Laman

Selasa, 30 Mei 2017

Landasan bertawasul dan rabithah


Dua masalah ini merupakan salah satu bentuk pengetahuan dzikir yang diterapkan di dalam Tasawuf (kalangan Shufi). Tasawuf, kalau kita telusuri sejarahnya adalah dikembangkan dari salah satu di antara 3 pijakan dasar pokok ajaran dalam Islam, yaitu: Rukun Iman, Rukun Islam dan Rukun Ihsan. Tasawuf di sini merupakan pengembangan dari ilmu keihsanan.
Pembahasan Rabithah dan tawasul ini bisa dikatakan materi yang pelik dan memerlukan perhatian yang cukup serius untuk menguraikannya, karena sering diiringi dengan tuduhan-tuduhan kemusyrikan bagi yang mengamalkannya. Hal ini sudah banyak kontroversi/fitnah yang terjadi sejak zaman dahulu, antara pengamal Tasawuf yang mengamalkan Rabithah & Tawasul dengan kaum zhahiri, yang lebih mengedepankan naskah tekstual dalam pengamalan agamanya.
Rabithah atau tawasul dicetuskan oleh para Syekh Mursyid terdahulu ketika tasawuf sedang berkembang menjadi suatu disiplin keilmuan dalam Islam, sebagaimana mengkristalnya kodifikasi hukum Islam dengan sebutan Ilmu Fiqih. Keduanya hanyalah merupakan metode/teknis atau bagian pengajaran Syekh Mursyid kepada murid-muridnya di dalam menempuh Thariqat (jalan).
Problematika tawasul atau rabithah didasari kenyataan bahwa konsep peribadatan (menyembah) hanya kepada Allah (Laa ma’buuda illallaah) didukung oleh penafsiran yang keliru terhadap makna ayat dalam Surat Al-Fatihah yang sering kita baca berulang-ulang, yakni: Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin, yang diartikan atau ditafsirkan oleh kebanyakan orang dengan ‘Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohoon pertolongan’.
Menurut hemat kami, penafsiran tersebut didasari kekhawatiran para mufassirin akan firman Allah yang tidak membukakan ‘pintu ma’af’ kepada orang-orang yang menyekutukan-Nya:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa orang yang menyekutukan-Nya, tetapi Dia mengampuni dosa-dosa selain itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. (QS. An-Nisa[4]: 48)
Mereka yang bertempat pada pemahaman ini tidak mampu menterjemahkan dengan pola penjabaran yang didasari makna-makna harfiyah kalimat tersebut, sehingga penjelasan tiadanya ampunan sama sekali bagi hamba yang menyekutukan-Nya ini menggugurkan penafsiran makna ‘Iyyaaka’ yang sesungguhnya.
Alangkah naifnya jika kita hanya mengakui bahwa hanya Allah saja sebagai tempat kita meminta dan taat. Bukankah kita senantiasa meminta kepada manusia lainnya. Dan tidak perlukah kita mentaati perintah orang tua atau Guru kita? Kita harus kritis dengan ayat ini yang bisa menafikan bentuk pemahaman yang sesungguhnya. Ayat lainnya jika dipertemukan akan berbenturan misi dan fungsi. Di satu sisi kata ‘hanya’ membatasi bentuk ketergantungan hanya kepada Allah dengan tidak memberi ruang kepada segmen lainnya, sedang di ayat lainnya mengandung perintah untuk mentaati makhluk-Nya.
Kata ‘Iyyaaka’ mengandung makna etimologis ‘akan Engkau’ yang berarti ada rentang perjalanan yang harus dicapai. Tidak bisa dituju langsung dengan menggunakan makna ‘hanya Engkau’. Ada pengurang makna yang besar sekali dalam hal ini.
Pemahaman kaku yang menggiring orang ‘enggan menoleh’ kepada makna harfiyah ayat ini menyebabkan ganjalan bagi mereka untuk memasuki kepada pintu pembahasan tawasul atau rabithah.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah engkau kepada Allah dan carilah wasilah sebagai jalan mendekatkan diri kepadaNya dan bermujahadahlah di jalanNya, semoga engkau termasuk orang-orang yang beruntung”. (QS. Al-Maidah[5]: 35)
Melalui ayat ini Allah hendak menyampaikan pesan-pesan Manajemen atau Birokrasi Ilahiyyah, yang harus dipahami oleh setiap manusia yang menghargai adab atau etika dalam beribadah kepada tatanan Kerajaan langit-Nya. Berkenaan masalah Manajemen Ilahiyah ini Insya Allah kita akan bahas pada materi yang khusus.
Umat Islam sejak 14 abad ditinggalkan masa kepemimpinan Nabi SAW telah membentuk sendiri golongan-nya masing-masing (hal ini telah diprediksi oleh Nabi SAW bahwa umat beliau di akhir zaman berpecah belah), sehingga kenyataan ini menyulitkan banyak pemerhati keislaman bahwa manakah di antara golongan-golongan itu yang terlebih benar, baik kemurnian ajaran aqidah atau pengamalan dalam peribadatannya. Usaha atau Ijtihad apapun yang dikerahkan para Ulama maupun Mufassirin belum mampu memonitor dengan pasti mengenai masalah ini.
