Laman

Kamis, 17 April 2014

Bertasawuf yang Benar


Dua orang ulama besar pernah hidup pada satu zaman. Keduanya dikenal sebagai ahli fiqih dan sekaligus ahli makrifat. Yang satu bernama Syech Sofyan Al-Tsawri. Ia dikenal sebagai pendiri mazhab fiqih besar di zamannya; tetapi dalam perkembangan zaman, fiqihnya kalah populer dengan fiqih-fiqih yang lain, satunya lagi adalah Imam Ja’far Al- Shadiq, salah satu di antara “bintang” cemerlang dalam silsilah tarikat.
Pada suatu hari Syech Sofyan Al-Tsawri mendatangi Imam Ja’far Al-Shadiq dan di dapatinya Imam Ja’far dalam pakaian yang indah gemerlap, hingga tampak bagi Al-Tsawri sangat mewah. Ia merasa, Imam yang terkenal sangat salih dan zahid, tidak pantas untuk memakai pakaian seperti itu. Ia berkata, “Busana ini bukanlah pakaianmu!”.
Imam Jakfar Al-Shadioq menimpali ucapan Al-Tsawri dengan berkata, “Dengarkan aku dan simak apa yang akan aku katakan padamu. Apa yang akan aku ucapkan ini, baik bagimu sekarang dan pada waktu yang akan datang, jika kamu ingin mati dalam sunnah dan kebenaran, dan bukan mati di atas bid’ah. Aku beritakan padamu, bahwa Rasulullah saw hidup pada zaman yang sangat miskin. Ketika kemudian zaman berubah dan dunia datang, orang yang paling berhak untuk memanfaatkannya adalah orang-orang salih, bukan orang-orang yang durhaka; orang-orang mukmin, bukan orang-orang munafik; orang-orang Islamnya bukan orang-orang kafirnya. Apa yang akan kau ingkari, hai Al- Tsawri? Demi Allah, walaupun kamu lihat aku dalam keadaan seperti ini sejak pagi hingga sore, jika dalam hartaku ada hak yang harus aku berikan pada tempatnya, pastilah aku sudah memberikannya semata-mata karena Allah.”
Pada saat itu datanglah rombongan orang yang” bergaya sufi”. Mereka mengajak orang banyak untuk mengikuti kehidupan mereka yang sangat sederhana. Mendengar ucapan Imam Ja’far, mereka berkata, “Tampaknya sahabat kami ini tidak mampu membalas pembicaraan Tuan dan tidak dapat menyampaikan hujah.” Imam Ja’far berkata, “Tunjukkan hujah kalian.” Mereka menyahut, “Kami punya hujah dari Kitab Allah.” Kata Imam, “Tunjukkan dalil-dalilnya, karena Kitab Allah lebih wajib untuk diikuti dan diamalkan.ketimbang selainnya” Mereka berkata, “Allah swt mengabarkan sekelompok sahabat Nabi saw: di dalam kitab-Nya; Dan mereka mendahulukan orang-orang lain di atas diri mereka sendiri sekali pun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu; siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr; 9) Allah memuji mereka. Kemudian Allah berfirman dalam ayat yang lain; Mereka memberikan makanan yang mereka cintai kepada orang miskin, yatim, dan tawanan. Cukuplah bagi kami semua keterangan ini.”
Di antara yang hadir dalam majelis itu ada seseorang yang segera menukas, “Kami tidak melihat kalian (dengan maksud orang yang “Bergaya sufi” itu) menahan diri untuk tidak makan makanan yang baik. Malahan kalian memerintahkan orang lain untuk mengeluarkan harta mereka supaya kalian bersenang-senang dengan memanfaatkan harta mereka.” Imam berkata pada orang itu, “Tinggalkan olehmu apa yang tidak bermanfaat bagi kamu.” Setelah itu Imam berkata kepada mereka yang menyampaikan dalil-dalil dari Al- Quran itu, “Hai saudara-saudara, ceritakan kepadaku apakah kalian tahu nâsikh-mansûkh dalam Al-Quran, muhkam dan mutasyâbih-nya? Karena di sinilah umat ini banyak yang tersesat atau binasa.” Mereka menjawab: “Sebagian memang kami ketahui. Tetapi sebagian yang lain tidak.”
