Barang siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh dan janganlah dia mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah ke- pada Tuhannya. (QS. Al-Kahfi : 110).

Amal saleh itu adalah amalan-amalan yang baik yang dilakukan dengan di landasi karena iman kepada Allah, baik untuk pribadi, untuk masyarakat, sama ada untuk orang Islam maupun non islam. Ironisnya sekarang banyak terjadi orang beramal tidak saleh malah menyekutukan Allah dalam beribadahnya. Dalam beramal saleh ada yang masuk kategori hablum minallah , yaitu hubungan secara vertikal kepada Allah dan hablum-minannas, yaitu hubungan secara horizontal dengan sesama manusia yang tidak membedakan orang, suku, agama dan kepercayaannya, yang penting pekerjaan yang dilakukan itu baik menurut kacamata syariat islam, sebagaimana sudah termaktub dalam Qur’an dan Hadits. Rasulullah dalam sejarah hidupnya sudah memberi teladan dalam kaitan berhubungan baik dengan sesama manusia. Tidak hanya terhadap orang yang masih hidup , bahkan seorang Yahudi yang sudah meninggal melintas iring-iringannya di depan Rasulullah, beliau ikut berdiri tanda menghormatinya. Ketika hal itu di perjelas oleh sahabat bahwa rombongan jenazah yang baru melintas tersebut adalah mayat seorang Yahudi, Rasulullah dengan sederhana menyatakan “bukankah mereka juga makhluk ciptaan Allah”.

Untuk sampai kepada Allah kita dituntut melakukan yang terbaik apakah itu kepada lingkungan, manusia atau makhluk ciptaan Allah lainnya. Buatlah yang terbaik kepada diri kita sendiri, keluarga, jiran tetangga, kelompok kita atau kelompok lain di luar kelompok kita, orang islam dan bahkan kepada non Islam sekalipun. Karena orang yang beriman itu memahami bahwa buruk dan baik semua datangnya dari Allah SWT.

Ibadah adalah segala bentuk pengabdian atau penghambaan diri, dalam konteks ayat di atas yang dimaksudkan adalah pengabdian diri semata-mata kepada Al- lah SWT, tidak kepada selain-Nya. Segala bentuk kegiatan yang baik bisa bernilai ibadah bila di landasi dengan niat melakukannya semata-mata karena Allah. Bukan karena niat pamer (ria), bukan pula karena ingin menunjukkan kehebatan diri (sombong) supaya disebut-sebut lebih hebat dari yang lainnya.

Dalam hal ini kita sebagai manu- sia mestinya tetap menyadari bahwa kita adalah makhluk ciptaan Allah, di jadikan dengan tujuan yang sangat jelas, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Az-Zari- at: 56: “Tidak Kujadikan Jin dan Manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku”. Menurut ayat ini Jin dan Manusia yang tidak mau mengabdi kepada Allah SWT. Berarti lari dari maksud atau tujuan penciptaannya.

Untuk yang berharap ingin ber – temu dengan Allah menurut QS. Al- Kah : 110 di atas syaratnya tidak banyak, pertama: hendaklah beramal dengan amalan yang saleh dan kedua: jangan sekutukan Tuhan dalam beribadah dengan sesuatu yang lain. Syarat ini sangat sederhana dan mudah untuk di ingat dan dicerna, tetapi sangat sulit untuk dilakukan bagi yang tidak mau berjuang dengan penuh kesungguhan (mujahadhah) dan melatih dirinya (riyadhoh) secara berkesinambungan.

Kalau kita cerna secara akal sehat sangat logis mengapa Allah tidak mau disekutukan, terlebih ketika beribadah kepada-Nya? sederhananya saja, kita manusia baik laki-laki maupun perempuan hampir tidak ada yang mau di duakan. Coba kita tanyakan kepada muda-mudi yang ingin memilih pasangan hidupnya, jarang sekali yang mau diduakan. Kalaupun ada, mungkin karena tidak tahu atau sudah tidak bisa di hindarkan lagi, atau kemungkinan yang memang memiliki ke-imanan yang kuat kepada Allah dengan ber – pedoman kepada Qur’an dan Hadits.

Kita sadar betul tidak ada milik kita yang abadi di dunia ini, bahkan dikata orang milik kita yang ada sekarang ini, juga hakikatnya adalah kepunyaan Allah juga sesungguhnya. Ironisnya dalam kondisi seperti itupun kita sudah tidak terima kita di duakan. Oleh karena itu, benarlah Allah tidak mau disekutukan, Dia Pencipta dan pemilik alam beserta seluruh isinya. Bahkan kita juga termasuk milik Allah. Kita yang hidup diciptakan oleh Allah. Hidup di bumi Allah diperintahkan untuk mengabdi hanya kepada Allah dengan tidak mensekutukan-Nya. Kalau itupun kita tidak mau, jangan harap

bisa bertemu dengan Allah SWT. Padahal menurut keterangan sebagahagian ulama Tauhid dalam kitab-kitab mereka, bahwa kenikmatan yang paling puncak (ekstasy) bagi penduduk surga nantinya adalah ketika bertemu dengan Allah SWT.

Wala yusriq bi ibadati robbihi ahadaa. Hal ini merupakan larangan kepada kita untuk menyekutukan Allah dalam beribadah dengan sesuatu. Q.S. Al ikhlas : sudah menyatakan bahwa “Allah itu Esa”. Namun masih banyak yang melakukan penyekutuan, misalnya anak yang sakit dan dibawa berobat ke dukun, karena mempun- yai alasan keteguran (kesambat).

Allah hanya menilai hati kamu bukan harta dan rupa kamu (Al hadist), maka Jangan tinggalkanlah Allah dalam segala hal gerak gerik kita. Inna aqromakum ‘indallahi atqokum, bahwa yang lebih mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa diantara kamu (atqokum). Takwa berarti mampu melaksanakan ilmu yang sedikit dan mampu mengamalkan ilmu yang diketahuinya. Karena Banyak orang yang tidak mampu melaksanakan ilmunya. Allah menyatakan, “Man amila bima ‘alima, Allamahullahu ‘ilman malam ya’lam”, “Siapa yang mengamalkan ilmu yang sedikit akan ditambah Allah ilmunya”. Sekarang kita semua sudah wajib mengajar (dakwah) karena kita sudah mengetahui lebih dari satu ayat. (perintah dakwah), Balighu anni walau ayah”. Allah akan mem- berikan paham kepada kita meski- pun yang tidak diajarkan Guru. “Man amilabimaa ‘alima warusa- hullahu ‘ilmaa maa lam yaqlam”.

TAUSIYAH TUAN GURU, JUM’AT 06 APRIL 2012
Penyunting: SM. Hasanuddin, S.Sos.I & Krishna

MEDIA MENARA | EDISI 2 | JUNI 2012