Laman

Kamis, 13 April 2017

*HAFAL QURAN 30 JUZ DAN HADlTS TAK MENJAMIN MANUSIA MENDAPAT HIDAYAH*

KITA...TANPA USAHA APAPUN, TELAH DIPILIH OLEH ALLAH SWT UNTUK JADI SEORANG MUSLIM...
*HAFAL QURAN 30 JUZ DAN HADlTS TAK MENJAMIN MANUSIA MENDAPAT HIDAYAH*
Kisah nyata ini di tuturkan Habib Quraisy bin Qosim Baharun, Cirebon, dr kisah perjalanannya th 1996. Kala itu pesawat melintasi daratan Afrika. Diantara penumpangnya Habib Quraisy dan ibu Tua sekitar 65-70 tahun berpenutup jilbab di sebelahnya. “Dimana asal Anda?” Tanyanya. Tahu Habib Quraisy orang Indonesia, dia mengajaknya berbahasa Indonesia dan amat fasih pula. Ibu Tua itu tersenyum bijak sambil berkata “Saya ‘Alhamdulillah’ menguasai sebelas bahasa dan 20 bahasa daerah”.
Ibu Tua mulai mengupas pembahasan Al Qur’an dg indah dan mahir.
Habib pun penasaran atas kehebatannya menjelaskan Al Qur’an, “Apakah Ibunda HAFAL AL-QUR’AN ?”
Beliau jawab “Ya, saya telah menghafal Al Qur’an dan saya rasa tidak cukup hanya menghafal Al Quran sehingga saya berusaha menghapal Tafsir Jalalain dan saya pun hafal”.
Tidak sampai disitu saja, Ibu Tua itu melanjutkan bicaranya “Namun Al Qur’an harus bergandengan dengan hadist. Sehingga saya kemudian berupaya lagi menghafal hadist tentang hukum sehingga saya hafal kitab hadist Bulughul Marom di luar kepala”.
“Lantas saya masih belum merasa cukup, karena di dalam Islam bukan hanya ada halal dan haram tapi harus ada fadhailul amal, maka saya pilih kitab Riyadhus Sholihin untuk saya hafal dan saya hafal”. Kata Ibu itu menuturkan pendalamannya tentang Islam kepada Habib Quraisy.
Ibu itu kembali bertutur “Di sisi agama ada namanya tasawuf, maka saya cenderung pada tasawuf sehingga saya pilih kitab Ihya Ulumuddin dan sampai saat ini saya sudah 50 kali mengkhatamkan membacanya.
Saking seringnya saya baca Ihya Ulumuddin sampai-sampai Bab Ajaibul Qulub saya hafal di luar kepala”.
Habib Quraisy terperangah melihat kehebatan dan luarbiasanya Ibu itu. Namun karena tidak percaya begitu saja, Habib pun akhirnya mencoba test kebenaran perkataannya. Apakah benar Ia telah hafal Al Qur’an? Apakah benar Ia menguasai Tafsir Jalalain ttg asbabun-nuzul dan qaul Ibnu Abbas? Setelah melalui beberapa pertanyaan. Ternyata benar Ibu itu hafal Qur’an bahkan mampu menjawab tafsirnya dengan mahir dan piawai.
Ketika Habib mengangkat permasalahan ihya mawat yang ada dalam kitab Bulughul Maram Ibu Tua itu pun menjabarkannya cukup jelas.
Ketika Habib membahas tentang hadist Riyadhus Sholihin maka Ibu Tua itu menyebutkan sesuai apa yang disebutkan dalam kitab Dalailul Falihin sebagai syarah kitab hadist tsb.
