Laman

Minggu, 26 Maret 2017

Meraih Esensi Keikhlasan

“Kita ini sudah salah kaprah ya. Masak orang mau menunjukan kehebatannya, malah mengatakan, kalau dirinya tidak sombong. ‘Saya tidak sombong, lho…’ Padahal itu juga sombong juga”. Kata Dulkamdi memancing pembicaraan pagi itu.
“Wah, kalau salah kaprah begitu banyak sekali Dul. Tapi itulah, kenyataan masyarakat kita. Ada yang menonjolkan diri, dan semakin bangga kalau ia menonjol dengan kesukuannya. Ada yang menonjolkan diri dengan ilmunya, dan semakin bangga kalau muncul decak-decak mulut padanya. Ada yang menonjolkan anunya, dan itunya, dan semakin bangga kalau dijadikan bahan berita”, kata Kang Soleh.
Tiba-tiba Pardi datang, tanpa basa-basi, ia bagi-bagikan uang kepada orang-orang yang hadir disana, tanpa pandang bulu.
“Ini untuk menunjukan syukur saya atas nikmat Allah. Saya ikhlas kok membagi-bagi ini… kebetulan saya dapat rejeki lumayan besar dari makelaran motor kemarin”.
“Nggak usah bilang ikhlas kenapa sih, jadinya duitmu ini terasa setengah ikhlas dan setengah tidak. Saya mau belanjakan jadi gamang Di…”.
“Jangan begitu to Dul, kamu ini namanya menolak rejeki…”.
“Lho, kalau uang ini tadi dari kamu kan…? Kamu kan bukan pemberi rejeki. Tapi kalau Allah memberi rejeki mestinya kan tidak seperti itu Di…”.
“Pokoknya kalau kamu tidak mau terima, ya… kembalikan ke saya, masih banyak fakir miskin yang membutuhkan,” jawab Pardi sambil ngedumel .
“Saya juga fakir lho Di…. Masak sudah diberikan diminta lagi. Kamu ini ikhlas atau tidak?”.
Pardi mencoba menahan emosinya, sementara Dulkamdi senyam-senyum sembari merasakan betapa Pardi terkena jebakannya.
“Sebenarnya ikhlas itu bagaimana sih kang…?” Tanya Cak San kepada Kang Soleh.
“Ikhlas itu adalah rahasia dari Rahasia Ilahi yang dititipkan pada hamba-Nya yang dicintai-Nya, lalu hamba itu terputus dari segala hal selain Allah saja”.
“Apa itu yang disebut Lillahi Ta’ala…”
“Ya, tapi masih banyak embel-embelnya, itu masih belum ikhlas”.
“Tapi kan kemampuan manusia berbeda-beda, hati manusia juga berbeda-beda, perasaan manusia juga berbeda-beda Kang” sela Pardi setengah protes.
“Oalahhh, mau ikhlas saja kok didiskusikan. Kalau mau memberi sesuatu pada orang lain malah jangan menunggu ikhlasmu. Bisa-bisa malah kamu tidak pernah memberi orang lain. Nggak usah mikir apakah kamu ikhlas atau tidak, yang penting memberi ya memberi. Kamu juga begitu Dul, kalau menerima sesuatu dari orang lain ya jangan dipikir, apakah pemberiannya ikhlas atau tidak. Kamu bisa mati kelaparan. Diberi ya kamu terima, nggak usah mikir bagaimana caranya membalas pemberian itu”.
“Wah…, kita masak tidak boleh balas budi”.
“Keinginanmu untuk membalas budi itu menunjukan bahwa kamu tidak ikhlas menerima pemberitaan orang lain. Sama saja nilainya dengan orang yang tidak ikhlas dalam beramal”. Mendengar uraian kang Soleh, Pardi dan Dulkamdi hanya manggut-manggut saja.
“Kalau ikhlasnya orang-orang saleh itu bagaimana kang?”.
“Untuk apa? Nggak usah ditanyakanlah. Praktikin saja, lama-lama kamu bisa menyamai mereka”.
“Ini perlu, agar saya bisa mengontrol jiwa saya Kang”.
“Oke, begini Dul, Di dan saudara-saudara sekalian. Ikhlas itu ada dua: Mukhlisin dan Mukhlasin . Yang pertama melakukan melalui segala bentuk upaya sampai bisa ikhlas benar. Yang kedua, tidak mencari ikhlas karena ikhlasnya sudah ditinggalkan jauh-jauh. Itu yang disebut Mukhlasin . Artinya ia ikhlas dari wacana dan kata-kata ikhlas itu sendiri. Ia bebas dari belenggu psikologis ikhlas. Dia tidak mau tahu tentang makna ikhlas, yang penting bisa total dengan Allah, beres”.
