Laman

Sabtu, 07 Mei 2016

"" KAROMAH ""

"" KAROMAH ""
=====================================
seperti apa karomah itu..??
Karomah itu adalah ssuatu yg d miliki oleh seseorang yg mana tdk d miliki oleh orang banyak. Namun.. apakah yg
- Bisa jalan d atas air itu adlah karomah?
- bisa keliling dunia dlam skejap itu adlah karomah?
- bisa menghilang itu adlah karomah?
- bisa terbang d atas angin itu adlah karomah??
- bisa tembus pandang itu adlah karomah??
- bisa bisa menyembuhkan orang sakit itu karomah??
- Bisa menurunkan hujan itu adlah karomah?
- bisa menangkal hujan itu adlah karomah?
=====================================

Ketahuilah sdraku.. SAMIRI bisa;
- Berkeliling dunia dalam sekejap mata
- bisa menurunkan hujan
- bisa menangkal hujan
- bisa menghidupkan mayat dn musuh yg dia bunuh
- bisa jalan di atas air
- bisa menghilang dlm sekejap
- bisa melihat masa depan
- bisa melihat dr sebelah dinding
- dll.
Tahukah kalian siapa itu SAMIRI??
SAMIRI itu adlah DAJJAL yg akan keluar nnti kelak d akhir zaman.
Jadi yg di maksud KAROMAH itu bukanlah sprti apa tertulis d atas, sebab ksemuanya itu jin pun bisa melakukan demikian.
KAROMAH itu adlah satu kelebihan yg d miliki manusia.. yg mana kelebihan itu berkenaan dgn batang tubuh org tersebut...yg bukan bersifat MAGIC ataupun ANEH- ANEH.. tpi KAROMAH itu bersifat NYATA.
Contoh ;
- Seseorang yg mampu menembus alam sifat ALLAH dgn AKAL nya..saja itu adlah suatu karomah
- Seseorang yg mampu menelusuri dn membuktikan kebenaran AL QURAN dgn AKAL nya itu adlah suatu KAROMAH..
-Seseorang yg dpt menembus RASA seseorang dgn RASA nya.. itu adlah suatu KAROMAH..
- seseorang yg dpt MELOGIKAKAN suatu ilmu hingga dpt d terima org banyak, itu adalah KAROMAH.
Dll.
Jadi jangan pernah TAKLUK dengan KAROMAH.. krena bila kita takjub akan kelebihan2 sperti d atas.. dn terlena akan itu.. maka tdk mnutup kemungkinan bisa mmbawa kita dlam tersesat.
Seorang hamba yg telah hidup dlam kemakrifatannya, maka dia tidak akan takluk akan KAROMAH..
Namun dia akan TAKLUK pada ISTIQOMAH.
Seribu KAROMAH tak sebanding dgn 1 ISTIQOMAH.
=====================================
Salam sayang buat ibu bapak dan guru-guru

Memandang Tuhan dalam Segelas Kopi


Saya termasuk salah seorang penggemar dan penikmat kopi, dengan segelas kopi akan lebih mudah bagi saya untuk menulis dan menuangkan ide tentang apa saja. Biasanya saya menulis tulisan-tulisan untuk sufimuda antara 5-15 menit dan ditemani oleh segelas kopi. Pada umumnya para penikmat kopi sekaligus perokok tapi saya bukan termasuk jenis perokok. Saya sejak kecil berusaha menjadi perokok agar bisa disebut Lelaki Sejati yang gagah he he , tapi sayangnya ketika merokok kelas 1 SMP dada sakit dan nafas sesak, sejak saat itu sampai sekarang saya tidak pernah merokok lagi kecuali terpaksa dan dipaksa oleh kawan-kawan. Syukur Alhamdulillah sampai saat ini Lembaga Ulama tidak memberikan fatwa apa-apa tentang kopi artinya minum secangkir atau dua cangkir kopi dalam sehari tidak was was merasa bersalah dan berdosa. Seperti halnya rokok, bisa jadi suatu saat ada pihak-pihak yang membisikkan kepada Lembaga Ulama agar kopi di haramkan dan tentu saja ulama yang bergabung dalam lembaga tersebut biasanya suka mencari perhatian layaknya ABG dan senang mengeluarkan fatwa-fatwa kontroversi yang membuat ummat seringkali kaget dan bingung.
Andai ulama yang tergabung dalam Lembaga tersebut mengeluarkan fatwa haram minum kopi saya akan tetap minum kopi sama halnya ketika ulama mengerluarkan fatwa haram mengggunakan Facebook, saya tetap memakai facebook sebagai alat dakwah menyampaikan kebenaran.
Sambil menikmati segelas kopi yang alhamdulillah masih halal, saya ingin membahas tentang Tuhan dengan segala misteri-Nya. Lalu apa hubungan menum segelas kopi dengan memandang wajah Tuhan?
Alam dan seluruh isinya adalah wujud dari cahaya Tuhan, karya Agung yang tidak terlepas dari diri-Nya sendiri. Itulah sebabnya sebagian orang menemukan Tuhan dari kehebatan dan keagungan Alam yang mengangumkan manusia, menyadarkan manusia betapa Maha Hebat nya sosok di atas sana yang menciptakan alam sedemikian teratur.
Sebagian manusia lain menemukan Tuhan lewat filsafat dan perenungan diri. Kehebatan akal manusia akan menuntun kepada Sang Maha Hebat yaitu sosok yang menciptakan akal itu sendiri secara luar biasa. Descartes seorang Filosof berkata, “Aku berfikir karena itu aku ada”, dengan pernyataannya yang terkenal itu Descartes telah membuat sebuah prinsip yang menjadikan kesadaran berfikir sebagai parameter bagi segala sesuatu untuk dianggap sebagai ‘ada’. Keberadaan kita didunia ini disadarkan oleh akal, tanpa akal maka manusia tidak akan mengenal apa-apa, tidak akan mengenal Alam, Agama dan Tuhan.
Pencarian tentang Tuhan lewat akal kadang kala mengalami jalan buntu dan putus asa sehingga orang yang paling cerdas pun akhirnya menyerah dan mengambil kesimpulan bahwa Tuhan itu tidak ada. Dengan tanpa rasa bersalah Karl Mark mengatakan bahwa Agama adalah Candu Masyarakat. Baginya, agama di zamannya tidak lebih dari sesuatu yang hanya menawarkan kesenangan sesaat tanpa memberikan banyak solusi berarti terhadap berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakatnya di zaman itu. Dengan janji-janji surga, penebusan yang akan segera datang, agama hanya berperan seperti candu yang memberikan kenyamanan sesaat namun tidak pernah bisa menyelesaikan masalah apapun. Agama yang seperti ini tentu saja hanya akan mampu mengakomodir kepentingan kelas-kelas borjuis dan penguasa. Kelas-kelas berjuis dan penguasa pada hakekatnya sudah hidup dengan cukup mapan dan tidak mengalami ketertindasan apapun. Oleh sebabnya, mereka tidak lagi membutuhkan apa yang disebut dengan “hiburan semu”. Lain halnya jika agama ini dilihat dari kacamata mereka yang tertindas secara ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Bagi mereka, agama ini berperan sebagai penyelamat yang nantinya akan membebaskan mereka dari ketertindasan dan melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang telah menindas mereka. Daripada bergulat dengan kejamnya hidup, mereka lebih memilih untuk menyandarkan diri kepada agama yang dinilai dapat memberikan sebuah penghiburan terhadap ketertindasan.
Karen Amstrong bahkan dengan berani menulis buku yang sangat terkenal yaitu “History of God”, buku yang mengupas sejarah Tuhan. Memangnya Tuhan punya sejarah? Dari buku tersebut kita mengetahui bahwa sejarah Tuhan di setiap peradaban hampir sama dan persepsi orang tentang Tuhan tidak terlepas dari pengaruh budaya dan zaman dimana manusia berada.
Berbicara tentang Tuhan, Agama adalah sumber yang paling bisa dipercaya karena tujuan manusia beragama adalah untuk mengenal Tuhan dan menyembah-Nya sampai ajal menjemput. Nabi Muhammad SAW bernah berkata, “Aku melihat wajah Allah dalam rupa seorang pemuda”, dan perkataan serupa pernah dikemukakan oleh seorang tokoh sufi Ibnu Arabi ketika tawaf di ka’bah beliau berkata, “Aku melihat Allah dalam wajah seorang wanita”.
Dalam Al-Qur’an disebutkan, “…dimanapun engkau memandang disitu Wajah Allah”. Lalu bagaimana manusia bisa memandang wajah Allah di alam kalau belum pernah mengenal dan melihat-Nya dalam Kegaiban-Nya? Disinilah diperlukan seorang pembimbing sebagaimana Rasulullah SAW di bimbing oleh Jibril as dan Ibnu ‘Arabi dibimbing oleh Gurunya sehingga setelah mengenal Allah dengan benar maka dimanapun mereka memandang akan bisa menemukan wajah Tuhan disana.
Pun tidak terkecuali ketika tulisan ini saya tulis dan ditemani oleh segelas kopi, saya merasakan ketenangan dan kedamaian di tengah hiruk pikuk warung kopi, ditengah riuh kendaraan lalu lalang, sayang merasakan “Sunyi dalam Keramaian” karena saya merasakan ada getaran Tuhan hadir setiap saat kapan dan dimana saja. Saya melihat kopi dalam gelas yang tinggal setengah, saya tersenyum karena saya bisa memandang wajah Tuhan disana…

