Laman

Sabtu, 21 Maret 2020

=KAJIAN HIKMAH TASAWWUF=

Bismillahirrahmaanirrahiim.


Qaalallahu Ta'ala Fii Kitabihil Karim Wa Huwa Ashdaqul Qaailiin
Tafakkaruu Fii Khalqillah Wa Laa Tafakkaruu Fii Dzatillah
Firman Allah swt,
Fa idzansyaqqatis Samaa'u Fa Kaanat Wardatan Kad-dihan
Artinya :
Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak.
(Q.S. Ar-Rahman : 37)
Fa Bi Ayyi Aalaa'i Rabbikuma Tukaddzibaan.
Artinya :
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan.?
(Q.S. Ar-Rahman : 38)
💥METAFORA SEKUNTUM MAWAR
🌹Mawar adalah tanaman semak kebanyakan tumbuh dibelahan bumi utara yang berudara sejuk, spesies Bunga Mawar umumnya merupakan tanaman semak yang berduri atau tanaman yang memanjat….
🌹Mawar pada hakekatnya adalah sebuah sosok bunga yang banyak mengajarkan dan memberi pelajaran dalam kehidupan manusia, yang pada hakekatnya manusia tidakakan pernah mendapatkan kesempurnaan dalam kehidupan didunia ini dan tidak akan kekal abadi selamanya.
Karena sesungguhnya kesempurnaan itu semata-mata hanya milik Tuhan semata-mata.
Adapun segala rasa yang timbul dari dalam diri atau hati kita yang paling dalam, atau pikiran kita maka tidak ubahnya seperti Mawar.
Mawar yang indah dan menawan membuat setiap orang yang melihat ingin memetik dan memilikinya, dan pada saatnya dia akan gugur dan mati dan akan tiba saatnya lenyap dari kehidupan ini.
Meskipun tanpa menggunakan kata-kata sebenarnya Sang Mawar ingin berkata kepada kita
” Sesungguhnya dalam kehidupan ini tidak ada yang kekal dan abadi, bahkan apa saja yang sekarang kita lihat indah sekarang ini pada suatu saat akan menjadi sesuatu yang terbuang dan tiada berarti ”
🌹Bunga Mawar mengajarkan kepada kita janganlah menjadi seorang manusia yang lemah, mudah terbawa arus dan perasaan, dan jangan pulalah suka mencari kesenangan, kebahagiaan atau keindahan hanya sesaat saja karena hal tersebut tidak akan memberi ketenangan kepada kita dan pada akhirnya suatu kehampaan belaka yang didapat dan akan menimbukan luka yang sangat mendalam.
🌹Mawar adalah bunga yang dipandang sebagai suatu bahasa simbol dari hidup dan kehidupan yang lebih bersifat rohaniah dari pada bersifat lahiriah.
Didalam filosofis simbolisme dan mistikisme sosok Mawar yang memiliki sifat yang total dan mendalam, hal tersebut banyak diungkapkandengan lambang, bisa berupa cerita, perumpamaan, warna, rupa dan lain sebagainya.
Sesungguhnya Mawar adalah lambang hidup dan kehidupan manusia, sedangkan manusia adalah makhluk yang paling ajaib dan penuh dengan misteri, tak ada satu manusia pun didunia ini yang mampu mengenal manusia secara tuntas, apa yang diketahui oleh manusia itu hanyalah sedikit sekali.
Betapapun suami dan istri mengenal dan mencintai pasangannya dan betapapun cinta kasih sayang seorang ibu bergaul dengan anaknya, namun anak itu tetap menjadi teka-teki dan misteri bagi ibunya. bahkan dirinyasendiripun sebetulnya juga merupakan suatu teka teki dan misteri bagi dirinyasendiri.
Dan manusia selalu berkeinginan mencoba untuk melakukan refleksi dan mendapatkan jawaban tentang misteri manusia.
Apa dan siapa manusia itu …?.
Dansiapakah Aku ini …?.
Berbicara mengenai Mawar hampir selalu dikait-kaitkan sosok tanaman yang memiliki keunikan dan memiliki ciri khas tersendiri dibanding dengan bunga lainnya, bagaimana kita melihat bunga mawar, apakah yang lebih nampak duri-durinya atau justru kelopak bunganya yang indah.
