin yang kelihatan bekas ibadatnya mengemis dari orang banyak. Aku berkata kepada diriku sendiri, 'Jika orang ini mau bekerja untuk memperoleh rezekinya, Itu akan lebih baik baginya.' Ketika aku kembali ke rumah, maka seperti biasanya, aku mulai melakukan wirid di malam hari, rnenangis dan shalat, serta amalan amalan lainnya. Tetapi semua wiridku itu terasa memberatkan jiwaku, maka aku lalu tidak dapat tidur, dan hanya duduk duduk saja. Ketika aku terjaga, kantuk datang kepadaku, aku melihat si pengemis itu. Kulihat orang orang sedang meletakkan tubuhnya di atas sehamparan kain yang lebar, dan mereka memerintahkan kepadaku, 'Makanlah daging orang ini, karena engkau telah menggunjingnya.' Keadaan orang itu diungkapkan kepadaku, dan aku memprotes, Aku tidak menggunjingnya! Aku hanya mengatakan sesuatu kepada diriku sendiri.' Lalu dikatakan kepadaku, 'Perbuatan seperti itu pun tidak layak. Pergilah kepada orang itu dan meminta maaflah!' Paginya aku terus mencari orang itu, sampai aku menemukannya sedang mengumpulkan dedaunan yang tersisa dalam air yang digunakan untuk mencuci sayur mayur. Ketika aku memberi salam kepadanya, ia bertanya, 'Wahai Abul Qasim, apakah engkau datang ke sini lagi?' Aku menjawab,'Tidak" Ia berkata, 'Semoga Allah mengampuni dosa kami dan dosamu'."
Syaikh Abu Ja'far al Balkhy berkata, "Seorang pemuda dari kalangan warga Balkh sedang berada di antara kami, ia bermujahadah dan mengabdikan dirinya untuk melayani Allah. Hanya saja ia terus menerus terlibat dalam gunjingan. Ia suka mengatakan, 'Si Fulan dan si Fulan itu demikian.' Pada suatu hari aku melihatnya sedang mengunjungi beberapa tukang memandikan jenazah yang disebut orang sebagai 'orang orang banci'. Ketika pemuda itu meninggalkan mereka, aku bertanya kepadanya, 'Wahai Fulan, apa yang telah terjadi padamu?' Ia menjawab, 'Beginilah akibatnya atas perbuatan menggunjing. Hal itu telah mencampakkanku dalam kehinaan ini. Aku telah tergila gila kepada salah seorang banci dan aku melayani mereka atas namanya. Semua amal ibadatku sebelumnya telah musnah. Maka doakan agar Allah swt. mengasihiku'

Kisah Murid Yang Takabur


Seorang murid Syaikh Junaid merasa telah mencapai derajat kesempurnaan.
"Lebih baik aku menyendiri," pikirnya.
Maka ia pun menyendiri di sebuah sudut kamarnya dan duduk di sana selama beberapa waktu. Setiap malam, seekor unta dibawa ke hadapannya dan dikatakan padanya, "Kami akan membawamu ke surga." Ia pun menunggangi unta itu dan berkendara sampai tiba di sebuah tempat yang menyenangkan dan membahagiakan, tempat yang dipenuhi oleh orang orang tampan. Di sana berlimpah berbagai jenis makanan dan air yang mengalir. Ia tinggal di sana hingga fajar; kemudian ia akan tertidur dan telah berada di kamarnya ketika terjaga. Ia pun menjadi bangga dan sombong karena hal ini.
"Setiap malam aku dibawa ke surga," katanya membanggakan diri dihadapan murid-murid yang lainnya.
Kata-katanya ini sampai kepada Syaikh Junaid. Maka Syaikh Junaid pun mendatangi kamar muridnya itu. Di sana Syaikh menemukannya mempraktekan tatakrama yang tinggi.
Syaikh Junaid bertanya padanya tentang apa yang terjadi. Si murid pun menceritakan keseluruhan cerita kepadanya.
"Malam ini, saat engkau dibawa ke sana, ucapkanlah tiga kali: 'Laa Haula walaa Quwwata Illa Billahil 'Aliyyil 'Adzim" kata Syaikh Junaid.
Malam itu si murid mengalami apa yang biasanya terjadi. Dalam hatinya, ia tidak mempercayai apa yang telah dikatakan oleh sang syaikh kepadanya. Namun, bagaimanapun juga, saat ia tiba di tempat itu, ia coba coba mengucapkan: "Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Agung." Seketika, semua yang ada di sana berteriak dan pergi melarikan diri. Ia menemukan dirinya berada di atas gundukan kotoran hewan dengan tulang-tulang berserakan di sekitarnya. Menyadari kesalahannya, ia pun bertobat dan kembali ke majelis Syaikh Junaid.
Ia telah belajar bahwa bagi seorang murid, menyendiri adalah racun yang mematikan.

