Laman

Selasa, 10 Oktober 2017

Urgensi Ilmu Nahwu dalam Penurunan Wacana Publik Keislaman


Nahwu, biasa dikenal oleh kalangan santri sebagai bagian ilmu alat, adalah ilmu yang sangat fundamental untuk dikuasai jika kita ingin mempelajari Islam dari literatur-literatur yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya, baik klasik maupun modern.
Dikatakan sebagai alat karena kegunaan ilmu adalah sebagai perangkat membaca, memahami dan memaknai dari bahasa nativenya, bahasa Arab, ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing lainnya. Kalangan antropolog menyebutkan jika penguasaan bahasa asli adalah hal sangat penting dalam memperkuat kredibilitas sebuah hasil ilmu atau hasil riset. Mereka memasukkan masalah ini sebagai bagian dari the politics of nativeness. Dengan kata lain, ilmu Nahwu adalah wasā’il menuju pengetahuan yang mendekati kepada kebenaran. Kenapa saya sebut sebagai “mendekati kebenaran,” karena kebenaran Nahwiyyah adalah kebenaran pengetahuan yang bersifat aturan kebahasaan, sementara masih ada jenis kebenaran lain yang didapatkan oleh ilmu atau cara lain juga.
Namun, jika kita beri peringkat, kebenaran yang dihasilkan oleh Nahwu adalah kebenaran yang sangat tinggi derajatnya karena dengan ilmu ini pemaknaan pertama atas sumber-sumber Islam –al-Qur’an dan Sunnah—bisa didapatkan. Meskipun sekolah-sekolah Islam juga mengajarkan
Nahwu, namun ilmu ini diajarkan secara lebih mendalam di dalam lingkungan pesantren. Itupun masing-masing pesantren melakukannya secara berbeda-beda pula. Pesantren-pesantren tradisional (salaf) biasanya mengajarkan kitab-kitab Nahwu yang tingkatannya lebih rumit dan sulit dibandingkan dengan pesantren-pesantren modern (khalaf). Kitab-kitab nahwu yang diajarkan di pesantren tradisional misalnya mulai dari al-Jurūmiyyah, Imriṭī, lalu Alfiyyah Ibn Mālik. Sementara pesantren modern biasanya mengajarkan kitab-kitab seperti Nahwu al-Wāḍiḥ, Jāmiʿu al-Durūs fī al-Lughat al-ʿArabiyya, dan lain-lainnya.
Dengan kata lain, referensi-referensi Nahwu yang diajarkan di pesantren salaf –biasanya dimiliki dan diasuh oleh kyai-kyai Nahdlatul Ulama-- biasanya adalah kitab-kitab lama (klasik), sementara pesantren khalaf lebih memilih kitab-kitab Nahwa baru, atau yang terkini.
Tapi baik belajar dengan kitab lama maupun baru sejatinya yang paling penting di sini adalah kemauan untuk belajar dan berusaha menguasai ilmu ini. Jika tidak menguasai seluruhnnya, sebagianlah yang perlu dikuasasi. Meskipun ilmu Nahwu sangat penting, banyak dari kalangan kita yang sudah mendedikasikan hidupnya menjadi santri, ustadz, pendakwah dan lain sebagainya, tidak memiliki pemahaman yang cukup akan ilmu ini.
Hal yang paling menyedihkan banyak pengajar Islam publik kita, di Mushalla dan TV-TV, yang awam dengan teori-teori Nahwu. Untuk berdakwah memang tidak diwajibkan untuk menguasai Nahwu, namun dalam dakwah diwajibkan untuk menyampaikan kebenaran meskipun pahit. Menyampaikan kebenaran dengan benar adalah jika sang penyampai mengerti alatnya. Perlu diingat di sini bahwa tidak semua orang yang bisa membaca aksara Arab seperti membaca al-Qur’an menguasai ilmu ini. Mampu dan tidaknya penguasaan ilmu Nahwu ini bisa dilihat dari bagaimana dia atau mereka mampu membaca dan memaknai kitab-kitab yang dalam bahasa keseharian kaum santri disebut kitab kuning.
