Laman

Jumat, 14 Juni 2013

:: KEUTAMAAN SHALAWAT NABI ::




بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepada-nya." (Al-Ahzab: 56)



Imam Al-Bukhari meriwayatkan, Abu 'Aliyah berkata, "Shalawat Allah adalah berupa pujianNya untuk nabi di hadapan para malaikat. Adapun shalawat para malaikat adalah do'a (untuk beliau)."



Ibnu Abbas berkata, "Bershalawat artinya mendo'akan supaya diberkati."


Maksud dari ayat di atas, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya yaitu, "Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala menggambarkan kepada segenap hambaNya tentang kedudukan seorang hamba-Nya, nabi dan kekasihNya di sisiNya di alam arwah, bahwa sesung-guhnya Dia memujinya di hadapan para malaikat. Dan sesungguhnya para malaikat bershalawat untuknya. Kemudian Allah memerintahkan kepada penghuni alam dunia agar bershalawat untuknya, sehingga berkumpullah pujian baginya dari segenap penghuni alam semesta."



1. Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan kita agar mendo'akan dan bershalawat untuk Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam. Bukan sebaliknya, memohon kepada beliau, sebagai sesembahan selain Allah.


2. Banyak bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan tanda cinta seorang muslim kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam [Lihat kitab “Mahabbatur Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bainal ittibaa’ walibtidaa’” (hal. 77).], karena para ulama mengatakan: “Barangsiapa yang mencintai sesuatu maka dia akan sering menyebutnya” [Lihat kitab “Minhaajus sunnatin nabawiyyah” (5/393) dan “Raudhatul muhibbiin” (hal. 264).].


3. Bacaan shalawat untuk Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam yang paling utama adalah apa yang beliau ajarkan kepada para sahabat, ketika beliau bersabda,

"Katakanlah, Ya Allah limpahkanlah rahmat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat untuk Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, limpahkanlah berkah untuk Muhammad dan keluarga Muhammad sebagai-mana Engkau telah melimpahkan berkah untuk Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia." (HR Al-Bukhari dan Muslim)



4. Makna shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya [Lihat kitab “Zaadul masiir” (6/398).]. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah Ta’ala untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya:




{هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا}

“Dialah yang bershalawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya (dengan memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” (QS al-Ahzaab:43).



5. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda,

"Jika kalian mendengar muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang ia ucapkan, kemudian bershalawatlah untukku. Karena sesungguhnya barangsiapa yang bershalawat untukku satu kali, Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali. Kemudian mohonkanlah kepada Allah wasilah untukku. Sesungguhnya ia adalah suatu tempat (derajat) di Surga. Ia tidak pantas kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah. Aku berharap bahwa hamba itu adalah aku. Barangsiapa memintakan wasilah untukku, maka ia berhak menerima syafa'atku." (HR. Muslim)


Do'a yang diajarkan Rasulullah dibaca dengan suara pelan. Ia dibaca seusai adzan dan setelah membacakan shalawat untuk nabi. Do'a yang diajarkan beliau yaitu:

"Ya Allah, Tuhan yang memiliki seruan yang sempurna ini. Dan shalat yang akan didirikan. Berikanlah untuk Muhammad wasilah (derajat) dan keutamaan. Dan tempatkanlah ia di tempat terpuji sebagaimana yang telah Engkau janjikan." (HR. Al-Bukhari)



6. Membaca shalawat atas Nabi ketika berdo'a, sangat dianjukan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah :

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda,
"Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berpetualang di bumi, mereka menyampaikan kepadaku salam dari umatku." (HR Ahmad, hadits shahih)



Bershalawat untuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam sangat dianjurkan, terutama pada hari Jum'at. Dan ia termasuk amalan yang utama untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bertawassul dengan shalawat ketika berdo'a adalah dianjurkan. Sebab ia termasuk amal shalih.



Ya Allah, limpahkan salam serta rahmat bagi Nabi Muhammad SAW beserta keluarga , Nabi Ibrahim beserta keluarga, para sahabat Nabi serta seluruh kaum muslimin dimanapun berada ,
Allahumma shalli 'ala Muhammad , wa'ala ali Muhammad ...





Mualaf center Indonesia ,
Wallahu a'lam
Barakallahufikum

LEZATNYA BERDZIKIR


... Ingatlah Allah, niscaya Rabb pun akan Mengingatmu ...


Dzikir itu tak hanya terbatas kepada tasbih (ucapan Subhanallah), tahlil (ucapan la ilaha illallah), tahmid (ucapan alhamdulillah) dan takbir (ucapan Allahu akbar) saja..

Sebagaimana dipaparkan oleh Imam an-Nawawi rahimahullah di kitabnya al-Adzkar, bahwa pengertian dzikir itu luas, mencakup berbagai bentuk ketaatan kepada Allah. Bukan hanya bacaan dzikir atau wirid yang biasa kita kenal… Membaca al-Qur’an, menunaikan sholat, menunaikan perintah dan menjauhi larangan Allah, itu semua tercakup dalam pengertian dzikir…

 

Di dalam Syarah Riyadhus Shalihin Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan, dzikir itu terbagi menjadi 3; 
1. dzikir dengan hati, 
2. dzikir dengan lisan, dan 
3. dzikir dengan anggota badan. 

Yang termasuk dalam dzikir dengan hati seperti dengan merenungkan keagungan nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyelami kesempurnaan hukum-hukum dan kebesaran ayat-ayat-Nya. Adapun dzikir dengan lisan sudah sangat kita kenal; semisal membaca tasbih, tahlil, takbir, adzan, membaca al-Qur’an, amar ma’ruf nahi mungkar, membaca hadits, membaca kitab para ulama dan lain-lain.

Lalu, apa yang dimaksud dengan dzikir menggunakan anggota badan? Syaikh Utsaimin menerangkan, maksudnya adalah segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah; seperti mendirikan sholat, ruku’, sujud, dan lain sebagainya. Walaupun, memang kebiasaan orang kalau mendengar istilah dzikir maka yang tergambar di benak mereka adalah ucapan tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan yang semacamnya (silahkan buka Syarh Riyadhus Shalihin [3/444])








 

... Ingatlah Allah, niscaya Rabb pun akan Mengingatmu ...


Di antara buah dzikir yang sangat menyenangkan adalah tatkala seorang hamba senantiasa mengingat Allah, maka Allah pun memberikan balasan serupa. Yaitu Allah akan senantiasa mengingat dirinya, membantunya di kala dia membutuhkan bantuan. Allah akan mengampuni dan merahmatinya.


Adakah sesuatu yang lebih menyenangkan dan membahagiakan seorang hamba melebihi curahan ampunan, rahmat, dan pertolongan Allah ta’ala kepada dirinya? Bukankah setiap kali sholat kita terus mengikrarkan, “Hanya kepada-Mu -ya Allah- kami beribadah, dan hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan…”


Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka ingatlah kepada-Ku niscaya Aku pun akan mengingatmu.” (QS. al-Baqarah: 152)


Di dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, dari Said bin Jubair, beliau menafsirkan bahwa maksud ayat ini adalah, “Ingatlah kepada-Ku dengan taat kepada-Ku niscaya Aku akan mengingat kalian dengan ampunan-Ku.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Dengan rahmat-Ku.”



Muadz bin Jabal pun menandaskan, “Tidaklah anak Adam mengerjakan suatu amalan yang lebih menyelamatkan dirinya dari siksa Allah daripada dzikir kepada Allah.” (lihat: islamweb.net).


Oleh sebab itu dzikir kepada Allah dan menjalani ketaatan merupakan sumber kebahagiaan hakiki. Sebagaimana perkataan Syaikh Abdurrazzaq al-Badr yang masih terngiang-ngiang di telinga kita, bahwa as-sa’aadah bi yadillaah, wa laa tunaalu illa bi thaa’atillah… “Kebahagiaan itu di tangan Allah, dan tak akan bisa diraih kecuali dengan taat kepada Allah.” Betapa indahnya hidup seorang hamba jika hati, lisan dan anggota badannya senantiasa dihiasi dengan dzikir kepada Allah ta’ala…



Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang berpaling dari mengingat-Ku, maka dia akan mendapatkan penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkan dia kelak di hari kiamat dalam kondisi buta. Dia berkata, ‘Wahai Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku bisa melihat.’ Allah menjawab, ‘Demikianlah, dahulu telah datang kepadamu ayat-ayat Kami akan tetapi kamu justru melupakannya, maka pada hari ini kamu pula dilupakan.”
(QS. Thaha: 124-126)


‘Balasan serupa dengan amalan‘, itu kata para ulama… Kalau kita ingat Allah, Allah pun akan mengingat kita. Akan tetapi kalau kita justru melupakan-Nya, jangan kaget kalau ternyata di saat-saat kita membutuhkan-Nya –padahal setiap detik kita sangat membutuhkan-Nya– maka Allah pun melupakan kita… Inilah bencana dan musibah terbesar yang akan menghancurkan dunia dan akhirat kita.. (semoga Allah melindungi kita dari segala keburukan .. aamin.)


Betapa ulama bijak berkata, “Dzikir bagi hati, laksana air bagi ikan. Lantas, bagaimana yang terjadi seandainya ikan dikeluarkan dari air?”
 
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan telah bersabda,
“Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak pernah mengingat Rabbnya adalah seperti perbandingan antara orang yang hidup dengan orang yang sudah mati.” (HR. Bukhari)


___________

Pada hari kiamat nanti, tatkala matahari didekatkan sejarak 1 mil, dan manusia bersimbah peluh, ada di antara mereka yang ditenggelamkan oleh keringatnya sampai lututnya, ada yang sampai pinggangnya, ada yang sampai lehernya, bahkan ada pula yang seluruh tubuhnya ditenggelamkan oleh keringat… karena saking panasnya hari itu… kira-kira siapakah yang bisa memayungi kita selain Allah ta’ala?



Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada saat tiada naungan kecuali naungan-Nya…” Di antaranya, “Seorang hamba yang mengingat Allah dalam keadaan sendirian, lantas berlinanglah kedua matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Dzikir merupakan bagian pokok dari syukur. Dzikir yang paling utama adalah yang bersesuaian antara yang diucapkan oleh lisan dengan apa yang ada di dalam hati. Itulah jenis dzikir yang menumbuhkan ma’rifatullah, mahabbah/cinta kepada-Nya dan curahan pahala yang melimpah ruah dari-Nya (lihat Tafsir as-Sa’di, hal. 74)



Ya Allah, wahai Dzat yang menggenggam jiwa kami
Teguhkanlah keimanan kami,
Bantulah kami dalam mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan membaguskan ibadah untuk-Mu … Aamiin Allahu ya Mujib ..


Laa haula wa laa quwwata illa billaah…





Alhamdulillah ala ni'matil islam wal iman
Wallahu a'lam ,

KUNCI- KUNCI PEMBUKA PINTU REZEKI



Bismillahirrahmannirrahim ..

Mencari karunia & barakah dari Allah. Barakah ada pada waktu pagi (albarakatu fi bukuriha), begitu ungkapan orang Arab. Benar, pagi memang memiliki banyak berkah. Keberkatan Subuh juga membuka pintu-pintu rezeki-Nya yang telah dihamparkan di hari itu. Kerana itu Allah menyerukan kaum Muslim untuk menyambut rezeki-Nya dengan bersegera bangun pagi.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ahmad dan al-Baihaqi, diceritakan bahawa ketika Rasulullah pulang dari solat Subuh di Masjid Nabawi, beliau mendapati puterinya, Fatimah, masih tidur.

Dengan penuh kasih sayang lantas beliau menggerakkan badan puterinya itu lalu berkata, ”Wahai anakku, bangunlah, saksikan rezeki Tuhanmu dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai kerana Allah memberi rezeki kepada hamba-Nya, antara terbit fajar dengan terbit matahari.”



Ada beberapa kunci pembuka pintu-pintu rezeki.


1. Kunci Istighfar dan Bertaubat

“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh:10-12)


Taubat hendaknya dilakukan dengan penuh kesungguhan.
Di antara kita melakukan pertaubatan adalah:
- Menahan diri dari perbuatan maksiat (tidak lagi mengulanginya).
- Menyesali perbuatan yang terlanjur dilakukannya.
- Bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
- Bila terkait dengan hak sesama, hendaklah meminta kerelaan orang yang dirugikannya, baik dengan mengembalikan barangnya atau meminta maafnya.



2. Kunci Takwa


Di antara definisi takwa adalah merasa takut kepada Allah, beramal dengan wahyu yang diturunkan, ridha dengan rezeki yang cukup (tidak berlebihan/qona'ah), Secara amaliah ketakwaan akan membawa seseorang bersikap hati-hati karena merasa Allah selalu mengawasi apa yang dilakukan, tengah melanggar larangan-Nya atau mengabaikan perintah-Nya.


“…Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah nescaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (Al-Thalaq:2-3)



3. Kunci Sedekah

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Di tiap-tiap bulir ada seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah:261)


Katakanlah, “Sesungguhnya Rabbku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hambaNya dan menyempitkan (siapa yang dikehendaki Nya).”Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Saba’:39)



4. Kunci Silaturrahim

Menyambung tali kekeluargaan mempunyai dua faedah. Pertama meluaskan rezeki dan kedua memanjangkan umur. Siapa yang mengkehendaki kedua-duanya hendaklah banyak menyambung silaturrahim, meskipun terdapat perselisihan di antaranya dengan keluarganya.

Rasulullah bersabda,“Barangsiapa yang ingin agar Allah melapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menyambung silaturrahim.” (Shåĥiĥ al-Bukhåri)



5. Kunci Berhijrah di Jalan Allah

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, nescaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpannya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya disisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Nisa’:100)



6. Kunci Haji dan Umrah

Yakni melakukan haji dan umrah. Sesiapa yang ada kemampuan hendaklah tidak khuatir menjadi berkurang hartanya dengan melakukkan keduanya. Rasulullah bersabda, “Lakukanlah haji dan umrah, karena kedua-duanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana api membersihkan besi, emas, dan perak. Tiada balasan bagi haji yang mabrur kecuali syurga.” (al-Tirmidzi)



7. Kunci Tawakal Kepada Allah

Rasulullah bersabda, “Jika kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan kepada kamu rezeki sebagaimana Dia berikan kepada burung, ia keluar pada waktu pagi dalam keadaan perut yang kosong pulang pada petangnya dengan perut kenyang.” (Musnad Aĥmad)



8. Kunci Ibadah Kepada Allah

Allah berfirman di dalam sebuah hadis qudsi :
“Wahai anak Adam! Beribadatlah kepadaKu sepenuh masa, niscaya aku akan memenuhkan dada engkau dengan kekayaan dan Aku akan menghilangkan kefakiran daripada engkau. Jika engkau tidak melakukannya, niscaya aku akan menyibukkan tangan engkau dengan pelbagai pekerjaan namun kefakiranmu tetap tidak hilang.”


Allah juga berfirman :
.... Pakailah pakaianmu yang bagus saat memasuki masjid, makan dan minumlah , tetapi jangan berlebihan , Sungguh Allah tidak menyukai orang yg berlebih-lebihan (Al A'raf : 31)



Dalam Surah An Nuur : 37-38), Allah menerangkan karunia Nya bagi :
(yaitu) laiki-laki yang tidak dilalaikan perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Mereka takut akan hari yang berguncang padanya hati dan penglihatan.

Supaya Allah membalas mereka dengan lebih baik dari apa yang mereka kerjakan dan menambah (lagi) dari karunianya. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa-siapa yang Dia kehendaki dengan tiada terbatas.



9. Kunci Kasih sayang kepada yang Lemah dan Miskin

Rasulullah bersabda, “Bukankah kamu diberikan pertolongan dan rezeki karena (ada hak didalam rezeki tsb) atas orang-orang yang lemah di kalangan kamu?” (Shaĥiĥ al-Bukhari)



Semoga Allah sennatiasa memberikan karunia , kemudahan dan keberkahan atas setiap langkah dalam mencari karunia Allah ..
Aamiin ya Rabbal alamin .





Wallahu a'lam
Barakallahufikum ..

HATI , IBARAT MATAHARI DALAM KEHIDUPAN


Rasulullah bersabda :

“Sesungguhnya di dalam diri manusia ada segumpal darah (hati), apabila hati itu baik maka baik pula seluruh diri dan amal perbutan manusia dan apabila hati itu rusak maka rusaklah seluruh diri (amal perbuatan manusia tersebut). Ingatlah,ia adalah hati”.

(Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Nu’man IbnBasyir ra).


Hati adalah ibarat cermin, setitik embun pun bisa membuatnya kusam, apalagi debu, kotoran dan air bernoda hitam. Hati yang kotor tidak mampu menangkap cahaya kebenaran. Namun cermin yang jernih, tak hanya berfungsi untuk mengenali diri sendiri, namun juga membimbing pada ruh-ruh kebaikan .


”Hati adalah sumber kedamaian. Hati adalah nikmat Ilahi yang harus dirawat tak ubahnya bayi dalam buaian.


Hati adalah karunia yang harus kita pupuk menjadi sejumput bibit kemenangan. Hati adalah anugerah. Gunjingan, hasad, dendam, kebencian dan permusuhan, seluruhnya adalah menjadikan kotoran.


Hati nan jernih adalah hati yang teduh dan pasrah, hati yang selalu basah oleh dzikir dan kalimat-kalimat pengagungan nan indah.


Hati adalah matahari kehidupan. Mungkin bukan sekedar lentera yang hanya menerangi ruang terbatas, bukan sekedar lilin yang menebar cahaya sementara, untuk kemudian cahaya itu padam tak berbekas.”


Hati ini tak ubahnya istana halimun; sebuah keindahan yang tak tampak, sebuah keagungan yang tak terlihat, namun bisa dirasakan.
Akan tetapi bila hati sudah ternoda dosa, gelembung pahitnya tercicipi setiap kalangan, ibarat santapan di sebuah pesta hidangan.



Hati adalah tempat persinggahan petunjuk Allah yang dipahami melalui ajaran Al-Qur’an.

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS 91 : 9-10)


“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya”. (QS Az Zumar : 22-23)



Dengan hati yang bersih , niscaya Hidayah akan semakin bertambah ..

“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu mereka berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya”. (QS Muhammad : 16-17)



Dan Allah mencintai mereka yang bertakwa dan berhati bersih yaitu hati yang selamat (qalbun salim)... seperti di firmankan Allah dalam Al Qur'an surat Al-Fajr 27-30, yang artinya :

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku".




Semoga kita tetap istiqomah dan dalam menjaga kebeningan hati .

DENGARKANLAH SUARA HATI






Bismillahirahmannirahim,

Dengarkanlah suara hati ...
ADAKAH yang lebih bening dari SUARA HATI, kala ia menegur kita tanpa suara? Adakah yang lebih jujur dari nurani, saat ia menyadarkan kita tanpa kata-kata? Adakah yang lebih tajam dari MATA HATI, ketika ia menghentak kita dari beragam kesalahan dan alpa? Ya, sebenarnya saat yang paling indah dari seluruh putaran kehidupan ini adalah saat kita mampu secara jujur dan tulus mendengar SUARA HATI.

Sebab, dari sanalah banyak tindakan dan perilaku kita menemukan arahnya yang benar. Dari sana amal-amal dan segala proses kehidupan kita memiliki pijakannya yang kokoh: niat dan orientasi yang lurus. Begitulah Rasulullah menggambarkan, bahwa HATI ADALAH PANGLIMA. Bila ia benar dan sehat, sehat pula seluruh aktifitas fisik pemiliknya. Sebaliknya, bila ia rusak, rusak pula segala tingkah laku fisiknya.

