Laman

Rabu, 12 Juli 2017

PENGLIHATAN GURU MURSYID


Pada Tawasul ke-7 terdapat kata "wa min qoofin ilaa qoof...". Qoof disana bukan huruf qof yang ada pada huruf hijaiyyah. Tetapi nama sebuah tempat yang dihuni oleh manusia seperti kita. Jadi Guru Musryid kita dengan kasih sayangnya tidak hanya mendo'akan manusia yang ada dimuka bumi atau di kolong langit saja. Bagaimana sejarahnya bisa ada manusia di gunung Qof tersebut? Pada saat Nabi Muhammad Saw. Mi'raj beliau melihat di gunung Qof sebuah kota yang hanya dihuni oleh manusia dan sangat ramai sekali. penduduk yang berada di sana kemudian mengucapkan syukur alhamdulillah karena dipertemukan dengan Nabi Muhammad Saw. Kemudian Nabi bertanya: Darimanakah asal muasal kalian semua? Maka orang-orang itu menjawab : Kami adalah keturunan Bani Isroil. Setelah Nabi Musa as. wafat, maka terjadilah perebutan kekuasaan hingga menyebabkan terbunuhnya 43 nabi. Lalu kami keluar dari kota itu dan sampailah kami disini. Semoga hal ini menjadika kita lebih yakin akan kemurahan dan kasih sayang Guru Mursyid kita.
Selanjutnya, menurut Imam al-Ghazali seorang murid yang sedang belajar dzikir terdiri dari 4 tingkatan :
Lisannya saja yang berdzikir; tetapi hatinya tidak, dzikirnya tidak masuk ke dalam hati.
Lisannya berdzikir dan dia berusaha dengan keras supaya dzikir tersebut masuk ke dalam hati.
Lisan dan hatinya berdzikir secara bersamaan. Hal ini bisa terjadi dari hasil riyadhoh (latihan). Hakikat riyadhoh menurut Imam al-Ghazali adalah Mengosongkan hati dari urusan dunia.
Dzikirnya membuat dia tenggelam kedalam hati dan ruh.
Seperti kata Syekh Abdul Qodir al-Jailani : Aku tenggelam dalam lautan ilmu dan lautan musyahadah.
Dzikir lisan saja tanpa dibarengi dengan dzikir hati lebih baik dari pada orang yang tidak berdzikir sama sekali. Oleh karena itu amalkanlah TQN ini dengan sungguh-sungguh. Semua guru yang ada pada silsilah ini akan hadir kepada seorang murid yang selalu patuh dan taat serta melaksanakan semua perintah dari guru Mursyidnya. Seorang Mursyid melihat dengan Nur Allah sehingga semuanya terlihat jelas dan tidak terhalang apapun. Matahari bisa menerangi bumi tetapi bisa terhalang cahayanya hanya karena ada tembok. Sedangkan ma'rifat seperti jutaan matahari. Kalimat terbaik dari yang terbaik adalah Laa Ilaha Ilallah. Sehingga manusia yang mengetahui hakikat kalimat tersebut adalah yang terbaik di antara manusia. Semua amal shaleh tanpa Laa Ilaha Ilallah tidak akan sampai kepada Allah. Karena itu kita patut bersyukur bisa bertemu dengan pangersa .Hadrotusyeikh Maulana Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul al-Qodiri an-Naqsyabandi al-Muttaqi al-Kamil al-Muwaffaq Ra Qs

Riwayat Mengenal Dzikir Khofi


Ketika Nabi Muhammad S.A.W. dan Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. bersembunyi di Gua Hiro, kaum Quraisy yang Kafir, memburu Nabi ke gua itu, dan mereka mencari berada di mulut gua itu.Sayyidina Abu Bakar sangat bimbang, khawatir mereka mengetahui bahwa Nabi S.A.W. berada di situ.
Kemudian Nabi S.A.W. bersabda. sebagaimana termaktub dalam Surat At-Taubah ayat 40 :"Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita" (QS.9 At-Taubah : 40).
Sayyidina Abu Bakar berkata :"Ya Rasulullah, mohon anda memberi petunjuk, agar hati hamba tenteram jangan merasa bimbang seperti sekarang". Sabda Nabi S.A.W: "Ucapkan olehmu Asma Allah". "Bagaimana caranya mengucapkan kalimah itu dan dimana menempatkannya, ya Rasulullah" kata Sayyidina Abu Bakar.
"Harus ingat kamu kepada Tuhanmu di dalam hati dengan merendah. merasa malu dan takut, tidak usah dengan ucapan yang keras (tidak dilisankan), cukup dengan getarnya hati, detaknya jantung. Cara berdzikir seperti itu harus dari pagi sampai petang serta ingat terus jangan ada lupanya", sabda Nabi S.A.W. "Bagaimana kalau lupa ya Rasulullah?" tanya Sayyidina Abu Bakar.
"Harus ingat kamu kepada Allah. Dimana lupa usahakan untuk ingat lagi", sabda Nabi S.A.W.
Jadi kalau diumpamakan, seperti jam (arloji putar). Apabila berhenti putar lagi.
Setelah Sayyidlna Abu Bakar dapat ijazah dan Nabi Muhammad S.A.W. hatinya merasa tenteram, tidak bimbang dan takut melihat rombongan kaum kafir yang akan membunuh Nabi S.A.W. sebagaimana Firman Allah (Q S. Al-Fath ayat 26) :"Lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya.” (QS 46 Al-Fath : 26)
Semua itu adalah asal-usul adanya Thoreqat Naqsyabandiyyah.
Setelah Sayyidina Abu Bakar diberi wirid itu dari Rasulullah S.A.W. beliau sangat takut kepada Allah sampai para Sahabat menerangkan : "Apabila kita mendekati Sayyidina Abu Bakar, tercium dari mulutnya seperti telah memakan goreng hati domba, dan terdengar dari hatinya seperti suara mendidihnya minyak kelapa dalam penggorengan."Keterangan seperti itu dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tabrani yang berbunyi "Tidak semata-mata Allah SWT. mengucurkan suatu rahasia ke dalam dadaku, akan tetapi aku juga mengucurkan rahasia itu ke dalam dada Sayyidina Abu Bakar"Yang dimaksud dengan rahasia ialah Dzikir Khofi.
Rasulullah S.A.W. bersabda kepada para Sahabat :"Apabila ditimbang iman Abu Bakar dengan iman jin dan manusia. selain para Nabi dan Mursalin. tenlu akan lebih berat imannya Abu Bakar.”
"Apa sebabnya Sayyidina Abu Bakar sedemikian tinggi imannya melebihi para Sahabat yang lain, ya Rasulullah, padahal shalatnya, puasanya dan sedekahnya sama……..?" tanya para Sahabat.
Sabda Rasulullah S.A.W. "Kamu sekalian tidak akan mengungguli Abu Bakar dalam hal banyaknya sholat, puasanya dan sidqohnya, akan tetapi keunggulan dari Abu Bakar adalah karena dalam dirinya ada satu rahasia, yang tetap tinggal dalam qalbunya".
Setelah Sayyidina Abu Bakar Siddiq diberi ijazah oleh Nabi Muhammad S.A.W. amalan tersebut menjadi termasyur pada masa itu, sehingga wirid itu disebut Siddiqiyyah, didasarkan pada nama Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a.
Perlu diketahui, sebenarnya sebutan silsilah itu berbeda-beda karena berbeda-beda masanya.
Dimulai dari masa Sayyidina Abu Bakar sampai kepada Syekh Thoofur bin Isa Abi Yazid aI-Busthami, dinamai Thoreqat Siddiqiyyah. Dan mulai Syekh Thoofur sampai kepada Syekh Muhammad Bahauddin Husaeni al-Uwesi al-Bukhori, dinamai Khowajikaniyyah.
Dari mulai Syekh Bahauddin sampai kepada Syekh Abdullah Al-Ahrori dinamai Thoreqat Naqsyabandiyyah.
Arti dari Naqsyabandi itu berasal dari kalimat Naqsun-bandun yang artinya mencapkan stempel. Jelasnya Menerapkan cap/stempel yang abadi yang tidak bisa dilebur/dihapus oleh apa-apa, adapun hapusnya oleh Lupa/Ghoflah.
Menurut riwayat, ketika Syekh Bahauddin Naqsyabandi sedang berdzikir kepada Allah, dalam hatinya sampai jelas terlihat lahirnya lafadz Jalallah tembus ke dalam dadanya. Maka dari sejak itu sampai sekarang, disebut Thoreqat Naqsyabandiyyah.