Ini adalah sebuah hikmah dan suatu pelajaran mereka bagi yang berpikir positif akan lebih mengagumi keindahan mawar dan bagi mereka yang suka berpikir negatif mereka hanya melihat duri-durinya saja.
Sesungguhnya cinta adalah sebuah anugerah dan nikmat dari Tuhan yang harus kita pelihara, pada hakekatnya susah dan senang berasal darinya, Mawar juga dilambangkan sebagai simbol bunga cinta, jika tiada suatu rasa yang benar-benar dan bertekad untuk mempertahankan cinta tersebut.
Akan tetapi bila cinta tersebut hanya sebatas cinta antara sesama makhluk maka akan binasa dan segala cerita yang telah tergores akan terhapus dengan begitu mudahnya, saat kita hanya menyukai segala sesuatunya kalau hanya dari sisi luar saja atau hanya dari keindahannya yang sesaat, maka kehancuranlah yang akan menanti.
Belajar dari filosofi Mawar dia adalah sosok bunga yang hidup secara mandiri dan didalam kesederhanaannya dan tanpa iri melihat keindahan atau kemewahan yang ada disekelilingya, namun bunga mawar tetap akan memberikan keindahan yangmempersona dan bermanfaat bagi orang lain.
🌹Mawar bisa tumbuh ditempat yang tandus sekalipun,
Dan bila ia dipetik maka tak akan dapat lagi tumbuh tetapi Mawar tersebut tidak akan langsung mati, keindahan sang mawar tetap ada saat belum layu.
🌹Mawar sudah terbiasa hidup diatas tangkai yang kecil serta dahannya yang penuh oleh duri yang menantang namun Mawar tetap mampu mengatasinya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
Ketika sampai pada puncak kesuburannya sebagai masa kejayaannya sang mawar tetap tidaklah sombong dan ketika layu pun ia harus turun darikedudukannya.
🌹Mawar tidak akan prustasi namun secara selangkah demi selangkah dia akan menyesuaikan dirinya untuk memahami dan menerima serta menyadari bahwa hidup didunia ini tidak ada yang kekal dan abadi.
Para Sufi menjadikan dan mengadopsi Bunga Mawar sebagai simbol karena bunga mawar memiliki arti dan makna yang sangat luas dan sangat mendalam.
Dan sesungguhnya apa arti dan makna dibalik rahasia sebenarnya…?
Allah swt,
Di dalam Kitab Suci Al-Quran Berfirman :
“ Faa’ijan saq’qotis samaa’u faka’nat wardhatan kad’dihaani ”
Artinya : Maka apabila langit telah terbelah maka ia menjadi Mawar merahseperti kilauan minyak “.
( QS Ar-Rahman : 37 ).
Semua prosesTasawuf tatarannya tidaklah sama bagi tiap-tiap orang.
Sedang persyaratan yang menentukan untuk dapat menemukannya adalah atas Ridha dan kemurahan Tuhan sendiri, manusia tidak mungkin dapat memaksa Tuhan untuk menampakkan dan menyatakan dirinya. Tuhan hanya dapat dipahami dengan pengetahuan Tuhan sendiri dan sinar cahayanya hanya dapat sampai ke manusia kalau Tuhan menghendakinya.
Diantara sekian banyak manusia telah kehilangan dirinya sendiri dalam samudera keresahan, kekhawatiran maupun ketakutan, banyak yang terjadi si kaya merasa resah bagaimana melestarikan kekayaannya dan simiskin banyak mengalami keresahan bagaimana usaha dan upaya untuk memenuhi kebutuhan primer dalam keadaan yang sama sekali tidak punya apa-apa.
Kemudian tampilah dengan gayanya yang khas bagi para pemimpin dengan dalih menyuarakan hati nurani dan membantu aspirasi masyarakat namun pada hakikatnya mereka sendiri berblok-blok atau terkotak-kotak dalam posisi yang berbeda-beda,sebagian dari para pemimpin menggunakan alat bagi si kaya dan sekaligus mampumemperalat si miskin untuk kepentingan mereka sendiri dan sungguh sedikit sekali yang betul-betul menyuarakan hati nurani dan membela aspirasi masyarakat.
Sebenarnya keadaan ini yang telah terjadi pada zaman sekitar abad ke 3 hijriyah, hal demikian juga terjadi pada kurun waktu berikutnya baik keadaan yang sekarang dan masa datang.
