Laman

Jumat, 14 Februari 2014

AJARAN SEORANG SUFI MENUJU KEBAHAGIAAN

PENDAHUALUAN

Orang-orang yang mencari yang ketengan / kebagaian dengan jalan bertasawuf mendekatkan diri kepada Allah SWT akan menemukan kebahagian abadi didunia dan akhirat. Selalu menjalankan kebaikan dalam setiap detik nafasnya tanpa dibuang sia-sia dengan bertasbih, bertahmid, bertahlil dalam hati maupun dengan lisan. Lisan mengucap hati yang membenarkan dan lisan selalu basah dengan kalimat tayyibah tanpa henti. Itulah mereka yang mencari keridhaan Allah.

Dia telah mendapatkan tempat dan pilihan yang terbaik diantara mereka yang telah dipilih-Nya, dan menmghindarkan dari perbuaan yang tercelah, menetapkan untuk selalu berpengang pada kalimat taqwa dan menghindarkan diri dari kehidupan duniawi. Perasaan dan getaran hati bersifat murni dan telah dimuliakan firasat dengan benar.

langkah-langkah pasti, pemahaman dan nalar murni. tanda mereka memancar, sehingga mereka telah memahami Allah SWT, dan perjalanan mereka hanya tertuju kepada-Nya, dan mereka pun berpaling dari lain-Nya.

Cahaya-cahaya mereka menembus tabir penutup, penglihatan mereka bergersak sekitar ‘Arsy, merka merupakan organ yang bersifat rohani, merupakan mahluk langit yang berada dimuka bumi, diam mereka adalah semedi, ketidakadaan merka adalah kehadiran, merkka adalah raja-raja di bawah kain yang kumal,orang yang mulia dari suku-suku bangsa, orang-orang yang berkelibahan.

Dengan demikian, seoarng sufi semasa hidupnya hanya digunakan dalam kebajikan tanpa melakukan kemaksiatan. Semasa hidupnya temasuk orang-orang sufi dan sesudah meninggal termasuk orang-orang pilihan.



PEMBAHASAN

Tentang Beberapa Wasiat Seoarnag sufi :

A. Taubat

Taubat menurut bahasa berarti kembali yang searti dengan kata-kata “Raja’a”. sedangkan menurut istilah adalah kembalidari segala sesuatu yang dicela oleh allah menujuu kearah yang dipuji oleh-Nya.[1]. Dalam al qur’an telah banyak membahas tentang taubat, diantaranya :

….. “sesungguhnya alaah menyukai orang-orang yang bertaubay dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS. Al Baqarah, 222).

Tingkatan Taubat

Imam ghazali membagi tingkatan taubat kedalam tiga macam; pertama, taubat orang awam, yaitu taubatyang dialkukan terhadapa dosa-dosa yang lahir dan nyata, misalnya berzina, mencuri, dan lain-lainya. kedua, taubat khusus, yakni taubat yang dilakukan karena dosa batin, misalnya dengki, takabur, ujub dan lainya. ketiga, taubat yang lebih khusus, yaitu taubat dari kealpaan dan kelalaian mengingat Allah, bentuk taubat demikian itulah yang dimaksudkan oleh Rasulullah s,a,w.[2]

Seorang sufi,merasa dirinya selalu dipenuhi dengan dosa baik lewat perkataan, perbuatan, maupun penglihatanya. Tidak heran kalau lisannya hanya dipenuhi dengan zikrullah dan air matanya dipenuhi dengan tangisan dosa. Dikeheningan malam tatkala manusia tertidur lelap, ia bangun dan memohon ampun kepada Allah, itulah salat satu dari mereka yang akan mendapatkan kebahagian diakhirat nantinya.