Orang Yang Bodoh Merasa Gembira Dengan Hal Duniawi

Pengajian Syeikh Abdul Qadir al-Jilany
Hari Selasa 11 Dzul Qa'dah, 545 H.
Al-Hasan Bashri mengatakan, "Pandanglah dunia ini dengan mata yang hina, maka demi Allah sesungguhnya anda tidak akan meraih kebaikan sebelum anda melihatnya dengan pandangan kehinaan."
Anak-anak sekalian…. Mengamalkan Al-Qur'an berarti memposisikan dirimu pada sisiNya, dan mengamalkan Sunnah berarti memposisikan dirimu di sisi RasulNya, Nabi Muhammad SAW. Hatinya dan citanya tidak pernah bergeser dari jiwa sesama manusia. Orang inilah yang yang diberi anugerah kebajikan dan kedalaman, kejernihan dan riasan atas rahasia-rahasia jiwanya. Orang inilah yang dibukakan pintu taqarrub, yang bangkit, yang pergi meninggalkan diri antara hati dan rahasia hati dan antara Tuhannya Azza wa-Jalla. Setiap langkah jejaknya senantiasa menambah kegembiraan jiwanya.
Maka siapa pun yang dianugerahi rizki seperti itu, ia harus bersyukur dan bertambah taatnya. Kalau seseorang bergembira di luar anugerah seperti itu, berarti seseorang telah meraih ketololan, karena orang bodoh adalah orang yang bergembira dengan dunia. Sedangkan orang yang pandai adalah yang memanfaat peluang semampang di dunia. Orang yang bodoh selalu membantah takdir dan kontra pada ketentuanNya. Orang 'alim senantiasa selaras dan ridlo kepada takdirNya. 
Hei kalian, sungguh kasihan sekali. Jangan sampai dirimu menentang takdir dan memberontakNya, hingga dirimu masuk dalam jurang kehancuran. Rotasi hakikat adalah rela kepada Perilaku Allah Azza wa-Jalla, mengeluarkan makhluk dari dalam hatimu, sampai kalian bertemu Sang Pemelihara makhluk. Engkau menemuiNya dengan hatimu, sirrmu dan maknamu. Dengan begitu kalian bisa mengikuti Langkah Ilahi Azza wa-Jalla, jejak RasulNya dan hamba-hambaNya yang saleh.Bila kalian punya kemampuan untuk berkhidmah kepada orang-orang saleh, lakukan, karena itu lebih baik bagimu di dunia dan di akhirat. 
Kalau kalian memiliki seluruh dunia, sementara hatimu tidak seperti hati mereka, maka kalian tidak memiliki sedikit pun, seperti hati mereka yang dilimpahi kebajikan Allah Azza wa-Jalla. Mereka yang memiliki dunia dan akhirat, dalam aturan antara kalangan publik dan kalangan elit Ilahi dengan aturan Allah Azza wa-Jalla.Aduh, kalian jangan menyandarkan hasratmu kepada sesama makhluk. Sementara dalam benakmu hanya makan dan minum, bergaya pakaian, memuaskan kawin, menumpuk dunia dan ambisius. Orang-orang yang memburu dunia akan terjerumuskan ketika di akhirat. Dagingmu hanya akan jadi santapan ulat dan belatung serta binatang ganas bumi. 
Sabda Nabi saw:"Allah Azza wa-Jalla punya malaikat yang terus mengumandangkan pagi dan petang: "Wahai manusia, siapkan dirimu untuk maut….sadarlah kalian datangnya kehancuran….dan bersatulah menghadapi musuh…"Orang mukmin yang benar selalu punya niat yang baik dalam seluruh urusan kerjanya di dunia, bukan demi dunia, tetapi demi akhirat. Ia bangun masjid, gedung, madrasah, pesantren dan membangun jalan bagi ummat. Kalau tidak membangun itu semua, maka ia hanya membangun keperluan keluarga, orang miskin dan orang yang tak berdaya dan hal-hal yang harus dilakukannya. Yang ia inginkan sesungguhnya dari membangun itu adalah membangun di akhirat, bukan membangun menuruti hawa nafsunya.Bila manusia berpijak benar seperti itu, ia bersama Allah Azza wa-Jalla dalam semua perilakunya, lalu kekurangannya tetap bersama Allah, kelebihan materinya tetap bersama Allah, hatinya bertemu dengan para Nabi dan Rasul SAW. Ia menerima apa yang datang dari para Nabi dan rasul itu, baik dalam ucapan maupun tindakan, penuh keimanan dan keyakinan, apalagi jika bisa bertemu mereka di dunia dan di akhirat.
Orang yang berdzikir kepada Allah Azza wa-Jalla adalah orang yang hidup, yang mengalami transformasi dari kehidupan ke kehidupan, maka ia tak pernah mati kecuali sejenak. Manakala dzikir terus langgeng berlangsung dalam hati, langgeng pula dzikir hamba kepada Allah Azza wa-Jalla, walau lisannya tidak berdzikir. Sepanjang hamba langgeng berdzikir, langgeng pula keselarasannya dengan Allah, ridlo dengan perilaku Ilahi. Bila anda tidak berselaras dengan Allah atas datangnya musim dingin, berarti anda mendustai musim dingin, begitu pula jika anda tidak berselaras dengan Allah datangnya musim panas, anda mendustai musim panas. Berselaras atas dua musim itulah yang menghilangkan penderitaan anda dan kerasnya dua musim itu. Begitu pula berselaras dengan cobaan dan penderitaan menghilangkan keruwetan, kesempitan dan luka, serta depressi, disaat dua musim itu tiba.Betapa mengagumkan perilaku kaum Sufi, betapa indahnya kondisi jiwa mereka. Semua yang datang dari Allah Azza wa-Jalla dirasa baik di hati mereka. Karena mereka telah dilimpahi air ma'rifat dan berapa dalampangkuanNya, senantiasa mesra bersamaNya di sisiNya dan menghapuskan diri dari selain DiriNya, senantiasa mati di hadapanNya. Ia telah diliputi oleh sifat Kharisma Ilahi, dan jika Allah berkehendak Dia membangkitkan mereka, menghidupkan mereka. Mereka di Tangan Allah seperti Ashhabul Kahfi dalam guanya. Yaitu mereka dikatakan dalam Al-Qur'an:"Dan mereka Kami belokkan ke arah kanan dan ke arah kiri"Mereka adalah manusia paling cerdas, karena menyerahkan harapannya kepada Tuhannya, harapan maghfirah dan keselamatan dalam seluruh perilaku kehidupannya. Sementara kalian, beramal dengan amalnya ahli neraka sembari mengharap syurga. Anda mengangan-angan sesuatu yang bukan tempatnya. Anda jangan terpedaya oleh tipudaya orang yang meminjami, dan dalam waktu singkat mengambil harta anda. Allah telah meminjami kehidupan kepada anda, sampai dirimu taat kepadaNya dalam kehidupan itu. Allah menahanmu di dunia agar kamu bisa melakukan peluang yang diberikan. Begitu juga kesehatan, kekayaan, keamanan, derajat, semuanya adalah pinjaman dari Allah. Semua kenikmatan adalah pinjaman pula. Jangan anda berbuat sembrono, atas pinjaman tersebut. Maka semua pinjaman Allah itu harus anda jadikan sebagai peluang ketaatan. Semuanya harus dijadikan tempat aktivitas untuk kesalamatan bersama Allah Azza wa-Jalla, dunia hingga akhirat. 
Sebagian Sufi mengatakan, "Berselaraslah dengan Allah dalam mengurusi soal sesama makhluk. Jangan berselaras dengan kepentingan makhluk untuk urusan Allah. Bangkrutlah orang yang bangkrut. Tuntaslah orang yang menunaikan. Karena anda tahu, bahwa orang yang berselaras dengan Allah Azza wa-Jalla itu adalah orang-orang yang saleh dari hamba-hambaNya yang berselaras."

