Laman

Minggu, 24 Juli 2016

MEMBUKA HIJAB YANG MEMBATASI DIRI DENGAN TUHAN


Bagaimana cara kita membuka dan menelusuri Hijab kita dan Allah.??
A. Membina Peribadi
1. Perbaikan Akhlak Firman AlLah swt. dalam Al-Quran (S. Al-Kahfi: 110)
"Maka barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh (memperbaiki akhlak) dan janganlah ia mempersekutukan apapun dalam beribadat kepada Tuhan (bersih dari segala kotoran hawa nafsu)"
Al-Ghazali di dalam kitabnya Kimyaus-Saadah menyatakan
"Tujuan perbaikan akhlak ialah membersihkan qalbu dari kotoran hawa nafsu dan amarah hingga hati menjadi suci bersih bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan".
2. Sabar Firman AlLah swt. dalam Al-Quran (S. Al-Baqarah: 45 - 46)
"Jadikanlah sabar dan Salat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu adalah tugas berat kecuali bagi orang yang khusyu".
Orang - orang yang khusyu' itu ialah orang yang menyukai bahwa mereka itu akan bertemu dengan AlLah dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya"
Menurut Al-Ghazali, 'Sabar' ialah meninggalkan segala macam pekerjaan yang digerakkan oleh hawa nafsu, tetap pada pendirian agama yang bertentangan dengan kehendak hawa nafsu, semata - mata kerana menghendaki kebahagiaan dunia dan akhirat"
Pembahagian Sabar:
a) Sabar Disiplin / Taat
i) Sabar sebelum taat, ialah niat yang ikhlas, tujuan yang benar, merasa berkewajipan atas keyakinan agama dalam menerima peraturan berupa perintah atau larangan.
ii) Sabar melaksanakan taat, ialah melaksanakan kewajipan sampai selesai, berkala atau terus menerus dengan penuh tanggungjawab dan kesungguhan.
iii) Sabar setelah taat, ialah tidak merasa bangga dengan selesainya pekerjaannya, tidak iri hati atau kekurangan atau kelebihan orang lain, tidak ria' untuk dikagumi hasil usahanya.
b) Sabar Berkewajipan. Mengetahui sesuatu kewajipan tidak cukup untuk dapat dikerjakan tanpa adanya kesabaran dan sebaliknya mengetahui sesuatu larangan belum tentu dapat meninggalkannya tanpa adanya kesabaran.
c) Sabar menurut hukum terbahagi:
Sabar untuk menjauhkan diri dari segala yang haram,hukumnya 'wajib'.
Sabar untuk menjauhkan diri dari segala pekerjaan makruh, hukumnya 'sunat'.
Sabar dalam menjalankan hukuman kerana pelanggaran maka hukumnya 'harus'.
Sabar membela kehormatan atau hak milik hukumnya 'haram'. Sifat sabar dalam keadaan ini dinamakan 'sabar Saja'ah' (sabar berani). Firman AlLah dalam Al-Quran (S. Al-Anfaal: 46) "Bersabarlah kamu sekalian, sesungguhnya AlLah beserta mereka yang sabar".
3) Syukur. Berterima kasih kepada AlLah atas segala nikmat pemberianNya. Erti Syukur, keadaan seseorang mempergunakan nikmat yang diberikan oleh AlLah itu hanya untuk membuat kebajikan.
4) Ridha bil Qadha. Ridha ertinya rela menerima dengan apa yang ditentukan dan ditaqdirkan AlLah kepadanya. Rela berjuang atas jalan AlLah mencari semata - mata keridhaan AlLah (Ibtighaa MadhatilLah).
Kesimpulan Sabar, Syukur dan Ridha adalah tiga sifat terpuji yang sangat bernilai tinggi, dapat membawa kepada ketinggian budi pekerti dan akhlak dan merupakan kekuatan yang dapat menolong untuk berkemahuan keras, berjiwa besar dan bertanggungjawab.
Pendidikan Tasauf pertama - tama dengan pembaikan akhlak, mencapai tingkat demi tingkat yang lebih tinggi, dari Muslim biasa kepada Mukminin kepada Muhsinin kepada Muttaqin kepada Mukarrabin kepada Arifin - mengenal dan merasai Tuhan yang sungguh - sungguh. Dengan sifat - sifat yang tersebut, mereka memasuki latihan - latihan jiwa dan mujahadah dengan Sistem berikut :
Takhalli - mensuci bersih diri dari segala dosa lahir dan dosa bathin.
Tahalli - mengisi diri dengan segala sifat yang terpuji.
Tajalli - memperoleh hakekat kenyataan Tuhan kerana suci bersihnya hati mereka mencintai AlLah. B Latihan Rohani dan Tingkat - Tingkat Yang Harus Dilalui
1. Tujuan Takhalli ialah:
a]. Membersihkan diri dari kotoran hati / sifat - sifat tercela.Firman AlLah dalam Al-Quran (S. As-Sams: 9 & 10) "Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya".
Sifat - sifat yang mengotori jiwa / hati
Hasad - irihati
Haqad - dengki / benci
Suuz-zan - sangka buruk
Kibir - sombong
Ujub - merasa sempurna diri dari orang lain
Riya - mempamerkan kelebihan diri
Suma' - cari nama atau kemasyuran
Bukhul - bakhil / kikir
Hubbul Mal - cinta kebendaan
Tafahur - membanggakan diri
Ghadab - pemarah
Ghibah - pengumpat
Namimah - bicara belakang orang
Kizib - dusta
Khianat - munafik Maksiat Lahir - segala perbuatan yang dikerjakan oleh anggota badan manusia yang merosak orang atau diri sendiri sehingga membawa pengorbanan benda - benda, fikiran dan perasaan. Maksiat Bathin - lebih berbahaya kerana tidak kelihatan dan kurang disedari dan sukar dihilangkan.
b]. Cara membersihkan jiwa / hati Tersingkapnya tabir / hijab yang membatasi diri dengan Tuhan ialah suci bersihnya diri / jiwa dari kotoran - kotoran maksiat lahir dan maksiat bathin. Menurut Ahli Tarekat ada 4 dinding / hijab yang membatasi diri dengan Tuhan dan ada 4 juga jalan yang dapat membuka dinding / hijab itu.
i) Tingkat Pertama : Suci dari Najis dan Hadas - Bersih dari najis maka wajib bersuci dengan air atau berinstinja dengan tanah. - Suci dari hadas besar (keluar mani) maka wajib mandi. - Suci diri dari hadas kecil maka wajib berwudhu. * Seorang yang hendak menghubungkan diri dengan Tuhan maka wajib bersih badannya, bersih pakaiannya, bersih tempatnya, bersih lahir dan bathinnya.
ii) Tingkat Kedua : Suci Dari Dosa Lahir Ada 7 anggota badan yang membuat dosa lahir yang disebut maksiat, iaitu :
Mulut - dusta / ghibah
Mata - melihat yang haram
Telinga - mendengar cerita kosong
Hidung - menimbulkan rasa benci
Tangan - merosak
Kaki - berjalan membuat maksiat
Kemaluan - bersyahwat / berzina (termasuk makan yang haram).
iii) Tingkat Ketiga : Suci dari Dosa Bathin Ada 7 alat pembuat dosa bathin yang dinamakan 7 Lataif (Petikan : Pengantar Ilmu Tarekat oleh Abubakar Aceh)
Latifatul Qalby - berhubungan jantung jasmani. Letaknya dua jari di bawah susu kiri. Di sinilah letaknya sifat - sifat kemusyrikan, kekafiran dan ketahyulan dan sifat - sifat iblis. Untuk mensucikannya zikir dengan membaca 5000 kali - AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi dengan Iman, Islam, Ihsan, Tauhid dan Makrifat.
Latifatu Roh - berhubungan Rabu jasmani. Letaknya dua jari di bawah susu kanan. Di sinilah letaknya sifat Bahimiyah (binatang jinak) iaitu sifat menurut nafsu. Untuk mensucikannya zikir dengan dipalu sekeras - kerasnya 1000 kali - AlLah, AlLah.
Latifatus-Sirri. Letaknya dua jari di atas susu kiri. Di sinilah letaknya sifat 'Syabiyah' (binatang buas) iaitu sifat zalim / aniaya, pemarah dan pendendam. Untuk mensucikannya zikir dengan membaca 1000 kali - AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi dengan sifat kasih sayang dan ramah - tamah.
Latifatul Khafi - dikenderai Limpah jasmani. Letaknya dua jari di atas susu kanan. Di sinilah letaknya sifat 'Syaitanuyah' iaitu hasad / dengki, munafik dan khianat. Untuk mensucikannya berzikir 1000 kali membaca AlLah, AlLah dengan dipalukan sekeras - kerasnya. Pada tingkat ini hati diisi sifat Syukur dan Sabar.
Latifatul Akhfa - berhubungan empedu jasmani. Letaknya di tengah - tengah dada. Di sinilah letaknya sifat ria, takbur / sombong, ujub / membanggakan diri dan Sum'a / cari nama atau kemasyuran. Untuk mensucikannya zikir 1000 kali membaca AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi sifat Ikhlas, Khusyu', Tadarru Tafakkur.
Latifatun-nafsun-Natiqa. Letaknya di antara dua kening. Di sinilah letaknya 'nafsu ammarah' penghalang besar untuk menciptakan perbaikan masyarakat. Untuk mensucikannya zikir 1000 kali membaca AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi dengan sifat Tenteram dan Pikiran Tenang.
Latifah kullu Jasad - kenderai seluruh tubuh jasmani. Dalam Latifah inilah terletak sifat jahil dan ghaflah (kejahilan dan alpa). Untuk mensucikannya hendaklah dizikirkan 1000 kali - AlLah, AlLah sehingga mengalir zikir disekujur badan jasmani sehingga tiada tempat untuk sifat kebendaan / kejahilan dan kelalaian / Ghaflah. Pada tingkat ini hati diisi pula sifat Ilmu dan Amal.
iv) Tingkat Keempat : Suci Hati Rabbaniyah Yang dimaksudkan Latifatul Qalby di sini bukan jantung jasmani tetapi "Latifatur Rabbaniyah" adalah Roh yang suci yang paling halus dan memerintah serta mengatur badan dan anggota badan jasmani. Dialah hakekat diri yang sebenar diri. Induk kepada latifah - latifah lain. Sabda RasululLah s.a.w.
"Di dalam tubuh anak Adam ada segumpal daging apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad dan apabila ia rosak maka rosaklah seluruh jasad. Ketahuilah, dia itu ialah 'hati'.
Pada Latifah Rabbaniyahlah tempat jatuhnya penilikan AlLah kepada manusia. Menurut Kaum Sufi, bahawa kehidupan dan alam penuh dengan rahsia - rahsia tersembunyi. Rahsia tertutup oleh dinding/hijab tetapi bisa terbuka dan dapat tersingkap, dapat melihat atau merasai atau berhubungan dengan terang ter-rahsia asal kita menempuh jalannya. Jalan itulah dinamakan 'Tarekat'. Ahli Tarekat menempuh jalan didikan 3 tingkat iaitu
Takhalli,
Tahalli dan
Tajalli.