JIHAD YANG SEBENARNYA


Amrozi,Imam Samudera dan Ali Ghufron telah dieksekusi dini hari dan kematian mereka disambut dengan hangat di daerah masing-masing sebagai suhada yang syahid dalam menegakkan agama Allah. Para pelayat tidak membawakan karangan bunga akan tetapi meriakkan kalimah “Allahu Akbar” dan sejumlah spanduk yang bertuliskan “Selamat Datang Syuhada….”. Memasuki kota bogor juga ada tulisan sejenis dalam sebuah spanduk yang membenarkan apa yang telah dilakukan oleh mereka serta mengutuk tindakan para politikus dan koruptor sebagai tindakan yang merugikan rakyat.
Sebagian menganggap bahwa tindakan yang dilakukan oleh Amrozi CS merupakan sikap kesatria seorang Muslim yang harus dicontoh oleh pemuda-pemuda Islam dalam menegakkan Agama ini. Mereka memandang islam tidak boleh tunduk di hadapan kaum kafir. Sebagaimana yang dikatakan oleh Max Weber, Islam adalah agama ksatria. Maka menjadi orang Islam harus ksatria, pantang diinjak. Islam diturunkan oleh Allah untuk dimenangkan di atas semua agama dan aliran. Sementara kini Islam dipaksa untuk takluk di bawah ajaran non-Islam, yang diberi nama demokrasi. Maka demokrasi harus ditumbangkan, dan penganjur demokrasi paling utama, yakni Amerika pun harus dirontokkan. Meninggal dalam upaya merontokkan berhala demokrasi ini dianggap sebagai syahid.
Tetapi penilaian yang berbeda dikemukakan oleh ketua komisi fatwa MUI, Ma’ruf Amin. Dia mengatakan bahwa Amrozi cs tidak syahid, karena perjuangan Amrozi bukan jihad. “Jihad itu di wilayah konflik, sementara Indonesia bukan wilayah konflik” katanya.
Lalu Apa Sebenarnya Jihad?
Secara bahasa, kata jihad terambil dari kata “jahd” yang berarti “letih/sukar”, karena jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan. Ada juga yang berpendapat kata jihad berasal dari kata “juhd” yang berarti “kemampuan”, karena jihad menuntut kemampuan dan harus dilakukan sebesar kemampuan (Shihab, 1996: 501). Dalam hukum Islam, jihad adalah segala bentuk maksimal untuk penerapan ajaran Islam dan pemberantasan kezaliman, baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat dengan tujuan mencapai rida Allah Swt.
Dalam pengertian luas, jihad mencakup seluruh ibadah yang bersifat lahir dan batin dan cara mencapai tujuan yang tidak kenal putus asa, menyerah, kelesuan, dan pamrih, baik melalui perjuangan fisik, emosi, harta benda, tenaga, maupun ilmu pengetahuan sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. selama peroide Mekah dan Madinah. Selain jihad dalam pengertian umum, ada pengertian khusus mengenai jihad, yaitu memerangi kaum kafir untuk menegakkan Islam dan makna inilah yang sering dipakai oleh sebagian umat Islam dalam memahami jihad.
Kesalahan memahami jihad yang hanya dimaknai semata-mata perjuangan fisik disebabkan oleh tiga hal. Pertama, pengertian jihad secara khusus banyak dibahas dalam kitab-kitab fikih klasik senantiasa dikaitkan dengan peperangan, pertempuran, dan ekspedisi militer. Hal ini membuat kesan, ketika kaum Muslim membaca kitab fikih klasik, jihad hanya semata-mata bermakna perang atau perjuangan fisik, tidak lebih dari itu. Kedua, kata jihad dalam Al-Quran muncul pada saat-saat perjuangan fisik/perang selama periode Madinah, di tengah berkecamuknya peperangan kaum Muslim membela keberlangsungan hidupnya dari serangan kaum Quraisy dan sekutu-sekutunya. Hal ini menorehkan pemahaman bahwa jihad sangat terkait dengan perang. Ketiga, terjemahan yang kurang tepat terhadap kata anfus dalam surat Al-Anfal ayat 72 yang berbunyi: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan,” (QS Al-Anfal [7]: 72).
Kata anfus yang diterjemahkan dengan “jiwa”, menurut Quraish Shihab tidak tepat dalam konteks jihad. Makna yang tepat dari kata anfus dalam konteks jihad adalah totalitas manusia, sehingga kata nafs (kata tunggal dari anfus) mencakup nyawa, emosi, pengetahuan, tenaga, dan pikiran.
Kesalahan yang sama juga dialami oleh para pengamat Barat yang sering mengidentikkan jihad dengan holy war atau perang suci. Jihad yang didefinisikan sebagai perang melawan orang kafir tidak berarti sebagai perang yang dilancarkan semata-mata karena motif agama. Secara historis, jihad lebih sering dilakukan atas dasar politik, seperti perluasan wilayah Islam atau pembelaan diri kaum Muslim terhadap serangan dari luar. Oleh sebab itu, holy war adalah terjemahan keliru dari jihad. Holy war dalam tradisi Kristen bertujuan mengkristenkan orang yang belum memeluk agama Kristen, sedangkan dalam Islam jihad tidak pernah bertujuan mengislamkan orang non-Islam.
Munawar Chalil dalam buku Kelengapan Tarikh Nabi Muhammad Saw. mengutip pendapat Muhammad Abduh, Ibnul-Qayyim dalam Zaad Al-Ma?ad, dan Syeikh Thanthawi Jauhari, menyatakan bahwa orang-orang kurang mengerti, menyangka bahwa jihad itu tidak lain adalah berperang dengan kafir. Sebenarnya tidak begitu. Jihad itu mengandung arti, maksud, dan tujuan yang luas. Memajukan pertanian, ekonomi, membangun negara, serta meningkatkan budi pekerti umat termasuk jihad yang tidak kalah pentingnya ketimbang berperang.
Jihad Akbar
Perang Badar, perang besar pertama antara kaum Muslimin yang hanya berjumlah 313 orang, harus bertarung melawan musyrikin Quraisy yang berjumlah 950 orang, yang berakhir dengan kemenangan gemilang kaum Muslimin, perang yang begitu besar oleh Rasulullah saw. dianggap tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan perang lain. Yaitu perang melawan hawa nafsu. Ucapan beliau, seusai perang Badar, Roja’na minal jihadil asghar, ilal jihadil akbar. Jihadun nafsu. Kita keluar dari jihad kecil, menuju ke jihad besar. Yaitu jihad melawan hawa nafsu...
Berdasarkan hadist di atas jihad yang dinginkan oleh Rasulullah sebenarnya bukanlah jihad dalam arti peperangan yang penuh dengan kekerasan akan tetapi perang mewalan syetan dalam diri sendiri yang merupakan musuh terbesar manusia yang jauh lebih berat. Dalam beberapa ayat disebutkan bahwa musuh kita yang sebenarnya dan teramat nyata adalah syetan yang terus menerus akan menggoda sepanjang hidup kita. Nabi juga pernah mengatakan bahwa orang kuat itu bukanlah orang yang menang dalam bergulat akan tetapi orang yang bisa menahan amarahnya ketika dia akan marah.
Mengharapkan pahala syahid disambut oleh ribuan biadadari di surga dengan cara peperangan membunuh orang lain bisa jadi akan mengurangi keikhlasan hati dan justru akan mengantarkan kita ke Neraka. Terlepas benar atau salah tindakan Amrozi akan tetapi saya lebih melihat dari sudut pandang moral, orang-orang yang dianiaya oleh Amrozi cs bukan hanya orang yang berbeda agama namun juga termasuk orang Islam yang mengakui Allah SWT sebagai Tuhan dan Muhammad SAW sebagai Rasul, bukankah do’a orang-orang yang teraniaya di makbulkan Tuhan? Bukankah membunuh orang muslim merupakan dosa besar yang tidak terampuni?
Kita telah menyaksikan tindakan-tindakan brutal yang kemudian sebagian orang menyebutkannya sebagai Jihad dan belum tentu itu jihad, kalaupun benar itu jihad namun masih dalam pada tataran jihad kecil. Marilah kita lebih menfokuskan kepada jihad Akbar, yaitu jihad melawat hawa nafsu dan syetan dalam diri kita yang terus menerus memperdaya agar kita melakukan tindakan-tindakan yang benar menurut kita namun dimurkai oleh Allah. Jihad Akbar adalah berzikir menghilangkan sifat-sifat tercela dalam diri kita dalam Suluk/’Itikaf serta memperbanyak ‘Ubudiyah sebagai wujud rasa penghambaan diri kita kepada Allah SWT. Disaat kita berzikir dibawah bimbingan Mursyid yang digambarkan oleh Nabi sebagai Taman Surga maka kekal-lah Nur Allah dalam diri kita dengan demikian tanpa sadar kita telah berada di Surga mulai dari dunia ini sampai ke akhirat kelak. Semoga Allah SWT akan selalu menuntun dan membimbing kita kearah yang di inginkan-Nya, Amien.

