Laman

Senin, 10 Februari 2014

"EMPAT(4) CARA BERMIMPI RASULULLAH SAW"

CP: ILHAM FATKUR RAHMAN

Al-Habib Syech Bin Abdul Qadir Assegaf Berkata:
Ada seseorang yang bertanya kepada saya
mengenai cara bermimpi Rasululah SAW.
Awalnya
saya bingung untuk menjawab pertanyaan yang
satu ini. Pasalnya, saya sendiri belum pernah
mengalaminya sampai saat ini.
Maka saya
mencoba membuka beberapa literature dan
bacaan yang dapat membantu dalam
menjawabnya.
Semalam, saya membuka majalah Cahaya
Nabawiy Edisi 85 Bulan Rajab 1431 H/ Juli 2010.
Dalam rubrik Syakwah yang ada pada edisi itu,
ada pertanyaan berbunyi, “Bagaimana cara agar
kita bisa bermimpi Nabi SAW?”
Jawaban yang
diberikan cukup panjang lebar.
Selain dari majalah
Cahaya Nabawiy, saya juga berusaha mencari
jawaban tentang masalah ini dari kitab berjudul Al-
Fawaaid Al-Mukhtaarah Li Saalik Thariiq Al-
Aakhirah.

Saya coba meringkasnya dalam catatan
sederhana, seperti berikut ini.

Cara pertama untuk bisa bermimpi Nabi
Muhammad SAW adalah memperbanyak
membaca shalawat di waktu pagi, siang, sore, dan
malam. Paling sedikit dalam sehari kita membaca
1000 kali shalawat yang dibagi di dalam waktu-
waktu tersebut dan dalam berbagai keadaan, bisa
dalam keadaan duduk, berdiri, berjalan, berbaring,
dan sebagainya.

Sebagian para ulama berkata, “Membaca
shalawat Ibrahimiyyah sebanyak 1000 kali dapat
menjadi sebab bermimpi Nabi SAW.” Meski
demikian, usahakan cara pertama ini dilakukan
dalam keadaan hati yang khusyu`, hadir, dan
merenungi betul makna di balik shalawat yang
sedang dibaca.

Cara kedua, membaca maulid, sirah, kisah
perjalanan Rasulullah SAW. Membaca maulid
dengan memahami makna yang terkandung di
dalamnya, membuat kita berusaha menghadirkan
nabi dalam tiap langkah bahkan di tiap hembusan
nafas. Dengan membaca maulid disertai
pemahaman artinya, kita bisa belajar tentang
perjuangan, pengorbanan, dan akhlak yang telah
dicontohkan oleh nabi.

Habib Anis bin Alwi Al
Habsyi (Cucu Pengarang Maulid Simtud Duror)
berkata, “Jika seseorang membaca maulid maka
menangislah, jika dia tidak bisa menangis maka
belajarlah untuk menangis.”

Cara ketiga adalah mengikuti arahan dan
bimbingan Rasulullah SAW yang telah beliau
wariskan.
Tidak lain warisan itu adalah sunnah-
sunnah, tradisi-tradisi yang telah disiarkan kepada
kita. Kita dapat mengawalinya dari hal-hal yang
kecil, seperti meniru nabi dalam hal makan,
minum, berjalan, tidur, berdagang, berbicara,
bersin, masuk dan keluar kamar mandi, masuk
masjid, hormat pada ayah-ibu, mencintai majlis
ilmu, dan sebagianya.

Para Salafus Shaleh sangat memiliki ikatan kuat
dengan rasul. Salah satunya adalah Syaikh Abu
Bakar bin Salim yang pernah berkata,
“Jika satu
detik saja Rasulullah SAW hilang dari pikiranku,
maka aku tidak lagi menganggap diriku sebagai
seorang mukmin.” Dengan kata lain, Syaikh Abu
Bakar berusaha menyelaraskan ucapan dan
perbuatannya dengan ucapan dan perbuatan Nabi
Muhammad SAW.

Melihat keistiqamahan ulama
tersebut dalam menghidupkan sunnah rasul, tak
heran jika mereka bukan saja bermimpi nabi
namun juga bertatap muka secara langsung,
bertemu wajah dengan wajah yang mulia SAW.

Habib Alwi bin Syihab berkata bahwa sebagian
kaum arifin pernah ditanya, “Adakah sesuatu yang
lebih nikmat dari kenikmatan yang ada di surga?”
Dijawab, “Ada. Yaitu, bertemu Nabi Muhammad
SAW secara langsung dalam keadaan terjaga.”

Keempat, memiliki rasa rindu yang hebat kepada
Nabi Muhammad SAW. Orang yang mengaku cinta
pastilah ia akan selalu memikirkan dan merindukan
orang yang dicintai. Demikian halnya dengan orang
yang ingin bermimpi nabi, ia patut mencintai dan
merindukan nabi dalam segala kondisi. Kecintaan
itu akan lahir manakala dibuktikan lewat aksi nyata
di kehidupan sehari-hari, bukan sekadar di bibir
lalu hilang tak berbekas.
Dikisahkan, seorang murid meminta amalan
kepada gurunya untuk bisa bermimpi nabi.
Sang
guru mengatakan kepadanya agar memakan ikan
asing tanpa minum apa-apa. “Setelah kamu
makan ikan asing ini, kamu tidak boleh minum. Ini
bagian dari riyadhah (latihan) kamu untuk
bermimpi nabi.”

Si murid menuruti arahan gurunya. Ia makan ikan
asing tanpa minum. Setelah itu ia pulang ke
rumahnya, di tengah perjalanan pulangnya ia
bertemu dengan seorang penjual es, lalu
terbayang kenikmatan meminum es. Begitu
sampai di rumahnya, ia merebahkan tubuhnya dan
tidus pulas. Dalam tidurnya ia bermimpi minum es
dingin seperti yang ia idam-idamkan akibat haus
yang sangat. Usai terjaga dari tidurnya, si murid
betul-betul kecewa karena ia tak berhasil
bermimpi nabi justeru bermimpi minum es.
Ia temui gurunya dan mengisahkan semua yang
terjadi dalam perjalanan dari rumah gurunya
termasuk soal mimpi minum es-nya. Mendengar
uraiannya, sang guru berkata, “Andai saja
kerinduanmu untuk menikmati es tadi dapat
dikalahkan oleh kerinduan bermimpi nabi, maka
tentu engkau akan bermimpi nabi.”
Kisah di atas memberikan pelajaran kepada kita,
untuk bermimpi nabi Muhammad bukan sekadar
“ingin bermimpi” namun harus dilalui dengan
keinginan kuat dalam merindu, mencintai beliau.
Dikatakan dalam sebuah ungkapan bijak bestari,
“Melihat wajah Rasulullah (baik dalam mimpi
maupun terjaga) merupakan anugerah dari Allah
yang tidak bisa diperoleh dengan banyak ibadah
atau ilmu.
Berapa banyak orang awam yang sering
bertemu dengan nabi dan sebaliknya berapa
banyak orang berilmu dan ahli ibadah yang sedikit
bermimpi nabi. Pada umumnya, bertemu dengan
rasul itu dapat terjadi dengan kekuatan hubungan,
rasa cinta, dan rasa rindu kepada beliau SAW.”
Setelah membaca uraian di atas, pertanyaannya
sekarang adalah , “Apakah kita Sudah Siap
Bermimpi Nabi Muhammad SAW.?
— 
 

HIKMAH


Dialog Rasulullah dengan Iblis

Segala puji hanya milik Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam sejahtera semoga senantiasa dilimpahkan kepada seorang Nabi yang Ummi, Muhammad saw., dan kepada keluarganya yang bersih serta seluruh sahabatnya yang mulia.

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal r.a., dari Ibnu Abbas r.a. yang berkisah: Kami bersama Rasulullah saw. di rumah salah seorang sahabat Anshar, dimana saat itu kami di tengah-tengah jamaah. Lalu ada suara orang memanggil dari luar, “Wahai para penghuni rumah, apakah kalian mengizinkanku masuk, sementara kalian butuh kepadaku.”
Rasulullah bertanya kepada para jamaah, “Apakah kalian tahu, siapa yang memanggil dari luar itu?”

Mereka menjawab, “Tentu Allah dan Rasul Nya lebih tahu.”
Lalu Rasulullah saw. menjelaskan, “Ini adalah iblis yang terkutuk semoga Allah senantiasa melaknatnya.”
Kemudian Umar r.a. meminta izin kepada Rasulullah sembari berkata, “Ya Rasulullah, apakah engkau mengizinkanku untuk membunuhnya?”
Beliau menjawab, “Bersabarlah wahai Umar, apakah engkau tidak tahu bahwa ia termasuk makhluk yang tertunda kematiannya sampai batas waktu yang telah diketahui (hari Kiamat)? Akan tetapi sekarang silakan kalian membukakan pintu untuknya. Sebab ia diperintah untuk datang ke sini, maka pahamilah apa yang ia ucapkan dan dengarkan apa yang bakal ia ceritakan kepada kalian.”

Ibnu Abbas berkata: Kemudian dibukakan pintu, lalu ia masuk di tengah-tengah kami. Ternyata ia berupa orang yang sudah tua bangka dan buta sebelah mata. Ia berjenggot sebanyak tujuh helai rambut yang panjangnya seperti rambut kuda. Kedua kelopak matanya terbelah ke atas (tidak ke samping). Sedangkan kepalanya seperti kepala gajah yang sangat besar, gigi taringnya memanjang keluar seperti taring babi. Sementara kedua bibirnya seperti bibir kerbau. Ia datang sambil memberi salam. ‘Assalamu’alaika ya Muhammad, Assalamu’alaikum ya Jamaa’atal mus1imin,” kata iblis.

Nabi menjawab, “Assalamu lillah ya la’iin (Keselamatan hanya milik AlIah wahai makhluk yang terkutuk). Saya mendengar engkau punya keperluan kepada kami. Apa keperluanmu tersebut wahai Iblis?”
“Wahai Muhammad, saya datang ke sini bukan karena kemauanku sendiri, tapi saya datang ke sini karena terpaksa,” tutur iblis.
“Apa yang membuatmu terpaksa harus datang ke sini wahai makhluk terkutuk?” tanya Rasulullah.

Iblis menjawab, “Telah datang kepadaku seorang malaikat yang diutus oleh Tuhan Yang Mahaagung, dimana utusan itu berkata kepadaku, ‘Sesungguhnya Allah swt. memerintahmu untuk datang kepada Muhammad saw. sementara engkau adalah makhluk yang rendah dan hina. Engkau harus memberi tahu kepadanya, bagaimana engkau menggoda dan merekayasa anak-cucu Adam, bagaimana engkau membujuk dan merayu mereka. Lalu engkau harus menjawab segala apa yang ditanyakan Muhammad dengan jujur. Maka demi Kebesaran dan Keagungan Allah, jika engkau menjawabnya dengan bohong, sekalipun hanya sekali, sungguh engkau akan Allah jadikan debu yang bakal dihempaskan oleh angin kencang, dan musuh-musuhmu akan merasa senang.’ Wahai Muhammad, maka sekarang saya datang kepadamu sebagaimana yang diperintahkan kepadaku. Maka tanyakan apa saja yang engkau inginkan. Kalau sampai saya tidak menjawabnya dengan jujur, maka musuh-musuhku akan merasa senang atas musibah yang bakal saya terima. Sementara tidak ada beban yang lebih berat bagiku daripada bersenangnya musuh-musuhku atas musibah yang menimpa diriku.”