2. Tujuan Tahalli ialah:
Mengisi diri dengan sifat - sifat terpuji / menyinari hati.
a) Dasar Perbaikan Akhlak. Kaum Sufi mengatur suatu ajaran untuk memperbaiki tata kehidupan dan penghidupan manusia agar manusia itu menjadi 'manusia wara' yang ikhlas dalam beribadat kepada AlLah, ikhlas dalam pengabdian melayani masyarakat dan damai / berpartisipasi dalam kehidupan. Firman AlLah dalam Al-Quran (S. An-Nahl: 90)
"Bahwa sesungguhnya AlLah memerintahkan untuk berlaku adil, berbuat kebajikan, hidup berkeluarga. Dan melarang kekejian, kemungkaran dan bermusuhan. Bahwa Tuhan mengajarkan kepada kamu sekalian (pokok - pokok akhlak itu) agar kamu sekalian menjadi perhatian"
Ajaran itu menurut istilah sufi dinamakan: Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Sistem ajaran ini memerlukan latihan - latihan dan perjuangan dengan tanjakan - tanjakan dari satu tingkat ke tingkat lebih tinggi yakni dari mensuci bersihkan hati ke tingkat menyinari hati sampai dekat diri kepada AlLah dalam keadaan Tajalli.
b) Sifat yang Mnyinari Hati / Jiwa. Sifat yang menyinari hati / jiwa menurut Kaum Sufi dinamakan sifat - sifat terpuji. Menurut Al-Ghazali di dalam kitabnya "Arbain fi Usulid-Din" antara sifat - sifat terpuji itu ialah:
Taubat - menyesali diri dari perbuatan yang tercela
Khauf / Taqwa - perasaan takut kepada AlLah
Ikhlas - niat dan amal yang tulus atau suci
Syukur - rasa berterima kasih
Zuhud - hidup sederhana, apa adanya
Sabar - tahan diri dari segala kesukaran
Ridha - bersenang diri menerima keputusan AlLah
Tawakkul - menggantungkan diri, nasib kepada AlLah
Mahabbah - cinta kepada AlLah semata - mata
Zikrulmaut - selalu ingat mati Maka apabila manusia telah menaungi dan mengisi hatinya dengan sifat - sifat terpuji itu maka hati menjadi cerah dan terang dapat pula menerima cahaya dari sifat - sifat tadi.
c) Mendekatkan Diri kepada AlLah. Untuk mendekatkan diri kepada AlLah perlu melalui apa yang lazim dikerjakan oleh Kaum Sufi iaitu Kesempurnaan Agama Islam yang dapat dicapai dalam 4 tingkat.
i) Tingkat Pertama : Syariat Ertinya mengerjakan amal badaniyah daripada segala hukum - hukum: shalat, puasa, zakat dan haji. Syariat adalah peraturan - peraturan yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Tujuan utama syariat ialah membangun kehidupan manusia atas dasar amar ma'ruf dan nahi mungkar. Syariat membahagi ma'ruf kepada 3 kategori:
1. Fardhu atau wajib
2. Sunnat atau mustahab
3. Mubah atau harus
Selanjutnya syariat membahagi munkarat atas 2 bahagi iaitu :
1. Haram
2. Makruh
Peraturan - peraturan yang diatur oleh syariat itu adalah atas dasar Quran dan Sunnah yang merupakan sumber hukum dalam Islam untuk keselamatan manusia. Menurut Ahli Sufi, bahawa syariat itu baru merupakan tingkat pertama menuju jalan kepada Tuhan. Tarekatlah yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan syariat itu. Apabila 'Syariat' dan 'Tarekat' dikuasai maka lahirlah 'Hakekat' yang tidak lain daripada perbaikan keadaan dan ehwal, sedang tujuan terakhir adalah 'Makrifat' iaitu mengenal Tuhan yang sebenar - benarnya, serta mencintainya sebaik - baiknya. Syariat ialah pengenalan perintah dan Hakekat ialah pengenalan pemberi perintah.
ii) Tingkat Kedua : Tarekat Dasar - dasar pokok mengenai Tarekat antara lain:
1. Sebuah Hadis Qudsi menyatakan : "Adalah Aku suatu perbendaharaan yang tersembunyi, maka inginlah Aku supaya diketahui siapa Aku, maka kujadikanlah makhluk: Maka dengan AlLah mereka mengenal Aku". Dasar "Wihdhatul Wujud" yang menjadi faham Ahli Tarekat. Bahawa AlLah itu permulaan kejadian, yang awalnya tiada permulaan. AlLah telah ada dan tiada yang lain besertaNya. Dan kerana supaya zatnya dilihat pada sesuatu yang bukan zatnya, sebab itulah dijadikan segenap kejadian (Al-Khaliq).
2. Firman AlLah dalam Al-Quran (S.Al-Jin: 16)
"Dan bahawa jika mereka tetap (istiqamah) menempuh jalan itu "TAREKAT" sesungguhnya akan Kami beri rezeki / rahmat yang berlimpah - limpah".
"Tarekat" adalah suatu sistem (tariqah) untuk menempuh jalan yang pada akhirnya mengenal dan merasakan adanya Tuhan, dalam keadaan seseorang dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya (ainul basirah). Ini didasarkan atas pertanyaan Saidina Ali bin Abi Thalib kepada RasululLah: "Manakah Tarekat yang sedekat - dekatnya mencapai Tuhan? Yang dijawab RasululLah s.a.w. : "tidak lain daripada zikir kepada AlLah". "Syariat" mewajibkan seseorang mengadap Kiblat dalam Shalat, maka "Tarekat" tidak sampai di situ saja. Tarekat berpegang kepada Firman AlLah: "Sembahlah Aku". Yang bermaksud semua ibadah dilakukan kerana tujuan untuk ber-Taqwa (takut) kepada AlLah. Tetapi bukan setakat pengertian "syariat" iaitu mengerjakan apa yang diperintah dan menjauhkan apa yang dilarang. Tetapi menurut Ahli Tarekat Taqwa adalah perpaduan dari 4 sifat:
1. (ta) - Taubat
2.(qaf) - Qinaah atau khusyu'
3. (wauw) - Wara
4. (alif) - Ikhlas beribadah mencari keridhaan AlLah
iii) Tingkat Ketiga : Hakekat Syariat merupakan peraturan, Tarekat merupakan pelaksanaan maka hakekat adalah tujuan pokok yakni pengenalan Tuhan yang sebenar - benarnya. Menurut Tarekat, hati wajib menghadap kepada AlLah berdasarkan ayat Quran: "Fa'buduny - sembahlah Aku". Menurut kita menyembah Tuhan seolah - olah Tuhan terlihat, berdasarkan Hadis: "Sembahlah Tuhanmu, seakan - akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka sesungguhnya Tuhan melihat kamu".
Menurut Makrifat, ialah mengenal AlLah untuk siapa dipersembahkan segala amal ibadat itu. Yang dengan khusyu' seseorang hamba merasa berhadapan dengan AlLah, ketika ini perasaan bermusyahadah berintai - intaian dan bercakap - cakap dengan Tuhan seolah - olah AlLah berkata: "Innany Ana AlLah - Aku inilah Tuhan yakni AlLah" maka kehadiran "hati" berkata: "Anta AlLah - Engkaulah AlLah". Lalu AlLah berkata lagi: "Iqimis-shalata lizikry - bershalatlah untuk mengingat akan Aku". Demikian "hakekat", ialah membuka kesempatan bagaimana salik mencapai maksudnya, iaitu mengenal Tuhan, Ma'rifatulLah dan Musyahadah Nur yang Tajalli.
Al-Ghazali menerangkan : "Bahawa Tajalli itu ialah terbuka Nur cahaya yang ghaib bagi hati seseorang dan sangat mungkin yang dimaksudkan dengan Tajalli ialah Mutajalli yang tidak lain daripada itulah AlLah".
iv) Tingkat Keempat : Ma'rifat. Ma'rifat adalah tujuan pokok, yakni: mengenal AlLah yang sebenar - benarnya. Taftazany dalam kitabnya "Syarhul Maqsid" menerangkan: "Apabila seseorang mencapai tujuan terakhir dalam pekerjaan suluknya - ilalladan fillah, pasti dia tenggelam dalam lautan tauhid dan irfan sehingga zatnya selalu dalam pengawasan zat Tuhan dan sifatnya selalu dalam pengawasan sifat Tuhan. Ketika itu orang itu fana dan lenyap dalam keadaan "masiwallah" apa yang bersifat bukan AlLah. Dia tidak melihat wujud alam ini melainkan AlLah. Al-Ghazali menerangkan: "bahawa hatilah yang dapat mencapai hakekat sebagaimana yang tertulis pada Lauhin Mahfud, iaitu hati yang sudah bersih dan murni. Alhasil, tempat untuk melihat dan Ma'rifat AlLah adalah "HATI".
3. Tujuan Tajalli ialah:
Mencari Kenyataan AlLah. Firman AlLah dalam Al-Quran (S.An-Nur: 25)
"AlLah itu cahaya langit dan bumi"
Berlandaskan ayat ini Ahli Sufi yakin beroleh pancaran Nur AlLah Tajallinya AlLah. Demikian AlLah Tajalli dengan af-al, asma' dan zatNya yang tidak tersembunyi, "mutajalli min zatihi la yakhhfa". Dalam menempuh jalan (tarekat) untuk memperoleh kenyataan Tuhan (Tajalli), Ahli Sufi berusaha melalui ridha dengan latihan - latihan dan mujahadah (perjuangan) dengan menempuh jalan, antara lain melalui dasar pendidikan 3 tingkat iaitu: Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Ada pula yang menempuh jalan suluk dengan sistem "Muratabatu - thariqah" yang terdiri dari 4 tingkat: (seperti sistem yang dipakai oleh Tarekat Naqsabandiah) :
1. Taubat
2. Istiqamah : Taat lahir dan bathin
3. Tahzib : terdiri dari beberapa riadhah / latihan seperti puasa, mengurangi tidur dan menyendiri.
4. Taqarrub : mendekatkan diri kepada AlLah dengan berkhalwat, zikir terus - menerus.
Seterusnya maka sampailah salik pada Maqam Nihayah: Fana-uhu 'ala baqa-ihi wa ghaya-tuhu 'ala hudu-rihi iaitu fana dalam kebaqaan AlLah dan lenyap dalam kehadiran AlLah. Hal demikian bisa berhasil kerana Tuhan Maha cahaya terhadap hambaNya dan Tuhan adalah sumber cahaya dan Ilmu. Apabila Tuhan telah menembusi hati hambaNya dengan 'nur' dan cahayaNya, maka berlimpah ruahlah Rahmat.
| Ilmu dan Makrifat

SALIK DAN SULUK


Salik adalah orang yang menjalani latihan kerohanian secara bersuluk. Suluk pula adalah sistem latihan kerohanian yang digunakan bagi tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan. Semasa bersuluk seseorang itu mengasingkan diri daripada orang ramai. Bila dia tidak ada bersama orang ramai, maka mereka terselamat daripada gangguan yang mungkin datang daripadanya dan juga dia terselamat daripada gangguan yang mungkin datang daripada mereka. Pengasingan tersebut boleh menyelamatkan ahli suluk itu daripada anasir yang boleh merosakkannya melalui ego dan nafsunya. Dalam pengasingan itu juga dia melatihkan diri bagi memperolehi perkembangan kerohanian. Dia melatihkan diri agar terpisah daripada sifat-sifat yang tercela dan digantikan dengan sifat-sifat yang terpuji. Semasa bersuluk itu amal ibadat seperti bersembahyang, berpuasa, berzikir dan lain-lain dilakukan dengan banyaknya. Dorongan hawa nafsu dikurangkan dengan cara menyedikitkan makanan, tidur dan berkata-kata. Bila kurang berkata-kata hati menjadi tidak lalai dalam mengingati Tuhan.
Orang yang mahu memasuki suluk mestilah mempunyai azam yang kuat. Perkara-perkara yang sering menghalang seseorang daripada memasuki suluk adalah dunia, makhluk, syaitan dan hawa nafsu. Kebanyakan manusia tidak sanggup memisahkan diri buat seketika dengan dunia dan makhluk. Tipu daya syaitan dan kesenangan hawa nafsu berada dengan makhluk. Oleh sebab itu agak sukar bagi kebanyakan orang memisahkan dirinya daripada orang ramai. Jika dia berjaya melepaskan halangan tersebut dia mungkin berhadapan dengan halangan lain semasa bersuluk. Halangan semasa bersuluk adalah tuntutan mencari rezeki, kebimbangan tidak akan menemui apa yang dicari, kemungkinan ditimpa penyakit dan juga masalah keluarga yang berbagai-bagai. Seseorang salik perlu memperkuatkan sifat sabar dan bertawakal jika dia mahu jika dia mahu melepasi rintangan yang menghalangnya meneruskan amalan suluk. Dia juga perlu mengawasi perkara-perkara yang boleh merosakkan pencapaian rohaninya. Perkara-perkara tersebut adalah sifat-sifat takabur, ujub, riak dan samaah. Suasana hati yang ingin diperolehi melalui bersuluk adalah: "Ilahi! Engkau jua maksud dan tujuanku dan keredaan Engkau yang aku cari".
