Laman

Kamis, 23 Maret 2017

Pentingnya ILMU NAFAS

Ketahui RAHASIA ini,
“Barang siapa tidak mengetahui tetang ilmu pernafasan maka dia tidak akan mengetahui, Syahadat, Istinja, Junub dan janabat”
Walaupun dia ahli Fikih.. ahli Tauhid.. ahli Tasawuf.. kalau masih belum mengenal ilmu hakekat usul diri yang asli yaitu “turun naik nafas” , dan masih berpegangan kepada nama dan bacaan maka masih belum sempurna ilmunya yang Haq.
“MAN ABDAL ISMU’U NAL MA’NA FAHAU KAFIRUN”
Barang siapa menyembah Nama tiada mengetahui yang punya nama orang itu kafir
“MAN ABDAL ISMU’U NAL MA’NA FAHUA BATILUN”
Barang siapa menyembah nama tiada mengetahui nama hukumnya batil yaitu sia-sia belaka.
Jadi bukan nama, bukan bacaan namun yang lebih wajib adalah hakekat asal usul kejadian diri kita yang sebenar-benarnya.
Ketahuilah RAHASIA ini,
Ujud Allah yaitu nafas yang LAISA, tidak ada umpamanya.
Karena Allah itu hanya nama kebesaran diri nabi kita MUHAMMAD S.A.W.
Kita harus sungguh-sungguh mengenal diri dzahir dan batin,
Barang siapa tidak mengenal Allah dari awalnya..
Barang siapa tidak mengenal Allah dari akhirnya…
Barang siapa tidak mengenal Allah dari dunia dan akhirat..
Barang siapa tidak mengenal allah dari hidupnya..
Niscaya tidak mengenal juga di negeri akhirat
Apabila kita mampu Mengenal Diri kita yang sebenar-benarnya, maka kita tidak terdindingi dengan Nabi kita MUHAMMAD S.A.W. karena tiada lain diri kita bertubuh NUR MUHAMMAD dzahir dan bathin.
Barang siapa kenal dengan dirinya tentu kenal dengan Rasullullah S.A.W.
PASTI, kalian akan melihat kebesaran Jalal dan Jamalnya Rasullullah S.A.W
Itulah nama kebesaran ALLAH yang disebut SUBHANAHUWATA’ALA.
Yang tidak lain adalah diri “HU.. “ diri nabi kita Muhammad S.A.W
Itulah yang sebenarnya LAISA bernama HUAJIBUL UJUD.

PRA PENCIPTAAN ADAM

Sebelum Adam ada, langit dan bumi telah diciptakan jauh sebelumnya. Dari berbagai perbedaan pendapat, paling lama awal kehidupan Adam adalah 6000 tahun sebelum masehi, itu artinya Adam diciptakan 6000 ditambah tahun masehi waktu kita membaca buku ini. Misalnya, sekarang tahun 2008, berarti kira-kira Adam diciptakan 8008 tahun yang lalu. Sedangkan bumi telah ada jutaan tahun sebelum Adam diciptakan.
Sebelum Adam diciptakan, bumi telah dihuni oleh salah satu kabilah Al-Jinn, yaitu salah satu kabilah malaikat yang paling mulia. Dari Wahab ibn Munabbih: Tuhan semesta alam menciptakan api Samûm. Dari api Sammum ini Dia menciptakan Jinn. Samum adalah angin yang sangat panas membakar, atau api yang tidak ada asapnya. Ketika Tuhan menghendaki sesuatu maka terbakarlah satu hijab, dari api yang membakar hijab inilah kabilah jin diciptakan.
Dinamakan Kabilah Al-Jinn karena kabilah ini menjadi khazanah perbendaharaan surga [Khuzzan al-Jannah], untuk itulah disebut Al-Jannah [taman atau surga]. Kata “jinn” dan “jannah” memiliki akar kata yang sama. Dan miniatur surga yang paling memenuhi syarat dari kesekian planet di jagad raya adalah bumi. Maka Tuhan memberi mereka bumi untuk tinggal di tempat itu, dan mereka hidup dan beribadah di sana dalam waktu yang lama.
Tersebutlah ia bernama Jann, nenek moyang bangsa jin yang menghuni bumi. Banyaknya ibadah yang ia kerjakan membuat para malaikat merasa kagum, dan berkata kepada Tuhan langit dan bumi, “Wahai Tuhan kami, angkatlah mereka ke langit, sehingga kami mungkin belajar dari mereka dan mengikuti contoh baik mereka”.
Maka Tuhan mengangkat dan mendidik Jann agar men-jadi salah satu diantara para malaikat dan ia hidup dengan mereka di langit pertama, kemudian Jann disebut dengan nama kemalaikatannya yang baru, yaitu Azazil. Sementara kaum jin yang lain —yang masih tinggal di atas bumi— sebagian hidup dalam kebenaran, sedangkan sebagian yang lain menjadi pendosa dan melanggar hukum.
Bumi mulai mengeluhkan mereka kepada Tuhan, “Wahai Tuhanku, apakah Kau ciptakan aku untuk didiami oleh penghuni yang durhaka?”