B. Keikhlasan

Ikhlas berasal dari kata khalash yang artinya bersih atau lepas dari sesuau. juga dapat berarti selamat atau terlepas dari bahaya. Semua orang celaka kecuali yang beramal dan semua amal celaka kecuali yang ikhlas. Jadi kata ikhlas di samping berartimembersihkan juga berarti menyelamatkan. Orang biasanya sudah memahami bahwa amal yang ikhlas itu ialah amal yang semata-mata karena Allah.[3].

Ikhlas merupakan unsur pokok semua perbuatan hati, dimana ia merupakan pusat seluruh ibadah. Sebagaimana firman Allah :

“padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam ( menjalankan ) agama…..( Q.S. Al Bayyina : 5)

Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ikhlas adalah seluruh taat dan amalan seseorang yang murnih hanya tertuju untuk taqarrub kepada Allah ta’alah dan menghendaki dekatnya Allah dan ridhaNya, tanpa bermaksud lain, seperti pamrih kepada manusia atau mencari pujian dan tamak.[4]

Al-Junaid berkata : “ikhlas nyalah segala perbuatan yang dikehendaki (direstui) oleh Allah SWT.” [5]

Seorang sufi tidak hanya selalu mendekatkan diri padaNya dengan menjalankan perbuatan baik meningglkan perbuatan jelek, tapi harus tahu akan keikhlasan menjalankannya, tanpa diiringi dengan keikhlasan akan sia-sia. Seharusnya semua orang islam menjalankan ibadah harus dilandasi dengan keikhlasan baik dalam ibadah ubudiyah maupun ukhrowiyah. Karena dengan keikhlsan beramal akan terasa nikkmat dalam menjalankan perbuatan tersebut, tanpa beban walaupun hal tersebut sangat sulut untuk dijalankannya. Misalnya qiyamullail, bangun malam tanpa dibarengi dengan keikhlasan akan terasa berat untuk menjalankannya.

C. Tawakal

Dalam al-Qur’an disebutkan :

“Adakanlah musyawaroh debgan mereka dalam bebeapa urusan,dan bila engkau telah mencapai ketetapan hati, maka berserah dirilah kepada Allah.”(Q.S.Ali Imran: 159)

Tawakal adalah kata bentukan dari kata wakalah yang berarti : at-Tafwidl (penyerahan) dan al I’timad ( penyerahan).Maka wakalah adalah menyandarkan hati sepenuhnya hanya kepada wakil yang maha mewakili dan maha haq (Allah). Menurut konsep Dzun-nuun, bahwa tawkal adalah tidak turut serta mengaur diri dan melepas daya kekuatan manusia, karena telah menyakini bahwa tiada daya dan kekuatan selain seamata-mata dari Allah. Sedangkan menurut Abu Bakar Ad Daqqod, tawakal adalah memusatkan perhatian hidup pada hari inni saja dan tidak memperdulikkan hidup di hari esok.[6]. Sikap jiwa yang tunduk dan pasrah terhadap segala sesuatu yang diberikan Tuhan.[7]

Setelah melakukan perbuatan baik semata-mata karena Allah dengan penuh keyakian kita serahkan kepada Allah semoga apa yang diperbuat menapat ridha dari Allah. Tawakal merupakan pekerjaan hati,terpaut di hati dalam menghadapai sesuatu persoalan atau pekerjaan, dimana manusia merasa bahwa dengan kekuatan sendiri tidak akan sanggup menghadapinya tanpa bersandar kepada kekuatan Allah. Penerapan tawakal pada prinsipnya meliputi segala urusan dan pekerjaan yang baik dan segala keadaan yang sulit. salah satu diantaranya ialah dalam melaksanakan sesuatu rencana yang sudah matang dalam suatu usaha, belajar dan lain sebagainya.

Orang bertawakal pada Allah dengan segala urusan harus menerimah dengan lapang dada apa yang dikehendaki Allah. karena dengan dekat pada Allah mestinya harus melewati ujian, sebagaiman orang terdahulu sebelum kita mencari ridha Allah mempertaruhkan segala sesuatu yang dimilikinya sampai nyawa pun direlakan. Begitu juga seorang sufi harus melewati ujian yang pahit, tapi dibalik itu semua kenikmatan yang tidak setara yang dia dapat.