Dengan bertanya seperti itu, Imam Ja’far bermaksud untuk mengajarkan mereka untuk berhati-hati menafsirkan Al-Quran, tanpa bantuan ilmu yang memadai. Karena di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang berlaku dalam konteks tertentu tetapi tidak pada konteks yang lain (nâsikh-mansûkh). Di dalamnya juga ada yang sangat jelas maknanya dan ada yang sekilas tampak ambigu (muhkam mutasyâbih). Setelah itu, Imam Ja’far berkata:“Apa yang kalian sebut sebagai keterangan dari Al-Quran tentang orang yang mendahulukan orang lain, walaupun diri mereka dan keluarga mereka kepayahan, perbuatan mereka itu hanyalah hal yang diperbolehkan bukan hal yang dilarang. Mereka mendapat pahala di sisi Allah. (Tidak ada perintah untuk melakukan perbuatan seperti itu. Mereka boleh saja melakukan hal demikian). Tetapi Allah setelah itu memerintahkan mereka untuk melakukan hal yang bertentang dengan apa yang mereka lakukan. Perintah Tuhan itu menjadi nâsikh (menghapuskan) bagi perbuatan mereka. Allah melarang mereka untuk berbuat demikian sebagai ungkapan kasih sayangnya kepada kaum mukmin. Supaya mereka tidak menyengsarakan dirinya dan keluarganya. Mungkin ada di antara mereka anak-anak kecil yang lemah, anak-anak, orang tua renta, orang yang sudah sangat tua yang tidak sanggup lagi menahan lapar. Jika aku menyedekahkan makananku kepada orang lain, padahal padaku tidak ada lagi makanan selain itu, pastilah semua keluargaku ditelantarkan dan binasa dalam keadaan lapar.
Karena itulah Rasulullah saw bersabda: Jika ada lima butir kurma atau lima dinar atau dirham yang dimiliki seseorang, kemudian ia ingin mengekalkan uang itu, maka yang paling utama ialah ia memberikannya kepada kedua orangtuanya, kemudian kepada dirinya dan keluarganya, kemudian kepada kerabat dan saudaranya kaum muslim, kemudian kepada tetangganya yang miskin, dan terakhir pada ranking kelima, ia mensedekahkannya di jalan Allah.
Seorang Anshar memerdekakan lima atau enam orang budak sebelum matinya, padahal ia tidak punya harta lain selain itu. Ia meninggalkan anak-anak kecil. Nabi saw pernah berkata kepada sahabatnya: ‘Sekiranya kalian memberitahukan kepadaku keadaan dia, aku tidak akan membiarkan kalian menguburkannya di pekuburan muslimin. Ia menelantarkan anak-anak kecil dan membiarkan mereka mengemis kepada orang lain.’ Kemudian Imam berkata: ‘Ayahku menyampaikan kepadaku dari Nabi saw bahwa ia bersabda; Mulailah dari tanggunganmu yang paling dekat, kemudian yang paling dekat, dan seterusnya!’
Kemudian, inilah yang difirmankan dalam Al-Quran, yang menolak argumentasi kalian dan diwajibkan kepada kalian oleh Tuhan yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana; Dan orang-orang yang apabila membelanjakan hartanya, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan; 67). Tidakkah kalian perhatikan bahwa Allah mengecam orang yang berlebih-lebihan dalam menginfakkan hartanya? Pada ayat lain Allah swt berfirman, “Sesungguhnya Ia tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-An’am; 141, QS. Al-A’raf; 31). Tuhan melarang mereka berlebihan dan melarang mereka kikir. Yang benar itu ialah yang berada di tengah-tengah. Seseorang tidak boleh memberikan seluruh hartanya, lalu setelah itu, ia berdoa agar Tuhan memberinya rezeki. Doa seperti itu tidak akan dikabulkan.
Rasulullah saw bersabda: Ada beberapa kelompok dari umatku yang doanya tidak akan dikabulkan; Doa seorang anak yang disampaikan untuk mencelakakan orang tuanya, doa seseorang untuk mencelakakan pengutangnya padahal ketika ia membuat transaksi tidak ada saksi, doa seorang lelaki untuk mencelakakan isterinya padahal Allah sudah menyerahkan tanggungjawab memelihara isteri itu di tangannya, dan doa seseorang yang duduk di rumah lalu ia tidak henti-hentinya bermohon: ‘Tuhanku berilah rezeki padaku’; kemudian ia tidak keluar rumah untuk mencari rezeki. Allah swt akan berkata kepadanya: ‘Wahai hamba-Ku, bukankah Aku sudah memberi jalan bagimu untuk mencari rezeki dan berusaha di bumi dengan modal tubuhmu yang sehat? Supaya kamu tidak bergantung pada orang lain. Jika Aku kehendaki, Aku akan memberi rezeki. Jika Aku kehendaki, Aku batasi rezeki kamu. Dan alasanmu Aku terima.’