Di dalam HATI kita, di dasar sanubari kita yang paling dalam, ada kekuatan yang sangat perkasa, sekaligus sumber kedamaian yang tiada tara. Di sanalah bersemayam FITRAH dan JATI DIRI ketundukan kita – juga setiap manusia – kepada Allah سبحانه وتعالى. Setiap manusia sejak kali pertama ditakdirkan ada, telah diikat dengan kepatuhan kepada tauhid, mengesakan Allah yang Maha Esa. Allah سبحانه وتعالى berfirman,

♥ ♥ ♥ ♥ “Dan (ingat-lah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Al-A’raf: 172)


||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦

MINTALAH PENDAPAT KEPADA HATIMU

Fitrah kemusliman atau ketundukan itu merupakan warna asli dari keseluruhan tabiat fisik dan psikis kita. Fitrah, yang dengannya manusia dititahkan, memberi kita sensor diri dan pelita penerang jalan. Dalam batasan kemanusiaan, petunjuk itu diberikan oleh suara HATI nurani yang jujur. Dalam suatu kesempatan, Rasulullah pernah mengajarkan kepada seorang sahabat bagaimana cara sederhana menentukan sesuatu itu baik atau buruk; “istafti qalbaka”, mintalah fatwa kepada hatimu. Atau dalam kesempatan yang lain ia mengatakan, bahwa barangsiapa yang amal baiknya membuat hatinya suka, dan amal buruknya membuat ia gelisah maka dia itu muslim.

Artinya, dalam banyak hal, semestinya orang bisa bertanya kepada HATI nuraninya apakah sesuatu itu baik atau buruk. Manusia diberi kemampuan untuk mengetahui secara standar apa saja yang layak atau tidak untuk dijalani. Manusia punya ukuran kepatutan kemanusiaan-nya.

♥ ♥ ♥ ♥ "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (Asy-Syams: 91, 7-8)

Karenanya, manusia bila pun tidak mengerti banyak tentang ajaran wahyu Allah, semestinya ia masih bisa mendengar secara tulus apa SUARA HATI nuraninya.

Tetapi kebesaran dan sekaligus kesulitan manusia terletak pada haknya untuk memilih antara benar dan salah, berdasarkan ilham itu. Maka Allah tidak saja mencukupkan kita dengan HATI nurani. Pada saat yang sama Ia menurunkan WAHYU serta mengutus para Rasul untuk mengajari manusia bagaimana mengelola insting-insting dasarnya, sekaligus mempertajam HATI nuraninya. Di sanalah berpadu antara kelurusan tujuan, dengan dasar-dasar tabiat kemanusiaan.

Melalui Al-Qur’an, Islam membimbing manusia bagaimana menitik-beratkan pada hasrat hidup bermakna sebagai motif asasi. Dengan kata lain, kita harus menjalani hidup ini dengan makna yang jelas, dengan rasa berarti yang sebenar-benarnya.

Konsistensi, stabilitas, ketenangan, kedamaian, juga kebahagiaan manusia, berbanding lurus dengan sejauh mana ia menyelaraskan diri dengan fitrahnya serta menghadapkan wajahnya ke jalan Islam. Bila manusia menyalahinya, akan menjadikan banyak unsur dalam kehidupan ini tidak bisa berfungsi dengan baik. Akan ada banyak ketimpangan dan kejanggalan. Kehidupan tidak berjalan di atas rel yang semestinya. Allah سبحانه وتعالى berfirman,

♥ ♥ ♥ ♥ “Dan barang-siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan." (Luqman: 22)

Fitrah yang telah ditetapkan atas diri manusia itu tidak akan berubah. Apapun peradaban dan kemajuan yang telah dicapai manusia.

♥ ♥ ♥ ♥ "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah Allah itu. Tidak ada penambahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (Ar-Ruum; 30)


||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦

SERINGKALI SUARA HATI NYARIS TAK TERDENGAR

Seringkali suara HATI nyaris tak terdengar, lantaran tersumbat oleh daki-daki hawa nafsu. Atau terselimuti dosa-dosa dan kemaksiatan. Mungkin, di antara kita pernah menjumpai hari-hari yang terasa gersang, kering, dan tak ada setetes pun kesegaran. Hidup seperti tak berdenyut dan nyaris tanpa gairah. Begitulah HATI menjadi air muka kita, pahit atau manisnya. Ia juga menjadi ruh kehidupan kita, redup atau terangnya. Dalam makna ini, barangkali, kita menghayati penjelasan Rasulullah, bahwa Allah tidak melihat kepada tampilan lahiriah manusia, tetapi melihat kepada isi HATI mereka.

Maka, mengotori HATI dengan dosa, sama artinya dengan memadamkan cahayanya, mengacaukan jernih suaranya, dan memandulkan ketajamannya. Seperti ditegaskan Rasulullah صلى الله عليه وسلم,

♥ ♥ ♥ ♥ “Sesungguhnya, dosa-dosa itu bila terus menerus menimpa HATI, maka ia akan menutupinya. Dan bila HATI telah tertutup, akan datang kunci dan cap dari Allah سبحانه وتعالى. Bila sudah demikian, tak ada lagi baginya jalan, tidak ada jalan keimanan untuk masuk ke dalamnya, tidak juga jalan kekafiran untuk keluar darinya."



Ketahuilah, kebenaran itu, bersumber dari Allah, sedangkan pembenaran itu bersumber dari manusia. Perhatikan firman Allah Swt berikut ini : ”Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (QS. Al Baqarah [2] : 147).

Sebenarnya kalau kita mau jujur dengan hati kita sendiri, maka kita akan menemukan bahwa kebenaran itu membawa pada ketenangan tapi sebaliknya pembenaran yang kita lakukan, akan membawa kita pada kegelisahan. Perhatikan hadits shahih berikut ini : ”Seorang sahabat Nabi Saw yang bernama Wabishah ra datang dengan menyimpan pertanyaan di dalam hatinya tentang bagaimanakah cara membedakan antara kebajikan dan dosa. Sebelum Wabishah bertanya, cermin hati Nabi Saw telah menangkap isi hatinya. ” Wahai Wabishah, mau aku jawab langsung atau engkau utarakan pertanyaanmu terlebih dahulu?” Wabishah menjawab,” Jawab langsung saja, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,” Engkau datang untuk bertanya bagaimana membedakan antara kebajikan dan dosa.” Wabishah berkata, “Benar.” Beliau Saw merapatkan jari-jarinya dan menempelkannya pada dada Wabishah, seraya bersabda “Mintalah pendapat pada hatimu dan mintalah pendapat pada jiwamu, wahai Wabishah. Sesuatu itu adalah kebaikan bila ia membuat hati tenteram, membuat jiwa tenteram, sedangkan dosa membuat kegelisah dalam hati dan kegoncangan dalam dada.(Mintalah pendapat pada hatimu dan mintalah pendapat pada jiwamu), meskipun orang-orang telah memberikan pendapat mereka kepadamu tentang hal itu.” ( HR.al-Darimi dari Wabishah ra dan HR. Ahmad).
Tidak semua orang bisa mendengar SUARA HATI-nya. Banyak orang silau dengan kehidupan yang kian berwarna. Padahal, kebersihan HATI tidak saja pelita di dunia, tapi juga bekal menghadap Allah سبحانه وتعالى. Kelak, ketika manusia diadili di hadapan Allah سبحانه وتعالى, pada hari ketika anak dan harta tidak berguna, hanya HATI yang bersihlah yang bisa mengantarkan manusia menghadap Allah,

♥ ♥ ♥ ♥ “Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan HATI yang bersih." (Asy-Syu’ara: 89)


 


Saatnya kita sesering mungkin mendengarkan suara HATI, dengan tulus, jujur dan penuh kelapangan. Suara HATI kita, nurani kita, kata HATI kita, adalah jati diri keaslian kita. Akankah kita mengkhianatinya? 



Wallahu a'lam bishawab,

::: MENGGAPAI HIDAYAH ALLAH ... :::



Bismillahirahmannirahim,

Sesungguhnya , bila Allah Subhana wa Ta'ala mencintai seorang hamba, maka Allah akan membukakan dan rahmat dan kefahaman dalam agamanya, sehingga petunjuk Allah senantiasa mengalir dan menyelimuti setiap langkahnya.

Lalu akan muncul pertanyaan , bagaimana agar mampu meraih hidayah Allah yang indah tersebut.


1. Bertaubat dengan kesungguhan hati

Rasullullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda, :

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bila melakukan sesuatu dosa terjadilah bintik hitam dalam hatinya. Bila dia bertaubat dan menghentikan dosanya dan mencela perbuatannya, hatinya akan bersinar kembali, dan apabila dosanya bertambah, akan bertambah pula bintik hitam itu hingga hatinya akan tertutup…”
(HR Nasa’i dan Tarmizi, hadis hasan sahih)

Demikianlah dosa yang makin banyak, akan makin membuat hati semakin berdebu, kotor dan dalam tingkat yang parah adalah keras. Hati yang keras akan semakin jauh dari cahaya dan petunjuk Allah .. Dosa-dosa itulah yang menghijab (menghalangi) dekatnya seorang hamba kepada Rabb nya. .... qalbunya juga semakin tidak mampu merasakan getaran Keagungan Allah dan merasakan firman -firman Nya .


Allah Ta'ala berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah, dengan taubat yang seikhlas-ikhlasnya,
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu , dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai… (Surah at-Tahrim: ayat [8)]

Dengan taubat nasuha , mengakui segala dosa-dosa , datang kepada Allah dengan merendahkan diri, dan berusaha untuk memperbaiki diri dalam ketataan, niscaya Allahpun akan menghapuskan dosa-dosanya, memberi petunjuk kepadanya.


2. Memohon diberi karunia nikmat / kelezatan Iman dan Istiqomah

Memohon dan berdoa kepada Allah agar Allah senantiasa memberi kemampuan dalam ketaatan, dan memberi kemampuan untuk istiqomah.