Saling Memberikan Pesan & Nasihat

Di antara akhlak kaum sufi adalah banyak berpesan satu sama lain dan menerima nasihat dengan lapang hati serta berterima kasih kepada pemberi nasihat. Bagi mereka memberi nasihat tidak dengan sendirinya memandang bahwa mereka telah melakukan kewajiban. Sebab urusan urusan akhirat tidak dapat dinilai dengan urusan pesona duniawiah.
Pernah seorang laki-laki bertanya kepada Hasan Basri: "Berilah aku nasihat." Ia menjawab: "Junjunglah tinggi tinggi perintah Allah (SWT), dimana pun kamu berada maka Allah akan memuliakan kamu dimana pun kaum berada." 
 
Seseorang berkata, kepada Umar bin Abdul Aziz: "Nasihatilah aku" Ia pun berkata: "Hati-hatilah menjadi orang yang bergaul dengan orang-orang salih kecuali dengan meniru kesalihan mereka, atau mencela para pelaku dosa tetapi tidak menjauhi perbuatan dosa, atau orang yang menampakkan diri musuh setan di depan orang tetapi mengikuti ajakannya secara diam diam." 
 
Seorang laki-laki berkata kepada Muhammad bin Wasi': "Berilah aku nasihat." Ia menjawab: "Jadilah raja di dunia dan di akhirat." Ia bertanya: "Bagaimana itu, dapat terjadi?" Ia menjawab: "Berzuhudlah dalam hidup di dunia." Laki laki itu meminta: "Tambahlah nasihat Anda." Ia berkata: "Jadilah dirimu ekor dan duduklah dengan manusia dan janganlah menjadikan dirimu kepala dan meminta mereka duduk bersamamu."
Umar bin Abdul Aziz pernah datang menemui seorang ahli ibadah lalu berkata: "Aku datang menemui mu untuk meminta nasihat." Ia lalu menjawab: "Seandainya aku tahu bahwa engkau adalah orang yang takut kepada, Allah (SWT) tentu aku menasihatimu." Kata katanya ini membuat umar jatuh pingsan. Umar juga pernah mengatakan bahwa ia melihat Abu Abbas Khidhir (as) dalam mimpi lalu meminta nasihat kepadanya. Ia pun berkata: "Hai Umar, janganlah kamu menjadi wali Allah secara lahiriah tetapi menjadi musuhNya secara diam-diam." 
 