***
Harus diakui bahwa ilmu Nahwu memang merupakan cabang yang susah selain ilmu-ilmu lain yang sejenis seperti Ṣaraf, Balaghah, dan Mantiq. Untuk tahu ilmu ini, butuh kejelian, hafalan yang kuat, dan analisa yang mendalam. Masih ingat bahwa kita –saya dan teman-teman—di madrasah dulu sering menghindari dan berkeluh kesah tentang betapa sulitnya memahami apalagi menerapkan ilmu Nahwu untuk membaca kitab-kitab berbahasa Arab. Ada yang hafal di luar kepala teori-teori Nahwu, namun untuk menerapkan terkadang masih sulit. Bahkan ada yang bisa menghafal kitab Nahwu Alfiyah Ibn Mālik secara sungsang (dari belakang ke depan) namun tetap saja terkadang masih memiliki kesulitan untuk menggunakannya dalam membaca teks Arab terutama yang klasik.
Sebagaimana perlu diketahui bahwa menghafal sungsang adalah salah satu cara pamer kebolehan dalam mempelajari ilmu Nahwu. Namun, belajar Nahwu tidak cukup dengan menghafal, tapi harus memahami. Kalau boleh melakukan kritik, kelemahan pembelajaran Nahwu di pesantren adalah penitikberatannya pada model hafalan, bukan pemahaman. Meskipun tujuan pertama dalam penghafalan adalah untuk menuju pemahaman, namun seringkali karena terlalu banyak “load” menghafalnya sehingga aspek memahinya terkurangi bahkan terabaikan.
Hal ini terutama terjadi pada pesantren-pesantren yang sudah mengadopsi banyak mata pelajaran di dalam sistem kurikulum mereka. Namun kesulitan menguasai ilmu Nahwu tersebut sangat sepadan dengan fungsi dan manfaat ilmu ini sendiri dimana tanpa penguasaan atasnya hampir mustahil seseorang bisa memahami al-Qur’an, Sunnah dan sumber-sumber Islam secara keseluruhan dan mendalam. Penguasaan teori-teori rumit dalam kitab-kitab Nahwu yang diajarkan di pesantren tradisional memiliki garis sejajar dengan penguasaan masalah-masalah agama yang tercantum di dalam kitab Suci dan Sunnah Nabi serta peninggalan ulama-ulama masa lalu.
Kita tahu bahwa struktur gramatik bahasa Arab yang dipakai oleh al-Qur’an tidak akan cukup dibaca dengan kitab-kitab Nahwu yang simpel seperti al-Jurūmiyyah ataupun Nahw al-Wāḍiḥ. Penguasaan Nahwu juga menjadi parameter kadar keulamaan seseorang. Karenanya, jangankan ketahuan membaca kitab-kitab terjemahan, karena ini tindakan pemalas, seorang santri atau bahkan ustadz kredibilitasnya bisa runtuh gara-gara hanya salah membaca harakat (tanda baca) di akhir kata (iʿrab) misalnya bagaimana misalnya membaca isim alam (nama-nama benda/alam) seperti kata Ibrāhim atau isim tafḍīl (bentuk lebih atau paling) setelah huruf jer ilā (huruf yang bisa menyebabkan bacaan kasrah pada Isim) dan kasus-kasus lain.
Hal seperti ini cukup bisa dipahami karena memang memahami al-Qur’an dan Sunnah Nabi harus dilakukan bukan dengan cara main-main (hawa nafsu), tanpa ilmu, namun harus secara ilmiah. Salah satu cara yang ilmiah itu adalah jika pemahaman akan sumber-sumber utama Islam tersebut didasarkan pada tradisi keilmuan (turāth) yang mapan yang sudah dibangun secara panjang oleh kalangan ulama masa lalu.
***
Selain ilmu Nahwu, kedudukan ilmu lain juga penting dalam mengkaji Islam, namun jika seseorang ingin menjadikan atau mengaku dirinya sebagai ahli atau ʿalim dalam Islam, mau tidak mau harus mau belajar, mengenal dan menguasai ilmu Nahwu supaya pemahamannya tidak separuh-separuh dan juga tidak sesat menyesatkan. Pemahaman teks-teks agama tanpa ilmu-ilmu yang memadai bisa menjerumuskan dirinya sendiri dan juga orang lain. Bahkan menafsirkan hal-hal penting dalam Islam seperti syariah, fiqih, akidah, dengan modal bahasa Arab yang pas-pasan atau apalagi modal terjemahan dan ilmu rungon (mendengarkan) bisa menyebabkan seseorang tersebut, meskipun itu ustadz atau pun pendakwah, jatuh pada sikap liberalisme (asal-asalan) pada satu sisi dan sikap fanatisme yang berlebihan pada sisi lainnya.