Tujuan Talqin dan Bai'at


Muhammad SAW. bersabda : "Talqinkanlah oleh kamu orang-orang yang akan mati dengan kalimat Laa Ilaaha Illalaah". Maksud yang akan mati disini ialah kita orang-orang yang masih hidup yang hatinya belum mampu berdzikir/mengingat Allah, maka segera ditalqinkan/tanyakan kepada Ahlinya/Guru Mursyid.
Hadist tersebut menunjukkan betapa pentingnya "Talqin Dzikir" harus mulai dari sekarang supaya hati kita selalu hidup dan mampu mengingat Allah, baik dalam keadaaan sehat maupun pada waktu akan lepasnya nyawa yang kita cintai.
Jadi talqin dzikir itu bukan hanya penting pada sakaratul maut saja. Karena jika hanya mengandalkan pada waktu akhir hayat, belum tentu dia mampu mengucapkan dzikrullah, karena bukanlah lisan yang bicara semata tetapi harus disertai hati dengan keimanannya.
"Talqin", asal kata dari laqqana, yulaqqinu, talqiinan, artinya "Menuntun, atau tuntunan". Dan merupakan peringatan/tuntunan guru kepada muridnya yang harus diikuti dengan seksama.
Dengan ditalqin dzikir kita akan dapat tuntunan/peringatan. Dengan dasar Firman Allh swt. :
Artinya : Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya perinagatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Adz-Dzariyyah : 55).
Manusia pertama yang menerima talqin dzikir ialah Nabi Adam a.s. Sebagaimana digariskan dalam Al-Qur'an :
Artinya : "Kemudian Adam ditalqin/diilhami beberapa kalimat oleh Tuhannya, lalu Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha menerima toubat dan Penyayang". (QS. Al-Baqarah :37).
Ilham itu kalimat Thayyibah Laa Ilaaha Illallaah yang diajarkan kepada Nabi Adam a.s. dipatuhinya. Sedangkan Nabi Muhammad saw. menerima talqin dzikir di Gua Hira', sesuai dengan wahyu pertama surat Al-Alaq ayat 1-2 sebagai berikut :
Artinya : "Bacalah dengan menyebut nama Tuhan yang menciptakan! Yang menciptakan manusia dari segumpal darah". (QS. Al-Alaq :1-2).
Diikrarkan dengan lisan, kemudian hati membenarkan dengan tawajjuh (menghadapkan) diri kita ke hadirat Ilahi Rabbi.
Maksud dan rencana itu tidak akan berhasil, manakala umat manusia tidak ditauhidkan, disatukan hati dan jiwanya dalam satu aqidah yang pantas dan berhak, tidak boleh ada tandingannya, apa dan siapapun yaitu Allah swt. Allah memutuskan dan menetapkan, bahwa hanya Dia sendiri Zat yang harus di-ibadati, dimitoskan dan dikultuskan, tanpa ada tandingan apa atau siapapun. Dengan riset dan observasi yang cermat, teliti, bahwa Dzat Maha Akbar itu adalah Allah sendiri, sebagai Malikal Mulki dan sebagai Rabbu Ma'bud, dimana mendengar dan mentaati-Nya adalah mutlak.
Talqin itu peringatan guru kepada murid, sedang bai,at- yang juga dinamakan 'ahad, adalah sanggup dan setia murid dihadapan gurunya untuk mengamalkan dan mengerjakan segala kebajikan yang diprintahkannya.
Banyak hadist yang menerangkan kejadi Nabi mengambil 'ahad pada waktu membai'at sahabat-sahabatnya. Diriwayatkan oleh Ahmad r.a. dan Tabrani r.a. bahwa Rosullullah SAW. penah mentalqinkan sahabat-sahabatnya secara berombongan dan perseorangan.
Talqin berombongan pernah diceritakan oleh Syaddad bin "Aus r.a. : "Pada suatu ketika kami berada dekat Nabi SAW. Nabi SAW. bersabda" : Apakah ada diantaramu orang asing? maka jawab saya, tidak ada". Lalu Rosulullah SAW. menyuruh menutup pintu dan berkata : "Angkat tanganmu dan ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah, seterusnya beliau berkata : "Segala puji bagi Allah wahai Tuhanku, Engkau telah mengutus aku dengan kalimat ini dan Engkau menjadikan dengan ucapannya kurnia syurga kepadaku dan bahwa Engkau tidak sekali-kali menyalahi janji". Kemudian beliau berkata pula : "Belumkah aku memberi kabar gembira kepadamu bahwa Allah telah mengampuni bagimu semua?".
Maka Rosulullah SAW, bersabda :
"Tidaklah ada segolongan manusiapun yang berkumpul dan melakukan dzikir dengan tidak ada niat lain melainkan untuk Tuhan semata, kecuali akan datang suara dari langit. Bangkitlah kamu semua, kamu sudah diampuni segala dosamu dan sudah ditukar kejahatannya yang lampau dengan kebajikan".
Oleh karena itu Allah berfirman:
Artinya : " Maka bergembiralah kami dengan bai'atmu yang telah kamu lakukan itu adalah kejayaan yang agung". QS. At-Taubah : 111).
Tentang bai'at perseorangan pernah diceritakan oleh Yusuf Al-Kurani r.r. dan teman-temannya dengan sanad yang syah : "Bahwa syaidina "Ali k.w. bertanya kepada nabi : "Ya Rosulullah tunjukilah aku jalan yang sependek-pendeknya kepada Allah dan yang semudah-mudahnya dan yang paling utama dapat ditempuh oleh hambaNya pada sisi Allah?. Maka bersabdalah Rosulullah : "Hendaknya kamu lakukan dzikrullah yang kekal (dzikir dawam) dan ucapan yang paling utama pernah kulakukan dan dilakukan oleh Nabi-nabi sebelum aku, yaitu Laa Ilaaha Illallaah. Jika ditmbang tujuh petaka langit dan bumi dalam satu daun timbangan, dan kalimat Laa Ilaaha Illallaah dalam satu timbangan yang lainnya, maka akan lebih berat kalimat Laa Ilaaha Illallah dalam daun timbangan yang lain".
Kemudian ia berkata : " Wahai 'Ali, tidak akan datang kiamat jika di atas muka bumi ini masi ada orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Syaidina 'Ali berkata : " Bagaimana caranya aku berdzikir itu ya Rosullallah?. Nabi menjawab : " Pejamkan kedua matumu dan dengankan aku mengucapkan tiga kali, kemudia engkau mengucapkan tiga kali pula, sedangkan aku mendengarkannya. Maka berkatalah Rosullullah Laa Ilaaha Illallaah tiga kali, sedangkan kedua mataku dipejamkan, dan suaranya dikeraskan, serta 'Ali mendengarkannya. Kemudian 'Ali mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah tiga kali, dan Nabi mendengarkannya.
Demikian cara talqin dzikir yang disampaikan oleh 'Ali bin Abi Thalib k.w. yang kemudian diterangkan, bahwa talqin dzikir hati yang bersifat bathiniyah, dilakukan dengan isbat tidak dengan nafi, yaitu dengan lafadz isim zat seperti yang difirmankan oleh Allah dalam Al-Quran :
Artinya : " Katakanlah "Allah", kemudian tinggalkanlah sifat mereka bermain-main didalam kesesatan. QS. An'Aam : 91).
Nabi memperingatkan syaiyyidina 'Ali k.w. : "Wahai 'Ali pejamkan matamu, katupkan dan lipatkan lidahmu, lalu sebut : "Allah, Allah".
Inilah cara yang peranh dipelajari dan diambil Syaiyyidina Abu Bakar r.a.secara rahasia (mengisi perasaan) daripada Nabi, dan inilah dzikir yang boleh terhujam teguh sampai ke dalam hati. Karena inilah Nabi memuji Syaiyyidina Abu Bakar r.a. bukan karena banyak puasa dan shalat, tetapi karena sesuatu yang terhujamkan dalam hatinya.
Firman Allah dalam Al-Quran :
Artinya : "Dan mereka yang mempunyai iman yang teguh serta tetap tenang hatinya dengan dzikrullah, bukankah dzikrullah itu menenangkan dan menentramkan hati?". QS. Ar-Ra'du :28).
Jalan atau Thariqah yang kedua macam ini tentang dzikir jahar dan khafi adalah pokok daripada seluruh Thariqah, kemudian tersiarlah dalam pencariannya dengan kurnia Tuhan Yang Maha Pemurah.