Rasulullah mulai melemparkan pertanyaan kepada iblis, “Jika engkau bisa menjawab dengan jujur, maka coba ceritakan kepadaku, siapa orang yang paling engkau benci?”
Iblis menjawab dengan jujur, “Engkau, wahai Muhammad, adalah orang yang paling aku benci dan kemudian orang-orang yang mengikuti agamamu.”
“Lalu siapa lagi yang paling engkau benci?” tanya Rasulullah.
“Seorang pemuda yang bertakwa dimana ia mencurahkan dirinva hanya kepada Allah swt.,” jawab Iblis.
“Siapa lagi?” tanya Rasulullah
“Orang alim yang wara’ (menjaga diri dari syubhat) lagi sabar,” jawab iblis.
“Siapa lagi?” tanya Rasulullah
“Orang yang senantiasa melanggengkan kesucian dari tiga kotoran (hadats besar, kecil dan najis; pent.),” tutur iblis
“Siapa lagi?” tanya Rasulullah
“Orang fakir yang senantiasa bersabar, yang tidak pernah menuturkan kefakirannya ke pada siapa pun dan juga tidak pernah mengeluh penderitaan yang dialaminya.” jawab iblis.
“Lalu dari mana engkau tahu kalau ia bersabar?” tanya Rasulullah.
“Wahai Muhammad, bila ia masih dan pernah mengeluhkan penderitaannya kepada makhluk yang sama dengannya selama tiga hari, maka Allah tidak akan mencatat perbuatannya dalam kelompok orang-orang yang bersabar,” jelas Iblis.
“Lalu siapa lagi, wahai lblis?” tanya Rasul.
“Orang kaya yang bersyukur,” tutur iblis.
“Lalu apa yang bisa memberi tahu kepadamu bahwa ia bersyukur?” tanya Rasulullah
“Bila saya melihatnya ia mengambil kekayaannya dari apa saja yang dihalalkan dan kemudian disalurkan pada tempatnya,” tutur iblis.
“Bagaimana kondisimu apabila ummatku menjalankan shalat?” tanya Rasulullah.
“Wahai Muhammad, saya langsung merasa gelisah dan gemetar,” jawab iblis.

“Mengapa wahai makhluk yang terkuluk?” tanya Rasulullah.
“Sesungguhnya apabila seorang hamba bersujud kepada Allah sekali sujud, maka Allah akan mengangkat satu derajat (tingkat). Apabila mereka berpuasa, maka saya terikat sampai mereka berbuka kembali. Apabila mereka menunaikan manasik haji, maka saya jadi gila. Apabila membaca al-Qur’an, maka saya akan meleleh (mencair) seperti timah yang dipanaskan dengan api. Apabila bersedekah maka seakan-akan orang yang bersedekah tersebut mengambil kapak lalu memotong saya menjadi dua,” jawab iblis.
“Mengapa demikian wahai Abu Murrah (julukan iblis)?” tanya Rasulullah.
“Sebab dalam sedekah ada empat perkara yang perlu diperhatikan: Dengan sedekah itu, Allah akan menurunkan keberkahan dalam hartanya, menjadikan ia disenangi di kalangan makhluk Nya, dengan sedekah itu pula Allah akan menjadikan suatu penghalang antara neraka dengannya dan akan menghindarkan segala bencana dan penyakit,” tutur iblis menjelaskan.
“Lalu bagaimana pendapatnu tentang Abu Bakar?” tanya Rasulullah.
“Ia sewaktu jahillyyah saja tidak pernah taat kepadaku, apalagi sewaktu dalam Islam,” tutur iblis.

“Bagaimana dengan Umar bin Khaththab?” tanya Rasulullah.
“Demi Allah, setiap kali saya bertemu dengannya, mesti akan lari darinya,” jawab iblis.
“Bagaimana dengan Utsman?” tanya Rasulullah.
“Saya merasa malu terhadap orang yang para malaikat saja malu kepadanya,” jawab iblis.

“lalu bagaimana dengan Ali bin Abi Thalib?” tanya Rasulullah.
“Andaikan saya bisa selamat darinya dan tidak pernah bertemu dengannya, ia meninggalkanku dan saya pun meninggalkannya. Akan tetapi ia tidak pernah melakukan hal itu sama sekali,” tutur iblis.
“Segala puji bagi Allah Yang telah menjadikan ummatku bahagia dan mencelakakanmu sampai pada waktu yang ditentukan,” tutur Rasulullah.
“Tidak dan tidak mungkin, dimana ummatmu bisa bahagia sementara saya senantiasa hidup dan tidak akan mati sampai pada waktu yang telah ditentukan. Lalu bagaimana engkau bisa bahagia terhadap ummatmu, sementara saya bisa masuk kepada mereka melalui aliran darah dan daging, sedangkan mereka tidak bisa melihatku. Demi Tuhan Yang telah menciptakanku dan telah menunda kematianku sampai pada hari mereka dibangkitkan kembali (Kiamat), sungguh saya akan menyesatkan mereka seluruhnya, baik yang bodoh maupun yang alim, yang awam maupun yang bisa membaca al Qur’an, yang nakal maupun yang rajin beribadah, kecuali hamba-hamba Allah yang mukhlas (sangat-sangat ikhlas),” tutur iblis.

“Siapa menurut engkau hamba-hamba Allah yang mukhlas itu?” tanya Rasulullah.

Iblis menjawab dengan panjang lebar, “Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa orang yang masih suka dirham dan dinar (harta) adalah belum bisa murni karena Allah swt. Apabila saya melihat seseorang sudah tidak menyukai dirham dan dinar, serta tidak suka dipuji, maka saya tahu bahwa ia adalah orang yang mukhlis karena Allah, lalu saya tinggalkan. Sesungguhnya seorang hamba selagi masih suka harta dan pujian, sedangkan hatinya selalu bergantung pada kesenangan-kesenangan duniawi, maka ia akan lebih taat kepadaku daripada orang-orang yang telah saya jelaskan kepadamu.

Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa cinta harta itu termasuk dosa yang paling besar? Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa cinta kedudukan adalah termasuk dosa yang paling besar? Apakah engkau tidak tahu, saya memiliki tujuh puluh ribu anak, sedangkan setiap anak dari jumlah tersebut memiliki tujuh puluh ribu setan. Di antara mereka ada yang sudah saya tugaskan untuk menggoda ulama, ada yang saya tugaskan untuk menggoda para pemuda, ada yang saya tugaskan menggoda orang-orang yang sudah tua. Anak-anak muda bagi kami tidak ada masalah, sedangkan anak-anak kecil lebih mudah kami permainkan sekehendak saya.

Di antara mereka juga ada yang saya tugaskan untuk menggoda orang-orang yang tekun beribadah, dan ada juga yang saya tugaskan untuk menggoda orang-orang zuhud. Mereka keluar masuk dari kondisi ke kondisi lain, dari satu pintu ke pintu lain, sehingga mereka berhasil dengan menggunakan cara apa pun. Saya ambil dari mereka nilai keikhlasan dalam hatinya, sehingga mereka beribadah kepada Allah dengan tidak ikhlas, sementara mereka tidak merasakan hal itu. Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa Barshish seorang rahib (pendeta) yang berbuat ikhlas karena Allah selama tujuhpuluh tahun, sehingga dengan doanya ia sanggup menyelamatkan orang-orang yang sakit. Akan tetapi saya tidak berhenti menggodanya sehingga ia sempat berbuat zina dengan seorang perempuan, membunuh orang dan mati dalam kondisi kafir? Inilah yang disebutkan oleh Allah dalam Kitab Nya dengan firman-Nya:
“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia: Kafirlah kamu maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata, ‘Sesungguhnya aku cuci tangan darimu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.s. al Hasyr: 16).

Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa kebohongan itu dari saya, saya adalah orang yang berbohong pertama kali. Orang yang berbohong adalah temanku. Barangsiapa bersumpah atas Nama Allah dengan berbohong maka ia adalah kekasihku.

Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa saya pernah bersumpah kepada Adam dan Hawa dengan atas Nama Allah, ‘Bahwa saya akan memberi nasihat kepada kalian berdua.’ Maka sumpah bohong itu menyenangkan hatiku. Sedangkan menggunjing dan mengadu domba adalah buah santapan dan kesukaanku. Kesaksian dusta adalah penyejuk mataku dan kesenanganku.
Barangsiapa bersumpah dengan menceraikan istrinya (talak) maka hampir tidak akan bisa selamat, sekalipun hanya sekali. Andaikan itu benar, yang karenanya orang membiasakan lidahnya mengucapkan kata-kata tersebut, istrinya akan menjadi haram. Kemudian dari pasangan tersebut menghasilkan keturunan sampai hari Kiamat nanti yang semuanya hasil dari anak-anak zina. Sehingga seluruhnya masuk neraka hanya gara-gara satu ucapan.

Wahai Muhammad, sesungguhnya diantara ummatmu ada orang yang menunda-nunda shalatnya dari waktu ke waktu. Ketika ia hendak menjalankan shalat maka saya selalu berada padanya dan mengganggu sembari berkata kepadanya, ‘Masih ada waktu, teruskan engkau sibuk dengan urusan dan pekerjaan yang engkau lakukan.’ Sehingga ia menunda shalatnya, dan kemudian shalat di luar waktunya. Akibatnya dengan shalat yang dikerjakan di luar waktunya itu ia akan dipukul di kepalanya. Kalau saya merasa kalah, maka saya mengirim kepadanya salah seorang dari setan-setan manusia yang akan menyibukkan waktunya. Kalau dengan usaha itu saya masih kalah, maka saya tinggalkan sampai ia menjalankan shalat. Ketika dalam shalatnya saya berkata kepadanya, ‘Lihatlah ke kanan dan ke kiri.’ Akhirnya ia melihat. Maka pada saat itu wajahnya saya usap dengan tangan saya, kemudian saya menghadap di depan matanya sembari berkata, ‘Engkau telah melakukan apa yang tidak akan menjadi baik selamanya.’

Wahai Muhammad, engkau tahu, bahwa orang yang banyak menoleh dalam shalatnya, Allah akan memukul kepalanya dengan shalat tersebut. Kalau dalam shalat ia sanggup mengalahkan saya, sementara ia shalat sendirian, maka saya perintah untuk tergesa-gesa. Maka ia mengerjakan shalat seperti ayam yang mencocok benih-benih untuk dimakan dan segera meninggalkannya. Kalau ia sanggup mengalahkan saya, dan shalat berjamaah, maka saya kalungkan rantai di lehernya. Ketika ia sedang ruku’ saya tarik kepalanya ke atas sebelum imam bangun dari ruku’ dan saya turunkan sebelum imam turun.