IJAZAH AGAR RASULULLAH SAW HADIR SAAT DI AMBILNYA RUH ( SAKARATUL MAUT ).

أفادالحبيب الامام عبد الله بن عيدروس العيدروس
نفع الله به ، أن ثلاثة من الاذكار اذا قالها الانسان
كل يوم ( 611 مرة) لم يتول قبض روحه الا
الحببب صلى الله عليه وسلم وهي هذه; الاول:
الصلاة والسلام عليك ياسيدي يارسول الله قل
حيلتى أدركنى ( 166 ) الثاني: السلام عليك ايها
النبي ورحمة الله و بركاته( 166 ) الثالث: انا في
جاه رسول الله( صلى الله عليه و اله وسلم 116)
Subhanallah
Nabi Muhammad SAW akan hadir saat mencabut nyawa kita . para ulama ulama yg shalih adalah orang orang yang terbimbing perilaku dan ucapannya dgn hidayah dari Allah swt sehingga mereka sangat takut kepada Allah swt untuk berbohong , bahkan kepada binatang pun mereka tdk mau berbohong apalagi berdusta atas nama Nabi Muhammad SAW .
Dalam islam sangat banyak para ulama ulama sholihin yang bermimpi Rasulullah SAW bahkan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau berucap hal hal tertentu . ( seperti dzikir , shalawat , doa dll ).
Ada riwayat hadits yang membenarkan ( haq ) bagi siapa yang bermimpi Nabi bahwa mimpi itu adalah sebuah kbenaran / kenyataan dan benar benar batinnya melihat Beliau karena syaitan tdk diizinkan oleh Allah untuk datang dlm mimpi seseorang dgn mengaku sebagai Nabi Muhammad . ditambah dengan riwayat lain yg Nabi saw menyebutkan bahwa sebagian mimpi org mukmin itu adalah bagian kecil dari bagian bagian wahyu Allah . Allah juga sering mengilhami seseorang akan hal hal tertentu sebagaimana termahtub dalam Al Qur'an yg suci seperti halnya dibawah ini ada riwayat dari AL IMAM AL HABIB ABDULLAH BIN IDRUS AL AYDRUS Beliau berkata :
Ada tiga jenis dzikr yg jika seorang mukmin membacanya setiap hari ( dengan istiqomah ) masing masing sbnyak 116x maka Nabi Muhammad saw akan berkepintingan untuk hadir saat pencabutan nyawanya ( sakaratul maut )
Pertama :
الصلاة والسلام عليك ياسيدي يارسول الله قلت حيلتي ادركني 116x
Assalatu was salamu alaika ya Sayyidi Ya Rasulallah qallat hiilaty adrikni
Kedua :
السلام عليك ايها النبي ورحمة الله وبركاته 116x
Assalamu alaika ayyuhan Nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh.
Ketiga :
انافي جاه رسول الله صلى الله عليه واله وسلم
Ana fi jaahi Rasulillah shalallahu alaihi wa alihi wa sallam .
Hal ini disebutkan oleh Al Allamah Al Habib Zein bin Ibrahim bin Sumaith Madinah Al Munawwarah dalam kitab ANNUJUMUS ZAHIRAH

Menghormati Al Qur'an


Di masa lalu Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdwani (q) mempunyai seorang murid yang kaya raya. Ia ingin menunjukkan hormat dan cinta kepada syekhnya, kepada ajarannya. Ia membuat sebuah tempat untuk menyimpan kitab suci Al-Qur’an dan dihiasi sepenuhnya dengan emas dan ia meletakkan kaca di ruangan itu untuk menyimpan kitab suci Al-Qur’an, lemari kaca agar bisa dilihat apa yang ada di dalamnya, dan ia letakkan kitab suci Al-Qur’an di sana dan mengundang syekhnya untuk datang dan melihatnya.
Dan ketika Syekh melihat kehormatan yang diberikan orang itu terhadap kitab suci Al-Qur’an, al-Qur’an itu mulai bicara kepada Sayyidina Abdul-Khaliq al-Ghujdwani (q). Al-Qur’an tidak diam, ia adalah kitab yang bisa bicara. Ketika kalian mencapai level kewalian, kalian dapat mendengar Al-Qur’an bicara. Ketika kita membacanya dengan suara keras, kita mendengarnya. Tetapi wali dapat mendengar Qur’an membaca dirinya sendiri. Jadi ketika orang itu meletakkan Qur’an di sana, Qur’an itu mulai membaca dirinya sendiri dan beliau (Syekh Abdul Khalid al-Ghujdwani (q) mendengarnya.