Tuhan menjawab, “Wahai bumi, bersabarlah, Aku akan mengirimkan para nabi diantara mereka untuk memimpin mereka kembali ke jalan yang lurus”.
Sampai waktu itu tidak ada nabi yang nampak diantara Jinn itu. Lalu Tuhan mengirim kepada mereka 800 nabi dan masing-masing mereka bunuh. Pada akhirnya Tuhan berkata kepada Azazil di langit pertama. Tuhan berkata kepadanya, “Pergilah, Azazil! Pergi dan perangilah mereka yang tak beriman dari kaummu yang tinggal di atas bumi”.
Azazil patuh, turun ke bumi dan memerangi kaum (jinn) yang tak beriman itu, ia menaklukkan mereka, kemudian Tuhan menurunkan api dari langit yang melahap habis mereka, yang tersisa dan dapat menyelamatkan diri ke tengah-tengah samudera. Hanya Jinn yang beriman dan beribadah yang dibiarkan hidup.
Azazil beribadah dengan sangat bersungguh-sungguh hingga ia diangkat ke langit yang pertama, atau menurut satu riwayat, ia telah banyak beribadah di langit pertama hingga ia diangkat ke seluruh tujuh lapisan-lapisan langit dan yang di atasnya.
SANG KEKASIH TUHAN
Dari Hasan Al-Bashri, “Azazil beribadah di tujuh lapisan langit hingga lebih dari 70.000 tahun, sampai ia diangkat ke Maqam Ridwan —ialah maqam yang sangat tinggi, dimana Ridwan menjadi penjaga Surga. Azazil menjadi penjaga Surga sampai ribuan tahun. Suatu ketia ia membaca sebuah prasasti pada salah satu gerbang surga, di situ tertulis:
“Akan ada salah seorang hamba diantara hamba-hamba kekasih Tuhan Yang Maha Perkasa, dalam jangka waktu yang lama ia akan taat dan menghamba kepada Tuhannya dengan amat baik. Akan datang suatu hari, akhirnya ia akan melawan dan menentang Tuhannya, dan ia akan diusir dari pintu-Nya dan dilaknat”.
Azazil membaca dan heran pada ramalan ini. “Bagaimana mungkin itu terjadi? Bahwa salah satu hamba yang terdekat kepada Tuhan akan durhaka kepada Tuhan semesta alam dan diusir dari kedekatan dan kesucianNya?” ia membela, “Ya Allah, Berilah aku ijin untuk mengutuk penentang itu, siapapun ia”.
Tuhan memberinya ijin, dan Azazil mengutuki pendosa [yang telah diramalkan] itu dalam waktu seribu tahun, tanpa ia tahu bahwa kutukan itu adalah untuk dirinya sendirinya. Azazil lupa, dirinya adalah juga hamba Allah dan tak menyadari bahwa kata “hamba” yang tertera pada tulisan di pintu surga itu bisa menimpa kepada siapa saja, termasuk dirinya.
Selama itu pula Azazil menjadi malaikat yang dikenal penduduk surga karena do’anya selalu dikabulkan oleh Allah, bahkan para malaikat pernah memintanya untuk mendoakan agar mereka tidak tertimpa laknat Allah.
Tersebutlah suatu ketika saat berkeliling di surga, malaikat Israfil juga melihat dan membaca tulisan yang dibaca oleh Azazil tersebut. Tulisan itu tak pelak membuat Israfil menangis. Ia takut, hamba yang diramalkan itu adalah dirinya. Beberapa malaikat lain juga menangis dan punya ketakutan yang sama seperti Israfil, setelah mendengar kabar perihal tulisan di pintu surga itu dari Israfil. Mereka lalu sepakat mendatangi Azazil dan meminta didoakan agar tidak tertimpa laknat dari Allah. Setelah mendengar penjelasan dari Israfil dan para malaikat yang lain, Azazil lalu memanjatkan doa. “Ya Allah. Janganlah Engkau murka atas mereka”.
Dengan reputasi ibadahnya, Azazil semakin bebas berkelana ke seantero lapisan langit. Tidak ada wilayah langit yang belum dikenalnya. Seluruh malaikat kagum kepadanya. Azazil dikenal sebagai malaikat yang maqbul doanya.
Di luar do’anya yang mustajab, Azazil dikenal juga sebagai penghulu para malaikat, bendaharawan surga, malaikat yang paling hebat dalam hal ijtihad dan paling banyak ilmunya, malaikat yang paling terang, malaikat yang paling mulya yang memiliki empat pasang sayap.
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan [untuk mengurus bermacam urusan] yang mempunyai sayap, masing-masing [ada yang] dua, tiga dan empat…” [QS. Fâthir [35]: 1]
Jadilah Azazil sebagai pemimpin malaikat di langit terdekat [samâ’ ad-dunyâ], cakrawala langit yang dapat kita saksikan serta bumi dan isinya diserahkan pengaturannya kepada Azazil. Karena memang ia bertugas mengatur urusan yang termasuk dalam lingkup langit dunia, yaitu makrokosmos yang termasuk juga bumi serta planet-planet lainnya, matahari, seluruh bintang dan galaksi hingga supercluster.