Pencarian yang paling serius manusia

Pencarian yang paling serius manusia sepanjang sejarah adalah pencarian Tuhan atau mencari eksistensi Tuhan yang bisa benar-benar dikenal sehingga akan bisa disembah dan dicintai dengan benar. Konsep Tuhan pada semua agama adalah sama, bahwa Dia adalah pencipta seluruh alam, mengatur segalanya dan Dia ada Pemilik Kekuatan Maha Dahsyat, kekuatan super diluar kemampuan manusia. Seluruh manusia tanpa kecuali menyadari ada sesuatu diluar dirinya yang mempunyai kekuatan luar biasa, kekuatan itu kemudian disebut Tuhan.
Karena keterbatasan manusia, maka apapun gambaran tentang Tuhan merupakan hasil dari imajinasi dan pemikirannya sehingga diseluruh dunia konsep tentang Tuhan berbeda-beda. Di dalam Islam sendiri pemahaman tentang Tuhan juga berbeda walaupun pada hakikatnya sama. Syariat yang merupakan hukum tertulis tentang agama hanya bisa menjelaskan tentang “ciri-ciri” Tuhan, kita hanya bisa diajarkan tentang nama-nama-Nya (asmaul husna), tentang sifat-sifat-Nya namun ketika sampai pembasahan kepada Dzat Allah Yang Maha Agung, maka syariat akan menjadi buntu. Guru-guru yang belajar agama hanya pada tataran lahiriah tidak bisa menjelaskan kepada kita secara memuaskan tentang Dzat Allah, maka cara yang paling mudah untuk menenangkan para murid adalah dengan argument-argumen yang menyatakan bahwa Dzat Allah tidak boleh ditanyakan sama sekali.
Kenapa demikian, karena memang syariat bukanlah ilmu yang bisa digunakan agar manusia sampai kepada Dzat Allah, syariat hanya menjelaskan kepada kita tentang konsep Ketuhanan, sifat dan namanya yang kemudian dikenal dengan ilmu Tauhid, ilmu Meng-Esa-kan Tuhan. Ilmu yang bisa mengantarkan manusia kepada Dzat Allah adalah ilmu tasawuf. Karena ilmu tasawuf sangat halus dan dikhawatirkan bisa dipahami secara keliru, maka diperlukan penyambung antara ilmu syariat dan tasawuf sebagai ilmu hakikat, penyambung itu lah ilmu tauhid.
Belajar ilmu tauhid tanpa belajar tasawuf lewat bimbingan Guru Mursyid tidak ada bedanya dengan belajar ilmu filsafat yang juga mengajarkan konsep Ketuhanan yang pada akhirnya akan berujung kepada pencarian tanpa batas atau ujung.
Di kalangan sufi, mereka tidak lagi berbicara tentang “mengenal”, tapi sudah pada tahap jatuh cinta, rindu, mabuk akan Tuhan yang kesemua itu bisa kita baca pada karya-karya sufi klasik seperti Abu Yazid al-Bisthami, Rabi’ah al-Adawiyah, Jalaludin Rumi dan lain-lain. Tidak mungkin manusia bisa sampai kepada tahap Mabuk kepada Tuhan sebelum dia benar-benar pernah meminum anggur Tuhan. Jatuh cinta secara mendalam seperti yang diungkapkan oleh para tokoh sufi hanya bisa terjadi pada orang yang sudah mengenal Tuhan secara sempurna, memandang wajah-Nya dan berkomunikasi dengan mesra lewat ibadah-ibadah yang dilakukannya setiap saat.
Bagaimana mungkin kita bisa jatuh cinta pada sosok Abstrak yang tidak dikenal sama sekali, pada sosok yang konon kabarnya berada di langit sana. Karena meyakini Tuhan berada di langit barangkali yang menyebabkan manusia setiap berdoa wajahnya memandang ke atas. Kalau kita bahas langit secara hakikat, tentu saja bukan langit yang Nampak biru ketika siang dan hitam ketika malam, karena di langit itu tidak ada apa-apa selain awan, bintang, planet dan galaksi.
Waktu saya kecil, ada seorang ulama yang sangat tidak percaya bahkan menolak dengan keras tentang kemampuan manusia sampai ke bulan. Beliau menjelaskan bahwa langit itu ada pintu dan setiap pintu di jaga oleh malaikat dengan demikian tidak mungkin orang kafir yang tidak pernah mengambil wudhuk bisa melawati pintu langit yang di jaga malaikat. Setelah saya berguru kepada seorang Auliya Allah dan melakukan suluk, baru saya paham perbedaan antara langit tempat berada arwah para Nabi dengan langit zahir yang terlihat setiap hari. Jadi langit 7 lapis yang dimaksud oleh Nabi bukanlah langit yang terlihat.
Pencarian Tuhan lewat akal pikiran dan perenungan hanya bisa membawa kita kepada keyakinan bahwa Tuhan itu memang ada di dunia ini, namun untuk bisa sampai kehadirat-Nya diperlukan seorang Master, Pembimbing yang sudah berulang kali bolak balik kesana sehingga jalan yang kita tempuh bukan jalan keliru yang membawa kita kepada kesesatan.
Tidak mungkin manusia yang tercipta bisa sampai kepada Sang Pencipta, tidak mungkin manusia yang baharu sampai kepada Allah yang Maha Qadim, kecuali lewat bimbingan para Nabi dan Para Wali yang diberi ilmu oleh Allah unuk membimbing manusia kejalan-Nya. Tujuan Tuhan menurunkan agama tidak lain agar manusia bisa mengenal dan berkomunikasi sempurna dengan Allah, sehingga manusia mengetahui dengan pasti apa sebenarnya yang dikehendaki Tuhan kepada dirinya.
Satu hal yang harus di pahami bahwa ibadah, shalat dan lain-lain bukanlah sarana untuk mengenal Allah, ibadah adalah sarana untuk menyembah-Nya, tentu saja untuk bisa menyembah terlebih dahulu kita harus mengenal yang kita sembah agar penyembahan kita tidak keliru.
Kalau sampai hari ini di dalam ibadah kita tidak menemukan getaran Ilahi, tidak berefek apa-apa pada jasmani dan rohani kita berarti adalah yang salah dalam ibadah yang kita lakukan. Agama pada hakikatnya adalah ilmu eksak, ilmu pasti bukan ilmu menduga atau mencoba-coba. Kalau Rasulullah SAW, Para sahabat bisa akrab dengan Tuhan memakai suatu ilmu tentu saja ketika kita memakai ilmu dan rumus yang sama maka hasilnya akan sama, itu PASTI.
Ketika belum sampai kepada tahap PASTI, berarti kita baru belajar agama secara zahir yang bisa dipelajari oleh siapapun karena pelajaran agama zahir merupakan pelajaran akal pikiran yang akan hilang ketika manusia meninggal dunia. Manusia harus meng-upgrade ilmu agamanya sehingga bukan hanya jasmaninya yang beragama tapi juga rohani karena nanti yang kembali kepada Allah bukanlah jasmani tapi rohani.
Ketika manusia belum mengenal Allah, dalam ibadah formal yang sangat tenang sekalipun dia tidak akan bisa mendapatkan apa-apa selain kekosongan dan kehampaan serta menduga-duga bahwa dia sedang berhadapan dengan Allah.
Ketika ilmu agamanya telah di upgrade dibawah bimbingan Guru Yang Ahli, dan ketika kita telah mengenal Tuhan dengan sebenar kenal tanpa keraguan sedikitpun, maka dimanapun kita bisa menjumpai-Nya, tidak hanya ketika melakukan ibadah formal saja, ketika menghirup segelas kopi pun akan ada wajah-Nya disana….