Dampak yang sejalan dengan kenyataan itu, menimbulkan banyak versi pemahaman atau pengamalan dalam Islam, termasuk bentuk-bentuk cara memahami atau menafsirkan ayat-ayat suci dan hadits-hadits Nabi SAW.
Selanjutnya di antara umat dan tokoh Islam yang berada di luar keberpihakan dengan ilmu Tasawuf kebanyakan bersikap kaku atau sempit dalam memahami Islam yang bersifat luas/eksternal dan eternal/berkesinambungan. Hal ini menyebabkan kondisi sekarang ini terjadi kekacauan dan perselisihan yang tidak henti di antara mereka yang tidak menyadari kesalahan di antara mereka. Apalagi di zaman globalisasi sekarang ini transformasi berita yang positif dan negatif dengan teknis propagandanya masing-masing, kenyataannya sudah tidak seimbang. Propaganda keburukan yang memicu kejahatan dalam kehidupan ini lebih dominan daripada propaganda kebaikan.
Di kalangan Ulama yang menekankan integritas keilmuan/keahliannya dalam menghafal dan mengkaji teks-teks dasar agama zhahir, sering menangguhkan atau tidak memandang penafsiran atau ijtihad Ulama kaum Shufi. Padahal kaum Shufi yang mereka tuding sebagai orang-orang yang tersesat, adalah orang-orang yang berusaha zuhud, wara’ dalam aqidah maupun ibadahnya, mereka merasa takut ibadahnya tidak diterima oleh Allah SWT, bahkan merekalah yang mendapatkan bimbingan Allah dan Rasul-Nya hingga hari kiamat.
Al-Quran dan Al-Hadits itu sepenuhnya akan senantiasa memberikan bimbingan kepada umat di setiap zaman. Di dalamnya akan membuahi hikmah-hikmah sebagai solusi umat, melalui para Mursyid. Mursyid yang dimaksud bukanlah pembimbing yang tidak jelas asal-usulnya, melainkan harus memiliki darah/nasab dari Rasulullah. Dan inipun tidak cukup, karena tidak semua nasab masuk ke dalam kategori yang layak sebagai pemimpin. Bahkan mereka betul-betul mendapatkan kesaksian/mandat secara estafet dalam thariqat-nya, serta prilakunya senantiasa memperlihatkan Uswatun Hasanah, arif dan bijaksana dalam mengambil suatu keputusan.
Allah berfirman dalam Al-Quran:
“Kemudian Kami wariskan kitab itu kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (QS. Fathir[35]: 32)
Jelas di dalam ayat ini Allah menegaskan ‘Kami pilih di antara hamba-hamba Kami’, yakni orang-orang pilihan Allah yang diwariskan pengetahuan tentang agama ini. Dan ditegaskan lagi:
“Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (Khalifah) mereka di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu perbuat”. (QS. Yunus[10]: 14)
“Dan bagi tiap-tiap kaum itu ada orang memberi petunjuk” (QS. Ar-Ra’d[13]: 7)
“Di setiap umat itu mempunyai utusan (Allah)” (QS. Yunus[10]: 47)
Berdasarkan penjabaran ayat-ayat tersebut, maka ijtihad para Mursyid/para pengganti Rasul lebih utama untuk dijadikan rujukan dalam memberikan solusi atau jalan kemudahan kepada umat. Dan tidak sembarang orang dapat melakukan ijtihad untuk memberikan solusi kepada umat di masanya. Keabsahan ijtihad itu sendiri didasari firman Allah:
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Ar-Ra’d[13]: 39)
“Allah menganugerahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa-siapa yang Dia kehendaki”. (QS. Al-Baqarah[2]: 269)
Di kalangan penganut tasawuf tetap meyakini bahwa bimbingan Rasulullah kepada umatnya tidak terhenti dengan wafatnya beliau SAW. Hal ini dilegitimasi oleh ayat Al-Quran yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. (QS. Al-Baqarah[2]: 154)
Dalam ayat lain dikatakan:“Bahkan mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mereka diberi rizki”. (QS. Ali Imran[3]: 169)
Demikianlah landasan-landasan pengetahuan bertawasul dan rabithah.
(Dikutip dari Buku ‘DZIKIR QUR’ANI, mengingat Allah sesuai dengan fitrah manusia’)

Mursyid itu SATU.


Pada hakikatnya Guru Mursyid itu SATU, karena memang “isi” nya adalah sama yaitu Kalimah Allah Yang Maha Esa. Setiap Guru Mursyid membawa kebenaran dari Rasulullah SAW, menyebarkan Tauhid yang murni agar manusia tidak hanyut dalam kemusyrikan, inilah inti utama dakwah dari Guru Mursyid.