D. Syukur

Syukur, terimah kasih kepada Allah agtas sgala nikmat karunia-Nya, termasik dalam rangkaian amalan hati dan akhlakul mahmudah. pandai berterimah kasih pada Allah seharusan bagi umat islam.

Al-Harist al- Mahasibi berkata: “Syukur ialah kelebihan-kelebihan yang diberikan Allah kepada seorang karena rasa terimah kasihnya.kepada Allah”. Artinya, apabila seseorang bersyukur atas segala pemberian allah kepadanya, maka Allah akan menambahkan apa-apa yang diinginkannya sehingga, dengan demikian, bertambahlah syukurnya[8], sebagaimana firman Allah SWT:

“…seandainya kamu bersyukur, pastilah kami ( Allah) akan menambahkan ( nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari ( nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” ( Q.S. Ibrahim, 7)

Seorang ahli syukur, adalah orang yang peka terhadap nikmat Ilahi betapapun keadaanya. limpahan nikmat yang bertebaran dan bertaburan amat terang dalam pandangannya dan setiap tetesan nikmat diteguknya dengan mengesankan sampai ke dalam lubuk hatinya. karena dipandang sebagai ahli syukur adalah orang yang demikian tajam mata hatiny menanggapi setiap cucuran rahmat dan nikma Ilahi yang diterimahnya dengan penuh terimah kasih. sebalikya dari adalah orang yang tumpul mata hatinya, nikmat tuhan itu dibiarkan berlalu tanpa meninggal kesan dan makna.[9]

Seoarang sufi yang mencari kebahagian akhirat menerima apa adanya yang ada pada dirinya, kekurangan atau kelebihan. Semua diterimah dengan lapang dada, ikhlas dan syukkur. Karena ia beranggapan bahwa semua yang ada pada dirinya hanya titipan dan pada waktu akan kembali padanya dan diminta pertanggung jawabannya. kebahagiaan yang abadi hanya ketika bertemu dengan sang pencipta alam semesta.

Zuhud

Suatu cara hidup yang dipilih oleh orang-orang sufi yang cendrung bertaqorrub kepada Allah ialah zuhud. menurut bahasa berarti : kurang kemauan kepada sesuatu. Dalam istilah, ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ahli-ahli tasawuf antara lain : benci pada dunia dan berpaling padanya, membuang kesengan dunia unuk mencari kebahagia akhirat, tidak menyesal atas apa tidak ada dan tidak bergembira dengan apa yang ada.[10].

Seorang toko sufi, Junaidi al-Baghdadi mengatakan Zuhud adalah kosongnya tangan dari rasa memiliki dan kosongnya hati dari rasa menuntut ( harta benda). beliau juga mengatakan bahwa menganggap kecil dunia dan melenyapkan pengaruhnyadalam hati.[11]. Seorang sufi tidak terlalu mengharapkan dunia dan harta kecuali untuk menyambung hidupnya untuk beribadah kepada Allah selebihnya.

Jelaslah, bahaw seorang yang mencari kebahagiaan akhirat mesti berusaha sekuat tenaga memperbenyak akhiratnya dari pada dunianya. Mereka beranggapan dunia ini sempit dan terbatas sedangkan diakhirat luas dan penuh dengan kenikmatan yang tidak setara. Dengan hal itu harus dibarengi dengan sikap Qona’ah, perasaan cukup dan ridla menerimah pemberiaan Allah, sekalipun sedikit menurut pandangan orang lain. selain itu harus diimbangi denga hidup sederhana, yakni sedehana dengan pakaian, sedehana dalam makanan dan sederhana dalam tempat tinggal sesuai dengan contoh kehidupan Nabi S.W.A. Intinya ialah terpenuhinya kebutuhan primer dan tempat tingal.