Pentingnya Guru Mursyid


Jalan menuju Allah itu bersifat ruhaniah. Mata lahir dan akal tidak akan mampu melihat jalan ini. Yang mampu melihatnya hanyalah ruh atau hati yang bersih.
Saudaraku, sudah menjadi pengalaman kita, bahwa di jalan raya yang bersifat material banyak terjadi kecelakaan. Padahal, jalan raya yang bersifat material itu, mata lahir kita bias melihatnya.Jalan raya itu juga dilengkapi dengan berbagai rambu lalu-lintas. Tetapi kecelakaan berlaku setiap hari. Ada yang tabrakan, ada yang serempetan, ada yang masuk jurang, ada yang terguling dan berbagai macam kecelakaan bias terjadi di jalan yang begitu jelas terlihat dengan mata kepala kita.
Belajar dari pengalaman ini, tentu kita dapat dengan mudah memahami kenyataan betapa susahnya menempuh jalan ruhani (jalan menuju Cinta Agung). Berbagai macam kecelakaan ruhani menimpa kita setiap harinya.
Coba kita review kembali kecelakaan-kecelakaan ruhaniah yang menimpa kita tiap hari.
ada perempuan lewat, mata kita tak berkedip.
Di uji oleh Allah dengan kehilangan barang kesayangan, rumah terbakar, hendak menikah ternyata ditinggal kawin oleh calon suami/istri, dll maka kita pun complain dengan Allah. Kita tak puas hati dengan ketentuan Allah. “mengapa itu harus terjadi padaku?”
Bila mendapat nikmat, sombong, berbangga hati, tidak bersyukur.
Dalam majlis pertemuan resmi dengan Allah (sholat) tidak melahirkan rasa takut, tidak terasa hebatnya Allah. Tetapi bila ketemu dengan presiden tersa takut dan terasa kuasa presiden sehingga kita begitu menjaga adab bila ada pertemuan dengan Presiden.
Apabila berdakwah, kemudian dipuji orang maka hati pun berbunga (termasuk lah menulis blog kemudian dipuji postingannya bagus-bagus, maka hatinya berbunga-bunga)
Nah, saking seringnya kita mengalami kecelakaan ruhaniah ini, maka kita perlu pimpinan dari orang yang mampu melihat dan paham jalan ini (jalan ruhaniah menuju Allah). Orang ini disebut guru mursyid. Guru mursyid sangat diperlukan oleh setiap manusia dalam perjalanan ruhani menuju taqwa. Dia dapat memimpin di bidang ilmu, akal atau hati, lahir maupun batin dan dalam semua hal sehingga hidup manusia dapat tertuju kepada Allah. Guru mursyid Allah beri anugerahkan ilmu-ilmu yang luar biasa, ilmu lahir juga ilmu batin.
Karena pentingnya guru mursyid ini, Imam Malik pernah berkata: “Barangsiapa yang tidak mempunyai guru mursyid maka syaitanlah yang akan menjadi gurunya.”
Orang yang bisa memimpin hati/ruhani (guru mursyid), hanyalah orang yang pintu hatinya terbuka, yaitu orang yang mempunyai basyirah. Bukan sekadar akalnya yang terbuka. Banyak orang yang akalnya terbuka, hingga dapat menangkap ilmu, tetapi sangat sedikit orang yang hatinya terbuka. Mursyid itu ialah orang yang hatinya terbuka luas dan dapat memimpin orang lain.
Jadi setiap orang mesti mencari seorang guru mursyid untuk memimpin dirinya walaupun dia alim. Setelah dia bertemu dengan guru mursyid yang layak, maka lahir dan batinnya perlu diserah kepada guru mursyid itu.

Sembahlah Aku



Jangan kau sembah Zat-Ku
Jangan kau sembah Sifat-Ku
Jangan kau sembah Asma-Ku
Jangan kau sembah afal-Ku
Sembahlah AKU

"Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat."
(Q.S. As-Saffat:96)

"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia."
(Q.S. Asy-Syura:11)

"Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu."
(Q.S. Al-an`am:164)

"Jangan kausembah Zat-Ku; jangan kausembah Sifat-Ku; jangan kau sembah Asma-Ku; jangan kausembah afal-Ku. Sembahlah AKU."
[Hadis Qudsi]

Jika pengetahuan seseorang hanya sampai pada Afal Allah,
sampailah ia hanya pada Perbuatan-Perbuatan Allah saja.
Jika pengetahuan seseorang hanya sampai pada Asma Allah,
sampailah ia hanya pada Nama-Nama Allah saja.
Jika pengetahuan seseorang hanya sampai pada Sifat Allah,
sampailah ia hanya pada Sifat-Sifat Allah saja.
Jika pengetahuan seseorang hanya sampai pada Zat Allah,
sampailah ia hanya pada Zat Allah saja.
Jika pengetahuan seseorang sampai ke Allah,
sampailah ia pada Allah.

Zat Allah = Nur Ilahi = Cahaya Tuhan
Cahaya Tuhan, bukan Tuhan.
Tuhan bukan berupa Cahaya
Zat Allah = ruh (pada manusia)
Allah bukan berupa ruh.
Pada manusia itu ada Zat Allah, tapi manusia bukan Allah.
KunciNya,
"Jgn Sampai Terlihat Adanya Diri" barulah Aku nyata sebenar2 nyata.



