Laman

Rabu, 23 Desember 2015

Untuk Menggelorakan Syahwat, Bolehkah Suami menjilati Farji Istrinya?



Oleh: Badrul Tamam
 
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Banyaknya tanggapan terhadap tulisan terdahulu, "Bolehkah Seorang Suami Mencium Farji Istrinya?" maka kami terdorong untuk memberikan keterangan yang lebih jelas terhadap tema seputar itu yang dinukil dari fatwa ulama.
Sesungguhnya kegiatan suami istri dengan cara yang boleh jadi dianggap aneh oleh sebagian orang ini menjadi pertanyaan banyak pasangan muslim. Boleh jadi sebagian pasangan merasa nikmat, lebih semangat, dan lebih bergairah dalam melakukan pemenuhan kebutuhan biologis ini. Namun boleh jadi sebagian yang lain menganggap buruk dan menjijikkan. Sehingga tak layak dilakukan oleh orang muslim. Akahirnya hal ini  menimbulkan tanda tanya tentang hukum bolehnya?.
Sebenarnya, telah banyak keterangan dan jawaban ulama terhadap masalah hubungan suami istri ini. Pada ringkasnya, diakui bahwa sebagian orang merasa jijik dan menganggap buruk bentuk cumbu rayu semacam ini. Sehingga paling utama adalah menjauhi dan menghindarinya. Tetapi bersamaan hal itu, mereka tidak bisa mengharamkan dengan tergas. Karena tidak ada ketegasan dari nash syar'i yang mengharamkannya. Tetapi jika memang terbukti itu berbahaya, maka jenis foreplay yang bisa menyebabkan penyakit dan bahaya diharamkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan Dia mengharamkan atas kalian yang buruk-buruk." (QS. Al-A'raf: 157)
Selanjutnya kami akan suguhkan jawaban salah seorang ulama yang mendapatkan pertanyaan serupa, yaitu Syaikh Khalid Abdul Mun'im al-Rifa'i. Kami menilai jawaban beliau terhadap masalah tersebut cukup jelas dengan argument mendasar dalam mejawab pertanyaan tersebut.  Berikut ini kami kami terjemahkan dari fatwa beliau, yang judul aslinya: حكم لحس الرجل لفرج زوجته والعكس "Hukum suami menjilat kemaluan istrinya dan sebaliknya".
Soal: Apa hukum membangkitkan syahwat/libido istri dengan cara menjilat farjinya dengan lidah suaminya, begitu juga terhadap sang suami? Jazakumullah Khairan.
Jawab: Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Adapun berikutnya:
Sesungguhnya asal dalam hubungan suami istri adalah mubah, kecuali apa yang disebutkan larangannya oleh nash: berupa mendatangi istri pada dubur (anus)-nya, menggaulinya saat haid dan nifas, saat istri menjalankan puasa fardhu, atau saat berihram haji atau umrah.
Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan berupa salah satu pasangan menjilati kemaluan pasangannya, dan praktek dalam bersenang-senang yang telah disebutkan dalam pertanyaan, maka itu tidak apa-apa berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
1. Itu termasuk dari keumuman bersenang-senang yang dimubahkan.
2. Jika coitus dibolehkan yang merupakan puncak bersenggama (bersenang-senang), maka yang dibawah itu jauh lebih boleh.
3. Karena masing-masing pasangan boleh menikmati anggota badan pasangannya dengan menyentuh dan melihat, kecuali pengecualian yang telah disebutkan oleh syariat sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
4. Firman Allah Ta'ala,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah: 223)
Ibnu Abidin al-Hanafi berkata dalam Radd al-Mukhtar: Abu Yusuf pernah bertanya kepada Abu Hanifah tentang seorang laki-laki yang membelai farji istrinya dan sang istri membelai kemaluan suaminya untuk membangkitkan syahwatnya, apakah menurut Anda itu tidak boleh? Beliau menjawab, "Tidak, aku berharap itu pahalanya besar."
Al-Qadhi Ibnul Arabi al-Maliki berkata, "Manusia telah berbeda pendapat tentang bolehnya seorang suami melihat farji (kemaluan) istrinya atas dua pendapat: salah satunya,membolehkan, karena jika ia dibolehkan menikmati (istrinya dengan jima') maka melihat itu lebih layak (bolehnya). . . . . salah seorang ulama kami, Asbagh (Ulama besar Madhab Maliki di Mesir) berkata: Boleh baginya (suami) untuk menjilati –kemaluan istrinya- dengan lidahnya."
Dalam Mawahib Al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil disebutkan, "Ditanyakan kepada Ashbagh; Sesungguhnya suatu kaum menyebutkan kemakruhannya. Lalu beliau menjawab: orang yang memakruhkannya, dia hanya memakruhkan dari sisi kesehatan (medis), bukan berdasarkan ilmu (dalil). Itu tidak apa-apa, tidak dimakruhkan. Diriwayatkan dari Malik, beliau pernah berkata: tidak apa-apa melihat farji (kemaluan) saat berjima'. Dalam satu riwayat terdapat tambahan, "Dan ia menjilatinya dengan lidahnya."
Al-Fannani al-Syafi'i berkata: "Seorang suami boleh apa saja setiap melakukan hubungan dengan istrinya selain lubang duburnya, bahkan menghisap clitorisnya.
Al-Mardawi al-Hambali berkata dalam al-Inshaf: Al-Qadhi berkata dalam al-Jami': "Boleh mencium farji (kemaluan) istri sebelum jima' dan memakruhkannya sesudahnya . .  istri juga boleh memegang dan menciumnya dengan syahwat. Ini dikuatkan dalam kitab al-Ri'ayah, diikuti dalam al-Furu', dan diperjelas oleh Ibnu 'Aqil.
Namun jika terbukti jelas cara bercumbu semacam itu menyebabkan penyakit dan membahayakan pelakunya, maka saat itu ia wajib meninggalkannya berdasarkan sabda nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Tidak boleh (melakukan sesuatu) yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dalam sunannya)
Begitu pula apabila salah seorang pasangan merasa tersakiti (tidak nyaman) karena perbuatan tersebut dan membencinya: maka wajib atas pelaku (suami)-nya untuk menghentikannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (QS. Al-Nisa': 19)
Dalam hal ini harus diperhatikan tujuan dasar dari hubungan suami istri, yakni permanen dan kontinuitasnya. Asal dari akad nikah adalah dibangun di atas kelanggengan. Allah Ta'ala telah meliput akad ini dengan beberapa peraturan untuk menjaga kelestariannya dan menguatkan orang yang menjalaninya sesuai dengan ketentuan syariat bukan dengan sesuatu yang menyelisihinya. Masuk di dalamnya solusi berhubungan antar keduanya. . .  Wallahu Ta'ala A'lam.

Senin, 21 Desember 2015

LELUHUR BAGINDA NABI SAYYIDINA MUHAMMAD SAW YG WAJIB DI KETAHUI


1. ABDULLOH, sang ayahanda.
Ketika beliau berjalan pada siang hari, aroma misik dan ambar menyebar dr tubuhnya.. dan ketika beliau berjalan pada malam hari, cahaya terang bagaikan lampu memancar dari wajahnya.. karena itulah penduduk Mekkah menyebut beliau dgn sebutan Misbahul Harom (lampunya tanah harom).
2. ABDUL MUTHTHOLIB, kakek pertama.
Nama aslinya adalah Syaibatul Hamdi (sehelai uban yg terpuji).. dinamakan begitu krn beliau lahir dlm keadaan mempunyai sehelai uban di rambut kepalanya.
Beliau digelari Abdul Muththolib krn ketika paman beliau yg bernama Muththolib pulang bersamanya dr kota Madinah dan memasuki kota Mekkah, para penduduk melihat cahaya di wajahnya yg memancar ke segala arah.. Mereka pun menghampiri Sayyid Muththolib dan menanyakan siapakah anak yg bersamanya tsb.. Sayyid Muththolib menjawab : "Hadza 'Abdii" (ini adalah hambaku, maksudnya : keponakanku).. Maka mereka pun berseru : "Alangkah banyaknya cahaya dr Abdul Muththolib (keponakannya Muththolib), alangkah tampannya Abdul Muththolib.
Beliau wafat di Burman dan dimakamkan di Hajun (daerah Yaman).. beliau wafat dlm usia 140 tahun menurut pendapat yg mu'tamad.. ada yg mengatakan 110 tahun.
3. HASYIM, kakek kedua.
Nama aslinya adalah 'Amr. Beliau digelari Hasyim (penumbuk) krn beliau pernah menumbuk daging lalu dijadikan tsarid (makanan org Arab) yg kemudian dibagikan kepada kaumnya ketika musim paceklik.
Ketika beliau berjalan, bebatuan dan pepohonan yg beliau lewati berkata kepadanya : "Bergembiralah wahai Hasyim, krn sesungguhnya nanti akan lahir darimu seorang Nabi yg akan menjadi penutup para nabi dan para rosul."
Para sejarahwan berbeda pendapat mengenai usia hidup beliau.. ada yg mengatakan 20 tahun, ada yg mengatakan 25 tahun.
4. ABDU MANAF, kakek ketiga.
Nama aslinya adalah Mughiroh. Beliau digelari Abdu Manaf (org yg tinggi) krn beliau adalah org mulia di tengah kaumnya.. ada juga yg mengatakan krn beliau adalah org yg jangkung. Sebelumnya, beliau juga digelari Qomarul Bath-haa (rembulannya tanah Mekkah) krn ketampanannya.
Beliau adalah kakek ketiganya Baginda Nabi, kakek keempatnya Sayyidina Utsman, dan kakek kesembilannya Imam Syafi'i. Beliau wafat di Gaza, Palestina.
5. QUSHOYY, kakek keempat.
Nama aslinya adalah Mujammi' (pemersatu).. dinamakan begitu krn melalui beliau Alloh mempersatukan suku-suku keturunan Sayyid Fihr (Quroisy).
Beliau digelari Qushoyy (org yg jauh) krn beliau pernah tinggal jauh dr sanak keluarganya yg berada di Mekkah.. Ceritanya, setelah ayah beliau meninggal, ibu beliau (Fathimah binti Sa'ad) membawanya pergi ke Yaman dan tinggal bersama suku Qudlo'ah.
6. KILAB, kakek kelima (kalau dr garis ibu, beliau adalah kakek keempat).
Nama aslinya adalah Hakim. Beliau digelari Kilab (org yg banyak anjingnya) krn beliau hobi berburu menggunakan anjing pemburu.
7. MURROH, kakek keenam.
Beliau juga kakek keenamnya Sayyidina Abu Bakar.. nasab Imam Malik dan nasab Baginda Nabi juga bertemu di beliau.
8. KA'AB, kakek ketujuh.
Beliau dinamakan Ka'ab (bambu) krn beliau adalah org yg tinggi/jangkung.
Beliau adalah kakek kedelapannya Sayyidina Umar.
9. LU-AYY, kakek kedelapan.
10.GHOLIB, kakek kesembilan.
Beliau dinamakan Gholib (pemenang) krn beliau selalu dapat mengalahkan musuh-musuhnya.
11. FIHR, kakek kesepuluh.
Nama aslinya adalah Quroisy. Keturunan beliau disebut Jama'ah Qurosyiyyah (golongan Quroisy).
12. MALIK, kakek kesebelas.
Beliau dinamakan Malik (pemilik) krn beliau adalah orang yg memiliki tanah Arab.
13. NADLOR, kakek keduabelas.
Nama aslinya adalah Qois. Beliau digelari Nadlor (org yg elok rupanya/tampan) krn wajahnya memancarkan cahaya.
14. KINANAH, kakek ketigabelas.
Beliau disebut dgn sebutan Kinanah (tukang sembunyi) krn beliau selalu berada di rumah persembunyian di tengah-tengah kaumnya.. ada yg mengatakan krn beliau selalu menyembunyikan (melindungi) kaumnya dan menjaga rahasia mereka.
15. KHUZAIMAH, kakek keempatbelas.
Beliau meninggal dlm keadaan memeluk millah (agama) Nabi Ibrohim AS.
16. MUDRIKAH, kakek kelimabelas.
Nama aslinya adalah 'Amr. Kunyahnya/julukannya adalah Abu Hudzail. Beliau disebut dgn sebutan Mudrikah (org yg mengejar sampai dapat) krn suatu ketika untanya melihat seekor kelinci lalu ia lari, kemudian beliau mengejarnya sampai dapat.
17. ILYAS, kakek keenambelas.
Beliau adalah orang yg pertama kali menggiring unta ke Baitul Harom untuk disembelih.
Dari tulang iga beliau terdengar bacaan talbiyah Baginda Nabi seperti bacaan talbiyah yg diucapkan ketika melaksanakan ibadah haji.
Kedudukan beliau di tengah bangsa Arab persis seperti kedudukan Luqman Al Hakim di tengah kaumnya.
18.MUDLOR, kakek ketujuhbelas.
Nama aslinya adalah 'Amr. Beliau digelari Mudlor (org yg suka masam/org yg memikat hati) krn beliau menyukai susu masam, klo skrg mungkin disebut yoghurt.. Ada juga yg mengatakan krn beliau selalu memikat hati org yg memandangnya. Org yg memandangnya pasti langsung menyukainya, krn beliau adalah org yg tampan. Beliau juga org yg paling bagus suaranya di antara kaumnya.
19.NIZAR, kakek kedelapanbelas.
Beliau disebut dgn sebutan Nizar (sedikit dagingnya) krn beliau adalah org yg berbadan kurus/krempeng.
Di wajah beliau terpancar cahaya kenabian Baginda Nabi.
Beliau adalah org yg pertama kali menulis kitab berbahasa arab.
Nasab Imam Ahmad bin Hambal dan nasab Baginda Nabi bertemu di beliau.
20. MA'ADD, kakek kesembilanbelas.
Beliau adalah org yg mempersiapkan strategi perangnya Bani Israil. Jika beliau memerangi musuh pasti beliau menang. Sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa beliau adalah Nabi Armiyaa AS.
21.'ADNAN, kakek keduapuluh.
Beliau hidup pada zaman Nabi Musa.
Sumber : kitab madarijush shu'ud - syaikh muhammad nawawi banten