Salik yang berhasrat memperolehi hasil yang baik perlu menjaga sopan santun semasa bersuluk. Perlu yang perlu dijaga adalah:
a) mengikhlaskan kasih kepada Allah s.w.t dan melakukan ibadat semata-mata kerana Allah s.w.t bukan kerana mahukan kasyaf dan keramat.
b) Amal ibadat yang dilakukan hendaklah sesuai dengan peraturan yang ditentukan oleh syariat, tidak boleh mengubahnya sehingga bercanggah dengan syariat.
c) Salik perlu melepaskan ilmu-ilmu yang boleh melalaikannya dan boleh menarik cita-citanya kepada yang selain Allah s.w.t. Ilmu-ilmu seperti ilmu kebal, ilmu pengasih, ilmu menarik harta dari bumi, ilmu yang berkait dengan khadam dan yang seumpamanya hendaklah dilepaskan kerana ilmu yang demikian menutup mata hati.
d) Ketika menjalani amalan suluk fikiran hendaklah dibebaskan daripada memikirkan dan mengangankan sesuatu yang di dalam dunia.
e) Hati hendaklah dipisahkan daripada sifat-sifat yang keji, seperti sifat haiwan, syaitan dan dorongan hawa nafsu.
f) Memenuhkan masa bersuluk dengan kegiatan yang mengingatkan hati kepada Allah s.w.t.
Sebahagian manusia lebih dituntut bergiat dalam kehidupan harian daripada mengasingkan diri. Pertama adalah orang alim yang ilmunya diperlukan bagi menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh orang ramai. Termasuk di dalam ilmu yang diperlukan oleh orang ramai adalah pengajarannya, fatwanya dan karangannya. Orang yang seperti ini penyebaran ilmu merupakan ibadat khusus bagi mereka selepas ibadat fardu. Selepas urusan sembahyang lima waktu, lebih afdal baginya menyebarkan ilmu dan membasmikan kejahilan dalam masyarakat daripada mengasingkan diri dan membenamkan diri ke dalam perkara yang sunat. Golongan kedua adalah pengusaha yang mempunyai kepakaran yang diperlukan oleh orang ramai, seperti doktor, pembuat roti, tukang kayu dan sebagainya. Mereka perlu berkhidmat kepada orang ramai dan memakmurkan bumi ini. Masa lapang mereka perlu diisi dengan ibadat dan membaca al-Quran. Golongan ke tiga adalah pemerintah yang bertugas membawa kebajikan kepada orang ramai. Mereka lebih dituntut menegakkan keadilan di dalam masyarakat dan menyebarkan kesejahteraan hidup daripada mengasingkan diri. Masa lapang mereka perlu diisi dengan ibadat dan pada malamnya diperbanyakkan wirid.
Ada dua jenis manusia, secara sifat semulajadi mereka, sangat cenderung memasuki jalan suluk. Jenis pertama adalah orang yang cenderung untuk menjadi abid atau ahli ibadat. abid tidak mempunyai sebarang pekerjaan kecuali beribadat kepada Allah s.w.t. Golongan ini seolah-olah tidak ada kemahiran untuk melakukan sesuatu yang lain daripada beribadat. Mereka hanya memperolehi manfaat dengan menggunakan masa untuk beribadat. Golongan ini dikuasai oleh suasana hati yang sangat takut meninggalkan ibadat untuk melakukan sesuatu pekerjaan, kerana dia takut tidak akan dapat menyempurnakan kebaktiannya kepada Allah s.w.t. Mereka sangat takutkan dunia kerana mereka melihat kekacauan di dalam dunia menjadi fitnah yang merosakkan hubungan mereka dengan Tuhan. Meninggalkan ibadat membuat mereka merasakan berjauhan dengan Tuhan. Rasa berjauhan dengan Tuhan menjadikan mereka tidak bermaya dan tidak berupaya berbuat apa-apa. Hanya ibadat boleh memberi kekuatan kepada mereka. Mereka seolah-olah tidak ada pilihan kecuali hidup beribadat dalam pengasingan. Jenis kedua dinamakan muwahhid iaitu orang yang terikat sepenuhnya dengan Allah s.w.t. Kecintaan mereka kepada Allah s.w.t sangat kuat menyebabkan hati mereka ‘pecah' dan tidak berupaya lagi mengasihi sesuatu yang selain Allah s.w.t. Kebahagiaan mereka hanyalah bersama-sama Allah s.w.t, tidak ada tempat lagi untuk makhluk. Hati mereka tidak melihat kepada makhluk, oleh itu kehadiran makhluk tidak diperlukan. Orang yang ditakdirkan menjadi salah satu daripada dua golongan tersebut sangat cenderung memasuki jalan suluk sebagai persediaan untuk mereka mencapai kesempurnaan pada jalan abid atau muwahhid.
Selain golongan yang menuju kepada suasana abid dan muwahhid, orang yang cenderung memasuki jalan suluk adalah muta'allim, iaitu orang yang belajar semata-mata kerana Allah s.w.t. Mereka merupakan golongan yang mencari kebenaran. Mereka tidak merasa puas dengan apa yang ditemui pada jalan pembelajaran biasa. Mereka memasuki suluk dengan harapan akan menemui apa yang tidak mereka temui sebelum bersuluk. Mereka percaya kebenaran yang sejati hanya boleh ditemui oleh hati yang suci murni dan cara yang paling baik menyucikan hati adalah dengan bersuluk. Golongan ini memerlukan bimbingan guru tarekat yang arif. Guru hendaklah tahu kedudukan murid dan tahu kadar ilmu yang boleh dibukakan kepada murid berkenaan. Bagi muta'allim (orang yang belajar) yang tidak memasuki jalan suluk, haruslah memberi tumpuan kepada mempelajari ilmu. Menghadiri majlis ilmu lebih utama daripada ibadat sunat dan berzikir yang boleh dilakukan pada masa lapangnya.
Muta'allim yang memasuki suluk lebih terdorong untuk mengalami suasana kerohanian yang diistilahkan sebagai muttakhaliq, iaitu orang yang mengalami perubahan sifat. Ada dua jenis muttakhaliq. Jenis pertama mengalami suasana mereka menjadi alat dan Allah s.w.t Pengguna alat. Mereka melihat perbuatan dan kelakuan mereka berlaku tanpa mereka rancang dan mereka tidak berdaya menahannya. Mereka melihat apa yang terjadi pada mereka terjadi tanpa kehendak mereka sendiri, tanpa usaha, tanpa tadbir dan tanpa ikhtiar memilih. Muttakhaliq jenis kedua pula adalah orang yang melihat Allah s.w.t meletakkan sifat dan bakat pada diri mereka dan mereka menjadi pelaku kepada sifat dan bakat tersebut. Jenis pertama melakukan sesuatu dalam suasana ‘dengan kehendak Allah s.w.t' dan jenis kedua dalam suasana ‘dengan izin Allah s.w.t.'
Ahli suluk, sesudah melalui berbagai-bagai pengalaman kerohanian, kembali semula kepada kesedaran biasa dinamakan mutahaqqiq. Golongan ini kembali kepada jalan kenabian, memegang tugas sebagai khalifah Allah s.w.t yang meneruskan perjuangan Nabi-nabi. Golongan ini kembali kepada kesedaran kemanusiaan bagi membolehkan mereka menguruskan hal-ehwal manusia.
Latihan kerohanian yang dilakukan semasa bersuluk berkemungkinan membawa salik memperolehi kasyaf, iaitu terbuka perkara ghaib kepada pandangan mata hatinya. Kasyaf ada dua jenis, iaitu kasyaf kecil dan kasyaf besar. Kasyaf kecil termasuklah terbukanya pandangan untuk melihat kepada Alam Barzakh, melihat roh orang yang sudah meninggal dunia, melihat syurga dan neraka, melihat makhluk halus dan lain-lain. Kasyaf besar pula adalah terbukanya pandangan hati kepada hakikat sesuatu dan membuka ingatan dan penghayatan kepada Allah s.w.t. Dalam perjalanan kerohanian, kasyaf kecil tidak penting bahkan kasyaf kecil sering menjadi benteng yang menghalang salik meneruskan perjalanannya. Keasyikan menyaksikan perkara ghaib membuat salik berhenti dan menyangkakan dia sudah sampai kepada Yang Haq, sedangkan perjalanannya masih jauh lagi. Apa yang penting adalah kasyaf besar atau terbukanya hakikat sesuatu. Pembukaan tentang hakikat boleh menyelamatkan salik daripada tipu daya syaitan yang bersembunyi di sebalik berbagai-bagai rupa, bentuk dan keadaan. Salik yang dikurniakan kasyaf besar tidak tertipu dengan syaitan walaupun syaitan datang dalam rupa guru yang alim dan warak. Salik juga boleh mengenali malaikat sekalipun malaikat datang tanpa berupa. Rasulullah s.a.w melihat rupa malaikat Jibrail a.s dalam rupanya yang asli hanya dua kali sahaja, tetapi setiap kali Jibrail a.s datang Rasulullah s.a.w mengenalinya, sekalipun Jibrail a.s memakai rupa manusia atau tidak berupa. Kasyaf yang mengenali hakikat inilah sangat penting bagi salik yang berjalan kepada Tuhan. Kasyaf seperti ini diperolehi apabila rohani kembali kepada kesuciannya yang asal. Rohani yang demikian mengenali syaitan walaupun syaitan mengenderai manusia atau suasana dan rohani itu juga mengenali malaikat walaupun malaikat tidak menjelma di hadapannya. Contoh kasyaf besar adalah, apabila seorang salih didatangi oleh seseorang yang menyuruhnya berbuat kejahatan, maka dengan segera orang salih itu berkata: "Pergi kamu syaitan!" Orang salih itu menyedari atau melihat dengan kasyafnya yang orang yang mendatanginya itu sedang digunakan oleh syaitan untuk mengenakan tipu dayanya. Kasyaf yang demikian, walaupun tidak memperlihatkan rupa syaitan yang sebenarnya, tetapi syaitan itu tidak dapat bersembunyi.
Kasyaf membawa salik kepada zauk iaitu mengalami suasana yang berhubung dengan Tuhan. Zauk membawa salik mengalami suasana Hadrat Tuhan. Suasana Hadrat Tuhan yang menguasai salik itu membentuk keperibadiannya.
Bidang zauk sangat luas. Zauk biasanya diperolehi oleh salik yang terus menerus membenamkan dirinya di dalam zikir. Tenaga zikir memberi kekuatan kepada rohaninya untuk menghadap kepada hakikat ketuhanan. Kesan daripada pengalaman menghadap kepada hakikat ketuhanan yang dirasakan oleh hati itulah dinamakan zauk. Misalnya, hati salik berhadap kepada hakikat Tuhan Yang Maha Keras. Dia akan dikuasai oleh perasaan takut kepada Tuhan, takut kerana dosa-dosa yang telah dilakukannya, takut kerana ibadat yang dilakukannya tidak sempurna dan bermacam-macam ketakutan lagi. Pengalaman yang demikian dinamakan pengalaman hakikat dan ia membuatnya mengenali Tuhan Yang Maha Keras atau dia dikatakan memperolehi makrifat tentang Tuhan Yang Maha Keras.