“Selain itu, doa orang yang tidak akan Aku dengar adalah doa seseorang yang mendapat rezeki yang banyak dari Allah swt. Ia mengeluarkan semuanya kemudian ia kembali sambil berdoa: ‘Ya Rabbi, berilah aku rezeki’. Tuhan berfirman: ‘Bukankah Aku telah memberimu rezeki yang banyak. Kenapa kamu tidak berhemat seperti yang Aku perintahkan? Mengapa kamu berlebih-lebihan seperti yang Aku larang?’ Kemudian terakhir, doa yang tidak akan didengar Tuhan adalah doanya orang yang memutuskan silaturahim.’
“Allah mengajari Nabi-Nya bagaimana cara berinfak. Di suatu hari, pada diri Rasulullah saw ada beberapa uang emas. Ia tidak ingin tidur bersama uang itu. Kemudian ia mensedekahkannya. Pagi hari ada seseorang yang datang meminta bantuan kepadanya. Tapi Rasulullah tidak punya apa pun. Peminta itu kecewa karena Nabi saw tidak membantunya. Rasulullah saw juga berduka cita karena tidak dapat memberinya apa pun, padahal Nabi saw adalah orang yang sangat santun dan penuh kasih. Allah swt lalu mendidik beliau dengan firman-Nya: Janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu di kudukmu, jangan juga engkau buka selebar-lebarnya, nanti kamu duduk dalam keadaan menyesal dan rugi (QS. Al-Isra 29).”
Sofyan Al-Tsawri, bisa dibilang, mewakili pandangan sekelompok orang yang meyakini bahwa kesucian harus dicapai dengan mengorbankan segala-galanya, meninggalkan pekerjaan, memberikan seluruh harta, meninggalkan keluarga, mengasingkan diri, dan menjauhkan diri dari dunia. Konon, karena cinta dunia itu sumber segala kejahatan, akhirnya mereka memilih untuk membenci dunia.
Mujahadah dan Riyadhah.gaya Al-Tsawri, tidak bisa dibilang salah, karena memang ada segolongan orang yang karena “ kondisi tertentu harus menjalani model itu”, tetapi tidak dapat diterapkan sepenuhnya kepada semua orang, karena jika demikian, siapakah di antara kita yang harus membayar zakat, melakukan ibadah haji, mengurus orang yang lemah, membiayai pendidikan, melakukan penelitian ilmiah dan sebagainya ?, hanya melihat kehidupan tasawuf model ini, bisa melahirkan pendapat yang keliru dalam memandang tasawuf dan kehidupan Sufi yang oleh sebagian penentangnya, diidentikkan dengan kemiskinan, kelusuhan, dan bahkan kekotoran. Bisa bisa membuat orang takut belajar tasawuf dan menjalani kehidupan sufi karena kuatir menjadi miskin.
Imam Ja’far menunjukkan dengan argumentasi yang sangat fasih, bahwa tasawuf sejati tidak demikian. Ia menjelaskan bahwa kemiskinan yang disamakan dengan kesalihan berasal dari kekeliruan dalam memahami Al-Quran dan hadis. Tasawuf sejati bukan tidak memiliki dunia tetapi tidak dimiliki dunia. Sufi bukan berarti tidak mempunyai apa-apa, tetapi tidak dipunyai apa-apa.( Laisa Zuhud bian La tamlika Syaian , Innama Zuhud an laa yamlikaka dzalikas syaik), seperti hal ini ditegaskan oleh Imam Abil Hasan Ali Assadzili
Seorang sufi boleh saja, malah mungkin harus, memiliki kekayaan yang banyak; tetapi ia tidak akan melupakan kewajiban diri maupun hartanya, dalam meraih dan mendistribusikannya dan ia tidak meletakkan kebahagiaan pada kekayaannya. Hatinya tidak bergantung pada harta dan kekayaannya melainkan kepada ALLAH yang memberinya anugrah harta dan kekayaan itu.dan kepadanya sepenuhnya ia bersujud dan menumpahkan puji syukur.