Hal yang menyedihkan, dalam konteks public sphere kita, adalah kenyataan dimana tidak hanya orang awam, namun ustadz, pendakwah, dan juga para aktivis Islam masa kini tidak tahu sama sekali apalagi memahami ilmu ini. Pengetahuan Islam mereka lebih banyak tergantung pada buku-buku terjemahan yang kualitas pengalihbahasaannya seringkali sangat rendah daripada pada sumber Islam yang asli yang berbahasa Arab. Fenomena yang lebih aneh lagi yang akhir-akhir ini menggejala adalah jika ada orang yang berusaha menjelaskan Qur’an atau wacana keagamaan Islam lainnya lewat pendekatan Nahwiyyah atau keilmuan lain yang memang sangat memungkinkan terciptanya tafsir-tafsir yang berbeda-beda, mereka atau aktivis-aktivis Islam yang masih awam tersebut sering menganggap penjelasan yang njelimet, rumit dan penuh perdebatan dari pelbagai analisis kebahasaan Nahwiyyah tersebut sebagai bentuk pemahamanan liberalisme Islam.
Padahal yang terjadi adalah mereka tidak mampu atau tidak memiliki alat untuk bisa sampai pada penjelasan-penjelasan Nahwiyyah tersebut. Gejala beragama cepet saji dan ingin simplenya saja ini sudah barang tentu sangat menyedihkan untuk masa depan pengembangan Islam sebagai ilmu. Islam itu bisa bertahan, jika agama ini tidak hanya ditopang oleh praktik keagamaan umatnya, namun juga oleh argumentasi yang rasional. Bahkan bisa dikatakan, tantangan Islam terbesar pada abad ini dan mendatang adalah kemampuan umatnya untuk menyediakan argument bahwa agama ini memang ṣāliḥ li kulli zamān wa makān.
Berargumen dengan Nahwu adalah salah satu upaya untuk mempertahankan keislaman. Apa yang ingin saya tekan di sini adalah secara umum, fenomena pemahaman keagamaan yang instans dan simplistik tersebut itu terkait erat dengan krisis akan tingkat pengetahuan masyarakat Islam awam dan juga aktivis-aktivisnya secara khusus atas ilmu Nahwu pada satu sisi dan juga penurunan kualitas pewacanaan Islam di ruang publik secara umum pada sisi yang lainnya. Lihat saja bagaimana media kita yang cenderung simplistik dalam dalam menyajikan program agama dengan dalih apa saja misalnya “pemurnian.”
Padahal apa yang terjadi adalah mereka lebih senang mencari penceramah agama di TV-TV mereka yang berorientasi budaya cepat saji untuk memenuhi rasa dahaga atau lapar sementara yang menghinggapi kalangan sebagaian kalangan Muslim, terutama kalangan kota. Agama hanya dibicarakan pada sisi kepentingan peningkatan “piety,” tapi melupakan sisi keilmuan.
Hasil dari model pewacanaan keagamaan Islam yang demikian adalah keluaran masyarakat yang suka menyederhanakan dan memposisikan agama laksana obat gosok (panacea). Mereka ini tidak tahu atau pura-pura tidak tahyu bahwa di dalam wacana agama ada juga ada perdebatan-perdebatan yang rumit dan sekaligus scientific yang perlu diketahui oleh masyarakat kebanyakan karena perdebatan inilah yang menjadi bagian penting dalam argumentasi agama.
Dengan mengetahui perdebatan-perdebatan Nahwiyyah, proses demokratisasi pemahaman agama juga akan terjadi di dalam masyarakat. Karenanya, apa yang bisa kita lakukan pada tradisi keagamaan Islam yang terlanju demikian seperti ini tidak ada kata lain kecuali melakukan perubahan. Intinya, jika ingin mendalam dalam penguasaan Islam, maka alatnya harus cukup dan ilmu Nahwu menduduki posisi utama dalam masalah ini. Salam.
SYAFIQ HASYIM, Rais Syuriah PCINU Jerman, Meraih Gelar Dr. Phil dari BGSMCS, FU, Berlin.