F. Istiqomah

Istiqomah menurut loghat berarti : tegak lurus, Makna istilah dlam Islam ialah : berdiri tegak diatas jalan yang lurus, berpegang pada aqidah Islam dan melaksanakan syaratnya denga tekun, tidak berobah dan tidak berpaling dalam keadaan bagaimana.

Dengan demikian istiqomah meliputi keyakinan (aqidah) dan ketaatan menjalankan syari’at Islam, yang digariskan Allah dalam al-Qur’an dan Rosul-Nya dan hadist. tidak berubah pendirian dalam keadaan ancaman dan godaan, tidak mundur dan tidak berpaling dari taat dan amal karena hambatan an tantangan

Istiqomah ini adalah bukti pada orang-orang yang mulia, seperti Rasul, para pemimipin dan orang-orang yang berjasa dalam kemanusiaan.

Pada dasarnya istiqomah itu perlu diterapkan dalam segala bidang perbuatan yang gariskan oleh agama, melalui perbuatan hati berupa aqidah dan amal-amal qalbu lainya sampai kepada pekerjaan sehari-hari yang menyangkut ibadah dan mu’malah. Dapat disimpulkan, bahwa istiqomah ada tiga tingkatan : pertama, istiqomah dalam hati, yakni selalu teguh dalam pendirian iman. Kedua, istiqomah dalam lisan, yakni selalu memelihara perkataan agar selalu jujur dan benar. Ketiga, istiqomah dengan fisik, ketentuan dalam bekerja dan berjuang.[12]

Kenyataanya dalam hidup, banyak yang sukses dalam hidupnya dengan istiqomah. hal ini juga yang diterapkan pola hidup seoarang sufi, mengamalkan dengan terus menerus tanpa pantang mundur pada akhirnya akan menuai kemenangan yang tidak setara.

KESIMPULAN

Sesungguhnya manusia hidup didunia ini hanya bersifat sementara, tempat mengumpulkan bekal, sarana, dan lain sebagainya. Dunia ini fanah penuh dengan tipu daya. Dunia ini bagaikan fatamorgana semakin diminum akan semakin terasa kehausan. Tempat yang paling abadi dan kekal selama-lamanya adalah akhirat. Sesungguhnya eksistensi manusia terletak pada hatinya; apabilah hatinya baik, akan menjadi baiklah ia, dan apabilahhatinya menyimpang dari fitrah kebaikannya, ia pun akan rusak.Dengan itu periharalah hati untuk mencari kebahagiaan yang sebenarnya.

LATIHAN-LATIHAN RUHANIAH


Setelah menyelesaikan studinya, ia kian keras
terhadap diri. Ia mulai memantangkan diri dari
semua kebutuhan dan kesenangan hidup, kecuali
untuk mempertahankan hidup.

Waktu dan
tenaganya tercurah pada shalat dan membaca
Al Qur’an yg Suci. Shalat sedemikian menyita
waktunya, sehingga sering kali shalat Subuh, tanpa
berwudhu lagi, karena belum batal dr shalat isya'. Diriwayatkan
pula, beliau kerap kali khatam membaca Qur’an
Suci dalam satu malam.

Selama latihan ruhaniah
ini, dihindarinya berhubungan dengan manusia,
sehingga ia tak bertemu atau berbicara dengan
seorang pun. Bila ingin berjalan-jalan, ia
berkeliling padang pasir.

Akhirnya ia tinggalkan
Baghdad, dan menetap di Syustar, dua belas
hari perjalanan dari Baghdad. Selama sebelas
tahun, ia menutup diri dari dunia. Akhir masa ini
menandai berakhirnya latihannya. Ia menerima
nur yang dicarinya.
Diri-hewaninya kini telah
digantikan oleh wujud mulianya.

