Laman

Sabtu, 23 Agustus 2014

Kisah Raden Rahmatullah

inilah kisah raden rahmatullah
putra ibrahim as samarqandi
ia ulama dari negri cempa
yang mengembara ke tanah jawa..
datang berkunjung pada bibinya
permaysuri raja Majapahit,,
kepada raja ia jelaskan..
memohon izin sebarkan islam..
raja terkesan dan beranggapan..
agama islam bukan ancaman..
raja setuju dan mengijinkan..
raden rahmat syiarkan islam..
bahkan memberi sebuah desa
desa ampel di surabaya..

ia terima anugerah raja..
tinggal menetap di desa ampel
sejak itulah raden rahmatullah
terkenal dengan sunan ampel
disana ia membangun pesantren
mengajar ilmu syariat agama
jadi penyuluh bagi masyarakat
pendidik budi pekerti mulia
ini lah pesan dari kanjeng sunan
pesan abadi hingga akhir zaman
pa bila ingin hidup bahagia
janga lakukan lima perkara
mabuk mabukan ,,bermain judi..
maling, madat,dan berbuat zina.

HAKEKAT RUH DI QOLBU


Dalam kitab ‘Sirr al-Asrar’ yang berisi kumpulan ajaran Syaikh Abdul Qadir al-Jilani didapati keterangan bahwa pada awalnya manusia dicipta oleh Allah SWT di alam lâhût (alam dimensi ketuhanan). Manusia awal itu adalah manusia yang masih berwujud ruh (jiwa) yang sangat murni, yang disebut rûh al-quds.
Ruh al-Quds dicipta langsung oleh Allah SWT dan didalamnya terkandung disain serta program-program (rencana-rencana) Allah, juga sifat-sifat Allah, yang sifatnya sangat misterius (sirri). Maka Ruh al-Quds disebut juga Sirr (rahasia).
Allah SWT adalah cahaya (QS an-Nûr 24). Ruh al-Quds yang dicipta langsung oleh Sang Cahaya pun mengandung cahaya yang sangat murni, yang memiliki tingkat radiasi sangat tinggi.
Dalam kitab itu juga dikatakan bahwa alam memiliki lapis-lapis dimensional yang berbeda:
1. Alam Lâhût, alam dimensi ketuhanan.
2. Alam Jabarût, alam ilmu, ketentuan, rencana dan takdir.
3. Alam Malakût, alam para malaikat, alam ruh, alam enerji.
4. Alam Mulki, alam fisik, alam nyata.
Ketika Rûh al-Quds akan diturunkan dari alam lâhût ke alam jabarût ia dibalut lebih dulu dengan lapisan Ruh as-Shulthâny. Sebab kalau tidak, radiasi cahaya Ruh al-Quds yang sangat murni dan teramat kuat itu akan membakar semua yang ada di alam jabarut. Ruh as-Sulthany adalah mantel (hijâb) bagi Ruh al-Quds. Ruh as-Shulthany disebut juga dengan Fuâd.
Lalu Ruh al-Quds (Sirr) yang sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany (Fu’ad) diturunkan ke alam level-3, yaitu alam malakût. Namun alam malakut lebih materialized daripada alam-alam sebelumnya, dan apa yang ada di dalamnya akan mudah terbakar oleh radiasi cahaya Ruh al-Quds meskipun sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany. Oleh sebab itu sebelum diturunkan ke alam malakut, Ruh al-Quds yang sudah dengan Ruh as-Sulthany, dibalut lagi dengan Rûh ar-Rûhâny. Ruh lapis ketiga ini disebut juga Qalbu.