Dan lagi Ia menjelaskan masalah psikologi hati berbasis kitab Ihya Ulumuddin pada pasal ajaibul qulub. Kembali Habib dibuat heran akan kehebatan Ibu Tua itu dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Pesawat akan mendarat di Airport. Ibu itu mengambil tasnya yang ada di kabin. Kerana sudah merasa kenal, Habib membantu menurunkan 3 tasnya ke lantai pesawat. Subhaanallah… Saat Ibu itu menunduk untuk mengambil tasnya ternyata keluar dari balik jilbabnya seutas kalung salib.
Seperti petir menyambar di siang bolong, Habib Quraisy menunduk lemah. Ibu itu tersenyum, “Akan kujelaskan padamu nanti di hotel.”
Habib akan transit selama sehari semalam, pun Ibu Tua itu. Maka di ruang tunggu dia tunjukkan nomor kamarnya kepada Habib dan berjanji bertemu di ruang lobbi restaurant.
Keduanya akhirnya bertemu. Kpada Habib Qurasy ia mengatakan, “Saya bukan orang Kristen, mengapa saya keluar dari Kristen ?… karena saya menganggap Kristen itu hanya dongeng belaka. Dan kalung ini bukan berarti saya Kristen, tapi kalung ini pemberian almarhumah ibu saya”.
Ia mengatakan bahwa Ia telah mempelajari Kristen, Hindu juga Islam. Ia mengungkap ketertarikannya mengenai keagungan yang ada di balik wahyu Allah Swt dan hadits Nabi Muhammad Saw.
“Ibu apa agamanya sekarang ?” Habib bertanya.
Dia katakan “Saya tidak beragama”
“Andai Ibu masuk Islam, begitu baca Syahadat, ibu akan langsung dapat titel Ulama”. Karena demikian luas ilmu yang dimiliki kata Habib.
Ia menjawab,
“MUNGKIN KARENA SAYA BELUM MENDAPAT HIDAYAH DARI ALLAH”
Habib Quraisy meneteskan airmata bersyukur kepada Allah Swt, bagaimana orang seperti dia yang sudah hafal Al Qur’an dan lain sebagainya belum Allah izinkan untuk beriman kepada-NYA.
Sementara kita tanpa usaha apapun, telah dipilih oleh Allah SWT untuk jadi seorang muslim. Demikianlah kisah ajaib ini. Semoga dapat diambil iktibar betapa bersyukur kita dianugrahi iman dan semakin bertambah kuat sampai ajal menjemput, sehingga kita termasuk orang yang husnul khotimah.
Ibu tua itu namanya ANN MARIE SCHIMMEL, ahli terkemuka dalam literature Islam & mistisisme (tasawuf), berkebangsaan Jerman, sebagai professor mengajar di 3 Universitas terkenal di 3 Negara berbeda, dikenal memiliki ingatan fotografis. Wafat tahun 2003 di usia 80 tahun, entah bagaimana tentang keimanannya di akhir hidupnya...Apakah ada yang tahu...???
BETAPA MAHALNYA HIDAYAH.
SETINGGI-TINGGINYA ILMU,
SELUAS-LUASNYA PENGETAHUAN,
SEDALAM-DALAMNYA PEMIKIRAN, DAN
SEKUAT-KUATNYA HAFALAN AL-QUR’AN 30 JUZ DAN HADlTS
TIDAKLAH MAMPU MENGGAPAI HIDAYAH.
KERANA HIDAYAH DATANGNYA DARI ALLAH SWT...
ALLAHUMMA SHALLI 'ALAA SAYYIDINA MUHAMMAD WA 'ALAA AALI SAYYIDINA MUHAMMAD.