Seorang, laki-laki berkata kepada Isa (as): "Nasihatilah aku, wahai Ruh Allah (SWT)." Ia menjawab: "Hingga berapa kali seseorang di antara kamu dinasihati, tetapi tidak sadar juga? Kalian membuat para pemberi nasihat capai dan susah! " 
 
Seorang laki-laki berkata kepada Hasan Basri: "Berilah aku nasihat." Ia menjawab: "Jangan melakukan dosa lalu kamu mencampakkan diri ke dalam neraka, padahal jika kamu melihat seseorang mencampakkan udang kecil ke dalam api tentu kamu mengecamnya. Sementara kamu mencampakkan diri ke dalam api neraka berkali kali setiap hari tetapi kamu tidak mengecam diri kamu sendiri." Seorang laki-laki berkata kepada Abdullah bin Mubarak: "Berilah aku nasihat". Ia menjawab, "Tinggalkanlah pandangan mata yang tidak perlu maka kamu memperoleh kekhusyukan, tinggalkanlah kata-kata yang tidak penting maka kamu mendapatkan hikmah kearifan, tinggalkanlah kelebihan makanan maka kamu memperoleh taufik beribadah, tinggalkanlah mencari-cari keburukan orang lain maka kamu akan menyadari keburukan keburukan diri kamu sendiri, dan tinggalkanlah membicarakan tentang dzat Allah (SWT) maka kamu terpelihara dari kemunafikan dan keragu raguan."
Seorang laki-laki berkata, "Ibnu Sirin Nasihatilah aku." Ia menjawab: "Janganlah iri pada seseorang, sebab jika ia adalah ahli neraka maka bagaimana kamu iri padanya hanya karena pesona dunia yang fana yang akan mengantarkannya ke neraka. Jika ia adalah ahli surga maka ikutilah amal perbuatannya dan irilah pada kebaikannya. Sebab yang demikian itu lebih utama dari pada irimu padanya dalam urusan duniawiah."
Seseorang laki-laki bertanya kepada Hasan Basri: "Nasihatilah aku." Ia menjawab: "Mengherankan benar lisan yang menjelaskan, hati yang memahami dan perbuatan yang bertolak belakang!" 
 
Seorang laki-laki bertanya kepada Sufyan bin Uyainah: "Nasihatilah aku." Ia menjawab: "Janganlah kamu takabur atau makan sesuatu dari harta orang lain tanpa dengan cara yang benar. Sebab orang yang menyombongkan diri pasti menjadi hina dan orang yang mengambil harta orang pasti merasa kurang."
Suatu kali Hasan Basri mendengar seorang laki-laki berkata: "Orang mengikuti siapa yang ia cintai." Lalu Hasan Basri menyela seraya berkata: "Janganlah terpedaya saudaraku oleh kata-kata itu. Sebab kamu tidak akan menemukan orang-orang baik kecuali jika kamu berbuat seperti perbuatan mereka. Orang-orang Yahudi dan Nasrani mencintai nabi nabi mereka tetapi mereka bukanlah ahli surga karena perbuatan mereka itu bertentangan dengan perbuatan para nabi mereka."Kemudian ia berkata lagi: "Sungguh mengherankan, suatu kaum yang mengajak mencari bekal dan menyerukan pergi ke akhirat, sementara mereka hanya duduk-duduk sambil tertawa-tawa. Sedangkan pergantian siang dan malam hakikatnya kendaraan yang sedang mengantar mereka ke sana tanpa disadari." 
 
Syaqiq al-Balkhi mengajak sahabat-sahabatnya mempersiapkan diri menghadapi maut dan berkata: "Mungkin salah seorang di antara kita mempersiapkan diri untuk kematian selama lima puluh tahun tetapi ia tidak siap menghadapinya. Kesiapan yang sebenarnya adalah zuhud di dunia seperti Umar bin Khattab (ra), yang mana ia mengatakan kepada maut setiap hari pagi dan sore: 'Hai. Malaikat maut, ambillah aku kapan pun engkau mau'."Di antara dalil yang dipegang oleh mereka tentang perilaku ini adalah sabda Nabi (SAW): "Gunakanlah lima perkara sebelum (datangnya) lima perkara lainnya, masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum sakitmu, masa kayamu sebelum kemiskinanmu, waktu luangmu sebelum waktu sibukmu dan masa hidup sebelum kematianmu.

