Laman

Minggu, 15 Juni 2014

Agar Rezeki Makin Mengalir


"Di antara manusia ada orang-orang yang dianugerahkan rezeki yang banyak." (Al Hadits)

Rezeki itu banyak bentuknya, bisa jadi harta benda, keluangan waktu, kemampuan untuk mendengarkan orang dengan baik, mengasuh anak, membersihkan ruangan, kepandaian menulis, raga yang sehat dll. Kita wajib menginfaqkan apa yang Allah infaqkan jadi dialirkan terus. Kalau kita membendung apa yang Allah alirkan maka bisa mengundang bencana. Rasulullah saw bersabda, "Selama dia mengalirkan untuk orang lain, ia akan dipercaya untuk dititipkan rezeki itu."

Berinfak itu merupakan realisasi dari Sifatnya Ar Rahman. Jika kita melatih untuk bersifat pemurah, banyak shodaqoh, infaq, zakat, menyebarkan senyuman, kebaikan dan memberikan bantuan untuk orang lain, itu adalah bukti di dalam dirinya sudah tumbuh pengetahuan tentang itu. Niatkanlah semua itu untuk mendapatkan ridha Allah, jadi bukan sekedar menolong seseorang agar orang itu di kemudian hari menolong balik, itu pamrih namanya. Seharusnya kita menolong dengan niatan semoga Allah menolong saya, kita menyantuni orang lain dengan harapan semoga Allah menyantuni saya, kita memaafkan orang lain semoga Allah pun berkenan memaafkan saya. Jadi semua amalan itu kita jadikan jalan agar kita menuju Allah Ta'ala.

Sungguh tidak akan pernah miskin mereka yang menolong orang lain. Dimulai dengan kita memulai hari dengan yang baik, itu kenapa kita dianjurkan untuk sholat Dhuha, karena kita mensyukuri raga kita sebelum kita pergunakan untuk bekerja. Shalat Dhuha itu indah sekali.

Rasulullah saw bersabda:
" Pada setiap persendian kalian harus dikeluarkan sedekahnya setiap pagi; Setiap tasbih (membaca subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (membaca Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (membaca Lailaha illallah) adalah sedekah, setiap takbir (membaca Allahu Akbar) adalah sedekah, amar bil ma'ruf adalah sedekah, nahi ‘anil munkar adalah sedekah. Semua itu dapat terpenuhi dengan (shalat) dua rakaat yang dilakukan di waktu Dhuha." (HR. Muslim, no. 1181)

Allah berseru pada hamba-Nya,


“Hendaklah engkau bekerja tanpa melihat pekerjaan itu!. Hendaklah engkau bersedekah tanpa memandang sedekah itu!

Engkau melihat kepada amal perbuatanmu, walau baik sekalipun, tak layak bagi-KU untuk memandangnya. Maka janganlah engkau masuk kepada-KU besertanya!

Sesungguhnya, jika engkau mendatangi-KU berbekal amal perbuatanmu, maka akan AKU sambut dengan penagihan dan perhitungan. Jika engkau mendatangi-KU berbekal ilmu, maka akan AKU sambut dengan tuntutan! Dan jika engkau mendatangi-KU dengan ma’rifat, maka sambutan-KU adalah hujjah, padahal hujjah-KU pastilah tak terkalahkan.

Hendaklah engkau singkirkan ikhtiar (ikut mengatur dan menentukan kehendak-Nya untuk dirimu), pasti akan AKU singkirkan darimu tuntutan. Hendaklah engkau tanggalkan ilmumu, amalmu, ma’rifat-mu, sifatmu dan asma (nama) mu dan segala yang ada (ketika mendatangi-KU), supaya engkau bertemu dengan AKU seorang diri.

Bila engkau menemui-KU, dan masih ada diantara AKU dan engkau salah satu dari hal-hal itu, —padahal AKU-lah yang menciptakan semua itu, dan telah AKU singkirkan semua itu darimu karena cinta-KU untuk mendekat kepadamu, sehingga janganlah membawa semua itu ketika mendatangi-KU—, jika masih saja engkau demikian, maka tiada lagi kebaikanmu yang tersisa darimu.