SYARAT-SYARAT MENCARI ILMU


اَلاَ لاَتَنَــــالُ الْعِـــلْمَ اِلاَّ بِســــــِتَّةٍ ۞ سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانٍ
ELINGO DAK HASIL ILMU ANGING NEM PERKORO
BAKAL TAK CERITAAKE KUMPULE KANTI PERTELO
ذُكَاءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِبَارٍوَبُلْغَةٍ ۞ وَاِرْشَادُ اُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ
RUPANE LIMPAT LOBO SOBAR ONO SANGUNE
LAN PIWULANGE GURU LAN SING SUWE MANGSANE
Ingatlah..... kalian tidak akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat kecuali dengan 6[enam] syarat, yaitu cerdas, semangat, sabar, biaya, petunjuk ustadz dan lama waktunya.
۝
MENCARI TEMAN
عَنِ الْـمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ ۞ فَإِنَّ القَرِيْنَ بِالْـمُقَـــــارِنِ يَقْتَــــــــــدِيْ
JO TAKON SONGKO WONG SIJI TAKONO KANCANE
KERONO SAKTEMENE KANCA MANUT KANG NGANCANI
فَاِنْ كَانَ ذَا شَرٍّ فَجَنِّبْـــــهُ سُــرْعَةً ۞ فَاِنْ كَانَ ذَاخَيْرٍ فَقَارِنْهُ تَهْتَــــــــــــدِيْ
YEN ONO KONCO OLO LAKONE NDANG DOHONO
YEN ONO KONCO BAGUS ENGGAL NDANG KANCANONO
Janganlah engkau bertanya tentang kepribadian orang lain, lihat saja temannya (pergaulannya), karena seseorang akan mengikuti apa yang dilakukan teman-temannya, bila temannya (pergaulannya) tidak baik maka jauhilah dia secepatnya, dan bila temannya (pergaulannya) baik maka temanilah dia, dengan kamu akan mendapatkan petunjuk.
۝
KEUTAMAAN ILMU
تَعَــــــلَّمْ فَاِنَّ اْلعِلْمَ زَيْنٌ لِأَهْلِهِ ۞ وَفَضْلٌ وَعِنْوَانٌ لِكُلِّ الْمَحَامِدِ
NGAJIHO KERONO ILMU MAHESI ING AHLINE
LAN NGUNGGULAKE LAN DADI TONDO TINGKAH PINUJI
Belajarlah, ilmu adalah perhisan indah bagi pemiliknya, dan keutamaan baginya serta tanda setiap hal yang terpuji
۝
METODE CARI ILMU
وَكُنْ مُسْتَفِيْدًا كُلَّ يَوْمٍ زِيـَـــــادَةً ۞ مِنَ الْعِلْمِ وَاسْبحْ فِىْ بُحُوْرِ الْفَوَائِدِ
ONOHO NGALAB FAEDAH SABEN DINO ING TAMBAH
SONGKO ILMU LAN NGELANGI SEGARANE FAEDAH
Mengajilah setiap hari untuk menambah ilmu yang kau miliki, lalu berenanglah dilauatan fa'edah-fa'edahnya
۝
FIQIH DAN KEUTAMAANNYA
تَفَقَّـهْ فَاِنَّ اْلفِقْــــهَ اَفْضَلٌ قَائِـدِ ۞ اِلَى الْبِّرِوَالتَّقْوَى وَاَعْدَلُ قَاصِدِ
NGAJIO FIQIH KERONO NGUNGGULKEE LAN NUDUHKE
MARING BAGUS LAN WEDI ALLAH LUWIH JEJEKE
هُوَاْلعِلْمُ اْلهَادِىْ اِلَى سُنَنِ الْهُـــــدَى ۞ هُوَالْحِصْنُ يُنْجِىْ مِنْ جَمِيْعِ الشَّدَائِدِ
ILMU FIQIH KANG NUDUHAKE DALAN PITUDUH
HIYO BENTENG KANG NYELAMETAKE SEKEHE PEKEWUH
Pelajarilah ilmu fiqih karena ilmu fiqih adalah sebaik-baik penuntun menuju kebaikan dan ketakwaan, dan paling lurusnya sesuatu yang lurus. Ilmu fiqih adalah lambang yang menunjukkan jalan hidayah, dan benteng yang menjaga dari setiap sesuatu yang memberatkan.