Berprasangka Baik Kepada Allah -

 Wejangan Spiritual Syaikh Abdul Wahab as Sya'rani

Di antara akhlak kaum sufi adalah tidak merisaukan masalah rizki dan tetap berbesar hati meskipun tidak memiliki uang sepeser pun. Mereka tidak suka menyimpan makanan untuk hari esok. Apabila ada di antara mereka menyimpan makanan untuk besok, atau satu minggu, atau satu bulan atau sesuatu yang lain maka yang demikian itu atas nama keluarga bukan atas nama diri sendiri untuk menenangkan kegundahan yang barangkali terdapat didalam hati salah satu keluarga.
Akan tetapi, sebagaimana yang pernah aku dengar bahwa Ali al-Khawwash berkata: "Di antara kesempurnaan ahli ma'rifah adalah apabila ia mengetahui segala sesuatu tentang rizkinya maka hendaknya ia tidak menyimpannya melainkan bersabar hingga datang kepadanya pada waktu yang telah ditetapkan oleh Allah (SWT) untuk mendahulukan kekosongan tangan dari urusan duniawiah dari pada memegangnya, karena tidak ada manfaat untuk menyimpannya.
Aku pernah mendengar syaikh Ali an Nabtiti berkata: "Di antara syarat seseorang di antara para wali yang berkumpul dengan Nabi Khidir a.s adalah tidak menyimpan makanan untuk esok. Barang siapa menyembunyikan makanan untuk esok maka mereka tidak akan berkumpul dengannya meskipun ia melakukan ibadah jin dan manusia. Biasanya Khidir a.s mendatangi para ahli ma'rifah dalam keadaan jaga. Sedangkan di saat tidur. Khidir datang untuk mengajarkan adab yang tidak ia ketahui.
Abu Abdullah al-Yasri pernah ditemui khidir dalam keadaan jaga dan berbincang bincang lama kemudian terputus perbincangan itu dan kemudian ditemui di saat tidur. Ia menanyakan kepadanya mengapa terputus saat berjaga? Ia menjawab: "Kami tidak menemani orang yang menyembunyikan rizki untuk besok, dan kamu pernah mengatakan kepada istrimu pada waktu tertentu. "Ambilah dirham ini dan simpanlah hingga besok."Abu Abdullah lalu berkata: "Benar demikian, akan tetapi aku telah bertobat kepada Allah dari menyimpan sesuatu untuk esok hari." Setelah itu Khidir tidak mendatanginya lagi hingga meninggal dunia, sebagaimana dikisahkan ketika sakit sebelum menghembuskan nafas terakhir,
Uwais al Qarni berkata: "Allah tidak menerima amal hamba Nya yang risau dengan urusan rizkinya, sebab orang yang merisaukan urusan rizkinya sama halnya dengan curiga kepada Allah ta'ala dan orang yang mencurigai Tuhannya maka amalnya tidak diangkat." (Saya katakan) Kadang hamba merisaukan rizkinya dan berusaha mencarinya karena peduli pada perintah Allah agar bekerja, bukan karena mengeluh bahwa Dia menyianyiakannya. Sebaliknya perkataan Uwais tersebut tidak dimaksudkan untuk menentang yang demikian.
Al Busthami pernah ditanya: "Dari mana kamu makan dan minum?" Ia menjawab: "Dari mana saja sebagaimana lalat dan nyamuk diberi makan oleh Allah. Apakah Anda lihat bagaimana Dia memberi makan dan melupakan Abu Yazid (Al Busthami)?" Suatu saat ia shalat di belakang seorang imam, lalu imam itu suatu hari bertanya kepadanya: "Sesungguhnya aku lihat kamu tidak mempunyai pekerjaan, maka dari mana kamu makan?" Ia menjawab: "Biarkan aku mengulangi shalat yang sudah aku lakukan di belakangmu, kemudian aku akan menjawab pertanyaanmu, sebab Anda tidak mengenal Allah dan orang yang tidak mengenal Nya shalatnya tidak sah." (Saya katakan) Yang demikian itu tidak bertentangan dengan hadits: "Shalatlah di belakang orang (imam) yang baik,". Sedangkan imam shalat bagi kaum sufi berkaitan dengan kedudukan sempurna.
Patut diketahui bahwa dalil kaum sufi mengenai tidak menyimpan rizki adalah riwayat bahwa seseorang memberi hadiah kepada Rasulullah saw. tiga ekor unggas, lalu satu ekor diberikan untuk makan pelayannya. Keesokan harinya ia menyajikan daging unggas yang masih disimpan. Lalu beliau berkata: "Bukankah aku sudah melarangmu menyimpan sesuatu untuk esok sebab Allah pasti memberi rizki setiap esok." Demikianlah, patut kita menguji diri dengan tidak menyimpan sesuatu untuk esok.
Sabar terhadap Cobaan
Diantara akhlak kaum sufi adalah memilih kesengsaraan dan cobaan daripada kesenangan dan kenikmatan duniawiah, karena dengan kesenangan dan kenikmatan duniawiah mereka takut terpedaya olehnya tetapi jika dengan cobaan mereka tetap menghadap kepada Allah. Barang siapa mencintai Allah maka ia mencintai apa yang Dia tetapkan untuknya dan mengingat Nya dengan ketetapan itu.