Dalam situasi dan kondisi manusia kehilangan dirinya sendiri dan kehilangan arah, ajaran Ilmu Tasawuf Ketuhanan dapat memberi ketentraman, ketenangan manusia secara lahir dan batin..
Dengan ajaran ini maka manusia berangsur-angsur kembali kepangkalnya yang memiliki tiga fungsi dalam kehidupan :
1. Fungsi manusia sebagai makhluk pribadi. 2 . Fungsi manusia sebagai makhluksosial. 3 . Fungsi manusia sebagaisebagai hamba Allah.
Dengan mempelajari ilmu Tasawuf Ketuhanan :
maka akan mengantarkan manusia :
💥 KHULUQ, bagaimana manusia menjadi yang berkepribadian.
💥 KHALAQ, bagaimana sikap dan prilaku dalam lingkungan sesama manusia dan alam.
💥KHALIQ, sebagai pencipta apa yang di persembahkan kepada manusia.
ketiga fungsi manusia tersebut telah dijabarkan dalam ajaran Ilmu Tasawuf Ketuhanan.
Inilah suatu ajaran yang membangkitkan semangat hidup dan dalam wawasan yang lebih luas.
Dengan mempelajari ajaran kesempurnaan hidup seperti : Syariat,Tarekat, Hakekat dan Marifat, maka akan membawa manusia kepangkal asalnya untuk menemukan kebahagiaan hidup yang hakiki.
🌹FEATURED IMAGI🌹
💥STRUKTURMAWAR💥
1. Mawar
terdiri dari lingkaran putih, helai daun, paduan warna dengan 7 kelopak bunga,semua itu mengandung makna tersendiri.
2 . Lingkaran putih terdiri dari luar dan dalam antara lain :
A . Bagian luar Terdiri Atas :
- Syariat
- Thareqat
💥 SYARIAT, melambangkan perbuatan atau ucapan.
💥 THAREQAT, melambangkan hati atau suatu amalan.
B . Bagian Dalam Terdiri Atas :
- Hakekat
- Marifat
💥 HAKEKAT, melambangkan nyawa atau penglihatan ruhani terhadap Tuhan,
💥 MA'RIFAT, itu rahasia atau kenyataan yang sebenarnya.
Hakekat tidak akan dapat di pisahkan kecuali oleh orang yang memiliki Marifat.
3 . lima helai daun itu melambangkan lima keutamaan bagi Umat muslim yaitu :
- Syahadat,
- Sholat,
- Puasa,
- Zakat
- Ibadah haji.
4 . Enam helai daun melambangkan enam karakter keimanan yaitu : - Percaya kepada Allahswt.
- Percaya kepada Malaikat,
- Percaya kepada Kitab,
- Percaya kepada Rasul-rasulnya,
- Percaya hari Kiamat,
- Percaya kepada Qadha dan Qhadar.
5 . Tujuh helai daun melambangkan tujuh ayat Al-Quran, jadi seluruh helai daun berjumlah delapan belas mengandung arti bahwa Nabi Besar Muhammad saw, sebagai pembawa rahmat bagi delapan belas alam.
Dalam hadistQudsi Allah berfirman : ( Laulaka laulaka ma kholaqtul as’ya’a ). Artinya :
“ Kalau bukan engkau, kalau bukan engkau ( Hai Muhammad ) Tidakkujadikan semua alam ” Muhammad adalah rahmat bagi alam semesta dan segala isinya.
Rahmat selalu ada dimana-mana, waktu yang lalu, sekarang atau yang akan datang. Rahmat datang dari sifat Rahmaniyah dan Rahimiyah Allah swt. Sifat tidak terpisah dengan Dzat-Nya.
6 . Warna yang ada pada Mawar itu mempunyai arti tersendiri seperti :
- Warna Kuning melambangkan Syariat,
- Warna Putih melambangkan Tarekat,
-Warna Hitam melambangkan Hakekat, - Warna Merah melambangkan Marifat.
A . Adapun Syariat yang di Artikan “ Tata hukum ” Disadari bahwa dialam semesta ini tidak ada yang terlepas dari apa yang dinamakan “ Hukum ” termasuk untuk manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai hamba Allah, perlu diatur dan ditata sehingga terciptalah keteraturan yang menyangkut hubungan antar manusia dan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan Tuhannya.