Kalau saja engkau mengetahui, ketika engkau memasuki-KU, pastilah engkau bahkan akan memisahkan diri dari para malaikat, sekalipun mereka semua saling bahu-membahu untuk membantumu, karena keraguanmu itu (bahwa ada penolongmu dihadapan-Nya selain-Nya), maka hendaklah jangan ada lagi penolong selain AKU.

Jangan pernah engkau melangkah ke luar rumah tanpa mengharap keridhaan-KU, sebab AKU-lah yang menunggumu (di luar rumah) untuk menjadi penuntunmu.

Temuilah AKU dalam kesendirianmu, sekali atau dua kali setelah engkau menyelesaikah shalatmu, niscaya akan AKU jaga engkau di siang dan malam harimu, akan AKU jaga pula hatimu, akan AKU jaga pula urusanmu, dan juga keteguhan kehendakmu.

Tahukah engkau bagaimana caranya engkau datang menemui-KU seorang diri? Hendaknya engkau menyaksikan bahwa sampainya hidayah-KU kepadamu adalah karena kepemurahan-KU. Bukan amalmu yang menyebabkan engkau menerima ampunan-KU, bukan pula ilmumu.

Kembalikan pada-KU buku-buku ilmu pengetahuanmu, pulangkan pada-KU catatan-catatan amalmu, niscaya akan AKU buka dengan kedua tangan-KU, Kubuat ia berbuah dengan pemberkatan-KU, dan akan kulebihkan semuanya itu karena kepemurahan-KU.”
Masuklah Pada-Ku Seorang Diri

“Allah berseru pada hamba-Nya,
Hendaklah engkau bekerja tanpa melihat pekerjaan itu!
Hendaklah engkau bersedekah tanpa memandang sedekah itu!
Engkau melihat kepada amal perbuatanmu, walau baik sekalipun, tak layak bagi-Ku untuk memandangnya. Maka janganlah engkau masuk kepada-Ku besertanya!
Sesungguhnya, jika engkau mendatangi-Ku berbekal amal perbuatanmu, maka akan Aku sambut dengan penagihan dan perhitungan. Jika engkau mendatangi-Ku berbekal ilmu, maka akan Aku sambut dengan tuntutan! Dan jika engkau mendatangi-Ku dengan ma’rifat, maka sambutan-Ku adalah hujjah, padahal hujjah-Ku pastilah tak terkalahkan.

Hendaklah engkau singkirkan ikhtiar (ikut mengatur dan menentukan kehendak-Nya untuk dirimu-), pasti akan aku singkirkan darimu tuntutan. Hendaklah engkau tanggalkan ilmumu, amalmu, ma’rifat-mu, sifatmu dan asma (nama) mu dan segala yang ada (ketika mendatangi-Ku), supaya engkau bertemu dengan Aku seorang diri.
Bila engkau menemui-Ku, dan masih ada diantara Aku dan engkau salah satu dari hal-hal itu, —padahal Aku-lah yang menciptakan semua itu, dan telah Aku singkirkan semua itu darimu karena cinta-Ku untuk mendekat kepadamu, sehingga janganlah membawa semua itu ketika mendatangi-Ku—, jika masih saja engkau demikian, maka tiada lagi kebaikanmu yang tersisa darimu.

Kalau saja engkau mengetahui, ketika engkau memasuki-Ku, pastilah engkau bahkan akan memisahkan diri dari para malaikat, sekalipun mereka semua saling bahu-membahu untuk membantumu, karena keraguanmu itu (bahwa ada penolongmu dihadapan-Nya selain Dia), maka hendaklah jangan ada lagi penolong selain Aku.

Jangan pernah engkau melangkah ke luar rumah tanpa mengharap keridhaan-Ku, sebab Aku-lah yang menunggumu (di luar rumah) untuk menjadi penuntunmu.
Temuilah Aku dalam kesendirianmu, sekali atau dua kali setelah engkau menyelesaikah shalatmu, niscaya akan Aku jaga engkau di siang dan malam harimu, akan Aku jaga pula hatimu, akan Aku jaga pula urusanmu, dan juga keteguhan kehendakmu.