SUBHANALLAH, INILAH KEUTAMAAN WUDHU..

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..
SUBHANALLAH, INILAH KEUTAMAAN WUDHU..
Salah satu kewajiban umat Islam dalam beribadah adalah berwudhu.Wudhu merupakan bukti keimanan yang tak terlihat secara kasat mata. Mirip dengan orang yang berpuasa. Tak ada orang yang menjaga wudhunya kecuali karena alasan keimanan.
Secara syar'i, wudhu ditujukan untuk menghilangkan hadas kecil agar kita sah menjalankan ibadah, khususnya shalat.
''Shalatnya salah seorang di antara kalian tidak akan diterima apabila ia berhadas hingga ia berwudhu.'' (HR Abu Hurairah).
''Hai orang-orang yang beriman,apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu,kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu serta basuhlah kedua kakimu sampai mata kaki." (QS Al-Maidah 6).
Eksistensi wudhu sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan seorang Muslim, karena dalam wudhu ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA., memberikan pesan moral yang tidak jauh dari kehidupan sehari-hari. Membasuh kepala, misalnya,ditujukan agar kita membersihkan kepala atau otak kita dari segala pikiran kotor dan menyesatkan.
Membasuh kaki dan tangan ditujukan agar kita tidak menggunakan tangan dan kaki ini untuk mengambil hak orang lain, menginjak martabat orang lain. Berkumur-kumur,membasuh wajah, dan mengusap telinga, ditujukan agar kita menggunakan mulut untuk menyebarkan perdamaian dan kasih sayang, menggunakan mata untuk melihat nilai-nilai kebenaran, dan menggunakan telinga untuk mendengar nilai kebaikan.
Kita diperintahkankan berwudhu minimal lima kali dalam sehari, yaitu untuk menjalankan shalat lima waktu. Meski demikian, kita dianjurkan berwudhu tidak hanya ketika hendak mendirikan shalat,namun juga ketika hendak melakukan ibadah atau amalan lainnya, misalnya ketika membaca Al-quran, mengikuti pelajaran,pengajian, dan memasuki masjid.
Bahkan ketika kita hendak makan pun dianjurkan untuk berwudhu.
''Keberkahan makanan adalah dengan wudhu sebelum dan sesudahnya.'' (HR Abu Dawud).
Wudhu sebelum tidur akan didoakan Malaikat agar diampuni segala dosa, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa tidur dimalam hari dalam keadaan suci (berwudhu’)maka Malaikat akan tetap mengikuti, lalu ketika ia bangun niscaya Malaikat itu akan berucap
‘Ya Allah ampunilah hamba mu si fulan, kerana ia tidur di malam hari dalam keadaan selalu suci’”.
(HR Ibnu Hibban dari Ibnu Umar r.a.)
Banyak keutamaan wudhu yang dijelaskan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Sallam. Antara lain sebagaimana diriwayatkan Thabrani dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Sallam bersabda,
''Jika seorang hamba menjaga shalatnya, menyempurnakan wudhunya, rukuknya, sujudnya, dan bacaannya, maka shalat akan berkata kepadanya, 'Semoga ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA.,menjagamu sebagaimana kamu menjagaku', dia naik dengannya ke langit dan memiliki cahaya hingga sampai kepada ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA dan shalat memberi syafaat kepadanya.''
Berwudhu merupakan hal yang mudah dilakukan, namun perlu keistiqamahan dalam implementasinya. Seorang hamba yang banyak berwudhu akan mudah dikenali Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Sallam di hari kiamat nanti karena memiliki ciri khas tersendiri.
''Muka dan tangan kalian nanti di hari kiamat berkilauan bekas dari berwudhu.''(HR Muslim)
Setiap muslim juga harus senantiasa menjaga wudhu untuk menjaga izzah keislamannya, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Sallam bersabda,
“Istiqomahlah kalian, walaupun kalian tidak akan mampu melakukannya secara hakiki (namun berusahalah mendekatinya), dan ketahuilah sebaik-baik amalan kalian adalah sholat, dan tidaklah ada yang menjaga wudhu kecuali dia seorang mukmin.” (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hibban)
Dengan wudhu, wajah orang beriman akan bercahaya pada hari akherat nanti.Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari kiamat dengan wajah, tangan, dan kaki yang bercahaya karena bekas-bekas wudhu mereka. Karenanya barangsiapa di antara kalian yang bisa memperpanjang cahayanya maka hendaklah dia lakukan.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Semoga kita selalu istiqomah dalam menjaga wudhu, Aamiin..