B . AdapunTarekat yang di Artikan “ Jalan ” Untuk mengetahui adanya suatu jalan, perlu juga mengetahui “ Cara ” untuk melintas jalan agar tujuan kita tidak salah langkah.
Tujuan adalah kebenaran, maka cara untuk melintas jalan harus dengan benar pula.
C . Adapun Hakekat yang di Artikan “ Kebenaran ” atau kenyataan asal yang sebenar-benarnyanya, kebenaran dalam hidup dan kehidupan inilah yang harus dicari dan ini pulalah yang di tuju manusia yang sebenarnya.
D . Adapun Marifat di Artikan “ Mengenal ” Siapa yang mengenal dirinya, sesungguhnya dia dapat mengenal Tuhannya.
Diri ini penuh dengan serba ketergantungan, kekurangan, kelemahan, dibanding dengan Allah yang memiliki kebesaran, kekuasaan dan kekekalan serta memiliki sifat-sifat kesempurnaan.
E . Keempat bagian ini ( Syariat, Tarekat, Hakekat dan Marifat ) adalah sudah merupakan satu kesatuan yang tidak akan bisa dipisah-pisahkan masing-masing, apabila gugur atau lepas salah satunya berarti gugur lepas pula keseluruhannya.
7 . Sedangkankelopak bunga itu terdiri dari tujuh helai yang melambangkan tujuh nama Tuhan, yang di ucapkan didalam berzikir.
A . Pertama :
Lafad, la ilaha ila Allah dengan cahaya biru.
B . Kedua:
Lafad, Allah dengan cahaya kuning.
C . Ketiga :
Lafad, Hu dengan cahaya merah.
D . Keempat :
Lafad, Hayyu dengan cahaya putih.
E . Kelima :
Lafad, Wahid dengan cahaya hijau.
F . Keenam :
Lafad, Aziz dengan cahaya hitam.
G . Ketujuh :
Lafad, Wadud tanpa warna cahaya.
Adapun ketujuh warna tersebut di atas melambangkan cahaya putih ( Allah ) dengan delapan belas gumpalan darah beku melambangkan huruf Hijaiyah dalam kata ( Hayyu ).
Huruf ( Ha ) nilainya angka 8.
Huruf ( Ya ) nilainya angka 10.
Jadi di jumlahnya 18.
Ditengah-tengah Bunga Mawar tersebut terdapat Cincin Nabi Sulaiman as, kalimat Sulaiman terdiri dari 5 huruf Hijaiyah yaitu :
Sin, Lam, Ya, Mim, dan Nun.
- Huruf Sin artinya : Terbebas dari kelemahan.
- Huruf Lam artinya : Cenderung akankehalusan.
- Huruf Ya artinya : Kekuatan visi spiritual.
- Huruf Mim artinya : Keakraban dengan sahabat.
Huruf Nun artinya :
Doa dan salam hanya bagi milik Allah semata-mata.
AL-QUR'AN MIN KULLI MATSA'IL
MANFAAT SILAHKAN DI AMBIL MUDHARAT ABAIKAN... SAJA.

BERTAUHID TERBUKA RAHMAT DAN AMPUNAN ALLAH KEPADA PARA HAMBA-HAMBANYA.

Bismillahirrahmaanirrahiim.
DENGAN BERTAUHID TERBUKA RAHMAT DAN AMPUNAN ALLAH KEPADA PARA HAMBA-HAMBANYA.
Makna Tauhid Berdasarkan Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yang di sampaikan kepada Rasululullah saw, yang termaktub dalam Al-qur'an, sebagai pedoman dan petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Makna Tauhid Yang Di Pesankan Allah swt,
Melalui Al-Qur'an."
WA'BUDULLAHA WALA TUSYRIKUU BIHI SYAI''AN
Sembahlah Allah dan Janganlah Kamu mempersekutukan-Nya dengan Sesuatu pun.
(Q.A. An-Nissa : 36).
Anas bin Malik berkata,
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهيقول: قال الله تعالى: يا ابنَ آدَمَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأرْضِ خَطَايَا ثُمّ لَقِيتَنِي لاَ تُشْرِكُ بي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
“Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, Allah ta’ala berfirman, wahai anak Adam kalau seandainya engkau mendatangi-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku, engkau tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun niscaya aku akan memberikan ampunan sekadar itu pula.”
(HR. at-Tirmidzi).