Tahukah engkau bagaimana caranya engkau datang menemui-Ku seorang diri? Hendaknya engkau menyaksikan bahwa sampainya hidayah-Ku kepadamu adalah karena kepemurahan-Ku. Bukan amalmu yang menyebabkan engkau menerima ampunan-Ku, bukan pula ilmumu.

Kembalikan pada-Ku buku-buku ilmu pengetahuanmu, pulangkan pada-Ku catatan-catatan amalmu, niscaya akan aku buka dengan kedua tangan-Ku, Kubuat ia berbuah dengan pemberkatan-Ku, dan akan kulebihkan semuanya itu karena kepemurahan-Ku.”

“Allah berseru pada hamba-Nya,
Hendaklah engkau bekerja tanpa melihat pekerjaan itu!
Hendaklah engkau bersedekah tanpa memandang sedekah itu!
Engkau melihat kepada amal perbuatanmu, walau baik sekalipun, tak layak bagi-Ku untuk memandangnya. Maka janganlah engkau masuk kepada-Ku besertanya!
Sesungguhnya, jika engkau mendatangi-Ku berbekal amal perbuatanmu, maka akan Aku sambut dengan penagihan dan perhitungan. Jika engkau mendatangi-Ku berbekal ilmu, maka akan Aku sambut dengan tuntutan! Dan jika engkau mendatangi-Ku dengan ma’rifat, maka sambutan-Ku adalah hujjah, padahal hujjah-Ku pastilah tak terkalahkan.

Hendaklah engkau singkirkan ikhtiar (ikut mengatur dan menentukan kehendak-Nya untuk dirimu-), pasti akan aku singkirkan darimu tuntutan. Hendaklah engkau tanggalkan ilmumu, amalmu, ma’rifat-mu, sifatmu dan asma (nama) mu dan segala yang ada (ketika mendatangi-Ku), supaya engkau bertemu dengan Aku seorang diri.
Bila engkau menemui-Ku, dan masih ada diantara Aku dan engkau salah satu dari hal-hal itu, —padahal Aku-lah yang menciptakan semua itu, dan telah Aku singkirkan semua itu darimu karena cinta-Ku untuk mendekat kepadamu, sehingga janganlah membawa semua itu ketika mendatangi-Ku—, jika masih saja engkau demikian, maka tiada lagi kebaikanmu yang tersisa darimu.

Kalau saja engkau mengetahui, ketika engkau memasuki-Ku, pastilah engkau bahkan akan memisahkan diri dari para malaikat, sekalipun mereka semua saling bahu-membahu untuk membantumu, karena keraguanmu itu (bahwa ada penolongmu dihadapan-Nya selain Dia), maka hendaklah jangan ada lagi penolong selain Aku.

Jangan pernah engkau melangkah ke luar rumah tanpa mengharap keridhaan-Ku, sebab Aku-lah yang menunggumu (di luar rumah) untuk menjadi penuntunmu.
Temuilah Aku dalam kesendirianmu, sekali atau dua kali setelah engkau menyelesaikah shalatmu, niscaya akan Aku jaga engkau di siang dan malam harimu, akan Aku jaga pula hatimu, akan Aku jaga pula urusanmu, dan juga keteguhan kehendakmu.

Tahukah engkau bagaimana caranya engkau datang menemui-Ku seorang diri? Hendaknya engkau menyaksikan bahwa sampainya hidayah-Ku kepadamu adalah karena kepemurahan-Ku. Bukan amalmu yang menyebabkan engkau menerima ampunan-Ku, bukan pula ilmumu.

Kembalikan pada-Ku buku-buku ilmu pengetahuanmu, pulangkan pada-Ku catatan-catatan amalmu, niscaya akan aku buka dengan kedua tangan-Ku, Kubuat ia berbuah dengan pemberkatan-Ku, dan akan kulebihkan semuanya itu karena kepemurahan-Ku.”