Wahab bin Munabbih berkata: "Barang siapa yang tidak menganggap bencana adalah kenikmatan dan kesenangan adalah kesengsaran, maka dia bukanlah seorang faqih (yang mendalami agama)."
Pernah suatu ketika kelompok orang datang menemui Malik bin Dinar dan ia sedang duduk di rumah gelap dan di tangannya tepung adonan. Mereka berkata kepadanya: "Hai Malik, apakah tidak ada lampu? Apakah tidak ada sesuatu untuk membakar adonan itu di atasnya?" Ia menjawab: "Biarkan aku, sungguh demi Allah aku menyesal atas segala yang telah berlalu.."
Hasan Basri berkata: "Barang siapa di lapangkan oleh Allah di dunia dan tidak takut yang demikian itu dapat memperdayakannya, maka ia telah terpedaya."
Amirul Mu'minin Umar bin Khattab r.a. berkata: "Barang siapa setiap malam mempunyai sepotong roti kering (saja) yang ia makan maka ia bukanlah orang fakir, sebab orang fakir hanyalah yang tidak mendapatkan sesuatu."
Rabi' bin Anas pernah berkata: "Sesungguhnya nyamuk hidup tidak lapar, bilamana kenyang menjadi gemuk dan bilamana gemukmati." Begitujuga dengan anak Adam, bilamana kekenyangan dengan (kesenangan) dunia ia mati hatinya."
Hafsh bin Hamid berkata: "Para ulama, fuqaha', ahli hikmah dan para penyair sepakat bahwa kesempurnaan nikmat di akhirat tidak diperoleh kecuali dengan mengurangi kenikmatan di dunia."
Ketahuilah bahwa dalil yang digunakan oleh kaum sufi itu mengenai akhlak ini adalah riwayat bahwa Rasulullah saw. berkata: "Bagaimana aku menikmati (kesenangan duniawi) sementara malaikat juru terompet telah bersiap (memberi tanda kiamat) dan aku mendengar dengan pendengarannya bahkan dengan dahinya menantikan kapan diperintahkan lalu meniup sangkakala."
Maka dimaklumi jika orang orang sempurna melihat kedahsyatan hari kiamat dari dunia ini. Inilah yang membuat mereka menahan diri dari makan, minum, berhubungan suami istri dan lain sebagainya.
Menolak Pesona Dunia
Dan di antara akhlak kaum sufi adalah berlapang dada bilamana Allah menyingkirkan dunia dari hati mereka. Sebab hati mereka mencintai Allah dan RasulNya, maka dengan sendirinya membenci dunia. Urusan urusan duniawiah menghalangi kesempurnaan ibadah.
Oleh sebab itu. di antara akhlak tertinggi mereka adalah keberpalingan hati dari pesona duniawiah. Renungkan saudaraku, karena para sahabat r.a. adalah manusia yang paling banyak mencintai Rasulullah saw. maka bagaimanakah mereka itu hidup mencontoh beliau dalam menjalani hidup tanpa pesona dunia!Rasulullah pernah mendoakan untuk keluarganya karena begitu besar cinta mereka kepada beliau dan cinta beliau kepada mereka: "Ya Allah, jadikanlah rizki keluarga Muhammad sesuap makan!" Yang demikian itu agar hamba menyambut diri sepenuhnya kepada Allah tanpa rintangan, apalagi jika ia memiliki kesabaran dari rasa lapar umpamanya, maka ia akan sepenuhnya menyambut diri kepada Allah siang dan malam tanpa putus.
Abdullah bin Mubarak berkata: "Dunia adalah penjara orang mukmin dan amalnya yang paling agung di dalamnya adalah sabar dan menahan marah. Bagi orang mukmin, di dunia tidak mempunyai negeri, sebab negerinya yang hakiki hanyalah di akhirat kelak."
Abdullah bin Mas'ud r.a. berkata: "Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana orang beriman lebih hina dari pada budak perempuan tua, lalu ia hidup sepertl ulat tanah dalam tanah."
Abdullah bin Abbas r.a. berkata: "Barang siapa yang dikungkung dari dunia oleh Allah selama tiga hari dan ia ridha dengan itu maka ia berhak mendapat surga."
Abdullah bin Bakar al Mazni berkata: "Sesungguhnya Allah benar benar memberi kepahitan di dunia kepada Hamba Nya yang beriman karena cinta kepadanya, seperti halnya wanita mencekoki anaknya dengan obat agar ia sembuh dari sakit." Yang demikian itu diambilkan dari riwayat yang mengatakan bahwa seorang laki laki berkata kepada Rasulullah saw.: "Sesungguhnya aku mencintai engkau, wahai Rasulullah." Lalu beliau bersabda: "Jika kamu benar benar mencintai maka bersiap siaplah untuk miskin (dengan menghabiskan harta yang ada untuk kebaikan). Sebab kemiskinan lebih cepat kepada orang yang mencintaiku daripada aliran air ke hilirnya."
Aisyah r.a. berkata: "Dunia bagi kami sulit dan suram hingga Nabi saw. wafat, lalu dunia tertuang kepada kami." Yakni karena keberkahan Nabi saw. kami dalam lindungan dari dunia. Tetapi ketika beliau wafat perlindungan itu tidak ada lagi dan kekurangan masuk kepada kami."