Sabda Nabi Shalallahu Alaihi wasallam :
لاَ تُشْرِكُ بي شَيْئاً,
Engkau tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, merupakan isyarat bahwa hidup seseorang yang mentauhidkan Allah secara murni.
Bila dilakukan, Allah akan memberikan pengampunan atas dosa-dosa yang dilakukan orang tersebut, mengampuni dosa-dosa yang dilakukannya semasa hidupnya di dunia.
Apa itu tauhid yang murni?
Tauhid yang murni yaitu :
- Iman kepada Allah dan Rasul-Nya
- Dibuktikan dengan melaksanakan syariat-Nya.
- Tidak mencampurinya dengan kesyirikan, kecil maupun besar.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala Berfirman :
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُوْلَئِكَ لَهُمْ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Tentang ayat tersebut di atas, ahli tafsir berkata :
الذين صدَّقوا الله ورسوله وعملوا بشرعه ولم يخلطوا إيمانهم بشرك، أولئك لهم الطمأنينة والسلامة، وهم الموفقون إلى طريق الحق.
Orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya dan menjalankan syariat-Nya dan tidak mencampuri keimanannya dengan kesyirikan, maka mereka itu mendapatkan ketenangan (keamanan) dan keselamatan dan mereka adalah orang-orang yang mendapatkan taufiq dari Allah untuk meniti jalan yang benar. (At-Tafsir Al-Muyassar)
Allah memerintahkan seluruh manusia tanpa terkecuali, agar mereka mentauhidkan-Nya dengan semurni murninya,
Allah Subhanahu Wa Ta'ala Berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21)
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22)
21- Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
22- Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah : 21-22)
Ayat tersebut adalah merupakan seruan dari Allah untuk seluruh manusia, hendaknya mereka menyembah Allah Dzat yang telah mendidik kalian melalui nikmat-nikmat yang dikaruniakan-Nya, hendaknya mereka takut kepada-Nya dan tidak menyelisihi (ajaran) agama-Nya, sungguh Dia telah mengadakan mereka yang sebelumnya mereka tidak ada, begitu juga mengadakan orang-orang sebelum mereka, yang dengan itu mereka termasuk orang-orang yang bertakwa kepada-Nya yang mana Allah meridhai mereka dan mereka juga Ridha kepada-Nya.
Dia-lah Allah Rabbul 'Alamiin, Dzat yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan agar manusia mudah dalam menjalani kehidupan di atasnya, Dia-lah Allah swt, Dzat yang telah menjadikan langit sebagai atap yang kokoh, Dia-lah Allah set, Dzat yang telah menurukan hujan dari awan yang berada di langit bagi manusia dan makhluk lainnya, dengan diturunkan-Nya air hujan itu tumbuhlah berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang kesemuanya itu diperuntukkan bagi Manusia.
Oleh karena itu tidak sepantasnya manusia Malah membuat sekutu atau tandingan -tandingan Bagi Allah dalam aktivitas peribadatan Kepada-Nya, setelah mendapatkan berbagai kenikmatan tersebut. Sementara manusia mengetahui ke Esaan Allah Rabbul 'Alamiin, Dzat Yang Maha Pencipta Langit dan Bumi Beserta yang ada di antara keduanya.
Allah Rabbul 'Alamiin, Yang memberikan rizki seluruh makhluk ciptaan-Nya.
Allah Rabbul 'Alamiin, Hanya Dia-lah Yang berhaq di ibadahI, tiada yang berhaq di ibadahi selain Dia.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, menegaskan :
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.”
(QS. an-Nisa : 36).
Ayat tersebut menegaskan Cukuplah Allah Yang Berhaq di sembah, jangan ada sesembahan lain selain Dia, yang menjadikan sekutu bagi-Nya dalam Beribadah kepada-Nya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”
(QS. Al-Bayyinah : 5)
Allah swt, memerintahkan kepada seluruh manusia agar beribadah kepada-Nya.
Melaksanakan seluruh syariat yang di perintahkan hanya Karena Allah swt Semata dalam beribadah kepada-Nya.
Tidak kepada yang lainnya.