Selanjutnya Ruh al-Quds (Sirr), yang sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany (Fuad) dan Ruh ar-Ruhaniyah (Qalbu), diturunkan lagi ke alam level-4 yaitu alam mulki. Inilah alam kosmik yang sekarang dapat kita lihat secara visual dengan mata kepala kita. Alam kosmik wujudnya sangat lahiriah dan dapat dikenali secara empirik (terukur). Namun radiasi cahaya Ruh al-Quds, meski sudah dibalut dengan dua lapis ruh lainnya, masih terlalu tinggi bagi alam ini. Apa yang ada di alam mulki dapat terbakar oleh radiasi cahaya Ruh al-Quds. Untuk itu, sebelum diturunkan ke alam mulki, Ruh al-Quds dibalut lagi dengan lapis ke-3 yaitu Rûh al-Jismâny yang untuk mudahnya sering disebut dengan Rûh saja. Untuk lebih jelasnya lihatlah tabel berikut ini.
Alam Rûh (Nafs)
Lâhût Rûh al-Quds - Sirr
Jabarût Rûh as-Sulthany - Fu’ad
Malakût Rûh ar-Rûhâny - Qalbu
Mulki
Rûh al-Jismâny - Rûh
Diri (nafs) kita yang hakiki dalah diri yang berwujud ruh (jiwa). Tubuh biologis kita hanyalah cangkang atau wadah bagi diri kita yang sesungghnya, yaitu ruh. Di dalam rûh ada qalbu, di dalam qalbu ada fuâd dan di dalam fuad ada sirr. Sirr adalah rahasia. Sirr berisi rahasia-rahasia Allah untuk orang itu berupa sifat-sifat Allah, rencana dan takdir Allah. Sirr terhubung langsung dengan Allah SWT.
Dikenal pula istilah lubb yang jamaknya albâb. Surat Ali Imran ayat 130 menyebut Uli al-Albâb sebagai individu yang selalu berdzikir, berfikir, dan beribadah. Apa arti lubb? Kalau kita menebang sebatang pohon, lalu kita perhatikan penampang potongannya, akan terlihat di bagian tengah dari batang pohon itu ada bagian yang berwarna kecoklatan. Itulah inti dari batang pohon tersebut. Arab menyebutnya lubb.
Qalbu adalah lubb bagi ruh. Intinya ruh adalah qalbu, intinya qalbu adalah fu’ad, dan intinya fuad adalah sirr. Sirr adalah inti dari segala inti, yang mengandung rahasia dari segala rahasia, sehingga disebut Sirr al-Asrar (secret of the secrets).
Banyak orang memahami bahwa hati (qolbu) itu adalah segumpal daging dalam diri manusia. Pemahaman ini tidak salah karena didasarkan pada sabda Rosululloh Saw sebagai berikut :
Artinya : “… Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati (qolbu) “. (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Namun pemahaman ini adalah pemahaman yang sangat mendasar yang diajarkan oleh Rosululloh Saw kepada umatnya yang pada waktu itu masih kental dengan kejahiliyahan dan tidak mau menerima sesuatu yang sulit difahami secara akal. Adapun maksudnya agar umatnya mudah mengerti dan tidak timbul banyak pertanyaan yang menjadikannya kembali kepada kemusyrikan dan kekufuran.
Menurut penjelasan K.H. Zainal Abidin Bazul Ashab (Pimpinan Pondok Pesantren Az-Zainiyyah, Nagrog – Sukabumi) bahasa yang digunakan oleh Rosululloh Saw dalam hadits di atas merupakan kepiawaian komunikasi artinya yang dimaksudkan oleh beliau bukanlah hati yang berbentuk segumpal darah itu, akan tetapi tempat atau mahalnya berada tepat di bagian tersebut.
Qolbu adalah sebuah latifah/titik sensor/dimensi ketuhanan yang tidak mempunyai bentuk fisik sebagaimana difahami oleh sebagian kita. Untuk membuktikan bahwa qolbu itu bukanlah daging hati, kita bisa melihat dan menyaksikan seekor ayam atau kambing yang kita potong kemudian kita bedah perutnya maka kita akan menemukan pada hewan tersebut segumpal daging yang disebut daging hati, tapi pernahkah setelah kita cari kemudian kita temukan di dalam perut hewan yang sudah dibedah tersebut ada daging qolbu.