Saya tidak pernah menulis nama Guru dalam setiap tulisan dan hanya menyingkat dengan “Guru Sufi” karena saya ingin sahabat semua menganggap Guru saya adalah guru anda juga dan Guru anda adalah Guru saya juga, kita menyebut Beliau sebagai Guru Sufi. Kalau kebetulan sifat-sifat Guru Sufi yang saya ceritakan mendekati dengan Guru anda, bisa jadi kita satu Guru dan kalaupun secara fisik Guru kita berbeda tapi pada hakikatnya adalah sama karena karena isi dada dari Guru Mursyid adalah Nur Allah.
Seorang murid harus fokus kepada Gurunya agar bisa mendapat pelajaran-pelajaran hakikat yang berharga, mendapat kelimpahan ilmu yang menuntun murid kepada kebenaran. Walaupun pada akhirnya tujuan dari berguru bukanlah mencari ilmu, mencari kehebatan atau kekeramatan, tujuan semata hanyalah mencari Ridho-Nya.
Suatu hari saya menceritakan mimpi kepada Guru saya. Dalam mimpi tersebut Guru dari Guru saya berpesan bahwa segala ilmu telah ditumpahkan kepada Guru saya dan Guru saya adalah gudang segala ilmu. Ketika saya selesai cerita, Guru saya berkata, “ Bagus mimpimu itu, dan satu hal yang harus kau ingat bahwa berguru itu bukan untuk mencari ilmu, tapi mencari Tilik kasih-Nya ”.
Saya bertanya, “ Apa itu tilik kasih-Nya itu Guru? ”
“ Kasih sayang dan Rahmat Allah yang tercurahkan lewat Seorang Guru, itulah bekal yang hakiki dan paling berharga bagi seorang murid ” jawab Guru.
“ Kamu tahu kenapa Guru saya mengatakan semua ilmu ada pada Gurumu ini? ”
“ Tidak tahu Guru ”.
“ Karena selama saya berguru sampai Beliau berlindung kehadirat Allah, saya tidak pernah mencari ilmu, tidak pernah mengharapkan harta dan tidak pernah mengharapkan kekeramatan, yang saya inginkan hanyalah Guru semata ” Kata Guru.
Kemudian Beliau melanjutkan, “ Kalau Guru sakit, saya berharap Tuhan mau memindahkan penyakit tersebut kepada saya, biarlah saya yang sakit dan Guru tetap sehat. Kalau Guru susah saya berdoa agar Tuhan memindahkan kesusahan tersebut kepada saya, biarlah saya yang menanggung kesusahan dan Guru tetap bahagia ”. Saya melihat Guru menangis ketika mengucapkan kata-kata tersebut.
“ Para Sahabat Nabi itu orang-orang pilihan, mereka mengorbankan apapun untuk Nabi bahkan nyawapun diberikan andai itu diperlukan ” kata Guru.
“ Maka…dalam berguru kamu jangan pernah mencari ilmu, mengharapkan kehebatan, kalau kamu benar-benar mencintai Gurumu maka Allah akan mencintai kamu dan seluruh alam akan mencintaimu ”.
Nasehat-nasehat yang sudah lama sekali saya dengar dari Guru rasanya seperti baru saja Beliau ucapkan, hangatnya masih terasa. Begitulah seorang Guru Mursyid salah satu ciri khas nya adalah apabila memberikan pengajaran akan berbekas di hati murid dan murid akan berubah menjadi baik.
Seorang Guru pasti memberikan pelajaran yang baik, tidak terkecuali Guru saya dan Guru anda. Para Guru adalah orang-orang yang dikirim oleh Allah SWT untuk meneruskan dakwah Rasulullah saw menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh Alam. Tentu setiap Guru mempunyai kapasitas yang berbeda antara satu sama lain. Ada Guru yang mempunyai murid banyak ada yang sedikit, ada yang khusus untuk satu daerah ada yang tersebar di seluruh dunia.
Ibarat matahari, dia adalah tunggal, tapi bisa dilhat dan dirasakan diseluruh dunia sesuai dengan kapasitas masing-masing. Ada yang melihat matahari lewat atap rumah yang bocor berbentuk persegi empat, maka matahari itu berbentuk per segi empat, ada yang melihat dari lubang segitiga maka cahaya matahari itu berbentuk segitiga juga, sesuai dengan wadah yang dilewatinya. Begitu juga dengan Cahaya Allah, dia akan melewati wadah yang berbeda untuk bisa menerangi seluruh alam tapi pada hakikatnya adalah satu.
Ibarat listrik, untuk bisa menerima arus listrik harus melewati kabel, dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Ada yang berukuran besar, ada pula yang kecil bahkan ada yang sangat kecil, tapi semuanya mempunyai isi yang sama yaitu listrik. Kabel besar akan bisa menyambung dan membagi listrik kepada kabel kecil, dan dengan bantuan lampu bisa menerangi jumlah yang banyak sedangkan kabel kecil hanya bisa dipakai beberapa bola lampu saja. Walau pun kawatnya banyak, kebalnya ribuan kilometer tapi tidak menghilangkan isi nya selagi kabel terebut masih tersambung dengan pembangkit listrik. Begitulah hakikat dari Mursyid yang wadahnya berbeda tapi isinya sama, karena itu hakikat dari Mursyid adalah SATU.