Hedaknya mereka berpaling dari segala bentuk kesyirikan kepada keimanan yang murni, hendaknya mereka mendirikan shalat, mengerjakannya pada waktunya, melakukannya dengan memenuhhi syarat-syaratnya, melakukan sesuatu yang menjadi rukun-rukunya, wajib-wajibnya dan sunnah-sunnahnya, melakukannya dengan penuh kekhususan dan ketundukkan kepada Allah swt, Rabbnya. Hedaknya mereka menunaikan zakat, di mana demikian itulah agama yang lurus yaitu Islam.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala Berfirman,
هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (65)
قُلْ إِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَعْبُدَ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَمَّا جَاءَنِيَ الْبَيِّنَاتُ مِنْ رَبِّي وَأُمِرْتُ أَنْ أُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (66)
65- Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia; Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
66- Katakanlah (ya Muhammad): “Sesungguhnya aku dilarang menyembah sembahan yang kamu sembah selain Allah setelah datang kepadaku keterangan-keterangan dari Tuhanku; dan aku diperintahkan supaya tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.”
(QS. Ghafir/Mukmin : 65-66)
Dia-lah Allah Dzat yang Maha Suci, Dzat yang Maha hidup, yang hidup, yang memiliki kehidupan yang sempurna, tidak ada sesembahan yang hak melainkan Dia.
Oleh kerena itu, mintalah kepada-Nya dan palingkanlah seluruh ibadahamu kepada-Nya saja, lakukanlah dengan semurni-murninya dalam menjalankan ketha'atan kepada-Nya, maka segala puji dan sanjungan yang sempurna bagi-Nya Rabb semua makhluk.
Dan, Rasulullah utusan-Nya diperintahkan oleh Dzat yang mengutus-Nya yaitu Allah ‘Azza Wajalla untuk mengatakan kepada orang-orang musyrik di antara kaumnya, “Sungguh, benar-benar aku dilarang untuk menyembah sesuatu yang kalian sebah selain Allah, setelah datang kepadaku ayat-ayat (keterangan-keterangan/bukti-bukti) yang jelas dari Rabb-ku, dan Dia memerintahkan kepada-ku untuk tundak dan taat kepadaNya dengan semurni-murninya ketundukan dan ketaatan, mahasuci Dia Rabb semesta alam”. Maka, perintah Allah ini kepada Rasul-Nya juga berlaku bagi kita sebagai ummatnya, maka kita diperintahkan untuk mentauhidkan-Nya dengan semurni-murninya.
Mengapa Di Perintahkan mentauhidkan-Nya?
Karena Allah memerintahkan untuk melakukan hal tersebut. Maka, Sami'na (kami mendengar) Wa Atha'na dan (kami tha'at).
Karena hanya Allah yang berhak di sembah. Dialah sesembahan satu-satunya yang haQ, sebagaimana firmanNya dalam Al-Qur'an :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) yang haq selain Allah.”
(QS. Muhammad : 19).
Tidak ada sesembahan selain-Nya, dan tidak ada yang berhaq di sembah melainkan Dia Allah Rabbul 'Alamiin. sebagaimana Allah swt berfirman :
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“Yang demikian itu, adalah karena Sesungguhnya Allah, Dialah (tuhan) yang haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.”
(QS. Al-Hajj : 62)
yang demikian itu karena Allah Dialah sesembahan yang haq yang tidak layak untuk mendapatkan peribadatan selain Dia, dan bahwa apa yang disembah oleh orang-orang musyrik selain-Nya berupa berhala, patung dan yang lainnya adalah batil, tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula dapat mendatangkan madharat, dan bahwa Allah Dialah Dzat yang Mahatinggi atas makhlukNya baik secara DzatNya, ukuran dan kekuasaannya, mengungguli segala macam berhala atau yang diserupakan denganNya, Dia Maha besar dalam Dzat dan nama-nama-Nya, maka Dia lebih agung dari segala sesuatu.
Wallahu a’lam.
Semoga Allah mengaruniakan kepada kita taufiq untuk mentauhidkan-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

Hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi),

Bismillahirrahmaanirrahiim.
Mengungkap Fakta Sejarah
Kecerdasan KHALIFAH SAYYIDINA ALI BIN ABI THALIB Dalam Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan Di Saat Agama Islam Di Pojokkan Kaum Yahudi Yang Tidak Senang Kepada Perkembangan Islam Yang Di Bawa Oleh Baginda Nabi dan Rasul Junjungan Alam Muhammad saw Ibni Abdullah, Putra Pamannya Sendiri...
KHALIFAH SAYYIDINA ALI BIN ABI THALIB SENANTIASA TAMPIL DI SAAT ISLAM DI POJOKKAN DI LECEHKAN OLEH BANGSA YAHUDI.