 Jadi Zat Allah yang meliputi sekalian alam itu disebut Nur Ilahi, sedangkan Zat Allah yang ada pada diri manusia itu disebut ruh. Ruh dan Nur Ilahi ini Zat Allah yang sama, bukan berbeda. Ruh dan Nur Ilahi ini esa, bukan becerai. Itu-itu juga, hanya yang pada manusia itu sebutannya ruh. (silakan cermati Q.S. Nur:35, informasinya itu menunjukkan Nur Ilahi itu meliputi "luar-dalam")
Zat Allah bersifat Mahasuci, makanya yang ada pada manusia itu disebut Ruh al-Quds atau Ruhul Qudus, Ruh yang bersifat Mahasuci.
فَإِذَا سَوَّيۡتُهُ ۥ وَنَفَخۡتُ فِيهِ مِن رُّوحِى فَقَعُواْ لَهُ ۥ سَـٰجِدِينَ
"Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh [ciptaan] Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (Al-Hijr: 29)
Allah meniupkan ruh (Zat-Nya) pada jasad Adam. Jelas sekali Allah itu bukan berupa Zat.
"Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki." (Q.S. Nur:35)
Apakah artinya ALLAH = NUR? Tentu tidak.
Zat Allah = Nur Ilahi = Cahaya Tuhan
Tuhan dengan Cahaya-Nya tentu Esa, tetapi tetap Cahaya Tuhan itu, bukan Tuhan.
Tuhan bukan berupa Cahaya
Zat Allah = ruh (pada manusia)
Allah bukan berupa ruh.
Pada manusia itu ada Zat Allah, tapi manusia bukan Allah.
I'tibar untuk mendekatkan paham:
Matahari dengan cahayanya esa. Maksudnya esa, antara matahari dengan cahayanya tidak ada jarak-antara. Sebagaimana esanya ruh dan tubuh kita.
Matahari dengan cahayanya esa, tapi tidak pernah seorang pun menyatakan sinar matahari yang memantul di dinding rumah itu sebagai matahari. Tetap orang akan memandangnya sebagai sinar/cahaya matahari.
Tubuh kita esa dengan ruh. Ruh ialah Nur Ilahi/Zal Allah/Cahaya Tuhan yang juga esa dengan Sang Pemilik Cahaya.
Itulah sebab dikatakan kaum arif billah:
Mengaku diri Tuhan, kafir
Tidak mengaku diri esa dengan Tuhan, kufur.
Allah = ismu Zat, nama bagi Zat. bukan ismu-Rabb.
"Tidak ada yang setara dengan Dia" (Al-Ikhlas:4)
"Tidak ada yang seumpama dengan Dia." (Ash-Shura:11)
kalau makhluk berupa zat-sifat-asma-af`al
dan Tuhan juga berupa zat-sifat-asma-af`al
sama dan seumpama dong makhluk dan Tuhan?
Kalau makhluk itu wujud zat-sifat-asma-af'al Allah,
lalu Allah itu wujuf zat-sifat-asma-af'al siapa dong? Ada yang mendahului Allah itu hil yang mustahal 😄
Tuhan tidak bernama, sebelum ada ciptaan, siapa yang mau menyebut-Nya Tuhan?
Setiap makhluk punya nama, dari Pemberi Nama. Tuhan tidak ada yang memberi nama, kecuali Diri-Nya sendiri (itu pun untuk keperluan makhluk)
Oleh sebab esa Tuhan dg Nur/Zat-Nya lah Allah menyebut Diri-Nya dengan sebutan Zat-nya, yaitu "Allah". Tapi tetap bahwa Tuhan itu bukan Zat.

Hanya Alloh yg mampu memberikan pemahaman...mohon maaf bia kurang dapat terpahami sahabat ku seklian...

Kenapa harus Bertoriqot?


Apa Itu Thoriqot?
-----------------------------
Dalam ilmu tasawuf diterangkan, bahwa Thoriqot, atau yang lebih dikenal Tarekat ialah jalan atau petunjuk, atau perbuatan untuk melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rosullullah saw. serta dikerjakan oleh para Sahabat, para Tabi’in, para Tabi’it Tabi’in, dan seterusnya turun temurun sampai kepada Guru Mursyid, para Ulama secara bersambung dan berantai hingga pada masa kini.
Dalam ilmu tasawuf, bahwa Sunnah Nabi itu harus dilakukan dengan Thoriqot. Sesuai dengan maksud tersebut Rasullullah saw. bersabda :
“Syariat itu ucapanku. Thoriqot itu perbuatanku. Hakikat itu merupakan tingkah laku daripadaku, dan Ma’rifat itu pokok dasar (modal) atau pangkal kekayaan (baik lahir maupun batin).’ (HR. Anas bin Malik).
Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa semua bimbingan peunjuk guru itu dinamakan Thoriqot. Dan Guru pertama umat Islam ialah Nabi Muhammad saw. Setelah Nabi wafat diteruskan oleh pewarisnya, yakni para Sahabat/Ulama. Para Ulama itu penerima/pemegang amanat para Rasul Allah. Dan mempunyai kedudukan tersendiri, kedudukan yang tidak mudah dicapai oleh sembarang orang. Kelanjutan hadist menerangkan bahwa :
“Para Ulama itu adalah pewaris para Nabi”. (HR. Turmudzi).
Thoriqot itu merupakan saluran dari pada Tasawuf. Prof. Dr. Aboebakar Aceh mengartikan Thoriqot itu sebagai berikut, “Thoriqot yaitu jalan menuju Tuhan, yang dapat membawa manusia itu kepada kebahagiaan dunia dan akhirat”. Sedangkan Prof. Buya Hamka, mengatakan , “Maka diantara makhluk dan Khaliq itu ada perjalanan yang harus kita tempuh. Inilah yang kita katakan Thoriqot”.
Dengan beberapa pengertian para Ulama di atas, jelas bagi kita bahwa Thoriqot itu suatu jalan atau cara yang ditempuh oleh seseorang penganutnya guna mendekatkan dirinya kepada Allah swt., serta mencari keridhaan-Nya dalam bentuk beribadat secara khusu’ baik lahir maupun batin. Demikianlah Thoriqot itu merupakan tindak lanjut dalam perkembangan Tasawuf yang kian hari kian banyak jumlah pengikutnya, hingga kepada para Ulama masa kini, bahkan hingga sampai masa yang akan datang.
Thoriqot bukanlah alairan kepercayaan atau aliran kebatinan, tetapi Thoriqot adalah bagian dari ajaran agama Islam yang terpenting. Disimpulkan atas tiga ajaran pokok sesuai petunjuk Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, “Islam, Iman, Ihsan”.
- * Untuk mengetahui Islam pelajarilah ilmu Fiqih.
- * Untuk mengetahui Iman pelajarilah ilmu Ushuluddin.
- * Untuk mengetahui Ihsan pelajarilah ilmu Tasawuf/Thoriqot.
Tasawuf/Thoriqot yaitu jalan yang harus ditempuh oleh setiap Muslimin untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya, dengan Mahabbah, serta melakukan ibadah kepada Allah swt., seakan-akan melihat kepada-Nya. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Malaikat Jibril dalam menyampaikan wahyu-Nya kepada Nabi Muhammad saw. dengan bentuk pertanyaan, “Ajari aku tentang ihsan.” Kemudian dijawab oleh Nabi :
“Bahwa engkau menyembah Allah solah-olah engkau melihat-Nya, walupun engkau tidak dapat melihat-Nya, namun sesungguhnya Allah melihat engkau.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan perkataan lain, diri kita setiap saat selalu terkontrol, karena sesungguhnya Allah swt. berada disisi kita, sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak baik. Bila Islam sebagai pembinaan; dan Iman sebagai dasar pemikiran maka Ihsan merupakan dasar tujuan, tujuan akhir hayat manusia. Karena itu bertasawuf/berthoriqotlah agar tercapai tiga dasar Dienul Islam yang kokoh tak terpisahkan.
Dari sekian banyaknya Thoriqot Islam, terdapat dua Thoriqot yang digabung, yaitu “Thoriqot Qodiriyyah dan Naqsabandiyyah”. Adapun metode pengamalan Thoriqot Qodiriyyah ialah mengamalkan dzikir kepada Allah secara jahar (dibaca keras). Sedangkan Thoriqot Naqsabandiyyah melaksanakan dzikir khafi (yang diingatkan di dalam hati). Keduanya harus diamalkan secara terpadu, kontinyu dan teratur. Maksudnya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah, mempertebal iman, memperkokoh benteng pertahanan batiniah dari segala godaan syetan dan nafsu angkara murka serta pengaruh-pengaruh lingkungan yang negatif. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya, “Orang yang kuat imannya ia mempunyai kemampuan untuk menguasai dirinya, karena hati diisi dengan dzikrullah, ingat selalu hanya kepada Allah swt.” (Al Hadist).
Demikian syariat dan hakikat keduanya tidak bisa dipisahkan.