Tentang Nafs

Menuju pengendalian Nafs
Para syaikh thariqah sangat berhati hati terhadap sikap sikap yang mengindahkan nafs, memenuhi hasutannya dan mencari keinginan keinginan nafs nya, seseorang yang mengindahkan hasutan hasutan nafs akan cenderung bersikap mudah bangga.
Hazrat Maulana Syaikh Junaid al Baghdadi berkata, "Keingkaran didapatkan ketika mencari keinginan keinginan nafs. Karena nafs tidak pernah sesuai dengan sikap-sikap ketaatan (Islam), tidak mampu untuk berkonsentrasi pada ketaatan tersebut, dan akhirnya akan mengabaikan ketaatan itu; dan orang yang menolak ketaatan adalah seorang yang asing."
Dzun Nun al Misri berkata, "'Kegelapan yang paling pekat adalah tunduk terhadap nafs dan kepatuhan terhadap perintahnya. Apabila seseorang menyerah terhadap perintah nafs, maka dia telah menentang ketentuan Allah. Menentang Allah adalah dasar dasar dari semua kesesatan."
Dalam sebuah perjalanan di laut, Suhrawardi telah memberiku dua nasihat. Pertama, "Jangan curiga dengan orang lain, Yang lain, "Jangan tunduk terhadap nafs." (Sa'di as Syirazi)
Pengendalian Nafs
Para syaikh Sufi menganggap keberhasilan dalam thariqah berasal dari pengendalian nafs.
Menurut sebuah hadits, "orang yang kuat bukanlah mereka yang mampu menaklukkan orang lain, melainkan mereka yang berhasil menaklukkan nafs nya."
Dia yang dikendalikan oleh nafs, harus melayani nafs itu; dia yang mampu mengendalikan nafs, akan tunduk pada yang lain. Dia yang tidak menyadari nafs nya akan menjadi rendah.
Pembebasan dari Pengaruh Nafs
Pembebasan dari pengaruh nafs adalah pembebasan dari temperamen nafs, yaitu sikap-sikap: mudah marah, pemberang, sombong, tamak, serakah dan dengki. Jika orang senantiasa terjamin dari perangai perangai seperti itu, yang menjauhkan perangai perangai tersebut muncul di dalam dirinya, maka ia telah terbebas dari pengaruh nafs, dan terlihat tidak memiliki nafs sama sekali.
Abu Sa'id Kharraz berkata, "Mereka yang kembali kepada Tuhan akan menjadi dekat dengan Nya, berusaha dekat dengan Nya, dan melupakan nafs nya serta apa pun selain Allah." Jadi, jika orang lain bertanya siapa yang bersama dengannya, dia tidak akan menjawab selain mengatakan, "Allah," yang karena ketaatan kepada Allah dalam hatinya, menyebabkan dia tidak mengenal yang lainnya."
Menjauh dari Nafs
Apabila cahaya Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi, serta realitas Ketuhanan dan kehambaan telah menundukkan seseorang, tetapi tidak memusnahkan nafs yang berada di dalamnya, dia akan menerima nafs nya sebagai jenis keingkaran yang paling buruk.Kaum Sufi berkata, "Apabila realitas Penya tuan terjadi, seseorang yang taat akan melihat nafs nya sebagai sesuatu yang tidak berharga dibanding nafs lain dan semua hal yang lain."
Perlawanan terhadap Nafs
Salah satu jalan untuk menundukkan nafs adalah melawan segala keinginannya. Namun, jika kita ingin melawannya, kita tahu bahwa kita tidak harus melawannya dengan memusuhi atau menekannya, karena. jika kita demikian, nafs akan timbul di tempat lain, dan akan mencari pemuasan terhadap semua keinginannya. Jadi, dapat dikatakan bahwa untuk melawan nafs melalui nafs adalah sebuah kesalahan.
Menundukkan Nafs
Menundukkan atau melawan nafs adalah dasar dari semua praktik spiritual dan kesempurnaan dari semua upaya spiritual. Hanya melalui perlawanan tersebut para murid akan menemukan jalan menuju Allah, karena menuruti nafs merupakan kerusakan bagi para murid, sedangkan perlawanan terhadapnya adalah jalan keselamatan. Allah telah memerintahkan kepada semua hambanya untuk melawan nafs, dan telah memuji mereka yang berjuang untuk melawannya dan menyalahkan mereka yang membiarkan dirinya memuaskan nafs.
Abu Sulaiman Darani berkata, "Yang paling baik dari semua kegiatan manusia adalah melawan nafs, karena nafs akan menghancurkan keyakinannya dan merupakan rintangan terhadap upaya upaya untuk mencari keridhaan Allah."
Abu Hafsh (Haddad) berkata, "Jika engkau tidak mengutuk, tidak melawan nafs setiap saat dan dalam setiap kesempatan, dan tidak menjauhkan dirimu sendiri dari hal yang berkaitan dengannya sekalipun merupakan hal yang dibolehkan, maka engkau akan senantiasa dibohongi oleh nafs tersebut. Jika engkau telah tunduk kepada nafs mu, engkau akan hancur; bagaimana mungkin seorang yang saleh akan tunduk dengannya?"Al Qur'an menceritakan tentang Yusuf ketika dia berkata, "Dan aku tidak membebaskan diriku. (dari kesalahan). Karena sesungguhnya nafs itu senantiasa menyuruh seseorang kepada kejahatan." (XII: 53).