(Dari kitab ‘Al-Mawaqif wal Mukhtabat’, karya syech Muhammad abdul jabbar Bin Husein An-Nifari, )

Antara Dzikir dan Wirid


Saat aku bercerita tentang hal-hal ajaib yang terjadi padaku, eyang Virien bicara begini :" Bunda banyak dzikirnya sih".

"Nggak tuh, dzikir cuma setelah selesai shalat, belakangan ini aku agak malas dzikir", kataku membuat pengakuan.

"Itu namanya wirid, dzikir sama wirid itu beda, wirid belum tentu dzikir, kalau dzikir sudah pasti wirid ", kata eyang. Oh, oh, bodohnya Indah ya, gak tahu kalau dzikir sama wirid itu beda. Ada nggak yang kayak aku .... bodo gini maksudku ? hihihi .....

Maksud eyang tuh, wirid itu menyebut Allah dengan lidah dengan jumlah tertentu (bahasa jawanya wiridan) sedang dzikir itu hatinya mengingat Allah dalam keadaan apa saja, duduk , berdiri, berbaring, sedang ngobrol sama orang, sedang memasak, sedang main gitar, sedang main sama anak, sedang menari, sedang nyanyi .... kalau sedang nyanyiin lagu cinta tuh emang rasanya cintanya aku tujukan ke Allah gitu, mungkin ini yang membuat eyang bilang aku selalu berdzikir.

Orang yang wirid belum tentu berdzikir, bila wiridnya hanya di lidah sedang hatinya kemana-mana, atau pikirannya 'bepergian' ke seluruh penjuru ..... sedangkan orang yang berdzikir , otomatis dia wirid, walau menyebut asma Allah di hatinya saja.

Bila kehidupan yang kita jalani ini sebuah paket, hendak kemana paket ini kita tujukan ? alamatnya harus jelas dan benar. Apapun isi paket ini, bila alamatnya benar untuk Allah saja dan kita jaga terus agar perjalanan paket kita ini menuju alamat yang benar, maka keseluruhan kehidupan kita adalah dzikir.

Dzikir memang mengundang keajaiban, karena dzikir mempertemukan hamba dengan khaliq, hal apa saja yang sedang dipertemukan ? bisa kehendak, bisa cinta, bisa kasih sayang, bisa cita-cita ....... Bila orang bilang cinta mempunyai kekuatan luar biasa, maka kekuatan yang paling luar biasa dari cinta adalah cinta Allah.
— bersama Remy Sakiron dan 3 lainnya.

TERIMA KASIH, MUSUHKU ..!!


Terima kasih, musuh...!

Engkau mengajariku bagaimana mendengar kritik yang pedas tanpa harus merasa galau. Engkau mengajariku bagaimana harus terus melangkah di jalan yang telah kutempuh tanpa ragu, meski kadang aku harus mendengar kata-kata yang kurang pantas atau tidak layak. Sungguh, ini adalah pelajaran yang sangat berharga. Pelajaran yang tidak bisa didapatkan secara teori, bahkan oleh seseorang yang telah berupaya dan berupaya. Sampai kemudian Allah mendatangkan orang lain sebagai pelatih, yang memaksa meneguk pil pahit untuk pertama kalinya, agar terbiasa untuk selanjutnya.

Terima kasih, musuh...!

Engkaulah penyebab lahirnya pendisiplinan diri; agar diri tidak hanyut oleh pujian para pemuji. Sungguh, Allah menjadikanmu sebagai penyeimbang. Agar, seseorang tidak tertipu oleh pujian, atau sanjungan orang yang berlebihan, atau ujub yang tidak pada tempatnya, dari para pengagum yang hanya melihat kebaikan dan kebaikan belaka. Berbeda dengan engkau! Engkau tidak melihat kecuali dari sisi lain. Atau, engkau sejatinya melihat kebaikan tapi engkau buat ia menjadi buruk.

Terima kasih, musuh...!

Engkau telah mencela lisan-lisan pembela kebenaran, menyerangnya, juga menentangnya, yang karenanya mengobarkan sikap pembelaan yang hebat.