Ketika Abu Yazid al-Busthami Tak Merasakan Manisnya Ibadah


Tak ada yang ragu soal kealiman dan kezuhudan Abu Yazid al-Busthami. Tokoh sufi ternama abad ke-9 ini termasuk hamba dengan ketaatan yang utuh. Kehidupan Abu Yazid nyaris penuh dengan aktivitas ibadah. Namun, ada yang janggal di hatinya ketika bertahun-tahun beribadah tapi ia tak pernah merasakan kenikmatan dan kelezatan beribadah.
Mengapa?
Abu Yazid telah berikhtiar maksimal. Totalitas adalah prinsip baginya dalam menghamba kepada Allah subhânahu wata‘alâ. Lalu, kenapa kejanggalan itu terjadi? Pertanyaan ini terus mengganggu pikirannya hingga Abu Yazid menghadap ibunya dan memberanikan diri untuk bertanya.
“Wahai Ibunda, aku selama ini aku tak menemukan manisnya ibadah dan ketaatan. Ingat-ingatlah, apakan Ibunda pernah mengonsumsi makanan haram saat aku masih berada dalam perut atau ketika aku masih menyusu?”
Sang ibunda diam agak lama. Ia berusaha mengingat-ingat seluruh peristiwa seperti apa yang dikatakan anaknya.
“Wahai anakku,” jawab ibu Abu Yazid kemudian, “Saat kau masih dalam perut, Ibunda suatu kali pernah naik ke atas atap. Ibunda melihat sebuah ember berisi keju dan karena berselera Ibunda mencicipinya seukuran semut tanpa seizin pemiliknya.”
“Pasti gara-gara ini,” kata Abu Yazid. Ia lantas memohon kepada ibunya untuk menemui si pemilik keju dan memberi tahu masalah yang terjadi.
Sang ibunda pun menuruti permintaan Abu Yazid: mendatangi pemilik keju itu dan menceritakan perbuatannya yang mencuil keju hanya sebesar semut lalu memakannya.
“Keju itu sudah halal untukmu,” kata pemilik keju kepada sang ibunda yang segera ia kabarkan kepada anaknya, Abu Yazid al-Busthami. Sejak saat itu Abu Yazid dapat merasakan manisnya ketaatan dan beribadah kepada Allah.
Kisah yang terekam dalam kitab an-Nawâdir karya karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qulyubi ini memberi pesan tentang pentingnya membersihkan diri dari hal-hal haram, baik dari segi substansi ataupun karena cara memperolehnya. Sudahkah semua barang yang kita makan dan kita manfaatkan didapatkan dari proses yang sepenuhnya halal?
Terputusnya ibadah dari rasa manisnya yang dialami Abu Yazid juga menunjukkan bahwa selalu ada keterkaitan antara penyimpangan perbuatan fisik seseorang dan suasana ruhaninya. Dan, penyimpangan tersebut tak mesti bersumber dari dirinya sendiri, tapi bisa juga dari orang tuanya. Kenyataan ini pula yang memberi peringatan para orang tua agar sangat berhati-hati dalam memenuhi kebutuhan anak-anaknya: pastikan semua halal, dengan demikian kehidupan akan berkah. Wallahu a’lam.

CARA NABI MUHAMMAD MENGHADAPI HINAAN DAN HUJATAN..

Jika hinaan dibalas dengan hujatan, lalu apa bedanya antara orang yang dihina dan orang yang menghujat. Reaksi yang berlebihan terhadap penghinaan akan membuat stigma yang lebih buruk terhadap umat Islam. Jika stigma kekerasan itu mencuat, yang bertepuk tangan adalah para provokator yang tidak senang dengan perdamaian.
Tidak sedikit orang yang menginginkan terciptanya permusuhan antara umat beragama. Daripada membalas hujatan dengan kecaman atau bahkan dengan pembunuhan akan lebih baik jika kita mengajak berdialog orang yang melakukan penghinaan. Dalam dialog kita bisa memperkenalkan pribadi Muhammad yang sesungguhnya.
Dengan begitu, bukan mustahil orang yang tadinya menghina akan berbalik menjadi sahabat yang setia seperti yang tertera dalam Alquran surat Fushshilat (41): 34.
Kita tentu tidak bisa membiarkan begitu saja orang-orang yang hendak memadamkan cahaya Allah. Jika dibiarkan begitu saja, perbuatan mereka makin menjadi-jadi. Kita mesti berbicara dan bertindak. Namun sebelum tindakan tegas dilakukan kita mesti mengedepankan tindakan persuasif.
Jika tindakan persuasif tidak juga mampu meredam kelakuan mereka, barulah kita bertindak tegas kepada mereka. Ada dua kasus di mana sahabat Nabi membunuh orang Yahudi yang terus menerus melontarkan penghinaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Tindakan tegas tersebut dilakukan karena para sahabat Nabi berpikir jika penghinaan tersebut terus-menerus dibiarkan begitu saja, bukan mustahil mereka akan mencari jalan untuk membunuh Nabi Muhammad seperti yang telah dilakukan nenek moyang mereka terhadap para Nabi dan Rasul Allah.
Nabi Muhammad sebagai sosok yang berkpribadian mulia menginginkan umatnya memiliki akhlak yang mulia pula. Banyak sekali hujatan dan penganiayaan yang beliau terima, tapi Nabi Muhammad mampu mengatasinya tanpa harus kehilangan kemuliaannya.
CONTOH NABI 1..> Suatu hari di tengah teriknya matahari, Nabi Muhammad saw. mendatangi Kota Thoif untuk mengabarkan bahwa tiada Tuhan selain Allah. Namun, belum lagi ia selesai menyampaikan risalahnya, para penduduk Thoif melempari beliau dengan batu. Nabi Muhammad pun berlari dengan menderita luka cukup parah. Giginya patah dan berdarah terkena lemparan batu.
Malaikat Jibril segera turun dan menawarkan bantuan kepada Nabi Muhammad. "Wahai kekasih Allah, apa yang kau ingin aku lakukan terhadap mereka. Jika kau mau aku akan membalikkan tanah yang menopang mereka sehingga mereka hilang tertelan bumi."
Bukan hanya kita yang sedih mendengar kisah ini, Jibril pun harus turun tangan melihat Nabi Muhammad dihina dan dianiaya begitu rupa. Namun, apa kata Nabi Muhammad.
"Jangan wahai Jibril. Mereka melakukan itu karena mereka belum tahu. Mungkin hari ini mereka menolak ajaranku, tapi aku berharap anak cucu mereka di kemudian hari akan menjadi pengemban risalahku." Dan doa beliau pun terkabul. Banyak di antara penduduk Thoif di kemudian hari yang menjadi ulama penerus risalah Nabi Muhammad. Begitu mulianya akhlak Rasulullah terhadap orang-orang yang menghina dan menganiayanya. Dan beliau pun ingin umatnya mewarisi akhlak mulia tersebut.

CONTOH NABI 2..>Suatu ketika di dalam Kota Mekah ada seseorang yang sangat membenci Nabi Muhammad. Jika Nabi Muhammad lewat di depan rumahnya, ia melempari beliau dengan batu, tidak jarang pula ia meludahi beliau dari atas rumahnya. Tidak cukup dengan itu, ia pun melempari Nabi dengan kotoran manusia.
Suatu hari orang tersebut jatuh sakit. Ketika Nabi Muhammad melewati rumah itu, ia heran dan bertanya-tanya ke mana orang yang biasanya melemparinya. Setelah diketahuinya orang tersebut sedang sakit, Nabi Muhammad pun mengunjunginya.
Orang tadi seakan tidak percaya jika Muhammad yang selama ini ia caci maki dan ia lempari dengan batu dan kotoran masih mau menengoknya di kala sakit, saat orang lain tidak memedulikannya. Ia pun menangis di hadapan Nabi Muhammad dan saat itu pula ia mengakui kemuliaan Nabi Muhammad dan mengucapkan syahadat
Nabi Muhammad dengan baik sekali mencontohkan apa yang tertera dalam Alquran, Surat Fushshilat Ayat (34): Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.