“Wah…, itu pasti tingkat tertinggi kang?”.
“Terserah, minimal ikhlas itu dibagi tiga: Ikhlasnya Mukhlisin , yaitu ikhlas untuk beramal, jauh dari makhluk, semata demi Allah. Kedua Ikhlasnya Muhhibbin (para pencita Allah) yaitu ikhlas tanpa pahala, surga, atau apa pun kecuali hanya demi cintanya kepada Rabb. Dan ketiga Ikhlasnya Muwahhidin, yaitu keikhlasan yang dari apa yang disebut ikhlas. Sang hamba merasa seakan-akan menyatu dengan-Nya, dan segalanya tidak lepas dari-Nya”.
“Jadi kalau saya tadi bilang, ‘Saya ikhlas lho, itu bagaimana…?” tanya Pardi.
“Itu tandanya kamu hanya ikhlas setengah hati. Masih ada unsur makhluknya, dan masih ada embel-embel pengakuan.
“Dalam Alqur’an disebutkan bahwa iblis tidak mampu menggoda orang-orang yang Mukhlasin, kang?”.
“Benar. Itulah, makanya iblis angkat tangan, karena Mukhlasin itu adalah orang yang sudah melampaui keikhlasan itu sendiri. Bahkan sudah di atas apa yang disebut dengan cinta. Makanya, kamu yang serius ibadah, jangan pikiran melayang kemana-mana, nanti keikhlasn bisa jadi komoditi politik, sosial, dan bisnis. Gawat kan…?”.

Nur Muhammad Sumber segala Ciptaan

Hakikat Awal Nur Muhammad
Hakikat Awal Nur Muhammad. Pamahaman tentang hakikat Nur Muhammad pada umumnya dimulai dari kajian asal yaitu ketika, seluruh alam belum ada dan belum satu pun makhluk diciptakan Allah swt. Pada saat itu yang ada hanya zat Tuhan semata-mata, satu-satunya zat yang ada dengan sifat Ujud-Nya. Banyak dari kalangan sufi memahami bahwa pada saat itu zat yang ujud yang bersifat qidam tersebut belumlah menjadi Tuhan karena belum bernama Allah, Untuk bisa dikatakan sebagai tuhan, sesuatu itu harus dan wajib ada yang menyembahnya. Apabila tidak ada yang menyembah maka tidak bisa sesuatu itu disebut Tuhan, demikianlah Logikanya.
Karena zat yang ujud-Nya besifat qidam tersebut pada saat itu hanya berupa zat, maka pada saat itu Dia belum menjadi Tuhan dan Dia belum bernama Allah, karena kata Allah sendiri dipakai dan diperkenalkan oleh Tuhan sendiri setelah ada makhluk yang akan menyembahnya serta hakikat makna dari kata Allah itu sendiri berarti yang disembah oleh sesuatu yang lebih rendah dari padanya. (untuk pembahasan ini kita cukup memahaminya seperti itu)
Setelah itu, barulah diciptakam Muhammad dalam ujud nur atau cahaya yang diciptakan atau berasal dari Nur atau Cahaya Zat yang menciptakannya ( sebagai perbandingan kaliamat Adam Diciptakan dari Tanah ). Yaitu Nur yang cahanya terang benderang lagi menerangi. ( kemudian nur tersebut difahami sebagai Nur Muhammad ). Nur itulah yang kemudian mensifati atau memberi sifat akan Zat yaitu sifat Ujud yang berati ada dan mustahil bersifat tidak ada karena sudah ada yang mengatakan ” ada ” atau meng-”ada”-kan yaitu Nur Muhammad.
Jabir ibn `Abd Allah r.a. berkata kepada Rasullullah s.a.w: “Wahai Rasullullah, biarkan kedua ibubapa ku dikorban untuk mu, khabarkan perkara yang pertama Allah jadikan sebelum semua benda.” Baginda berkata: “Wahai Jabir, perkara yang pertama yang Allah jadikan ialah cahaya Rasulmu daripada cahayaNya, dan cahaya itu tetap seperti itu di dalam KekuasaanNya selama KehendakNya, dan tiada apa, pada masa itu ( Hr : al-Tilimsani, Qastallani, Zarqani ) `Abd al-Haqq al-Dihlawi mengatkan bahwa Hadist ini Sahih .
Ali ibn al-Husayn daripada bapanya daripada kakaeknya berkata bahwa Rasullullah s.a.w berkata: “Aku adalah cahaya dihadapan Tuhanku selama empat belas ribu tahun sebelum Dia menjadikan Adam a.s. (HR.Imam-Ahmad,Dhahabi,dan-al-Tabrani)
Setelah Nur Muhamamad di ciptakan dari Nur atau Cahaya Zat – Nya, maka selanjutnya Nur Muhammad itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan keberadaannya dengan Zat, karena dengan Nur Muhammad itulah, Zat melahirkan semua sifat yang disifati-Nya
” Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[ * ], yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) [ ** ], yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. ” ( QS : 024. : An Nuur : ayat : 35 )
[*] Yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain.