MALAIKAT ITU BERNAMA IBU …

Suatu ketika seorang bayi siap untuk dilahirkan. Maka ia bertanya kepada Tuhan “Ya Tuhan, Engkau akan mengirimku ke bumi. Tapi aku takut, aku masih sangat kecil dan tak berdaya. Siapakah nanti yang akan melindungiku disana ?

Tuhanpun menjawab “Diantara semua Malaikat-Ku, akan kupilih seseorang yang khusus untukmu. Dia akan merawatmu dan mengasihimu.” Si kecil bertanya lagi “Tapi disini, di surga ini. Aku tak berbuat apa-apa, kecuali tersenyum dan bernyanyi. Dan itu cukup membuatku bahagia.” Tuhanpun menjawab “Tak apa, malaikatmu itu akan menyenandungkan lagu untukmu dan akan membuatmu tersenyum setiap hari. Kamu akan merasakan cinta dan kasih sayang dan itu semua pasti akan membuatmu bahagia.” Namun si kecil bertanya lagi “Bagaimana aku akan mengerti ucapan mereka, sedangkan aku tak memahami bahasa yang mereka gunakan ?”


Tuhanpun menjawab “Malaikatmu itu akan membisikanmu kata-kata yang paling indah, dia akan selalu sabar disampingmu, dan dengan kasihnya dia akan mengajarkanmu berbicara dengan bahasa manusia.” Si kecilpun bertanya lagi “Lalu, bagaimana jika aku ingin berbicara dengan-Mu Tuhan ?

Tuhanpun kembali menjawab “Malaikatmu itu akan membimbingmu. Dia akan menengadahkan tangannya bersamamu dan mengajarkanmu untuk berdo’a.” Lagi-lagi si kecil menyelidik “Namun, aku mendengar disana banyak sekali orang jahat, siapakah nanti yang akan melindungiku ?

Tuhanpun menjawa “Tenanglah, malaikatmu akan terus melindungimu. Walaupun nyawa yang menjadi taruhannya. Dia seriang melupakan kepentingannya sendiri untuk keselamatanmu.” Namun, si kecil kini malah sedih “Ya Tuhan, tentu aku akan sedih jika aku tak melihat-Mu lagi …

Tuhan menjawab lagi “Malaikatmu, akan selalu mengajarkan keagungan-Ku, dan dia akan mendidikmu, bagaimana agar selalu patuh dan taat kepada-Ku. Dia akan selalu membimbingmu untuk selalu mengingat-Ku. Walaupun begitu, Aku akan selalu didekatmu.

Hening. Kedamaianpun tetap menerpa surga. Namun, suara-suara penggilan dari bumi terdengar sayup-sayup. “Ya Tuhan, aku akan pergi sekarang. Tolong, sebutkan nama malaikat yang akan melindungiku …

Tuhanpun kembali menjawab “Nama malaikatmu tak begitu penting. kamu akan memanggilnya dengan sebutan : IBU …”

ANALISA TAFSIR AYAT TENTANG MENJAGA SHALAT

ANALISA TAFSIR AYAT TENTANG MENJAGA SHALAT DAN SHALAT SEBAGAI PENGHAPUS DOSA DALAM TEORI PENDIDIKAN ISLAM.
A.    PENDAHULUAN
Rasulullah pernah bersabda: “Shalat itu adalah tiangnya agama, barang siapa yang mendirikannya maka berarti ia telah mendirikan agama, dan barang siapa meninggalkannya berarti ia telah meruntuhkan agama” (Al-Hadits). Bahkan hal ini dipertegas oleh firman Allah SWT.:
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوتِ وَالصَّلوةِ الْوُسْطَ وَقُوْمُوْا لِلَّهِ قَنِتِيْنَ.
Artinya: “Jagalah (peliharah) segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah [2]: 238).