۝
KEUTAMAAN AHLI FIQIH DARI AHLI IBADAH
فَـــاِنَّ فَقِيْهًــا وَاحِـــدًامُتَوَرِّعًـــــــــا ۞ اَشَدُّعَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ اَلْفِ عَابِدِ
WONG ALIM FIQIH SIJI TUR KANG NGEDOHI HAROM
LUWIH ABOT TIMBANG 'ABID SEWU MUNGGUH SYAITON
Satu ahli fiqih yang wira'i [ menjauhkan diri dari larangan Allah ta’ala dan menjalankan perintahnya ] lebih ditakuti oleh syetan daripada seribu ahli ibadah [yang tidak ahli fiqih atau ahli fiqih tapi tidak wira'i]
۝
BAHAYANYA ORANG BODOH YANG TEKUN BERIBADAH
فَسَــادٌ كَبِيْرٌ عَــــالِمٌ مُـتَهَتِّــــكٌ ۞ وَ اَكْبَرُ مِنْهُ جَاهِلٌ مُتَنَسِّكُ
GEDENE KERUSAKAN WONG ALIM DAK NGELAKONI
LUWIH GEDE TIMBANG IKU WONG BODO NGELAKONI
هُمَا فِتْنَةٌ فِي الْعَالَمِيْنَ عَظِيْمَةٌ ۞ لِمَنْ بِهِمَا فِيْ دِيْنِــــــهِ يَتَمَسَّكُ
KARONE IKU AGUNG AGUNGE FITNAH DUNYO
TUMRAPE WONGKANG TETANGGEN PERKORO AGAMO
Suatu kerusakan besar adalah orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya, namun kerusakan yang lebih besar adalah orang bodoh yang beribadah. Keduanya merupakan fitnah yang besar didalam alam semesta ini, yaitu bagi orang yang berpegang teguh pada agamanya.
۝
BELAJAR HARUS MAU PAYAH
تَمَنَّيْتَ اَنْ تُمْسِىَ فَقِيْهًا مُنَاظِرًا ۞ بِغَيْرِ عِنَــــاءٍ وَالْجُنُـــوْنُ فُـنُوْنُ
SIRO KEPINGIN DADI ALIM FIQIH KANG WICO-
RO TANPO KANGELAN EDAN IKU WERNO-WERNO
وَلَيْسَ اكْتِسَابُ الْمَالِ دُوْنَ مَشَقَّةٍ ۞ تَحَمَّلُـهَــــــــا فَالْعِـــــــلْمُ كَيْفَ يَكُوْنُ
ONOTO GOLEK ARTO ORA KANTI KANGELAN
DENE ILMU KAYA OPO KASIL DAK KANGELAN
Kamu berharap ingin jadi ahli fiqih yang bisa menerapkan hujjah atas setiap permasalahannya, dengan tanpa usaha keras itu namanya gila dan gila itu bermacam-macam. Sementara mencari harta tanpa usaha keras bukanlah tidaklah mungkin, lalu apalagi ilmu ?
۝
JANGANLAH BANYAK BICARA
اِذَا تَــــــمَّ عَقْلُ الْمَرْءِ قَلَّ كَلاَمُهُ ۞ وَاَيْقِنْ بِحُمْقِ الْمَرْءِ اِنْ كَانَ مُكْثِرًا
NALIKO SEMPURNO AKALE KIDIK GUNEME
LAN NYATAKNO KUMPRUNGE WONG YEN AKEH GUNEME
Bila sempurna akal seseorang [cerdas] maka sedikitlah bicaranya, dan yakinlah akan bodohnya orang yang banyak bicara.