Wahai Muhammad, engkau tahu, bahwa orang yang melakukan shalat seperti itu, maka batal shalatnya, dan di hari Kiamat nanti Allah akan menyalin kepalanya dengan kepala keledai. Kalau dengan cara tersebut saya masih kalah, maka saya perintahkan meremas-remas jari-jemarinya sehingga bersuara, sedangkan ia sedang shalat, karenanya ia termasuk orang-orang yang bertasbih kepadaku padahal ia sedang shalat. Kalau dengan cara tersebut masih juga tidak mempan, maka saya tiup hidungnya sehingga ia menguap, sementara ia sedang shalat. Kalau ia tidak menutupi mulutnya dengan tangannya maka setan masuk ke dalam perutnya, sehingga ia semakin rakus dengan dunia dan berbagai perangkapnya. Ia akan selalu mendengar dan taat kepadaku.

Bagaimana ummatmu bisa bahagia wahai Muhammad, sementara saya memerintah orang-orang miskin untuk meninggalkan shalat, dan saya berkata kepadanya, ‘Shalat bukanlah kewajiban kalian, shalat hanya kewajiban orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah.’ Saya pun berkata kepada orang yang sakit, ‘Tinggalkan shalat, karena shalat bukanlah kewajibanmu. Shalat hanyalah kewajiban orang-orang yang diberi nikmat kesehatan. Sebab Allah sudah berfirman, , “… dan tidak apa apa bagi seorang yang sedang sakit …,“(Q.s. an Nur: 61). Kalau engkau sudah sembuh baru melakukan shalat.’ Akhirnya ia mati dalam kondisi kafir. Apabila ia mati dengan meninggalkan shalat ketika sedang sakit, maka ia akan bertemu Allah dengan dimurkai.

Wahai Muhammad, jika saya menyimpang dan berdusta kepadamu, maka hendaknya engkau memohon kepada Allah agar saya dijadikan debu yang lembut. Wahai Muhammad, apakah engkau masih juga merasa gembira terhadap ummatmu, sementara saya bisa memurtadkan seperenam dari ummatmu untuk keluar dari Islam?”
Kemudian Rasulullah meneruskan pertanyaannya, “Wahai makhluk yang terkutuk, siapa teman dudukmu?”
“Orang-orang yang suka makan riba,” jawab iblis.
“Lalu siapa teman dekatmu?” tanya Rasululah kembali.
“Orang yang berzina,” jawabnya.
“Siapa teman tidurmu?” tanya Rasulullah.
“Orang yang mabuk,” jawabnya.
“Siapa tamumu?” tanya Rasulullah.
“Pencuri,” jawabnya.
“Siapa utusanmu?” tanya Rasulullah.
“Tukang sihir,” jawabnya.

‘Apa yang menyenangkan pandangan matamu?” tanya Rasulullah.
“Orang yang bersumpah dengan talak,” jawab iblis.
“Siapa kekasihmu?” tanya Rasulullah.
“Orang yang meninggalkan shalat Jum’at,” jawabnya.
“Wahai makhluk yang terkutuk, apa yang mengakibatkan punggungmu patah?” Tanya Rasulullah.
“Suara ringkik kuda untuk berperang membela agama Allah,” jawabnya.
“Apa yang menjadikan tubuhmu meleleh?” tanya Rasulullah.
“Tobatnya orang yang bertobat” jawabnya.
“Apa yang membuat hatimu panas?” tanya Rasulullah.
“Banyaknya istighfar kepada Allah, baik di malam atau siang hari,” jawabnya.

“Apa yang membuatmu merasa malu dan hina?” tanya Rasulullah.
“Sedekah secara rahasia,” jawabnya
“Apa yang menjadikan matamu buta?” tanya Rasulullah.
“Shalat di waktu sahur,” jawabnya.
“Apa yang dapat mengendalikan kepalamu?” tanya Rasulullah.
“Memperbanyak shalat berjamaah,” tuturnya.
“Siapa orang yang paling bisa membahagiakanmu?” tanya Rasulullah
“Orang yang sengaja meninggalkan shalat,” tuturnya.
“Siapa orang yang paling celaka menurut engkau?” tanya Rasulullah
“Orang-orang yang kikir,” jawabnya
“Apa yang menyita pekerjaanmu?” tanya Rasulullah.
“Majelis orang-orang alim,” jawabnya.
“Bagaimana cara engkau makan?” Tanya Rasulullah
“Dengan tangan kiriku dan jari-jemariku,” jawabnya
“Di mana engkau mencari tempat berteduh untuk anak anakmu di waktu panas?” tanya Rasulullah
“Di bawah kuku manusia,” jawab iblis
“Berapa kebutuhan yang pernah engkau minta kepada Tuhamnu?” tanya Rasulullah.

“Sepuluh macam,” jawabnya
“Apa saja itu wahai makhluk terkutuk?” tanya Rasulullah
Iblis pun menjawabnya, “Saya memintaNya agar saya bisa berserikat dengan anak-cucu Adam dalam harta kekayaan dan anak-anak mereka. Akhirnya Tuhan mengizinkanku berserikat dalam kelompok mereka. Itulah maksud firman Allah:
“Dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.” (Q.s. al Isra’: 64).

Setiap harta yang tidak dikeluarkan zakatnya, maka saya ikut memakannya. Saya juga ikut makan makanan yang bercampur riba dan haram serta segala harta yang tidak dimohonkan perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Setiap orang yang tidak memohon perlindungan kepada Allah dari setan ketika bersetubuh dengan istrinya, maka setan akan ikut bersetubuh. Akhirnya melahirkan anak yang mendengar dan taat kepadaku. Begitu pula orang yang naik kendaraan dengan maksud mencari penghasilan yang tidak dihalalkan, maka saya adalah temannya. Itulah maksud firman Allah:
“Dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki.” (Q.s. al Isra’: 64).

Saya memohon kepada Nya agar saya punya rumah, maka rumahku adalah kamar mandi. Saya memohon agar saya punya masjid, akhirnya pasar menjadi masjidku. Saya memohon agar saya punya al-Qur’an, maka syair adalah al-Qur’anku. Saya memohon agar saya punya adzan, maka terompet adalah panggilan adzanku. Saya memohon kepadaNya agar saya punya tempat tidur, maka orang-orang mabuk adalah tempat tidurku. Saya memohon agar saya memiliki teman-teman yang menolongku, maka kelompok al-Qadariyyah menjadi teman-teman yang membantuku. Dan saya memohon agar saya mendapatkan teman-teman dekat, maka orang-orang yang menginfakkan harta kekayaannya untuk kemaksiatan adalah teman dekatku. Ia kemudian membaca firman Allah, “Sesungguhnya pemboros pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Q.s. al Isra’: 27).”

Rasulullah saw. berkata kepadanya, “Andaikan tidak setiap apa yang engkau ucapkan itu didukung oleh ayat-ayat dari Kitab Allah tentu aku tidak akan membenarkanmu.”
Lalu iblis berkata lagi, “Wahai Muhammad, saya memohon kepada Allah agar saya bisa melihat anak-cucu Adam, sementara mereka tidak bisa melihatku. Kemudian Allah menjadikan aku bisa mengalir melalui peredaran darah mereka. Diriku bisa berjalan ke mana pun sesuai kemauan diriku dan dengan cara bagaimana pun. Kalau saya mau dalam sesaat pun bisa. Kemudian Allah berfirman kepadaku, ‘Engkau bisa melakukan apa saja yang kau minta.’ Akhirnya saya merasa senang dan bangga sampai hari Kiamat. Sesungguhnya orang yang mengikutiku lebih banyak daripada orang yang mengikutimu. Sebagian besar anak-cucu Adam akan mengikutiku sampai hari Kiamat.

Saya memiliki anak yang saya beri nama Atamah. Ia akan kencing di telinga seorang hamba ketika ia tidur meninggalkan shalat Atamah (Isya’). Andalkan tidak karenanya tentu manusia tidak akan tidur lebih dahulu sebelum menjalankan shalat.
Saya juga punya anak yang saya beri nama Mutaqadhi. Apabila ada seorang hamba melakukan ketaatan (ibadah) dengan rahasia dan ingin menutupinya, maka anak saya tersebut senantiasa membatalkannya dan dipamerkan di tengah-tengah manusia, sehingga semua manusia tahu. Akhirnya Allah membatalkan sembilan puluh sembilan dari seratus pahalanya. Sehingga yang tersisa hanya satu pahala. Sebab setiap ketaatan yang dilakukan secara rahasia akan diberi seratus pahala.

Saya punya anak lagi yang bernama Kuhyal, dimana ia bertugas mengusapi celak mata semua orang yang sedang berada di majelis pengajian dan ketika khathib sedang berkhuthbah. Sehingga mereka terkantuk dan akhirnya tidur, tidak bisa mendengarkan apa yang dibicarakan para ulama. Mereka yang tertidur tidak akan ditulis pahala sedikit pun untuk selamanya.
Setiap kali ada perempuan keluar mesti ada setan yang duduk di pinggulnya, ada pula yang duduk di daging yang mengelilingi kukunya. Dimana mereka akan menghiasi kepada orang-orang yang melihatnya. Kedua setan itu kemudian berkata kepadanya, ‘Keluarkan tanganmu.’ Akhirnya ia mengeluarkan tangannya, kemudian kukunya tampak, lalu kelihatan nodanya.

Wahai Muhammad, sebenarnya saya tidak bisa menyesatkan sedikit pun. Akan tetapi saya hanya akan mengganggu dan menghiasi. Andaikan saya memiliki hak dan kemampuan untuk menyesatkan, tentu saya tidak membiarkan segelintir manusia pun di muka bumi ini yang masih sempat mengucapkan dua kalimat syahadat, ‘Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan-Nya.’ Tidak akan ada lagi orang yang shalat dan berpuasa. Sebagaimana engkau wahai Muhammad, tidak berhak untuk memberikan hidayah sedikit pun kepada siapa saja. Akan tetapi engkau adalah seorang utusan dan penyampai amanat dari Tuhan. Andaikan engkau memiliki hak dan kemampuan untuk memberi hidayah, tentu engkau tidak akan membiarkan segelintir orang kafir pun di muka bumi ini. Engkau hanyalah sebagai argumentasi (hujjah) Tuhan terhadap makhluk-Nya. Sementara saya hanyalah menjadi sebab celakanya orang yang sebelumnya sudah dicap oleh Allah menjadi orang celaka. Orang yang bahagia dan beruntung adalah orang yang dijadikan bahagia oleh Allah sejak dalam perut ibunya, sedangkan orang yang celaka adalah orang yang dijadikan celaka oleh Allah sejak dalam perut ibunya.”
Kemudian Rasulullah membacakan firman Allah:
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia ummat Yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.” (Q.s. Hud: 118 9).