Kecerdasan Sayyidina Ali Bin Abi Thalib, di akui
Nabi Muhammad saw, sebagaimana Sabdanya dalam satu Hadits :
ANA MADINATUL ILMI WA ALI BABUHA
Nabi mengatakan bahwa dirinya adalah kotanya ilmu sementara Ali bin Abi Thalib adalah gerbangnya ilmu.
💥ALI BIN ABI THALIB DAN PERTANYAAN PARA PENDETA YAHUDI💥
Kemudian dikala Umar bin Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi.
Mereka berkata kepada Khalifah,”Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad SAW dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad saw benar-benar seorang Nabi.
Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad saw bukan seorang Nabi.
“Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan,” sahut Khalifah Umar.
1-Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?” Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya.
2-Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu?
3-Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin!
4- Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau induknya!
Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berpikir sejenak, kemudian berkata :
“Bagi Umar, jika ia menjawab ‘tidak tahu’ atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!”
Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata,
“Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad saw memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!”
Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu:
“Kalian tunggu sebentar!”
Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata:
“Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!”
Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: “Mengapa?”
Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar bin Khattab.
Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasulullah saw.
Ketika Umar melihat Ali Bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkat,:
“Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!”
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib berkata :
“Silahkan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan.
Rasulullah saw sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!”
Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka.
Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata, “Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!”
“Ya baik!” jawab mereka.
“Sekarang tanyakanlah satu demi satu,” kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya, “Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?”
“Induk kunci itu,” jawab Ali bin Abi Thalib, “ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik laki-laki ataupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai kehadirat Allah!”
Para pendeta Yahudi bertanya lagi, “Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?”
Ali bin Abi Thalib menjawab, “Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!”
Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata, “Orang itu benar juga!”
Mereka bertanya lebih lanjut, “Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!”
“Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta,” jawab Ali bin Abi Thalib. “Nabi Yunus AS dibawa keliling ketujuh samudera!”
Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi, “Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!”
Ali bin Abi Thalib menjawab, “Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman as putera Nabi Dawud as, Semut itu berkata kepada kaumnya, ‘Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!”
Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya, “Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan diatas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun diantara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!”
Ali bin Abi Thalib menjawab,
“Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam.
Kedua, Hawa.
Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim.
Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).”
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan, “Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah!”
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib,
“Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam.
Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda.”
“Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan,” sahut Imam Ali.
“Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah.
Bagaimana hikayat tentang mereka itu?” Tanya pendeta tadi.
Ali bin Ali Thalib menjawab :
“Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua.
Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah swt kepada Rasul-Nya.
Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.”
Pendeta Yahudi itu menyahut, “Aku sudah banyak mendengar tentang Qur’an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!”
Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut kedepan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang.
Lalu ia berkata :
“Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasulullah saw kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di Negeri Romawi, disebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus.
Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese).
Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius.
Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim.
Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus.
Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana.”
Baru sampai disitu, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya, “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!”
Ali bin Abi Thalib menerangkan :
“Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmer.
Panjangnya satu farsakh (+/- 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas.
Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak.
Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya.
Disebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi.
Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas.
Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta.
Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas.
Di situlah para hulubalang kerajaan duduk.
Disebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala.”
Sampai disitu pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata :
“Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?”
“Hai saudara Yahudi,” kata Imam Ali menerangkan, “Mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam.
Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang.
Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah.
Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas.
Mereka harus berdiri di belakang raja.
Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya.
Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri.”
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi, lalu berkata :
“Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!”
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab, “Kekasihku Muhammad Rasulullah saw menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri disebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.
Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni.
Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga.
Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung.
Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga.
Burung itu berkecimpung didalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.
Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi.
Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung didalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya.
Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi.
Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.
Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus.
Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai “Tuhan” dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah swt.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya.
Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah swt.
Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada bala tentara asing masuk menyerbu kedalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan –seorang cerdas yang bernama Tamlikha– memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh pikiran. Ia berpikir, lalu berkata di dalam hati, “Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan.
Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum.
Teman-temannya bertanya, ‘Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?’
‘Teman-teman,’ sahut Tamlikha, ‘hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.’
Teman-temannya mengejar, ‘Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?’
‘Sudah lama aku memikirkan soal langit,’ ujar Tamlikha menjelaskan. ‘Aku lalu bertanya pada diriku sendiri,’siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah? Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?’ Kemudian kupikirkan juga bumi ini, ‘Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?’ Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri, ‘Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius’…”
Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata, ‘Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!’