Sesungguhnya nikmat iman dan lezatnya ibadah adalah murni rahmat Allah. Karena itu bermohonlah , sehingga diri akan senang (betah) berlama-lama dalam kebaikan, ibadah (shalat & berdzikir) serta memperoleh nikmat manisnya bermunajat kepada Nya .


3. Berhijrah / Mendekat kepada Lingkungan yang Shalih

Sungguh, mendekat kepada teman-teman shalih adalah obat bagi hati, karena mereka adalah ruh-ruh penuh kebaikan yang selalu mengingatkan dalam keimanan dan kesabaran.

Memakmurkan masjid juga salah satu satu meraih hidayah Allah. Masjid adalah pancaran nur Ilahi. Bukan hanya sekadar menghadiri shalat, tetapi bagaimana ia mampu menangkap cahaya hidayah yang terpancar dari masjid.

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS At-Taubah [9]: 18).


4. Berdakwah / Menegakkan Syiar Allah

Allah Ta'ala berfirman :
Barangsiapa menolong agama Allah, maka Allah akan meneguhkan kedudukannya (disisi Rabb)

Banyak hadist dan firman Nya yang menguraikan tentang Kecintaan dan pertolongan Allah Ta'ala menyertai mereka (hamba-hamba Nya) yang berjuang dengan ikhlas menegakkan syiar-syiar Rabb , baik dengan ilmu, harta dan jiwanya.


Sahabat yang dirahmati Allah,

Allah adalah sumber dan pemberi cahaya. Hidayah juga demikian. Cahaya hanya menembus benda yang transparan melalui kaca. Cahaya tidak dapat menembus tembok, demikian juga cahaya spiritual.


Allah Subhana Wa Ta'ala berfirman :

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu....” (QS An Nuur [24]: 35)


"Beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. [Surah Asy-Syam: 9-10]

"Dan siapakah yang lebih baik agamanya, daripada orang yang ikhlas dan menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan ... (Surah an-Nisa': ayat 125)


Semoga Allah membukakan rahmat Nya bagi kita bersama .. Aamiin ya Robal alamin.

::: SEBUAH MUHASABAH DIRI ... :::




Ilahi ,
Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-MU yang luas
Aku hanyalah setetes embun di lautanMU yang meluap hingga ke seluruh samudra
Aku hanya sepotong rumput di padangMU yang memenuhi bumi
Aku hanya sebutir kerikil di gunung MU yang menjulang menyapa langit
Aku hanya seonggok bintang kecil yang reduo di samudra langit Mu yang tanpa batas

Ilahi,
Hamba yang hina ini menyadari tiada artinya diri ini di hadapanMU
Tiada Engkau sedikitpun memerlukan akan tetapi …
hamba terus menggantungkan segunung harapan pada MU

Ya Rabb ku…………..baktiku tiada arti, ibadahku hanya sepercik air
Bagaimana mungkin sepercik air itu dapat memadamkan api neraka MU
Betapa sadar diri begitu hina dihadapanMU
Jangan jadikan hamba hina dihadapan makhlukMU
Diri yang tangannya banyak maksiat ini,
Mulut yang banyak maksiat ini,
Mata yang banyak maksiat ini…
Hati yang telah terkotori oleh noda ini…memiliki keninginana setinggi langit
Mungkinkah hamba yang hina ini menatap wajahMu yang mulia???

Ilahi, ...

Kami semua fakir di hadapan MU tapi juga kikir dalam mengabdi kepada MU
Semua makhlukMU meminta kepada MU dan pintaku….
Ampunilah aku dan sudara-saudaraku yang telah memberi arti dalam hidupku
Sukseskanlah mereka mudahkanlah urusannya

Mungkin tanpa kami sadari , kamu pernah melanggar aturanMU
Melanggar aturtan qiyadah kami,bahkan terlena dan tak mau tahu akan amanah
Yang telah Tuhan percayakan kepada kami…Ampunilah kami

Pertemukan kami dalam syurga MU dalam bingkai kecintaan kepadaMU
Tuhanku….Siangku tak selalu dalam iman yang teguh
Malamku tak senantiasa dibasahi airmata taubat,
Pagiku tak selalu terhias oleh dzikir pada MU
Begitulah si lemah ini dalam upayanya yang sedikit
Janganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada Mu
Atau….dalam maksiat kepadaMU 

“Ya Tuhanku Tutuplah untuk ku dengan sebaik-baiknya penutupan ...”
Aamiin yaa Muhaimin ..yaa Azis .. yaa Jabbar ..

::: HADIRKAN HATIMU, SAAT MEMBACA KITAB RABB MU :::



Bismillahirahmannirahim,


Para shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca Al-Qur`an dengan menghadirkan hati, merenungi dan mengambil pelajaran dari ayat-ayatnya, hingga mengalirlah air mata mereka dan khusyuk hati mereka. Mereka mengangkat tangan mereka kepada Rabb mereka dengan menghinakan diri memohon kepada-Nya agar amal-amal mereka diterima dan berharap ampunan dari ketergelinciran mereka.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu seorang shahabat yang mulia, berkisah: “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku:

‘Bacakanlah Al-Qur`an untukku.’ Aku bertanya heran: ‘Wahai Rasulullah, apakah aku membacakan untukmu sementara Al-Qur`an itu diturunkan kepadamu?’ Beliau menjawab: ‘Iya, bacalah.’ Aku pun membaca surat An-Nisa` hingga sampai pada ayat:

فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلىَ هَؤُلاَءِ شَهِيْدًا

“Maka bagaimanakah jika Kami mendatangkan seorang saksi bagi setiap umat dan Kami mendatangkanmu sebagai saksi atas mereka itu.” (An-Nisa’: 41)


Beliau bersabda: ‘Cukuplah.’ Aku menengok ke arah beliau, ternyata aku dapati kedua mata beliau basah berlinang air mata.” (HR. Al-Bukhari)



Sahabat yang dirahmati Allah ,

Demikianlah keadaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika membaca Al-Qur`an dan mendengarkannya. Sementara beliau adalah orang yang paling tahu kandungan Al-Qur`an serta paling paham maknanya. Beliau juga adalah orang yang telah diampuni dosa-dosanya. Namun bersamaan dengan itu, beliau tetap tersentuh hatinya kala mendengarkan bacaan Al-Qur`an.

“Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dalam keadaan dada beliau berbunyi keras seperti suara periuk yang mendidih karena tangisan beliau.” (HR. Abu Dawud


Allah Subhanahu wa Ta'ala memang telah menyebutkan kandungan Al-Qur`an berupa janji dan ancaman, kisah surga dan kenikmatannya berikut neraka dengan azabnya. Yang kesemua itu mestinya menggugah ambisi untuk menggapai surga-Nya dan menangis karena takut akan neraka beserta azabnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik yaitu Al-Qur`an yang serupa ayat-ayatnya lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabb mereka, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu berzikir (mengingat) Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu, Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya.” (Az-Zumar: 23)


Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuji suatu kaum dalam firman-Nya:

“Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman. Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur di atas wajah mereka sujud kepada Allah, seraya berkata: ‘Maha suci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi.’ Dan mereka menyungkur di atas wajah mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu.” (Al-Isra`: 107-109)


Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri telah menganjurkan umatnya untuk khusyuk, menghinakan diri, dan menangis saat membaca Al-Qur`an karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Beliau bersabda:

“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka: (pertama) mata yang menangis karena takut kepada Allah, (kedua) mata yang bermalam dalam keadaan berjaga di jalan Allah.” (HR. At-Tirmidzi)



Bahkan beliau menerangkan, seseorang yang menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala akan masuk ke dalam surga-Nya:

“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah sampai susu (yang diperah) bisa kembali ke kantung susu (kambing) ….” (HR. At-Tirmidzi)


Para shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca Al-Qur`an dengan menghadirkan hati, merenungi dan mengambil pelajaran dari ayat-ayatnya, hingga mengalirlah air mata mereka dan khusyuk hati mereka. Mereka mengangkat tangan mereka kepada Rabb mereka dengan menghinakan diri memohon kepada-Nya agar amal-amal mereka diterima dan berharap ampunan dari ketergelinciran mereka. Mereka merindukan kenikmatan nan abadi yang ada di sisi-Nya.

Diriwayatkan bahwasanya Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu ketika masih di Makkah, membangun tempat shalat di halaman rumahnya. Beliau shalat di tempat tersebut dan membaca Al-Qur`an, hingga membuat wanita-wanita musyrikin dan anak-anak mereka berkumpul di sekitarnya karena heran dan takjub melihat apa yang dilakukan Abu Bakr. Sementara Abu Bakr radhiyallahu 'anhu adalah sosok insan yang sering menangis, tidak dapat menahan air matanya saat membaca Al-Qur`an (HR. Al-Bukhari).


‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu pun punya kisah. Beliau shalat mengimami manusia dan menangis saat membaca Al-Qur`an dalam shalatnya, hingga bacaannya terhenti dan isaknya terdengar sampai shaf ketiga di belakangnya. Beliau membaca ayat:

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِيْنَ

“Celakalah orang-orang yang berbuat curang.”
Ketika sampai pada ayat:

يَوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِيْنَ

“Pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb semesta alam.”
Beliau menangis hingga terhenti bacaannya.


Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta'ala memuji orang-orang yang menangis karena membaca/mendengar bacaan Al-Qur`an ketika mengabarkan tentang para nabi dan para wali-Nya:

“Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur di atas wajah mereka sujud kepada Allah, seraya berkata: ‘Maha suci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi’.” (Al-Isra`: 107-108)

“Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Ar-Rahman, mereka tersungkur dalam keadaan sujud dan menangis.” (Maryam: 58)

“Dan mereka menyungkur di atas wajah mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.” (Al-Isra`: 109)


Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan bahwa tangisan karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala itu menambah kekhusyukan mereka. Sementara hanya orang-orang berilmulah yang memiliki rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana dalam firman-Nya:

“Hanyalah yang takut kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (Fathir: 28)


Dengan demikian orang yang paling kenal dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, dialah yang paling takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan paling bertakwa kepada-Nya….” (HR. Al-Bukhari)

Abu Raja` berkata: “Aku pernah melihat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma, di bawah kedua matanya ada garis semisal tali sandal yang usang karena sering dialiri air mata.”