Kemudian beliau melanjutkan dengan firman Allah yang lain:
“Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (Q.s. al Ahzab: 38).
Lantas Rasulullah saw. berkata lagi kepada iblis, “Wahai Abu Murrah (iblis), apakah engkau masih mungkin bertobat dan kembali kepada Allah, sementara saya akan menjaminmu masuk surga.”
Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, ketentuan telah memutuskan dan Qalam pun telah kering dengan apa yang terjadi seperti ini hingga hari kiamat nanti. Maka Mahasuci Tuhan Yang telah menjadikanmu sebagai tuan para Nabi dan khatib para penduduk surga. Dia telah memilih dan mengkhususkan dirimu. Sementara Dia telah menjadikan saya sebagai tuan orang-orang celaka dan khatib para penduduk neraka. Saya adalah makhluk yang celaka lagi terusir. Ini adalah akhir dari apa yang saya beritahukan kepadamu, dan saya mengatakan sejujurnya.”
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, awal dan akhir, dhahir dan bathin. Dan semoga shalawat dan salam sejahtera tetap diberikan kepada seorang Nabi yang Ummi dan kepada para keluarga dan sehabatnya serta para Utusan dan para Nabi.

Syeikh Muhyiddin Ibnu ‘ArabyAkhirat Pun Jadi Hijab


Mengikuti Pengajian Syeikh Abdul Qadir al-Jilany
Hari Selasa Sore Tanggal 15 Dzul Qa’dah, 545 H. di Madrasahnya

Dunia itu hijab bagi akhirat. Dan Akhirat itu hijab bagi Allah SWT, Tuhannya dunia dan akhirat. Semua makhluk adalah hijab dari Sang Khaliq, sepanjang hati anda berdiri menyertai makhluk dan bersamanya, berarti makhluk telah menjadi hijab antara dirimu dengan Allah SWT.

Karena itu jangan berpaling pada makhluk, kepada dunia, dan kepada segala hal selain Allah Azza wa-Jalla dalam langkah rahasia hatimu dan kebenaran zuhudmu pada selain DiriNya. Anda harus telanjang dari semuanya, lebur padaNya, mohon pertolongan padaNya, dengan senantiasa memandang aturan yang berlaku dariNya padamu, pengetahuanNya untukMu.

Bila telah nyata wushul hatimu dan sirrMu, anda masuk di hadiratNya, dengan kedekatanmu, rasa rendahmu, rasa malumu, kemudian Allah melimpahkan perkara di hatimu dan memerintahkan perkara itu sekaligus menjadikan dirimu sebagai dokter, pada saat itulah anda bisa berpaling pada makhluk dan dunia. Maka keberpalinganmu pada mereka merupakan nikmat yang dilimpahkan untuk mereka. Anda bisa berinteraksi dengan dunia, bekerjasama dengan mereka, untuk kepentingan fakir miskin, sedangkan bagianmu hanyalah dari sesuatu yang cukup untuk bekal ibadah dan keselamatanmu.
Siapa pun yang bersama dunia seperti itu, dunia tidak akan membahayakannya, tetapi justru ia selamat dan bersih dari kotoran dunia.

Kewalian itu memiliki tanda pada wajah-wajah para wali, yang hanya diketahui oleh ahli firasat ruhani. Isyarat yang berbicara dengan kewalian, bukan dengan lisan.

Siapa yang menghendaki kemenangan, hendaknya mencurahkan jiwa dan hartanya bagi Allah Azza wa-Jalla, kemudian mengeluarkan makhluk dan dunia dari hatinya, seperti keluarnya rambut dari susu, begitu juga akhirat serta segala hal selain Allah.

Disinilah disebut sebagai upaya memberikan hak sesuai dengan haknya di hadapanNya. Anda makan dari bagian dunia dan akhiratmu sedangkan anda ada di depan pintuNya, dunia dan akhirat menjadi pembantumu.
Jangan sampai anda memakan bagian dunia sementara dunia duduk dan anda berdiri, namun semuanya ada di pintu Sang Raja, anda duduk bersimpuh dan dunia tegak berdiri. Semuanya berbakti kepada yang bersimpuh di pintu Allah swt, merendahkan diri pada orang yang teguh di pintuNya. Semuanya, berada dalam pijakan kecukupan dan kemudiaan Al-Haq Azza wa-Jalla.
Kaum Sufi senantiasa rela pada Allah Azza wa-Jalla dengan habisnya dunia di tangannya, rela pula dengan akhirat, agar akhirat mendekatkan dirinya kepadaNya. Tidak ada yang dicari dari Allah swt, kecuali hanya Allah Azza wa-Jalla semata. Karena mereka tahu bahwa dunia itu sudah dibagi, lalu mereka meninggalkan ambisi duniawi, mereka tidak menghendaki selain Wajah Allah Azza wa-Jalla.

Mereka juga tahu bahwa derajat akhirat dan kenikmatan syurga itu sudah dibagi pasti, mereka pun meninggalkan ambisi dan beramal demi akhirat dan syurga, sama sekali tidak berharap kecuali hanya Wajah Ilahi Azza wa-Jalla.
Ketika mereka masuk syurga, mereka tidak mau membuka matanya sampai mereka melihat Cahaya Wajah Allah swt. Ia disenangkan pada nuansa Tajrid dan Tafrid (nuansa yang berada dalam kesendirian bersama Allah Ta’ala). Siapa yang hatinya tidak sunyi dari makhluk dan sebab akibat dunia, ia tidak akan mampu menempuh perjalanan agung para Nabi, Shiddiqun dan Sholihun, sampai dirinya menerima sedikit dari dunia dan menerima banyak dari tangan takdirNya. Jangan berambisi mencari yang banyak dari dunia, anda malah akan hancur karenanya, tetapi jika Allah mendatangkan yang banyak dari dunia kepadamu tanpa ambisimu, berarti anda telah terjaga dalam dunia.
Dari Hasan al-Bashry ra, beliau mengatakan: “Nasehati manusia dengan pengetahuan dan ucapanmu, wahai para penasehat, nasehati manusia dengan kejernihan rahasia hatimu dan ketaqwaan hatimu. Jangan engkau nasehati mereka dengan kebaikan lahiriyah tampilanmu sementara rahasia hatimu buruk.”

Allah Azza wa-Jalla telah memastikan iman dalam hati orang-orang beriman sebelum mereka diciptakan. Itu di zaman Azali, dan tidak boleh berpegang pada hal-hal yang dulu, tetapi harus berjuang dan mencurahkan jiwa untuk meraih iman dan keyakinan serta meraih nafas-nafas Ilahi Azza -Wajalla, tetap teguh di pintuNya. Hati kita tetap berjuang agar iman kita teguh tetap. Jangan beranggapan, “Siapa tahu Allah swt memberikan limpahan iman tanpa kita bersusah payah.” Apakah anda tidak malu memberikan sifat pada Allah dengan sifat yang anda rekayasa sendiri untuk diriNya? Apa yang kalian upayakan dibanding jerih payah para Sahabat dan Tabi’in? Tuhan Azza wa-Jalla di atas Arasy sebagaimana dikatakan, bahwa Dia tanpa ada serupa, tanpa ada rekayasa, tanpa ada nuansa fisik.

Ya Allah berilah kami rizki dan berilah kami pertolongan, dan jauhkan kami dari rekayasa bid’ah, dan berilah kami di dunia kebajikan, dan di akhirat kebajikan (pula), dan lindungi kami dari azab neraka.

Syeikh Abul Hasan asy Syadzili


Awas! Waspadalah dengan kesibukan dunia manakala dunia mendekatimu. Hati-hati! Dengan penyesalannya manakala dunia pergi darimu. Orang yang cerdas sama sekali tidak tergantung pada sesuatu (dunia) — yang apabila dunia datang ia lalu sibuk dengannya dan apabila pergi ia menyesal. (Tidak). Lalu ada yang berkata padanya, “Mereka telah memburu dan mereka telah terampas.

Siapapun yang meraih sedikit saja dari dunia secara halal dengan disertai etika (adab), hatinya telah selamat dari pengotoran dan dari neraka hijab. Etika (adab) di sini ada dua macam: Adab sunnah dan adab ma’rifat.
Adab sunnah adalah berpijak pada ilmu pengetahuan melalui tujuan dan niat yang baik semata bagi Allah. Sedangkan adab ma’rifat disertai izin, perintah, ucapan dan isyarat yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala. Isyarat di sini, merupakan pemahaman dari Allah terhadap hamba-Nya melalui cahaya keindahan-Nya dan keagungan-Nya.

Oh Tuhan, dunia ini hina, hinalah orang yang berkubang di dalamnya, kecuali dzikrullah. Sedangkan akhirat itu mulia, dan mulia pula orang yang ada di dalamnya. Engkaulah yang menghinakan kehinaan dan memuliakan kemuliaan. Lalu mana bisa mulia orang yang memburu selain Diri-Mu? Bagaimana bisa zuhud orang yang memilih dunia bersama-Mu? Maka benarkanlah secara hakiki diriku dengan hakikat zuhud sehingga aku tidak membutuhkan lagi mencari selain Diri-Mu, dan kokohkan dengan hakikat ma’rifat sehingga aku tidak butuh mencari-Mu lagi.

Oh, Ilahi, bagaimana orang yang mencari-Mu bisa sampai kepada-Mu, atau bagaimana orang yang lari dari-Mu bisa kehilangan Diri-Mu? Maka carilah aku dengan kasih sayang-Mu, dan jangan engkau cari diriku dengan siksa-Mu wahai Yang Maha Pengasih, wahai Yang Maha Menyiksa.
“Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Tak ada masalah besar bagi kami, kecuali dua hal ini: cinta dunia secara berlebihan dan rela menduduki kebodohan.

Sebab, cinta dunia itu tonggak dari segala dosa besar, sedang menempati kebodohan adalah tonggak segala kedurhakaan. Sungguh Allah memperkaya dirimu jauh dari dunia, lebih baik dibanding Allah memperkaya dirimu dengan dunia. Maka demi Allah tak seorang pun bisa kaya dengan dunia, sebab bagaimana bisa kaya dengan dunia, sementara firman-Nya: “Katakanlah, sesungguhnya harta dunia itu amat sedikit.”
Ada seseorang datang kepadaku, ketika aku ada dalam gua di Maroko. Lalu ia berkata padaku, “Engkau punya keahlian di bidang ilmu kimia, ajarilah aku.” Kukatakan padanya, “Baik aku akan mengajarimu tentang kimia, namun aku tidak memperdayaimu dari ilmu kimia itu satu huruf pun, seandainya engkau menerima, dan aku lihat engkau tidak akan menerima…?” Orang itu menjawab, “Hai, demi Allah aku pasti menerima.” Lalu kukatakan, “Gugurkanlah makhluk dari hatimu, dan putuskanlah keinginan agar Tuhanmu memberikan sesuatu yang selain apa yang telah diberikan padamu dari Tuhanmu.” Orang itu menegaskan, “Sungguh, aku tidak mampu menjalankan ini!”. Lalu kukatakan padanya, “Bukankah sudah kukatakan padamu, kalau engkau tidak akan menerima. Kalau begitu pergilah.”