Salik juga mungkin mengalami hakikat kenabian. Mungkin salik mengalami suasana Nabi Adam a. s diciptakan dan diturunkan ke bumi. Salik tersebut dikatakan mengalami Hakikat Adamiyah dan ia membuatnya lebih mengerti tentang kenabian Adam a.s. Pengalaman yang demikian tidak mengubahnya menjadi Nabi Adam a.s atau bersatu dengan beliau a.s. Jika ada penyatuan pun hanyalah dalam zauk atau alam perasaan, bukan penyatuan yang sebenarnya. Hakikat Adamiyah adalah suasana pentadbiran Tuhan yang berhubung dengan kejadian Adam a.s. Ia bukan anasir alam dan bukan berada dalam hati salik yang mengalaminya. Ia adalah suasana yang Tuhan gubah bagi memperkenalkan apa yang Dia mahu kenalkan kepada hati hamba-Nya. Begitu juga dengan pengalaman salik berhubung dengan hakikat Nabi Muhammad s.a.w atau dikenali sebagai Hakikat Muhammadiah. Salik tidak bertukar menjadi Nabi Muhammad s.a.w atau bersatu dengan baginda s.a.w. Salik diberi kesempatan mengenali Nabi Muhammad s.a.w dalam suasana pentadbiran Tuhan atau urusan Tuhan. Apa sahaja yang Tuhan mahu ciptakan telah ada pada sisi-Nya, dalam Ilmu-Nya, termasuklah Nabi Adam a.s dan Nabi Muhammad s.a.w. Tuhan bentukkan misal bagi suasana yang pada sisi-Nya yang melampaui segala misalan, dan misal gubahan Tuhan itu dihantarkan kepada hati salik. Salik yang menetap dalam kehambaan menyaksikan Hakikat Adam, Hakikat Muhammad dan Hakikat Tuhan. Salik yang terbalik pandangannya menjadi orang yang merasakan menjadi Nabi Adam a.s, menjadi Nabi Muhammad s.a.w dan menjadi Tuhan atau pun mereka merasakan suasana penyatuan dengan hakikat-hakikat tersebut. Penyatuan tersebut hanya berlaku dalam bayangan ilmu, bukan penyatuan yang sebenarnya. Apabila salik melepasi peringkat bayangan, dia masuk kepada hal yang sebenar, yang tidak serupa dengan bayangan ilmu itu.
Manusia yang ciptaannya digabungkan unsur rohani dengan unsur jasmani berkemampuan menerima bayangan Tuhan atau menerima sinaran Nur-Nya. Bayangan tetap bayangan. Zat Tuhan Yang Maha Tinggi tetap tinggal diselubungi oleh selimut ghaib yang Mutlak lagi amat perkasa, tidak mungkin diruntuhkan oleh kasyaf yang bagaimana pun. Nur bukanlah Zat, tetapi hanyalah satu ayat, tanda atau bukti tentang Tuhan dan juga satu Hijab daripada sekalian banyak Hijab-hijab ketuhanan, juga satu nama daripada sekian banyaknya nama-nama Tuhan. Kebodohan, ketidak-upayaan mengenal-Nya adalah tabir penutup yang asli dan tidak mungkin tersingkap hakikat Zat Tuhan melainkan pada hari kebangkitan, suasana yang Tuhan berkehendak memperlihatkan Diri-Nya secara nyata. Sebelum itu penyaksian merupakan penglihatan akal dan mata hati atau melihat Nur-Nya.
Dalam fana salik mencapai Wajibul Wujud sifat bukan Wajibul Wujud Zat. Zat Ilahiat melampaui perbatasan Wajibul Wujud, mumkinul wujud atau apa sahaja yang dikaitkan dengan wujud atau tidak wujud. Salik yang mencapai Wajibul Wujud sifat mencapai kedudukan kewalian iaitu dia menjadi alat Allah s.w.t, bukan menjadi Allah s.w.t. Allah s.w.t memperkenalkan Hadrat-Nya melalui sifat dan nilai yang ada dengan manusia. Sifat dan nilai yang ada pada wali-Nya memperkenalkan-Nya dengan lebih berkesan daripada orang lain. Semakin sempurna kewalian seseorang itu semakin menyerlah keupayaan yang dikurniakan Allah s.w.t kepadanya dalam memperkenalkan-Nya sebaik mungkin.
Bakat atau keupayaan memperkenalkan Tuhan yang dikurniakan kepada wali itu dinamakan tajalli Rahmani (kenyataan Tuhan). Wali yang di dalam fana mengucapkan " Ana al-Haq! (Aku adalah Tuhan!)" memperkenalkan sifat Kalam Tuhan. Tuhan yang mengatakan demikian melalui lidah wali-Nya. Wali yang tidak di dalam fana pula mengatakan "Hua al-Haq! (Dia jualah Tuhan!)". Ucapan wali yang di dalam fana dan ucapan wali yang di dalam kesedaran itu membawa maksud yang serupa. Wali yang di dalam fana tidak menjadi Tuhan dan demikian juga wali yang di dalam kesedaran.
Satu jenis tajalli lagi dinamakan tajalli rohani (tajalli roh). Roh yang asli yang mengenal Tuhan dibungkus atau dihijab oleh bakat roh yang mendatang yang padanya terdapat berbagai-bagai sifat buruk yang menghijab Latifah Rabbaniah. Dalam tajalli roh kumpulan atau penyatuan hijab-hijab itulah yang menyata sebagai roh yang memiliki sifat Rabbaniah (ketuhanan). Orang yang mengalami tajalli roh mengatakan juga "Ana al-Haq!" dan pada ucapan tersebut ada pengakuan tentang ketuhanan rohnya. Dia benar-benar merasakan rohnya itulah Tuhan dan dia melihat sekalian makhluk tunduk kepada keagungan, kebesaran dan kemuliaan rohnya. Orang yang mudah terjatuh ke dalam medan tajalli roh ini adalah mereka yang sejak awal perjalanan lagi memang mempercayai dan berpegang kepada fahaman wahdatul wujud dan mereka sengaja mencari penyatuan dengan Tuhan. Segala usaha ditujukan bagi menghapuskan kemanusiaan mereka dan melahirkan ketuhanan diri mereka. Mereka berpegang kepada fahaman bahawa diri mereka, Adam, Muhammad dan Allah s.w.t adalah yang satu (kami berlindung kepada Allah s.w.t daripada iktikad yang sesat itu). Ibadat dan zikir bukan ditujukan kerana mencari keredaan Allah s.w.t sebaliknya digunakan bagi melahirkan kesedaran menurut apa yang telah mereka iktikadkan. Penyatuan Adam, Muhammad, Allah s.w.t dan diri mereka dialami pada makam roh. Sejak mula lagi, walaupun menyebut nama Allah s.w.t tetapi tumpuan dan penghayatan mereka adalah roh. Mereka memulakan sembahyang dengan memukau diri sendiri agar meyakini bahawa perbuatan mereka adalah Perbuatan Tuhan, sifat mereka adalah Sifat Tuhan, wujud mereka adalah Wujud Tuhan dan zat mereka adalah Zat Tuhan. Kalimah "La ilaha illa Llah" yang bermaksud "Tiada Tuhan melainkan Allah" mereka menghayatinya sebagai "La maujud illa Llah " yang bermaksud " Tidak ada yang ada melainkan Allah". Mereka gunakan ucapan orang yang di dalam zauk untuk membentuk kefahaman mereka di dalam sedar. Setelah ditekankan beberapa lama bahawa perbuatan, sifat, wujud dan zat mereka sama dengan Tuhan maka keyakinan yang demikian terpahat dalam jiwa mereka. Bila sampai kepada satu tahap keyakinan hati mereka merasakan sekalian makhluk tunduk kepada ketuhanan mereka. Ketika itu keluarlah dari mulut mereka ucapan " Ana al-Haq!".
Walaupun mengucapkan yang demikian seperti yang diucapkan oleh salik yang di dalam fana namun hati salik yang menerima tajalli Rahmani berbeza daripada hati mulhid yang menerima tajalli roh. Dalam tajalli roh tidak ada fana. Apa yang disangkakan fana di situ adalah pelepasan secara menyeluruh pengakuan kehambaan dan penerimaan secara menyeluruh bahawa rohnya adalah Tuhan atau Tuhan yang menjadi nyawa kepada rohnya. Bila orang ini kembali semula kepada kesedaran, ego diri dan sifat-sifat kebinatangan bertambah kuat menguasai mereka. Mereka menjadi orang yang takabur, berani mempersendakan Tuhan, nabi-nabi dan amalan agama (Ya Allah! Lindungi kami daripada perbuatan sesat itu.) Dari kalangan mereka timbul ungkapan bahawa ilmu Tuhan belum sempurna. Keegoan diri bertambah dan syariat dibuang begitu sahaja. Mereka menyahut seruan azan dengan ucapan meremehkannya. Mereka melihat ibadat yang orang lain lakukan sebagai sia-sia sahaja kerana kononnya orang ramai tidak mengenal Tuhan seperti mereka. Bagi mereka sembahyang yang sebenar adalah menyembah diri sendiri. Mereka inilah kumpulkan yang sesat, menyebarkan kesesatan dengan berselindung di sebalik ajaran tarekat tasauf dan ahli sunnah wal jamaah. Setiap Mukmin yang menjalani tarekat yang benar berkewajipan menghancurkan gerakan kumpulan tarekat yang sesat itu. Jangan terpedaya orang sesat yang boleh mengeluarkan kebolehan yang luar biasa. Mahaguru ajaran sesat, iblis laknatullah, lebih lagi luar biasanya.
Dalam tajalli Rahmani keegoan salik binasa dan dia mencapai fana. Dalam kefanaan sifat kemanusiaannya lenyap bersama-sama kekotoran hatinya. Bila dia sedar semula dia sudah menjadi bersih dan hatinya penuh dengan keikhlasan. Ego tidak kembali kepadanya. Dia sentiasa merendahkan diri kepada Tuhan dan sesama manusia. Dia mematuhi perintah-Nya dan peraturan-Nya dan berjalan di atas muka bumi dengan tawaduk dan takwa.
Seseorang yang ingin menjadi salik sangat perlu melepaskan fahaman wahdatul wujud dan keinginan kepada sesuatu yang selain Allah s.w.t seperti kasyaf, kekeramatan, kewalian, sesuatu ilmu dunia dan lain-lain yang boleh menjadi hijab. Masuklah ke dalam suluk bersama-sama syariat, sebagai hamba Tuhan, yang inginkan makam sebagai hamba Tuhan semata-mata tidak hamba kepada yang selain-Nya, mahu menyembah Tuhan semata-mata, tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu baik yang nyata mahupun yang ghaib, berharap, bergantung dan berhajat kepada-Nya semata-mata, tidak kepada yang lain.
Orang yang baharu memasuki bidang tarekat tasauf gemar memerhatikan martabat nafsu. Mereka sering mengintai-intai diri mereka apakah sudah berada pada martabat nafsu yang tinggi. Jika mereka merasakan terdapat tanda ketinggian nafsu mereka maka mereka akan merasakan kejayaan. Orang salik dan juga orang yang berminat kepada tasauf perlulah sedar bahawa martabat nafsu bukanlah matlamat. Huraian di dalam buku-buku, daerah nafsu-nafsu dinyatakan dengan jelas. Dalam perjalanan yang sebenarnya tidak ada sempadan yang jelas di antara satu daerah nafsu dengan daerah nafsu yang berikutnya. Perubahan sifat nafsu berlaku tanpa disedari, tidak ada isyarat yang mengsahkan yang mereka sudah berpindah kepada daerah nafsu yang lain. Keinginan kepada pertukaran makam nafsu merupakan tipu daya yang halus. Orang yang memasuki suluk perlu membuang kehendak diri sendiri dan tunduk kepada kehendak Tuhan. Jika masih lagi mengintai makam nafsu bermakna kehendak diri masih lagi kuat. Walaupun dia melihat tanda nafsunya sudah ada pada makam yang tinggi, tetapi keinginannya kepada makam nafsu yang tinggi itu menunjukkan kehendaknya masih belum menyerah kepada kehendak Tuhan. Itu bermakna dia belum mencapai makam nafsu yang tinggi itu walaupun dia merasakan sudah mencapainya. Makam-makam nafsu hanyalah panduan di dalam perjalanan, berguna bagi guru yang membimbing muridnya dalam menyusun latihan berperingkat-peringkat.