Guru Mursyid yang mana paling hebat? Pertanyaan itu tidak akan pernah bisa terjawab, tergantung kepada siapa anda bertanya. Para murid akan menganggap Gurunya paling hebat. Dari pada sibuk mempertandingkan Guru Mursyid lebih baik kita bertanya dalam hati, sudahkah kita menjadi murid yang baik? Bukankah Guru Mursyid itu adalah murid yang shiddiq dari Gurunya? Lalu kenapa kita fokus kepada pertandingan Guru Mursyid yang bukan wilayah kita, kenapa kita tidak fokus bagaimana menjadi murid yang baik saja. Kalau engkau mengatakan Guru mu hebat maka engkau harus bisa membuktikan dengan kehebatan dirimu agar orang lain bisa yakin. Tapi kalau engkau mengatakan Guru mu hebat disaat yang sama engkau rendahkan guru orang lain maka itu sama dengan engkau merendahkan guru mu sendiri.
Dari pada mempermasalahkan siapa Guru Mursyid yang hebat dan itu adalah hak perogatif Allah, Dia yang mengetahui siapa Wali-Nya yang utama, lebih baik kita belajar menjadi murid yang baik dan menjadi hamba yang baik. Seperti ucapan dari Syekh Muda Wali di awal tulisan ini, “ Guru mu itu adalah Guruku juga ” sangat bagus dijadikan dasar untuk menguatkan persaudaraan diantara sesame pengamal tarekat khususnya dan ummat Islam pada umumnya. Bagi saya Guru anda adalah Guru saya juga karena Guru Sejati itu bukanlah manusia, Guru Sejati adalah Allah Ta’ala yang menjadi Maha Guru dari Segala Maha Guru.
Mengakhiri tulisan ini, kita semua berharap di bulan penuh berkah ini Allah berkenan melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, menerangi hati kita, menjadikan kita murid yang baik da Semoga Allah senantiasa menuntun kita kepada jalan-Nya yang lurus dan benar, Amin ya Rabbal ‘Alamin

SUDAH KENAL ALLAH? -


Diperingkat Pengajian :-
"Kalau kita ini benar2 mahu mengikut sunah Rasul, sewajarnya kita mesti bertemu ALLAH dalam keadaan nyata seperti Muhammad ketika meniti sidratul muntaha. Musa sewaktu berada di lembah Thuwa dan Ibrahim. Inilah sunnah yg sebenar yaitu mengenali hakikat penciptaan kita dimuka bumi Allah selaku KHALIFAH FIL ARDH.
Bukan (hanya) kita akan jumpa Allah bila hari kiamat nanti, sedangkan Allah selalu saja bersama kita (baik dalam keadaan apa pun). Rujuk surah Albaqarah ayat 186. Hanya kita sahaja yg tidak bersama dgn Al-Rahman.
Al albaqarah : 186. Firman Allah: "sesungguhnya aku ( Allah) sentiasa bersama mereka"
"Barangsiapa Buta di dunia maka diakhirat ianya Buta dan bertambah sesat lagi"
Di dunia pun seorang arif kena menyaksikan Allah. Kalau Tak dapat menyaksikan Allah maka belum di katakan kenal.
Hijab yang paling terbesar apabila kita merasakan diri kita dah kenal akan ALLAH, tetapi pada hakikatnya kita masih belum kenal ALLAH, kerana kita duduk dalam sangkaan semata2. Hijab ini dikatakan paling besar kerana kita tidak akan mengubah paradigma ilmu dan kefahaman kita kerana kita rasa kita sudah cukup mengenali ALLAH.
So kena periksa la balik samada kita ni dah kenal Allah ke tidak. Kalau sekadar syok sendiri dan rasa sudah kenal Allah, itu namanya SYOK SENDIRI. Itu yang selalu claim dah kenal Allah kenalilah diri anda sehabis mungkin, maka kalian akan mengenali Allah dan baru kalilan mengerti Kesaksian ESA nya Allah itu. Amin.
__________________________________
Soalan :
Apa kata kalau kita bincangkan isu yg ayahnda tinggalkan....
Bagaimanakah yg dikatakan SUDAH KENAL ALLAH.?
__________________________________
Salam sejahtera, salam kasih dan sayang dari sy.
Atas permintaan peribadi yg ditujukan.. sy sekadar berkalam bagi renungan dn mencari kefahaman, pengetauhan untuk diri sendiri.
Bagaimanakah yang dikatakan Sudah Mengenal Allah.?
Airnya manis buah Kelapa..
Buahnya diambil mengunakan Galah..
Tangan di hulur harapkan pahala..