Ada empat perkara, jadilah dirimu bersamanya, dan masuklah kapan saja engkau mau.
1. Janganlah engkau mengangkat pemimpin yang kafir
2. Janganlah memandang orang mukmin sebagai musuh
3. Jauhkanlah hatimu dari dunia dan bersiaplah menyongsong kematian
4. Bersaksilah bagi Allah dengan Keesaan-Nya, dan bersaksilah bagi Rasul dengan risalahnya.

Lalu amalkanlah. Ucapkan: “Aku beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,

Rasul-rasul-Nya, seluruh takdir-Nya, dan seluruh kalimat-kalimat yang bercabang-cabang dari Kalimat-Nya (Kami tidak membedakan antara seseorang dari para Rasul-Nya) dan kami katakan sebagaimana mereka katakan, (kami mendengar dan kami patuh, hanya ampunan-Mu wahai Tuhan kami, dan kepada-Mulah tempat kembali).”
Siapa pun yang berpijak pada empat hal tersebut, Allah akan menjamin empat hal di dunia dan empat hal di akhirat.

Di dunia:
1. Benar dalam bicara;
2. Ikhlas dalam beramal;
3. Rizki seperti hujan dan
4. Terjaga dari keburukan.

Sedangkan di akhirat mendapatkan:
1. Ampunan agung;
2. Kedekatan yang sangat (kepada Allah);
3. Masuk ke dalam syurga yang luhur dan
4. Mendapatkan derajat tinggi.

Kemudian mendapatkan empat hal pula dalam agama:
1. Masuk ke dalam Allah;
2. Bermajlis bersama-Nya;
3. Mendapat Salam dari Allah dan,
4. Meraih keridhaan Allah yang besar.

Apabila engkau ingin benar dalam ucapan, maka resapkanlah dalam dirimu dengan membaca: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an di malam qadar (lailatul qadr)”.Apabila engkau ingin ikhlas beramal, resapkan dalam dirimu dengan membaca: “Katakanlah: Allah itu Esa”

Apabila engkau ingin luas dalam riziki, resapkankan dalam dirimu dengan membaca:
“Katakanlah: Aku berlindung pada Tuhannya manusia.”
Aku pernah melihat Rasulullah saw. bersabda: “Ada empat perkara yang tak bisa dipahami sama sekali, sedikit ataupun banyak: Cinta dunia; alpa akhirat; takut miskin dan takut manusia.”
“Seburuk-buruk manusia adalah orang yang bakhil dengan dunianya terhadap orang yang berhak, maka bagaimana dengan orang yang bakhil dengan dunia terhadap yang memiliki dunia (Allah).

Aku melihat seakan-akan diriku berada di tempat yang tinggi. Lalu aku bermunajat: “Ilahi, manakah kondisi ruhani yang paling engkau cintai dan ucapan manakah yang paling benar menurut-Mu? Amal manakah yang paling bisa menunjukkan kecintaan pada-Mu? Tolonglah aku dan tunjukkanlah diriku. Maka dikatakan padaku: “Kondisi ruhani paling Kucintai adalah ridha disertai musyahadah; sedangkan ucapan paling benar menurut-Ku adalah ucapan, Laa ilaaha illallah secara jernih. Sementara amal yang paling bisa menunjukkan kecintaan-Ku adalah membenci dunia dan putus asa terhadap ahli dunia, disertai keselarasan dengan-Ku.”

Lepaskanlah dirimu dari berlebihan terhadap cinta dunia, tinggakanlah untuk terus menerus bermaksiat, langgengkanlah pada masalah rahmat laduniyah (dari sisi Allah), dan mohonlah pertolongan melalui rahmat itu pada segala tindakan, serta janganlah hatimu bergantung dengan sesuatu, maka engkau termasuk orang-orang yang sangat mendalam (dan benar) dalam ilmu, dimana rahasia batin dan ilmu tidak pernah hilang.

Apabila muncul gangguan hatimu berupa bisikan maksiat dan dunia, lemparkanlah bisikan itu di bawah dua telapak kakimu sebagai sesuatu yang hina, sekaligus sebagai refleksi zuhud, lalu penuhilah hatimu dengan ilmu dan petunjuk. Janganlah engkau menunda-nunda, yang bisa membuatmu tenggelam dalam kegelapannya dan anggota badanmu terlepas di sana, lalu engkau harus memeluknya, baik melalui hasrat, fikiran, kehendak dan gerakan.
Kala itu, lubuk hati menjadi terombang-ambing, dan seorang hamba “bagaikan telah disesatkan oleh syetan di pesawangan yang menakutkan dalam keadaan bingung, dia mempunyai sahabat-sahabat yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): “Marilah ikuti kami,” katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk.” Sedangkan petunjuk itu tidak akan pernah ada kecuali pada orang yang bertaqwa; tiada orang yang bertaqwa kecuali orang itu kontra terhadap dunia. Tiada orang yang kontra terhadap dunia kecuali orang yang menghina dirinya. Tidak ada orang yang menghina dirinya kecuali orang yang tahu akan dirinya. Tidak pula tahu orang yang tahu akan dirinya kecuali orang yang tahu Allah. Tidak ada yang mengenal Allah kecuali orang yang mencintai-Nya, dan tidak ada orang yang mencintai-Nya kecuali orang yang telah dipilih dan dikasihi Allah, dan antara dirinya terhalang dari hawwa dan nafsunya. Ucapkanlah:
“Ya Allah, wahai Yang Maha Kuasa, wahai Yang Maha Menghendaki, wahai Yang Maha Perkasa, wahai Yang Maha Bijaksana, wahai Yang Maha Terpuji, wahai Tuhan, wahai Sang Raja, wahai Yang Ada, wahai Yang Memberi Petunjuk, wahai Yang Maha Memberi nikmat. Limpahkanlah kepadaku rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Memberi Anugerah, dan Engkau memberi nikmat pada hamba-Mu dengan nikmat agama dan nikmat hidayah, “menuju jalan yang lurus, jalan Allah yang Dia pemilik apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah hanya kepada Allahlah segala urusan kembali,” melalui kemuliaan Nama Agung ini. Amin.”
Apabila engkau berhadapan dengan suatu yang menjadi bagian dari dunia maka bacalah:
“Wahai Yang Maha Kuat, wahai Yang Maha Perkasa, wahai Yang Maha Mengetahui, wahai Yang Maha Kuasa, wahai Yang Maha Mendengar, wahai Yang Maha Melihat.”

Manakala tambahan bekal tiba, berupa bekal dunia maupun akhirat, maka bacalah:
“Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan mememberikan kepada kami dari karunia keutamaan-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah.” (Q.s. at-Taubah: 59)
Wahai orang yang berhasrat pada jalan selamat-Nya yang beruntung menuju hadirat Kehidupan-Nya, jauhilah memperbanyak diri atas apa yang diwenangkan Allah kepadamu. Tinggalkan apa yang tidak masuk di bawah ilmumu dari apa yang telah dihalalkan oleh Allah bagimu. Bergegaslah menuju kewajiban-kewajibanmu, dan tinggalkan kesibukan manusia pada umumnya untuk menjaga batinmu. Maka dalam hal meninggalkan memperbanyak diri, merupakan zuhud, dan meninggalkan hal-hal yang tidak termasuk dalam ilmumu adalah wara’. Renungkan sabda Rasulullah saw. “Kebaikan adalah yang menentramkan jiwa dan menentramkan qalbu. Sedangkan dosa adalah sesuatu yang merajut-rajut dalam jiwa dan membawa keraguan dalam dada, walaupun manusia lain telah menasehatimu dengan yang selain dosa itu.” Maka fahamilah.

Sibuk menjaga rahasia batin berarti menghormati hakikat-hakikat keimanan. Jika engkau seorang pedagang yang jeli, maka tinggalkanlah kemauanmu untuk pasrah pada Kehendak-Nya, disertai ridha pada seluruh aturan-Nya. “Dan siapakah yang lebih baik daripada Allah sebagai hukum bagi orang-orang yang yakin?” Hadis ini cukup bagimu, “Dunia itu haramnya adalah siksa, dan halalnya adalah hisab.”

Dunia yang tak ada hisab kelak di akhirat dan tak ada hijab ketika di dunia, adalah dunia yang bagi pemiliknya tidak mengandung hasrat kehendak sebelum adanya dunia itu, dan tidak pula mengandung hasrat ketika dunia menyertainya, tidak pula kecewa ketika dunia hilang dari sisinya. Sedangkan kebebasan mulia hanya bagi orang yang meraih dunia secara berhadapan, tanpa sedikit pun pengaruh yang memperdayai hatinya (karena dunia itu).

Aku pernah bermimpi melihat Abu Bakr ash-Shiddiq, lalu beliau berkata padaku, “Tahukah engkau apa tanda keluarnya cinta duniawi dari dalam kalbu?” Aku bertanya, “Apa itu?” Beliau menjawab, “Meninggalkannya ketika ada, dan merasa ringan ketika dunia tak ada.”

KEBAHAGIAAN ITU APA ?


“We all want to be happy but the problem has always been that you can’t measure happiness.” (Amasufi, 2009)

“Berzikirlah kamu kepada Allah yang banyak, supaya kamu bahagia” (QS 8:45)

Dalam perjalanan kehidupanku sudah lama saya memikirkan persoalan kebahagiaan, saya tidak tahu kapan, sampai seorang sahabatku mengajakku mendiskusikan sebuah buku “Secrets of Happiness”, cara meraih kebahagiaan. Saya ingin belajar dan mengetahui tentang kebahagiaan serta akhirnya ingin menyebarkan resep-resep kebahagiaan ini pada saudara saya lain, sekalian buat pelatihannya (hehehehe), bukankah Imam Ali pernah berkata, “Sesuatu yang jika dibagikan akan bertambah, itulah kebahagiaan!”

Nasrin

Saya lebih menyukai jika tulisan sederhana ini dimulai dengan pembicaraan tentang kebahagiaan dari pandangan para filsuf, pemikir kehidupan. Aristoteles, murid Plato yang murid Socrates. Aristoteles, filsuf besar “inteleknya Akademi Plato” menyebutkan syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh kebahagiaan yang berlangsung lama:good birth, good health, good look, good luck, good reputation, good friend, good money dan goodness.

Bersama para filsuf lainnya Aristoteles ingin menjawab pertanyaan: Apa yang membuat hidup manusia itu layak kita jalani? Apa yang harus kita lakukan supaya kita bukan hanya sekedar hidup tetapi hidup yang baik?

Hidup yang baik kata Aristoteles, adalah hidup yang bahagia. Jadi baik adalah bahagia! Para muridnya kemudian menafsirkan “baik” dalam beragam ke”baik”an. Ada banyak baik di dunia ini, keturunan baik, kesehatan baik, wajah baik, kekayaan . “Tidak ada orang yang berwajah buruk hidup bahagia” katanya. Ketika ditanya mana yang lebih baik menjadi bijak (seperti filsuf) atau orang kaya. “Orang kaya, karena kita melihat orang bijak menghabiskan waktunya di depan pintu orang kaya!” Ehem… hehehe.