Saudaraku yang dicintai Allah…

Demikianlah keadaan salaful ummah, orang-orang shalih dan orang-orang terbaik dari kalangan umat ini. Bila salah seorang mereka melewati penyebutan tentang neraka, terasa lepas hatinya karena takut dari neraka dan ngeri akan siksanya. Bila melewatinya sebutan surga dan kenikmatannya, serasa gemetar persendian mereka karena khawatir diharamkan dari merasakan kenikmatannya yang kekal.

Dua keadaan ini demikian memberi pengaruh, hingga meneteslah air matanya dan khusyuk hatinya. Ia pun berusaha menyembunyikan tangisan itu dari orang-orang di sekitarnya. Namun tak jarang tangis itu terdengar dan mereka pun tahu keadaannya. Demikianlah tangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan amal yang ikhlas karena mengharap wajah-Nya.


Termasuk perkara yang perlu menjadi perhatian sehubungan dengan pembacaan Al-Qur`an adalah beradab terhadap Al-Qur`an dengan diam mendengarkannya, dalam rangka mengamalkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

“Apabila dibacakan Al-Qur`an maka dengarkanlah dan diamlah, mudah-mudahan kalian (mendapat) rahmat.” (Al-A’raf: 204)


Sepantasnya bagi seorang muslim untuk menjaga apa yang telah dihapalnya dari Al-Qur`an dan terus menerus membacanya agar tetap tersimpan di dadanya. Karena Al-Qur`an begitu cepat lepasnya (hilang dari ingatan) apabila tidak dijaga. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Biasakanlah untuk terus menerus membaca Al-Qur`an karena demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya sungguh dia (bacaan/hafalan Al-Qur`an) itu lebih cepat lepas/hilangnya daripada unta dari tali pengikat kakinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah berkata: “Orang-orang sebelum kalian memandang Al-Qur`an sebagai surat-surat dari Rabb mereka. Mereka pun mentadabburinya pada waktu malam dan merealisasikannya di waktu siang.”


Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Pembawa Al-Qur`an adalah pembawa bendera Islam. Tidak pantas baginya bermain-main bersama orang yang main-main, dan tidak pula lalai bersama orang yang lalai, tidak berbuat laghwi (sia-sia) bersama orang yang berbuat laghwi, dalam rangka mengagungkan hak Al-Qur`an.”


Semoga rahmat dan Cinta Nya menyertai kita semua.
Aamiin ya Robbal alamin.




Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

::: APAKAH IHSAN ? :::



Rasulullah menjelaskan tentang Ihsan iaitu:

“Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)

Norma, adab, perilaku, akhlak ada didalam Ihsan. Mereka yang bergunjing, berkeluh kesah, berkata dengan kasar, bahkan masih ada yang berputus asa adalah karena mereka minimal tidak meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla melihat mereka, mereka tidak meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla mengurus ciptaanNya dan Dia tidak tidur. (Al Baqarah: 255)

Muslim yang meyakini diawasi/dilihat oleh Allah Maha Agung sifatNya atau mereka yang dapat melihat Rabb dengan hati (‘ain bashirah) atau muslim yang Ihsan atau muslim yang bermakrifat maka ia mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya, mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, mencegah dirinya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar. Sehingga terwujud dalam berakhlakul karimah. Inilah tujuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

♥ ♥ ♥ ♥ “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)

Oleh karenanya seorang ustadz sebaiknya menyampaikan ketiga pokok agama yakni Islam, Iman, Ihsan agar terbentuk muslim yang berakhlakul karimah, muslim yang ihsan atau muslim yang bermakrifat yakni muslim yang dapat menyaksikan Allah dengan hati mereka (‘ain bashiroh).


||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||

ISLAM DAN IMAN DIKENAL DENGAN SYARIAT SEDANGKAN IHSAN DIKENAL DENGAN TASAWUF

Imam As Syafi’i rahimahullah menasehatkan kita untuk menjalankan perkara syariat sebagaimana yang mereka sampaikan dalam kitab fiqih sekaligus menjalankan tasawuf untuk mencapai muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang Ihsan.

Imam Syafi’i rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya),

|| ”Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mau menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik (ihsan)?” [Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 47]

Begitupula dengan nasehat Imam Malik rahimahullah bahwa menjalankan tasawuf agar manusia tidak rusak dan menjadi manusia berakhlak baik.

Imam Malik rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya):

|| “Dia yang sedang tasawuf tanpa mempelajari fiqih (perkara syariat) rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia, hanya dia siapa memadukan keduanya terjamin benar.”

Imam Nawawi rahimahullah berkata:

|| “Pokok-pokok metode ajaran tasawwuf ada lima: Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapan maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian-Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka.“ (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman: 20, Imam Nawawi)


||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||

Jika mereka menjalankan perkara syariat tidak diikuti dengan menjalankan tasawuf atau mereka tidak memperhatikan amalan batin mereka maka mereka akan sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah sampaikan sebagai

♥ ♥ ♥ ♥ “Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan” (HR Muslim 1773)

Maknanya sholat mereka sebatas dzahirnya saja atau amalan lahirnya saja, tidak sampai kepada bathin (qalbu) mereka atau tidak bermanfaat atau mempengaruhi kepada hati atau bathin mereka yang mengatur jasad lahir sehingga sholat mereka tidak mencegah perbuatan keji dan mungkar, sholat mereka tidak mencegah mereka dari bergunjing, berkeluh kesa , berkata dengan kasar, bahkan masih ada yang berputus asa.

Selengkapnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

♥ ♥ ♥ ♥ “akan muncul suatu firqah/sekte/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

♥ ♥ ♥ ♥ “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nombor 11025, 11/46)

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

♥ ♥ ♥ ♥ “Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (al Ankabut: 45)

Sholat mereka tidak menumbuhkan keyakinan akan pengawasan Allah atau pengawasan Allah tidak tertanam dalam jiwanya atau qalbunya.


||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||¦¦¦¦||||

Segelintir kaum muslim, ibadah sholat mereka sekedar upacara keagamaan (ritual) atau gerakan-gerakan yang bersifat mekanis (amal) yang sesuai syarat dan rukun-rukunnya (ilmu), sebagaimana robot sesuai programnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

♥ ♥ ♥ ♥ “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian, tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” (HR Muslim)

Tidaklah mereka mencapai sholat yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa “Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin“, ‘sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin’ yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah.

Dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

♥ ♥ ♥ ♥ “Sesungguhnya kalian apabila sholat maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (bertemu) dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerti bagaimana bermunajat dengan Tuhan.”

Allah berfirman yang artinya,

♥ ♥ ♥ ♥ “Sesungguhnya sembahyang (Sholat) itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu’ yaitu mereka yang yakin akan berjumpa dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan kembali kepadaNya.” (Al-Baqarah: 45)

:: MERAIH IHSAN DALAM DIRI ::




“’Wahai Rasulullah, apakah IHSAN itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Hendaklah kamu beribadah  (takut /khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim)


Muslim yang meyakini diawasi/dilihat oleh Allah -Maha Agung sifatNya atau mereka yang dapat melihat Rabb dengan hati (ain bashiroh) atau muslim yang Ihsan atau muslim yang bermakrifat maka ia mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya, mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, mencegah dirinya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar. Sehingga terwujud dalam berakhlakul karimah. Inilah tujuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Subhanahu wa ta’ala


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” ( Ath Thabarani)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian, tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” (HR Muslim)

Tidaklah mereka mencapai sholat yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa “Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin“, “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“. yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah.


Dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kalian apabila sholat maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (bertemu) dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerti bagaimana bermunajat dengan Tuhan”

Allah berfirman yang artinya, "Sesungguhnya sembahyang (Sholat) itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu’ yaitu mereka yang yakin akan berjumpa dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan kembali kepadaNya”. (QS. Al-Baqarah 2 : 45).


DERAJAT IHSAN merupakan tingkatan tertinggi keislaman seorang hamba, setelah Islam dan iman. Tidak semua orang bisa meraih derajat yang mulia ini. Hanya hamba-hamba الله yang Allah kehendaki saja yang bisa mencapai derajat mulia ini. Atas mujahadah dan kemauan yang keras untuk mendekat kepada Allah dan berjuang melawan hawa nafsunya.

Semoga الله ‘Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk di dalamnya.


Kata IHSAN (berbuat baik) merupakan kebalikan dari kata al isaa-ah (berbuat buruk), yakni perbuatan seseorang untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf dan menahan diri dari dosa. Dia mendermakan kebaikan kepada hamba الله yang lainnya baik melalui hartanya, kehormatannya, ilmunya, maupun raganya.



Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di menjelaskan bahwa IHSAN mencakup dua macam, yakni IHSAN dalam beribadah kepada الله dan IHSAN dalam menunaikan hak sesama makhluk.

1. Ihsan dalam beribadah kepada الله maknanya beribadah kepada الله seolah-olah melihat-Nya atau merasa diawasi oleh-Nya.

2. Sedangkan IHSAN dalam hak makhluk adalah dengan menunaikan hak-hak mereka. Ihsan kepada makhluk ini terbagi dua, yaitu yang wajib dan sunnah. Yang hukumnya wajib misalnya berbakti kepada orang tua dan bersikap adil dalam bermuamalah. Sedangkan yang sunnah misalnya memberikan bantuan tenaga atau harta yang melebihi batas kadar kewajiban seseorang. Salah satu bentuk IHSAN yang paling utama adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau perbuatannya.