Semua lapis langit dan para penghuninya menjuluki Azazil dengan sebutan penuh kemuliaan meski berbeda-beda:
Pada langit lapisan pertama ia berjuluk Al-‘Âbid, ahli ibadah yang mengabdi luar biasa kepada Allah. Di langit kedua, julukan Azazil adalah Ar-Râki’ atau ahli rukuk kepada Allah. As-Sâjid atau ahli sujud adalah gelarnya di langit ketiga. Pada langit berikutnya ia dijuluki Al-Khâsyi’ karena selalu merendah dan takluk kepada Allah. Karena ketaatannya kepada Allah, langit kelima menyebut Azazil sebagai Al-Qânit. Gelar Al-Mujtahid diberikan kepada Azazil oleh langit keenam, karena ia bersungguh-sungguh ketika beribadah kepada Allah. Pada langit ketujuh, ia dipanggil Az-Zâhid, karena sederhana dalam menggunakan sarana hidup.
Selama 120 tahun, Azazil, si penghulu para malaikat menyandang semua gelar kehormatan dan kemuliaan, yang dengan itu Azazil mulai merasa bangga akan kedudukannya. Kesombongan mulai merasuki diri Azazil. Untuk itu Tuhan hendak menjadikan kesombongan yang tersembunyi dalam diri Azazil menjadi nyata dengan menciptakan makhluk baru yang justru diciptakan dari tanah di bumi yang menjadi wilayah kekuasaan Azazil.
PENCIPTAAN ADAM AS
Tibalah saatnya ketika para malaikat melakukan musyawarah besar atas undangan Allah.
“Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah di bumi”. Para malaikat berkata: “Mengapa hendak Kau jadikan [khalifah] di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memujiMu dan menyucikanMu?” Tuhan menjawab: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui”. [QS. Al-Baqarah [2]:30]
Kekhawatiran malaikat ini karena memang sebelumnya telah terjadi pertumpahan darah di bumi oleh bangsa jinn.
Dan [ingatlah], ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah”. [QS. Shâd [38]: 71]
Dalam Bahrul ‘Ulûm li As-Samarqandiy 1:35, disebutkan: Kemudian Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk mengambil tanah di bumi sebagai bahan penciptaan Adam. Namun bumi berkata kepada Jibril: “Atas nama Allah yang telah mengutusmu, jangan kau lakukan! karena aku takut dari tanah ini akan diciptakan makhluk yang banyak durhaka kepada Allah, sehingga aku akan malu kepadaNya”.
Demikianlah argumentasi bumi yang telah lama bersahabat dengan Azazil, sehingga sangat pandai mengolah kata. Bumi menolak perintah Allah dengan bersumpah atas nama Allah, sebuah kalimat kontradiktif yang secara sepintas nampak tawadhu‘ namun terjadi pengingkaran perintah.
Namun karena Jibril di waktu itu tidak terlatih untuk berargumentasi, maka kembalilah Jibril ke hadapan Allah. Dengan rasa sungkan, Jibril menghadap Allah sambil berkata, “Demikianlah yang terjadi, ya Tuhan! Namun jika diperintahkan turun lagi ke bumi, hamba pun akan turun”.
Lalu diutuslah malaikat Mika’il, namun kejadiannya sama dengan Jibril. Begitu pula malaikat Israfil juga tak bisa berkelit dengan argumentasi bumi, hingga Israfil pun juga kembali menghadap Allah. Ini mengisyaratkan bahwa dari bumi akan tercipta dan lahir makhluk yang kedudukannya di sisi Allah bisa melebihi para malaikat.
Lalu diutuslah malaikat Izra’il, dan sebagai kalimat ketundukan sebelum melaksanakan perintah, Izrail memuji Allah dengan kalimat Baqiyatush Shalihah sampai lima kali:
SUBHANALLAH WAL HAMDU LILLAH, WALA ILAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR
“Maha Suci Allah, segala puji untuk Allah, tidak ada tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan [izin] Allah”.
Maka turunlah Izrail ke bumi, dan seperti halnya Jibril, Mikail dan Israfil, bumi pun menggertak dengan argumentasi yang hebat. Namun Izrail membalas gertakan bumi dengan berkata, “mâ amarallâh awlâ min qawlik [Apa yang diperintahkan Allah lebih utama dari ucapanmu]”. Lalu Izrail mengumpulkan tanah berwarna merah, kuning, hitam dan putih, lalu dibawa kembali menghadap Allah.
Menurut versi lain, Izrail yang kemudian ditugasi Allah untuk membentuk rupa Adam. Dan karena Izrail yang berhasil membawa tanah sebagai bakal tubuh Adam, maka Izrail yang kemudian akan ditugasi untuk mencabut nyawa Adam dan anak keturunannya, hingga nyawa Izrail sendiri.
Sesungguhnya Kami telah menciptakanmu [Adam], lalu Kami bentuk tubuhmu, … QS. Al-A’râf [7]: 11
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya [Adam], dan telah Kutiupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka tunduklah kalian kepadanya [Adam] dengan bersujud”.