Jika bukan karena nyala api yang membakarnya
Aroma harum kayu gaharu takkan ada yang tahu

Terima kasih, terima kasih! Engkau mempunyai kelebihan –sekalipun tidak engkau inginkan– dalam menciptakan iklim keseimbangan, juga obyektifitas sebuah pemikiran. Kadang, manusia meletakkan al-haq melampaui kadarnya. Dan engkau, menjadi penyebab ditegakkannya keseimbangan. Penyebab adanya evaluasi dan perbaikan. Maka, janganlah engkau diperbudak kemarahan atas sebab penolakanmu. Sebab seseorang, jika kepentingan telah masuk, tak dapat lagi melihat dan berpikir jernih. Yang tersisa hanya menolak dan menentang. Tak ada lagi ketenangan dan kehati-hatiaan dalam dirinya. Tak ada lagi kecermatan dalam memandang pendapat orang yang berbeda dengannya. Padahal, boleh jadi yang berbeda itu benar, meski hanya sedikit.

Terima kasih, musuh...!

Sungguh, Engkau telah mengasah semangat, menciptakan tantangan, membuka arena, dan menggelar kompetisi. Hingga setiap orang benar-benar terobsesi memenangkan dirinya, berambisi meningkatkan dirinya, tuk meraih kedudukan yang tinggi nan utama. Ya, berlomba adalah sunnah syar’iyah, adalah ketentuan Rabbani. Bukankah Allah berfirman, "Maka, pada yang demikian itu hendaklah manusia mau berlomba."

Tentu, kemuliaan sebuah perlombaan, didasarkan pada tata-cara yang mulia, tujuan yang benar, media yang sehat, serta rongga yang bersih.

Terima kasih, musuh...!

Engkaulah yang menempa kami untuk berlatih bersabar, berlatih tabah dalam menghadapi cobaan, dan berlatih membalas keburukan dengan kebaikan sekaligus penolakan.

Terima kasih, musuh...!

Ya, timbangan kebaikan seseorang kelak, kadang bukan buah dari amal shalih yang ia lakukan. Tetapi, ia buah dari kesabaran, buah dari bersikap baik, buah dari ridha atas ketentuan-Nya, buah dari bersikap memaafkan...

Musuhku..., aku sadar betul bahwa sebagian dari kata-kata ini membuatmu tidak berkenan, atau bahkan terasa menyesakkan hati. Tapi, sungguh saya tidak bermaksud membuatmu begitu. Sejujurnya saya katakan, engkau adalah teman sejati. Engkau adalah saudaraku seagama, sekalipun terdapat perbedaan pendapat di antara kita. Kalau saja kita mau melihat titik persamaan, cukup banyak yang bisa kita temukan

karena tidur tidak menjadikanmu seorang penjaga.(Tuan guru maulana jalaluddin rumi)