Minggu, 20 Desember 2015

Pintu Guru Yang Tersembunyi


Bismillaahirrahmaanirrahim
Inilah suatu pasal pada menyatakan pintu guru yang tersembunyi yang tiada diajarkan kepada orang-orang yang belum belajar tentang Ilmu Tauhid atau Sifat 20 (dua puluh), sebab buku ini berisi perihal orang-orang mengenal diri atau tata cara mengenal Allah pencipta Alam dan segala isinya supaya sempurna segala amal ibadahnya.
Adapun di dalam tulang kepala itu Otak
Di dalam Otak itu Ma’al Hayat atau Air Hidup
Di dalam Ma’al Hayat itu Akal
Di dalam Akal itu Budi
Di dalam Budi itu Roh
Di dalam Roh itu Mani
Di dalam Mani itu Rasa
Di dalam Rasa itu Nikmat
Di dalam Nikmat itu Nurullah
Di dalam Nur Muhammad
Firman Allah “AWWALU TAJLI ZATTULLAH TA’ALA BISIFATIHI
Artinya : Mula-mula timbul Zat Allah Ta’ala kepada Sifatnya
AWWALU TAJLI SIFATULLAH TA’ALA BIASMA IHI
Artinya : Mula-mula timbul Sifat Allah Ta’ala kepada namanya
AWWALU TAJLI ASMADULLAHI TA’ALA BIAP ALIHI
Artinya : Mula-mula timbul nama Allah ta’ala kepada perbuatannya
AWWALU TAJLI AF ALULLAHI TA’ALA BIINSAN KAMILUM BIASMAI.
Artinya : Mula-mula timbul perbuatan Allah Ta’ala kepada Insan yang Kamil yakni Muhammad RasulNya
QOLAH NABIYI SAW : “AWALUMAA KHALAKALLAHU TA’ALA NURI”
Artinya : Berkata Nabi SAW, yang mula-mula dijadikan Allah Ta’ala Cahayaku, baharu Cahaya sekalian Alam
QALAN NABIYI SAW : “AWWALU MAA KHALAKALLAHUTA’ALA RUHI"
Artinya : Yang mula-mula dijadikan Allah Ta’ala Rohku, baharu roh sekalian alam
QOLAN NABIYI SAW : “AWWALU MAA KHALAKALAHU TA’ALA QOBLI”
Artinya : Yang mula-mula dijadikan Allah Ta’ala Hatiku, bahru hati sekalian alam
QOLAN NABIYI SAW : “AWWALU MAA KHALAKALLAHUTA’ALA AKLI”
Artinya : Yang mula-mula dijadikan Allah Ta’ala Akalku, baharu akal sekalian alam
QOLAN NABIYI SAW : “ANA MINNURILAHI WA ANA MINNURIL ALAM”
Artinya : Aku cahaya Allah dan Aku juga menerangi Alam
HADIST : "AWALUDDIN MA’RIFATULLAH”
Artinya : Awal-awal agama adalah mengenal Allah
Sebelum mengenal Allah terlebih dahulu kita disuruh mengenal diri, seperti Hadist : "MAN’ARA PANAP SAHU PADAD’ARA PARABBAHU”
Artinya : Barang siapa mengenal dirinya, mengenal ia akan Tuhannya
“MAN ‘ARA PANAPSAHU PAKD’RA PARABBAHU LAYA RIPU NAPSAHU"
Artinya : Barang siapa mengenal Tuhannya, niscaya tiada dikenalnya lagi dirinya
"MAN ‘ARA PANAPSAHU BILFANA PAKAD’ARA PARABBAHU BIL BAQA”
Artinya : Maka barang siapa mengenal dirinya binasa, niscaya dikenalnya Tuhannya kekal
"KHALAK TUKA YA MUHAMMAD WAKHALAK TUKA ASY YA ILA ZALIK"
Artinya : Aku jadikan Engkau karena Aku dan Aku jadikan Alam dengan segala isinya karena Engkau Ya Muhammad
Firman Allah : “AL INSAN SIRRU WA ANA SIRRUHU”
Artinya : Insan itu RahasiakKu dan Aku Rahasia Insan
“WA AMBATNAL ABRU RABBUN AU ZAHIRU RABBUN ABBUN”
Artinya : Adapun bathin hamba itu Tuhan dan Zahir dan Tuhan itu hamba
“LAHIN HUWA WALAHIN GHAIRUH”
Artinya : Tiada ia tetap dan tiada ia lain dari ia
Firman Allah Ta’ala didalam Al-quran : “FAHUWA MA’AKUM AINAMA KUNTUM”
Artinya : Di mana saja Engkau berada (pergi) Aku serta kamu
"HUWAL AWWALU WAL AKHIRU WALBATHINU WAZZAHIRU”
Artinya : Ia jua Tuhan yang awal tiada permulaannya, dan Ia jua Tuhan yang akhir tiada kesesudahannya, Ia jua bathin dan Ia jua Zahir
Dalam pandangan Ma’rifat kita kepada Zat Allah Ta’ala itu, “LAISA KAMIS LIHI SYAIUN" tiada seumpamanya bagi sesuatu, dan bukan bertempat.
Adapun Ma’rifat kita atau pengenalan kita akan diri diperikan AF 'ALULLAH, adapun Ma’rifat kita akan AF ‘ALULLAH, LAHAU LAWALA KUWWATA ILLAH BILLAHHIL’ALI YIL’AZIM. Artinya : Datang daripada Allah dan kembalinya kepada Allah jua segala sesuatu, sesuai dengan hadist Nabi yang berbunyi demikian : “MUTU ANTAL KABLAL MAUTU”. Artinya : Matikan diri kamu sebelum mati kamu.
Adapun mati ini ada dua ma’na, maka apa bila Roh bercerai dengan jasad itu mati hisi namanya, atau mati yang sebenarnya. Adapun mati yang dimaksud hadis Nabi yang di atas tadi, adalah mati Ma’nawi, artinya mati dalam pengenalan mata hati.
Mahasuci Allah Subhanahu wata’ala Tuhan Rabbil’izzati dari upayamu, wujudmu, supaya Aku terang sempurna, upaya Allah dan kuat Allah, dan wujudnya Allah “BILLAHI LAYARILLAH” tiada yang mempunyai dan menyembah Allah hanya Allah.
Bagitu sekalian Aribbillah mengerjakan ibadat kepada Allah Ta’ala. Adapun yang bernama Rahasia itu “Sirrullah”.
Adapun kita bertubuh akan Muhammad Bathin dan Zahir bertubuh akan Roh. Adapun jadi nyawa itu bertubuh kanan Idhafi Kadim (terdahulu), maka tiada lagi kita kenang tubuh dan zahir dan bathin itu, akan bernama Rahasia Ia Allah, Sir namanya kepada kita, karena rahasia itu Nur. Adapun sebenar-benarnya Sifatullahita’ala kepada kita inilah RahasiaNya yang dibicarakan Rahasia yang sebenarnya RahasiaNya yang kita ketahui.
Adapun jalan hakikat yang sebenarnya yang mengata Allahu Akbar waktu kita sembahyang itu, ialah Zat, Sifat, Asma, Af’al, Kudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, itu nama Rahasia Allah Ta’ala namanya kepada kita, itulah yang mengata Allahu Akbar tiada hati lagi, karena yang bernama Zat, Sifat, Asma, Af’al, Kudrat Iradat, Ilmu, Hayat itu nama Rahasia Allah Ta’ala namanya kepada kita.
Batin dan zahir kita akan memerintah diri, adapun diri kita tadi ialah Roh. Roh tadilah yang menerima perintah rahasia, maka berlakulah berbagai-bagai bunyi dan kelakuan di dalam sembahyang. Semua itu adalah perintah rahasia, maka perintah rahasia inilah Sirrullah. Karena Rahasia inilah kita dapat melihat Allah dan menyembah Allah serta hidup berbagai-bagai, itulah rahasia Allah kepada kita.
Firman Allah “MAN ‘ARA PANAPSAHU PAKAD’ARA PARABBAHU”
Artinya : Maka barang siapa mengenal dirinya, mengenal ia akan Tuhannya.
Maka mengetahui ia akan asal Nabi Allah Adam, nasarnya Air, Api, Angin, Tanah. 4 (empat) inilah yang dijadikan Allah, maka turun kepada kita seperti Firman Allah Ta’ala, kita disuruh mengetahui :
Adapun tanah itu Tubuh kita
Adapun Api itu Darah kita
Adapun Air itu Air Liur kita
Adapun Angin itu Nafas kita.
Maka berdiri syari’at, adapun kejadian air itu Tarikat, kejadian api itu Hakikat, dan kejadian Angin itu Ma’rifat. Baginilah kita atau cara kita mengenal diri namanya.
Adapun tatkala kita tidur itu, adalah perintah Rahasia Allah, maka dari itu janganlah lagi kita kenang dan janganlah kita berkehendak atau panjang angan-angan dan jangan lagi diingat diri kita ini, karena tiada hayat lagi di waktu kita tidur itu, itu adalah Rahasia Allah.
Adapun perintah segala hati pada tengah-tengah hati berbagai bagai, adapun tempat rahasia itu di dalam jantung. Maka jikalau tiada rahasia Allah itu, tiadalah bathin dan zahir ini berkehendak, karena pada hakekatnya rahasia Allah itulah menjadi kehendak segala manusia dan binatang. Akan tetapi awas, jagalah hukum syara’ (syari’at) yang difardhukan pada kita, maka dari tiliklah dan perhatikan bersunguh-sungguh perkara yang tersebut di atas.
Maka barang siapa menilik sesuatu tiada melihat ia akan Allah di dalamnya, maka tiliknya itu batil atau syirik, karena ia tiada melihat akan Allah Ta’ala.
Berkata Saidina Abu Bakar Siddik r.a :
ﻮﻤﺎﺮﺍﻳﺖ ﺷﻳﺎﺀﺍﻶ ﻮﺮﺍﻳﺖﺍﷲ
Artinya : Tiada aku melihat akan sesuatu melainkan Allah yang aku lihat Allah Ta’ala terlebih dahulu.
Kata Umar Ibnu Khattab r.a :
“MAA RAAITU SYAIAN ILLA WARAAITULLAHU MA’AHU”
Artinya : Tiada aku lihat sesuatu melainkan aku lihat Allah kemudiannya.
Kata Usman Ibnu Affan r.a :
ﻮﻤﺎﺮﺍﻴﺕ ﺘﺒﻳﺎ ﺍﻶ ﻮﺮﺍﻴﺕ ﺍﷲ ﻤﻌﻪ
Artinya : Tiada aku melihat sesuatu melainkan yang aku lihat Allah besertanya.
Kata Ali Ibnu Abi Talib r.a :
ﻮﻤﺎﺮﺍﻴﺕ ﺷﻴﺎﺀﺍﻶ ﻮﺮﺍﻴﺕ ﺍﷲ ﻓﻴﻪ
Artinya : Tiada Ku lihat sesuatu kecuali Allah yang kulihat di dalamnya.
Maka perkataan para sahabat itu agar berbeda, akan tetapi maknanya bersamaan.
Firman Allah di dalam Al-Quraan yang berbunyi :
“WAHUWA MAAKU AINAMA KUNTUM”
Artinya : Ada hak Tuhan kamu
Firman Allah Ta’ala :
“WAHI AMPUSIKUM APALA TUBSIRUN”
Artinya : Ada Tuhan kamu di dalam diri kamu, mengapa tidakkah kamu lihat akan Aku kata Allah, padalah Aku terlebih hampir dari padamu matamu yang putih dengan hitamnya, terlebih hampir lagi Aku dengan kamu.
Kemudian dari itu hendaklah kita ketahui benar-benar akan diri ini mengapa kita ini menjadi hidup, melihat, mendengar, berkata-kata, kuasa memilih baik dan jahat, cuba renungkan sejenak, siapakah yang berbuat di balik kekuasaan kita ini.
Maka di sini kita kembalikan saja kepada pasal rahasia yang telah lalu, sebutannya pasti kita bertemu dengan Allah atau Mi’raj dengan Dia.
Maka barang siapa tiada mengetahui perkara ini, tiada sempurna hidupnya dunia dan akhirat dan jikalau dia beramal apa saja semua amalannya itu syirik, maka dari itu hendaklah kita ketahui benar-benar apa asalnya yang menjadi nyawa dan roh itu.
Yang menjadi Nyawa dan Roh itu ialah ZADTULLAHITA’ALA daripada Ilmunya dan Roh sekalian alam.
Seperti sabda nabi kita “ANA ABUL BASYARI”
Artinya : Aku Bapak segala Roh dan Bapak segala Tubuh
Bermula sebenarnya Roh, tatkala di dalam tubuh, Nyawa namanya, tatkala ia berkehendak, Hati namanya, tatkala ia kuasa memperbuat, Akal namanya, maka kesemuanya itu adalah Rahasia Allah Ta’ala kepada kita. Maka barang siapa tiada tahu perjalanan ini, maka tiada sempurna hidupnya dunia dan akhirat.
Hidup ada nyawa itulah Muhammad dinamai akan dia bayang-bayang Ianya yang empunya bayang-bayang dan Idhofi, akan tetapi daripada Nur jua, karena tiada diterima oleh akal kalau bayang-bayang itu maujud sendirinya, kalau ada yang empunya bayang-bayang ialah Allah Ta’ala sendirinya.
Demi Allah dan Rasulullah Islam dan Kafir, jikalau tiada tahu atau tiada percaya akan kejadian Nur itu perjalanan Roh, maka menjadi kafir lagi munafik. Karena apabila tiada tahu mengenal diri dan tiada tahu/tiada dapat membedakan antara Khalik dan Makhluk, maka amalan orang tersebut itu Syirik.
Peganglah nasihat seorang Al Arifbillah yang berbunyi demikian :
“LATUHADDISUN NAASIBIMA LAMTUSLIHU AKWALAHUM ATURIDDUN AYYUKAZ ZIBULLAHAWARASULIH”
Artinya : Jangan kamu ajarkan akan manusia, akan ilmu yang tiada sampai akal mereka itu, adalah kamu itu nanti didustakannya oleh mereka itu Allah dan Rasulnya, maka orang itu kafir.