Kemudian kita pergi ke sebuah warung makan atau restoran lalu kita bertanya apakah disana ada sop daging hati atau goreng daging hati, maka pasti di salah satu warung makan atau restoran itu ada dan disediakan menu makanan dengan lauk sop atau goring daging hati. Tapi coba kita tanyakan apakah disana ada sop atau goring daging qolbu, maka jawabannya pasti tidak ada karena qolbu tidak diperjualbelikan dan bukan untuk dimakan dan bukan pula berbentuk segumpal daging.
Daging hati yang berbentuk segumpal daging itu dalam bahasa arab disebut “kabid” bukan qolbu. Adapun qolbu menurut Imam Al-Ghozali r.a adalah ruh, akal atau nafsu.
APA ITU RUH ?
Firman Alloh Swt dalam surah Al-Israa ayat 85 :
Artinya : dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
Dalam kitab sirrurl asror karya Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dikemukakan sebagai berikut : Makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Alloh Swt adalah ruh, ruh siapa? Ruh Muhammad Saw. Sebagaimana telah Alloh firmankan dalam hadits qudsi : “Aku ciptakan ruh Muhammad dari cahaya-Ku”.
Ruh adalah hakikat Muhammad dan hakikat Muhammad disebut nur kenapa disebut nur ? karena bersih dari segala kegelapan. Ruh Muhammad adalah ruh termurni sebagai makhluk pertama dan asal seluruh makhluk, sebagaimana sabda beliau Saw : “aku dari Alloh dan makhluk lain dari aku”.
Dari ruh Muhammad inilah Alloh menciptakan semua ruh di alam lahut (negeri asal setelah 4.000 tahun dari penciptaan ruh Muhammad). Kemudian ruh-ruh tersebut diturunkan ke tempat yang terendah, dimasukkan kepada makhluk yang terendah, yaitu jasad. Jasad itu sendiri diciptakan Alloh dari bumi yang tersusun dari empat unsur (tanah, air, api dan angin).
Setelah diwujudkan jasad itu maka Alloh menitipkan ruh dari-Nya ke dalam jasad, dan sebagai barang titipan pastinya Alloh akan mengambil kembali titipannya itu. Ketahuilah ruh itu memiliki perjanjian awal di negeri asalnya yaitu alam lahut dan isi perjanjiannya adalah ketika Alloh bertanya kepada semua ruh : “Alastu birobbikum?” (Bukankah Aku ini Tuhanmu sekalian?) Ruh-ruh menjawab : “Benar, Engkau adalah Tuhan kami”. (Al-‘A’raf 172). Tapi sayang banyak ruh yang lupa dengan perjanjian awalnya terhadap Alloh Swt, sehingga mereka terlena dan betah tinggal di dalam jasad sebagai tempat terendah bagi mereka.
Ruh-ruh yang setia dan tetap memegang perjanjian awal pada hakikatnya mereka tetap berada pada negeri asalnya yaitu alam lahut meskipun badannya di bumi. Namun sangat sedikit orang yang sadar dan berkeinginan pulang atau kembali ke negeri asalnya. Oleh karena itu Alloh melimpahkan kenabian kepada ruh agung Muhammad sebagai penunjuk jalan dari kesesatan mereka. Nabi mengajak mereka agar kembali dan sampai serta bertemu dengan Alloh Swt.
Tapi sebagai manusia biasa Nabi memiliki keterbatasan waktu di dunia ini untuk menjalankan tugasnya tersebut, maka kemudian Alloh mewariskan tugas ini kepada para ulama yang sholih yang sudah mencapai kesucian ruh dan telah Alloh berikan bashiroh (pandangan yang jelas) kepadanya. Siapa mereka? Mereka adalah para wali Alloh.
Para wali Alloh sebagai ahli bashiroh telah dibukakan mata hatinya untuk mengetahui jalan menuju Alloh, mereka itulah yang disebut ahli ruhani.