Lalu bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali iblis, dia tidak termasuk yang ikut ber-sujud, dia membangkang dan menyombongkan diri. [Selengkapnya lihat QS. Al-Baqarah [2]: 30-39; Al-A’râf [7]: 11-25; Al-Hijr [15]: 26-31; Al-Isrâ’ [17]: 61-65; Al-Kahfi [18]: 50-51, Thâhâ [20]: 115-124; dan Shâd [38]: 71-74]
Karena Azazil tidak mematuhi perintah Allah, maka serta merta Allah tidak memanggil dengan nama Azazil lagi, tapi dengan nama barunya, Iblis, karena ia telah berputus asa dari rahmat Allah. Ia menjadi sosok yang diramalkan dan bahkan ia kutuk selama seribu tahun.
“Hai iblis, apakah yang menghalangimu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tanganKu. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu [merasa] termasuk yang [lebih] tinggi?” (QS. Shâd [38]: 75)
Kisah selanjutnya seputar bagaimana argumentasi Iblis atas ketidakpatuhannya untuk bersujud kepada Adam hingga akhirnya Iblis diusir dari surga, dan seterusnya, telah banyak dibahas. Sebagai pelengkap, pada lampiran di akhir buku ini kami sertakan seputar kisah Iblis setelah Adam diturunkan dari surga ke bumi.
NAMA-NAMA IBLIS
Nama ‘Azâzîl [عَزازِيلُ] berasal dari bahasa Ibrani ‘azaz’el [עזאזל], yang berarti “Tuhan telah menjadi kuat” atau “Tuhan memperkuat” dari kata ‘ãzaz yang berarti “menjadi kuat”, dan ‘el berarti “Tuhan”.


Pertama kali tercatat nama Azazil ini terdapat di Perjanjian Lama Kitab Imamat [Leviticus] Pasal 16 ayat 8, 10 dan 26 —yang telah ada lebih dari 2000 tahun sebelum masa Islam. Dalam Bibel versi King James diterjemahkan dengan “The Scape-goat” bermakna “kambing yang disuruh pergi”, atau dengan perkataan lain “kambing pengangkut dosa”. Dari sinilah asal muasal istilah “scapegoat” atau “kambing-hitam”. Sebagaimana juga posisi iblis atau setan selalu kita tempatkan sebagai kambing hitam dari kesalahan yang kita buat sendiri. Ia kita laknat terang-terangan tetapi kita jadikan sahabat secara diam-diam.
Azazil adalah nama yang enigmatik dari naskah-naskah Ibrani dan apokripa, dimana nama Azazil sendiri digunakan kadang tertukar dengan nama Rameel dan Gadriel. Atau dalam pembahasan lain ia disejajarkan dengan Lucifer dan Beelzebub.
Nama Azazil juga sering dikenal dengan berbagai ejaan, seperti: Azazel, Azaziel, Azazyel, Azael, Asael, Aziel atau Asiel. Azazil juga mempunyai beberapa julukan [kunyah], seperti: Abu Murrah, Abu Kurdûs, dan Abû Karûbiyyîn. Kemudian kata Azâzîl dikenal dan dipakai dalam bahasa Arab, sebagaimana nama Jibrîl atau Jibrâ’îl [Gabriel], Mîkâ’il [Michael], Isrâfîl [Raphael], Izrâ’îl [Uriel], Ismâ’îl [Ismael], Isrâ’îl [Israel], yang kesemuanya juga berasal dari bahasa Ibrani [Hebrew]
Bahasa Ibrani serumpun dengan bahasa Arab dalam lingkup bahasa Semit, sehingga kata ‘azza atau ‘azzaza dalam bahasa Arab juga berarti “kuat” atau “perkasa”, dan salah satu nama Allah pun adalah Al-‘Azîz [Yang Maha Perkasa] Namun oleh Ibnu Abbas dan lainnya, kata Azâzîl dalam bahasa Arab disetarakan dengan kata Al-Hârits [(الحارث].
MANUSIA ANTARA SETAN DAN MALAIKAT
Bangsa jin diciptakan oleh Allah dari nyala api (min mârij min nâr), sedangkan malaikat dari cahaya (nûr). Api (nâr) dan cahaya (nûr) dalam bahasa Arab berasal dari akar kata yang sama, yaitu terdiri dari huruf nûn-waw-râ’.
Iblis adalah bapaknya jin, sebagaimana Adam adalah bapaknya manusia. Iblis yang sebelumnya termasuk malaikat yang tercipta dari cahaya (nûr), karena ia berputus asa dari rahmat Allah (dengan tidak mau bersujud kepada Adam) maka diturunkanlah derajat kecahayaannya dari nûr menjadi nâr. Turun tingkat energi (frekuensi)nya namun meningkat pada panjang gelombangnya.