Syaikh Abdul Qadir AJ

“wahai yang bersemayam di dalam rasa dan diriku

“wahai yang bersemayam di dalam rasa dan diriku
engkau jauh dari penglihatan dan pandangan
engkau adalah ruhku jika aku tak memandangmu
dia lebih dekat denganku dari segala pendekatan”

angan-angan tentang dirimu ada di mataku
ingatan tentang dirimu ada di mulutku
tempat kembalimu ada di mulutku
tapi kemanakah engkau hilang dariku?
wahai yang bersemayam di antara perut dan iga
sekalipun tempat tinggalmu berjauhan dariku
kasih sayang tercurah untuk senantiasa mencinta
jika engkau tiada menggapainya ia akan membumbung

ku cari alasan dari dosa yang ku lakukan
tapi kau paksa aku menjadi pemutus tali
kau bawa pergi akalku di kesempitan jurang
setelah aku berumur akal itu kau bawa kembali
itulah cinta kami yang berdampingan
engkau telah mensigati dengan adil dan jeli

Ya RABBI…..
kusibukakan dia dengan cintaku
seperti ENGKAU sibukan hatiku dengan cintanya
agar menjadi ringan apa yang bersemayam di hatiku..
aku memohon kepada dzat yang membalikan keinginan
hasratku kepadamu dan hastarmu kepadaku
atau biarkan cinta mengalir di hatiku…

“ada kafilah yang berlalu menjelang malam
jalan berdebu dan malam merambat kelam
mereka menggiring hasrat menyatu dengan bumi
perjalananpun tenggelam di balik ambisi
bintang malam menuntun yang mereka harapkan
yang menggantung di atas bintang dan kenikmatan
dalam pemeliharaan yang tidak di dapat orang lain
tak peduli celaan orang yang suka melontar celaan “

“ku ingin memeluknya di saat hati sedang merindukan
adakah kedekatan setelah kami saling berpelukan
kucium mesra agar kerinduan itu sirna
keinginan untuk bertemu semakin membara
kobaran di hati belum jua terobati
kecuali setelah dua hati saling mengisi”

“tiba-tiba dia melihat sang kekasih
tak seatah katapun terucap dari lidah”
“tanda cinta yang menyusup ke dalam hati
ada yang berubah jika dia melihat yang di cintai”

“jika ku lihat panasnya cinta di dalam hati
ku cari pancuran air untuk mendinginkan
berikan padaku kedinginan air yang pasti
karena dalam perut ada api yang menghanguskan”‘

“Aku tidak tahu apakah pesonanya yang memikat
atau mungkin akalku yang tidak lagi di tempat”

“keindahannya pangkal segala keindahan
dan magnetik laki-laki yang memandang”

“cinta bukanlah karena keindahan dan yang tampak di mata
tetapi karena yang menyatukan hati dan jiwa”

“ada getaran yang merasuki jiwa yang murah hati
laiknya getaran dahan kerana angin yang sepoi-sepoi”

“Engkaulah pembantai setiap pemabuk cinta
pilihlah untk jiwamu siapa yang kau pilih”

“Cintaku bersemi apa pun dirimu
tak peduli keadaanmu dulu dan kini
kau tak peduli kepadaku dan akupun begitu
siapa tak pedulikan dirimu hendak memuji
aku menyukai mereka sekalipun dirimu seperti musuhku
penilaianku terhadapmu sama terhadap mereka aku menilai
kudapatkan kenikmatan jika aaaada yang melecehkanmu
biarkan orang mencelaku karena cinta telah terpatri”

Mushaf

Bismillaah...
Para ulama sependapat atas anjuran menulis Mushaf-mushaf dan mengindahkan tulisannya, lalu menjelaskannya serta memastikan bentuk tulisannya.

Para ulama berkata, diutamakan memberi titik dan syakal (harakat) pada Mushaf, untuk menjaga dari kesalahan dan perubahan di dalamnya. Sementara ketidaksukaan Asy-Sya’bi dan An-Nakha’I pada titik titik tersebut, maka keduanya tidak menyukainya pada masa itu karena takut terjadi perubahan di dalamnya.