Ruh terbagi ke dalam 4 bagian :
(1) Ruh Al-Qudsi (ruh termurni), yaitu ruh yang berada di alam lahut atau alam ma’rifat atau alam tertinggi. Ruh ini adalah hakikat manusia yang disimpan di dalam lubuk hati. Keberadaannya akan diketahui dengan taubat dan talqin kalimat “Laa Ilaaha Illalloh”. Ruh ini dinamakan oleh ahli Tashowuf sebagai bayi ma’nawi (thiflul ma’ani). Ruh inilah yang senantiasa akan mampu berhubungan dengan Alloh Swt sedangkan badan atau jasmani ini bukan mahromnya bagi Alloh. Ruh Al-Qudsi telah Alloh tempatkan di dalam rasa (sirri). Alatnya adalah ilmu hakikat, yaitu ilmu tauhid. Amalannya adalah mudawamah nama-nama Tauhid dengan lisan sir tanpa suara dan huruf. Siapapun tidak ada yang mampu melihat/menelitinya kecuali Alloh. Adapun keuntungannya yaitu keluarnya tiflul ma’ani, musyahadah serta terarah dan melihat kepada zat Alloh dalam keagungan-Nya dan dalam keindahan-Nya dengan penglihatan sirri.
(2) Ruh Sulthoni, adalah ruh yang memiliki lapisan (balutan cahaya) di alam jabarut. Tempat ruh ini adalah fuad (mata hati). Alatnya adalah ma’rifat dan amalannya adalah mudawamah asma Alloh dengan lisan dan hati (qolbu). Adapun keuntungan pengolahan dari ruh sultani adalah melihat pantulan “Jamalillah” (keindahan Alloh). Tempatnya adalah di sorga ketiga yaitu sorga firdaus.
(3) Ruh Sairani Rawani (ruh ruhani), adalah ruh yang memiliki lapisan (balutan cahaya) di alam malakut. Tempatnya adalah hati (qolbu). Alatnya adalah mudawamah asma’ul bathin tanpa suara dan huruf, hasilnya adalah ma’rifat kepada Alloh Swt, ilmu bathin, memperoleh ketenangan did lam bergaul, hidupnya hati dan musyahadah di alam malakut (seperti menyaksikan sorga dan ahlinya dan malaikat-malaikatnya). Tempatnya di akhirat adalah sorga tingkat ke dua yaitu sorga na’im.
(4) Ruh Jismani, adalah ruh yang memiliki lapisan (balutan cahaya) di alam mulki (alam terendah bagi ruh). Ruh jismani Alloh telah tempatkan di dalam jasad antara daging dan darah tepatnya di wilayah dada dan anggota badan yang zahir. Alat untuk mengolah ruh ini adalah syari’at, hasilnya adalah wilayah (pertolongan Alloh), mukasyafah (terbukanya hijab antara manusia dengan Alloh), dan musyahadah (merasa berhadap-hadapan dengan Alloh) begitupula karomatul kauniyah pada martabat kewalian seperti ; berjalan di atas air, terbang di udara, menyingkat jarak, mendengar dari jauh, melihat rahasia badan dsb. Keuntungan di akhirat akan ditempatkan di sorga ma’wa.
Setiap ruh itu mempunyai hanut (tempat) di daerah keberadaannya, dan bekal/alat pengolahannya dan keuntungan/hasil pengolahannya dan cara pengolahannya yang tidak pernah sia-sia yang diketahui secara tertutup (rahasia) maupun secara terbuka. oleh karena itu wajib bagi setiap manusia untuk mengetahui cara mengolah dirinya, sebab apa yang dilakukan di muka bumi ini akan diminta pertanggung jawabannya kelak di hari kiamat.
Tujuan utama didatangkannya manusia kea lam terendah adalah agar manusia berupaya kembali mendekatkan diri kepada Alloh dan mencapai darajat (kembalinya manusia ke tempat asalnya) dengan menggunakan hati (qolbu) dan jasad. Maka perlu ditanamkan bibit tauhid di lading hati agar tumbuh menjadi pohon tauhid yang akarnya tertanam di dalam rasa dan menghasilkan buah tauhid untuk mencapai ridho Alloh Swt.