Nûr (cahaya) dan nâr (api), keduanya sama-sama cahaya, hanya berbeda spektrum. Sebagaimana dalam spektrum cahaya yang biasa kita sebut untuk warna pelangi: merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu. Semua warna cahaya yang bisa kita sebut hanya berasal dari tiga cahaya: merah-hijau-biru, yang biasa disebut dalam istilah teknologi warna sebagai RGB (red-green-blue). Warna-warna lain adalah campuran dari dua atau tiga cahaya tersebut dengan proporsi tertentu.
Manusia mempunyai potensi setan dan malaikat. Jika baik, ia bisa melebihi malaikat. Jika buruk, ia bahkan bisa lebih rendah dari setan, serendah-rendahnya (asfala safilin).
Kita hampir sering lupa bahwa kita adalah manusia yang bisa salah dan juga bisa benar. Betapa sibuknya kita menuntut orang lain agar selalu sempurna, selalu baik seperti malaikat. Di saat lain, kita hampir-hampir merasakan nikmat mengutuk sesama saudara yang berbeda aliran, seolah-olah mereka adalah setan.
FASTA’IDZ BILLAH (maka berlindunglah kepada Allah)
Kalimat ta’âwudz (kalimat meminta perlindungan yang biasa kita kenal adalah:
A’ÛDZU BILLÂHI MINASY SYAYTHÂNIR RAJÎM
“Aku berlindung kepada Allah dari (godaan) setan yang terkutuk”.
Dalam surah Al-A’râf [7]:200, “Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syetan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (as-samî’ al-‘alîm)”.
Maka redaksi lain dari kalimat ta’âwudz adalah:
A’ÛDZU BILLÂHIS SAMÎ’IL ‘ALÎM, MINASY SYAYTHÂNIR RAJÎM
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari (godaan) setan yang terkutuk”.
Dari struktur kalimat ta’awudz, kita diperintahkan agar berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk. Muncullah pertanyaan, “Mengapa dari setan, bukan dari iblis? Bukankah makhluk pertama yang disebut setan adalah Iblis yang asalnya bernama Azazil?”
Dalam beberapa ayat disebutkan persamaan figur antara iblis dan setan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Iblis adalah namanya, sedangkan setan adalah sifat dan perbuatannya. Iblis dari golongan jin, dan setan bisa berasal dari golongan jin dan manusia.
Dalam perintah agar minta perlindungan kepada Allah ini tersirat makna bahwa Iblis jelas lebih banyak dalam hal ilmu, iman, amal sampai ibadah. Bahkan Iblis semasa masih bernama Azazil telah menghuni surga dan seluruh lapisan langit telah ia ketahui dan jelajahi. Maka, hanya Allah yang akan dapat melindungi kita dari tipu daya Iblis.
Namun, dalam struktur kalimat ta’awudz kita tidak diperintahkan untuk berlindung dari Iblis, tetapi dari setan. Siapa setan dan siapa Iblis?
Iblis disebutkan dalam surah Al-Kahfi [18] ayat 50, “kâna minal jinn” (adalah dia (iblis, dulunya) dari golongan jin), termasuk golongan jin, bukan manusia. Iblis adalah nama salah satu makhluk dari bangsa jin. Menurut riwayat Ibnu Abbas, Iblis adalah bapak moyangnya jinn sebagaimana Adam adalah bapak moyangnya manusia.
Dalam surah Al-Jinn [72] ayat 1 sampai 15 banyak kita ketahui informasi kehidupan bangsa jin. Bahwa sebelum Nabi Muhammad diutus sebagai Rasul, bangsa jin masih dapat menempati beberapa tempat di langit untuk mendengarkan berita-berita dari para malaikat. Bahwa diantara bangsa jin juga ada yang mengikuti ajaran para nabi dari bangsa manusia sejak Adam hingga Isa, ada yang saleh dan ada yang tidak. Dengan demikian ada sebutan jin muslim dan jin kafir.
Sedangkan setan adalah sifat buruk yang bisa mungkin dimiliki oleh bangsa jin maupun manusia. Kata “setan” (syaythân) berasal dari akar kata yang terdiri dari huruf Syin-Thâ’-Nûn, yang bermakna “ba’uda” (jauh) dan “khâlafa” (menyalahi, mengingkari). Jadi, siapapun, baik jin atau manusia, jika menjauhkan diri, menyalahi atau mengingkari tujuan penciptaan (yaitu untuk beribadah kepada Allah), maka ia bisa disebut “setan”.
Dalam firman Allah surah Al-An’âm [6] ayat 112 disebut-kan frase “syayâthîn al-ins wa al-jinn” (setan-setan dari golongan manusia dan jin), dan merekalah yang menjadi musuh setiap para nabi. Sehingga pula dalam surah An-Nâs kita disuruh berlindung kepada Allah dari bisikan jahat setan-setan yang tersembunyi (khannâs) yang berasal dari golongan jin dan manusia (minal jinnati wan nâs).