Roh yang membedakan antara manusia, jin dan malaikat dengan haiwan.

HATI Di sini kita akan membincangkan tentang ruhul amri (hati) yakni perbahasan secara diurai dan terperinci tentang perjalanan ruhul tamyiz atau ruhul amri atau qalbun (hati). Yaitu roh yang membedakan antara manusia, jin dan malaikat dengan haiwan.
Setelah dikaji dalam kitab-kitab Islam, didapati ada bermacam-macam nama atau istilah roh yang diberi oleh ulama. Bahkan dalam Al Quran kalau kita lihat ada bermacam-macam nama. Antara yang terkenal ialah roh. Adakalanya ia dipanggil dengan qalbun - hati, fuaadun - hati sanubari, latifatur-rabbaniah atau ruhul amri). Pada orang Melayu ia juga dipanggil hati, nyawa, hati nurani atau hati sanubari. Tetapi yang terkenalnya adalah roh saja.
Roh yang sedang kita perkatakan ini, kalau dia berperasaan seperti sedih, gembira, senang, terhibur, marah atau sebagainya, maka ia dipanggil dengan roh atau hati atau nyawa. Tetapi waktu ia berkehendak, berkemauan atau merangsang baik sesuatu yang berkehendak itu positif atau negatif, baik atau buruk, yang dibenarkan atau tidak, yang halal ataupun yang haram, di waktu itu ia tidak dipanggil roh, hati atau nyawa lagi. Tetapi ia dipanggil nafsu. Kalau di waktu ia berfikir, mengkaji, menilai, memerhati dan menyelidik, maka ia dipanggil akal.
Kalau begitu uraiannya, maka nafsu, roh atau akal ini hakikatnya adalah satu. Ia dipanggil akal di waktu ia berfikir, mengkaji, menilai, memerhati dan menyelidik. Walhal bila berperasaan, ia tidak dipanggil akal lagi, sebaliknya ia dipanggil roh atau hati atau nyawa. Tetapi waktu ia berkehendak, berkemahuan atau merangsang baik sesuatu yang berkehendak itu positif atau negatif, baik atau buruk, yang dibenarkan atau tidak, yang halal ataupun yang haram, di waktu itu ia dipanggil nafsu.
Kalau begitu walaupun ia mempunyai tiga nama atau tiga istilah tetapi hakikatnya adalah satu. Benda yang sama juga. Cuma peranannya saja yang tidak sama. Peranan yang tidak sama itulah yang menjadikan namanya tidak sama atau namanya berlainan.
Untuk mudah difahami begini kiasannya: manusia bila dia berbohong dinamakan pembohong. Bila dia menipu dinamakan penipu. Tetapi bila dia mencuri dinamakan pencuri. Bila dia memimpin dipanggil pemimpin. Dinamakan pembohong, penipu, pencuri dan pemimpin, hakikatnya adalah orang yang sama. Cuma namanya berbeda bila peranannya bertukar. Kenapa fisik yang sama dapat timbul istilah yang berlainan? Ini karena peranannya tidak sama. Apakah bila namanya berlainan, orangnya berlainan? Tidak! Orang yang sama juga.
Perlu diingat, bila kita membicarakan tentang roh ini, bukannya pula kita hendak mengkaji hakikat roh atau mengkaji ain ataupun mengkaji hakikat zat roh itu. karena zat atau hakikat roh itu tidak akan dapat dilihat oleh mata kepala. karena ia adalah jismullatif), yakni benda halus yang bersifat maknawiah atau abstrak. Iaitu tidak dapat dilihat oleh mata kepala tetapi terasa akan adanya. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
Maksudnya: “Mereka bertanya kepada engkau wahai Muhammad tentang roh. Hendaklah engkau katakan kepada mereka, ‘Roh itu adalah urusan daripada Tuhanku’…” (Al Israk: 85)
Dari ayat ini dapatlah kita faham bahawa hakikat roh itu tidak akan dapat dijangkau oleh mata kepala. Zat roh itu tidak akan dapat difikirkan oleh akal. Kita tidak tahu bagaimana rupanya. Sebab tidak dapat dilihat oleh mata kepala. Tetapi terasa oleh hati akan adanya. Maka oleh yang demikian, hakikat roh itu tidak dapat difikirkan oleh akal bagaimana rupanya, bagaimana bentuknya, berapa tebal atau panjangnya. Ia tidak dapat dibayangkan. Hanya Allah yang tahu dan tidak ada makhluk yang tahu.
Walaupun Allah berkata hakikat roh atau zat roh tidak dapat diketahui dan tidak dapat dijangkau oleh akal dan mata kepala, namun ada juga ulama-ulama yang berijtihad tentangnya. Antaranya ialah Imam Malik. Beliau pernah berkata: “Roh manusia itu sama saja bentuknya dengan jasad lahirnya.”
Kalau diambil ijtihad Imam Malik itu, artinya rupa roh kita ialah seperti rupa bentuk badan lahir kita. Ini juga memberi arti bahawa walaupun Allah berkata roh itu adalah urusan-Nya, iaitu hakikat roh itu Allah saja yang tahu dan makhluk lain tidak mengetahuinya, tetapi tidak pula ada larangan dari Allah kalau ada sesiapa yang ingin berijtihad untuk mengkajinya.
Bagi sesetengah orang, mungkin Allah beri ilmu yang mendalam tentang hal ini sehingga dia dapat menjangkaunya. Oleh itu maksud ayat Al Quran yang menyatakan ‘roh itu adalah urusan Tuhanku’, Allah bermaksud kebanyakan manusia tidak dapat mengetahuinya tetapi tidak pula menolak kalau ada orang-orang yang tertentu secara khusus yang Allah beri ilmu tentang hakikat roh ini sehingga dapat menghuraikannya.
Mengikut pendapat saya boleh jadi juga Imam Malik memperkatakan hakikat roh ini bukan berdasarkan ijtihadnya saja tetapi juga berdasarkan kasyaf. Kalau berdasarkan ijtihad tidak mungkin akal beliau dapat menjangkaunya karena roh itu jismullatif (tubuh halus). Ia adalah hati nurani yang bersifat maknawiah. Diibaratkan seperti cahaya. Bahkan cahaya, dapat juga dilihat tetapi cahaya yang ini tidak dapat dilihat atau ia jenis cahaya yang tersembunyi.
Bagaimana pula hendak diijtihadkan? Ijtihad itu dibuat pada benda-benda yang berketul atau benda yang dapat dilihat. Benda-benda yang dapat diraba dan dirasa. Tetapi roh, benda yang tidak dapat diraba, tidak dapat dirasa dan tidak dapat dilihat oleh mata kepala. Jadi bagaimana hendak diijtihadkan. Begitulah pandangan saya. Wallahu ‘alam.
Oleh itu atas dasar apakah roh seseorang itu seperti rupa bentuk lahirnya sebagaimana pendapat Imam Malik itu? Saya berpendapat Allah beri dia (Imam Malik) kasyaf. Allah perlihatkan roh itu. Roh yang jismullatif itu dibentukkan, dilihatkan macam rupa diri seseorang itu. Kalau begitu apa yang dimaksudkan oleh Al Quran bahawa tidak ada orang yang mengetahui hakikat roh itu melainkan Allah saja, itu adalah untuk orang awam. Manakala bagi orang yang khusus macam Imam Malik mungkin Allah beritahu padanya sebagai karamahnya.
Pendapat Imam Malik ini agak munasabah (masuk akal), boleh diterima dan agak rasional. Contohnya kita bermimpi melihat seseorang yang kita tidak pernah jumpa atau dengan orang yang pernah kita jumpa sama ada yang masih hidup mahupun sudah mati. Apa yang kita lihat dalam mimpi itu serupa dengan bentuk lahir orang itu. Sedangkan orang yang kita lihat dalam mimpi itu rohnya bukan orangnya. Mungkin waktu itu orang tersebut berada di rumah atau telah berada di alam Barzakh.
Jadi di waktu itu dia adalah roh. Roh bertemu dengan roh. Tetapi mengapa dalam mimpi kita roh orang itu serupa dengan dirinya? Sedangkan bukan berjumpa jasadnya tetapi rohnya. Ini membuktikan roh orang itu macam jasadnya juga. Jadi benarlah apa yang diijtihadkan oleh Imam Malik itu.
Begitu juga orang yang diyakazahkan melihat secara jaga orang yang sudah meninggal dunia. Contohnya melihat Rasulullah, melihat para ulama zaman dahulu atau siapa saja yang dia kenal. Dia melihat Rasulullah betul-betul macam Rasulullah. Atau dia melihat gurunya benar-benar macam gurunya, melihat ibu dan ayahnya serupa macam ibu dan ayahnya, tidak ada cacatnya. Sedangkan mereka sudah mati. Waktu itu yang dilihat adalah rohnya. Ini juga membuktikan benarnya pendapat Imam Malik yang mana roh seseorang itu serupa dengan diri lahirnya.
Contoh lain, Rasulullah SAW sewaktu diisrak dan dimikrajkan telah ditemukan dengan roh para rasul dan para nabi. Rasulullah SAW lihat mereka seperti melihat jasad-jasad mereka. Ini juga merupakan bukti yang rasional bahawa roh seseorang itu sama rupanya dengan bentuk jasadnya.
Boleh jadi juga ayat Al Quran di atas itu bermaksud bahawa ayat itu khusus ditujukan kepada orang-orang kafir. Yakni mereka ini memang tidak memahami tentang perjalanan roh dan fungsinya. Allah SWT memberitahu kepada kekasih-Nya, Rasulullah SAW bawa mereka tidak akan faham tentang hal ini. Kekufuran mereka itulah yang menghijabnya (menutup) sepertimana uraian saya yang panjang lebar tentang hal ini di dalam Bab Mata Hati. Karena itulah menjadi penyebab mereka langsung tidak memahaminya.
Allah SWT tidak meminta Rasulullah SAW bersusah payah untuk pergi memahamkan orang-orang kafir itu tentang hal roh ini. Lantaran itulah dikatakan roh itu urusan Allah. Ini bukan pula bermaksud umat Islam pun turut juga dilarang mengkaji tentang roh. Bahkan umat Islam mesti memahaminya sungguh-sungguh tentang perjalanan roh ini. Kalau tidak bagaimana pula hendak memperbaiki diri? Atau bagaimana hendak mengekalkan watak-watak kemanusiaannya dan bukan watak kebinatangannya.