Setiap bentuk yang kau lihat memiliki muasal dalam dunia Ilahiah, yang tiada bertempat. Jika bentuk berlalu, seandainya tiada akibat, karena muasalnya. Janganlah berdukan kalau-kalau setiap bentuk yang kau lihat, setiap perkataan mistis yang telah kau dengar telah berlalu, karena tidaklah demikian. Karena sumber asli tak kunjung lekang, salurannya selalu memancarkan air. Sebab tak pernah berhenti, mengapa harus kau keluhkan? Anggaplah ruh sebagai sebuah sumber dan makhluk-makhluk ini sebagai sunga-sungai: sepanjang sumber abadi, sungai-sungai mengalir darinya. Lepaskan kekecewaan dari pikiranmu dan tetaplah minum dari anak sungai. Jangan takut bahwa air sungai akan berhenti mengalir, karena air ini tak terbatas.
Dan ketika kau masuk ke dunia makhluk-makhluk ciptaan, sebuah tangga telah dipersiapkan untukmu, agar kau mendakinya. Awalnya kau barang mati, kemudian kau menjadi tetumbuhan, setelah itu kau berubah menjadi hewan, mengapa ini tersembunyi darimu? Akhirnya kau menjadi manusia, yang memiliki ilmu, kecerdasan dan keyakinan. Lihat bagaimana tubuh ini telah menjadi sempurna, yang awalnya sebuah atom dari tumpukan debu. Ketika kau telah melakukan perjalananmu dari manusia, tanpa bertanya kau akan menjadi seorang malaikat. Kemudian kau akan selesai dengan dunia ini dan tempatmu adalah di langit-langit. Kau pun berubah dari malaikat: masuklah ke kedalaman yang besar: agar satu tetes, yakni dirimu sendiri, bisa menjadi lautan yang akan menggenggam ratusan lautan ‘Uman. Lepaskan penyekutuan diri, katakan, “Tuhan adalah Esa” dengan sepenuh kalbu dan jiwa. Jika tubuhmu telah menjadi tua, mengapa berduka ketika ruhmu tetap muda?
Oleh cinta, yang pahit menjadi manis, tembaga beralih jadi emas. Oleh cinta, yang keruh jadi jernih. Oleh cinta, derita terlepas. Oleh cinta, yang mati jadi hidup. Oleh cinta, raja beralih jadi budak. Cintalah buah pengetahuan: kapan duduk dengan bodoh di atas tahta seperti ini? Keyakinan adalah cinta yang terpisah dari semua agama: bagi pecinta keyakinan dan agama adalah Tuhan. Oh ruh, dalam berjuang dan mencari, jadilah seperti air yang mengalir. Oh akal, siaplah sepanjang masa untuk menyerahkan kefanaan demi keabadian. Ingatlah Tuhan selalu, bahwa keakuan harus dilupakan, agar dirimu diperlihatkan dalam Dia Yang kepada-Nya kau berdoa, tanpa peduli pada siapa yang berdoa, atau doa itu.
Setiap saat suara cinta berkumandang dari kiri ke kanan; kami sedang melakukan perjalanan di atas jalan kami menuju langit, yang penuh harap untuk memandang apa pun di jalan itu? Seketika rumah kami berada di langit, di sana kami berkerumun dengan para malaikat. Ayo, kembali ke kediaman itu, oh Tuhan, karena itulah tempat tinggal kami. Kami berada di atas langit-langit dan lebih besar dari malaikat-malaikat; mengapa kami tidak berada di atas keduanya? Perjalanan kami adalah penglihatan keagungan Tuhan. Dari mana dunia kefanaan, dari mana permata tulen? Meskipun kami telah melintasinya, biarkan kami cepat-cepat kembali, karena tempat apakah ini? Kekayaan anak muda yang baik adalah sarana kekuatan kami, memasrahkan hidup kami adalah urusan kami. Gelombang “Tidakkah Aku Tuhanmu?” muncul dan menghancurkan saluran tubuh. Ketika saluran lebur lagi, di situlah kesempatan untuk mencapai kesatuan. Makhluk hidup seperti burung-burung air, dilahirkan dari lautan ruh: mengapa harus seekor burung yang lahir dari lautan membangun kediamannya di tempat ini? Tetapi kami adalah batu-batu permata di kedalaman laut ini, kami semua memiliki tempat di sini: kalau tidak mengapa harus gelombang demi gelombang muncul dari lautan ruh? Ini kesempatan bagi kami untuk mencapai kesatuan, waktunya tiba untuk meraih keindahan keabadian, waktunya untuk makin mendekat dan menerima berkah-berkah, inilah lautan kemurnian yang sempurna. Gelombang berkah telah muncul, Singgasana Tuhan telah terbit dari laut, fajar kebahagiaan telah menyingsing: Inikah sang fajar? Bukan, cahaya Tuhan. Cahaya Tuhan memancarkan sinarnya ke cahaya indera: itulah makna Cahaya atas Cahaya. Cahaya inderawi menarik kita menuju bumi: Cahaya Tuhan menarik ke atas langit.
Oh para pecinta, waktunya telah tiba untuk lepas dari dunia. Genderang berkumandang di telinga ruhku, yang menyerukan kita untuk melakukan perjalanan. Tataplah, penunggang unta itu telah bertindak sendiri menyiapkan unta-untanya dan menginginkan kita memulai perjalanan. Mengapa kau masih terlelap, oh para pegembara? Suara-suara yang kita dengar ini dari depan dan belakang mengisyaratkan perjalanan, sebab mereka adalah bel-bel unta. Setiap saat berlalu, sebuah jiwa berlalu dari kehidupan dan mulai beranjak menuju dunia Ilahi. Dari sini bintang-gemintang yang berkilauan dan dari sini tirai-tirai biru langit, mendatangi orang-orang yang menakjubkan, agar ketakjuban misteri terungkap. Dari sini bulatan-bulatan yang berevolusi mendatangkan kantuk yang berat kepadamu. Berhati-hatilah dengan kehidupan dunia yang sementara, perhatikanlah kantuk yang berat ini. Oh kalbu, berangkatlah menuju Sang Kekasih. Oh teman, pergilah ke Sahabatmu. Wahai penjaga, terjagalah, karena tidur tidak menjadikanmu seorang penjaga.(Tuan guru maulana jalaluddin rumi)