Syekh Abdul Qodir Al-Jailani menyebut ruh atau hakikat Muhammad itu adalah akal.
APA ITU AKAL ?
Kebanyakan kita mengatakan bahwa akal itu adalah otak, sehingga kalau kita berkata kepada orang lain “gunakan akalmu!” maka kita akan menunjuk dan mengarahkannya kepada kepala kita sebagai isyarat bahwa tempatnya akal disana. Ketahuilah wahai saudaraku akal bukanlah otak, jadi letak keberadaannya bukan di kepala. Keberadaan akal tidaklah berbentuk secara fisik sehingga tidak dapat dilihat oleh mata kepa ini. Tapi meskipun demikian, fungsi dan gerakannya dapat dirasakan.
Semoga Alloh senantiasa menjaga kita dari kesesatan, semoga kita diberikan pemahaman yang mendalam akan akal ini sehingga kita tahu sebenarnya akal itu apa. Sulit saudaraku untuk yakin dan beriman dengan menggunakan otak kita ini, otak ini selalu menuntut bukti nyata, alasan dan sebab yang benar menurutnya. Dengan selalu menggunakan otak dan menuntut segala sesuatunya harus rasional akhirnya kita tidak bisa beriman secara betul-betul akan tetapi malah bermain-main dalam keimanan. Seperti dalam melaksanakan sholat, perhatikanlah firman Alloh berikut :
Artinya : “dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sholat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal”. (Al-Maaidah ayat 58)
Akal adalah alat untuk berfikir dan memahami ayat-ayat Alloh baik yang kauniyah maupun quraniyah. Tapi berfikir dengan akal tidak seperti berfikir dengan otak, berfikir dengan akal itu akan berujung dengan satu kesimpulan : “robbana maa kholaqta hadza baathila” tidak ada sesuatu apapun yang Alloh telah ciptakan itu sia-sia. Apabila seseorang telah mempergunakan akalnya dalam berfikir dengan baik dan benar maka keimanannya akan semakin mantap dan terus meningkat.
Sekarang kita buktikan bahwa akal bukanlah otak, pernahkah anda makan goring atau pepes ikan mas ? ketika kita makan dibagian kepalanya akan terdapat yang disebut otak ikan. Tapi sekarang adakah di kepala ikan itu akal, maka pasti tidak ada karena akal bukan di kepala dan akal bukan otak. Kalau akal diartikan otak seperti yang ada di kepala ikan maka berarti ikan juga punya akal. Jadi jelas bahwa akal bukanlah otak dan otak bukanlah akal. Akal itu adalah qolbu, sebagaimana Alloh firmankan dalam surah Qoof ayat 37 :
Artinya : “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya”.
Dalam ayat di atas Alloh menggunakan kata qolbun untuk menyatakan akal.
APA ITU NAFSU ?
Nafsu adalah elemen jiwa (unsur ruh) yang berpotensi mendorong pada tabi’at badaniyah/biologis dan mengajak diri pada berbagai amal baik atau buruk. Nafsu itu pula adalah ruh sebagaimana dimaksud dalam firman Alloh surah At-Takwir ayat 7 :
Artinya : “dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)”.
Nafsu di dalam ayat ini diartikan ruh.