Dengan hujjah di atas, dapat kita pahami bahwa begitu pentingnya melaksanakan dan memelihara shalat (shalat fardhu). Karena melaksanakan shalat merupakan salah satu ciri bagi orang yang mengaku beriman kepada Allah SWT., dan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Hal ini telah nyata dalam Firman-Nya:
وَاَقِمِ الصَّلَاةَ لِلذِّكْرِيْ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku” (Thaha [20]: 14)
Jelas sekali, bahwa dengan shalat kita dituntut untuk bisa mengingat-Nya, mengingat kebesaran-Nya dan mengakui kerendahan diri di hadapan-Nya. Namun, ada sebagian orang yang salah mengartikan makna ayat ini, mereka beranggapan tidak wajib shalat kalau kita bisa mengingat-Nya tanpa melakukan gerakan shalat seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Mereka hanya melihat esensi shalat semata, tidak melihatnya sebagai syari’at yang harus dilaksanakan oleh orang yang beriman.
B.     SHALAT SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN
Dari Ibnu Umar r.a. berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bangunan islam ditegakkan diatas lima tiang : Bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Sesungguhnya shalat merupakan sistem hidup, manhaj tarbiyah dan ta’lim yang sempurna, yang meliputi (kebutuhan) fisik, akal dan hati. Tubuh menjadi bersih dan bersemangat, akal bisa terarah untuk mencerna ilmu, dan hati menjadi bersih dan suci.
Shalat merupakan tathbiq ‘amali (aspek aplikatif) dari prinsip-prinsip Islam baik dalam aspek politik maupun sosial kemasyarakatan yang ideal yang membuka atap masjid menjadi terus terbuka sehingga nilai persaudaraan, persamaan dan kebebasan itu terwujud nyata. Terlihat pula dalam shalat makna keprajuritan orang-orang yang beriman, ketaatan yang paripurna dan keteraturan yang indah.
Imam Asy-syahid Hassan Al Banna berkata, dalam menjelaskan shalat secara sosial, setelah beliau menjelaskan pengaruh shalat secara ruhani: “Pengaruh shalat tidak berhenti pada batas pribadi, tetapi shalat itu sebagaimana disebutkan sifatnya oleh Islam dengan berbagai aktifitasnya yang zhahir dan hakikatnya yang bersifat bathin merupakan minhaj yang kamil (sempurna) untuk mentarbiyah ummat yang sempurna pula. Shalat itu dengan gerakan tubuh dan waktunya yang teratur sangat bermanfaat untuk tubuh, sekaligus ia merupakan ibadah ruhiyah. Dzikir, tilawah dan doa-doanya sangat baik untuk pembersihan jiwa dan melunakkan perasaan. Shalat dengan dipersyaratkannya membaca AL Fatihah di dalamnya, sementara AL Qur’an menjadi kurikulum Tsaqafah Islamiyah yang sempurna telah memberikan bekal pada akal dan fikiran dengan berbagai hakekat ilmu pengetahuan, sehingga orang yang shalat dengan baik akan sehat tubuhnya, lembut perasaannya dan akalnya pun mendapat gizi. Maka kesempurnaan manakah dalam pendidikan manusia secara individu setelah ini? Kemudian shalat itu dengan disyaratkannya secara berjamaah, maka akan bisa mengumpulkan ummat lima kali setiap hari dan sekali dalam satu pekan dalam shalat jum’at di atas nilai-nilai sosial yang baik, seperti ketaatan, kedisiplinan, rasa cinta dan persaudaraan serta persamaan derajat di hadapan Allah yang Maha Tingi dan Besar. Maka kesempurnaan yang manakah dalam masyarakat yang lebih sempurna daripada masyarakat yang tegak di atas pondasi tersebut dan dikuatkan di atas nilai-nilai yang mulia?