Sudah kah kita mengenal Allah..
MENCARI KENAL.
Dalam mengenal Allah itu, tidak lah terikat, tertakluk kepada hanya satu kaedah sahaja. Kerana itu kita perlu kepada adanya ilmu dan guru bagi mencari dan mencapai tujuan.
Setiap orang mempunyai jalan dan cerita tersendiri bagi menuju Kenal kepada Haqiqat Pencipta (Allah.)
Ada org mengenal Allah dengan hanya membaca..
Ada org yang mengenal dengan mengkuburkan diri jasad nya yg hidup ke liang kubur.
Ada yg mengenal dengan ditimpa berbagai2 musibah dan masalah.
Ada yang mengenal dgn berguru dengan bermacam2 guru.
Ada yang mengenal dgn hanya tidur.
Ada yang mengenal Allah dengan mimpi2..
Ada bermacam cara lagi bagi seseorg dapat mengenal akan haqiqat penciptanya Allah.
Kerana itu, bagi orang yang faham dan tidak terikat dengan kepompong fikirannya semata tidak menyalahkan apa sekalipun kefahaman dan pegangaan seseorang..
Kerana apa jua cara dan kaedah itu hanya jalan bagi menuju kepada satu hal tujuan iaitu menuju kepada Allah.
Allah menjadikan sesuatu itu berpasang2an...
Ada zahir ada batin
Ada jahil ada yang pandai
Ada bahgia ada derita
Ada syariat ada haqiqat.
Alquran juga membawa maksud
tersurat dan tersirat.
Ramai orang kebanyakan terus menjatuhkan hukuman ini salah! ini sesat!
Dan tidak ramai yang mencari sebab sebelum menjatuhkan hukum. Andai pun yang mencari sebab.. ramai yg mencari sebab untuk menghukum.
Memang hukuman itu perlu bagi yang berbuat salah, tetapi sebelum menjatuhkan hukum, adalah baik kita mencari sebab. Harus mencari sebab dahulu daripada memandang dan menjatuhkan hukum.
Kesimpulannya.. ada ketikanya, betul bagi seseorang itu mungkin salah bagi seseorang yang lain. Ada ketikanya, benar di satu pihak, dan salah bagi pihak lain. KENAL bagi saya, mungkin Tidak Kenal bagi tuan.
HAQIQAT PENCIPTA.
Sebelum Allah itu bernama Allah, atau Zat yang di sembah ini menzahirkan DiriNYA dengan panggilan Allah.
Allah itu tidak mempunyai nama, Allah itu tidak dapat di rasa, Allah tidak dapat disentuh, Allah tidak dapat difikirkan, Allah tidak dapat dikaji dan Allah tidak dapat diumpamakan dengan apa sekalipun.
Perkataan "Zat" itu juga bersalahan. Hanya bagi merujuk kepada DiriNya yg dinamakan Allah, kerana Allah itu TIADA ZAT.
Tiada zat membawa maksud.. Allah bukan berasal dari sesuatu.. tetapi sebaliknya setiap sesuatu itu berasal dari Allah.
Allah itu bukan berjirim, bukan berjisim, termasuk lah bukan Zat.
Zat itu hanya nama bagi memudah faham untuk menunjukkan Maha Berkuasa, Maha Hebatnya Allah.
Allah (Haqiqat Pencipta) ini lah yang di panggil AHAD/ESA. Ahad itu adalah nama bagi menunjukkan tentang Ahadiah @ Tunggal yg Maha Esa.
Allah itu maha suci, Maha tinggi, Maha Tunggal. Tidak ada segala sesuatu pun yg dapat mengenali diriNya melainkan DiriNya sendiri.
Di keranakan Allah itu tidak bisa difikir, dilihat, disentuh.. maka mustahil bagi makluk itu mengenali diriNya. Melainkan hanya diriNya sendiri yg dapat Mengenal Haqiqat DiriNya.
Allah itu nama, nama yg tidak lain dan tidak bukan menyatakan perihal Haqiqat Pencipta.
Bilamana menyebut ALLAH tidak ada maksud lain selain merujuk kepada Haqiqat Pencipta dan Haqiqat yg di sembah.
Bilamana Allah itu tidak bernama bagaimanakah makluk boleh mengenalinya?
Bagaimana makhluk bisa menyembah, menyebut, menyatakan, fikirkan perihal Allah.
Jika tiada nama, bagaimana makluk bisa membicarakan perihal Allah. Tanpa nama, Allah tidak dapat dikenali dan hanya berada di alam AhadiahNya yg kosong sunyi sepi melainkn diriNya sendiri.
MANUSIA (Makluk)
Untuk apa makluk dijadikan, Apakah tugas makluk? Untuk menyatakan Allah, Untuk beribadah kepada Allah?
Bagaimana untuk menyatakan dan ibadah kepada Allah?
Nyata dan ibadah itu membawa kepada berbagai maksud diantaranya.. Taat kepada Allah, Mematuhi dan melaksanakan segala perintahNya.. Meninggalkan segala larangaNya.