۝
BAHAYANYA LISAN
يَمُوْتُ الفَتَى مِنْ عَثْرَةٍ مِنْ لِّسَـــــانِهِ ۞ وَلَيسَ يَمُوتُ الْمَرْءِ مِنْ عَثْرَةِ الرِّجْلِ
MATINE WONG ANOM SEBAB KEPLESET LISANE
ORA KOK MATINE SEBAB KEPLESET SIKILE
فَعَثْرَتُهُ مِنْ فِيْــــهِ تَرْمِىْ بِرَأْسِـهِ ۞ وَعَثْرَتُهُ بِالرِّجْلِ تَبْرَى عَلَى الْمَهْلِ
DENE MLESETE LISAN NEKAKKE BALANG ENDAS
DENE MLESETE SIKIL SUWE SUWE BISO WARAS
Pemuda bisa mati sebab tergelincir lisannya (salah bicara), tapi tidak mati karena tergelincir kakinya (jatuh), sebab tergelincirnya mulut bisa melenyapkan kepalanya sementara tergelincirnya kaki sembuh sebentar kemudian
۝
UTAMANYA ORANG YANG BERILMU
أَخُو الْعِلْمِ حَيُّ خَالِدٌ بَعْدَ مَوْتِهِ ۞ وَأَوْصَــــالُهُ تَحْتَ التُّرَابِ رَمِيْـــــمُ
WONG DUWE ILMU URIP LANGGENG SAKWUSE MATI
DENE ADON-ADONE BOSOK NING NGISORE BUMI
وَذُوالْجَهْلِ مَيْتٌ وَهُوَ يَمْشِى عَلَى الثَّرَى ۞ يُــظَنُّ مِنَ اْلاَحْيَـــاءِ وَهُوَ عَدِيْــمُ
WONG BODO MATINE HAALE MELAKU NING DUWURE BUMI
DEN NYONO WONG KANG URIP NANGING PODO WONG MATI
Orang yang berilmu akan tetap hidup setelah matinya walaupun tulang-tulangnya telah hancur di bawah bumi, sementara orang yang bodoh telah mati walaupun masih berjalan di atas bumi, dia menganggap bahwa dirinya hidup padahal sebenarnya dia telah tiada.
۝
KITA HARUS BERJUANG DAN TABAH
لِكُلٍّ اِلَى شَأْوِ الْعُلَى حَرَكَاتُ ۞ وَلَكِنْ عَزِيْزٌ فِى الرِّجَالِ ثُبَاتُ
KABEH WONG MARING DERAJAT LUHUR OBAHE ATI
TAPINE KIDIK PORO ROJUL IKU NETEPI
Bagi setiap orang untuk [ mendapatkan ] derajat yang luhur [harus dengan] perjuangan-perjuangan, tapi sedikit dari mereka yang tabah [dalam perjuangannya]
۝
ADAB BERMASYARAKAT
اِذَا كُنْتَ فِىْ قَوْمٍ فَصَاحِبْ خِيَـارَهُمْ ۞ وَلاَ تُصْحَبِ اْلاَرْدَى فَتُرْدَى مَعَ الرَّدِىْ
NALIKO ONO SIRO IKU WOR-WORAN QOUM.
MONGKO NGANCANONO SIRO ING BAGUSE QOUM
Bila kamu bersama orang banyak (bermasyarakat), maka bergaullah dengan orang yang terbaik dari mereka, jangan kamu bergaul orang yang terburuk diantara mereka, karena kamu akan buruk bersama mereka.
۝
MENGAGUNGKAN USTADZ
أُقَـدِّمُ أُسْتَــاذِىْ عَلَى نَفْسِ وَالِدِىْ ۞ وَاِنْ نَالَنِىْ مِنَ وَالِدِى الْفَضْلَ وَالشَّرَفَ
DISIKKE INGSUN ING GURU NGERIKKE ING BOPO
SENAJAN OLEH INGSUN KAMULYAN SONGKO BOPO.