Untuk ini kita wajib memahaminya serta menghayati watak- watak kemanusiaan itu. Hati manusia berbeda dengan hati hewan. karena hati manusia dapat menerima perintah suruh dan perintah larangan. karena itulah ia disebut ruhul amri. Manakala hati hewan tidak bersifat demikian, maka ia disebut ruhul hayah.

Nur Sifat Allah s.w.t Menerangi Rahsia hati


DITERANGI-NYA YANG ZAHIR DENGAN CAHAYA ATHAR DAN DITERANGI-NYA RAHSIA HATI DENGAN NUR SIFAT-NYA. OLEH SEBAB ITU TERBENAM CAHAYA TERANG YANG ZAHIR TETAPI TIDAK TERBENAM CAHAYA KALBU DAN SIR (HATI DAN RAHSIA HATI). BERKATA ORANG BIJAK PANDAI : “ MATAHARI SIANG TERBENAM PADA WAKTU MALAM TETAPI MATAHARI HATI TIDAK TERBENAM.”
—————————————————————-
Makhluk ini asalnya ‘adam (tidak ada). ‘Adam menerima kewujudan dari kesan perbuatan Allah s.w.t. Ada perbezaan antara perbuatan dengan kesan perbuatan. Misalnya, melukis adalah perbuatan dan lukisan adalah kesan perbuatan. Kesan kepada perbuatan adalah baharu sementara perbuatan pula menunjukkan sifat si pembuat. Perbuatan tidak berpisah daripada sifat dan sifat tidak berpisah daripada zat atau diri yang berkenaan. Kesan perbuatan tidak sedikit pun menyamai sifat yang asli. Kewujudan yang lahir dari kesan perbuatan Allah s.w.t tidak sedikit pun menyamai sifat Allah s.w.t. Apa sahaja yang mengenai Allah s.w.t, termasuklah perbuatan-Nya adalah:
ertinya:
Tidak ada sesuatu yang serupa dengan-Nya.
Kewujudan baharu yang menjadi kesan kepada perbuatan Allah s.w.t dinamakan athar. Alam semesta adalah athar. Tidak ada dari kalangan athar yang boleh dijadikan gambaran, ibarat atau lukisan untuk menceritakan tentang Pencipta athar. Kewujudan athar hanya boleh dijadikan dalil untuk menunjukkan Wujud Maha Pencipta. Jika tidak ada tindakan dari Maha Pencipta tentu tidak ada kewujudan yang menjadi kesan dari tindakan tersebut.
Ahli ilmu merumuskan wujud alam menjadi bukti wujudnya Tuhan. Alam boleh menjadi bahan bukti kerana sifatnya yang boleh dilihat dan ada kenyataan mengenainya Ia menjadi nyata kerana ia diterangi oleh cahaya dan cahaya yang meneranginya adalah bahagian daripada athar juga. Matahari, bulan dan bintang adalah athar yang berkeupayaan memberikan cahaya. Sifat athar adalah berubah-ubah, tidak menetap. Cahaya yang keluar darinya juga berubah-ubah, dari terang kepada malap dan seterusnya terbenam. Allah s.w.t berfirman:
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Nabi Ibrahim kebesaran dan kekuasaan (Kami) di langit dan di bumi, dan supaya menjadilah ia dari orang-orang yang percaya dengan sepenuh-penuh yaqin. Maka ketika ia berada pada waktu malam yang gelap, ia melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia berkata: “Inikah Tuhanku?” Kemudian apabila bintang itu terbenam, ia berkata pula: “Aku tidak suka kepada yang terbenam hilang”. Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), ia berkata: “Inikah Tuhanku?” Maka setelah bulan itu terbenam, berkatalah ia: “Demi sesungguhnya, jika aku tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya menjadilah aku dari kaum yang sesat”. Kemudian apabila ia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah ia: “Inikah Tuhanku? Ini lebih besar”. Setelah matahari terbenam, ia berkata pula: “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu sekutukan (Allah dengannya). Sesungguhnya aku hadapkan muka dan diriku kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi, sedang aku tetap di atas dasar tauhid dan bukanlah aku dari orang-orang yang menyengutukan Allah (dengan sesuatu yang lain). ( Ayat 75 – 79 : Surah al-An’aam )
Ibrahim a.s mencari Tuhan dengan matanya bersuluhkan cahaya-cahaya athar. Beliau a.s kecewa kerana semua cahaya itu tidak menetap dan tidak bertahan. Lalu beliau a.s meninggalkan cahaya athar dan menghadapkan hati serta Rahsia hatinya kepada Maha Pencipta. Baharulah beliau a.s mendapat keyakinan yang teguh kerana cahaya yang menerangi hati dan Rahsia hatinya tidak berubah, tidak pudar dan tidak terbenam. Beliau a.s melihat dengan jelas bahawa athar tetap athar, tidak ada satu pun yang boleh disekutukan atau disifatkan kepada Tuhan.
Kekeliruan tentang Tuhan terjadi kerana manusia melihat kesan perbuatan Tuhan sebagai perbuatan, kemudian meletakkan hukum bahawa perbuatan tidak berpisah daripada sifat dan sifat tidak berpisah daripada zat. Oleh sebab itu perbuatan juga zat. Jika zat menjadi Tuhan maka perbuatan juga Tuhan dan apa yang terbit dari perbuatan juga Tuhan. Begitulah kesesatan yang terjadi akibat percubaan melihat Tuhan dengan suluhan cahaya athar dan menggunakan hukum logik matematik.
Seseorang haruslah melihat kepada asalnya iaitu ‘adam (tidak wujud). ‘Adam adalah lawan bagi Wujud. Jika manusia berpaling kepada ‘adam maka dia akan terhijab dari Wujud Allah s.w.t. Pandangannya akan diliputi oleh athar yang juga datang dari ‘adam. Tidak mungkin manusia menemui jalan yang sebenar jika mereka melalui jalan yang berdasarkan asal kejadiannya iaitu ‘adam. Tuhan adalah Wujud, mustahil ‘adam. Wujud-Nya Esa, tidak berbilang sedangkan wujud athar yang dari ‘adam berbilang-bilang. ‘Adam tetap tidak ada walaupun banyak makhluk yang diciptakan daripadanya. Penciptaan yang demikian tidak menambahkan Wujud. Walau sebanyak mana pun makhluk yang diciptakan namun, Allah s.w.t tetap Esa. Usaha untuk menemui keesaan Wujud Allah s.w.t dengan menuruti jalan ‘adam adalah sia-sia. Kewujudan aspek kedua mestilah disingkap jika Allah s.w.t mahu ditemui. Kewujudan yang perlu disingkapkan itu adalah yang berhubung dengan Wujud Allah s.w.t, bukan yang datangnya dari ‘adam. Kewujudan yang berhubung dengan Wujud Allah s.w.t itu adalah rohani. Firman-Nya:
(Ingatlah peristiwa) tatkala Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menciptakankan manusia – Adam -dari tanah; Kemudian apabila Aku sempurnakan kejadiannya, serta Aku tiupkan padanya roh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu sujud kepadanya”. ( Ayat 71 – 72 : Surah Saad )
Katakan: “ Roh itu dari perkara urusan Tuhanku.” ( Ayat 85 : Surah al- Israa’ )
Roh adalah amr (urusan atau perintah) Allah s.w.t, tidak termasuk dalam golongan yang diperintah. Malaikat, jin dan lain-lain termasuk dalam golongan yang diperintah. Roh manusia adalah satu Rahsia Allah s.w.t. Ia dinisbahkan kepada Allah s.w.t, bukan kepada ‘adam. Pada tahap amr (urusan) Tuhan ia dipanggil Sir (Rahsia Allah s.w.t), atau Rahsia hati. Pada tahap berkait dengan jasad ia dinamakan kalbu atau hati. Semua kualiti yang baik adalah berkait dengan toh dan semua kualiti yang jahat berkait dengan ‘adam. Jika alam maya diterangi oleh cahaya athar, hati dan rahsia hati yang dinisbahkan kepada roh urusan Tuhan, diterangi oleh nur sifat Allah s.w.t. Kualiti hati dan rahsia hati adalah mengenal. Nur sifat Allah s.w.t itulah yang menerangi hati untuk menyaksikan kepada Tuhannya. Hati orang arifbillah yang diterangi oleh nur sifat Allah s.w.t tidak lagi dikelirukan oleh cahaya athar dan benda-benda yang dipamerkan. Mata hati menyaksikan Rububiyah pada segala perkara. Zahirnya sibuk dengan makhluk, hatinya menyaksikan Rububiyah dan Sirnya (rahsia hati) tidak berpisah daripada Allah s.w.t walau sedetik pun.
Sir yang menerima sinaran Nur Sifatullah membawa sifat-sifat yang menceritakan tentang Sifat Allah s.w.t yang menyinarinya. Manusia pilihan yang diheret oleh Sir tersebut akan memakai sifat-sifat yang menceritakan hubungannya dengan Allah s.w.t. Nabi Muhammad s.a.w dikenali sebagai Habiballah; Nabi Isa a.s sebagai Roh Allah; Nabi Musa a.s sebagai Kalim Allah; Nabi Ibrahim a.s sebagai Khalil Allah. Manusia yang bukan nabi juga menerima pimpinan Sir yang menerima sinaran Nur Sifatullah dan dengan yang demikian mereka dikenali. Abu Bakar dikenali sebagai as-Siddik dan Hamzah sebagai Singa Allah. Manusia lain pula ada yang dikenali sebagai Abdul Malik, Abdul Wahab, Abdul Karim, Abdul Latif dan lain-lain. Hamba-hamba pilihan itu mendapat gelaran yang dihubungkan dengan Allah s.w.t kerana Sir mereka disinari oleh Nur Sifatullah, sebagai persediaan buat mereka menanggung amanah Allah s.w.t. Firman-N ya: Dan (ingatkanlah peristiwa) hamba-hamba Kami: Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq serta Nabi Ya’aqub, yang mempunyai kekuatan (melaksanakan taat setianya) dan pandangan yang mendalam (memahami agamanya). Sesungguhnya Kami telah jadikan mereka suci bersih dengan sebab satu sifat mereka yang murni, iaitu sifat sentiasa memperingati negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka di sisi Kami adalah orang-orang pilihan yang sebaik-baiknya. Dan (ingatkanlah peristiwa) Nabi Ismail dan Nabi Alyasa’, serta Nabi Zulkifli; dan mereka masing-masing adalah dari orang-orang yang sebaik-baiknya. ( Ayat 45 – 48 : Surah Saad ) Allah s.w.t mempersucikan hamba-hamba pilihan-Nya dengan menyinari Sir mereka dengan nur sifat-Nya dan dengan itu mereka menjadi sebaik-baik hamba yang menjalankan perintah Allah s.w.t.