Anekdot tentang menundukkan Nafs
Syaikh Junaid telah menyatakan, "Suatu malam aku tidak dapat tidur, sehingga aku bangun untuk melengkapi doa doaku. Aku merasa tidak ada keindahan yang terjadi malam ini. Mencoba tidur lagi, aku tak mampu. Mencoba duduk, aku merasa gelisah. Aku buka pintu dan berjalan jalan keluar. Di jalan aku. melihat seseorang terbungkus sebuah baju lebar seperti jubah menutupi badannya sendiri dan ketika dia melihatku dia berpaling kepadaku dan memanggilku, 'Wahai Abul Qasim, kemarilah!'
Aku bertanya untuk apa. Dia menjawab, 'Sesungguhnya, aku sedang memohon kepada Allah Sang Penggerak Hati untuk memindahkan hatimu untukku.'
Aku kemudian bertanya, 'Apa masalahmu?'
Dia menjawab, 'Bagaimana rasa sakit seseorang dapat menjadi obat penyembuh baginya?'
Aku berkata, 'Rasa sakit dapat menjadi obat penyembuh dengan cara melawan nafs.' Kemudian dia menunjuk pada badannya, sambil berkata, "Dengar badan, aku telah memberi jawaban padamu. tujuh kali dan engkau tidak menerimanya.
Sekarang, dengarkan Junaid!' Kemudian dia berpaling dan menghilang. Aku sama sekali tidak mengetahui siapa dia sebenarnya."
Ibrahim ibnu Syaiban dilaporkan pernah berkata, "Selama empat puluh tahun aku tidak pernah menghabiskan satu malam pun untuk menyendiri, atau menghabiskannya di tempat apa pun untuk mengasingkan diri. Suatu hari, aku sangat menginginkan buah lentil. Setelah memakannya, aku kemudian pergi keluar untuk berjalan jalan. Sewaktu berjalan aku melihat sebuah toko dengan botol botol yang tergantung untuk dipajang. Aku pikir botol botol tersebut terisi penuh dengan cuka, tetapi seseorang mengatakannya padaku bahwa botol botol itu terisi dengan anggur, dan di dalam toko itu juga ada beberapa tong anggur. Aku tiba-tiba dikalahkan oleh keinginan untuk masuk ke dalam toko itu serta mengosongkan botol-botol dan tong anggur tadi, yang kemudian aku lakukan. Sang pembuat anggur menganggap aku melakukan ini atas perintah raja. Namun, ketika dia menyadari bahwa aku melakukan hal ini atas kehendakku sendiri, dia lalu menangkapku dan menyeretku ke mesjid Ibnu Thulun, di sana dia memerintahkan agar aku dipukul dua ratus kali dan kemudian aku dimasukkan ke dalam penjara. Aku menginap beberapa lama di dalam penjara itu, sampai guruku, Abu 'Abdillah Maghribi, datang ke kota dan memohon pengampunan untukku. Sewaktu melihatku, beliau bertanya tentang apa yang telah kulakukan. Aku berkata padanya tentang keinginanku untuk memakan lentil dan bagaimana aku memakannya, serta bagaimana aku telah dihukum pukul dua ratus kali. Beliau kemudian berkata padaku bahwa aku sangat beruntung hanya mendapat hukuman ringan."
Ibrahim Khawwas berkata, "Pada suatu hari, dalam perjalanan menuju ke Gunung Lokam, aku menemukan sebuah pohon delima, tiba-tiba saja aku sangat menginginkan buah delima itu. Aku petik satu, membukanya dan mendapatkannya agak pahit. Aku buang dan kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Di tengah perjalanan, aku melihat seseorang dalam posisi bertiarap dengan lebah mengerumuni seluruh bagian tubuhnya. Sewaktu aku memberi salam. padanya, dia menjawabnya dengan memanggil namaku.Aku bertanya padanya bagaimana dia tahu namaku, dan dia menjawab,'Tak ada yang tersembunyi dari orang yang sudah mengenal Allah! Untuk menanggapinya, aku berkata, 'Aku tahu bahwa engkau dekat dengan Allah. Jika engkau mau, Allah dapat melindungimu dari lebah lebah itu dan melepaskan engkau dari sengatnya.' Dia menjawab, 'Aku juga tahu bahwa engkau sangat dekat dengan Allah. Jika engkau memohon kepadaNya, Dia juga akan melepaskan dirimu dari keinginan untuk memakan buah delima, karena memakan buah delima menyebabkan siksaan di akhirat, sedangkan rasa sakit gigitan lebah hanya kualami di dunia ini.' Aku tinggalkan dia dan meneruskan perjalananku.
Ja'far Nasir telah berkata, "Guru kami, Maulana Syaikh Junaid memberiku satu dirham untuk membell buah ara. Aku beli buah tersebut dan membawanya untuk dia. Sewaktu berbuka puasa, dia mengambilnya satu buah dan memasukkannya ke dalam mulutnya, kemudian mengeluarkan buah tersebut seraya menangis, dan menyuruhku mengeluarkannya. Aku bertanya padanya mengapa, dan dia berkata bahwa sebuah bisikan suara telah datang kepada hatinya, yang mengatakan. 'Tidakkah engkau malu? Engkau mengambilnya untuk Ku, tetapi sekarang engkau menginginkannya kembali.