Kalian tidak boleh meletakkan Qur’an di lantai, sebagaimana yang kita lihat sekarang. Di masa lalu dan masih ada sampai sekarang, di Maroko dan beberapa negara seperti Suriah, Turki, mereka meletakkan Qur’an di kantong yang bagus dan menggantungnya di tempat yang bagus di rumahnya. Saya melihatnya di banyak tempat di Mesir, Turki dan Afrika Utara. Sayangnya kini kita melihat, mereka meletakkan dan kita juga melakukan hal yang sama, meletakkannya di dalam lemari. Dan kita harus meletakkan Qur’an di kepala kita. Pada saat pertikaian antara Sayyidina Ali (r, kw) dan Sayyidina Muawiyah (r), mereka mengangkat kitab suci Al-Qur’an dengan tombak dan pertikaian itu berhenti

:KISAH PEMUDA YANG TERHINA DI BUMI, TAPI TERKENAL DI LANGIT:


Diangkat dari sebuah kisah nyata
terjadi di zaman Rasulullah SAW.
Suatu hari hiduplah seorang pemuda yang tinggal dengan seorang ibunya yang menderita penyakit lumpuh total. Setiap harinya pemuda ini harus mengurusi ibunya, memberi makan, memandikan, membersihkan kotoran ibunya, dan semua kebutuhan sang ibu.
Dikarenakan ibunya sudah lumpuh total hingga tak bisa bergerak, dan pemuda inilah yang terus mengurusi ibu kandungnya itu.
Untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari harinya, pemuda itu pun harus bekerja sebagai buruh dan pembatu atau budak pada masa itu. Namun tidak ada satu pun yang bersedia menerima pemuda itu, lantaran pemuda itu miskin, kusut, bau dan ditambah lagi ia menderita penyakit kusta dikedua tangannya. Sampai pada akhirnya ada yang mau menerimanya bekerja itu pun hanya sebagai buruh pengangkat susu sapi.
Sepintas tidak ada hal yang istimewa didalam diri pemuda paruh baya ini. Hari harinya hanya sibuk mengurusi ibunya dan disela sela waktu saat ibunya tertidur, ia pun bergegas untuk pergi bekerja mencari kebutuhan untuk keperluan pengobatan ibunya. Hanya ada satu hal yang menjadi kebiasaan si pemuda ini, pemuda ini selalu ingin sekali bertemu dengan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Tapi mimpinya itu pun tak pernah kesampaian, lantaran ia tidak bisa meninggalkan ibunya sendirian
dirumah walau sehari pun.
Rumah tempat mereka tinggal itu
sangatlah terasing, bahkan jauh dari pemukiman atau perkampungan warga. Itu dikarenakan mereka diusir oleh penduduk setempat karena penyakit kusta yang dideritanya itu dianggap berbahaya dan menular. Akhirnya pemuda itu pun harus tinggal bersama ibunya ditempat yang jauh dari kehidupan warga. Tak seorang warga pun yang mau memperthatikan mereka, karena mereka takut, akan tertular penyakit kusta.
Sampai suatu hari, begitu Teringin-nya ia bertemu Rasulullah, ia pun menekatkan diri untuk meninggalkan ibunya yang sedang sakit dan pergi menjumpai
Rasulullah SAW yang rumahnya
berjarak cukup jauh untuk
perjalanan kaki.
Setelah lebih dari 80 km, kurang lebih berjalan, hati dan perasaan pemuda itu pun tidak enak,ia terus menerus memikirkan kondisi dan keadaan ibunya yang sedang sakit dirumah. Semakin ia ingin bertemu Rasul, maka perasaan bersalah karena meninggalkan ibunya pun terus semakin berat. Air matanya terus mengalir selama diperjalanan yang jauh dan tanpa makan dan minum.
Tujuannya hanya satu, hanya ingin melihat wajah Rasul, untuk sekali saja. Namun apa daya, ketika pemuda itu hampir sampai di negeri dimana Rasul tinggal. Ia pun tiba tiba mengubah haluan dan berbalik menyusul ibunya.
Tak kuasa menahan tangis, dan merasa berdosa, ia pun lari sekuat tenaga untuk pulang dan menyusul ibunya dirumah. Setelah lebih dari 3 jam berlari, ia pun sampai dirumah dan mendapatkan ibunya telah wafat atau meninggal dunia. Ia pun menangis sejadi jadinya, rasa bersalah terus menyelimuti pikiran dan perasaan pemuda itu.
Hingga akhirnya ia pergi menemui warga untuk mengabarkan kepergian ibunya kepada warga.
Ia menemui warga untuk meminta
tolong membantu memakamkan dan menguburkan jenazah ibunya, tapi tak seorang warga pun yang mau menolong pemuda itu. Hingga dengan derai air mata, ia sendiri yang mengurusi jenazah ibunya, memandikan, mengafankan, dan menguburkan ibunya. Masya Allah.. sedih😢
"Didalam beberapa ceramahNya, Rasul SAW pernah berpesan kepada para sahabatNya,
"mintalah ilmu dan nasihat kehidupan dari salah seorang pemuda di negeri sebrang yang bernama "Uwais Al - Qarni", kalian akan menemuinya kelak.
Lihatlah tanda dikedua tangannya
ada bekas penyakit kusta. Sontak para sahabatpun terkejut dan heran, karena mereka tahu bahwa
Rasul SAW belum pernah bertemu
dengan pemuda itu sebelumnya.
Dan sebaliknya pemuda itu pun
belum pernah bertemu dengan
Rasul sebelumnya. Timbullah rasa
penasaran dari para sahabat, amalan apakah yang dimiliki pemuda tersebut, hingga Rasul SAW berpesan agar para sahabat meminta ilmu dan nasihat kehidupan dari pemuda itu.
Tak lama setelah Rasul berpesan,
para sahabatpun lalu bergegas pergi kenegeri sebrang dan mencari ciri-ciri pemuda yang dimaksudkan oleh Baginda Rasul SAW tersebut. Setelah beberapa hari mencari, akhirnya para
sahabat pun berhasil menemui
Uwais Al- Qarni pemuda yang
dibicarakan oleh Rasul SAW itu.
Saat bertemu sahabat mengataan, apakah benar engkau adalah uwais al -qarni..?
pemuda itu menjawab,
iabenar..!
sahabat bertanya lagi, apakah benar dikedua tangamu ada penyakit kusta..?
ia menjawab,
ia benar..!
Para sahabat mengatakan, jika benar engkau adalah orangnya, kami diutus oleh Baginda Nabi Besar Muhammad SAW untuk pergi menemui mu dan meminta ilmu serta nasihat kehidupan. Mohon berikan kami nasihat dan ilmu itu wahai pemuda..?
Pinta para sahabat, kepadanya.
Sontak, pemuda itu pun terkejut dan heran sembari menahan air matanya. Ia mengatakan, "bagaimana bisa aku memberikan ilmu dan nasihat kepada kalian, sementara kalian adalah sahabat Rasul, setiap hari bertemu denganNya. Sementara aku ini hanyalah orang miskin, tak punya
apa apa dan aku hanya punya ibu
yang kini telah pergi meninggalkanku. Memang aku ingin sekali bertemu langsung dengan Baginda Rasul, tapi mimpiku untuk menemuiNya tak pernah bisa terwujud, karena aku harus mengurusi ibuku setiap harinya. Walaupun aku tahu bahwa aku mungkin tak bisa bertemu dengan Baginda Rasul, tapi aku selalu setia mencoba untuk mengikuti apapun perintah dan ajaranNya tentang islam yang hanya kudengar secara tidak langsung dari orang orang.
Karena tak seorang pun mau
mengajari pemuda miskin dan
berpenyakit seperti aku ini,
"Itulahyang diungkapkan pemuda itukepada para sahabat. Tak lama berselang setelah para sahabat menemui pemuda itu, pemuda itu pun meninggal dunia, karena penyakit yang dideritanya. Saat pemuda itu meninggal, ada kejadian yang sungguh ajaib terjadi. Dimana para warga dan penduduk negeri itu pun terheran heran, karena mereka melihat banyak sekali orang orang yang entah dari mana datangnya berkumpul memadati rumah uwais al- qarni tersebut. Setelah warga penasaran warga pun berduyun duyun pergi kerumah uwais tersebut, mereka melihat banyak sekali orang bahkan hingga ribuan orang berkumpul.
Anehnya, bahkan tidak satu orang
pun dari ribuan orang orang itu yang mereka kenal. Warga kampung heran, karena ribuan orang orang yang entah dari
mana datangnya ini tadi, mengurusi jenazah uwais, dan menguburkannya lalu mendo'akan jenazah uwais al - qarni. " Mungkin para malaikat ALLAH telah turun kebumi menjelma menjadi manusia dan mengurusi jenazah uwais al - qarni."
Masya Allah..
Sungguh Mulia hati Pemuda ini, Sangat Baik akhlak nya Sampai Terjunjung Tinggi Nama nya dilangit. Sahabat apakah masih ada pemuda Yg seperti ini dijaman sekarang..?
Inilah sedikit cerita hebat dari kisah nyata hidup Uwais Al - Qarni
pemuda yang hidup dizaman Rasul, ingin sekali bertemu dengan Rasul, namun keterbatasannya membuatnya seumur hidup tidak pernah bertemu dengan Rasul hingga ia wafat. Tapi walaupun dirinya tidak sempat bertemu dengan Rasul, ia selalu setia untuk meneladani Rasul, mengikuti seluruh ajaran yang diajarkan Rasul.
Walaupun itu hanya ia dapatkan
secara tidak langsung dari apa yang ia dengar, apa yang ia lihat, selama ia hidup. Semoga kepada kita para pembaca sekalian, bisa menjadikan kisah ini tauladan untuk bisa mencitai dan meneladani Rasul seumur hidup kita.
Mudah mudahan kita juga bisa
belajar dari apa yang telah
dibuktikan oleh uwais, walau hari ini kita tidak bisa bertemu langsung dengan Nabi Muhammad SAW, namun kita senantiasa untuk setia, patuh dan menjalankan semua sunnah dan perintahnya untuk beribadah dijalan dan agama yang di Ridhoi oleh
ALLAH SWT. Insya Allah Aamiin..