TANDA KEJAHILAN AHLI HAKIKAT


——————————————————————————-
JIKA KAMU MELIHAT SESEORANG (AHLI HAKIKAT) MENJAWAB SETIAP PERTANYAAN DAN MENERANGKAN SETIAP PENGLIHATAN (MATA HATI) DAN MENCERITAKAN SETIAP YANG DIKETAHUINYA, MAKA KETAHUILAH BAHAWA YANG DEMIKIAN ITU ADALAH TANDA KEJAHILANNYA.
—————————————————————————
Manusia digesa supaya menggunakan akal fikirannya untuk mengkaji tentang kejadian-kejadian alam maya ciptaan Tuhan Maha Pencipta. Semakin mendalam pengetahuan tentang ciptaan Allah s.w.t, semakin kelihatan kebesaran dan keagungan-Nya. Bertambah pula keinsafan tentang kelemahan yang ada pada diri manusia terutamanya dalam menghuraikan hal ketuhanan. Ilmu pengetahuan yang mahir dalam perbahasan tentang makhluk menjadi tidak bermaya apabila mencuba menyingkap Rahsia-rahsia ketuhanan. Bila mengakui akan kejahilan dirinya seseorang itu menyerahkan dirinya dengan beriman kepada Allah s.w.t. Penyerahan ini dinamakan aslim dan orang yang berbuat demikian dinamakan orang Islam. Orang yang beriman tidak membahaskan tentang Allah s.w.t kerana mereka mengakui kelemahan akal dalam bidang tersebut.
Bidang yang tidak dapat diterokai oleh akal masih mampu dijangkau oleh hati. Hati yang suci bersih mengeluarkan cahayanya yang dinamakan Nur Kalbu. Nur Kalbu menerangi akal dan bersuluhkan cahaya Nur Kalbu ini, akal dapat menyambung kembali perjalanannya dari ‘stesen’ ia telah berhenti. Perjalanan akal yang diterangi oleh cahaya Nur Kalbu mampu menyingkap perkara-perkara yang ghaib dan beriman dengannya walaupun akal manusia umum menafikannya.
Terdapat perbezaan yang besar antara akal biasa dengan akal yang diterangi oleh nur. Akal biasa beriman kepada Allah s.w.t berdasarkan dalil-dalil yang nyata dan logik. Akal yang beserta nur mampu menyelami di bawah atau di sebalik yang nyata iaitu perkara ghaib, dan beriman kepada Allah s.w.t berdasarkan pengalaman tentang perkara-perkara ghaib. Walaupun perkara ghaib itu tidak dapat diterima oleh akal biasa, tetapi akal yang bersuluhkan nur tidak sedikit pun ragu-ragu terhadapnya. Pengetahuan yang terhasil dari cetusan atau tindakan nur ini dinamakan ilmu hakikat, ilmu ghaib, ilmu Rabbani atau ilmu laduni. Walau apa pun istilah yang digunakan, ia adalah pengetahuan tentang ketuhanan yang didapati dengan cara mengalami sendiri tentang hal-hal ketuhanan, bukan menurut perkataan orang lain, dan juga bukan menurut sangkaannya sendiri.
Hatilah yang mengalami hal-hal tersebut dan pengalaman ini dinamakan pengalaman rasa, zauk atau hakikat. Apa yang dialami oleh hati tidak dapat dilukiskan atau dibahasakan. Lukisan dan bahasa hanya sekadar menggerakkan pemahaman sedangkan hal yang sebenar jauh berbeza. Jika hal pengalaman hati dipegang pada lukisan dan bahasa ibarat, maka seseorang itu akan menjadi keliru. Jika lukisan dan simbol diiktikadkan sebagai hal ketuhanan maka yang demikian adalah kufur!
Pemegang ilmu ghaib terdiri daripada dua golongan. Golongan pertama adalah orang yang terlebih dahulu memasuki bidang pembelajaran tentang tauhid dan latihan penyucian hati menurut tarekat tasauf. Pembelajaran dan latihan yang mereka lakukan tidak membuka bidang hakikat. Ini membuat mereka mengerti akan nilai dan kedudukan ilmu ghaib yang sukar diperolehi itu. Mereka hanya dapat belajar, melatih diri, kemudian menanti dan terus menanti. Jika Allah s.w.t berkenan maka dikurniakan sinaran nur yang menerangi hati si murid itu. Si murid itu pun mengalami dan berpengetahuan tentang hakikat. Pengetahuan yang diperolehi itu sangat berharga baginya dan dijaganya benar-benar, tidak dibukakannya kepada orang lain kerana dia tahu yang orang ramai sukar memahami perkara yang telah dialaminya itu.
Pemegang ilmu ghaib golongan kedua tidak pula melalui proses pembelajaran dan latihan seperti golongan pertama. Golongan ini tiba-tiba sahaja dibukakan hakikat kepada mereka (hanya Allah s.w.t mengetahui mengapa Dia berbuat demikian). Oleh sebab mereka memperolehinya dengan mudah dan tanpa asas pengetahuan yang kuat, mereka tidak mengetahui nilai sebenar pengetahuan yang mereka perolehi itu. Mereka menyangkanya sebagai ilmu biasa. Lantaran mereka memahaminya mereka menyangka orang lain juga memahaminya. Sebab itu mereka mudah memperkatakan ilmu tersebut di hadapan orang ramai. Oleh sebab ilmu ini tidak dapat diceritakan kecuali dengan ibarat, satu daripada dua kemungkinan akan berlaku.
1.Pertama, lantaran orang ramai melihat latar belakang orang hakikat tadi tidak mempunyai asas agama yang kuat, bukan orang alim, maka mereka menganggapnya pembohong dan pembawa cerita khayal.
2.Kedua, kemungkinan ada orang yang mempercayainya tetapi kepercayaan itu tertuju kepada ibarat bukan kepada yang diibaratkan. Kedua-dua kemungkinan tersebut adalah tidak sihat. Sebab itu dilarang keras memperkatakan tentang ilmu hakikat kepada bukan ahlinya. Orang yang membeberkannya dengan mudah disebut orang jahil yang tidak tahu nilai berlian yang ada padanya.