API SEGUNUNG AIR SEGELAS



Sayang
Pada hari kiamat keluarlah dari neraka Api sebesar gunung
Menuju sasaran umat Muhammad
Rasulpun tidak berkuasa menolaknya
Lalu beliau minta pertolongan jibril
"Hai jibril Tolonglah aku menghadapi api Yang akan membakar umatku"

Lalu oleh jibril
Diberinya segelas air
Untuk disiramkan diatas api
Yang sedang mengamuk itu
Padamlah api seketika
Hanya karena segelas air
Rasul bertanya kepada jibril
"Air apakah itu, hai jibril?"
"Itu adalah air mata umatmu yang menangis
Karena takut kepada Allah
Yang aku simpan atas perintah Allah
Untuk sewaktu-waktu engkau membutuhkan
Guna memadamkan api
Yang akan membakar umatmu
(Mau'idhah)
(MIF Baihaqi, diluar mahkamah akal)
***

Air Mata Pemadam Api Neraka
Ya Allah ! Ya Tuhanku
Jadikanlah air mataku di waktu takut dengan-Mu
Pemadam api neraka-Mu
Jatuhnya air mataku
menggugurkan segala dosa-dosaku
Tuhan ! Kalau bukan dengan rahmat-Mu
Aku tidak akan selamat
Kalau bukan kemaafan-Mu
Aku tidak terlepas daripada azab
Aku lemah, bantulah aku
Nafsuku serakah
Bantulah aku bermujahadah selalu
Syaitan yang menipu dayaku
Lindungilah aku darinya
Jalan kesesatan terlalu banyak
Ada yang jelas
Ada yang samar-samar
Kalau bukan pimpinan-Mu
Aku tersesat jalan
Pimpinkanlah aku selalu
Agar aku selamat menuju-Mu...setitis airmata yg mengalir maka pertanggung jawab lah nanti di akhirat kelak. Pilih lah API atau AIR.
Allahumma Aamiin YRA
(Syg tangis ku kerna Takot kan Allah moga syg dpt mendngr rintihan hatiku)...

Salam santun

RISALAH KETIGAPULUH DUA


Ia bertutur :
Betapa sering kau berkata : “Siapa pun yang ku
cintai, cintaku kepadanya tak abadi. Perpisahan
memisahkan kita, baik melalui ketidakhadiran,
kematian, permusuhan, kebinasaan, ataupun
lenyapnya kekayaan.” Tidakkah kau tahu, wahai
yang beriman kepada Allah, yang kepadanya
Allah menganugerahkan karunia-karunia-Nya,
yang diperhatikan oleh Allah, yang dilindungi
oleh Allah.

Tidakkah kau tahu bahwa
sesungguhnya Allah cemburu. Ia telah
menciptakanmu dami Diiri-Nya sendiri. Kenapa
kau ingin menjadi milik selain-Nya.

Belum kau
dengar firman-Nya :
“Ia mencintai mereka, mereka pun mencintai-
Nya.” (Qs. 5:54).
“Dan tak Kuciptakan jin dan manusia, kecuali
agar mereka mengabdi-Ku.” (Qs. 51:56).