Masa itu sudah berlalu, maka tidak ada larangan. Hal itu tidak dilarang karena merupakan sesuatu yang baru karena ia termasuk hal-hal yang baik sehingga tidak dilarang seperti mengarang ilmu, membina sekolah dan sekolah agama rakyat serta lainnya. Wallahua’lam.

Tidak bisa menulis Al-Qur’an dengan sesuatu yang najis dan dihukumkan makruh menulisnya di atas dinding menurut madzhab kami.
Ini adalah madzhab Atha’ yang kami kemukakan. Telah kami kemukakan bahwa apabila di tulis di atas sepotong kayu, maka makruh membakarnya.

Kaum Muslimin sependapat atas wajibnya menjaga Mushaf dan memuliakannya. Para sahabat kami dan lainnya berkata, andaikata seorang Muslim mencampakkannya dalam kotoran-mudah-mudahan Allah swt melindunginya-maka pembalignya menjadi kafir.
Mereka berkata, haram menjadikannya sebagai bantal. Bahkan menjadikan kitab ilmu sebagai bantal adalah haram.
Sunah berdiri menyambut Mushaf apabila diserahkan kepadanya karena berdiri untuk menyambut orang-orang terkemuka seperti para ulama dan orang-orang sholeh adalah mustahab. Maka sudah tentulah Mushaf lebih utama.

Saya telah menyebutkan dalil-dalil tentang anjuran berdiri ini pada bagian lainnya.
Telah kami terima riwayat dalam Musnad Ad-Daarimi dengan isnad sahih dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa Ikrimah bin Abu Jahal ra. meletakkan Mushaf di atas wajahnya dan berkata:

HAIBAH DAN UNS


Rasa takut sisertai rasa hormat luar
biasa (haibah) dan sukacita jiwa (uns)
merupakan tahap dari derajat-derajat dalam
al-qabdh dan al-basth.

Kalau qabdh berada di
atas tingkatan khauf, dan basth di atas
tingkatan raja’, maka haibah lebih tinggi
dariapda qabdh, kemudian uns lebih
sempurna daripada basth.

(Maksudnya, Uns
lebih tinggi tahapannya. Sebab haibah muncul
dari Qabdh, yang bermula dari Khauf.
Sedang
Uns muncul dari Raja’. Karena orang yang
takut kepada Allah swt, melihat kekurangan
dirinya di hadapan Allah, hatinya akan
terganggu oleh-Nya, dan yang tersisa
hanyalah sibuk dengan Allah, sehingga
muncullah Haibah. Siapa yang wushul-nya
terus menerus, hatinya akan lapang dan
mendapatkan uns.

Catatan Kaki).
Hak haibah adalah kegaiban. Setiap
pelaku haibah senantiasa lebur dalam
kegaiban. Orang-orang yang berada dalam
gaib frekuensinya berbeda dalam haibah
menurut penjelasan mereka dalam kegaiban.
Sedangkan hak uns adalah pencerahan
dalam kebenaran. Orang yang melakukan uns,
berarti cerah jiwanya. Kemudian frekuensinya
berbeda menurut penjelasannya dalam bagian
“minuman jiwa”.

Mereka berkata : “Tempat
terendah dalam al-uns adalah jika seseorang
dilempar ke dalam neraka Jahanam, sama
sekali sukacitanya tidak terpengaruh .”

Al-Junayd berkata : “Aku mendengar
batinku berkata : “Seorang hamba bisa
ssampai pada suatu batas seandainya
wajahnya tertebas pedang, sama sekali tidak
merasakannya.”
Sedangkan dalam hatiku ada
sesuatu, hingga tampak jelas bahwa
persoalannya sampai sedemikian itu.”