KONTAK ROHANI


Manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Diri rohani adalah inti daripada manusia. Diri rohani yang merupakan mitra dari diri jasadi (jasmani) dapat mengadakan kontak dengan diri rohani manusia lainnya, baik semasa masih sama-sama hidup atau sama-sama sudah mati atau salah seorang sudah mati dan yang lainnya masih hidup. Diri rohani tidak mengalami kematian, sedangkan yang mengalami kematian adalah diri jasadi.
Kontak Rohani Semasa Hidup
Kontak rohani semasa masih hidup yang sering juga dinamakan kontak batin seperti :
Antara imam dan makmum dalam shalat; Seorang makmum wajib berniat menjadi makmum dan konsekwensinya dia harus mengikuti imam sepenuhnya. Manakala makmum menyalahi perbuatan imam atau tidak sesuai dengan apa yang dilakukan imam, umpamanya imam sujud dia rukuk, imam tahiyat dia berdiri dan seterusnya, maka shalat si makmum tadi menjadi batal.
Antara anak dengan kedua orang tua; Hubungan betin kasih sayang, perasaan tanggung jawab antara kedua orang tua dan anak, dan sebaliknya, merupakan fitrah manusia. Banyak dalil dalam Al Qur’an maupun Al Hadist bahwa orang tua bertanggung jawab terhadap anaknya dalam masalah nafkah, pendidikan, agama, dan sebagainya. Sebaliknya anak disuruh berbakti dan tidak boleh durhaka kepada kedua orang tuanya. (Q.S. Al Isra 17:23).
Antara suami dan isteri; Dengan akad nikah yang sah, maka terjadilah suatu hubungan atau ikatan batin yang kuat antara suami dan istri dan keluarga kedua belah pihak. Dengan akad nikah terjadilah mwaddah, rasa kasih sayang antara keduanya yang merupakan berkahnya nikah (Q.S. Ar Rum 30:21) dan menimbulkan suatu ikatan janji yang suci lagi kokoh kuat antara keduanya, yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing (Q.S. An Nisa’ 4:21).
Antara murid dengan guru; Tidak ada di atas dunia ini seseorang memperoleh ilmu tanpa melalui guru, langsung atau tidak langsung. Seorang murid dengan sungguh-sungguh menuntut ilmu dari gurunya, dan seorang guru dengan tulus ikhlas memberikan pendidikan dan pengajaran kepada muridnya, sehingga dengan demikian terjadilah hubungan, kontak batin yang harmonis antara keduanya. Murid yang mendapatkan ilmu pengetahuan dari gurunya dengan cara demikian akan memperoleh ilmu yang berkah dan bermanfaat.
Antara murid/salik dan Syekh Mursyid; Sama halnya antara murid dengan guru sekolah, bagitu pulalah halnya antara murid/salik dengan Syekh Mursyidnya, ada hubungan bathin yang sangat kuat satu dengan lainnya. Kalau antara murid dengan guru di kelas adalah transfer of knowledge, mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), maka antara murid/salik dengan Syekh Mursyid adalah Transfer of Spiritual, mentransfer masalah-masalah kerohanian, membina iman dan taqwa (imtak). Masalah kerohanian adalah sangat halus dan tinggi yang dasar utamanya adalah wahyu dari Allah SWT. Karena itulah persyaratan Syekh Mursyid, jauh lebih sulit dan tinggi dibandingkan dengan guru di depan kelas. Syekh Mursyid adalah seorang yang berkualitas wali, karena dia membimbing rohani murid dalam berzikir dan beribadah. (Q.S. Al Kahfi 18:27).
Kontak Rohani Orang Hidup dengan Orang yang Meninggal dan Sebaliknya
Sesungguhnya arwah di alam barzah itu masih hidup, bsai mendengar, melihat, mengetahui dan berkomunikasi baik antara sesama arwah orang yang sudah meninggal, maupun dengan arwah orang yang masih hidup. Dalam kajian tasawuf, arwah para Nabi dan wali-wali Allah semasa hidupnya, arwahnya hidup di alam Syahadah dan juga hidup atau dapat berkomunikasi di alam gaib.
Seorang Syekh Mursyid dapat membimbing muridnya dari jarak tanpa batas baik semasa dia masih hidup maupun dia telah meninggal dunia karena sesungguhnya arwah para wali itu hidup disisi Allah. Sebagai contoh Syekh Abdul Wahab Rokan semasa Perang Aceh sekitar tahun 1890-an pernah di photo oleh tentara belanda ikut sebagai penjuang dipihak pasukan Aceh sehingga Belanda menganggap Beliau sebagai pemberontak. Padahal pada saat yang sama Beliau tidak pernah keluar dari rumahnya ber zikir/suluk selama berhari-hari. Saidi Syekh Dermoga Barita Raja Muhammad Syukur pernah menolong muridnya yang tenggelam di laut dan membawanya ke darat dengan selamat padahal pada saat yang sama Beliau sedang makan dengan santai di rumah Beliau. Lalu siapa yang mengangkat orang di laut? Atau siapa yang ikut dalam perang?
Hal-hal seperti ini bukan hal yang asing dalam Tarekat dan tentu saja kalau diuraikan penomena yang dialami oleh para pengamal tarekat sangat banyak dan sangat unik serta ajaib.
Di antara sesama kita pun bisa saling berkomunikasih secara rohani asal lengkap memenuhi rukun dan syaratnya. Pengkajian masalah roh atau diri rohani ini dan hubungan roh satu dengan roh lainnya, merupakan masalah pokok dan amat penting dalam kajian tasawuf dan tarekat. Tentang roh dapat kita ketahuai dengan jelas dari Firman Allah :
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati diiwaktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Az Zumar 39:42)
Menalaah tafsir ayat ini, baik dari tafsir Depag maupun tafsir Ibnu Qayyim dalam bukunya “Ar Ruh” dapat disimpulkan bahwa :
Roh orang yang meninggal keluar dari jasadnya dan roh itu ditahan oleh Allah SWT.
Roh orang yang tidur dilepaskan oleh Allah untuk kembali kepada jasadnya sampai dengan dia meninggal, sesuai dengan ajal yang ditetapkan baginya.
Roh Nabi, roh Rasul dan roh orang saleh yang tidur mengembara ke alam atas, alam malakut, alam rabbani dan dapat melihat kejadian yang telah lalu, sekarang dan yang akan datang. Dari penglihatannya itu kadang-kadang menzahir dan menjelma sebagai mimpi, maka mimpinya itu dinamakan mimpi yang benar atau ar ru’yatush-shalihah.
Kontak Rohani dengan Allah
Roh yang telah disucikan kemudian diajarkan cara berzikir kepada Allah barulah bisa mengadakan kontak dengan Allah dalam Shalatnya (Q.S. Al A’laa, 87:14-15). Tanpa disucikan terlebih dahulu mustahil roh kita bisa berhubungan dengan Allah karena Allah adalah Zat Maha Suci dan Maha Tinggi. Disinilah pentingnya kedudukan seorang Syekh Mursyid bukan hanya membimbing secara jasmani akan tetapi bisa mensucikan rohani sang murid dengan Nur Allah yang dititipkan dalam dadanya. Tentu saja seorang murid harus mengenal guru semasa Gurunya masih hidup, pernah bertemu dengan guru nya (berziarah) sehingga benar-benar mengenal Guru nya, dengan demikian akan terjadi kontak rohani baik semasa Guru nya masih hidup maupun sudah meninggal begitu juga sebaliknya. Banyak orang tersesat karena mencari Guru Rohani di hutan-hutan, di pinggir laut menunggu datang Nabi Khidir atau berzikir sendiri di rumah meninggu datangnya Syekh Abdul Qadir atau Syekh lainnya. Cara demikian justru akan semakin jauh kita dengan hakikat sebenarnya karena syetan dengan mudah datang menyerupai orang yang kita inginkan. Berguru secara rohani harus pernah perjumpa terlebih dahulu secara jasmani agar benar-benar terjaga.
Bukan hal mustahil seorang hamba yang telah disucikan dan dibimbing sampai ke tahap Makrifatullah bisa berkumunikasi dengan Allah dan bahkan melihat wajah-Nya karena roh itu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Kalau kita belum bisa berkomunikasi dengan Allah dalam artinya yang sebenarnya, belum bisa mendengar suara-Nya dan belum bisa melihat wajah-Nya berarti kita belum sampai ke tahap Makrifatullah. Kalaupun ada yang mengaku telah mencapai maqam Makrifatullah namun belum bisa memenuhi kriteria diatas maka makrifat nya hanya sampai kepada pemahaman saja atau makrifat kepada sifat dan nama-Nya belum kepada makrifat Zat-Nya. Carilah seorang Guru Mursyid yang benar-benar bisa mengantarkan rohani kita sampai ke tahap Makrifatullah karena hanya itu satu-satunya jalan yang paling aman untuk sampai ke hadirat-Nya.
Semoga Allah memberikan kita kesempatan untuk mengenal-Nya serta mengabdi dengan ikhlas kepada-Nya.