Saya lebih utamakan ustadzku dari pada orang tua kandungku, meskipun aku mendapatkan keutamaan dan kemulyaan dari orang tuaku
فَذَاكَ مُرَبِّ الرُّوْحِ وَالرُّوْحُ جَــــوْهَرُ ۞ وَهَذَا مُرَبِّ الْجِسْمِ وَالْجِسْمُ كَالصَّدَفْ
DENE GURU IKU KANG NGITIK- NGITIK ING NYOWO
DENE NYOWO IKU DEN SERUPAKKE KOYO SUCO
Ustadzku adalah pembimbing jiwaku dan jiwa adalah bagaikan mutiara, sedangkan orang tuaku adalah pembimbing badanku dan badan bagaikan kerangnya [tempat bagi jiwaku]
رَأَيْتُ اَحَقَّ الْحَقِّ حَقَّ الْمُعَلِّمِ ۞ وَأَوْجَبَهُ حِفْظًا عَلَى كُلِّ مُسْلِم
لَقَدْ حَقَّ اَنْ يُّهْدَى اِلَيهِ كَرَامَـةً ۞ لِتَعْلِيْمِ حَرْفِ وَاحِدٍ اَلْفُ دِرْهَمٍ
AKU WIS NEKODAKE ING LUWIH HAK-HAKE BENER
YOIKU HAKE WONG KANG NUDUHKE BARANG BENER
LAN LUWIH TAK TEKODAKE LUWIH WAJIB DEN REKSO
MUNGGUHE KABEH WONG ISLAM KANG KEPINGIN BISO
GURU WIS MESTI DI HADIAHI SEWU DIRHAM
MULYAKKE KERONO MULANG HURUF SIJI TUR PAHAM
Saya melihat lebih haknya sesuatu yang hak adalah hak dari guru dan bahwa hak seorang guru adalah wajib di laksanakan atas setiap orang islam, sesungguhnya benar sekali memberikan hadiah kepada guru untuk setiap satu huruf yang di ajarkannya seribu dirham
NAFSU HARUS DI HINAKAN
اَرَى لَكَ اَنْ تَشْتَهِىَ اَنْ تُعِزَّهَا ۞ فَلَسْتَ تَنَــالُ الْعِزَّ حَتَّى تُذِلَّهــــاَ
NINGALI INGSUN MARING SIRO KEPINGIN MULYO
MONGKO DAK KASIL MULYO SIRO YEN DURUNG INO
Saya melihat kamu mempunyai nafsu yang ingin engkau muliakan, padahal kamu tidak akan mendapat kemuliaan kecuali dengan menghinakan nafsumu.
۝
JANGAN BERBURUK SANGKA
ﺇذَا سَاءَ فِعْلُ الْمَرْءِ سَاءَ ظُنُوْنُهُ ۞ وَصَـــــدَّقَ مَا يَعْتَــــادُهُ مِنْ تَوَهُّمِ
NALIKO OLO LAKONE WONG OLO NYANANE
LAN BENER NYANANE WONG BENER PENGADATANE
Bila perbuatan seseorang buruk, maka akan buruk pula prasangka-prasangkanya, dan akan dibenarkannya kebiasaan - kebiasaan dari kecurigaannya
فَمَا النَّاسُ اِلاَّ وَاحـِدٌ مِنْ ثَلاَثَةٍ ۞ شَرِيْفٌ وَمَشْرُوْفٌ وَمِثْلٌ مُقَاوِمُ
فَاَمَّا الَّذِىْ فَوْقِىْ فَأَعْرِفُ قَــدْرَهُ ۞ وَاَتْبَــعُ فِيْهِ الْحَــقَّ وَالْحَــقُّ لاَزِمُ
فَاَمَّا الَّذِىْ مِثْلِى فَاِنْ زَلَّ اَوْهَفَـــا ۞ تَفَضَّـلْتُ اِنَّ الْفَضْـلَ بِالْفَخْرِحَــــاكِمُ
فَاَمَّا الَّذِىْ دُوْنِىْ فَاَحْلَمُ دَائِبًـــــــا ۞ أَصُوْنُ بِهِ عِرْضِى وَاِنْ لاَمَ لاَئِمُ
ORA ONO MANUNGSO IKU WUJUD PERKORO
KEJOBO SIFAT SIJI SAKING TELUNG PERKORO
DENE WONG SAK DUWURE AKU WERUH DERAJATE
LAN AKU MANUT HAKE MERGO HAK BARANG MESTI
DENE WONG SAK PADAKU LAMUN WONG IKU KELIRU
PODO UGO IKU WONG KELUPUTAN MARANG AKU
MONGKO AKU AWEH KENUGRAHAN MARANG KANG SALAH
KERONO KENUGRAHAN NGUNGKULI SIFAT BUNGAH
DENE WONG SAK NGISORKU AKU SABAR BIYOSO
NGEREKSO KEWIRANGAN NAJAN AKU DEN WODO
Manusia [yang disekitar kita] hanya salah satu dari tiga [golongn], yaitu orang yang mulia, rendah dan sepadan [dengan kita]. orang yang mulia saya tahu derajatnya dan saya harus mengikuti sesutau yang haq darinya, dan orang yang sepadan dengan kita bila terpeleset atau jatuh maka saya lebih utama darinya, sedangkan orang yang rendah maka saya selalu memberikan kata maaf kepada mereka untuk menjaga kehormatanku walaupun banyak orang yang mencela.