Diriwayatkan dari Ahmad bin Maqatil al-
Ikky, ia berkata : “Aku memasuki tempat asy-
Syibly, sedangkan beliau tengah mencabut
helai bulu alisnya dengan sebuah penjepit.
Aku katakan kepadanya; “Wahai tuanku, Anda
berbuat demikian pda diri sendiri, sementara
rasa pedihnya kembali pada hatiku.’ Ia
menjawab :
“Celaka Anda! Hakikat itu tampak
padaku, dan aku tidak kuat memikulnya. Maka
beginilah, aku memasuki kepedihan atas
diriku, siapa tahu aku merasakannya, lalu
tertutup dariku.
Aku tak menemukan
kepedihan itu. Dan tidak tertutup dariku,
sedangkan kepedihan itu membuatku tidak
tahan.”

Kondisi haibah dan uns, walaupun
masing-masing tampak jelas, bagi ahli hakikat
masih dikategorikan kurang, karena keduanya
mengandung perubahan pada diri hamba.
Sedangkan yang tidak berubah, dinamakan
ahli tamkin . Mereka hangus dalam wujud
nyata. Tidak ada haibah dan tidak pula uns,
tidak ilmu maupun rasa.

Cerita ini dikenal dari Abu Sa’id al-
Kharraz : “Suatu saat di kampung, aku
berkata :
Aku datang, maka aku tak mengerti
Dari mana, siapa aku,
Kecuali apa yang dikatakan manusia
Pada diriku dan dalam jenisku,
Aku datangi jin dan manusia
Jika tak kutemui seorang pun,
Aku datangi diriku.
Kemudian ada bisikan lembut
menyusup ke dalam kalbuku :
Amboi, siapa yang tahu sebab-sebab
Yang lebih luhur wujud-nya,
Lalu ia bersukaria dengan kesesatan
yang hina
Dan dengan manusia
Kalau engkau dari ahli wujd yang hakiki
Pastilah engkau gaib dari Jagad, Arasy
dan Kursy
Sedang engkau tanpa kondisi ruhani
bersama Allah
Jauh dari mengingat
Pada jin dan manusia

Kesucian jiwa

Kesucian jiwa adalah takwa, sedang kelepasan
jiwa dari suci adalah keburukannya.
Keburukan
jiwa bukanlah karena manusia. Untuk
membuktikan lihatlah kesucian jiwa yang
bernasab dari nenek moyang Ibrahim as. Semua
yang ada dalam jiwanya merdeka dari buruk dan
tetap tanpa nasfu. Ia mengalir hatinya tenteram.
Ia datang kepada makhluk yang bermacam
ragam mereka sama memalingkan jiwa merke
dari Ibrahim untuk memberi pertolongan. Ia
berkata : Aku tidak menghnedaki pertolongan
kalian untuk menyelmatkan daku.

Manakala telah
nyata keprasahan Ibrahim, Allah berfiman “pada
api” (wahai api) jadilah dingin dan membawa
selamat untuk Ibrahim.”

Pertolongan Allah tetap
atas orang-orang sabar. Ia bersama Dia di dunia
tanpa batas, dan kenikmatan-Nya di akhirat
tanpa ukur. Firman Allah : “Sesungguhna (Allah)
memberi pahala bagi orang-orang yang sabar
tanpa menngenal batas.”

Tidak ada kata tersembunyi bagi Allah, sesuatu
pun yang terbebankan atas manussia berdasar
kekuasaan-Nya. Bersabarlah bersama Dia setiap
waktu, sedang engkau melihat kehalusan dan
nikmat-Nya terlimpahkan atasmu.

Saja’ah
(menurut bahasa tasawuf berarti berani
berkorban dalam rangka menegakkan kalimat
Allah sepanjang msa), adalah sabar setiap masa.
“Sesungguhnya Allah besrt orang-orang yang
sabar.”

Syaikh Abdul Qadir AJ