Syair Sayyidina Ali bin Abi Thalib untuk Sayyidah Fatimah Az-Zahra (R.A)


Uhibbuki mitsla maa anti Aku mencintaimu apapun dirimu
احبك كيفما كنتي
Uhibbuki kaifa maa Kunti
Aku mencintaimu bagaimanapun keadaanmu


ومهما كان مهما صار
Wa mahmaa kaana mahmaa shooro
Apapun yang terjadi dan selamanya

انتي حبيبتى انتي
Antii habiibatii anti
Engkaulah cintaku

زوجتي
Zaujatii
Duhai istriku

انتي حبيبتى انتي
Antii habiibatii anti
Engkaulah kekasihku

حلالي انت لا اخشى عزولا همه مقتي
لقد اذن الزمان لنا بوصل غير منبتي
Halaalii anti laa akhsyaa 'azuulan himmuhuu maqti
Laqod adzinaz zamaanu lanaa biwushlin ghoiri
munbatti
Engkau istriku yang halal, aku tidak peduli celaan orang.
Kita satu tujuan untuk selamanya.

سقيت الحب في قلبي بحسن الفعل والسمت
يغيب السعد إن غبت ويصفو العيش إن جئت
Saqoitil hubba fii qolbii bihusnil fi'li wassamti
yaghiibus sa'du in ghibti wa yashful 'aisyu in ji'ti
Engkau sirami cinta dalam hatiku dengan indahnya perangaimu.
Kebahagiaanku lenyap ketika kamu menghilang lenyap ,
Hidupku menjadi terang ketika kamu disana.

نهاري كادح حتى إذا ما عدت للبيت
لقيتك فانجلى عني ضناى اذا ما تبسمت
Nahaarii kaadihun hattaa idzaa maa 'udtu lilbaiti
Laqiituki fanjalaa 'annii dhonaaya idzaa maa tabassamti
Hari2ku berat sampai aku kembali ke rumah menjumpaimu.
Maka lenyaplah keletihan ketika kamu senyum.

تضيق بى الحياة اذا بها يوما تبرمتي
فأسعى جاهدا حتى احقق ما تمنيتي
Tadhiiqu biyal hayaatu idzaa bihaa yauman tabarromti
Fa as'aa jaahidan hattaa uhaqqiqo maa tamannaiti
Jika suatu saat hidupmu menjadi sedih, maka aku akan berusaha keras sampai benar mendapatkan apa yang engkau inginkan.

هنائى انت فلتهنئى بدفء الحب ما عشتي
فروحانا قد ائتلفا كمثل الارض والنبت
Hanaa'ii anti faltahna'ii bidifil hubbi maa 'isyti
Faruuhanaa qodi'talafaa kamitslil ardhi wannabti
Engkau kebahagiaanku. Tanamkanlah kebahagiaan
selamanya.
Jiwa2 kita telah bersatu bagaikan tanah dan tumbuhan

SHALLALLAAHU ALA MUHAMMAD... !!

saya (Habibana Munzir) pernah selalu mengamal kan shalawat sebanyak banyak nya, lalu setiap kali saya akan mendapat musibah pastilah Rasul SAW datang sebelum musibah, (maupun) setelah musibah, Beliau SAW dg santainya menenangkan (saya), ketika (saat itu) saya baru menikah, saya kesulitan cari nafkah, karena saya masih belajar di yaman, maka saya menangis sedih karena bayi kecil dan istri saya tidak ada makanan untuk esok sarapan, maka saya dikunjungi beliau (Rasulullah) saw. sambil tersenyum (dan berkata) :
"wahai munzir jangan risau kau tak akan kelaparan dari kehabisan makanan, kalau kau sampai kelaparan karena kehabisan makanan aku (sendiri) yg akan membawa makanan di punggungku (dan) mengetuk pintumu membawakan makanan...!"
maka saya tersentak kaget (seketika itu juga) mendengar pintu diketuk dg keras, (ternyata) teman saya datang membawa makanan-makanan selepas selamatan dari rumah tetangga.
subhanallah..
wahai saudaraku..
semoga dengan sebab terikat nya jiwa kita yang beridolakan dan cinta kepada Rasulullah SAW..
semoga kelak kita akan d kumpulkan oleh Allah SWT dengan Beliau SAW..
Aamiin..
-Alhabib Munzir Almusawwa-