Adapun nafsu memiliki tingkatan-tingkatan. Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi membagi nafsu dalam 7 tingkatan yang dikenal dengan istilah “marotibun nafsi” yaitu terdiri dari :
(1) Nafsu Amaroh
Nafsu amaroh tempatnya adalah “ash-shodru” artinya dada. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Al-Bukhlu artinya kikir atau pelit
2. Al-Hirsh artinya tamak atau rakus
3. Al-Hasad artinya hasud
4. Al-Jahl artinya bodoh
5. Al-Kibr artinya sombong
6. Asy-Syahwat artinya keinginan duniawi
(2) Nafsu Lawwamah
Nafsu lawwamah tempatnya adalah “al-qolbu” artinya hati, tepatnya dua jari di bawah susu kiri. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Al-Laum artinya mencela
2. Al-Hawa artinya bersenang-senang
3. Al-Makr artinya menipu
4. Al-Ujb artinya bangga diri
5. Al-Ghibah artinya mengupat
6. Ar-Riya’ artinya pamer amal
7. Az-Zulm artinya zalim
8. Al-Kidzb artinya dusta
9. Al-ghoflah artinya lupa
(3) Nafsu Mulhimah
Nafsu mulhimah tempatnya adalah “Ar-ruh” tepatnya dua jari di bawah susu kanan. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. As-Sakhowah artinya murah hati
2. Al-Qona’ah artinya merasa cukup
3. Al-Hilm artinya murah hati
4. At-Tawadhu’ artinya rendah hati
5. At-Taubat artinya taubat atau kembali kepada Alloh
6. As-Shobr artinya sabar
7. At-Tahammul artinya bertanggung jawab
(4) Nafsu Muthmainnah
Nafsu muthmainnah tempatnya adalah “As-Sirr” artinya rahasia, tepatnya dua jari dari samping susu kiri kea rah dada. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Al-Juud artinya dermawan
2. At-tawakkul artinya berserah diri
3. Al-Ibadah artinya ibadah
4. Asy-Syukr artinya syukur atau berterima kasih
5. Ar-Ridho artinya rido
6. Al-Khosyah artinya takut akan melanggar larangan
(5) Nafsu Rodhiyah
Nafsu rhodiyah tempatnya adalah “Sirr Assirr” artinya sangat rahasia, tepatnya di jantung yang berfungsi menggerakkan seluruh tubuh. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Al-Karom artinya
2. Az-Zuhd artinya zuhud atau meninggalkan keduniawian
3. Al-Ikhlas artinya ikhlas atau tanpa pamrih
4. Al-Waro’ artinya meninggalkan syubhat
5. Ar-Riyadhoh artinya latihan diri
6. Al-Wafa’ artinya tepat janji
(6) Nafsu Mardhiyah
Nafsu mardhiyah tempatnya adalah “Al-khofiy” artinya samar, tepatnya dua jari dari samping susu kanan ke tengah dada. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Husnul Khuluq artinya baik akhlak
2. Tarku maa siwalloh artinya meninggalkan selain Alloh
3. Al-Luthfu bil kholqi artinya lembut kepada makhluk
4. Hamluhum ‘ala sholah artinya mengurus makhluk pada kebaikan
5. Shofhu ‘an dzunubihim artinya mema’afkan kesalahan makhluk
6. Al-Mail ilaihim liikhrojihim min dzulumati thoba’ihim wa anfusihim ila anwari arwahihim artinya mencintai makhluk dan cenderung perhatian kepada mereka guna mengeluarkannya dari kegelapan (keburukan) watak dan jiwa-jiwanya ke arah bercahayanya ruh-ruh mereka.
(7) Nafsu Kamilah
Nafsu kamilah tempatnya adalah “Al-Akhfa” artinya sangat samar, tepatnya di tengah-tengah dada. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Ilmu Al’Yaqiin
2. Ainul Yaqiin
3. Haqqul Yaqiin
QOLBU = RUH = AKAL = NAFSU
Kenapa dikatakan demikian, karena memang benar seperti itu adanya. Mari kita lihat bersama apabila ada di hadapan kita sosok mayat. Apabila saya tanyakan, mayat ini sudah tidak ada apanya : qolbunya, ruhnya, akalnya atau nafsunya. maka pasti jawabannya : “semuanya”.
Tidak salah apabila ada yang mengatakan qolbunya yang tidak ada, karena ketika seseorang meninggal maka qolbunya yang selalu menjadi sumber perasa ketika masih hidup seperti ; sedih, senang, tentram, menyesal, marah maka setelah meninggal perasaan di mayat itu hilang, dia tidak merasakan apa-apa lagi.