Permulaan tarekat adalah syariat dan penghabisan tarekat adalah juga syariat. Kebenaran dalam syariat dipermulaan jalan tidak jelas. Setelah sampai di penghujung jalan kebenaran yang dinyatakan oleh syariat menjadi jelas. Pengalaman fana yang paling tinggi dalam nafsu radhiah tidak dapat menandingi satu sembahyang fardu yang dilakukan kerana Allah s.w.t menurut peraturan syariat. Baqa bersama-sama Allah s.w.t di dalam makam nafsu mardhiah tidak dapat menandingi baqa (kekal) di dalam Sunah Rasulullah s.a.w. Kesempurnaan nafsu pada makam kamaliah tidak dapat menandingi kesempurnaan menjalankan perintah Allah s.w.t, terutamanya dalam bidang berdakwah membimbing umat manusia kepada jalan Allah s.w.t. Makam-makam nafsu hanyalah alat atau jalan, bukan matlamat. Zikir yang dilakukan sendirian selama 24 jam tanpa berhenti tidak dapat menandingi zikir yang melibatkan perkataan, perbuatan dan perasaan yang dilakukan dalam masyarakat dan memanfaatkan makhluk Tuhan. Tarekat haruslah dijadikan alat untuk menyempurnakan syariat bukan untuk sesuatu tujuan yang lain.
Salik perlu tahu bahawa latihan kerohanian yang sebenar hanya bermula apabila dia diheret oleh kuasa ghaib dan dia dapat merasakan yang dia diberi bimbingan, tunjuk-ajar serta panduan. Pada masa yang sama dia merasakan jalan menuju Tuhan semakin terang dan rasa kehampiran dengan Tuhan semakin bertambah. Salik perlu sedar bahawa tidak ada satu jalan pun daripada hamba kepada Tuhan. Semua jalan kepada Tuhan adalah dihulurkan daripada Tuhan kepada hamba. Selagi Tuhan tidak menghulurkan jalan selagi itulah hamba tidak menemui jalan kepada-Nya. Latihan kerohanian yang dilakukan oleh salik bertujuan mempersiapkan salik agar bersedia memasuki jalan Tuhan apabila Tuhan membuka jalan tersebut. Sekiranya dia tidak bersedia jalan tersebut akan ditutup kembali. Rasulullah s.a.w berkhalwat di Gua Hiraa sebagai persiapan menerima kedatangan wahyu. Khalwat yang baginda s.a.w lakukan itu tidak berupaya memanggil wahyu turun. Wahyu datang daripada Allah s.w.t, menurut kehendak-Nya namun, Allah s.w.t menghantarkan wahyu setelah baginda s.a.w bersedia dan mampu menerima kedatangan wahyu itu. Begitu juga dengan kedatangan warid. Ia dihantarkan kepada salik yang bersedia menerimanya.
Setelah mengakui tidak ada jalan atau tangga yang boleh dibina oleh hamba untuk mencapai Tuhan maka hamba tidak ada pilihan kecuali bersandar kepada Tuhan dan berserah diri kepada-Nya. Ilmu dan amal hanya mampu membawa salik kepada makam berserah diri kepada Tuhan dengan sepenuh jiwa raga. Makam berserah diri adalah medan di mana dihulurkan jalan atau tangga yang membawa seseorang hamba kepada Tuhan. Penyerahan yang sebenar itu adalah Islam. Hanya Islam sahaja yang menjadi agama yang diredai Allah s.w.t dan kepada orang yang benar-benar Islam sahaja dikurniakan nikmat kehampiran dengan Allah s.w.t Yang Maha Tinggi. Tidak dinamakan Islam tanpa syariat Islam. Oleh sebab itu tarekat yang putus dengan syariat Islam tidak akan menemukan seseorang dengan Allah s.w.t. Islam merupakan satu-satunya jalan bagi seseorang hamba menghampiri Tuhan. Tidak ada jalan lain lagi. Allah s.w.t telah menyatakan perkara ini dengan tegasnya di dalam al-Quran:
Hari ini Aku sempurnakan agama kamu bagi kamu dan Aku cukupkan atas kamu nikmat-Ku. Dan Aku reda Islam menjadi agama (syariat) kamu. ( Ayat 3 : Surah al-Maa'idah )

Mengenai Khasanah Ke Ilmuan Tentang Perjalanan Hidup :


Bismillahir-Rahmanir-Rahim
Kali Ini Mengenai Bahasan Tentang: Tarekat Tasauf,,~
Tarekat tasauf mengajarkan manusia supaya membina kekuatan dalam berjihad menentang sifat nafsu ammarah dan membebaskan diri daripada ikatan rantainya.
Kekuatan dalaman diperolehi dengan cara mengingati Allah s.w.t sebanyak mungkin.
Pada peringkat permulaan ingatan kepada Allah s.w.t dilakukan dengan paksaan dan hanya berlaku secara luarnya sahaja seperti halnya Dzikir Dzahar tetapi dengan mengulangi nama - nama Tuhan, dan menyebutkannya kuat-kuat akan menambahkan kesedaran terhadap-Nya.
Ingatan kepada Tuhan yang dilakukan secara berterusan akhirnya akan masuk ke dalam hati. Ketika itu ingatan kepada Tuhan dilakukan dalam hati, sebagai Dzikir Khofi dan tidak perlu lagi menyebutnya dengan kuat-kuat.
Ucapan dan ingatan kepada nama-nama Tuhan membuat hati menjadi ter'jaga dari tidur dan sadar dari kelalaian.
Hati mendapat kekuatan untuk berperang dengan tentera ammarah. Berlakulah peperangan di antara yang baik dengan yang jahat.
Perjuangan ini berlaku di dalam daerah nafsu lawwamah. Adapun Senjata tentera lawwamah adalah taat kepada peraturan syariat, rajin beribadat dan menyibukkan lidah dan hati dengan berzikir kepada Allah s.w.t.
Hati yang sudah jaga daripada tidur mampu berfungsi sebagai juru nasihat kepada diri sendiri. Bila terjadi kesalahan dosa akan berdetaklah peringatan di dalam hati dan orang yang berkenaan menjadi menyesal dan bertaubat.
Bila hati bertambah kuat maka juru nasihat dalam diri juga akan menjadi kuat. Dan ia akan menarik dirinya dan lari daripada dosa sebelum dosa dilakukan.
Namun walaupun begitu, ketika berada dalam daerah lawwamah, seseorang itu masih lagi terlanjur melakukan dosa sekalipun dia berusaha untuk mencegahnya.
Ini kerana sebahagian daripada rantai-rantai ammarah belum juga putus daripada daerah lawwamah.
Rantai tersebut adalah ujub, riak dan samaah.
Sedangkan Sifat kebaikan yang muncul dalam daerah lawwamah adalah mengakui kesalahan diri sendiri, serta menyesal dan bertaubat.
Orang yang berada dalam daerah lawwamah gemar bertafakur, merenungkan sesuatu dan mengaitkannya dengan Kudrat dan Iradat Tuhan.
Ingatannya kepada Allah s.w.t sekali sekali masuk ke dalam hati dan menerbitkan rasa kemanisan berzikir.
Zikir yang telah masuk ke dalam hati menguatkan dan melembutkan hati itu. Sehingga menimbulkan kuatnya dalam melawan yang salah dan lembut dalam penyesalan terhadap kesalahan diri.
Makanya Ahli nafsu lawwamah banyak menangis apabila teringatkan dosa-dosanya yang lalu.
Dia juga mudah menangis ketika beribadat. Disebabkan suasana hati yang menguasai ahli lawwamah ini adalah ‘takutkan Allah.’
Sehingga perhatiannya lebih tertuju kepada akhirat dan syurga daripada nikmat keduniaan.
Sedangkan sikap yang agak ketara pada ahli lawwamah adalah dia bukan sahaja mengkeritik kesalahan dirinya malah dia juga akan mengkeritik kesalahan orang lain.
Dan hal ini berlaku muncul kerana dia selalu memperhatikan kesalahan dirinya dan kesalahan orang lain. Dalam memerhatikan kesalahan dirinya dia melihat kesungguhannya di dalam bekerja dan menghapuskan kesalahan.
Dimana dia melihat dirinya yang bertaubat dan memohon keampunan dari Allah s.w.t. Dengan demikian maka di dalam memerhatikan kesalahan orang lain dia pun tidak melihat mereka berbuat yang demikian.
Sehingga perhatiannya yang demikian itu telah membuat dirinya merasakan lebih baik daripada orang lain.
Demikianlah bahasan untuk kali ini semoga saja ada manfaatnya bagi kita semua dan Insya Allah

Mengenai Khasanah Ke Ilmuan Tentang Perjalanan Hidup :


Bismillahir-Rahmanir-Rahim
Kali Ini Mengenai Bahasan Tentang: Tarekat Tasauf,,~
Saudaraku..." Apabila seseorang itu keluar sepenuhnya daripada daerah nafsu yang mendatang dan masuk sepenuhnya ke dalam daerah nafsu yang asli dan haluan nafsunya sudah berada pada arah yang benar, lalu dia masuk ke dalam daerah nafsu muthmainnah.
Dimana ia telah kembali kepada tahap yang diredai Allah s.w.t.
Wahai nafsu muthmainnah. Kembalilah kepada Tuhan engkau dalam keadaan redha meredhai oleh-Nya dan masuklah engkau ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah engkau ke dalam syurgaKu. ( Ayat 27 – 30 : Surah al-Fajr )
Jiwa muthmainnah hanya tenang dan tenteram di dalam melakukan ketaatan kepada Allah s.w.t. Perbuatan zahirnya dan kelakuan hatinya semata-mata dalam melakukan ketaatan kepada Allah s.w.t.
Dia menyayangi makhluk Tuhan, suka bersedekah, tidak menyimpan harta, redha dengan ketentuan Allah s.w.t dan bertawakal kepada-Nya dalam segala perkara.
Dan ia hidup di atas landasan takwa, kuat beribadat dan mensyukuri segala pemberian Tuhan. Disebabkan ia sudah melepasi makam sabar dan masuk kepada makam redha, maka tidak ada apa lagi yang menekan jiwanya.
Cahaya ketenangan muncul pada wajahnya. Dia sudah dapat mengalami Hadrat nama-nama Tuhan. Kesadaran dan ingatan terhadap nama-nama Tuhan mendatangkan kenikmatan dan kelazatan pada hatinya.
Kehampirannya dengan Tuhan membuatnya merasakan dirinya sentiasa bersama-sama-Nya, maka tidak ada apa lagi yang menakutkan dan mendukacitakannya.
Daerah muthmainnah ini dinamakan daerah kewalian peringkat permulaan atau wali kecil.
Yang mana Manusia rohani memiliki sifat-sifat yang asli. Manusia zahir memperolehi sifat melalui percantuman dengan manusia rohani.
Sifat yang muncul pada manusia zahir dinamakan sifat kemanusiaan. Apabila seseorang meninggalkan daerah-daerah ammarah, lawwamah dan mulhamah ke dalam daerah muthmainnah, bermakna dia meninggalkan daerah sifat kemanusiaan dan masuk kepada sifat rohani.
Kelenyapan sifat kemanusiaan dinamakan kefanaan. Hingga bertambah kuat sifat rohani menguasainya bertambah kuat kefanaan yang dialaminya.