Jangan Pernah Menilai Ucapan Orang Yang Sedang Jatuh Cinta


Sepanjang hidup seorang pecinta Tuhan yang difikirkan adalah bagaimana dia bisa menyenangkan Tuhannya, bisa melayani Tuhannya dengan sepenuh hati. Ketika yang berbicara adalah cinta maka tidak ada lagi ukuran salah benar, pahala dan dosa bahkan tidak ada juga surga dan neraka. Bagaimana mungkin seorang yang sedang jatuh cinta bisa kita tawarkan kenikmatan lain sementara dia sedang hanyut dengan cintanya. Sejuta kenikmatan yang ditawarkan tidak akan mempengaruhi sedikitpun khusyuk dia kepada Sang Kekasih.
Cinta tidak mengenal logika dan akal pun terkadang menjadi lumpuh. Lalu bagaimana mungkin kita bisa menghukum ucapan orang-orang yang sedang dimabuk cinta. “Engkau adalah wanita tercantik sedunia, tak ada yang bisa menandingi kecantikanmu” atau “engkau adalah pria paling ganteng sejagad raya, hanya orang gila yang mengatakan dirimu tidak ganteng”. Kita yang sedang tidak jatuh cinta kemudian dengan santai menilai ucapan-ucapan orang yang sedang tenggelam dalam lautan cinta memakai logika orang sehat, tentu saja kita menilai mereka dengan penilaian yang salah. Wanita yang dimaksud dia “paling cantik sedunia”, jangankan bisa bertanding di ajang Miss Universe, dipertandingan wanita paling cantik se kelurahan saja bisa kalah. Tapi apakah kita bisa menggugat penilaian orang yang dimabuk cinta?? Jawabannya TIDAK. Kalau ada yang menilai dengan penilaian orang normal maka yang menilai itu tergolong tidak Normal.
Begitu juga ucapan-ucapan dan tindakan orang yang sedang mabuk cinta dengan Tuhan atau mabuk cinta dengan Rasul maka logika tidak lagi bisa jalan. Saidina Abu Bakar Shiddiq ra menyerahkan seluruh harta yang dimilikinya untuk orang yang dicintainya yaitu Nabi Muhammad SAW bahkan begitu cinta kepada Nabi, Aisyah anak kandung beliau pun diizinkan menikah dengan Nabi. Sahabat-sahabat Nabi menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk Nabi semata, bahkan nyawapun mereka berikan, semua bisa terjadi karena cinta.
Begitu asyiknya Nabi dengan Tuhannya, sehingga dalam sebuah riwayat pernah Nabi tidak mengenal sama sekali istri Beliau Aisyah. Berulang kali Aisyah memperkenalkan diri tetap Nabi tidak mengenalnya. Kemudian Aisyah sadar kalau Nabi sedang tenggelam dalam samudera cinta Tuhan, akhirnya Aisyah diam.
Rabi’ah al Adawiyah dengan cinta membara dan kondisi mabuk kepayang kepada Allah berdoa, “Ya Allah, jika aku beribadah kepadamu karena mengharapkan surga-Mu maka tutuplah pintu surga itu, seandainya aku beribadah karena takut neraka-Mu maka masukkan aku ke dalam neraka itu tapi kalau aku beribadah karena diri-Mu semata maka jangan palingkan wajah-Mu dari aku”. Lalu ada orang yang merasa pandai bukan pandai merasa kemudian menilai ucapan Rabi’ah dan menuduh Rabi’ah dan kaum sufi orang yang tidak menginginkan surga dan tidak takut neraka. Kemudian diciptakan fitnah dengan segudang argumen, dipakai ayat-ayat Al-Qur’an yang dipahami sejengkal pandangannya untuk menyalahkan ucapan Rabi’ah. Itu sama dengan orang mempertandingkan sosok yang disebut oleh orang jatuh cinta sebagai “wanita paling cantik sedunia” dalam ajang pemilihan wanita paling cantik. Inilah yang disebut orang bodoh yang tidak mengetahui kebodohannya.
Dalam kondisi mabuk Ketuhanan, Mansur al-Halaj berucap, “Aku adalah Kebenaran”, kemudian ucapan itu dijadikan bahan diskusi panjang dan rumit sepanjang zaman, padahal dalam kondisi sadar al-Halaj sendiri adalah seorang yang taat beribadah, paling takut dengan Allah bagaimana mungkin dia mau menyatakan diri sebagai Tuhan???. Al-Halaj bisa jadi hanya sekali mengeluarkan ucapan itu dalam kondisi mabuk cinta, artinya ucapan “Ana al-Haq” bukanlah ucapan keseharian dari al-Halaj. Sama juga dengan ucapan Nabi, “Aku adalah Ahmad tanpa Mim” serupa dengan ucapan Al-Halaj, apakah kita bisa menghukumi Nabi sebagai orang yang mengaku sebagai Tuhan?? Padahal dalam keseharian Nabi adalah seorang hamba yang sadar penuh sebagai hamba.
Itulah sebabnya Abu Yazid al-Bisthami memberikan nasehat, “Barangsiapa yang menuntun ilmu tanpa berguru maka wajib setan gurunya”. Ucapan-ucapan Sufi kita nilai dari sudut pandang ilmu diluar sufi maka tentu saja kita menganggap mereka sesat dan salah. Bagaimana mungkin seorang ahli hukum bisa menilai tindakan seorang dokter atau seorang insyiur karena memang kedua ilmu itu berbeda. Kalau ingin menilai kualitas seorang dokter maka harus memakai ilmu kedokteran. Kalau ingin menilai ucapan seorang pengamal tasawuf harus memakai ilmu tasawuf. Menuntut ilmu hanya dengan membaca tanpa memiliki Guru lebih banyak kelirunya dari pada benarnya.
Banyak ucapan-ucapan dari orang sufi yang dianggap keliru karena menilainya dengan menggunakan ilmu yang berbeda. Kadang dengan bangga mengatakan berdasarkan ayat ini, hadit riwayat ini ucapan sufi itu keliru dan sesat. Mereka yang menilai itu lupa bahwa kaum sufi itu adalah orang yang sangat paham Al-Qur’an dan Hadits bahkan atas izin Allah mereka sanggup memahami lapisan-lapisan yang tersirat dan tersembunyi dari tersuratnya Al-Qur’an. Alangkah bijaknya kalau ada ucapan tokoh Sufi yang tidak kita pahami atau tidak lazim jangan buru-buru menilai salah dengan ilmu kita yang terbatas, tanyakan kepada orang yang ahli dibidangnya agar mendapat bimbingan.
Menutup tulisan singkat ini saya memberikan saran, “Jangan pernah menilai ucapan orang yang sedang jatuh cinta karena ucapannya tidak bisa dijadikan dasar hukum sebagai benar atau salah. Hanya orang yang tenggelam dalam cinta saja yang bisa memahami ucapan orang yang dimabuk cinta”. Demikian!