[**] Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik.
Ibn Jubayr dan Ka`b al-Ahbar berkata: “Apa yang dimaksudkan bagi cahaya yang kedua itu ialah Rasullullah s.a.w kerana baginda adalah PesuruhNya dan Penyampai dari Allah s.w.t terhadap apa yang menerangi dan terdzahir.” Ka`b berkata: ” Minyaknya bersinar akan berkilauan kerana Rasullullah s.a.w bersinar akan diketahui kepada orang ramai walaupun jika baginda tidak mengakui bahawa baginda adalah seorang nabi, sama seperti minyak itu bersinar berkilauan walaupun tanpa dinyalakan.
Dari dalil-dalil yang disampaikan diatas dapatlah difahami bahwa hubungan antara Nur Muhammad dengan Zat Tuhan adalah hubungan yang tidak dapat dipisahkan yaitu, dimana Allah berdiri disana nur muhammad berada, Ketika Allah disebut, maka disana Muhammad ikut menyertainya seperti pada pada kalimat tauhid ” La Ila Ha Illaallah, Muhammad rasululullah ” Ketika Allah disebut, maka mutlak disana Muhammad ikut atau berada. Ibarat api dengan panasnya. Dimana api berada, maka disana pula panasnya berada. Dimana Zat berada disana pula Nur Muhammad berada. Bukanlah dikatakan api kalau tidak terasa panas. Ketika api disentuh, maka sesunggunya yang tersentuh hanyalah panasnya saja dan ketika terasa panasnya api pada hakikatnya yang dirasakan adalah api itu sendiri. Sehingga untuk memudahkan pemahaman, kalau diibaratkan ” api ” adalah zat dan ” panas ” adalah Nur Muhammad yang menjadi sifat yang tidak terpisahkan dari pada api.
Sebagai contoh lain dapat difahami melalui konsep laut dan gelombang. Tidaklah dikatakan sesuatu itu laut kalau dia tidak bergembang ( ombak ). Karena gelombang itu adalah sifat dari pada laut. Dimana ada laut, maka disana pula ada gelombangnya. Tidak bergoncang atau bergerak gelombang itu apabila laut tidak bergoncang. Karena gelombang itu adalah laut yang bergocang. Ketika kita memandang laut yang terlihat adalah gelombangnya. Dan ketika mata memandang gelombang, pada hakikatnya yang dipandang adalah laut . (Pemahaman ini sebaiknya disimpan dulu, untuk pemahaman kajian lebih lanjut) coba pelajari dan fahami hadist berikut dalam acuan pemahaman diatas
” Aku telah dimasukkan ke dalam tanah pada Adam dan adalah yang dijanjikan kepada ayahanda ku Ibrahim dan khabaran gembira kepada Isa ibn Maryam ” ( HR : Ahmad, Bayhaqi )
” Bila Tuhan menjadikan Adam, Dia menurunkan aku dalam dirinya (Adam). Dia meletakkan aku dalam Nuh semasa di dalam bahtera dan mencampakkan aku ke dalam api dalam diri Ibrahim. Kemudian meletakkan aku dalam diri yang mulia-mulia dan memasukkan aku ke dalam rahim yang suci sehingga Dia mengeluarkan aku dari kedua ibu-bapa ku. Tiada pun dari mereka yang terkeluar “. ( HR : Hakim, Ibn Abi `Umar al-`Adani )
Ada yang bertanya padaku tentang uraian ini, pertanyaannya sebagai berikut :
Dengan uraian tsb. lalu mau dikemanakan a.l. QS. 15:29 :
“Setelah Aku sempurnakan bentuknya (Adam) dan Aku tiupkan kepadanya (Adam) ruh-Ku, maka hendaklah kamu tunduk merendahkan diri kepadanya (Adam)”
Dari ayat ini dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang terkait dengan posisi Adam As. dapat disimpulkan tidak ‘terselip’ perkalimat pun riwayat Nur Muhammad.
Muhammad SAW manusia biasa, berbeda proses kelahirannya dengan Nabi Isa As. dan apalagi dengan penciptaan Adam As.
Katakan (hai Muhammad): “Aku tidak mengatakan kepada kamu, bahwa aku (Muhammad) mempunyai perbendaharaan Allah, tidak pula aku mengetahui yang ghaib dan tidak pula aku mengatakan, bahwa ‘aku malaikat’; hanyalah aku mengikut apa yang diwahyukan kepadaku”. Katakan: ‘Samakah orang buta dengan orang yang dapat melihat?’ Tidakkah kamu pikirkan? (QS. 6:50).