Menurut Aristoteles hidup yang bahagia adalah hidup yang sempurna karena memiliki semua hal yang baik seperti kesehatan, kekayaan, persahabatan, pengetahuaan, kebajikan dan kemuliaan. Hal-hal yang baik itu adalah komponen kebahagiaan. Semuanya kita cari untuk mencapai kebahagiaan .

Kalau Anda ditanya. Mengapa ingin sehat? Anda mungkin menjawab: Aku ingin bekerja dengan baik. Mengapa Anda ingin bekerja dengan baik? Karena aku ingin memperoleh penghasilan yang baik. Mengapa ingin penghasilan yang baik? Karena aku ingin punya rumah dan keluarga baik. Kenapa ingin punya rumah dan keluarga yang baik? Karena Aku ingin bahagia. Kenapa Anda ingin bahagia? Karena aku….. ingin bahagia.!

Itu berarti kebahagiaan adalah keinginan kita terakhir. Kebaikan lainnya kita kejar demi meraih kebahagiaan. Masih menurut Aristoteles, kebahagiaan harus kita raih seumur hidup.

Kalau anda ditanya apakah anda bahagia? Anda mungkin akan menjawab tidak selalu, bergantung kepada situasi dan kondisi kita. Ketika kita sedang kita merasa bahagia, ketika sedang mendapat musibah, bagaimana mungkin kita merasa bahagia?

Aristoteles juga mengecam orang yang mengambil pilihan pada kesenangan jasmaniah yang mengorbankan kebahagiaan. Kesenangan jasmaniah sebentar tetapi penderitaan yang diakibatkannya bisa berkepanjangan. Kebahagiaan datang hanya kalau jiwa ini dinikmati dalam mencari kebenaran. Tapi, bukankah kesenangan jiwa terlalu abstrak? kata kaum hedonis.

Dipinggir jalan di Athena, pada suatu hari Antisthenes yang mendengar fatwa gurunya dengan sepenuh hati dengan keyakinan kita hanya bisa hidup bahagia dengan hidup sederhana. Kita harus meninggalkan kesenangan jasmaniah. Pernah suatu ketika ia datang ke majelis Socrates dengan pakaian compang-camping. Seperti mengkritik orang yang sok sufi, Socrates menyindir Antisthenes:”Aku dapat melihat kesombongannmu, Antisthenes ,… lewat lubang-lubang bajumu..” Kelak ia mencoba mencapai kebahagiaan dengan membebaskan jiwa dari keterikatan pada “daging”. Ia mengajar tanpa meminta upah dan lebih suka memilih muridnya dari kalangan miskin. Ia berkata, “Aku tidak memiliki agar aku tidak dimiliki.” Inilah kata kunci dari filsafat Cynis, Sinisme.

“Aku memiliki, tetapi aku tidak dimiliki,” kata Aristippus, murid Socrates yang lain. Kalau memiliki sesuatu dapat mendatangkan kesenangan, mengapa harus merendahkannya? Tetapi kesenangan harus kita kendalikan secara rasional. Kita tidak boleh menjadi budak kesenangan. Kita bisa hidup mewah pada situasi yang relevan; tetapi bisa juga menerima kemiskinan pada situasi yang lain. Kebahagiaan kita tidak boleh ditentukan oleh pemilikan kekayaan. Ia punya wanita simpanan yang dibayarnya sangat mahal, namanya Lais. Ia menyimpulkan filsafatnya dengan kalimat,”Lais kepunyaanku, tetapi aku bukan kepunyaan Lais.” Aristippus kemudian mendirikan mazhab filsafat yang menyatakan bahwa kebahagiaan adalah tujuan akhir dan universal dari segala perbuatan manusia. Kebahagiaan dapat dicapai dengan menghasilkan perasaan senang dan menghindari penderitaan. Manusia baik ialah manusia yang memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan penderitaan.

ONELima belas tahun setelah kematian Aristippus, di bagian Yunani yang lain, Samos, lahir Epicurus, orang yang ditakdirkan Tuhan melanjutkan dan menyempurnakan hedonismenya Aristippus. Tujuan hidup kata Epicurus ialah kebahagiaan personal yang berupa kesenangan jasmaniah semata. Kesenangan itulah yang bisa dicapai dalam kehidupan kita. Pada pintu ke Taman Epicurus, ada tulisan yang menarik: “Para tamu, Anda akan bahagia disini, karena hanya disini kebahagiaan dianggap sebagai kebaikan tertinggi “. Tidak mungkin hidup senang tanpa menjalankan kehidupan yang bijaksana, mulia dan adil, serta tidak mungkin hidup bijaksana, mulia dan adil tanpa hidup senang.

Lalu bagaimana pendapat murid Socrates yang lain? Apa pandangan agama-agama tentang kebahagiaan dan bagaimana kitab suci menggambarkan tentang hidup bahagia? Apakah para Nabi juga berbicara dan memilih menjalani kehidupan bahagia? Apakah hidup bahagia bisa dipilih? Bagaimana cara mengukur kebahagiaan, apa yang menghalangi dan menghancurkan kebahagiaan Anda? Adakah jebakan-jebakan kebahagiaan? Bagaimana membahagiakan diri dan keluarga Anda!

Sedekah Setengah Buah Delima


Dikisahkan oleh Ka’ab bin Akhbar. Ketika Fathimah, Putri Rasulullah saw, sekaligus istri Ali bin Abi Thalib r.a sakit, ia ditanya oleh suaminya, ” wahai Fathimah, engkau ingin buah apa?”

“Aku ingin buah delima”, jawabnya.

Ali r.a terdiam sejenak, sebab ia merasa tidak memiliki uagn sepeserpun. Namun, ia segera berangkat, berusaha mencari pinjaman uang satu dirham. Setelah mendapatkan pinjaman, ia pergi kepasar untuk membeli buah delima dan segera kembali pulang.

Ditengah perjalanan menuju rumahnya, ia melihat seseorang yang tergeletak sakit dipinggir jalan, maka Ali pun berhenti dan menghampirinya. “Hai orang tua, apa yang diinginkan hatimu?” tanya Ali.

“Wahai Ali, sudah lima hari aku tergeletak sakit ditempat ini, banyak orang yang berlalu lalang, namun tak ada satu pun dari mereka yang mau peduli kepada ku, padahali hatiku ingin sekali makan buah delima.” Jawab orang sakit tersebut.

Mendengar jawabannya, Ali pun terdiam sebentar, sambil berkata dalam hati, “Buah delima yang hanya sebiji ini, sengaja aku beli untuk istriku, kalau aku berikan kepada orang ini, pasti Fathimah akan sedih sekali, Namun jika tidak aku berikan berarti aku tidak menepati firman Allah, *”Terhadap sipengemis, Engkau janganlah menghardiknya.” *(QS. Al-Dhuha : 10). Juga sabda Nabi saw, ” janganlah sekali-kali kamu menolak pengemis, sekalipun diatas kendaraan”.

Kemudian Ali membelah buah delima itu menjadi dua bagian, setengahnya lagi untuk fathimah. Sesampai dirumah ia menceritakan peristiwa itu kepada istrinya, dan Fathimah merangkulnya serta mendekapnya seraya berkata kepada suaminya, ” Kenapa kamu sedih, demi Allah yang maha Perkasa dan Maha Agung,
ketika engkau memberikan buah delima kepada orang tua itu, maka puaslah hatiku dan lenyaplah keinginanku pada buah delima itu.” Dengan wajah yang cerah Ali merasa sangat gembira dengan penuturan istrinya.

Tidak lama kemudian datanglah seorang tamu yang mengetuk pintu, lalu Ali berkata, “Siapakah tuan?””Aku Salman al-Farisi,” Jawab orang yang menetuk pintu itu. Setelah pintu dibuka, Ali melihat Salman membawa sebuah nampan tertutup, dan diletakkkan didepan Ali, lalu Ail bertanya,” Dari manakah nampan ini wahai Salman ?”.

“Dari Allah swt untukmu melalui perantaraan Rasulullah saw.” Jawabnya.

Setelah penutup nampan tersebut dibuka, terlihat didalamnya sembilan biji delima, tetapi Ali langsung memprotes, Katanya, ” Hai Salman, jika ini memang untukku, Pasti jumlahnya sepuluh.” Lalu ia membacakan firman Allah swt, *”Barang siapa berbuat satu amal kebaikan, maka pasti baginya sepuluh kali lipat amalnya (Balasannya).”* (QS.Al-An’am ; 160 )

Salman pun langsung tertawa, sambil mengembalikan sebuah delima yang masih ditangannya, seraya berkata, “Wahai Ali, demi Allah, sandiwaraku ini hanya sekadar menguji sejauh mana keyakinanmu terhadap firman Allah yang Engkau bacakan tadi.”

Sufi: Raja Sejati


DzikirSalah seorang “bintang” sufi terbesar dalam sejarah bernama Abu Ali Al-Fudhail bin ‘Iyadh. Ia lebih terkenal dengan nama Fudhail . Fudhail semula adalah seorang perampok yang merampas harta orang-orang di pertengahan jalan. Ia seorang highway man yang merampok pejalan yang sedang berdagang antara Merf dan Baward. Yang menarik dari Fudhail ialah bahwa di tengah kejahatan yang ia lakukan, ia lebih memilih untuk merampas harta benda orang yang kaya. Ia tak pernah mengambil harta benda orang yang miskin. Ia juga sering membagikan kekayaan yang dirampoknya untuk membantu orang miskin. Fudhail bin ‘Iyadh adalah sejenis Robin Hood di masa lalu.

Pada suatu saat, Fudhail mencegat satu rombongan orang. Salah seorang yang dihadangnya kebetulan seorang pembaca Al-Quran dan ia sedang membaca ayat: Apa belum datang masanya bagi orang yang beriman agar hati mereka takut kepada Tuhan? (QS. ) Hati Fudhail menjadi lembut. Dia tinggalkan pekerjaan yang selama ini ia geluti. Ia kembalikan barang-barang yang pernah dirampoknya kepada orang-orang yang masih dia kenali. Kemudian Fudhail berguru kepada Imam Abu Hanifah untuk belajar hadis, ulumul Quran, dan fiqih. Kelak, dia pun dikenal sebagai salah seorang perawi hadis di dalam Shahih Bukhari. Dalam fiqih, dia mengikuti mazhab Abu Hanifah. Dan dalam tasawuf, dia mengikuti tradisi para sufi sebelumnya.