CONTOH NABI 3...>Ada suatu kisah yang diabadikan di dalam Alquran. Kisah ini berkaitan dengan Abdullah bin Ubay bin Salul yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai rajanya munafik.
Suatu ketika selepas pulang dari Perang Musthalik, Abdullah bin Ubay menyatakan di hadapan orang banyak bahwa begitu tiba kembali di Madinah, orang-orang yang kuat akan mengusir orang-orang Madinah yang paling lemah (Qs. Al-Munafiquun: 8). Semua orang pada waktu itu memahami cemoohan tersembunyi tersebut diarahkan kepada Rasulullah saw. Para sahabat mendidih darahnya mendengar fitnah ini sehingga jika diizinkan pastilah mereka merajam Abdullah bin Ubay dengan pedang.
Saat itu amarah orang sedemikian tingginya sehingga putra Abdullah bin Ubay sendiri menghadap Rasulullah saw., meminta izin guna membunuh bapaknya dengan tangannya. Putranya itu mengemukakan alasan bahwa jika orang lain yang membunuh bapaknya, ia tidak rela, malah mungkin akan membalas dendam terhadap pelaku tersebut. Sepanjang sejarahnya, bangsa Arab terbiasa melakukan balas dendam atas ejekan yang dilontarkan pada mereka atau keluarganya tanpa melihat besar kecilnya cemoohan itu.
Tradisi itulah yang dimaksudkan putra Abdullah bin Ubay tersebut. Namun, Rasulullah saw., tidak mengabulkan permintaannya dan juga tidak memperkenankan yang lain menghukum si munafik Abdullah bin Ubay tersebut dengan cara apa pun. Sekembalinya Abdullah bin Ubay ke Madinah, ia tetap dibiarkan hidup sampai akhir hayatnya. Ketika ia kemudian meninggal secara wajar, betapa terkejutnya orang-orang ketika Rasulullah saw., memberikan baju beliau sendiri kepada putra Abdullah untuk mengafani jenazah ayahnya yang dahulu pernah memfitnahnya. Apa yang dilakukan Rasulullah merupakan suatu pelajaran bagi kita bagaimana menghadapi orang yang menghujat kita dan beliau. Alquran pun memberikan pelajaran, Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan (Qs.Al Mukminuun (23): 96).
CONTOH 4..>Fitnah lain yang biasa ditujukan kepada Muhammad adalah stigma bahwa Muhammad mengajarkan kekerasan. Bagaimana mungkin sosok yang tidak mau membalas orang yang menghina dan menganiayanya bisa mengajarkan kekerasan. Kalaupun ada orang Islam yang melakukan pengeboman, itu adalah oknum yang salah dalam menafsirkan Alquran.
Sebagimana halnya ulah para oknum di negara-negara barat yang melakukan penjajahan kepada bangsa lain. Nabi Muhammad hanya mengajarkan jika kita atau negara kita diserang atau dijajah kita berhak menuntut kemerdekaan. Suatu ajaran yang sangat wajar dan rasional, seperti halnya yang dilakukan para pahlawan negeri ini dalam melawan penjajahan.
CONTOH 5..>>Suatu ketika Abu Bakar yang terkenal dengan perangainya yang lemah lembut dan sabar berbicara mendakwahkan Alquran kepada seorang Yahudi yang bernama Finhash. Tetapi, Finhash menjawab: "Abu Bakar, bukan kita yang membutuhkan Tuhan, tapi Dia yang butuh kepada kita. Bukan kita yang meminta-minta kepada-Nya, tapi Dia yang meminta-minta kepada kita. Kita tidak memerlukannya, tapi Dia yang memerlukan kita. Kalau Dia kaya, tentu Ia tidak akan minta dipinjami harta kita, seperti yang didakwahkan pemimpinmu itu. Kalau Ia kaya, tentu Ia tidak akan mengatakan ini. Yang dimaksudkan Finhash adalah Firman Allah, "Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. dan Allah Maha Pembalas jasa lagi Maha Penyantun. (Qs. At Taghaabuun [64]:145).
Abu Bakar pun tidak tahan mendengar jawaban itu. Ia marah. Ditamparnya muka Finhash itu keras-keras. "Demi Allah," kata Abu Bakar, "kalau tidak karena janji yang telah diikrarkan Rasulullah untuk melindungi kalian, pasti aku pukul kepalamu." Kemudian Finhash mengadukan perlakuan Abu Bakar ini kepada Nabi Muhammad saw., tanpa menceritakan penghinaan yang telah ia lakukan terhadap Allah. Kemudian turunlah firman Allah atas kejadian ini. "Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan, 'Sesunguhnya Allah miskin dan Kami kaya'. Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka), 'Rasakanlah olehmu azab yang membakar'." (Qs. Al Imran: 181).
CONTOH 6..>
Di sudut pasar di Kota Madinah ada seorang buta yang setiap harinya selalu meneriakkan Muhammad orang gila. Setiap hari ada orang yang menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Suatu hari orang buta tersebut merasakan jika orang yang menyuapinya kali ini bukanlah orang yang biasa menyuapinya.
Berkatalah orang buta dan tua itu, "Kau bukanlah orang yang biasanya menyuapiku, ke manakah gerangan orang yang biasa menyuapiku."
Orang yang ada di hadapannya bertanya, "Bagaimana kau tahu aku bukanlah orang yang biasa menyuapimu sedangkan engkau adalah orang yang tidak bisa melihat?"
Orang tua itu pun menerangkan, "Orang yang setiap harinya menyuapiku akan mengunyah makanan itu lebih dahulu sebelum memasukkan ke mulutku karena ia tahu gigiku sudah tidak kuat lagi mengunyah makanan."
Orang yang ada di hadapannya yang ternyata adalah Abu Bakar menahan tangis dan bertanya kembali, "Tahukah engkau siapa yang biasa menyuapimu setiap hari?"
Orang tua dan buta itu pun menggelengkan kepala. Abu Bakar barkata, "Orang yang menyuapimu setiap hari adalah Muhammad yang biasa engkau caci maki dan sekarang ia telah tiada."
Betapa terkejutnya orang tua itu mengetahui akan hal itu. Ia pun tersungkur menangis dan seketika itu juga mengucapkan kalimat syahadat sebagai sebuah pengakuan atas ke-Esa-an Tuhan dan kemulian Muhammad.

Mati sebelum mati


 Menurut SYEIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI
---------------------------------------
Mati Sebelum Mati, Mutlak Diperlukan bagi Salik yang Mau Menempuh Jalan Tuhan.
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Wahai hamba Allah, sadarilah bahwa engkau hanya sebatas diberi harapan. Maka, jauhilah segala sesuatu selain Allah Azza wa Jalla dengan kalbumu sehingga engkau dapat dekat kepada-Nya. Matilah engkau sebelum mati. Matilah engkau dari dirimu dan makhluk. Sungguh telah diangkat berbagai hijab dari dirimu dan Allah Azza wa Jalla.”

Seseorang bertanya, “Bagaimana saya harus mati?” Lalu beliau menjawab, “Matilah dari mengikuti kemauan, hawa nafsu, tabiat dan kebiasaan burukmu, serta matilah dari mengikuti makhluk dan dari berbagai sebab. Tinggalkanlah persekutuan dengan mereka dan berharaplah hanya kepada Allah, tidak selain-Nya. Hendaklah engkau menjadikan seluruh amalmu hanya karena Allah Azza wa Jalla dan tidak mengharap nikmat-Nya.