Telah ditegaskan dalam firman Allah QS. Adz-Dzâriyât [51] ayat 56, bahwa jin dan manusia diciptakan untuk ya’budûn (menyembah, mengabdi, beribadah dan menghamba). Jadi, hanya dua jenis makhluk yang diberi kewajiban menyembah atau beribadah, yaitu bangsa jin dan bangsa manusia. Artinya, yang memiliki pilihan baik-buruk, sehingga akan mendapat surga atau neraka, adalah jin dan manusia. Sedangkan makhluk lain, malaikat, tumbuhan, hewan dan benda-benda tidak termasuk yang diberi kewajiban, tidak memiliki pilihan selain hanya beribadah, bertasbih dan bersujud kepada Allah dengan caranya masing-masing.
Untuk itulah jika siapa saja dari bangsa jin dan manusia tidak berada pada jalanNya, maka mereka akan menjadi supporter neraka, seperti firman: “Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahanam itu dengan jin dan manusia bersama-sama”. (QS. As-Sajdah [32]: 13)
Setan disebut “musuh yang nyata” bukan nyata dalam hal pandangan mata, bukan maksudnya bahwa setan itu bisa dilihat mata kepala. Karena kata “nyata” yang menyifati setan tersebut dengan kata “mubîn”, yang berarti nyata dan jelas duduk perkara dan masalahnya. Ketidakrelaan iblis untuk mengakui keunggulan Adam sudah menjadi penjelasan (bayân) dan bukti nyata (bayyinah) bahwa ia akan terus memusuhi Adam dan keturunannya. Disebut jelas karena setan bisa berada diantara (bayna) diri kita sendiri, bahkan bisa berada di dalam diri kita sendiri.
Jadi, dalam struktur kalimat ta’awudz tersirat makna bahwa ada yang lebih berbahaya dan lebih mungkin menyesatkan daripada Iblis, yaitu sifat-sifat syaithaniyyah (satanic) yang ada dalam diri manusia sendiri, kesombongan, merasa paling baik ibadahnya, merasa paling benar, merasa paling tahu segala hal, dan sebagainya yang ujungnya adalah penuhanan diri sendiri. Dan inilah yang disebut jauh dan menyalahi/mengingkari kadar kemakhlukannya, karena yang berhak sombong, yang paling sempurna, yang paling tahu, yang paling benar, tentu adalah Sang Pencipta sendiri.
Pada puncaknya, yang paling kita takuti adalah jika tipudaya itu berasal dari Allah sendiri. Karena Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki, Allah menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki, atau memberi petunjuk siapa saja yang Dia kehendaki (lihat QS. 13:27, 14:4, 16:93, 35:8, 74:31).
Azazil, yang saat itu menjadi makhluk nomor satu di langit dan di bumi, karena Allah telah menghendaki, ia pun tersesat oleh dirinya sendiri, oleh sifat setan yang ada dalam dirinya tanpa ia sadari.
Karena melihat Azazil dikutuk oleh Allah pertama kalinya, maka Jibril, Mikail, Izra`il dan Israfil menangis tersedu-sedu memohon perlindungan kepada Allah.
Salah satu redaksi doa yang diajarkan Nabi SAW:
“Aku berlindung dengan ridhaMu dari amarahMu, dan aku berlindung dengan ampunanMu dari murkaMu, dan aku berlindung kepadaMu dariMu”.
Demikianlah. Setelah manusia dapat mengendalikan syetan dalam dirinya, maka ia harus berhadapan dengan dirinya sendiri. Karena terhadap dirinya sendiri, manusia pun bisa sangat mudah menipu. Menipu diri sendiri. Mencurangi diri sendiri. Menghibur diri sendiri. Menganggap indah dan baik semua perbuatannya sendiri.
Bahkan setelah manusia mampu mengendalikan dirinya, yang terakhir harus dihadapi adalah Allah. Kalau Allah sudah menghendaki, apapun terjadi. 70 tahun kafir, tetapi 5 menit sebelum ajal ternyata bertobat, Allah yang berkuasa melakukan itu. 70 tahun selalu beribadah, tetapi 5 menit sebelum ajal ternyata murtad, Allah yang berhak berbuat itu. Maka, benarlah firmanNya yang sering diulang-ulang:
“Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya”. (QS. An-Nisâ’ [4]: 88; lihat juga: QS. An-Nisâ’ [4]: 143; Al-A’râf [7]: 178, 186; Ar-Ra’d [13]: 33; Al-Isrâ’ [17]: 97; Al-Kahf [18]: 17; Az-Zumar [39]: 23, 36; Al-Mu’min [40]: 33; Asy-Syûrâ [42]: 44, 46)
Salah satu kesombongan terbesar adalah kita diam-diam bangga dengan jumlah ibadah yang telah kita lakukan kemudian diam-diam merasa tidak mungkin tersesat. Sedangkan Allah adalah Sebaik-baik pembuat tipudaya (Khayrul Mâkirîn, QS. Ali Imrân [3]: 54 & Al-Anfâl [8]: 30). Siapakah yang bisa lepas dari tipudaya Allah?
Oleh karena itu, dalam doa dari Nabi SAW diatas diakhiri dengan kalimat: “Aku berlindung kepada-Mu dari-Mu”.