Yang akan saya ceritakan pada tulisan ini adalah pertemuan Fudhail dengan penguasa saat itu, Harun Al-Rasyid. Fadhl bin Rabi’ mengisahkannya untuk kita: Aku menyertai Harun Al-Rasyid ke Mekkah. Setelah kami melaksanakan ibadah haji, Harun berkata kepadaku, “Ya Fadhl, apakah di sini ada hamba Allah yang bisa aku kunjungi?” Aku menjawab, “Ya. Namanya Abdul Razak Al-Shan’ani.” Kami pergi ke rumahnya dan berbincang sebentar lalu kami pamit. Harun menyuruhku bertanya kepadanya apakah ia punya utang-utang. Ia menjawab, “Ya.” Dan Harun memerintahkan agar utang-utang itu dibayar. Setelah berada di luar, Harun, sang khalifah, berkata kepadaku, “Fadhl, aku masih ingin bertemu orang yang lebih besar daripada orang ini.” Lalu ia mengajakku menemui Sufyan bin Uyainah. Pertemuannya berakhir sama seperti peristiwa sebelumnya.

Harun berkata, “Aku ingat bahwa Fudhail bin ‘Iyadh ada di sini. Marilah kita pergi menemuinya.” Kami pun menjumpainya di kamar atas sedang membaca ayat suci Al-Quran. Ketika kami mengetuk pintunya, dia bertanya, “Siapakah itu?” Aku menjawab, “Amîrul Mukminîn.” Fudhail kembali bertanya, “Apa hubungannya aku dengan Amîrul Mukminîn?” Aku berkata, “Bukankah ada hadis Rasulullah saw yang mengatakan bahwa orang tak boleh menghinakan dirinya dengan ibadah kepada Tuhan?” Fudhail menjawab, “Tetapi kepasrahan kepada kehendak Tuhan adalah kemuliaan abadi dalam pandangan kaum sufi. Engkau melihat kerendahan diriku namun aku meihat kemuliaanku.”

Kemudian dia turun dan membuka pintu sambil mematikan lampu. Dia berdiri di sebuah sudut. Harun Al-Rasyid, sang khalifah, masuk dan berusaha mencari Fudhail bin ‘Iyadh di kegelapan. Tangan mereka saling bersentuhan. Fudhail berteriak seperti tangannya terbakar api, “Aduh, tak pernah kurasakan tangan sehalus ini! Alangkah baiknya jika tangan ini selamat dari azab Tuhan.” Harun mulai meneteskan air mata. Ia menangis terisak-isak. Ketika sudah tenang kembali, Harun berkata, “Wahai Fudhail , berilah aku nasihat.” Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Ya Amîral Mukminîn, datukmu Abbas adalah paman Nabi Muhammad saw. Dahulu Abbas datang kepada Nabi meminta agar diberi kekuasaan atas umat manusia. Nabi menjawab, “Wahai pamanku, aku akan memberimu kekuasaan selama satu masa atas dirimu sendiri. Yaitu pada masa ketaatanmu kepada Tuhan. Masa ketaatanmu kepada Tuhan lebih baik daripada seribu tahun ketaatan orang kepadamu. Karena kekuasaan itu akan membawa penyesalan di hari kiamat.”

Harun Al-Rasyid berkata, “Nasihati aku lagi.” Fudhail meneruskan, “Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, dia memanggil Salim bin ‘Abdillah, Raja’ bin Hayadh, dan Muhammad bin Ka’ab Al-Kurazi. Umar berkata kepada mereka, ‘Kekhalifahan ini sebuah kesulitan. Apa yang harus kulakukan dalam kesulitan ini?’ Salah satu di antara mereka menjawab, ‘Jika engkau hendak diselamatkan kelak dari hukuman Tuhan, ketika engkau memegang kekuasaan, pandanglah orang muslim yang lebih tua darimu sebagai ayahmu; pemudanya sebagai saudaramu; dan anak-anaknya sebagai anak-anakmu juga. Seluruh kawasan Islam ini jadikan sebagai rumahmu dan seluruh penduduknya sebagai keluargamu. Kunjungilah bapakmu, hormati saudaramu, serta sayangi anak-anakmu.’” Lalu Fudhail berkata, “Wahai Amîral Mukminîn, aku khawatir kalau wajahmu yang tampan ini akan membawamu ke dalam api neraka. Bertakwalah kepada Tuhan dan laksanakan kewajiban-kewajibanmu kepada-Nya lebih baik dari ini.”

Harun Al-Rasyid bertanya kepada Fudhail apakah dia mempunyai utang. Fudhail menjawab, “Iya. Utang kepada Tuhan. Celakalah aku karena seringkali dia memanggilku untuk mempertanggungjawabkannya.” Harun berkata, “Fudhail, aku berbicara tentang utang-utang kepada manusia.” Fudhail berkata, “Segala puji bagi Allah. Kemurahan-Nya kepadaku sungguh besar dan aku tidak punya alasan untuk mengeluhkan tentang kesulitan hidupku kepada hamba-hamba-Nya.”

Harun menghadiahkan kepadanya sekantong uang sejumlah seribu dinar seraya berkata, “Gunakanlah uang ini untuk keperluanmu.” Fudhail menjawab, “YaAmîral Mukminîn, nasihatku ternyata tidak memberikan kebaikan kepadamu. Di sini engkau bertindak salah dan tidak adil.” “Mengapa demikian?” tanya Harun. “Aku inginkan engkau selamat. Namun kau campakkan aku ke dalam siksa neraka,” jawab Fudhail , “bukankah ini tidak adil?”

Lalu kami meninggalkannya dengan linangan air mata dan Harun berkata kepadaku, “Wahai Fadhl, Fudhail adalah seorang raja yang sejati…”

Kisah ini mengajarkan kepada kita bagaimana seorang sufi memberikan nasihat kepada para penguasa sekaligus menghapuskan gambaran bahwa seorang sufi adalah seseorang yang meninggalkan segala kegiatan dan menyembunyikan dirinya di sudut masjid atau gua di tengah hutan. Seorang sufi adalah seorang yang terus menerus berjuang menegakkan keadilan, amar ma’ruf nahi munkar.

Yang membedakan seorang sufi dari seorang moralis yang lain adalah: dia menyampaikan seluruh nasihat kepada penguasa dengan ketulusan hatinya; dengan keinginan untuk menyelamatkan sang penguasa itu dari bencana, baik di dunia maupun di hari akhirat.

Cinta Kaum Sufi


Cinta TersembunyiKetika Ibn ‘Arabi, sufi besar ditanya “Apa agama Anda?”, diapun menjawab dengan penuh keyakinan, “Agama dan keimananku adalah Cinta”. Ketika ditanya apa itu “Cinta”, “..mungkin hanya selain pecinta sejati yang berani menjawabnya…” jawabnya ‘lirih”, lalu diapun berdendang ;

“Jika seorang mengaku bisa mendefinisikan cinta, jelaslah, ia masih belum mengenalnya.
Siapa pun mendefinisikan cinta, pasti belum mengenalnya.
Siapa pun belum pernah merasakan seteguk saja air cinta, belum pernah mengenalnya.
Siapa pun yang merasa kenyang karena meneggak air cinta, maka ia hanyalah orang yang menghibur diri.
Ketahuilah, cinta adalah minuman yang tak pernah memuaskan pecandunya.”

“Cinta”, sebuah sebutan yang selalu terus abadi sepanjang sejarah. Tidak hanya paling banyak dibicarakan tetapi juga beragam tulisan, diskusi, disyairkan, didramakan dan sekaligus difilemkan. Cobalah melayari samudra, menempuh rimba dan menembus cakrawala, kita akan temukan pustaka dunia dipenuhi ribuan buku tentang cinta, klasik hingga kontemporer, mulai dari tema-tema aksiologi Yunani, karya-karya klasik para spiritualis hingga novel-novel ternama dunia, seperti Romeo and Juliet – Shakepare, The House of The Spirit dan Dracula-nya Bram Stokers.

Seorang teman (yang nge-ustadz/filsuf) pernah berusaha menjelaskan hakikat cinta dengan cara sederhana membaginya menjadi dua; cinta ilahi dan cinta insani.
Dalam setiap hembusan nafas kita, dalam setiap sel darah kita, dalam setiap unsur-unsur yang terkandung dalam butiran tanah, terdapat cinta Ilahi yang acapakali tidak kita sadari. Dengan rahman-Nya, Allah SWT telah menampakkan indahnya pelangi lewat kedua mata kita; dengan kasihNya yang tiada batas, memperdengarkan merdunya gemercik air. Cinta kedua adalah cinta insani. Pada dasarnya, cinta ini juga timbul dari cinta Ilahi. Cinta laksana wujud, bahkan ia adalah wujud itu sendiri. Ia sangat terlihat gamblang, meski hakikatnya tersimpan di balik tirai misteri.

Tersembunyikan cinta? Lalu mengapa cinta begitu misterius? Cinta bukanlah esensi dan kategori yang dapat diuraikan sebagai produk dari komposisi genus dan diferensia. Ia adalah frase hanya bisa diperlakukan sebagai sebuah terma ontologis dan eksistensial. Cinta hanya dapat dihayati, namun tak dapat disifati. Setiap orang mampu merasakan cinta, namun mustahil mensifati atau mendefinisikannya. (Aaaaach puching…kata temanku yg males mikir..!)

Lalu bagaimanakah para sufi memandang “cinta”? Kaum sufi membaginya menjadi dua; cinta natural dan cinta mistikal.
Cinta natural adalah cinta bersyarat, seperti cinta kita pada seorang sahabat karena ia bersikap baik terhadap kita. Sedang cinta mistikal tidak bersyarat. Ia cukup mencintai tapi tak butuh dicinta. Cinta ini laksana cinta ibu yang rela tidak tidur semalaman demi menemani anaknya yang sakit. Seorang ibu tak butuh balasan apakah kelak si anak membalas jerih payahnya atau tidak.

Kata Ibn al-Qayyim, “Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas. Cinta adalah cinta itu sendiri.” Bukankah memperjelaskan suatu yang sangat jelas berarti mengaburkannya. Seorang penyair berpuisi:

Setiap perkataanku bicara tentang cinta
Tatkala mendatanginya, daku tersipu malu
Bahasa mulut memang bisa menerangkan
Tapi cinta lebih terang tanpa kata-kata

Para sufi menganggap Allah SWT sebagai kekasih hakiki para pecinta sejati, kekasih-kekasih selain-Nya adalah jelmaan dari tajali-Nya. Cinta kepada tajalli-Nya dianggapnya sebagai cinta majazi yang secara vertikal menuju cinta sejatinya, yaitu Allah Swt. Para sufi percaya bahwa pada hakekatnya tidak ada suatu apapun kecuali eksistensi-Nya yang maha Esa. Semua makhluk adalah huruf-huruf yang terangkai indah dalam lembar wujud-Nya. Tintanya adalah cinta.

Cinta hanya bisa dipahami lewat pengalaman personal. Namun hakikatnya mustahil direngkuh hanya dengan sekali percobaan. Manusia tak mungkin mengarungi dan menggapai cinta sejati, karena cinta merupakan jalan tak berujung. Cinta tak pernah memuaskan pencandu yang selalu dicekik dahaga.