Perbandingan Dunia dan Akhirat

Bertanya seseorang pada junjungan kita
Wahai Rasulullah tercinta
Bandingkan dunia kini
Dengan akhirat nanti.
Menjawablah RasulullahSallallahu’Alaihi wa Sallam Celupkan jarimu ke air lautan
Air yang menetes dari ujung jarimu
Itulah dunia seisinya
Air yang ada diselebihnya di lautan
Air yang tersebar di tujuh samudera
Itulah akhirat nanti

Wahai alangkah kecil arti dunia
Wahai alangkah kerdil arti dunia
Wahai alangkah remeh makna dunia
Wahai alangkah wahai
Tak berartinya dunia
Yang mengejar akhirat
Mendapat akhirat dan dunia
Yang mengejar dunia
Cuma mendapat dunia
"Demi Alloh, tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang yang mencelupkan jari tangannya ke lautan, maka hendaklah dia melihat apa yang didapat pada jari tangannya setelah ditarik kembali?"
(HR.Muslim: 2858).
Rasulullah pernah melewati sebuah pasar dan para sahabat berada di sekelilingnya. Beliau mendapati bangkai seekor kambing yang kecil telinganya, lantas beliau angkat batang telinga bangkai kambing tersebut seraya berkata; "siapakah diantara kalian yang mau membeli kambing ini dengan satu dirham?"
Para sahabat menjawab; “kami tidak suka sama sekali, apa yang bisa kami perbuat dari seekor bangkai kambing?"
Rasulullah menjawab: 'bagaimana jika kambing itu untuk kalian?"
para sahabat menjawab: "demi Alloh, apabila kambing itu masih hidup kami tetap tidak mau karena dia telah cacat, bagaimana lagi jika sudah menjadi bangkai!”
Rasulullah akhirnya bersabda; "demi Allah, dunia itu lebih hina disisi Alloh daripada seekor bangkai kambing ini bagi kalian.
(HR.Muslim: 2957).

Kala malam datang ..

Kala malam datang ..
Merekea bergegas mmpersiapkan diri untuk menyambut pertemuan dengan sang Kekasih..
Mereka rela menahan sakit dan pedihnya mata..
Mereka menghadap sang kekasih di atas hawa dingin yang menusuk tulang dan paru..
Mereka relakan itu demi perjumpaan dengan sang Kekasih..
Mereka menghadap Sang Kekasih..
Mereka bersujud dan terrsungkur dalam pandangan sujudnya.. ;-(
Diam dalam diam ..
Masih mencari khusyu'...
Mereka sadar , mereka datang kepada Sang kekasih membawa dosa kala siang hari..
Dan kini mereka datang untuk memohon ampunan ..
Mereka menitikkan air mata..
Merintih..
Menjerit..
Mengharap dengan segala harap..
Meng iba dengan nada pilu..
Air mata membanjiri pipi mereka..
TAPI Mereka masih takut ..
Takut Pada sang kekasih ..
mereka bertanya " Ya Tuhan .. apakah Kau sudah memaafkan segala kesalahan hamba padaMu"..AMpunilah hamba..ampunilah hamba ya Tuhanku..Sesungguhnya Engkau Maha pengampun dan Maha pemberi rahmat..ampuni Hamba YAa Tuhan..jika Kau tidak mengampuni hamba ,niscaya hamba menjadi orang yang rugi..
Teruus..teruuus.. dan teruuus... berulang ulang.. nada takut masih menyelimuti hati dan perasaan mereka..
hingga Air mata tak lagi mengalir...
Sedangkan rintihan mereka semakin pilu...
Teriakan mereka para pecinta ...
Sangat menyayat hati..
Aduan mereka pada Sang Kekasih ...aduhaaaii..
Siapa sanggup hanya berdiam diri dan berdiri..
Tersungurlah sesiapa yang mendengarnya...
Ighfirlana ..Ighfirlana..Ighfirlana Ya Rabb...