BERSUJUD KEPADA RUH-KU
Ketika Iblis ditanya oleh Allah mengapa ia tidak bersedia bersujud kepada Adam, ia menjawab, “Aku lebih baik daripada dia, Kau ciptakan aku dari api sedangkan dia Kau ciptakan dari tanah. Apakah aku akan bersujud kepada manusia yang telah Kau ciptakan dari tanah? Terangkanlah kepadaku, inikah orangnya yang telah Kau muliakan atas diriku?”
(Lihat QS. Al-A’râf [7]:12; Al-Isrâ` [17]:61; Al-Isrâ’ [17]:62).
Dari jawaban Iblis tersebut dapat dipahami bahwa ia sekedar melihat sisi lahiriah Adam yang diciptakan dari tanah bumi, yang mana saat itu masih menjadi wilayah kekuasaannya. Ia tidak (atau tidak mau) melihat sisi baathiniyah Adam, bahwa Ruh Allah ada di dalam diri Adam. Kepada Ruh-Nya inilah perintah sujud tertuju, bukan kepada daging Adam atau Adam sebagai makhluk.
IBLIS HARUS SUJUD KEPADAMU (?)
Dengan mengenal kisah-kisah tersebut, maka sudah SEHARUSNYA Iblis memang HARUS sujud kepada anak cucu Adam, karena Ruh Allah yang menggerakkan kehidupannya. Namun mengapa kita mengutuki iblis secara terang-terangan tetapi kita jadikan sahabat secara diam-diam?
Seorang pelacur yang memberi minum anjing dapat terampuni dosa-dosanya. Hanya sekali, dan kepada anjing pula. apalagi jika perbuatan baik itu kita berikan kepada sesama manusia, sesama saudara seagama pula?
Namun mengapa sepertinya sulit memberikan ruang dan kesempatan bagi sesama saudara seagama untuk beribadah sesuai dengan kapasitas masing-masing. Sekali lagi, hanya berbuat baik kepada anjing dapat terampuni dosa-dosa kita.
Alangkah asyiknya kita mengutuki sesama saudara seolah-olah esok pagi kita masih bisa menjamin bahwa iman kita akan selalu berada dalam kebenaran.

HAKIKAT KEMULIAAN AKAL

Imam Al-Ghazaliy: Tentang Hakikat Kemuliaan Akal
Mungkin telah banyak kita ketahui tentang akal, dan perlu kita tahu bahwa pembahasan kali ini bukanlah bermaksud untuk mempersulit kejelasan tentang akal itu sendiri.
Akal adalah tempat bersandar-nya ilmu yang pertama kali sebelum ilmu itu masuk ke hati seseorang dan ter-patri disana, tempat terbit dan sendi dari ilmu. bagaimana bisa akal itu tidak mulia sedangkan ia adalah jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. sedangkan hewan dalam kepicikan tamyis-nya (sifat hewan dalam membedakan sesuatu) merasa kecut terhadap akal. sehingga seekor hewan yang bertubuh besar sekalipun, yang punya keberanian luar biasa dan bertenaga kuat, apabila melihat manusia lalu merasa kecut (ciut) dan takut karena dirasakan-nya manusia itu akan menggagahinya, karena keistimewaannya manusia, memperoleh hela dan daya upaya.
Dari itu, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Seorang Syeikh (kepala) pada kaumnya adalah seperti Nabi pada umatnya.” bukan karena Syeikh itu banyak hartanya, besar tubuhnya dan lebih kekuatannya, tetapi karena pengelamannya yang lebih sebagai hasil dari akalnya. oleh karena itu pula, ketika kebanyakan orang yang ingkar akan membunuh Rasulullah SAW, maka tatkala pandangan mereka jatuh pada Nabi SAW dan gemetar dengan sinar wajah beliau yang mulia, lalu timbullah ketakutan dihati mereka. kelihatan kepada mereka suatu yang bersinar gilang gemilang atas keelokan wajah beliau dari Nur keNabian. meskipun itu adalah suatu kebatinan dalam diri Rasulullah SAW sebagaimana kebatinan akalnya.
Kemuliaan akal dapat diketahui dengan mudah. hanya maksud kami disini hendak membentangkan hadits-hadits dan ayat-ayat yang menyebutkan kemuliaan akal tersebut.
Allah Ta’ala menamakan akal itu dengan “nur” dalam firman-Nya: “Allah Ta’ala pemberi nur bagi langit dan bumi. bandingan nur-Nya adalah seperti satu kurungan pelita yang didalamnya ada pelita…” (S. An Nur, ayat 35).
Dan Allah Ta’ala menamakan ilmu yang diperoleh dari akal itu dengan sebutan ruh, wahyu dan hidup. Berfirman Allah Ta’ala: “Begitulah Kami wahyukan kepada engkau ruh itu dengan perintah Kami.” (S. Asy Syura, ayat 52).
“Apakah orang-orang yang sudah mati, kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, dengan itu dia dapat berjalan ditengah-tengah manusia.” (S. Al An’am, ayat 122).