Besarkah pengaruh cinta? Demi cinta, subjek rela meniadakan dirinya sembari menganggapnya sebagai puncak kesempurnaannya. Laron yang mati akibat tersengat api lampu yang dipujanya. Semut ternggelam dan terbenam dalam gula yang dicintainya. Bagi sebagian orang, cinta lebih dari sekedar bernyawa. Karena itulah, mereka mengutamakannya atas kehidupan. (Wooow…getoo lo!)

Ironis, insan-insan modern kini mencari cinta (baca: cinta ragawi). Demi itu, mereka memburu alat-alat kecantikan, menghamburkan uang demi mempermak hidung dan dagu atau dada, merawat kuku bahkan (maaf) merias kemaluan, mengukir tatoo, mendatangi butik-butik fashion, mengubah gaya bicara dengan ‘indolish’ dan menata bahasa tubuh. Inilah imagologi cinta yang justru mengamputasi cinta.

“TANDA-TANDA”


1. Apa tanda-tanda orang alim?

Imam ‘Ali as berkata : “Ilmu dibarengi dengan murah hati dan banyak diam.”(Munsyah al-Murid, hal 114)

2. Apa tanda Allah SWT mengabulkan doa hamba-Nya?

Imam Shadiq as berkata : “Kalau kulitmu sudah merinding, air matamu menetes dan hatimu tersentuh, maka doa itu sungguh telah meraihmu.” (Al-Khisal, hal 82)

3. Apa tanda orang hasut (iri)?

Imam Shadiq as berkata : “Menggunjing dibelakangmu, menjilat dihadapanmu dan suka mengutuk.” (Al-Khisal, hal 121)

4. Apa tanda orang bodoh?

Imam Shadiq as berkata : “Menjawab sebelum mendengar, menyangkal sebelum paham dan menghukumi sebelum mengetahui.” (ad-Durrah al-Bahirah)

5. Apa tanda orang mukmin?

Imam Sajjad as berkata : “Menjauhi dunia saat menyendiri, bersedekah dan saat tidak berkecukupan, sabar dalam musibah, murah hati saat marah dan jujur saat takut.” (Al-Khisal, hal 269)

6. Apa tanda orang munafik?

Nabi SAWW bersabda : “Kalau dipercaya berkhianat, kalau berbicara suka bohong dan kalau berjanji tidak ditepati.” (Al-Kafi, jil 2, hal 290)

7. Apa tanda seorang mukmin saat akan meninggal?

Imam Baqir as berkata : “Sesungguhnya orang mukmin kalau ajalnya mendekat maka wajahnya akan lebih putih, lebih putih dari kulitnya, keningnya basah, mengalir dari ke 2 matanya semacam airmata. Itulah saat jiwanya keluar (dari tubuh).”

8. Apa tanda orang yang suka pamer (riya)?

Imam ‘Ali as berkata : “Giat di depan orang banyak, malas jika lagi sendirian dan sukia memuji segala urusannya.”

9. Apa tanda orang yang sesat?

Nabi SAWW bersabda : “Matanya cekung, hatinya keras, luarbiasa berambisi dalam mencari rezeki dan terus menerus berbuat dosa.” (Al-Khisal, hal 243)

10.Apa tanda ketuaan?

Imam Shadiq as berkata : “Penglihatan berkurang, punggung membungkuk dan kaki melemah.”…

“BAB DOA”

1. Dalam kondisi seperti apa sebuah doa bisa terkabul?

Imam ‘Ali as berkata : “Saat membaca Al-Qur’an, saat adzan berkumandang, saat datang pertolongan, saat bertemu dua pedang menuju kesyahidan dan saat seseorang yang teraniaya (mazhlam) bermunajat.” (Amali ash-Shadiq, hal 97, hadis 7dan hal 218 hadis 3)

2. Doa apakah yang menyeluruh?

Imam Shadiq as berkata : “Pujian kepada Allah (Alhamdulillah), sebab semua orang yang sedang shalat pasti akan mengatakan ‘Allah mendengar orang yang memuja-Nya (sami ‘Allahu liman hamidah)’.”(‘Uddat ad-Da’i, hal 245)

3. Apa senjata orang Mukmin?

Nabi SAWW bersabda : “Sesungguhnya doa adalah senjata orang beriman.” (Tsawab al-A’mal, hal 45, hadis 1)

4. Siapakah orang paling lemah?

Nabi SAWW bersabda : “Orang yang malas berdoa.” (Amali ath-Thusi, jil 1, hal 87)

5. Seorang Atheis bertanya : Dalam Al-Qur’an Allah berfiman ‘Mintalah kepada-Ku, maka pasti akan Aku kabulkan’. Tapi mengapa doa orang yang sangat membutuhkan atau doa orang yang sangat teraniaya dan memerlukan pertolongan mendesak seringkali tak terjawab?

Imam Shadiq as berkata : “Tiada seorang pun yang meminta kepada-Nya kecuali Allah SWT mengabulkannya atau menyingkirkan bencana tanpa sepengetahuan mahkluk-Nya atau menyimpankan untuknya ganjaran yang akan sangat dibutuhkannya suatu hari kelak.

Jika permintaan seorang hamba berakibat buruk untuknya, Allah akan menangguhkan pengabulannya. Seorang mukmin yang mengenal Allah kadang enggan meminta sesuatu yang dia tidak ketahui pasti kebaikan atau keburukan akibatnya. Sebab, bisa jadi seorang hamba meminta sesuatu yang dampaknya adalah kecelakaan tak berkesudahan seperti orang yang meminta hujan turun disaat hujan akan membawa petaka, karena sesungguhnya Dia lebih mengetahui bagaimana mengatur ciptaan-Nya. Banyak kondisi semacam ini, maka pahamilah.” (Al-Ihtijaj, jil 2 hal 87)

6. Ada 3 golongan yang doanya tak akan pernah dikabulkan. Siapa saja mereka?

Imam Shadiq as berkata : “Orang yang menginginkan rezeki namun hanya duduk dan meminta ‘Ya Allah berikanlah aku rezeki’. Maka Allah akan menajwab ‘Bukankah telah Kuberikan padamu jalan untuk mencarinya?’

Seorang suami yang istrinya berperangai buruk dan dia meminta ‘Ya Allah, lepaskanlah aku darinya’, Maka Allah akan menjawab ‘Bukankah telah Kujadikan urusannya berada di tanganmu (berupa perceraian)?’

Dan orang yang menitipkan uang kepada orang lain tanpa saksi, kemudian dia berdoa setelah terjadi perselisihan, maka Allah mengatakan ‘Aku telah mengingatkanmu tenatng persaksian tapi kau abaikan’.” (Kanz al-Karajki, jil 2, hal 198)

7. 4 golongan yang jika berdoa pintu langit akan terbuka dan takkan ditolak doanya, siapa mereka?

Nabi SAWW bersabda : “Doa seorang ayah untuk anaknya, doa orang yang teraniaya untuk yang menganiayanya, doa orang yang sedang berpergian hingga dia kembali dan doa orang yang berpuasa sampai dia berbuka (ifthar).” (Amali ash-Shaduq, hal 218, hadis 4)

Orang Asing & Miskin


Setelah menguburkan jenazah ayah mereka (Imam Ali bin Abi Thalib sa.) Imam Hasan dan Imam Husein sa, berserta orang-orang yang menyertainya kembali ke Kuffah. Ditengah perjalanan, mereka melihat pengemis tua dan buta sedang duduk ditengah bangunan yang hancur, ia terlihat dalam keadaan gelisah. Dia meletakkan batu bata dibawah kepalanya dan menangis. Lalu Imam Hasan dan Imam Husein bertanya, “ Siapa engkau dan mengapa gelisah dan merintih ? “

Si pengemis itu menjawab, “ Aku adalah orang asing dan miskin. Ditempat ini aku tak punya kawan dan tempat mencurahkan isi hati. Sudah setahun aku berada di kota ini. Dan setiap hari ada seorang yang baik hati kepadaku dan selalu menanyakan keadaanku, dia juga selalu membawakan makanan untukku. Sungguh…dia orang yang sangat baik hati. Tapi sudah tiga hari ini dia tidak datang padaku dan menanyakan keadaanku.”

Lalu Imam bertanya, “ Apakah engkau mengetahui namanya ?”

Pengemis : “ Tidak !”

Imam : “Apakah engkau tidak menanyakan namanya ?”

Pengemis : “ Aku sudah menanyakannya, tapi dia malah berkata, ‘Apa urusanmu dengan namaku. Aku mengurusmu hanya karena Allah semata.”

Imam berkata , “ Wahai Bapak(pengemis) Bagaimanakah rupa orang itu ?”

Pengemis : “ Aku orang buta, jadi aku tak tahu bagaimana rupanya..”

Imam bertanya, “ Apakah engkau punya petunjuk dari perkataan dan prilakunya ?”

Pengemis : “ Lisannya selalu berzikir kepada Allah. Ketika bertasbih dan bertahlil(membaca Laila haillah..) bumi dan zaman, pintu dan dinding, seirama dengan suaranya. Ketika duduk disampingku, dia selalu berkata, ‘orang miskin duduk dengan orang miskin, orang asing duduk bersama orang asing.”

Imam Hasan dan Imam Husein, Muhammad bin Hanafiah, dan Abdullah bin Ja’far mengenali orang baik hati itu. Mereka saling beratatapan dan berkata : “ Wahai Bapak(pengemis), semua tanda-tanda yang engkau sebutkan itu adalah tanda-tanda ayah kami, Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib”

Si pengemis itu berkata : “ Kalau begitu, mengapa sudah tiga hari ini dia tidak dating padaku ?”

Imam menjawab : “ Wahai bapak…seorang celaka telah memukul kepala beliau dengan pedang, dan beliaupun kini tengah bergegas menuju tempat abadi dan kami baru saja kembali dari penguburannya.”

Sesaat mengetahui kejadiannya, pengemis itu langsung berteriak dan merintih. Dia menjatuhkan dirinya ketanah dan menaburkan tanah keatas kepalanya. Lalu ia berkata , “ Apa kelayakan yang kumiliki sampai-sampai Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib sudi mengurusku ? mengapa beliau dibunuh ? Imam Hasan dan Imam Husein berusaha menenangkannya.

Lelaki (pengemis itu) merapatkan tubuhnya ketubuh Imam Hasan dan Imam Husein sambil berkata dan berharap “ Aku bersumpah demi kakek kalian dan ruh suci ayahanda kalian, bawalah aku kepusaranya “

Imam Hasan memegang tangan kanannya sementara Imam Husein tangan kirinya. Lalu keduanya membawanya kedekat kubur Imam Ali. Lelaki tua itu menjatuhkan tubuhnya diatas pusara Imam. Dalam keadaan menangis dan merintih ia berkata, “ Ya Allah ….. aku tak tahan berpisah dengan ayah yang berbaik hati ini, Dengan kebenaran penghuni liang kubur ini, cabutlah nyawaku.”.

Selang beberapa lama kemudian sipengemis menghembuskan nafasnya yang terakhir. Dimandikan, dikafani dan disalati oleh Imam Hasan dan Imam Husein, Dan dikuburkan disekitar taman suci itu.