Tuhan Melihat Hatimu


Pada suatu hari, Hasan Al-Basri pergi mengunjungi Habib Ajmi, seorang sufi besar lain. Pada waktu salatnya, Hasan mendengar Ajmi banyak melafalkan bacaan salatnya dengan keliru. Oleh karena itu, Hasan memutuskan untuk tidak salat berjamaah dengannya. Ia menganggap kurang pantaslah bagi dirinya untuk salat bersama orang yang tak boleh mengucapkan bacaan salat dengan benar. Di malam harinya, Hasan Al-Basri bermimpi. Ia mendengar Tuhan berbicara kepadanya, “Hasan, jika saja kau berdiri di belakang Habib Ajmi dan menunaikan salatmu, kau akan memperoleh keridaan-Ku, dan salat kamu itu akan memberimu manfaat yang jauh lebih besar daripada seluruh salat dalam hidupmu. Kau mencoba mencari kesalahan dalam bacaan salatnya, tapi kau tak melihat kemurnian dan kesucian hatinya. Ketahuilah, Aku lebih menyukai hati yang tulus daripada pengucapan tajwid yang sempurna
Di zaman sekarang ini sulit sekali kita menemukan orang yang benar-benar mempunyai kriteria dekat kepada Tuhan, sering kali mata kita tertipu oleh penampilan zahir. Orang dekat dengan Allah itu adalah para Aulia-Nya, para kekasih-Nya yang beribadah semata-mata untuk mencari keridhaan Allah, dan menuntun orang-orang menuju kehadirat Allah. Seorang wali Allah dalam kehidupan sehari-hari bisa saja ber profesi sebagai seorang pedagang, ulama, guru sekolah, dan lain-lain. Hanya orang yang diberi petunjuk oleh Allah yang bisa berjumpa dengan wali-Nya.
Mempunyai bacaan benar (tajwid) yang sempurna memang salah satu syarat sah seseorang menjadi imam dalam shalat, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hati nya bisa terus menerus bersama Allah selama dalam shalat. Ini hal yang sangat pokok, karena seorang imam akan mempertanggung jawab kan amalan makmum nya di hadapan Allah SWT. Kalau imam sepanjang shalat mengingat wanita-wanita cantik, mengenang harta, dan sejuta persoalan hidup, apakah pantas dijadikan sebagai imam?
Saya jadi teringat kisah Imam Al-Ghazali yang menjadi imam dalam shalat Ashar disebuah mesjid, Beliau baru saja mengajarkan hukum thaharah bagi wanita yang haid. Tanpa disadari pikiran Beliau saat shalat teringat kepada wanita yang sedang haid. Salah seorang yag menjadi makmum adalah adik kandung imam al-Ghazali. Setelah selesai shalat adik imam Al-Gazali menegur, “kenapa abang di rakaat kedua mengingat wanita yang lagi haid?” Imam Al-Ghazali sangat terkejut, selaku orang yang sangat ahli dalam hukum Islam telah hapal Al-Qur’an dan ribuan hadist, telah berpuluh tahun menjadi imam baru sekarang mengetahui kekeliruannya selama ini. Beliau berkata kepada adiknya, “Tajam sekali mata hati mu, mulai saat ini aku berguru kepada mu”
Imam Al-Ghazali yang terkenal akan ilmu syariatnya, harus belajar lagi kepada adiknya yang ahli tasawuf bagaimana menjadi seorang Imam yang sah, lalu bagaimana dengan imam-imam zaman sekarang yang hanya mengandalkan kefasihannya?
Bacaan tetap lah bacaan, hapalan tetap lah hapalan yang tersimpan dalam otak yang mempunyai dimensi rendah, seorang hamba baca tetaplah akan menjadi hamba baca kalau pengetahuannya tidak di upgrade. Semoga tulisan ini menyadarkan kita semua, setelah kita fasih mengalunkan ayat Al-Qur’an tiba saatnya untuk men-fasih-kan hati dalam mengingat-Nya. Bagaimana caranya?
“Bertanyalah kepada Ahli Zikir bila kamu tidak tahu” (An-Nahl, 43)