Atau, belum kau dengar sabda Nabi : “Bila Allah
mencintai seorang hamba, maka Ia mengujinya;
bila ia sabar, maka Ia memeliharanya.” Ia
ditanya : “Ya Rasulullah (saw), bagaimana
pemeliharaan-Nya?” Ia berkata : “Ia tak
menyisihkan baginya kekayaan atau anak.”
Karena bila ia memiliki kekayan atau anak yang
dicintainya, maka cintanya kepada Tuhannya
terbagi, kemudian sirna, kemudian terbagi
antara Allah dan selain-Nya. Dia cemburu. DIa
Mahakuasa atas segala sesuatu. Lalu ia(org tsb)
dibinasakan-Nya, untuk menguasai hati hamba-
Nya demi Diri-Nya Sendiri.

Maka kebenran
firman Allah berikut akan terbukti : “Ia akan
mencintai mereka, dan mereka akan mencintai-
Nya.” (Qs.5:54).

Sampai akhirnya hati menjadi bersih dari segala
selain Allah dan berhala-berhala seperti isteri,
anak, harta, kesenangan dan kerinduan akan
kekuasaan, kerajaan, keajaiban, keadaan ruhani,
taman-taman surga, maqam ruhani dan
kedekatan dengan Allah – Tiada tujuan dan
kehendak di hatinya, Maka, hatinya akan
menjadi seperti sebuah bejana berlubang, yang
di dalamnya tiada cairan pun bisa tinggal.

Sebab ia, kini telah remuk redam oleh
tindakan Allah dan kecemburuan-Nya.

Maka,
tirai-tirai keluhuran, kekuatan dan kehebatan
menyelubunginya, dan parit-parit keagungan Allah
mengitarinya.

Maka, tiada kehendak akan sesuatu maupun
mendekati hatinya. Tidak harta, anak, isteri,
sahabt, keajaiban, wewenang dan daya tafsir,
mampu merusak hatinya. Karenanya, semua itu
takkan membangkitkan kecemburuan Allah, tapi
akan menjadi tanda kemuliaan dari-Nya bagi
hamba-Nya, kelembutann-Nya terhadapnya,
rahnat dan karunia-Nya, dan hal yang
bermanfaat bagi mereka yang menuju kepada
Allah.

Dengan demikian, orang-orang ini
termuliakan oleh ini dan dilindungi melalui
kemuliaan dari Allah ini, yang akn menjadi
penjaga, pelindung dan perantara mereka dalam
kehidupan ini dan di akhirat.

RENUNGANKU


Dalam menulis atau membuat sesuatu
sebetulnya kata kata atau perbuatan
akan berlainan maksud, tujuan
walau ponm penulisnye sama..
tetapi yang menukis atau melakukan tidak sama

kenapa boleh macam tue..
karna dalam diri kita itu berlainan
walauponm satu badan sama..
tetapi lain....
dipecahkan adalah badan , diri, aku, hamba..
atau boleh dikatakan ..zat, sipat, asma , affaal..
atau boleh sariat , tarikat , hakikat , makrifat
semu berlainan padahal satu..
semakin kita memahami / mengenali diri kita
kita akan semakin paham dan mengerti..
siapa yang berbuat saat itu
apakah badan, diri, aku, atau hamba
yang melakukan atau berbuat..
aku mengkajinya dengan membaca
semu posting posting aku yang lalu..
siapa saat itu yang menulis atau melakukan
karna ayat kata, maksud, tujuan, dan penulisan
sangat lain...dan berlainan..
aku memahami dan mengkaji diriku sendiri..
dengn keadaan keadaan itu..
keadaan itulah ilmu sebenar...
atau dalam kitap syeh abdul kadir jailani
dikatakan zikir naff atau afaal kaffi..
karna aku menjumpai
suatu hadis..yg sangat susah untuk
diuraikan..dalam masa dulu
tetapi aku memahaminya saat ini..
hadis qudsi
TIADA ILMU YANG BOLEH SAMPAI
PADA ALLAH
SALAM