Menundukkan, merendahkan, menghilangkan dan melenyapkan diri makhluk hingga tidak lagi kelihatan segala sesuatu dari segi Zahir mahupun Batin melainkan Allah semata.
Bagaimana caranya untuk melenyapkan diri makluk?
Dengan membuang segala sesuatu yang bersifat makluk. Matikan diri daripada segala sesuatu bersifat makluk. Buang segala NAMA yang bernama, buang segala sifat yang berSIFAT, buang sgala AF'AL yang membuat, buang sgala zat yang berZAT.
Bila sgala sifat sifat makluk itu mati.. maka nyatalah sifat Allah.
Bilamana segalanya di pulangkan dan di kembalikan kepada pemilik asalnya Allah. Maka..
Allah itulah Asma bagi segala NAMA, Allah itu lah Sifat bagi segala SIFAT. Allah itu lah perbuatan segala AF'AL Allah itulah ZAT yang mempunyai ZAT.
Allah itu "mengingikan dirinya untuk di kenali. " kerana itu Allah memperkenalkan diriNya melalui penzahiran ILMUNya..
Ilmu Allah lengkap dengan segala NAMA, SIFAT, AF'AL dan ZAT.
Bila telah Nyata Allah, maka rendah lah diri, tertunduk lah diri. Yang Maha Agung hanya Allah, yg Maha Wujud hanya Allah.
Inilah tujuan menyatakan Allah dan beribadah. Inilah ibadah yang tidak pernah putus (Solat Daim). Sesuatu perhubungan yang sentiasa tidak putus sepanjang waktu.
PERHUBUNGAN
Perhubungan membawa maksud kepada sesuatu perhubungan antara Makluk dan Allah. Menghubungkan antara hati dengan Allah.
Hati itu ROH. Maka yang hendak dihubungkan adalah Roh dengan Allah.
Bagaimana dan siapa yang menghubungkan?
Allah itu sendiri menghubungkan melalui perantara ROH.
ALLAH menyatakan diriNya melalui Roh. Roh menyatakan dirinya melalui makluk (manusia) dan manusia menyatakan dirinya melalui Jasad. Jasad menyatakan dirinya melalui sel@zarah, zarah menyatakan dirinya melalui nur cahaya (cahaya batin) batin itu kembali kepada Diri Allah.
Perhubungan itu juga boleh membawa maksud kepada menyaksikan, bertemu, berbicara.
Bertemu, berbicara, menyaksikan itu memerlukan antara dua hala. Berhubung dengan satu hala tidak di panggil perhubungan. Apa erti bertemu jika tidak ada pertemuan.. Apa makna Saksi jika tidak kenal saksi dan tidak pernah menyaksikan.
Bilamana ada perhubungan antara dua hala.. bertemu berinteraksi antara Roh dengan Allah maka Nyatalah Penyaksian. Tiada segala sesusatu pun melainkan hanya Allah.. Maka ini lah perhubungan.. Nyatakan lah Allah.
Untuk sampai kepada perhubungan dua hala, perlu lah kepada mengenal. "MENGENAL DIRI"
Ariffbillah menyebut "Awalludin Makrifattullah" Awal beragama itu Mengenal Allah.
Bagaimana untuk mengenal Allah.?
Mengenal Allah perlu lah "Mengenal Diri.." mengenal diri perlu lah mengenal "ROH" mengenal roh perlulah mengenal "Jasad" mengenal jasad perlu lah kepada mencari Ilmu. Untuk mencari ilmu perlulah kpd pencarian dan belajar.
Kerana dengan Ilmu kita mampu, bisa mengenal Allah. Kerana ilmu itu adalah sifat Allah.
PENZAHIRAN.
Segala sesuatu itu kenyataan Allah dari penzahiran Roh yang bersumberkan Allah.
Penzahiran Allah itu di nyatakan ke atas Roh.. dan penzahiran Roh itu di nyatakan kepada makluk (manusia).
Bagi menampakkan, memberitahu, mengambarkan bahawa manusia itu tidak mampu melakukan segala sesuatu apa pun selain dariNya Allah walaupun untuk beribadah sekali pun.
Manusia itu memerlukan Roh dari Allah untuk membolehkan manusia itu menzahirkan, menyatakan segala perihal makluk.
Manusia itu memerlukan Allah untuk beribadah, manusia itu memerlukan Allah untk Berkata2, manusia itu memerlukan Allah untuk pendengaran, manusia memerlukan tangan bagi kudratnya, manusia itu memerlukan mata untk penglihatan dan sebagainya.
Jasad itu Roh. Tanpa Roh mati lah jasad.
Segala penzahiran Allah melalui Roh dan melalui jasad itu juga bagi menyatakan akan hebatnya Allah.. memberitahu bahawa Allah itu Esa, Allah itu Wujud, Allah itu Maha Berkuasa diatas segala sesuatu dan itu adalah kenyataan diriNya.