Tidak salah juga kalau orang berkata ruhnya yang tidak ada, karena ruh adalah nyawa bagi mayat itu. Setelah ruhnya tidak ada maka mayat itu tidak bernyawa lagi, tidak bernafas lagi tidak berdetak lagi jantungnya serta nadinyapun tidak berdenyut lagi.
Apabila ada yang mengatakan akalnya yang tidak ada, maka ini juga betul karena setelah meninggalnya seseorang maka mayat orang tersebut tidak akan berfikir lagi dan tidak akan faham lagi dengan ilmu-ilmu yang dulu pernah dipelajarinya selagi hidup.
Terakhir jika dikatakan yang tidak ada itu nafsunya, maka ini pun betul. Karena nafsu itu adalah unsur dalam jiwa orang yang masih hidup yang memiliki keinginan-keinginan baik maupun buruk. Dengan demikian setelah menjadi mayat maka tidak ada lagi pada mayat itu nafsunya sehingga dia tidak memiliki keinginan apapun.
Sekarang dapat kita simpulkan kalau semua jawaban tersebut adalah benar, maka berarti keempat nama yang berbeda itu adalah satu, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Imam Al-Ghozali r.a : qolbu, ruh, akal dan nafsu itu adalah satu. (syai’un wahidun).

Jangan Hanya Nuruti Nafsu


PAGI itu, Pardi kelimpungan. Hatinya gelisah, resah dan ketakutan.
“Kamu sakit flu, Di?” Tanya Dulkamdi.
“Nggak, sehat-sehat saja…”
“Pasti hatimu yang sedang flu, masuk angin, kemasukan apa Di…?”
Pardi masih terdiam, tidak bisa menutupi kegelisahan bathinnya. Dulkamdi tahu benar kejanggalan itu.
“Jangan dipendam nanti sakit jantung…”
“Iya Dul… saya lagi gelisah, jangan-jangan apa yang kita lakukan selama ini, karena menuruti hawa nafsu saja…”
“Maksudmu?”
“Ya ini, di kedai Cak San ini… Masak kamu nggak kroso, kita sangat menikmati suasana ini, kita bicara ngakak, kita ceplas-ceplos, seperti ini kita paling hebat…”
Kini ganti Dulkamdi dan Cak San yang terhenyak mendengar ucapan Pardi. Ya, mereka merasa jangan-jangan ada selipan-selipan hawa nafsu di balik obrolan dunia sufi ini. Nafsu menikmati pengetahuan yang mendorong seseorang jadi bangga dan merasa paling hebat.
Dulkamdi ingat kutipan Al-Hikam yang disampaikan Kyai Mursyid. “Orang bicara tentang maqom maupun kondisi ruhani tertentu. Adakalanya ingin disebut sebagai orang yang berderajat tinggi, ada pula yang berbicara memang karena orang itu sudah sampai kepada Allah. Keduanya berbeda, tapi sulit dibedakan kecuali oleh orang yang memiliki mata hati yang suci”.
Dulkamdi hanya bisa menyela napas dalam-dalam, sementara hening pagi itu benar-benar membuat gerah, tidak sesejuk embun yang harus mengabut.
“Alaaah…gak usah dipikir dalam-dalam”, kata Kang Soleh nyelonong dengan ceplosannya. “kalau muncul rasa bangga dan kenikmatan fantastic di balik ungkapan ruhani kita, cepat-cepat istighfar saja dalam hati. Nati nafsu juga hilang sendiri”.
“wah… solusinya kok gampang to Kang?”
“Lha iya… Yang penting kita ini tidak kemoncelan, masak zikir sampai dibisniskan. Dunia sufi sampai dijadikan komoditas ekonomi baru, nanti lama-lama dijadikan sumber devisa pariwisata. Yang penting kita tidak edan. Apa kamu ikut edan agar keduman zaman edan… Ya, kita do’akan saja semoga orang yang berbicara kebaikan itu benar-benar tulus dari hatinya, bukan ditulus-tuluskan sampai menangis segala. Itu namanya edan tenanan…”
Mereka kembali bisa tertawa-tawa, sesekali berniat menentawakan diri sendiri.