Tertanggalnya sifat kemanusiaan dan pada masa yang sama mengalami suasana Hadrat Ilahi menyebabkan orang yang berkenaan menafikan perbuatan manusia dan menyandarkannya kepada perbuatan Tuhan.
Orang yang dalam keadaan demikian menyaksikan Hadrat Tuhan menerajui sekalian alam maya ini. Oleh sebab itu dia menyerah bulat-bulat kepada pentadbiran Tuhan.
Dalam daerah muthmainnah Hadrat Tuhan yang dialami oleh hati menyata sebagai Nama-nama-Nya yang banyak.
Setelah dia masuk kepada daerah yang lebih mendalam hatinya mengalami keadaan di mana Hadrat nama-nama yang kelihatan banyak itu sebenarnya adalah Hadrat yang satu, yang berkuasa menentukan segala perkara, tidak ada lain yang memiliki kuasa
Daerah ini dinamakan nafsu radhiah. Suasana hati ahli nafsu radhiah adalah sangat teguh meredhai apa sahaja takdir Tuhan. Baginya bala dan nikmat adalah sama sahaja, sama-sama takdir Tuhan.
Orang radhiah sangat kuat merasai kehadiran kuasa ghaib mengawal segala kelakuan dan tindak-tanduknya. Perbuatan yang keluar dari dirinya berlaku secara spontan tanpa dia campurtangan sedikit pun.
Keadaannya samalah seperti keadaan orang yang melihat dirinya di dalam mimpi. Dia tidak ikut campurtangan dalam kelakuan dirinya yang di dalam mimpi itu.
Dirinya yang di dalam mimpi melakukan sesuatu tanpa berfikir dan merancang, tidak terikat dengan dirinya yang diluar mimpi. Apabila diri yang di dalam mimpi itu menjadi sangat kuat diri yang di luar merasakan dialah yang khayalan dan diri yang di dalam mimpi itulah diri yang sebenarnya.
Pengalaman seperti inilah menyebabkan orang radhiah menafikan kewujudan dirinya dan diisbatkan kepada kewujudan Allah s.w.t.
Sehingga kelakuan orang radhiah tidak lagi terpengaruh kepada fikiran, perasaan dan hukum logik. Tuturkatanya berbunga-bunga, terkadang sukar dimengerti oleh orang lain.
Dan ia kadang-kadang mengeluarkan perkataan yang menyinggung perasaan orang lain. jJuga Biasa terjadI adakalanya dia mengeluarkan ucapan yang pada zahirnya menyalahi syariat.
Disebabkan ia tidak lagi mengindahkan peraturan masyarakat. Hingga tingkah lakunya bisa menyebabkan orang banyak menyangkakannya ia sudah gila.
Dikarenakan apa-apa yang ada dan nyata pada hatinya adalah segala perkara yang datangnya dari Tuhan. Dan ia mengembalikan segala perkaranya kepada Tuhan.
Sehingga apa juga kebolehan (kepadaian) dan kekeramatan yang diperolehinya disandarkan kepada Tuhan.
Disebabkan Orang radhiah mengalami rasa ‘kegilaan kepada Allah’ pada tahap paling tinggi. Sehingga suasana hatinya diistilahkan sebagai ‘dalam Allah.’
Dan ia fana dalam lautan takdirNya.
Demikianlah bahasan untuk kali ini semoga saja ada manfaatnya bagi kita semua dan Insya Allah Bersambung...>

Ringkasan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah

 Berikut ini adalah ikhtisar aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah sebagaimana dihimpun oleh KH Sirajuddin Abbas dalam kitabnya I’tiqod Ahlus Sunnah wal Jamaah.
1. Iman ialah mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan dengan hati. Kemudian iman yang sempurna ialah mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota.
2. Tuhan itu ada, namanya Allah, dan ada 99 nama bagi Allah.(Yaitu Asmaul Husna)
3. Tuhan mempunyai sifat banyak sekali, yang boleh disimpulkan : Tuhan mempunyai sifat-sifat Jalal (kebesaran), Jamal (keindahan), dan Kamal (kesempurnaan)
4. Sifat yang wajib diketahui oleh sekalian mukmin yang baligh berakal adalah 20 sifat; 20 sifat yang wajib dan mustahil (tidak mungkin) ada bagi-Nya.
Sifat yang harus ada bagi-Nya, yaitu :
a. Wujud artinya ada, mustahil Dia tidak ada.
b. Qidam artinya tidak ada permulaan dalam wujud-Nya, mustahil ada-Nya permulaan.
c. Baqa’ artinya tidak berkesudahan ada-Nya, mustahil ada-Nya berkesudahan.
d. Mukhalafatuhu ta’ala lilhawaditsi artinya Dia berlainan dengan segala makhluk, mustahil Dia serupa dengan makhluk-Nya.
e. Qiyamuhu binafsihi artinya Dia berdiri sendiri, bukan berdiri di atas zat lain, mustahil Dia berdiri di atas zat lain.
f. Wahdaniyah artinya Dia Esa, mustahil Dia banyak.
g. Qudrat artinya kuasa, mustahil Dia tidak kuasa.
h. Iradat artinya menentukan sendiri dengan kehendak-Nya, mustahil Dia dipaksa.
i. Ilmu artinya Dia tahu, mustahil Dia tidak tahu (bodoh).
j. Hayat artinya hidup, mustahil Dia mati.
k. Sama’ artinya mendengar, mustahil Dia tidak mendengar (tuli).
l. Bashar artinya melihat, mustahil Dia buta.
m. Kalam artinya berkata, mustahil Dia bisu.
n. Kaunuhu Qadiran artinya Dia dalam keadaan berkuasa mustahil Dia dalam keadaan tidak berkuasa.
o. Kaunuhu muridan artinya Dia dalam keadaan mempunyai iradat, mustahil Dia dalam keadaan yang tidak mempunyai iradat.
p. Kaunuhu ‘Aliman artinya Dia dalam keadaan tahu, mustahil Dia dalam keadaan tidak tahu.
q. Kaunuhu Hayyan artinya Dia dalam keadaan hidup mustahil Dia dalam keadaan mati.
r. Kaunuhu Sami’an artinya Dia dalam keadaan mendengar, mustahil Dia dalam keadaan tidak mendengar.
s. Kaunuhu Bashiran artinya Dia dalam keadaan melihat, mustahil Dia dalam keadaan tidak melihat.
t. Kaunuhu Mutakalliman artinya Dia dalam keadaan berfirman, mustahil Dia bisu.
u. Kemudian ditambah dengan sifat jaiz bagi Alloh, yaitu Alloh boleh melakukan sesuatu dan boleh tidak melakukannya.
Demikian 20 sifat yang wajib (mesti ada) bagi Allah SWT, 20 sifat yang mustahil (tidak mungkin ada bagi Allah SWT), dan satu sifat jaiz bagi Alloh.
5. Wajib dipercayai bahwa Malaikat ada, mereka banyak. Tetapi yang wajib dipercayai secara terperinci hanyalah 10 malaikat saja.
6. Wajib dipercayai adanya kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-rasul-Nya untuk disampaikan kepada ummatnya.
Kitab-kitab itu banyak, tetapi yang wajib diketahui secara terperinci adalah 4 (empat), yaitu:
a. Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as. b. Kitab Zabur yang diturunkan kpada Nabi Daud as. c. Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as. d. Kitab Al-Qur’an yang diturunkan kpada Nabi Muhammad saw.
7. Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah mempercayai sekalian rasul-rasul yang diutus Allah SWT kepada manusia, mereka banyak, ada yang diterangkan Allah SWT kepada manusia dan ada yang tidak diterangkan. Tetapi yang wajib diketahui secara terperinci adalah 25 rasul yang dinyatakan dalam Al-Qur’an.
8. Setiap orang Islam wajib mempercayai adanya hari akhirat. Permulaan hari akhirat itu bagi setiap manusia sesudah mati, yaitu:
a. Setiap orang akan mati apabila jangka usianya sudah habis.
b. Setelah mati lalu dikuburkan. Di dalam kuburnya akan ditanya: Siapa Tuhannya, siapa Nabi, Apa kitab suci, dan lain-lain.
Pertanyaan tersebut. Diajukan oleh malaikat Mungkar dan Nakir. c. Orang yang jahat dan ahli ma’siat akan disiksa di dalam kubur.
d. pada suatu waktu akan terjadi kiamat besar, dunia akan hancur luluh dan semua manusia bahkan semua makhluk di atas dunia akan mati dan hancur pula.
e. Kemudianpada suatu waktu pula akan dibunyikan terompet sehingga seluruh makhluk yang mati akan bangkit kembali, berkumpul di padang mahsyar.
f. Akan diadakan hisab, yaitu perhitungan dosa dan pahala.
g. Di Padang Mahsyar akan ada syafaat (pertolongan) dari Nabi Muhammad SAW dengan seizin Allah SWT.
h. Akan ada timbangan untuk menimbang dosa dan pahala.
i. Akan ada titian (jembatan) Shirathal Mustaqim yang akan dibentangkan di atas neraka yang harus dilalui oleh sekalian manusia.
j. Akan ada telaga Kautsar kepunyaan Nabi Muhammad SAW di dalam surga, di mana orang-orang yang beriman akan dapat minum.
k. Yang lulus ujian dalam meniti Shirathal Mustaqim akan langsung masuk surga Jannatun Na’im sementara yang tidak lulus akan tergelincir masuk ke dalam neraka.
l. Orang yang baik akan langsung masuk surga dan kekal selama-lamanya.
m. Orang yang mu’min yang berdosa dan mati sebelum bertaubat, akan masuk ke dalam neraka buat sementara dan setelah menjalani hukuman akan dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam surga buat selama-lamanya.
n. Orang kafir langsung masuk neraka dan kekal selama-lamanya.
o. Orang mu’min yang baik-baik akan diberi ni’mat apa saja yang dia sukai, dan akan diberikan ni’mat lagi yang paling lezat yakni akan melihat Allah SWT. Demikian secara ringkas tentang hari akhirat.
9. Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah mempercayai adanya Qada’ dan Qadar yaitu takdir ilahi, sebagai berikut:
a. Sekalian yang terjadi di dunia ini sudah ada qadla’ Allah SWT yakni hukum Allah SWT dalam azali, bahwa hal itu akan terjadi.
b. Sekalian yang terjadi di alam ini buruk atau baiknya semuanya dijadikan Allah SWT. Pendeknya nasib baik dan buruk semuanya dari Allah SWT dan kita umat manusia hanaya menjalani takdir saja.
c. Yang ada bagi manusia hanya kasab, ikhtiar dan usaha. Manusia wajib berikhtiar dan berusaha.
d. Pahala yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia adalah kaena karunia-Nya dan hukuman yang diberikan kepada manusia adalah karena keadilan-Nya.
Demikian kepercayaan orang mu’min menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah yang bertalian dengan rukun iman yang (6) enam, yaitu : percaya kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari qiyamat dan qadla’ qadar-Nya.
10. Allah SWT bersama nama-Nya dan sifat-Nya semuanya qadim, karena nama dan sifat itu berdiri di atas zat yang qadim, maka dengan demikian semua nama dan sifat Allah SWT adalah qadim, tidak ada pemulaannya.
11. Al Quran adalah kalam Alloh yang qadim. Sedangkan apa yang tertulis dalam mushaf yang menggunakan huruf dan suara merupakan gambaran dari Al Quran yang qadim tersebut. Oleh karena itulah Al Quran disebut dengan qadim dan tidak boleh disebut makhluk.
12. Rizki sekalian manusia sudah ditaqdirkan dalam azali, tidak bertambah dan tidak berkurang, tetapi manusia diperintahkan untuk mencari rizki, diperintahkan untuk berusaha dan tidak boleh berpangku tangan menunggu saja.