Hendaklah engkau bersikap ridha atas pengaturan, qadha dan tindakan-Nya. Jika engkau melakukan hal yang demikian, maka hidup dan matimu akan bersama-Nya. Kalbumu akan menjadi tentram. Dialah yang membolak-balikkannya sesuai dengan kehendak-Nya. Kalbumu akan selalu menjadi dekat kepada-Nya, selalu terhubung dan bergantung kepada-Nya. Engkau akan selalu mengingat-Nya dan melupakan segala perkara selain Diri-Nya.
Kunci surga adalah ucapan La ilâha illa Allâh, Muhammadur-Rasûlullâh. Sedangkan esok,, kunci surga adalah kefanaan dari dirimu, orang lain, dan segala sesuatu selain Allah, dan dengan selalu menjaga batas-batas syariat.
Kedekatan kepada Allah adalah surga bagi manusia, sedangkan jauh dari Allah adalah neraka untuk mereka. Alangkah indah keadaan seorang Mukmin, baik di dunia ataupun di akhirat. Di dunia dia tidak berkeluh-kesah atas keadaaan yang dia alami, setalah dia memahami bahwa Allah meridhainya, dimana pun dia berada cukuplah bagiannya dan ridha dengan bagian itu. Kemanapun dia menghadapkan wajahnya, dia memandang dengan cahaya Allah. Setiap isyaratnya adalah kepada-Nya. Setiap kebergantungan adalah kepada-Nya. Setiap tawakalnya adalah hanya kepada-Nya.

Berhati-hatilah, jika ada seorang di antara engkau merasa bergembira berlebihan karena telah melakukan ketaatan, karena boleh jadi ada rasa takjub ketika dilihat orang lain atau berharap pujiannya. Barangsiapa di antaramu ingin menyembah Allah, hendaklah memisahkan diri dari makhluk. Sebab, perhatian makhluk pada amal-amal mereka dapat merusaknya. Nabi SAW bersabda, “Engkau mesti ber-uzlah, sebab uzlah adalah ibadah dan bentuk kesungguhan orang-orang shaleh sebelum kalian.”

Engkau mesti beriman, lalu yaqin dan fana dalam wujud Allah, bukan dalam dirimu atau orang lain. Dan, tetaplah menjaga batas-batas syariat dan meridhai Rasulullah SAW. Tidak ada karamah bagi orang yang mengatakan sesuatu selain hal ini. Karena, inilah yang terjadi dalam berbagai shuhuf dan lawh kalam Allah Azza wa Jalla.

Engkau harus selalu bersama Allah; memutuskan diri untuk selalu dengan-Nya; dan bergantung kepada-Nya. Hal demikian akan mencukupkan dirimu dengan pertolongan (ma’unah) di dunia dan akhirat. Dia akan menjagamu dalam kematian dan kehidupan, menjagamu dalam setiap keadaan. Engkau harus memisahkan yang hitam dari yang putih!”

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Kitab Fath Ar-Rabbani wal-Faidh Ar-Rahmani

Bayt Allah


Qolbumu itulah Bayt Allah..... kamu itu sebenarnya ahlul bayt....

 seumpama diri kita ini seorang babu atau budak atau hamba, tugas kita adalah membersihkan rumah majikan kita, yaitu membersihkan qolbu kita masing-masing, agar bersih, indah, dengan demikian majikan kita menjadi nyaman dan betah, berkenan hadir dirumahnya.....

Tatkala Tuan kita berkenan hadir dalam baytnya, yaitu dalam qolbu kita, itulah saat dimana kita manunggal dengan Tuan kita......


Demikianlah hubungan kita dengan Allah, dimana Allah itu hanya berkenan hadir didalam qolbu yang bersih suci...... Ketika hati kita bersih, Allah akan hadir didalamnya.... dan ketika hati kita kotor, maka Dia akan meninggalkannya.....


Lalu bagaimana kita tahu hati kita sudah bersih atau belum???.....
Jika didalam hatimu masih tersimpan merasa dan merasa benar sendiri, baik, mulia, lurus, beriman, taqwa, sholeh dsb..... itu berarti hatimu bisa dipastikan kotor.....
Jika didalam hatimu masih merasa dholim, kotor, hina, pendosa, munafik, buruk dsb..... itu berarti hatimu sudah bersih......


Tidak ada diantara golongan para nabi dan rasul kecuali mereka semua masih tetap merasa bahwa mereka termasuk gol orang2 yang dholim.....


Menyadari segala keburukan diri adalah ciri2 bersihnya hati seseorang......
Jika sudah sadar diri kita kotor, bukankah lebih utama membersihkannya???.....

"Ingat itu Zikir

"Ingat itu Zikir, Zikir itu Nafas, Nafas itu Laa Huruffin Wala Sautin",
Disini inginlah saya memperjelaskan bahawa maksud, erti atau makna zikir nafas itu, adalah zikir yang tidak berhuruf dan tidak bersuara.
Adapun zikir yang tidak berhuruf dan bersuara itu, adalah zikir yang tidak menggunakan bibir mulut dan tidak menggunakan buah tasbih.
Namun, sebelum itu, saudari/i harus faham dulu, apakah itu makna, maksud atau erti zikir. Adapun maksud perkataan zikir itu adalah dalam bahasa Arab. Bila mana indonesianya bermaksud "Ingat". Zikir dalam bahasa arab manakala dalam bahasa indonesia pula ertinya "ingat".
Sekarang kita jangan jadi Arab mari kita jadi Indonesia. Kita belajar ilmu bukan untuk jadi arab . Matikan bunyi-bunyi Arab.
Kalau di indonesia kan makna zikir itu ingat. Sekarang mari kita sebut perkataan ingat jangan lagi kita sebut perkataan zikir. Kalau kita sebut zikir nanti kita hanya ingat buah tasbih.
Bagaimana untuk ingat kepada Allah dengan tidak berhuruf dan bersuara. Tidakkah Allah itu tidak berhuruf dan tidak bersuara, tidak berjirim dan tidak berjisim. Seharusnya juga ingat kepada Allah itu, sepantasnya juga dengan cara tidak berhuruf dan bersuara. iaitu dengan cara,
"Ingat kepada Nafas kita yang turun naik"
Nafas kita yang turun naik siang dan malam itu, sebenarnya zikir (ingat) kepada Allah. Yang turun naik itu tidak tidur, dia sajalah yang ingat kepada Allah, walaupun kita dalam berkeadaan tidur atau dalam keadaan kita lupa atau lalai.
Nafas itulah yang dimaksudkan "Tidak Berhuruf, Tidak Bersuara" dimana ia merupakan 7 sifat Allah yang sebenarnya adalah Roh, terdiri daripada sifat Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sama'a, Basyar & Kalam, yang mengerakkan dan menghidupkan Jasad yang padanya terdiri 7 lapis Langit, merujuk kepada 2 mata, 2 telinga, 2 lubang hidung, 1 mulut yang menjadi 7 lapis Langit pada kepala kita dan 7 lapis Bumi yang merujuk 2 tangan, 2 kaki, 1 pusat, 2 kemaluan depan dan belakang pada tubuh kita.
Tidak bergerak jasad itu melainkan jasad itu digerakkan oleh Roh, dihidupkan oleh Roh yang tertakluk kepada gerak "Tidak berhuruf, Tidak bersuara" dan hakikatnya adalah Allah s.w.t.
Roh adalah diri sebenar-benar diri yang pada istillahnya merupakan bayang Allah sebagai penyata utk menyatakan Allah didalam diri mahu pun luar daripada diri.Turun naiknya Nafas atau keluar masuknya Nafas dalam keadaan "Tidak Berhuruf, Tidak Bersuara" yang menyatakan Zat, Sifat, Asma, Afaal, Allah yang tertakluk didalam "KUN FAYAKUN", Ahad, Ahad,Ahad.