IHSAN adalah membaguskan amal. Batasan minimal seseorang dapat dikatakan telah melakukan IHSAN di dalam beribadah kepada الله yaitu apabila di dalam memperbagus amalannya niatnya ikhlas yaitu semata-mata mengharap pahala-Nya dan sesuai dengan sunnah Nabi صلی الله علیﻪ و سلم .


seseorang Ihsan adalah yang beramal senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh الله dalam setiap aktivitasnya. Ini berdasarkan sabda Nabi صلی الله علیﻪ و سلم

فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

(jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu)



وَمَاتَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَاتَتْلُوا مِنْهُ مِنْ قُرْءَانٍ وَلاَتَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلاَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ …{61}

“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya…” (Yunus: 61)



Pada tingkatan ini seseorang beribadah kepada الله, seakan-akan dia melihat-Nya.

“Sesungguhnya الله beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat IHSAN.” (An Nahl: 128)


Dalam ayat lain الله berfirman,

وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ {195}


“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan الله, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya الله menyukai orang-orang yang berbuat IHSAN.” (Al Baqarah:195)


Allah Ta'ala berfirman :
“Bagi orang-orang yang berbuat IHSAN, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah الله سبحانا وتعاﱃ)” (QS Yunus: 26) الله akan bersamanya, memberinya petunjuk, membimbingnya, serta menolongnya dalam setiap urusannya.

الله سبحانا وتعاﱃ juga berfirman (artinya),

“Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) الله dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya الله menyediakan bagi siapa yang berbuat IHSAN (kebaikan) diantaramu pahala yang besar.” (Al Ahzab: 29)



Semoga Allah membukan mata hati, dan menyampaikan kita pada rahmat Ihsan dalam beribadah , mewujudkan Ihsan dalam diri kita, dan istiqomah sampai الله mengambil ruh ini dari jasad kita.. Aamiin Allahumma aamiin.




Wallahu a'lam bishawab,
Barakallahufikum ...

::: MENGHADIRKAN HATI KETIKA SHALAT


Bismillahirahmannirahim,

Ibnul Qayyim – rahimahullah – menguraikan wasiat Nabi Yahya bin Zakariya – ‘alaihimassalam – yang berbunyi :

وآمركم بالصلاة، فإذا صليتم، فلا تلتفتوا فإن الله ينصب وجهه لوجه عبده في صلاته ما لم يلتفت , رواه البخاري

♥ ♥ ♥ ♥ “Dan aku memerintahkan kamu untuk shalat, jika kamu shalat maka janganlah kamu berpaling (menoleh) karena sesungguhnya Allah menghadapkan wajah-Nya kewajah hamba tersebut dalam shalat selama dia tidak berpaling.” (HR. Bukhari)

Beliau (Ibnul Qayyim) berkata: Berpaling (iltifat) yang dilarang dalam shalat ada dua macam:

• PERTAMA: Berpalingnya hati dari Allah - azza wa jalla – kepada selain-Nya.

• KEDUA: Berpalingnya pandangan mata.

Kedua-duanya dilarang dalam shalat. Allah senantiasa menghadap ke hamba-Nya selama hamba tersebut menghadap kepada-Nya, maka tatkala dia berpaling dengan hati ataupun pandangannya, maka Allah pun akan berpaling darinya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang iltifat (berpaling) nya seorang laki-laki dalam shalat, maka beliau bersabda:

♥ ♥ ♥ ♥ “(iltifat) merupakan pencurian yang dilakukan oleh syaithan dalam shalat seseorang.” (HR. Bukhari)

Dalam sebuah atsar disebutkan, Allah Subhanahu wata’ala berfirman (dalam hadits qudsi):

|| “(apakah kamu berpaling) kepada yang lebih baik dari-Ku?”


||||||||||||||||||||||||||||||||||||

NILAI SHALAT ORANG YANG KHUSYU’

Perumpamaan orang yang berpaling (iltifat) dalam shalatnya dengan pandangan ataupun hati sama seperti orang yang dipanggil oleh penguasa, kemudian dia berdiri di hadapan penguasa tersebut dan berbicara dengannya, ketika sedang berbicara orang tersebut menoleh (berpaling) ke kiri dan ke kanan, hatinya tidak sedang bersama penguasa tersebut sehingga dia tidak paham apa yang dibicarakan. Kira-kira tindakan apa yang akan dilakukan oleh penguasa tersebut menghadapi laki-laki ini?

Paling tidak penguasa tadi akan pergi meniggalkannya dalam keadaan marah, dan harga diri laki-laki tadi menjadi hilang di hadapan penguasa tersebut.

Tidaklah sama nilainya orang yang shalat seperti itu dengan orang yang shalat dengan hati yang hadir (khusyu’) menghadap Allah Subhanahu wata’ala, hatinya diselimuti dengan pengagungan kepada Allah ketika dia berdiri di hadapan-Nya, hatinya dipenuhi dengan rasa sungkan (BiHi: menaruh hormat; segan) dan tunduk kepada Allah, dia malu kepada Allah ketika berpaling kepada selain-Nya. Sungguh sangat jauh perbedaan diantara shalat kedua orang tersebut sebagaimana dikatakan oleh Hassan bin ‘Athiyah. [1]

Beliau (Hassan bin ‘Athiyah) mengatakan:

|| “Dua orang laki-laki bisa saja sama-sama melakukan shalat, tetapi nilai keduanya sangat jauh berbeda sebagaimana perbedaan antara langit dan bumi, ini disebabkan karena salah seorang diantara mereka shalat dengan hati yang khusu’ menghadap Allah ‘Azza wa Jalla, sementara hati yang satunya lagi lupa dan lalai. Seseorang apabila menghadap makhluk lain dan diantara mereka ada hijab (penghalang) maka itu tidaklah dinamakan menghadapnya, dan juga tidak dikatakan mendekatinya, apalagi kalau itu dilakukan pada Pencipta (Allah) ‘Azza wa Jalla. Apabila seseorang menghadap kepada Allah ‘Azza wa Jalla sementara antara dia dan Allah terdapat penghalang berupa hawa nafsu dan was-was (godaan), jiwanya sibuk dan penuh dengan hawa nafsu dan was-was tersebut, bagaimana mungkin itu dikatakan menghadap (Allah) padahal dia dipermainkan oleh godaan dan bermacam fikiran yang membawanya kesana kemari.”


||||||||||||||||||||||||||||||||||||

GELISAHNYA SYAITHAN

Seorang hamba apabila sudah berdiri untuk shalat, maka syaithan akan gelisah karena dia berdiri di tempat yang paling mulia dan paling dekat (kepada Allah) yang sangat tidak disukai syaithan. Makanya syaithan berusaha semaksimal mungkin untuk menghalanginya, dia senantiasa menggoda hamba tersebut, membuatnya berangan-angan, dan lupa. Syaithan akan berusaha mengerahkan semua kemampuan yang dimilikinya untuk menjadikan hamba tadi menganggap enteng shalat tersebut, sehingga akhirnya dia meninggalkannya.

Kalau dia (syaithan tersebut) gagal dalam usahanya, maka dia akan berusaha menjadi penghalang bagi hamba tersebut dalam shalat, menjadi penghalang dalam hatinya, dia mengingatkan hamba tersebut dalam shalat dengan berbagai macam persoalan yang terlupakan sebelum shalat.

Bisa jadi hamba tadi lupa sesuatu hal, atau lupa sesuatu yang sangat penting yang membuat dia telah putus asa, maka syaithan datang mengingatkannya ketika dia sedang shalat, sehingga hatinya menjadi sibuk, tidak lagi menghadap Allah, maka diapun (hamba tadi) berdiri di hadapan Allah tidak dengan hatinya. Dia tidak akan mendapatkan kemuliaan dan kedekatan dari Allah sebagaimana yang didapatkan oleh orang yang melakukan shalat dengan sepenuh hati. Shalat bisa menghapuskan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan kalau dikerjakan dengan sempurna, khusyu’ dan berdiri di hadapan Allah dengan sepenuh hati.


||||||||||||||||||||||||||||||||||||

KETENTRAMANKU DICIPTAKAN DALAM SHALAT

Ketika seseorang sudah bisa menghindari godaan syaithan tadi, maka dia akan merasakan keringanan dalam dirinya, seolah-oleh dia telah meletakkan beban berat yang dipikulnya, dia akan merasakan semangat dan ketenangan sehingga dia berharap untuk tidak selesai dari shalat tersebut, karena shalat itu sudah menjadi harapannya, kenikmatan jiwanya, sorga hatinya dan tempat peristirahatannya dari kesibukan dunia. Dia akan merasakan dirinya dalam penjara dan kesempitan sehingga dia melaksanakan shalat, dia menjadi tentram dengan shalat tersebut. Orang-orang yang cinta dengan shalat akan mengatakan: mari kita shalat sehingga kita bisa merasakan ketentraman dengan shalat tersebut, sebagaimana dikatakan oleh panutan dan Nabi mereka:

يا بلال أرحنا بالصلاة

“Wahai Bilal, tentramkanlah kami dengan Shalat ”. (HR. Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Bani)

Dan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam TIDAK mengatakan: "Tentramkan kami dengan menjauhkan shalat tersebut dari kami."

Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

جُعلت قرة عيني في الصلاة

“Ketentramanku diciptakan dalam shalat.” (HR. Ahmad dan disahihkan oleh al-Bani)

Kalau ketentraman itu diciptakan di dalam shalat, bagaimana mungkin dia bisa tentram tanpa shalat tersebut? Bagaimana mungkin dia sanggup meninggalkannya? Shalat orang yang menghadirkan hatinya inilah yang akan naik (menuju Allah), shalat itulah yang punya cahaya dan bukti, sehingga diterima oleh Allah ‘azza wa jalla. Shalat itu akan bicara: Allah akan menjagamu sebagaimana kamu menjagaku.