13. Ajal setiap manusia sudah ada jangkanya oleh Allah SWT tidak dimajukan waktunya, juga tidak dapat ditunda walaupun sekejap mata.Tetapi manusia diperintahkan oleh Allah SWT untuk berobat kalau sakit, tidak boleh menunggu ajal saja.
14. Anak-anak orang kafir yang mati kecil (bayi) masuk surga.
15. Do’a orang mu’min memberi manfaat bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain yang dido’akan.
16. Pahala sedekah, wakaf dan pahala bacaan (tahlil, shalawat dan bacaan Al-Qur’an) boleh dihadiahkan kepada orang yang telah mati dan sampai kepada mereka kalau dimintakan kepada Alloh untuk menyampaikannya.
17. Ziarah kubur, khususnya kubur ibu bapak, ulama’-ulama’, wali-wali, dan orang-orang syahid, lebih-lebih maqam Rasulullah SAW, dan maqam sahabat-sahabat beliau adalah sunat hukumnya, diberi pahala kalau dikerjakan.
18. Berdo’a kepada Allah SWT langsung atau berdo’a dengan memakai wasilah (bertawassul) adalah sunat hukumnya, diberi pahala kalau mengerjakannya.
19. Masjid di seluruh dunia sama derajatnya, kecuali tiga buah masjid, lebih tinggi derajatnya dari yang lain, yaitu masjid-masjid di Makkah, Madinah dan Baitul Muqaddas. Berjalan (musafir) untuk beribadah ke masjid yang tiga tersebut adalah ibadah hukumnya, jika dikerjakan mendapat pahala.
20. Seluruh manusia adalah anak cucu nabi Adam. Adam berasal dari tanah. Iblis dan jin dijadikan dari api, tetapi malaikat-malaikat dijadikan dari cahaya.
21. Bumi dan langit ada. siapa yang mengatakan langit tidak ada Dia keluar dari lingkungan kaum Ahlussunnah wal Jama’ah.
22. Nama Tuhan tidak boleh dibuat-buat oleh manusia, tetapi harus seperti yang telah ditetapkan Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW yang shahih.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi dan Imam Bukhari, nama Allah SWT itu 99 banyaknya. Siapa yang menghafalkannya di luar kepala akan dimasukkan ke dalam surga (lihat shahih Bukhari juz IV bagian 195 dan shahih Tirmidzi juz XIII, halaman 37-42). Kita umat Islam boleh berdo’a dan boleh menyeru dengan salah satu atau semua nama-Nya yang 99 ini, umpamanya Ya Lathif, Ya Rahman, Ya Rahim, Ya Wadud dan sebagainya.
23. Kalau terdapat ayat-ayat suci Al-Qur’an yang seolah-olah menyatakan bahwa Allah SWT bertubuh seperti manusia, atau bertangan seperti manusia, atau bermuka serupa manusia, maka ulama’-ulama’ Ahlussunnah wal Jama’ah mentakwilkan atau menafsirkan ayat di atas secara majazi, yakni bukan menurut asal dari perkataan itu, sesudah itu diserahkan kepada Allah SWT apakah yang sebenarnya yang dimaksud oleh ayat tersebut.
Misalnya ayat yang mengatakan bahwa Tuhan bermuka, maksudnya Dialah Dzat yang Qadim, yang tidak serupa dengan makhluk-Nya, kalau terdapat ayat mengatakan “Tuhan bertangan” maksudnya adalah bahwa “Tuhan berkuasa” karena tangan itu adalah alat kekuasaan.
Kalau dijumpai ayat yang mengatakan “Tuhan duduk di atas Arsy” maksudnya bahwa “Tuhan menguasai Arsy”. Ada lagi ayat dan hadits yang mengatakan “Tuhan turun” maka yang turun adalah rahmat-Nya, bukan batang tubuhnya sebab Allah SWT tidak berbatang tubuh. Jika dijumpai ayat mengatakan bahwa “Tuhan atau Allah SWT itu cahaya”, maka maksudnya adalah Allah SWT itu memberi cahaya, demikian seterusnya dengan ayat-ayat yang lain.
Hal ini dianggap sangat perlu agar kita tidak terperangkap ke dalam kekeliruan dalam memahami ayat-ayat suci Al-Qur’an. Juga agar termasuk orang-orang yang menyerupakan Allah SWT dengan makhluk-Nya atau golongan kaum Musyabbihah atau Muajssimah yang menerapkan adanya keserupaan Allah SWT dengan makhluk.
Dalam surat as Syura ayat 11 disebutkan sejelas-jelasnya bahwa Allah SWT tidak serupa dengan makhluk-Nya. Tetapi dalam mengartikan atau menta’wilkan ayat ini janganlah memakai sembarang ta’wil. Hendaknya diperhatikan kitab-kitab tafsir Ahlussunnah wal Jama’ah yang dipercayai, seperti kitab tafsir At- Thabari, tafsir Qurthubi, tafsir Jalalain, tafsir Khazin, dan lain-lain sebagainya.
24. Bangkit sesudah mati hanya satu kali. Manusia mulanya tidak ada, kemudian lahir ke dunia kemudian mati. Lalu hidup kembali (bangkit) dari kematian setelah peniupan terompet dan berkumpul di padang Mahsyar sesuai dengan ayat Al-Qur’an pada surat Al Baqarah ayat 28.
25. Upah (pahala) yang Allah SWT berikan kepada oang-orang yang saleh bukanlah karena Allah SWT terpaksa untuk memberikannya dan bukan pula kewajiban Allah SWT untuk membalas jasa orang itu.
Begitu juga hukuman bagi orang yang durhaka tidaklah Allah SWT terpaksa menghukumnya atau bukanlah kewajiban Allah SWT untuk menghukumnya, tidak. Allah SWT memberikan pahala kepada manusia dengan karunia-Nya dan menghukum dengan keadilan-Nya.
26. Allah SWT dapat dilihat oleh penduduk surga dengan mata kepala, bukan dengan mata hati saja. Tetapi tidak boleh berpersepsi bahwa Allah SWT berada dalam surga. Hanya kita yang bertempat dalam surga yang melihat-Nya.
27. Pada waktu di dunia tidak ada manusia dapat yang melihat Allah SWT kecuali Nabi Muhammad SAW, pada malam Mi’raj.
28. Mengutus rasul-rasul adalah karunia Allah SWT kepada hamba-Nya untuk menunjuki jalan yang lurus, bukanlah kewajiban Allah SWT untuk mengutus rasul-rasul-Nya.
29. Wajib diketahui dan diyakini oleh seluruh ummat Islam bahwa Nabi Muhammad SAW lahir di kota Makkah. Sesudah berusia 40 tahun diangkat menjadi rasul, lalu diturunkan kepada beliau ayat-ayat Al-Qur’an berturut-berturut selama 23 tahun Sesudah 13 tahun menjadi rasul beliau pindah ke Madinah, menetap disitu sampai wafat.
Beliau wafat sesudah melakukan tugas 23 tahun dalam usia 63 tahun. Makam Nabi Muhammad SAW berada di Madinah, dalam lingkungan Masjid Madinah sekarang.
30. Nabi Muhammad SAW adalah manusia serupa kita, bukan malaikat. Beliau makan, minum, tidur, sakit, nikah, mempunyai keluarga serupa manusia biasa.
Akan tetapi kemanusiaan beliau luar biasa, rohaniyah dan jasmaniyah beliau luar biasa kuatnya, karena kepada beliau diturunkan wahyu ilahi, yang kalau diturunkan di atas bukit maka bukit tersebut akan hancur lebur.
Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah menganggap bahwa Nabi Muhammad SAW walaupun beliau serupa manusia biasa tetapi beliau adalah sayyidul khalaiq, makhluk Allah SWT yang termulia di antara makhluk yang lain.
31. Silsilah nenek moyang Nabi Muhammad SAW adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Marrah bin Ka’ab bin Luai bin Galib bin Fihir bin Malik bin Nadlar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudlar bin Ma’ad bin Adnan. Dari pihak ibu adalah ; Muhammad bin Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf bin Zahrah bin Kilab (nenek Nabi yang keenam dari pihak bapak).
32. Isteri-isteri Nabi Muhammad SAW dari mulai kawin sampai beliau wafat adalah: Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Ummu Salamah binti Abi Umayyah, Ummu Habibah binti Abi Sufyan, Saudah binti Zam’ah, Zainab binti Jahasy, Zainab binti Khuzaimah, Maimunah binti Harits, Juwairiyah binti Harits, dan Safiyah binti Hay. ra.
33. Putra-putri Nabi Muhammad SAW adalah : Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, Siti Fatimah, Qasim, Abdullah, dan Ibrahim. ra.
34. Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT kepada seluruh umat manusia, tidak pandang suku, tidak pandang negeri dan tidak pandang agama.
35. Nabi Muhammad SAW Mi’raj ke langit melalui Baitul Muqaddas (Palestina) tanggal 27 Rajab dan kembali malam itu juga ke dunia membawa perintah shalat lima kali sehari semalam. Nabi saw. mi’raj dengan badan dan ruh beliau.
36. Nabi Muhammad SAW terdahulu diangkat menjadi nabi dibanding nabi-nabi yang lain, yaitu ketika Nabi Adam masih terbaring dalam surga sebelum dineri jiwa. Karena itu, beliau (Nabi Muhammad SAW) adalah nabi yang paling dahulu diangkat dan yang paling akhir lahir ke dunia.
37. Nabi Muhammad SAW menerima syafaat (bantuan) nanti di akhirat kepada seluruh manusia. Syafaat (bantuan) itu bermacam-macam, diantaranya menyegerakan proses penghisaban di padang Mahsyar.
38. Sesudah Nabi Muhammad SAW meninggal dunia, maka pengganti beliau yang sah adalah Sayyidina Abu Bakar ra. sebagai khalifah pertama, Sayyidin Umar bin Khattab ra. sebagai khalifah kedua, Sayyidina Utsman bin Affan ra. sebagai khalifah ketiga, dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. sebagai khalifah keempat.
39. Wajib diyakini bahwa yang paling mulia di antara makhluk Tuhan ialah Nabi Muhammad SAW, sesudah itu Rasul-rasul yang lain, lalu para Nabi, para Malaikat, barulah Muslimin yang lain.
40. Wajib diyakini bahwa sahabat Nabi Muhammad SAW yang paling mulia adalah Sayyidina Abu Bakar, sesudah itu Sayyidina Umar bin Khattab, sesudah itu Sayyidina Utsman bin Affan lalu Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sesudah itu sahabat-sahabat yang sepuluh yang telah dikabarkan oleh Nabi Muhammad SAW akan masuk surga, yaitu 4 orang khalifah ditambah dengan Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Sa’id bin Zaid, Abu Ubaidah, Amir bin Jarrah, sesudah itu sahabat-sahabat yang ikut Perang Badar, sesudah itu sahabat-sahabat yang ikut Perang Uhud, sesudah sahabat-sahabat yang ikut Bai’atur Ridlwan, lalu sekalian sahabat Nabi ra.
41. Dalam soal pertikaian dan peperangan yang terjadi antara para sahabat Nabi, seperti “Perang Jamal” antara Siti Aisyah dan Sayyidina Ali, “Perang Shifiin” antara Sayyidina Ali dengan Mu’awiyah, kaum Ahlussunnah wal Jama’ah menanggapi secara positif tidak banyak dibicarakan, tetapi dianggap bahwa mereka berijtihad menurut pendapat mereka masing-masing. Kalau ijtihad itu benar pada sisi Allah SWT mereka dapat pahala dua, tetapi kalau ijtihad mereka salah maka mereka mendapat pahala satu atas ijtihadnya itu.
42. Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah yakin, bahwa sekalian keluarga Nabi Muhammad SAW, khususnya Siti Aisyah Ummul Mu’minin yang dituduh berbuat kesalahan adalah bersih dari noda. Fitnah yang dilancakan kepada keluarga Nabi adalah fitnah yang dibuat-buat (QS an Nur ayat 11).