NUR, MATA HATI DAN HATI


——————————————————————————–
NUR-NUR ILAHI ADALAH KENDERAAN HATI DAN RAHSIA HATI. NUR ITU IALAH TENTERA HATI, SEBAGAIMANA KEGELAPAN ADALAH TENTERA NAFSU. JIKA ALLAH S.W.T MAHU MENOLONG HAMBA-NYA MAKA DIBANTU DENGAN TENTERA ANWAR (NUR-NUR) DAN DIHENTIKAN BEKALAN KEGELAPAN. NUR ITU BAGINYA MENERANGI (MEMBUKA TUTUPAN), MATA HATI ITU BAGINYA MENGHAKIMKAN DAN HATI ITU BAGINYA MENGHADAP ATAU MEMBELAKANG.
—————————————————————————
Allah s.w.t hanya boleh dikenal jika Dia sendiri mahu Dia dikenali. Jika Dia mahu memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-Nya maka hati hamba itu akan dipersiapkan dengan mengurniakannya warid. Hati hamba diterangi dengan Nur-Nya. Tidak mungkin mencapai Allah s.w.t tanpa dorongan yang kuat dari Nur-Nya. Nur-Nya adalah kenderaan bagi hati untuk sampai ke Hadrat-Nya. Hati adalah umpama badan dan roh adalah nyawanya. Roh pula berkait dengan Allah s.w.t dan perkaitan itu dinamakan as-Sir (Rahsia). Roh menjadi nyawa kepada hati dan Sir menjadi nyawa kepada roh. Boleh juga dikatakan bahawa hakikat kepada hati adalah roh dan hakikat kepada roh adalah Sir. Sir atau Rahsia yang sampai kepada Allah s.w.t dan Sir yang masuk ke Hadrat-Nya. Sir yang mengenal Allah s.w.t. Sir adalah hakikat kepada sekalian yang maujud.
Nur Ilahi menerangi hati, roh dan Sir. Nur Ilahi membuka bidang hakikat-hakikat. Amal dan ilmu tidak mampu menyingkap rahsia hakikat-hakikat. Nur Ilahi yang berperanan menyingkap tabir hakikat. Orang yang mengambil hakikat dari buku-buku atau dari ucapan orang lain, bukanlah hakikat sebenar yang ditemuinya, tetapi hanyalah sangkaan dan khayalan semata-mata. Jika mahu mencapai hakikat perlulah mengamalkan wirid sebagai pembersih hati. Kemudian bersabar menanti sambil terus juga berwirid. Sekiranya Allah s.w.t kehendaki warid akan didatangkan-Nya kepada hati yang asyik dengan wirid itu. Itulah kejayaan yang besar boleh dicapai oleh seseorang hamba semasa hidupnya di dunia ini.
Alam ini pada hakikatnya adalah gelap. Alam menjadi terang kerana ada kenyataan Allah s.w.t padanya. Misalkan kita berdiri di atas puncak sebuah bukit pada waktu malam yang gelap gelita. Apa yang dapat dilihat hanyalah kegelapan. Apabila hari siang, matahari menyinarkan sinarnya, kelihatanlah tumbuh-tumbuhan dan haiwan yang menghuni bukit itu. Kewujudan di atas bukit itu menjadi nyata kerana diterangi oleh cahaya matahari. Cahaya menzahirkan kewujudan dan gelap pula membungkusnya. Jika kegelapan hanya sedikit maka kewujudan kelihatan samar. Sekiranya kegelapan itu tebal maka kewujudan tidak kelihatan lagi. Hanya cahaya yang dapat menzahirkan kewujudan, kerana cahaya dapat menghalau kegelapan. Jika cahaya matahari dapat menghalau kegelapan yang menutupi benda-benda alam yang nyata, maka cahaya Nur Ilahi pula dapat menghalau kegelapan yang menutup hakikat-hakikat yang ghaib. Mata di kepala melihat benda-benda alam dan mata hati melihat kepada hakikat-hakikat. Banyaknya benda alam yang dilihat oleh mata kerana banyaknya cermin yang membalikkan cahaya matahari, sedangkan cahaya hanya satu jenis sahaja dan datangnya dari matahari yang satu jua. Begitu juga halnya pandangan mata hati. Mata hati melihat banyaknya hakikat kerana banyaknya cermin hakikat yang membalikkan cahaya Nur Ilahi, sedangkan Nur Ilahi datangnya dari nur yang satu yang bersumberkan Zat Yang Maha Esa.
Kegelapan yang menutupi mata hati menyebabkan hati terpisah daripada kebenaran. Hatilah yang tertutup sedangkan kebenaran tidak tertutup. Dalil atau bukti yang dicari bukanlah untuk menyatakan kebenaran tetapi adalah untuk mengeluarkan hati dari lembah kegelapan kepada cahaya yang terang benderang bagi melihat kebenaran yang sememangnya tersedia ada, bukan mencari kebenaran baharu. Cahayalah yang menerangi atau membuka tutupan hati. Nur Ilahi adalah cahaya yang menerangi hati dan mengeluarkannya dari kegelapan serta membawanya menyaksikan sesuatu dalam keadaannya yang asli. Apabila Nur Ilahi sudah membuka tutupan dan cahaya terang telah bersinar maka mata hati dapat memandang kebenaran dan keaslian yang selama ini disembunyikan oleh alam nyata. Bertambah terang cahaya Nur Ilahi yang diterima oleh hati bertambah jelas kebenaran yang dapat dilihatnya. Pengetahuan yang diperolehi melalui pandangan mata hati yang bersuluhkan Nur Ilahi dinamakan ilmu laduni atau ilmu yang diterima dari Allah s.w.t secara langsung. Kekuatan ilmu yang diperolehi bergantung kepada kekuatan hati menerima cahaya Nur.
Ilahi.
Murid yang masih pada peringkat permulaan hatinya belum cukup bersih, maka cahaya Nur Ilahi yang diperolehinya tidak begitu terang. Oleh itu ilmu laduni yang diperolehinya masih belum mencapai peringkat yang halus-halus. Pada tahap ini hati boleh mengalami kekeliruan. Kadang-kadang hati menghadap kepada yang kurang benar dengan membelakangkan yang lebih benar. Orang yang pada peringkat ini perlu mendapatkan penjelasan daripada ahli makrifat yang lebih arif. Apabila hatinya semakin bersih cahaya Nur Ilahi semakin bersinar meneranginya dan dia mendapat ilmu yang lebih jelas. Lalu hatinya menghadap kepada yang lebih benar, sehinggalah dia menemui kebenaran hakiki.
TERBUKA MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA KAMU AKAN HAMPIRNYA ALLAH S.W.T. PENYAKSIAN MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA KAMU AKAN KETIADAAN KAMU DI SAMPING WUJUD ALLAH S.W.T. PENYAKSIAN HAKIKI MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA KAMU HANYA ALLAH YANG WUJUD, TIDAK TERLIHAT LAGI KETIADAAN KAMU DAN WUJUD KAMU.
Apabila hati sudah menjadi bersih maka hati akan menyinarkan cahayanya. Cahaya hati ini dinamakan Nur Kalbu. Ia akan menerangi akal lalu akal dapat memikirkan dan merenungi tentang hal-hal ketuhanan yang menguasai alam dan juga dirinya sendiri. Renungan akal terhadap dirinya sendiri membuatnya menyedari akan perjalanan hal-hal ketuhanan yang menguasai dirinya. Kesedaran ini membuatnya merasakan dengan mendalam betapa hampirnya Allah s.w.t dengannya. Lahirlah di dalam hati nuraninya perasaan bahawa Allah s.w.t sentiasa mengawasinya. Allah s.w.t melihat segala gerak-gerinya, mendengar pertuturannya dan mengetahui bisikan hatinya. Jadilah dia seorang Mukmin yang cermat dan berwaspada.
Di antara sifat yang dimiliki oleh orang yang sampai kepada martabat Mukmin ialah:
1: Cermat dalam pelaksanaan hukum Allah s.w.t.
2: Hati tidak cenderung kepada harta, berasa cukup dengan apa yang ada dan tidak sayang membantu orang lain dengan harta yang dimilikinya.
3: Bertaubat dengan sebenarnya (taubat nasuha) dan tidak kembali lagi kepada kejahatan.
4: Rohaninya cukup kuat untuk menanggung kesusahan dengan sabar dan bertawakal kepada Allah s.w.t.
5: Kehalusan kerohaniannya membuatnya berasa malu kepada Allah s.w.t dan merendah diri kepada-Nya.
Orang Mukmin yang taat kepada Allah s.w.t, kuat melakukan ibadat, akan meningkatlah kekuatan rohaninya. Dia akan kuat melakukan tajrid iaitu menyerahkan urusan kehidupannya kepada Allah s.w.t. Dia tidak lagi khuatir terhadap sesuatu yang menimpanya, walaupun bala yang besar. Dia tidak lagi meletakkan pergantungan kepada sesama makhluk. Hatinya telah teguh dengan perasaan reda terhadap apa jua yang ditentukan Allah s.w.t untuknya. Bala tidak lagi menggugat imannya dan nikmat tidak lagi menggelincirkannya. Baginya bala dan nikmat adalah sama iaitu takdir yang Allah s.w.t tentukan untuknya. Apa yang Allah s.w.t takdirkan itulah yang paling baik. Orang yang seperti ini sentiasa di dalam penjagaan Allah s.w.t kerana dia telah menyerahkan dirinya kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t kurniakan kepadanya keupayaan untuk melihat dengan mata hati dan bertindak melalui Petunjuk Laduni, tidak lagi melalui fikiran, kehendak diri sendiri atau angan-angan. Pandangan mata hati kepada hal ketuhanan memberi kesan kepada hatinya (kalbu). Dia mengalami suasana yang menyebabkan dia menafikan kewujudan dirinya dan diisbatkannya kepada Wujud Allah s.w.t. Suasana ini timbul akibat hakikat ketuhanan yang dialami oleh hati.. Dia berasa benar-benar akan keesaan Allah s.w.t bukan sekadar mempercayainya.
Pengalaman tentang hakikat dikatakan memandang dengan mata hati. Mata hati melihat atau menyaksikan keesaan Allah s.w.t dan hati merasakan akan keadaan keesaan itu. Mata hati hanya melihat kepada Wujud Allah s.w.t, tidak lagi melihat kepada wujud dirinya. Orang yang di dalam suasana seperti ini telah berpisah dari sifat-sifat kemanusiaan. Dalam berkeadaan demikian dia tidak lagi mengendahkan peraturan masyarakat. Dia hanya mementingkan soal perhubungannya dengan Allah s.w.t. Soal duniawi seperti makan, minum, pakaian dan pergaulan tidak lagi mendapat perhatiannya. Kelakuannya boleh menyebabkan orang ramai menyangka dia sudah gila. Orang yang mencapai peringkat ini dikatakan mencapai makam tauhid sifat. Hatinya jelas merasakan bahawa tidak ada yang berkuasa melainkan Allah s.w.t dan segala sesuatu datangnya dari Allah s.w.t.
Rohani manusia melalui beberapa peningkatan dalam proses mengenal Tuhan. Pada tahap pertama terbuka mata hati dan Nur Kalbu memancar menerangi akalnya. Seorang Mukmin yang akalnya diterangi Nur Kalbu akan melihat betapa hampirnya Allah s.w.t. Dia melihat dengan ilmunya dan mendapat keyakinan yang dinamakan ilmul yaqin. Ilmu berhenti di situ. Pada tahap keduanya mata hati yang terbuka sudah boleh melihat. Dia tidak lagi melihat dengan mata ilmu tetapi melihat dengan mata hati. Keupayaan mata hati memandang itu dinamakan kasyaf. Kasyaf melahirkan pengenalan atau makrifat. Seseorang yang berada di dalam makam makrifat dan mendapat keyakinan melalui kasyaf dikatakan memperolehi keyakinan yang dinamakan ainul yaqin. Pada tahap ainul yaqin makrifatnya ghaib dan dia juga ghaib dari dirinya sendiri. Maksud ghaib di sini adalah hilang perhatian dan kesedaran terhadap sesuatu perkara.. Beginilah hukum makrifat yang berlaku.
Makrifat lebih tinggi nilainya dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah pencapaian terhadap persoalan yang terpecah-pecah bidangnya. Makrifat pula adalah hasil pencapaian terhadap hakikat-hakikat yang menyeluruh iaitu hakikat kepada hakikat-hakikat. Tetapi, penyaksian mata hati jauh lebih tinggi dari ilmu dan makrifat kerana penyaksian itu adalah hasil dari kemahuan keras dan perjuangan yang gigih disertai dengan upaya hati dan pengalaman. Penyaksian(shahadul Haq) adalah setinggi-tinggi keyakinan. Penyaksian yang paling tinggi ialah penyaksian hakiki oleh mata hati atau penyaksian yang haq. Ia merupakan keyakinan yang paling tinggi dan dinamakan haqqul yaqin. Pada tahap penyaksian hakiki mata hati, mata hati tidak lagi melihat kepada ketiadaan dirinya atau kewujudan dirinya, tetapi Allah s.w.t dilihat dalam segala sesuatu, segala kejadian, dalam diam dan dalam tutur-kata. Penyaksian hakiki mata hati melihat-Nya tanpa dinding penutup antara kita dengan-Nya. Tiada lagi antara atau ruang antara kita dengan Dia.
Dia berfirman:
“Dan Ia (Allah) tetap bersama-sama kamu di mana sahaja kamu berada.”
( Ayat 4 : Surah al-Hadiid)
Dia tidak terpisah dari kamu. Penyaksian yang hakiki ialah melihat Allah s.w.t dalam segala sesuatu dan pada setiap waktu. Pandangannya terhadap makhluk tidak menutup pandangannya terhadap Allah s.w.t. Inilah makam keteguhan yang dipenuhi oleh ketenangan serta kedamaian yang sejati dan tidak berubah-ubah, bernaung di bawah payung Yang Maha Agung dan Ketetapan Yang Teguh. Pada penyaksian yang hakiki tiada lagi ucapan, tiada bahasa, tiada ibarat, tiada ilmu, tiada makrifat, tiada pendengaran, tiada kesedaran, tiada hijab dan semuanya sudah tiada. Tabir hijab telah tersingkap, maka Dia dipandang tanpa ibarat, tanpa huruf, tanpa abjad. Allah s.w.t dipandang dengan mata keyakinan bukan dengan mata zahir atau mata ilmu atau kasyaf. Yakin, semata-mata yakin bahawa Dia yang dipandang sekalipun tidak ada sesuatu pengetahuan untuk diceritakan dan tidak ada sesuatu pengenalan untuk dipamerkan.
Orang yang memperolehi haqqul yaqin berada dalam suasana hatinya kekal bersama-sama Allah s.w.t pada setiap ketika, setiap ruang dan setiap keadaan. Dia kembali kepada kehidupan seperti manusia biasa dengan suasana hati yang demikian, di mana mata hatinya sentiasa menyaksikan Yang Hakiki. Allah s.w.t dilihat dalam dua perkara yang berlawanan dengan sekali pandang. Dia melihat Allah s.w.t pada orang yang membunuh dan orang yang kena bunuh. Dia melihat Allah s.w.t yang menghidupkan dan mematikan, menaikkan dan menjatuhkan, menggerakkan dan mendiamkan. Tiada lagi perkaitannya dengan kewujudan atau ketidakwujudan dirinya. Wujud Allah Esa, Allah s.w.t meliputi segala sesuatu.