Adapun shalat orang yang lalai, tidak melaksanakannya sebagaimana mestinya dan tidak khusyu’ di dalamnya, maka shalat itu akan dilipat sebagaimana dilipatnya kain yang sudah lusuh dan dipukulkan kepada orang tersebut, kemudian dia berkata: Allah akan menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu menyia-nyiakanku.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radiyallahu ‘anhuma berkata:

“Tidaklah seorang mukmin menyempurnakan wudhu’nya kemudian dia melaksanakan shalat pada waktunya, dia laksanakan dengan ikhlas kepada Allah, tanpa ada kekurangan pada waktunya, rukuknya, sujudnya dan sunnah-sunnahnya melainkan dia akan mendapatkan cahanya antara barat dan timur sampai akhirnya berakhir di sisi Allah ‘azza wajalla. Dan siapa saja yang melaksanakan shalat, dia tidak menyempurnakan wudhu’nya, mengakhirkan waktunya, tidak menyempurnakan rukuk, sujud dan sunnah-sunnahnya maka diangkatkan darinya benda hitam gelap dan langsung mengatakan kepadanya: Allah akan menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu menyia-nyiakanku … Allah akan menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu menyia-nyiakanku ... “ (Haditsnya Lemah/Dha’if)


||||||||||||||||||||||||||||||||||||

AMALAN YANG MAKBUL

Shalat dan amalan yang maqbul (yang akan diterima Allah) adalah apabila dilakukan dengan cara yang sesuai dengan kebesaran Allah ‘Azza wajalla, kalau shalat tersebut dilakukan dengan benar dan pantas maka pasti akan diterima.

Amalan yang Maqbul (diterima di sisi Allah) ada dua macam :

• PERTAMA: Shalat dan amalan lainnya yang dilakukan seorang hamba dengan sepenuh hati kepada Allah ‘azza wajalla, ia senantiasa ingat (zikir) kepada Allah ‘azza wajalla. Maka amalan ini akan dibawa kehadapan Allah, diletakkan di depan-NYa, kemudian Allah memandang amalan tersebut, kalau Allah melihat amalan tersebut dilakukan dengan ikhlas mengharapkan ridha-Nya, timbul dari hati yang selamat (bersih), ikhlas dan cinta serta bertaqarrub kepada-Nya, maka Allah akan mencintai amalan tersebut, meridhainya dan menerimanya.

• KEDUA: Amalan yang dilakukan karena sekedar kebiasaan dan dilakukan dengan lalai, meskipun niatnya untuk ketaatan dan taqarrub kepada Allah, anggota tubuhnya melakukan gerakan-gerakan ketaatan, tetapi hatinya lalai dari mengingat Allah. Ketika amalan tersebut diangkat menghadap Allah, dia tidak diletakkan di hadapan-Nya, dan Allah tidak memperhatikannya, tapi amalan tersebut langsung di letakkan di tempat catatan amal, sehingga nanti ditampilkan pada hari kiamat. Allah akan memberikan balasan sesuai dengan bagian yang dikerjakan karena mengharapkan ridha-Nya, sementara yang dikerjakan bukan karena mengharapkan ridha-Nya akan ditolak. Itulah bentuk penerimaan-Nya terhadap amalan ini. Balasan yang akan diberikan untuk amalan seperti ini adalah berupa ciptaan-Nya seperti istana (di syurga), makanan, minuman dan bidadari.

Adapun balasan untuk yang pertama tadi maka Allah ridha dengan amalan tersebut, ridha dengan cara hamba tersebut melakukannya, ridha dengan taqarrub yang dilakukannya, Allah akan meninggikan derajat dan tempatnya, yang diberikan tanpa dihitung lagi. Jadi ada perbedaan antara amalan pertama dan kedua.


||||||||||||||||||||||||||||||||||||

LIMA TINGKATAN SHALAT

Manusia dalam melaksanakan shalat dikelompokkan menjadi lima tingkatan:

• PERTAMA: tingkatan orang-orang yang zhalim terhadap dirinya, yaitu orang-orang yang tidak menyempurnakan wudhu’nya, waktunya, batasan-batasannya dan rukun-rukunnya.

• KEDUA: orang yang menjaga waktu shalatnya, batasan-batasannya, rukun-rukunnya dan wudhu’nya, tetapi dia tidak berusaha melepaskan dirinya dari godaan, sehingga dia hanyut dalam godaan dan berbagai macam fikiran yang timbul.

• KETIGA: orang yang menjaga batasan-batasan shalat, rukun-rukunnya dan berusaha untuk melawan godaan dan pemikiran yang muncul, akhirnya dia larut dalam usaha melawan syaithan supaya tidak mencuri shalatnya, maka berarti dia berada dalam shalat dan jihad.

• KEEMPAT: orang yang melaksanakan shalat dengan menyempurnakan hak-haknya, rukun dan batasan-batasannya, hatinya larut menjaga batasan-batasan dan hak-hak shalat tersebut sehingga tidak ada yang luput, semua perhatiannya tercurah untuk mendirikan dan menyempurnakan shalat sebagaimana mestinya , berarti hatinya larut dalam shalat dan beribadah kepada Allah tabaaraka wata’ala.

• KELIMA: orang yang melaksanakan shalat seperti tingkatan ke empat tadi, ditambah lagi dia meletakkan hatinya sepenuhnya di hadapan Allah ‘azza wajalla, dia melihat kepada Allah dengan hatinya dan mengawasi-Nya, hatinya dipenuhi dengan rasa cinta dan pengagungan kepada Allah, seolah-olah dia melihat dan menyaksikan-Nya. Godaan-godaan sudah hilang darinya, sudah tidak ada lagi godaan yang jadi penghalang antara dia dengan Tuhannya. Orang yang seperti ini dibanding dengan yang lainnya jelas lebih utama sebagaimana perbedaan antara langit dan bumi, karena dia dalam shalatnya sibuk dengan Tuhannya ‘azza wajalla, dia tentram bersama-Nya.

Orang-orang di tingkat pertama akan mendapat ‘iqab, yang kedua akan dihisab, yang ketiga (shalatnya) jadi penghapus dosa-dosanya, yang ke empat mendapatkan balasan dan yang kelima menjadi orang yang akan di dekatkan kepada Allah, karena dia menjadikan ketentraman bersama Allah dalam shalatnya. Siapa saja yang tentram hatinya dengan shalat di dunia ini, maka dia akan tentram juga di akhirat karena dekat dengan Allah. Orang yang tentram hatinya bersama Allah di dunia, maka hati-hati yang lainpun akan merasa tentram karenanya, sedangkan orang yang tidak tentram hatinya bersama Allah maka jiwanya akan terpecah belah mengikuti dunia dengan penuh kerugian.

Diriwayatkan bahwa seorang hamba tatkala berdiri untuk melaksanakan shalat maka Allah ‘azza wajalla berfirman:

♥ ♥ ♥ ♥ “Angkat hijab (pembatas) antara Aku dengan hamba-Ku, namun tatkala ia berpaling maka Allah berfirman: turunkan hijab (kembali).”

Berpaling (iltifat) di sini ditafsirkan dengan berpalingnya hati orang tersebut dari Allah ‘azza wajalla kepada selain-Nya, maka ketika dia berpaling kepada selain-Nya diturunkanlah hijab antara Dia dan hamba-Nya, ketika itulah syaitan datang dengan urusan dunia, dia memperlihatkan kepada orang tersebut godaan dunia di cermin (sehingga kelihatan nyata). Jadi ketika seorang hamba menghadap Allah dengan hatinya dan dia tidak berpaling, maka syaithan tidak sanggup menghalangi antara hati tersebut dan Allah, syaithan hanya akan masuk ketika ada hijab. Ketika hamba tersebut kembali kepada Allah dan menghadirkan hatinya maka syaithan akan lari, jika dia berpaling lagi (dari Allah) maka syaithan akan datang. Demikian seterusnya antara hamba dan syaithan selama dalam shalat.

Manusia hanya akan sanggup untuk menghadirkan hatinya dalam shalat dan menyibukkan hati tersebut dalam shalat bersama dengan Tuhannya ketika dia bisa menguasai syahwat dan hawa nafsunya, kalau tidak maka hatinya akan dikuasai oleh syahwat dan dipenjara oleh nafsu, ketika itulah syaithan mendapatkan tempat untuk duduk dengan nyaman di dalamnya sehingga dengan mudah dia menggoda dengan was-was dan berbagai macam fikiran (dunia).


||||||||||||||||||||||||||||||||||||

HATI MANUSIA ADA TIGA MACAM:

• PERTAMA: Hati yang kosong dari keimanan dan kebaikan, ini adalah hati yang sudah hitam penuh dengan kegelapan, syaithan dengan tenang bisa menggodanya, karena dia telah mendapatkan tempat yang nyaman untuk rumah tempat tinggalnya, sehingga dia bisa berbuat sekehendaknya dengan sangat leluasa.

• KEDUA: Hati yang mendapat cahaya keimanan dan menyalakan lampu didalamnya, tapi masih ada bekas-bekas kegelapan syahwat dan gelombang hawa nafsu di dalamnya, maka di sini syaithan mondar-mandir tergantung situasi, di sinilah terjadi perang antara hati dan syaithan. Kondisinya berbeda antara seorang hamba dengan yang lainnya tergantung porsi kegelapan tersebut, ada orang yang waktu kemenangannya lebih banyak dibanding kekalahannya, dan sebaliknya ada juga orang yang waktu kekalahannya lebih banyak dibanding waktu kemenangannya, dan ada juga yang seimbang.

• KETIGA: HATI yang sudah dipenuhi dengan keimanan, diterangi dengan cahayanya, tirai syahwat telah menjauh dari dirinya, kegelapan sudah pergi meninggalkannya, cahaya di dalam hatinya bersinar cemerlang, sehingga ketika ada godaan syahwat yang datang maka dia (godaan tersebut) akan langsung terbakar, dia ibaratkan langit yang dijaga dengan bintang-bintang, ketika ada syaithan yang mendekat akan langsung dilemparnya hingga terbakar.