Jawabannya adalah :
Dhohir memang sama, antara kita dengan nabi, tapi apakah hakikat itu sama? tentu tidak. Kebodohan akan hakikat bersumber dari hakikat hati masing2 yang tidak bisa mengerti akan hakikat. Hanya makhluk bodoh yg berselisih tentang hakikat.
Adapun penjelasan ayat tersebut diatas bersifat perintah, dari Allah, Contohnya, ada seorang bawahan yang mengetahui banyak hal tentang segala sesuatu ditempat dia bekerja, lalu Pimpinannya memerintahkan dia untuk mengatakan bahwa dia tidak mengetahui apapun, ini bukan berarti dia benar-benar tidak mengetahui,berhati-hatilah menafsirkan ayat-ayat Allah, ingatlah, Alqur’an itu mempunyai 7 arti lahir dan 7 arti batin (hadist Qudsi), kita lihat lagi kalimat berikutnya, hanyalah aku mengikuti apa yang diwahyukan, kalimat ini memiliki pengertian yang sangat luas, jangan memikirkan kalau wahyu itu hanya berupa kalimat dan kata-kata saja, wahyu dari Allah adalah ibarat sebuah kitab yang dipenuhi dengan segala ilmu pengetahuan, datang kepada Rasulullah bukan berupa kalimat saja, tapi juga mencakup semua pengetahuan yang ada di langit dan dibumi. (ini sekedar pendekatan pengertian saja)
Man lam yazuq lam ya’rif : siapa tidak merasa pasti tidak tahu. Hanya orang yg merasalah yg dapat mengenal hakikat Nur Muhammad SAW.
“Dzohir boleh berbeda tapi hakikatnya Satu jua” ,”Syuhudul kasroh fi Wahdah” . Hakikat adalah rahasia kedalaman hati, karena itu jika sudah mencapai dasar dari hati, maka tidak ada perselisihan. Tapi jika Hakikat diletakkan pada akal akhirnya timbul sangka2 akhirnya timbul perselisihan, perbanyaklah bersholawat untuk menemukan hakikat yang sebenarnya, karena sholawat bisa menjadi pengganti Guru Mursyid yang sekarang ini susah untuk kita temui.
Diterangkan oleh hadits, asalnya Nabi Adam adalah dari saripati tanah-api-air-angin. Kalau tanah-api-air-angin, datang dari mana? Diterangkan oleh hadits, asalnya dari nur muhammad, yaitu
cahaya empat perkara: cahaya hitam – hakikat tanah, cahaya putih – hakikat air, cahaya kuning – hakikat angin, dan cahaya merah – hakikat api.
Kalau nur muhammad, asalnya dari mana? Menurut keterangan dari hadits, asalnya dari Nur Maha Suci, yaitu jauhar awwal . Selepas ini, habis. Karena sudah dijelaskan di hadits dan Qur’an bahwa jauhar awwal adalah bibitnya tujuh bumi tujuh langit berikut segala isinya. Maka, yang dimaksud dengan dalil ‘bermula dari Allah’ adalah dari jauhar awwal ini.
inti dalam menjalankan Islam dan Tujuan Vertikal diri adalah Tarikat, Syariat, Hakikat dan MA’rifat…..
Nur Muhammad adalah cahaya yg berbinar sehingga terciptalah semuanya.. Manusia, Gunung, api, matahari , bahkan seluruh alam, baik itu surga maupun neraka, Para Malaikat, dalam arti kata seluruh ciptaan, selain Allah, semua bersumber dari Nur Muhammad, Alam Semesta bersalawat kepada Rasulullah dan Sujud kepada Allah SWT.
Firman Allah : ” Kalau bukan karna engkau wahai Muhammad, maka tak akan Aku ciptakan bumi dan segala isinya”
Firman Allah : ” Tiadalah Aku Mengutusmu ( Muhammad ) kecuali untuk merahmati seluruh ( sekalian ) alam”
Catatan : Kalimat Seluruh alam, itu berarti jamak, banyak, bukan satu atau tunggal, tapi lebih dari satu, mengcakup alam dunia, alam malakut, alam ruh, alam barsha, alam kubur, alam rahim, alam akhirat ( surga dan neraka ).
Pada penciptaan Adam.as, beliau di wajibkan untuk Menyebut 2 kalimat Syahadat…itu salah satu Bukti Nur Muhammad ada pada Diri Adam (dan pertama kali diciptakan) ketika di sempurnakan oleh ALLAH sebagai Hambanya memeluk Islam (pada waktu itu).