“AWALUDDIN MA’RIFATULLAH”


Artinya : Awal Agama mengenal Allah.
Sebelum mengenal Allah terlebih dahulu kita diwajibkan mengenal diri, setelah mengenal diri, terkenallah kepada Allah, bilamana sudah mengenal Allah, Fanalah diri kita atau tidak ada mempunyai diri lagi, pada hakikatnya hanya Allah.
Selanjutnya terlebih dahulu kita mengenal diri, bilamana tidak mengenal asalnya kejadian diri, maka tidaklah sempurna Ilmu yang kita pelajari. Seperti kata ABDULLAH IBNU ABBAS. R. A :
“Ya Rasulullah, apakah yang pertama dijadikan Allah Ta’ala?"
Nabi SAW bersabda : “INNALLAHA KHALAKA KABLAL ASY YAA INNUR NABIYIKA MINNUIHI” artinya “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjadikan terlebih dahulu ialah Nur Nabi Muhammad SAW yang dijadikan dari pada Zat Allah”.
SYECH ABDUL ASYSYAHRANI RAHIMA HULLAH ALIHI berkata : “INNALLAHA KHALAKA RUHUN NABI SAW MIN ZATIHI WAKHALAKAL ‘ALAMI MINNURI MUHAMMAD SAW.”
Artinya “Sesungguhnya Allah telah menjadikan Roh Nabi Muhammad dari pada Zat Allah, dan sekalian Alam ini dijadikan dari pada Nur Muhammad SAW serta Nabi Adam dan diri kita atau tubuh kita”.
Nabi Bersabda : “ANA ABUL ARWAH, WA ADAMU ABUL BASYARU”
Artinya : “Aku Bapak segala Roh dan Nabi Adam Bapak sekalian Tubuh Manusia tetapi Nabi Adam dijadikan dari pada tanah".
Allah berfirman : “KHALAKAL INSANA MINTIY” artinya Aku jadikan insan Adam dari pada tanah, dan tanah dari pada Air, Airpun dijadikan dari pada Nur Muhammad, maka Roh dan Tubuh tersebut bernama Nur Muhammad. Kepada Roh dan Tubuh inilah segala kainah, Insya Allah kita akan melihat kesempurnaan Zat Wajibal Wujud, karena tubuh kita yang kasar ini tidak dapat mengenal Allah, sebab fana. Yang dapat mengenal/meresapkan Nur Muhammad SAW. Siapa yang dapat mengenal atau meresapkan Nur Muhammad SAW berarti ia mengenal atau meresapkan Tuhannya, karena itu adalah kenyataan dari Wujud Allah yang kita miliki, seperti penglihatan, pendengaran dan sebagainya yang berasal dari pada Nur.
Firman Allah Ta’ala : “KADJA AKUM MINALLLAHINNURI” artinya Sesuatu apa saja yang menimpa kepada kamu adalah dari pada Allah yaitu Nur.
Firman Allah Ta’ala : “KAD JA AKUMUL KAKKUMIR RABBIKUM” artinya Sesuatu apa saja yang masing-masing kamu adalah hak dari pada Tuhan dari Nur kepada Nur.
Di sinilah sampai pelajaran segala Ilmu dari Aulia dan Ambiya asalnya mengenal Allah. Demikian pula pendapat Arifbillah serta kelakuannya karena ia mengenal Diri-Nya berasal dari kejadian Nur.
Firman Allah Ta’ala dalam Hadist Qudsi : “KHALA ILA JALI WAKHALAKHUL ASY YA ILA JALIK” artinya “Aku jadikan kamu karena Aku, dan Aku jadikan Alam semesta karena Engkau Ya Muhammad.”
Rasulullah SAW bersabda : “ANA MINALLAHI WALMU’MINUNKAMINNI artinya “Aku daripada Allah, dan segala Mu’min daripada Aku.”
Maka dari itu, berpeganglah kepada Nur Muhammad, baik di waktu beribadat maupun di luar dari beribadat.
Syech ABDURRAUB berkata : “Yang sebenar diri adalah Nyawa, yang sebenarnya Nyawa adalah Nur Muhammad atau Sifat, yang sebenarnya Sifat adalah Zat Hayyun akan tetapi La Gairi (tidak lain)".
Adapun sebagian pendapat dari Alim Ulama adalah bahwa yang sebenarnya Diri adalah Roh, tatkala masuk pada Diri atau Tubuh bernama Nyawa, tatkala keluar masuk bernama Nafas, bilamana ingin sesuatu bernama Nafsu, dan apabila dapat memiliki sesuatu barang bernama Ikhtiar, dapat pula membuat sesuatu barang bernama Akal atau Ilmu. Inilah yang sebenarnya Diri. Karena pada diri inilah zahirnya Tuhan.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “ZAHIRU RABBI WAL BATHINU ABDUHU” artinya Zahir Tuhan itu ada pada Bathin HambaNya, yakni kepada Ilmu Hakikat. Kepada Ilmu Hakikat inilah yang sebenarnya untuk meng-Esakan Allah. Dengan adanya keterangan tersebut di atas, maka kenalilah Diri agar sempurna untuk mengenal Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “MAN’ARA PANAFSAHU PAKAD ‘ARA PARABBAHU” artinya “Siapa mengenal dirinya maka mengenal ia akan TuhanNya”. Dan “MAN ‘ARA PANAFSAHU BIL FANA PADA’ARA PARABBAHU BILHAQA” artinya Maka barang siapa mengenal dirinya binasa, niscaya dikenalnya Tuhannya kekal.
Mengenal diri ada terbagi 3 (tiga) bagian :
Harus mengetahui asal diri (seperti tersebut diatas).
Matikanlah diri/tubuh kita yang ada ini (mati Ma’nawiyah).
Setelah Fana diri di dalam diri, Uludiyah Allah Ta’ala dalam Ilmu Allah Ta’ala yang Qadim adanya.
Allah SWT berfirman dalam Hadist Qudsi : “ MAUTU ANTAL KABLAL MAUTU” artinya Matikanlah dirimu sebelum mati kamu (mati sebenarnya).
Mematikan diri adalah sebagai berikut :
“LAA QADIRUN, WALA MURIDUN, WALA ‘ALIMUN, WALA HAYYUN, WALA SAMI’UN, WALA BASIRUN, WALA MUTAKALLIMUN.
Artinya :
- Tidak ada berkuasa ;
- Tidak ada berkehendak ;
- Tidak ada kita tahu ;
- Tidak ada kita hidup ;
- Tidak mendengar ;
- Tidak melihat ;
- Tidak berkata-kata.
Kesemuanya itu hanya Allah, tetapi setelah Fananya seluruh diri/tubuh kita di dalam “UHU DIAH ALLAH dengan Ilmu Allah yang Qadim. Dan ketahuilah Sir Allah dalam Diri/Tubuh kita. Jika kita tidak mengetahui, maka kita selalu bergelumang Dosa.
Nabi SAW bersabda : “WUJUDUKA ZAMBUN LAA YUGA SIBAHU ZAMBUN” artinya Bermula Adam itu dosa yang amat besar, maka tiap-tiap diri/tubuh yang berdosa tidaklah sempurna untuk mengenal Allah, walaupun bagaimana berbaktinya tetap tidak sempurna untuk mengenal Allah, karena berbakti itu adalah umpama diri/tubuh dengan Roh, maka dari itu ketahuilah Sir Allah yang sebenarnya di dalam Rahasia yang ada.
Allah berfirman dalam Hadist Qudsi : “AL INSANU SIRRI WA ANA SIRRAHU” artinya Insan itu adalah RahasiaKu dan Akupun RahasiaNya.
Allah berfirman dalam Hadist Qudsi : “AL INSANU SIRRI WASIARI SIFATI WASIFATI LA GAIRI” artinya “Insan itu adalah RahasiaKu, RahasiaKu itu adalah SifatKu, SifatKu itu tidak lain dari padaKu.
GHAUSUL ‘AZAM berkata “JISMUL INSANU WANAFSAHU WAKABLAHU WARUHUHU WABASARAHU WA ASNA NURU WAYAZRUHU WARIJLUHU WAKULLU ZALIKA AZHIRTULAHU BINAFSIHI LINAFSI ILA HUWA ILLA ANA GHAIRUHU” artinya Diri atau tubuh manusia, hatinya dan pendengarannya, penglihatannya, serta tangan dan kakinya, kesemuanya itu adalah kenyataan bagi DiriKU, tetapi bukan ‘Ainnya dan bukan lainnya. Allah itu tidak lain dari Insan, sebab kita ini adalah Hak dari pada Allah dan tidak ia berpisah segala kelakuanNya atau Af’alNya.
Allah berfirman : “WAFI AMPUSIKUM APALA TUBSIRUN” artinya Ada Tuhan kamu pada diri kamu, mengapa tidakkah kamu lihat akan Aku, kata Allah, padahal Aku terlebih hampir daripada matamu yang putih dengan yang hitamnya, terlebih hamper lagi Aku dengan kamu.
Nabi SAW bersabda : “MAN NAJARA ILA SYAI’AN WALAM YARALLAHUFIHI FAHUWA HATIL” artinya Siapa yang melihat kepada sesuatu, tidak dilihatnya Allah didalamNya, maka penglihatannya itu batal dan sia-sia belaka.