Rahman dan Rahimnya Allah itu telah menzahirkan diriNYA melalui perantara Roh bagi membolehkan manusia dan segala makluk ciptaanNya dapat merasakan, melihat akn kenyataanNya.
Walaupun Allah menzahirkan akan DiriNYA melalui roh dan manusia, namum haqiqat diri manusia itu sendiri masih tetap tidak ada.
Diri yang bertubuh dan berjasad yang kelihatan melalui penglihatan mata itu sebenarnya tidak ada dan tidak nyata.
Jasad yg bernama Ahv ini juga tdak ada.
Bila di tunjuk pada badan.. itu bukan bernama Ahv, itu merujuk kepada badan milik Ahv.
Bilamana di pegang pd pipi.. itu juga bukan Ahv, itu adalah pipi milik Ahv.
Tunjuk kemana pun.. kepala, tangan, kaki, dada, tulang, daging tetap tidak menunjukkan Ahv. Ia milik pada jasad yg bernama Ahv.
Ternyata diri yg bernama Ahv itu tidak ada. Yg ada hanyalah Nama. Nama sekadar untuk menunjukkan jasad yg bernama Ahv itu agar boleh mengenal akan jasad.
Bila di renung2 lagi.. badan, pipi, tangan, kaki, kepala dll Ahv juga tiada. Prinsip yang sama bila di cari, ianya tidak ada.
Tunjuk tangan nampak Kulit.. tunjuk tangan nampak jari.. tunjuk tangan nampak bulu. Dibelah tangan nampak daging.. dibelah daging nampak tulang.. tp tangan tdk juga kelihatan. Yg ada hanya nama yg bernama tangan. Sebegitulah Kiasannya terhadap Allah.
Umpama Cahaya dengan mentari, Api dengan panas, garam dengan masin. Allah cahaya langit dan bumi.. Nampak ada tapi tiada. Allah itu berbeza dari maklukNya sehingga ia tidak boleh dinampak walaupun kelihatan Ada. Tidak dapat dirasa walaupun dapat merasakannya. Allah itu beyond.. melangkaui segala sesuatu.
HAQIQAT MENGENAL.
Bilamana telah mengenal ilmu Mengenal Diri, maka mengenal la ia akan Haqiqat Pencipta dan mengenal akan haqiqat kehidupan.
Oleh kerana Allah menginginkan dirinya dikenali, maka Allah memperkenalkan diriNya melalui Nur @ Cahaya.
Nur ini juga dikenali dgn berbagai nama "Nur Muhammad" Ahmad, Roh Kudus, Haqiqat Muhammad, Haqiqat Syahada dll.
Dengan Nur Muhammad ini lah yang menampakkan kepada makhluk akan penzahiran Allah.
Dengan Nur Muhammad lah seluruh seru sekalian Alam, makhluk dapat mengenali haqiqat diriNya melalui penzahiran Nur Ilmunya.
Muhammad inilah yang pertama2 Nabi Adam melihatNya.
Muhammad ini lah yg sebenar2 diri yang mengenal.
Muhammad inilah Haqiqat "Amanah"(Dipercayai). Diri yang tidak pernah mengkhianati DIRInya sendiri. Dirinya sendiri yg tahu dan percaya terhadap segala sesuatu.
Muhammad inilah Haqiqat "Sidiq" (Benar). Yang tidak pernah mendustakan diriNya. Hanya diriNya sendiri yg tahu akan kebenaran. Kebenaran segala sesuatu.
Muhammad inilah Haqiqat "Fatonah"(Bijaksana). Hanya diriNya sendiri yg tahu akan kebijaksanana terhadap sesuatu. Yang diriNya tidak Bodoh.
Muhammad ini lah Haqiqat "Tabligh" (Menyampaikan). Yang tidak menyembunyikan segala sesuatu dari diriNya. Hanya diriNya sendiri ygvtahu akan haqiqat apa yg ingin disampaikan.
Muhammad inilah yg menzahirkan akan Haqiqat Pencipta yakni Allah yang Maha Esa/ Ahad.
Siapakah Muhammad, Roh Kudus, Makhluk, Jasad, Aku , Engkau, Kita, Kamu, Jin, Syaitan, Alim, Jahil, Quran, dll.
ORANGG KATA MENGENAL ALLAH ITU HARUS LAH MENGENAL DIRI. MENGENAL DIRI ITU ADALAH "MATI SEBELUM MATI.. " KLU TAK MATI.. ITU NAMANYA SYOK SENDIRI.
Mati Sebelum mati itu cuma istilah yg diguna pakai oleh org2 yg belajar ttg ilmu Makrifat. (Tok Kenali)
Tetapi maksud Mati Sebelum Mati yg sebenar itu., bila mana Diri Jasad itu mampu di Matikan/di Fanakan/di Leburkan.
Lebur juga bukan bermaksud di hancurkan Diri Jasad itu.. di Kubur atau di blend Jasad itu Hidup2.. sampai lebur dan Mati. Jasad itu tetap ada seperti asalnya.