Sesungguhnya shalat dalam Islam merupakan sarana tarbiyah yang sempurna bagi individu dan pembinaan bagi membangun ummat yang kuat. Dan sungguh telah terlintas dalam benak saya ketika sedang menjelaskan prinsip-prinsip kemasyarakatan saat ini bahwa shalat yang tegak dan sempurna itu bisa membawa dampak kebaikan bagi pelakunya dan bisa membuang sifat-sifat buruk yang ada. Shalat telah mengambil dari ”Komunisme” makna persamaan hak dan persaudaraan yaitu dengan mengumpulkan manusia dalam satu tempat yang tidak ada yang memiliki kecuali Allah yaitu Masjid; dan Shalat telah mengambil dari “kediktatoran” makna kedisplinan dan semangat yaitu dengan adanya komitmen untuk berjamaah’ mengikuti Imam dalam setiap gerak dan diamnya, dan barang siapa yang menyendiri, maka ia akan menyendiri dalam neraka. Shalat juga mengambil dari “Demokrasi” suatu bentuk nasehat, musyawarah dan wajibnya mengembalikan Imam ke arah kebenaran apabila ia salah dalam kondisi apa pun. Dan shalat biasa membuang segala sesuatu yang jelek yang menempel pada semua ideologi tersebut di atas seperti kekacauan Komunisme, penindasan diktaktorisme, kebebasan tanpa batas demokrasi, sehingga shalat merupakan minuman yang siap diteguk dari kebaikan yang tidak keruh di dalamnya dan tidak ada keruwetan” (URGENSI SHOLAT, Yusuf Al-Qardawi)
Karena itu semua maka masyarakat Islam pada masa salafus shalih sangat memperhatikan masalah shalat, sampai mereka menempatkan shalat itu sebagai”mizan” atau standar, yang dengan neraca itu ditimbanglah kadar kebaikan seseorang dan diukur kedudukan dan derajatnya. Jika mereka ingin mengetahui agama seseorang sejauh mana istiqamahnya maka mereka bertanya tentang shalatnya dan sejauh mana ia memelihara shalatnya, bagaimana ia melakukan dengan baik. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW: Apabila kamu melihat seseorang membiasakan ke Masjid, maka saksikanlah untuknya dengan iman.” (HR. Tirmidzi).
Dalam kitab Jami’ush shogir lima orang sahabat r.a. yaitu Tsauban, Ibnu Umar, Salamah, Abu Umamah dan Ubadah r.a.telah meriwayatkan hadist ini : ” Sholat adalah sebaik-baik amalan yang ditetapkan Allah untuk hambanya.”. Begitupun dengan maksud hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu mas’ud dan Anas r.a.
Begitulah orang orang yang beriman itu bukanlah orang yang melaksanakan ritual dan gerakan-gerakan yang diperintahkan dalam sholat semata tetapi dapat mengaplikasikannya dalam keseharianya. Sholat sebagai salah satu penjagaan bagi orang-orang yang beriman yang benar-benar melaksanakannya.
“….sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar…”(Qs. Al-Ankabut ayat 45).
Sholat adalah salah satu aplikasi dari keimanan yang diambil dari konsekuensi rukun islam yang pertama. Sebagai muslim yang memilki iltizam terhadap apa yang telah menjadi konsekuensi pengakuannya terhadap keimanannya pada Allah, maka sholat akan menjadi pencegah kemaksiatan dan kemungkaran dari dirinya sebagaimana telah disebutkan dalam ayat tadi.
Abdullah bin mas’ud berkata ” Sesungguhnya aku mengamati masyarakat kami bahwa tidak seorangpunyang meninggalkan sholat kecuali seorang munafik yang diketahui kemunafikannya“. (HR. Muslim)
Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, melakasanakan ibadah haji, dan berpuasa di bulan Ramadhan.(HR. Imam Bukhari dan muslim)
Sholat merupakan salah satu tiang bangunan islam. Begitu pentingnya arti sebuah tiang dalam suatu bangunan yang bernama islam, sehingga takkan mungkin untuk ditinggalkan.
Makna bathin juga dapat ditemukan dalam sholat yaitu: kehadiran hati, tafahhum ( Kefahaman terhadap ma’na pembicaraan), ta’dzim (Rasa hormat), mahabbah, raja’ (harap) dan haya (rasa malu), yang keseluruhannya itu ditujukan kepada Allah sebagai Ilaah.