۝
JANGANLAH MENDENDAM
دَعِ الْمَرْءَ لاَتُجْزِ عَلَى سُوْءِ فِعْلِهِ ۞ سَيَكْفِيْهِ مَا فِيْــــهِ وَمَا هُوَ فَاعِلُهُ
NINGGALO SIRO ING WONG SIJI OLO LAKONE
TEGESE OJO MALES OLO KANG DI LAKONI
Jangan hiraukan orang lain [yang berbuat jahat kepadamu] jangan engkau balas perbuatan jahatnya karena dia akan di balas oleh perbuatannya.
۝
WAKTU SANGAT BERNILAI
أَلَيْسَتْ مِنَ الْخُسْرَانِ اَنَّ لَيَالِيَا ۞ تَمُرُّ بِلاَ نَفْعٍ وَتُحْسَبُ مِنْ عُمْرِىْ
ONOTO KABEH DUDU GOLONGANE WONG TUNO
LIWATE KANTHI NGANGGUR DI ITUNG UMUR KITO
Bukankah termasuk kerugian bila malam-malam berlalu tanpa kita manfaatkan sedangkan umurmu terus berkurang?
۝
تَعَـــلَّمْ فَلَيْسَ الْمَرْءُ يوْلَدُ عَالِمًــــا ۞ وَلَيْسَ أَخُوْ عِلْمٍ كَمَنْ هُوَ جَاهِلُ
NGAJIO ILMU SIRO KERONO DAK ONO WON SIJI
IKU DEN ANAAKE KANTHI UWIS MANGERTI
DENE WONG DUWE IILMU MULYANE LAN AGUNGE
DAK PODO WONG KANG BODO INANE LAN ASORE
Belajarlah....! manusia tidak dilahirkan dalam keadaan berilmu, dan orang berilmu tidak seperti orang yang tidak berilmu
۝
MENCARI KEUTAMAAN
تَغَرَّبْ عَنِ اْلاَوْطَانِ فِى طَلَبِ الْعُلىَ ۞ وَسَـافِرْ فَفِى اْلاَسْفَارِ خَمْسُ فَوَائِـدِ
تَفَــرُّجُ هَــمٍّ وَاكْتِسَـابِ مَعِيْشَــةٍ ۞ وَعِلـــمٌ وَآدَابٌ وَ صُحْبَــةُ مَــاجِدِ
وَاِنْ قِيْـلَ فِى اْلاَسْفَـارِ ذُلٌّ وَغُرْبَــهٌ ۞ وَ قَطْـعُ فَيَـافٍ وَ ارْتِكَابُ شَـــدَائِدَ
LUNGOHO SONGKO DESO PERLU NGUDI KAMULYAN
KERONO LIMANG PERKORO DEN TEMU ING PELUNGAN
SIJI ILANGE SUSAH LORO RIZKINE TAMBAH
KAPING TELU TAMBAH ILMU NYEBABAKE BUNGAH
KAPING PATE BISO BAGUSI ING TOTO KROMO
KAPING LIMO MERKOLEH KONCO KANG MULYO MULYO
SENAJAN ONO ING LELUNGAN NGROSO INO NGUMBORO
LAN JONGKONG ORO-ORO LAN NGELAKONI SENGSORO
Pergilah dari rumahmu untuk mencari keutamaan (mondok), karenadalam kepergianmu ada 5 [lima] faedah, yaitu menghilangkan kesusahan ,mencari bekal hidup, ilmu, tatakrama dan teman sejati. meskipun dalam bepergianpun terdapat hina dan terlunta-lunta, menembus belantara dan menerjang kepayahan-kepayahan.
۝
MATI LEBIH BAIK DARIPADA JADI ORANG HINA
فَمَوْتُ الْفَتَى خَيْرٌ لَهُ مِنْ حَيَاتِهِ ۞ بِدَارِ هَوَانٍ بَيْنَ وَاشٍ وَحَـــاسِدٍ
MATINE WONG ENOM LUWIH APIK TINIMBANG URIP
ING DESO KUMPUL WONG ODO- ODO LAN DRENGKI
Matinya pemuda lebih baik dari pada hidupnya di daerah kehinaan di antara orang-orang ahli mengadu domba dan iri hati.