ABU BAKAR SIDDIK R.A berkata “MAA RA AITU SYAI’AN ILLA WARA AITULLAH HAKABLAHU” artinya "Tidak Aku lihat sesuatu melainkan yang aku lihat Allah Ta’ala terlebih dahulu”.
USMAN IBNU AFFAN berkata “MAA RA AITU SYAI’AN ILLA WARA AIRULLAHA“ atinya “Tidak aku lihat sesuatu melainkan yang aku lihat Allah sesertanya".
UMAR IBNU KHATTAF berkata “MAA RA AITU SYAI’AN ILLA WARA AITULLAHA BADAHU” artinya Tidak aku lihat sesuatu, hanya aku lihat Allah Ta’ala kemudiannya.
ALI BIN ABI TALIB “MAA RAITU SYAI’AN ILLA WARA AITULLAHA FIHI” artinya “Tidak aku lihat sesuatu melainkan yang aku lihat Allah Ta’ala di dalamnya”.
Demikianlah apa yang dikatakan oleh para sahabat Nabi tersebut di atas, maka pelajarilah ilmu ini kepada guru sebagaimana mestinya, sebab Allah tidak bersatu dan tidak bercerai/berpisah dengan sesuatu apa juapun. Inilah jalannya untuk mengenal Allah yang hidup kekal dan abadi yang tidak pernah kita lupakan setiap saat dan waktu maupun di dalam tidur.
Inilah pelajaran yang sebenarnya untuk Ma’rifat mengenal Allah dan menghilangkan pekerjaan dunia serta mempelajari ilmunya dengan meniadakan atau menghilangkan diri/tubuh pada tingkah laku kita, maka tidak termasuk lagi pada huruf “HA“ dan tidak boleh lagi dikata atau disebut Allah. Bila mana dengan jalan pelajaran mematikan diri/tubuh seperti : Zat, Sifat, Asma dan Af’al yang ada pada kita. Jika sudah kita tidak ada (memanakan diri/tubuh) inilah yang dimaksud menyerahkan diri kepada Allah Ta’ala, maka bertemulah kita Ghaib di dalam Ghaib, Ujud di dalam Ujud, Zat di dalam Zat, Sifat di dalam Sifat, Asma di dalam Asma, Af’al di dalam Af’al, Sir di dalam Sir, Rahasia di dalam Rahasia dan Rasa di dalam Rasa yang menerima Zauk atau Widdan. Dalil yang menunjukkan hilangnya diri kepada Allah Ta’ala sebagai berikut :
"TIZIBUL BADANI SARAL QALBI “ artinya Hancurkan Badan jadikan Hati.
“TAZIBUL QALBI SARANRUH” artinya Hancurkan Hati jadikan Ruh.
“TAZIBUL RUHI SARANNUR" artinya Hancurkan Ruh jadikan Nur.
“TAZIBUNNURI SARAS SIRRI" artinya Hancurkan Nur jadikan Rahasia.
"TAZIBUSSIRRI ILLA ANA ILLA ANA” artinya Hancurkan Rahasia jadikan Aku ya Aku yang Mutlak, dan yang sebenarnya Aku itu adalah Rahasia sekalian Makam Manusia yang berada di dalam hati atau bathin.
“ALQOLBU KAMASALIL MURA WANAJRA FIIHI RABBAHU” artinya Hati Manusia itu diumpamakan Cermin, apabila dilihatnya Cerminnya, maka kelihatanlah Tuhannya dari pada Rahasia, karena rupa kita yang berada di dalam bathin inilah yang diakui oleh Allah, sebab rupa dari Rahasianya.
Allah Ta’ala berfirman : “AL INSAN SIRRI WASIRRI WASIFATI LA GHAIRI” artinya Insan itu adalah RahasiaKu dan RahasiaKu itu adalah tidak lain dari pada ZatKu yang Wajibbal Wujud.
Allah Ta’ala berfirman “AL QALBI HAYATI SIRRI ANA ILLA ANA” artinya Di dalam missal itu hati, di dalam SirKu adalah Aku Rahasia segala Insan yang ada di dalam Bathin. Demikianlah yang sebenarnya untuk mengenal Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman dalam Hadist Qudsi “MAN ‘ARA FALLAH PAHUWALLAH” artinya Dengan sesungguhnya siapa yang mengenal Allah, maka ia bernama Allah dan Muhammad, karena hayat itu adalah hidup dengan sendirinya yang berasal dari Hayyun, sedangkan Manikam itu artinya ketuhanan, itulah sifat Allah Ta’ala yang dizahirkan kepada Muhammad dan Adam serta Insan daripada kenyataan kelakuan yang disertai dengan sifat, Hayat, Ilmu, Kudrad, Iradat, Sama’, Bashar, Kalam. Maka tajallilah Zat Muhammad dan Adam serta Insan dan Diri/tubuh yang dijadikan dari pada 4 (empat) macam yaitu :
Mada
Madi
Mani
Manikam artinya Ketuhanan yang disertai dengan sifat yang tersebut di atas daripada kenyataan sesuatu faedah kelakuan (martabat).
“MAN ALIFU KHALAK NARU WAHUWA RUHUL INSANU” Artinya : Hilangkan huruf Alif, jadikan Nama atau Asma Manusia, Fanakanan dirimu di dalam Zat Allah.
“LAM AWAL KHALIFATUHIY WAHUWA HAPSAL INSANU” Artinya : Hilangkan huruf Lam Awal, jadikan Nafas Manusia, Fanakan Sifatmu di dalam Sifat Allah.
“LAM AKHIR KHALAKA ASMAI WAHUWADDARUL INSAN” Artinya : Hilangkan Huruf Lam Akhir, jadikan Daerah Manusia, Fanakan Namamu di dalam Nama Allah.
“WAA HAA, I, KHALAKAL ARDHI WAHUWA BADANUL INSANU” Artinya : Hilangkan Huruf “H”, jadikan Badan/Tubuh Manusia, Fanakan Af’almu di dalam Af’al Allah.
Arti dari nama Allah :
Alif : Jari kelingking menjadi Huruf Alif
Lam Awal : Jari Manis menjadi Huruf Lam Awal
Lam Akhir : Jari Tengah menjadi Huruf Lam Akhir
Ha : Jari Telunjuk dan Ibu Jari menjadi Huruf Ha.
Artinya Diri yang Empat Anasar pada Tubuh :
Artinya Nafas : Menjadi Huruf Alif
Artinya Air Liur : Menjadi Huruf Lam Awal
Artinya Darah : Menjadi Huruf Lam Akhir
Artinya Hawa dan Rasa : Menjadi Huruf Ha.
Artinya Nafas : adalah Angin
Artinya Air Liur : adalah Air
Artinya Daerah : adalah Api
Artinya Hawa dan Rasa : adalah Bumi/Tanah.
Demikianlah penjelasan apa yang dimaksudkan arti Nama Allah yang ada pada Diri kita, agar dapat diketahui sebagaimana yang dipelajari oleh Guru.

ARTI ALLAHU AKBAR


"ALIF" @ ALIFULLAH itu adalah Zat Allah atau Diri Allah dan sebenarnya Diri ialah Ruh Nabi Muhammad SAW, kerana Muhammad itu adalah Nama atau Asma Allah.
"KAB“ ertinya ialah Nyawa, yang berhubungan Jantung (di dalam fuat yang hidup) hingga kita dapat berbicara sebagai mana mestinya.
"BA" @ AF’AL ALLAH adalah kelakuan Nabi Muhammad SAW, kerana itu adalah kenyataan Allah yang diperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW.
"RA“ ertinya adalah Diri yang nyata ini, hingga dapat melakukan sesuatu kehendak yang disebabkan perintah Rahsia yang berasal dari Ruh Idhafi memerintahkan Nyawa, dan Nyawa memerintahkan Diri/Tubuh sehingga berkelakuan atau berkelakulah yang sebenarnya Diri, sebab kesemuanya itu berasal daripada Nur Muhammad SAW.
Seperti firman Allah :
“KAD JAA AKUMUL HAKKUMIRRABIKUM” ertinya, "Sesungguhnya yang datang kepada kamu itu adalah Hak Daripada Tuhan kamu", Itulah adanya Nur kepada Nur. Yang dimaksudkan Ujud Idhafi yang bernama Wujud Hakiki.
Dan itulah kezahiran Wujud Mutlak, sesungguhnya siapa yang dapat mengenal atau meresapkan Nur Muhammad SAW, sama halnya mengenal atau meresapkan Tuhannya. Kerana itu adalah kezahiran dan kenyataan bagi Wujudnya, dan yang pertama Tajallinya atau menjelmanya HAK ALLAH pada kelakuan INSAN maupun kepada pelajaran orang-orang Arif Billah.
Di sinilah sampainya Ilmu atau Pengetahuan Aulia dan Ambiya yang mengatakan Allah.
Dari itu kenalilah Diri atau Tubuh dengan erti Nyawa, yang dikatakan Rahsia Allah yang bernama Idhafi.
Selanjutnya dengan huruf “H” (IDHAFI) adalah Ruh Wujud Hakiki, atau Kezahiran Wujud Mutlak.