C.    SHALAT DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Allah mewajibkan shalat kepada umat Muhammad SAW, karena di dalamnya terdapat makna pengabdian tertinggi seorang hamba kepada penciptanya. Di dalam shalat juga seandainya dilakukan secara ikhlas, tidak karena semata-mata menjalankan kewajiban, al- musholly akan memperoleh limpahan cahaya petunjuk dari Allah yang berfungsi menjernihkan hati dan sebagai petunjuk dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Shalat merupakan ibadah harian yang menjadikan seorang Muslim selalu dalam perjanjian dengan Allah. Ketika ia tenggelam dalam bahtera kehidupan maka datanglah shalat untuk menerjangnya. Ketika dilupakan oleh kesibukan dunia maka datanglah shalat untuk mengingatkannya. Ketika diliputi oleh dosa-dosa atau hatinya penuh debu kelalaian maka datanglah shalat untuk membersihkannya. Ia merupakan “kolam renang” ruhani yang dapat membersihkan ruh dan menyucikan hati lima kali dalam setiap hari, sehingga tidak tersisa kotoran sedikit pun.
Ibnu Mas’ud meriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Kamu sekalian berbuat dosa, maka kamu telah melakukan shalat subuh maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu sekalian berbuat dosa, maka jika kamu melakukan shalat zhuhur, maka shalat itu membersihkannya, kemudian berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat ‘asar maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat maghrib, maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat isya’, shalat itu akan membersihkannya, kemudian kamu tidur maka tidak lagi di catat dosa bagi kamu hingga kamu bangun.” (HR. Thabrani)
Tolok ukur kehidupan seseorang dapat dilihat dari kualitas shalatnya, karena ketika seorang muslim melakukan shalat sesungguhnya ia sedang berhadapn dengan Allah, tentunya berhadapan dengan Allah membutuhkan konsentrasi (khusyu’) dan kedisiplinan.
Kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari memerlukan pembiasaan. Seorang ingin disiplin waktu ia harus membiasakan diri tepat waktu dalam aktivitasnya. Shalat merupakan ibadah yang mendidik berbagai hal mulai dari kedisiplinan hingga komitmen terhadap ucapan sikap dan perbuatan.
Metode pembiasaan dalam shalat (lima kali dalam satu hari satu malam), selaras dengan metode pembiasaan yang dikemukakan oleh an-nah lawi. Menurut An-nahlawy pencapaiaan pendidikan dapat dilakukan dengan membiasakan pengamalan terhadap apa yang telah diajarkan kepada siswa.
D.    PENUTUP
Kewajiban dan syi’ar yang paling utama adalah shalat, ia merupakan tiang Islam dan ibadah harian yang berulang kali. Ia merupakan ibadah yang pertama kali dihisab atas setiap mukmin pada hari kiamat. Shalat merupakan garis pemisah antara iman dan kufur, antara orang-orang beriman dan orang-orang kafir, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadist-hadistnya sebagai berikut:
Batas antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)
“Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkan berarti ia kafir.” (HR- Nasa’i, Tirmidzi dan Ahmad)
Makna hadits ini sangat jelas di kalangan para sahabat r.a. Abdullah bin Syaqiq Al ‘Uqaili berkata, “Para sahabat Nabi SAW. tidak melihat sesuatu dari amal ibadah yang meninggalkannya adalah kufur selain shalat.” (HR. Tirmidzi)
Tidak heran jika Al-Qur’an telah menjadikan shalat itu sebagai pembukaan sifat-sifat orang yang beriman yang akan memperoleh kebahagiaan dan sekaligus menjadi penutup.
Sholat sebagai suatu tarbiyyah yang begiu luar biasa yang mengajarkan kebaikan dalam segala aspek kehidupan, sebagai pencegah kemungkaran dan kemaksiatan, sebagai pembeda antara orang yang beriman dan orang yang kafir, sholat sebagai syariat dari Allah dalam kehidupan,semoga dapat difahami, diamalkan dan diaplkasikan dengan benar dalam kehidupan kita.
Kebenaran datang dari Allah semata dan kesalahan-kesalahan takkan lepas dari kami sebagai manusia yang menmiliki banyak kekurangan.