43. Kerasulan seorang rasul adalah karunia Allah SWT. Pangkat tersebut tidak bisa didapatkan dengan diusahakan, umpamanya dengan bersekolah atau bertapa dan lain-lain.
44. Rasul-rasul yang dibekali dengan mu’jizat, yaitu perbuatan yang ganjil yang diluar kemampuan manusia biasa, misalnya Nabi Ibrahim AS tidak tebakar dengan api, Nabi Isa AS dapat menghidupkan orang yang telah mati, Nabi Musa AS bisa nenjadikan tongkatnya menjadi ular, Nabi Muhammad SAW dengan kitab suci Al-Qur’an yang tidak dapat ditiru oleh orang-orang yang pandai, air keluar dari anak jari beliau, bulan dapat dibelah dua, matahari berhenti berjalan, dan lain sebagainya.
45. Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah meyakini adanya keramat. Keramat artinya pekerjaan yang ganjil yang di luar kebiasaan yang mampu dikerjakan oleh para wali Allah, ulama’-ulama’, orang-orang sholih, umpamanya makanan datang sendiri kepada Siti MarDiam, ahli gua tidur selama 309 tahun tanpa rusak dagingnya.
46. Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir, tidak ada lagi Nabi sesudah beliau. Begitu juga pangkat kenabian dan kerasulan, begitu juga nabi-nabi pembantu tidak ada lagi sesudah Nabi Muhammad SAW. Siapa saja yang menda’wakan dirinya sebagai nabi atau rasul baik nabi bersendiri maupun untuk menjelaskan syari’at Nabi Muhammad SAW, maka orang itu pembohong yang wajib dilawan.
47. Wajib dipercayai adanya Arsy, yaitu suatu benda makhluk Allah SWT yang dijadikan dari nur, terletak di tempat yang tinggi dan mulia, yang tidak diketahui hakekatnya dan kebesarannya.
Hanya Allah SWT yang mengetahui, kita hanya wajib mengimaninya.48. Wajib diketahui adanya “Kursi Allah SWT”yaitu suatu benda makhluk Allah SWT yang bedekatan dan bertalDian dengan Arsy. Hakekat keberadaannya diserahkan kepada Allah SWT. Yang wajib kaum Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mempercayainya.
49. Wajib dipercayai adanya Qalam, yaitu suatu benda yang dijadikan Allah SWT untuk ‘menuliskan’ segala sesuatu yang akan terjadi di Lauh Mahfudh. Sekalian yang terjadi di dunia ini sudah dituliskan dengan Qalam di Lauh Mahfudh terlebih dahulu
.
50. Surga dan neraka bersama penduduknya akan kekal selama-lamanya, tidak akan habis. Keduanya dikekalkan Allah SWT agar yang berbuat baik merasakan selama-lamanya ni’mat pekerjaan dan yang berbuat dosa merasai selama-lamanya siksa atas pebuatannya.
51. Dosa itu, menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah, terbagi dua, ada dosa besar dan ada dosa kecil. Dosa besar itu ialah syirik (mempersekutukan Alloh) ini paling berat atau paling besar, membunuh manusia dengan tidak hak, makan riba/rente uang, lari dari medan perang (perang sabil), menjadi tukang sihir mendurhakai ibu bapak, berbuat zina, berbuat liwath, berdusta terhadap Nabi dan lain-lain sebagainya. Kalau dosa besar tidak dikerjakan, maka dosa-dosa kecil akan diampuni saja oleh Alloh. Dosa besar hanya dapat diampuni kalau si pembuatnya taubat kepada Alloh.
52. Orang mukmin bisa menjadi kafir kembali (riddah) dengan melakukan hal-hal di bawah ini :
a. Dalam i’tiqad :
i. Syak atau ragu atas adanya Tuhan.
ii. Syak atau ragu akan ke-Rasulan Nabi Muhammad Saw.
iii. Syak atau ragu bahwa Al-Qur’an itu wahyu Tuhan
iv. Syak atau ragu bahwa akan ada hari kiamat, hari akhirat, surga, neraka dan lain-lain sebagainya.
v. Syak atau ragu bahwa Nabi Muhammad Saw Isra’ Mi’raj dengan ruh dan jasad.
vi. Meng-i’tiqadkan bahwa Alloh tidak mempunyai sifat seperti ilmu, hayat, qidam baqa’, dan lain-lain.
vii. Meng-i’tiqadkan bahwa Alloh bertubuh serupa manusia.
viii. Menghalalkan pekerjaan yang telah sepakat ulama’ Islam mengharamkannya, seperti meyakini bahwa zina boleh baginya, berhenti puasa boleh baginya, membunuh orang boleh baginya, makan minum haram boleh baginya dan lain-lain sebagainya.
ix. Mengharamkan pekerjaan yang sudah sepakat ulama’ Islam membolehknnya, seperti kawin haram baginya, jual beli haram baginya, makan minum haram baginya dan lain-lain sebagainya.
x. Meniadakan suatu amalan ibadah yang telah sepakat ulama’ Islam mewajibkannnya, seperti sembahyang, puasa, zakat dan lain-lain sebagainya.
xi. Mengingkari kesahabatan para sahabat-sahabat Nabi yang utama seperti Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar bin Khathab dan lain-lain sebagainya.
xii. Mengingkari sepotong atau seluruhnya ayat suci Al-Qur’an atau menambah sepotong atau seluruh ayat suci al-Qur’an dengan tujuan menjadikannya menjadi Al-Qur’an.
xiii. Mengingkari salah seorang Rasul yang telah sepakat ulama’-ulama’ Islam mengatakannya Rasul.
xiv. Mendustakan Rasul-rasul Alloh.
xv. Meng-i’tiqadkan ada Nabi sesudah Nabi Muhammad Saw. xvi. Mendakwahkan jadi Nabi atau Rasul setelah Nabi Muhammad Saw.
b. Dalam amalan:
i. Sujud kepada berhala, pada matahari, pada bulan dan lain-lain. ii. Sujud kepada manusia dengan suka rela.
iii. Menghina Nabi-nabi atau Rasul-rasul dengan lisan maupun perbuatan.
iv. Menghina kitab-kitab suci dengan lisan atau perbuatan. v. Mengejek-ejek agama atau Alloh dengan lisan atau tulisan. dll.
c. Dalam perkataan
i. Mengucapkan “Hai kafir”, kepada orang Islam.
ii. Mengejek-ejek atau menghina nama Alloh.
iii. Mengejek-ejek hari akhirat, surga dan neraka.
iv. Mengejek-ejek salah satu syari’at, misalnya shalat, puasa, zakat, haji, thawaf keliling Ka’bah, wukuf di Arafah dan lain-lain sebagainya.
v. Mengejek-ejek malaikat-malaikat vi. Mengejek-ejek Nabi-nabi dan Rasul-rasul. vii. Mengejek-ejek keluarga Nabi. viii. Mengejek-ejek Nabi Muhammad saw, dll.
Demikianlah apa yang dapat kusampaikan semoga saja dapat dipahami serta bermanfaat bagi kita semua Aamiin..."Wassala,~

Sedikit saya bahas tentang Takhalli ,Tahalli dan Tajalli semoga

Sedikit saya bahas tentang Takhalli ,Tahalli dan Tajalli semoga bermanfaat: 1. Takhalli ialah:
Membersihkan diri dari kotoran hati / sifat - sifat tercela.Firman AlLah dalam Al-Quran (S. As-Sams: 9 - 10)
قَد أَفلَحَ مَن زَكّىٰها* وَقَد خابَ مَن دَسّىٰها
"Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya".
Sebagaimana Cara untuk Mensucikan badan kita sebelum Menghadap Allah, maka seperti itu pulalah Cara Membersihkan Jiwa kita untuk Menghadap Allah, Cara itu adalah Wudhu.
Secara Syariat, Wudhu adalah Membersihkan Panca Inderawi kita dari kotoran lahir,
Dan Secara Hakikat, Wudhu adalah Membersihkan Panca Inderawi kita dari kotoran Batin.
Qs. Al maidah:6; Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu berdiri hendak mengerjakan sholatmu, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku dan sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai ke mata kaki.
Dalam wudhu, kita membersihkan
1. Panca Indera, yaitu; 1 lobang mulut, 2 lobang hidung, wajah & 2 lobang mata, 2 lobang telinga.
2. Pikiran, Yaitu: yang bertempat di Kepala
3. Perbuatan, Yaitu: Kedua Tangan dan Kaki
Setelah bersih lalu bertakbirlah tutuplah semua panca indera kita, Agar kebesaran dunia tidak masuk ke dalam hati kita, sehingga terpancarlah Cahaya Kebesaran-Nya. Allahu Akbar.
2. Tahalli ialah:
Mengisi diri dengan sifat - sifat terpuji / menyinari hati dengan Akhlak atau amal yang saleh..
Firman AlLah swt. dalam Al-Quran (S. Al-Kahfi: 110)
فَمَن كانَ يَرجوا لِقاءَ رَبِّهِ فَليَعمَل عَمَلًا صٰلِحًا وَلا يُشرِك بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
"Maka barang siapa Ingin Berjumpa dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh (memperbaiki akhlak) dan janganlah ia mempersekutukan apapun dalam beribadat kepada Tuhan (bersih dari segala kotoran hawa nafsu)"
Al-Ghazali di dalam kitabnya Kimyaus-Saadah menyatakan
"tujuan perbaikan akhlak ialah membersihkan qalbu dari kotoran hawa nafsu dan amarah hingga hati menjadi suci bersih dan Ikhlas bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan".
Sebagaimana Sabda Nabi SAW dalam Hadis Qudsi:
Aku bertanya kepada Hudzaifah tentang Ikhlas, apakah dia? Jawabnya: Aku sudah bertanya kepada Rasulullah saw tentang ikhlas, apakah dia? Beliau saw bersabda: “Aku sudah bertanya kepada Jibril. Jawabnya, Aku sudah bertanya kepada Tuhan Keagungan tentang Ikhlas, apakah dia. Allah berfirman: Salah satu rahasia dari rahasia-Ku, Aku mempercayakannya kepada HATI siapa yang Aku cintai di antara hamba-hamba-Ku”.
2. Tajalli ialah:
Yaitu beroleh pancaran Nur Tajallinya AlLah. Firman AlLah dalam Al-Quran (S.An-Nur: 25)
"AlLah itu cahaya langit dan bumi"
Al-Ghazali menerangkan : "Bahawa Tajalli itu ialah terbuka Nur cahaya Allah bagi hati seseorang.
Hati yang bersih, di dalamnya ada Lampu yang ber-Cahaya, yang demikian itu adalah Hati orang mukmin.(HR. Ahmad dan Ath Thabarani dari Abu Said al-Khudri)
….orang – orang yg dibukakan Hatinya oleh Allah untuk berserah diri, maka dia mendapat Cahaya dari Tuhannya.(Qs.39:22)
Sahabat Nabi bertanya mengenai ayat ini; Apakah yg dimaksud di-buka-kan itu, wahai Rosul? Maka Rosulullah SAW, menjawab; Dibukakannya ialah dilapangkan. Pembukaan itu adalah kelapangan atau kelonggaran. Sesungguhnya Cahaya itu jika dilemparkan ke dalam Dada, maka Dada memuatnya dan menjadi lapang.(HR. Al-Hakim)
Bila Hati seseorang telah dimasuki oleh Cahaya maka Hati itu akan menjadi lapang dan terbuka.
Lalu orang banyak bertanya; apakah tandanya Hati yg lapang dan terbuka itu? Jawab Rosulullah SAW; ada Perhatian terhadap kehidupan yg kekal di akhirat dan timbulnya pengertian tentang tipu daya kehidupan dunia ini dan Orang Bersedia menghadapi MATI SEBELUM DATANGNYA MATI.(HR. Ibnu Jurair)