Semoga Shalawat dan Salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

________
[1] Ibnu Hibban menyebutkan dalam Masyahir Atba’it tabi’in bisy syam bahwa Hassan bin ‘Athiyah termasuk ulama yang paling mulia di zamannya, dari segi keterpercayaannya (ke tsiqahannya), keprofesionalannya, keutamaan dan kebaikannya. Lihat kitab Masyahir Ulama al-amshar nomor 1433. Atsar ini diriwayatkan oleh Abdullah bin al-Mubarak dalam kitab Az-Zuhdu wa ar-Raqaaiq



 

Islamhouse.com
Penyusun: Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
Terjemah: Abu Mushlih Muhammad Thalib MZ
Editor: Eko Haryanto Abu Ziyad

DOA SUPAYA MEMPEROLEH HUSNUL KHATIMAH



Bismillahirrahmannirahim,

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Husnul khatimah menjadi dambaan kita semua. Karena nilai kita ditentukan saat kematian datang. Jika kita mengakhiri hidup di dunia ini dalam kondisi beriman dan dihiasi dengan ketaatan, maka itulah husnul khatimah.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَالُوا وَكَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ قَالَ يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ مَوْتِهِ

“Apabila Allah menghendaki kebaikan atas hamba-Nya, maka Dia memperkerjakannya?” Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana Allah memperkerjakannya?’ Beliau menjawab, ”Allah memberinya taufiq untuk beramal shalih sebelum kematiannya.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi )


Tidak Mudah Menggapai Husnul Khatimah

Saat menjelang kematian merupakan saat kesempatan terakhir bagi setan untuk menyesatkan hamba Allah. Setan berusaha sekuat tenaga untuk menyesatkannya, bahkan terkadang menjelma dalam rupa ayah dan ibunya.


Setan akan berusaha keras untuk menyesatkan orang mukmin pada saat kematian.

Dari Wailah bin al-Asqa’ berkata bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

“Talkin (tuntun)-lah orang yang hendak meninggal dengan Laa Ilaaha Illallaah dan berilah kabar gembira dengan surga. Sesungguhnya orang yang mulia, dari kaum laki-laki dan wanita kebingungan dalam menghadapi kematian dan diuji. Sesungguhnya setan paling dekat dengan manusia pada saat kematian. Sedangkan melihat malaikat maut lebih berat daripada seribu kali tebasan pedang.” (HR. Abu Nu’aim)


Abdullah bin Ahmad berkata, “Pada saat saya hadir dalam kematian bapakku, saya membawakan kain untuk mengikat jenggotnya, sementara beliau dalam keadaan tidak sadar. Kemudian pada saat beliau sadar, mengatakan, ‘Belum, belum!’ Beliau mengucapkan itu berkali-kali. Saya bertanya kepada beliau, ‘wahai bapakku, apa yang tampak padamu?’ Beliau menjawab, ‘setan berdiri di depanku sambil menggigit jarinya seraya mengatakan, ‘aku gagal menggodamu wahai Ahmad.’ Saya katakan, ‘Belum, sebelum saya benar-benar meninggal’.”


Abu Hasan al-Qabisi dalam Risalah Ibnu Abi Zaid meriwayatkan bahwa seorang hamba tatkala sedang menghadapi kematian ada dua setan yang menggoda dari atas kepalanya. Salah satunya berada di sebelah kanan dan satunya lagi di sebelah kiri. Adapun yang di sebelah kanan menyerupai bapaknya lalu berkata, “Wahai anakku, saya sangat sayang dan cinta kepadamu. Jika kamu mau mati, maka matilah dengan membawa agama Nasrani sebab dia adalah sebaik-baik agama.” Dan yang berada di sebelah kiri menyerupai ibunya dan berkata, “Wahai anakku, perutku dahulu tempat hidupmu dan air susuku sebagai minumanmu serta pangkuanku sebagai tempat tidurmu, maka saya minta hendaknya kamu mati dengan membawa agama Yahudi sebab dia adalah sebaik-baik agama.”

Maka menurut Imam al-Ghazali, pada saat itu Allah menggelincirkan orang-orang yang dikehendaki oleh-Nya tergelincir. Demikian itu yang dimaksud dengan firman Allah,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran: [8)]

Maksudnya, Ya Allah janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan pada saat kematian setelah Engkau beri petunjuk kepada kami beberapa kurun waktu.

Jika Allah menghendaki hidayah dan keteguhan pada hamba-Nya, maka datanglah rahmat dan Malaikat Jibril untuk mengusir setan dan mengatakan kepada orang beriman, “Wahai orang mukmin, mereka itu adalah musuh-musuhmu dari kalangan setan, maka meninggallah kamu dalam keadaan membawa agama yang hanif dan syariat Muhammad.” Dan tidak ada sesuatu yang paling dicintai oleh orang beriman kecuali Malaikat itu dan itulah yang dimaksud firman Allah,

وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: [8)] .” Selesai perkataan Imam al-Ghazali yang dinukil Imam Ibrahim bin Muhammad al-Maqdisi dalam Menelanjangi Setan, hal. 277-278)

Ibnu Al-Jauzi dalam Shaid al-Khathir berkata, “Saya berwasiat kepada diriku dan kepada orang yang mendengar wasiatku ini agar teguh saat menghadapi kematian –tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan izin Allah- sebab godaan dan bisikan kematian banyak syubhatnya. Dan saya merasa kasihan terhadap orang yang sakit semoga tidak tenggelam dalam sakaratul maut sehingga tidak sadar. Dan saya berlindung kepada Allah dari kematian masih dalam keadaan sadar tidak teguh dengan godaan.”



Sebab-sebab Meraih Husnul Khatimah

Husnul khatimah merupakan karunia terbesar dari Allah untuk seorang hamba. Penjagaan Allah dan meneguhkannya di atas iman lah yang menjadikannya mendapat husnul khatimah saat banyak godaan dan syubuhat menjelang kematian. “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat..” (QS. Ibrahim: 27)

Namun demikian hamba juga punya peran usaha sebagai sebab Allah menganugerahkan husnul khatimah kepadanya. Walaupun usaha hamba tidak bisa lepas dari kehendak Allah juga.

Imam Sufyan al-Tsauri pernah berpesan saat menghadapi kematian agar menjaga akidah, membaca istighfar, dan bertaubat dari dosa agar bertemu Allah dalam keadaan bersih. (Menelanjangi Syetan, Ibrahim al-Maqdisi, hal. 279)


Maka di antara upaya yang bisa dilakukan hamba untuk meraih husnul khatimah, adalah:

1. Menjaga iman dan tuntutannya berupa ketaatan dan takwa kepada Allah. Hendaknya dia menjauhi benar-benar pembatal-pembatal iman dan yang mengurangi kesempurnaannya dari berbagai maksiat. Dia bertaubat dari segala dosa dan maksiat, khususnya syirik besar amaupun yang kecil. Di antaranya dengan membaca doa yang diajarkan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك أَنْ أُشْرِكَ بِك وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُك لِمَا لَا أَعْلَمُ

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui." (HR. Ahmad dan Shahih Abi Hatim serta yang lainnya, shahih)

2. Berusaha sungguh-sungguh untuk memperbaiki zahir dan batinnya. Niat dan tujuan amalnya untuk mewujudnya keshalihan zahir dan batinnya tersebut. Sesungguhnya sunnah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang abadi bahwa pencari kebenaran akan diberi petunjuk memperolehnya, diteguhkan di atasnya, dan ditutup hidupnya dengan kebenaran.

3. Senantiasa memohon dan berdoa kepada Allah agar diwafatkan di atas iman dan takwa.


Beberapa Doa Supaya Diwafatkan Husnul Khatimah

Sangat banyak doa yang diabadikan Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam yang bermakna permintaan agar akhir hayat husnul khatimah;

1. Doa agar diwafatkan di atas Islam,

- Doa Nabi Yusuf 'alaihis salam:

تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ

“Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shaleh.” (QS. Yuusuf: 101)

- Doa tukang sihir Fir’an yang telah bertaubat,

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ

“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raaf: 126)


2. Doa diteguhkan di atas hidayah,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imran: [8)]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu." (HR. Ahmad dan at Tirmidzi)


3. Doa agar diselamatkan dari godaan setan saat mengalami sakaratul maut.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَرَمِ وَالتَّرَدِّي وَالْهَدْمِ وَالْغَمِّ وَالْحَرِيقِ وَالْغَرَقِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ وَأَنْ أُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا

“Ya Allah, sunguh aku berlindung kepada-Mu dari pikun, terjatuh dari ketinggian, keruntuhan bangunan, kedukaan, kebakaran, dan tenggelam. Aku berlindung kepada-Mu dari penyesatan setan saat kematian, terbunuh dalam kondisi murtad dan aku berlindung kepada-Mu dari mati karena tersengat binatang berbisa.” (HR. Al-Nasai dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: no. 1282)


Sesungguhnya akhir hayat kita memiliki kaitan dengan amal kita sejak sekarang. Siapa yang senantiasa menjaga ketaatan kepada Allah dengan penuh keikhlasan, insya Allah dia akan mengakhiri hidupnya di atas kondisi tersebut. Sebaliknya, siapa yang mengotori hidupnya dengan maksiat dan kejahatan, atau bahkan sengaja menympang. Kesempatan taubat sering disia-siakan dengan menunda-nunda, atau bahkan mencari-cari pembenaran atas kesalahan, maka biasanya dia akan mengahiri hidupnya dengan su'ul khatimah. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kondisi semacam ini.


Ya Allah,
Jadikanlah amal terbaik kami pada penutupnya, jadikan sebaik-baik umur kami pada saat kami mengakhirinya, dan jadikan hari terbaik kami pada saat kami bertemu dengan-Mu. Ya Allah berilah taufik kepada kami semua untuk senantiasa berbuat kebajikan dan menjauhi kemungkaran-kemungkaran.

Segala puji hanya bagi-Nya dan semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan untuk nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

Aamiin ya Robbal alamin ..



Wallahu a'lam bishawab,