Hakikat Sakit Seorang WALI ALLAH



Suatu hari aku berziarah kepada Guruku. Saat itu Beliau sedang terbaring di opname dirumah sakit. Bersyukur sekali dalam kedaan darurat aku di izinkan untuk langsung bertemu Beliau. Aku masih ingat saat itu aku menangis lama melihat Guruku yang selama ini gagah dan sehat terbaring lemah di kamar rumah sakit. Aku masuk kekamar dengan pelan agar tidak mengganggu istrahat Beliau. Beliau melirik ke arahku dan berkata:
“Kapan kau datang?”
“Baru 1 jam yang lalu Guru”
Kemudian Beliau menatap langit-langit kamar seakan ingin mengatakan sesuatu tapi tidak sempat keluar dari mulut Beliau. Dalam hatiku berkata, bagaimana mungkin seorang wali Allah bisa sakit, padahal segala jenis penyakit sembuh berkat doa dan syafaat Beliau. Saat aku sedang mengucapkan itu dalam hati, kemudia Beliau menoleh kepadaku dan berkata:
“Sufi Muda, rohani Gurumu itu tidak pernah sakit karena dia berasal dari Yang Maha Sehat dan akan terus mengalirkan syafaat serta terus menerus menyalurkan rahmat dan karunia Allah lewat dadanya, akan tetapi fisik Gurumu akan tunduk kepada Firman Afaqi sesuai dengan hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Tuhan. Salah satu sifat dari Nabi adalah HARUS dia seperti manusia biasa. Kalau Nabi terkena api harus dirasakan panas seperti layaknya manusia begitu juga kalau nabi berjalan di tengah malam akan merasakan dingin. Begitu juga berlaku kepada wali-Nya, akan tunduk kepada hukum alam ini. Sifat HARUS seperti manusia itu juga salah satu cara Tuhan menyembunyikan Kekasih-Nya dari pandangan dunia ini. Junjungan kita Nabi Muhammad SAW berani dilempari kotoran unta dikarenakan orang kafir terhijab oleh hijab Insani”.
Aku hanya diam di sudut ranjang, menatap mata Guru yang amat aku sayangi dan setiap pertemuan aku dengan Guruku selalu aku rasakan hal baru yang sangat sulit diungkapkan dengan kata-kata. Benar sekali apa yang dikemukan oleh para sufi bahwa bertemu dengan Guru Mursyid itu adalah satu karunia Allah yang sangat besar. Saat menatap mata Beliau seakan-akan ruhani ini terbawa melayang langsung ke Alam Rabbani. Salah satu hadab bertemu dengan Guru adalah tidak diperkenankan kita banyak berbicara dan baiknya hanya mendengar dan ketika ditanya oleh Guru haruslah menjawabnya dengan bahasa yang sopan dan dalam hati terlebih dahulu harus memperbanyak Istikhfar, memohon ampun kepada-Nya agar dalam mengucapkan kata-kata kepada Guru nanti tidak disusupi oleh nafsu dan setan.
Dalam hatiku kembali timbul pertanyaan, bukankah Guru bisa berdoa kepada Allah agar disembuhkan dari penyakit ini? Sebagai Wali Allah tentu saja Beliau bisa mendengar suara hatiku, tiba-tiba guruku berkata, “Tidak seperti itu Sufimuda….”
“Pernahkah kau mendengar kisah tentang Nabi Ayyub?”
“Pernah Guru”
“Apa yang kau ketahui tentang Nabi Ayyub?”
“Nabi Ayyub adalah nabi yang paling banyak mengalami sakit, Guru” jawabku.
Kemudian Beliau dengan senyum berkata, “Nabi Ayyub, sakit-sakitan dia, kemudian dia berdoa kepada Allah, ‘Ya Allah sembuhkanlah penyakitku ini’, kemudian Allah berfirman, ‘Apa kau ucapkan Ayyub?’ nabi Ayyyub kembali mengulang do’anya: ‘tolong sembuhkanlah penyakitku ini’ dengan marah Tuhan berkata kepada Nabi Ayyub: ‘Hai Ayyub, sekali lagi kau berdo’a seperti itu aku tampar engkau nanti’ Kemudian dengan polosnya nabi Ayyub bertanya kepada Allah: ‘Ya Allah, berarti engkau senang kalau aku sakit?’ dengan tegas Allah menjawab: ‘Ya, Aku senang kau sakit’. Setelah Nabi Ayyub tahu Tuhan senang kalau dia sakit maka diapun dengan senang menjalani sakitnya itu. Setiap dia mau ambil wudhuk dia pindahkan ulat yang ada di badannya dan setelah selesai beribadah kembali diambil ulat tadi diletakkan di badannya sambil berkata kepadda ulat, ‘hai ulat, kembali kau kesini, Tuhan senang aku sakit’. Begitulah yang dialami nabi Ayyub, maka Gurumu ada persamaan seperti itu”.
Sambil minum segelas air putih kembali Beliau berkata kepadaku, “Aku sudah berjanji kepada Tuhan agar terus memuja-Nya dan berdakwah, makanya setiap aku cerita tentang Tuhan maka badanku terasa enak”.
“Sufi Muda….”
“Saya Guru…”
“Suatu saat nanti kau pasti tahu kenapa aku sakit, silahkan baca dan renungi 2 ayat terakhir dari surat at-Taubah, disana kau menemukan jawabannya. Bacalah Laqadjaakum dengan pelan dan mesra jangan seperti burung beo yang tidak pernah tahu makna dari ucapannya”.
Kemudian Beliau membacakan surat at-Taubah sambil menangis, “Laqadjaakum Rasulun min anfusikum, azizun alaihi ma anittum, harisun alaikum bil mukminina raufur rahim….”
Aku merasakan dadaku bergemuruh dan berguncang hebat mendengar ayat yang Beliau bacakan. Serasa rontok dada ini, dan seluruh tubuh berguncang hebat, aku menangis dengan sejadi-jadinya. Apalagi Beliau membacakan arti ayat tersebut, “…. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin….”
Sungguh lama aku tenggelam dalam tangisan sambil menatap wajah Guruku yang mulia. Firman Allah yang dibacakan oleh kekasih Allah sangat berbeda dengan ayat Allah yang dibacakan oleh pada umumnya orang. Benar seperti yang dikemukan oleh Para Syekh Besar bahwa apabila Wali-Nya membacakan ayat-Nya pastilah Dia hadir menyertai bacaan Kekasih-Nya.
Aku memangis menyesali diri yang selama ini hanya menjadi beban Guru, hanya bisa meminta tapi belum bisa memberi, hanya bisa membebani belum bisa berbhakti, hanya mementingkan diri sendiri tanpa mau peduli, hanya mengharapkan kasih sayang tanpa mau menyayangi.
“Sufi Muda….”
“Saya Guru…”
“Jangan pernah engkau patah semangat kalau melihat Gurumu seperti ini, seluruh dokter di dunia ini tidak akan bisa menyembuhkan sakitku ini. Tuhan ingin menunjukkan kebesaran-Nya. Dan Tuhan sekarang sedang bekerja ke arah sana. Yang kau lihat keramat dan gagah dalam nyata dan mimpimu itu bukanlah aku, tapi itu adalah pancarahan dari Nur Ilahi. Aku hanyalah seorang hamba yang tiada berdaya. Muridku….yang Hebat itu Tuhan saja”
Kemudian Beliau membacakan surat Al-Mujaadilah ayat 21: “Kataballahu La Aghlibanna anaa wa rusulii, innallahaa qawiyum ‘azii zun (Allah telah menetapkan, bahwa tiada kamus kalah bagi Ku dan rasul-rasul-Ku. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Gagah”.
Ketika aku berpamitan sambil mencium tangannya
Barulah aku tahu bahwa sakit seorang Wali itu bukan sakit biasa akan tetapi sakit karunia. Sakit menanggung beban dari orang-orang yang selalu bersamanya bahkan beban dunia ini. Seminggu kemudian Beliau sembuh, sehat wal afiat bahkan lebih sehat seperti sebelumnya. Terimakasih Tuhan atas berkenannya Engkau mengabulkan do’aku sehingga Guruku sehat kembali.
Ya Tuhan,
Berilah panjang umur dan kesehatan kepada Guruku agar beliau lebih lama lagi membimbing dan menuntun aku yang bodoh dan dungu ini ke jalan-Mu yang Maha lurus.
Ya Tuhan,
Andai masih ada karunia berupa kesenangan dunia yang kelak akan Engkau berikan sepanjang hidupku, berikanlah kesenangan itu kepada Guruku agar Beliau selalu bahagia dan sejahtera.
Ya Tuhan,
Jadikanlah aku orang yang selalu bisa merasakan apa yang dirasakan Guruku, senyumnya menjadi senyumku, deritanya menjadi deritaku, kepedihannya menjadi kepedihanku agar aku bisa mengerti makna dan tujuan hidup di dunia ini.
Ya Tuhan,
Jangan engkau memasukkan aku kedalam orang-orang yang merasa dekat kepada kekasih-Mu yang tanpa sadar justru lebih banyak menyakiti hatinya. Janganlah aku menyayangi kekasih-Mu seperti sayangnya anak kecil kepada seekor kuncing yang terus menerus didekap dalam pelukannya sehingga kucing itu sulit bernafas dan akhirnya mati. Jadikanlah rasa sayangku kepada Guruku sebagaimana Ia ingin disayang.
Ya Tuhan,
Ajari aku yang bodoh, lemah dan tiada berdaya ini untuk bisa mencintai kekasih-Mu sebagaimana ia ingin dicintai.
Ya Tuhan,
Izinkanlah aku bisa terus bersama kekasih-Mu dan bisa melayaninya dengan baik.
Ya Tuhan