‘Saudara-saudara,’ jawab Tamlikha, ‘baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja Pencipta Langit dan Bumi!’
‘Kami setuju dengan pendapatmu,’ sahut teman-temannya.
Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.
Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya, ‘Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya.
Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar. Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.
Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya,’Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?’
‘Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,’ sahut penggembala itu. ‘Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!’
‘Ah…, susahnya orang ini,’ jawab mereka. ‘Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?’ ‘Ya,’ jawab penggembala itu.
Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata, ‘Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.’
Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya.”
Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata, “Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?”
“Hai saudara Yahudi,” kata Ali bin Abi Thalib, “Anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya, kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali, ‘Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah swt.’
Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.”
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata, “Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?”
Imam Ali menjelaskan, “Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau disebut juga dengan nama Kheram!”
Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya, “Secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali.
Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu.
Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga duduk sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua.
Kemudian Allah swt memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka.
Kepada masing-masing orang dari mereka Allah swt mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri.
Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri.
Raja Diqyanius sangat gusar.
Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata, ‘Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!’
Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya, “Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu.,
Dalam gua tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.
Setelah masa yang amat panjang itu lewat, Allah swt mengembalikan lagi nyawa mereka.
Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya, ‘Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!’
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah SWT membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya, ‘Siapakah diantara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi.’
Tamlikha kemudian berkata, ‘Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!’
Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan, ‘Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah.’
Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri, ‘Kusangka aku ini masih tidur!’ Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti, ‘Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?’ ‘Aphesus,’ sahut penjual roti itu.
‘Siapakah nama raja kalian?’ tanya Tamlikha lagi. ‘Abdurrahman,’ jawab penjual roti.
‘Kalau yang kau katakan itu benar,’ kata Tamlikha, ‘urusanku ini sungguh aneh sekali!
Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!’
Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.”
Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!”
Imam Ali menerangkan, “Uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!”
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya, “Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha, ‘Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!’
‘Aku tidak menemukan harta karun,’ sangkal Tamlikha. ‘Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!’
Penjual roti itu marah. Lalu berkata, ‘Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?’
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berpikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha, ‘Bagaimana cerita tentang orang ini?’ ‘Dia menemukan harta karun,’ jawab orang-orang yang membawanya.
Kepada Tamlikha, Raja berkata, ‘Engkau tak perlu takut!
Nabi Isa as memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu.
Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.’
Tamlikha menjawab, ‘Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!’
Raja bertanya sambil keheran-heranan, ‘Engkau penduduk kota ini?’ ‘Ya. Benar,’ sahut Tamlikha.
‘Adakah orang yang kau kenal?’ tanya raja lagi. ‘Ya, ada,’ jawab Tamlikha.
‘Coba sebutkan siapa namanya,’ perintah raja. Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata. ‘Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?’
‘Ya, tuanku,’ jawab Tamlikha. ‘Utuslah seorang menyertai aku!’
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan, ‘Inilah rumahku!’
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang, ‘Kalian ada perlu apa?’
Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut, ‘Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!’
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya, ‘Siapa namamu?’ ‘Aku Tamlikha anak Filistin!’
Tulang Belulang Ashabul Kahfi yang ditemukan Tahun 1963.
Orang tua itu lalu berkata, ‘Coba ulangi lagi!’ Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap. ‘Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang diantara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka.” Kemudian diteruskannya dengan suara haru, ‘Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa AS, dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!’
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian dilaporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya, ‘Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?’
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.
Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua,” demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.
“Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka, ‘Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini.
Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!’
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua.
Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat.
Kepada Tamlikha mereka berkata, ‘Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!’
Tamlikha menukas, ‘Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?’
‘Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,’ jawab mereka.
‘Tidak!’ sangkal Tamlikha.
‘Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!’
Teman-teman Tamlikha menyahut, ‘Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?’
‘Lantas apa yang kalian inginkan?’ Tamlikha balik bertanya.
‘Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,’ jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa, ‘Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!’
Allah swt mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah swt melenyapkan pintu gua tanpa bekas.
Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil.
Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua.
Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah swt.
Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata, ‘Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.’
Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula, ‘Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.’
Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam.”
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?”
Pendeta Yahudi itu menjawab, “Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun!
Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya.
Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan umat ini!”
Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha’ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul saw.