Ia cuma kiasan yang bermaksud Mati kan Sikap ke "Akuan Diri " agar dapat bisa Melihat Haqiqat siapa yg sebenar berkuasa di dlm tubuh Jasad itu. Bahawasanya yg berkuasa di dalam Diri Jasad itu adalah Roh.
Bilamana Roh itu lah punca Jasad tubuh itu bisa Hidup dan melakukan hidup harian.
Terlihatlah akan Tubuh Jasad itu hanya bergantung pd Roh untk Hidup dan melakukan kehidupan harian.
Ini menandakan bahawasanya Jasad itu hanya Patung/Mayat/Kaku tanpa adanya Roh.
(Ini lah yg di pangil Mati sebelum Mati) Kerena diri Jasad belum lagi dikebumikan.. blm jadi arwah.
Tetapi bilamana Manusia itu tidak mencari ilmu untk mngenal akan Tuhannya, di situlah terbit "Keakuan Diri"
Merasa dirinya(jasad) yg Hidup.. dirinya yg Berkuasa.. tanpa dia sedar bahawa diri itu lah yg Tidak Mengenal akan Roh lah yg sebenar benar yg menghidupkan dia.. yg mengerakkan dia.. yg berkekendak dll.
Sebagai Contoh:
Bilamana merasa Diri Jasad itu Ada,
Aku yg berkuasa.. Aku yg Kuat, Aku yg melihat, Aku yg Mendengar, Aku yg Kaya, Cantik, aku yg memilih.. segala2nya Aku. (Mengaku Memiliki Semuanya Miliknya)
Maka itulah yg dianggap Tidak Mati. (Diri yg tidak mengenal Haqiqat Diri yg Sebenar Diri@ Roh)
Sedangkan.. Tubuh Jasad itu tdk mampu pun Berkuasa, Kuat, Mendengar, Melihat, Berkehendak dll andai tubuh jasad itu sendiri TIDAK disertai adanya ROH.
Jika tidak adanya Roh maka Ia sama lah seumpama jasad itu menjadi Mayat(mati) yg lengkap anggota tetapi tidak punya gerak @Tidak Hidup.. ia ibarat Mati/Kaku/Keras.
Jelas lah bahawa diri jasad itu Mati tanpa Roh. Roh lah yang Sebenar Benar diri yg berkuasa.
Tubuh Jasad hanya makluk untk menzahirkan/ memperkenalkan akan adanya Roh.
Andai diri jasad itu TIDAK ADA/TIDAK WUJUD.. bagaimanakah ROH itu bisa dikenal.. bagaimanakah rupa paras Roh.. tubuh Roh.. bentuk roh..
Roh itu sesuatu perkara hal yg berkaitan ttg Batin (Ghaib) yg tidak nampak.
Bagai mana nak mengenal sesuatu yg tidak nampak? Sesuatu yg Batin?
Adakah bisa yg Zahir ini mengenal yg Batin.. Yg Batin hanya dpt di kenal dgn Batin.
Bagai mana Batin (Roh) nak di kenal.. maka tercipta Zahir untk mempekenalkan adanya Batin.
Makanya wujud Diri Jasad /Makluk bagi menzahirkan adanya ROH.
Bilamana sudah memahami Haqiqat sebenar di dalam Tubuh Jasad itu ada suatu kuasa yg menzahirkan segala2nya ttg Hidup Jasad iaitu KUASA ROH.
Maka faham lah bahawa jasad itu sbnrnya Kaku, Mati TANPA ada haqiqat Roh. (Mati Sebelum Mati)
Jasad itu tetap ada tetapi barang Mati.. Tanpa Roh.
Maka Roh lah yg harus di pandang/di lihat akan kenyataanNya yg sebenar.
Tubuh hanya mengikut apa yg Roh itu berkehendak.
Ini lah Mati Sebelum Mati yg menjadi ISTILAH bagi mempelajari ilmu Makrifat (Tok Kenali).
Setelah sedar, memgetauhi bahawa yang sebenar jasad itu mati, dan yg hendak di kenal itu adalah Roh..
Maka belajar lah akan Hal Roh yg cuma sedikit..
Yang ada jua segelintir memanggil ianya sebagai ZAT. ZAT atau ROH hanya berlainan NAMA tetapi pada maksud yg Sama.
Bila mana org yg suda mengenal Roh ia secara tdk langsung telah mengenal Allah..
Kenal Garam.. Masin dtg sendiri.
Kenal Gula.. Manis dtg sendiri
Bila mana jasadnya telah mati. Jasad hanya menyerahkan sgalanya kepada kerja Roh@ Allah.
Bila mengenal Allah..
"Rahmat Mendahului Kemungkaran.. "
Jelas terzahir akan kelakuan Jasad itu.. kerana Allah itu Rahmatan Alamin.. Allah itu Rahman & Rahim..
Amiin2, semoga Allah memberi faham kpf sesiapa yg di kehendakiNya.