Kalau Al-Qur-an menyebutkan An-Nur (cahaya) dan Adh-Dhulmah (gelap) maka maksudnya adalah ilmu pengetahuan dan kebodohan, seperti firman-Nya: “Dikeluarkan mereka oleh Tuhan dari kegelapan (kebodohan)kepada nur-cahaya (ilmu pengetahuan).” (S. Al Baqarah, ayat 257). dan bersabda Nabi Muhammad SAW: “Wahai manusia ! pakailah akal untuk mengenal Tuhanmu, nasehat-nasehatilah dengan menggunakan akal, niscaya kamu ketahui apa yang diperintahkan kepadamu dan apa yang dilarang! ketahuilah bahwa akal itu menolong kamu untuk mengenal Tuhanmu! ketahuilah bahwa orang yang berakal itu orang yang menta’ati Allah Ta’ala, meskipun mukanya tidak cantik, dirinya hina, kedudukannya rendah dan bentuknya buruk. dan orang yang bodoh ialah orang yang mendurhakai Allah Ta’ala, meskipun mukanya cantik, dia orang besar, kedudukannya mulia, bentuknya bagus, lancar dan pandai berbicara. beruk dan khinzir lebih lebih berakal disisi Allah Ta’ala dari pada orang yang mendurhakai-Nya. engkau jangan tertipu dengan pernghormatan penduduk dunia kepadamu, sebab merek termasuk orang yang merugi.”
Bersabda Rasulullah SAW: “Yang pertama dijadikan Allah Ta’ala ialah akal, maka berfirman Allah Ta’ala kepadanya: Menghadaplah! lalu menghadaplah ia. kemudian Allah Ta’ala berfirman: Membelakanglah!lalu membelakanglah ia. Kemudian Allah Ta’ala berfirman: Demi kemuliaan-Ku dan demi Kebesaran-Ku! Tidak aku jadikan suatu makhluk pun yang lebih mulia disisiKu selin engkau. dengn engkau Aku mengambil, dengan engkau Aku memberi, dengan engkau Aku memberi pahala, dan dengan engkau Aku memberi siksaan.”
Andai kita bertanya, jika akal itu adalah sifat, maka bagaimanakah ia dijadikan sebelum tubuh dan jika ia zat, maka bagaimanakah zat itu berdiri sendiri dan tidak berpihak.?
Perlu kita tahu bahwa ini adalah sebagian dari ilmu mukasyafah, maka tidaklah layak diterangkan dengan ilmu mu’amalah. sedangkan maksud kami diatas adalah menerangkan akal dari segi ilmu mu’amalah.

KENALI JASAD, JIWA, RUH DAN HATI ANDA

Pada umumnya orang hanya mengetahui manusia itu hanya terdiri dari jasad dan ruh. Mereka tidak memahami sesungguhnya manusia terdiri dari tiga unsur , iaitu:
Jasad, Jiwa dan Ruh.
Ini dapat dibuktikan dalam firman Allah Taala surah Shaad (38:71-73) yang bermaksud:
Ingatlah ketika Tuhan-MU berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah KU-sempurnakan kejadiannya, maka KU-tiupkan kepadanya Ruh-KU. Maka hendaklah kamu tunduk bersujud kepadanya. Lalu seluruh malaikat itu bersujud semuannya.
Pada ayat yang lain pula, Allah menjelaskan tentang penciptaan jiwa (nafs). Surah Asy Syams (91:7-10) . Firmanya yang bermaksud:
Dan demi nafs (jiwa) serta penyempurnaannya, maka Allah ilhamkan kepada nafs itu jalan ketaqwaaan dan kefasikannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikannya dan sesungguhnnya rugilah orang yang mengotorinya.
Selain itu, Allah juga berfirman dalam Al Quran tentang proses kejadian jasad (jisim). Surah Al-Mukminun

 Dan sesungguhnya Kami telah menciptkan manusia dari saripati dari tanah, Kemudian jadilahlah saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-tulang, lalu tulang-tulang ini Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk berbentuk lain, maka maha suci Allah. Pencipta yang paling baik.
Jasad
Jasad atau jisim adalah angggota tubuh manusia terdiri dari mata, mulut, telinga, tangan, kaki dan lain-lain. Ia dijadikan dari tanah liat yang termasuk dalam derejat paling rendah. Keadaannya dan sifatnya dapat mecium, meraba, melihat. Dari jasad ini timbullah kecenderungan dan keinginan yang disebut Syahwat. Ini dijelaskan dalam Al Quran Surat Ali Imran, yang bermaksud:
Dijadikan indah pada pandangan manusia , merasa kecintaan apa-apa yang dingininya (syahwat) iaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang bertimbun dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatan ternakan dan sawah ladang, Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat sebaik-baik kembali.
Jiwa (Nafs)
Kebanyakan orang mengaitkannya dengan diri manusia atau jiwa. Padahal ianya berkaitan dengan derejat atau kedudukan manusia yang paling rendah dan yang paling tinggi. Jiwa ini memiliki dua jalan iaitu:
Menuju hawa nafsu (nafs sebagai hawa nafsu)
Menuju hakikat manusia (nafs sebagai diri manusia)
Hawa nafsu. Hawa nafsu lebih cenderung kepada sifat-sifat tercela, yang menyesatkan dan menjauhkan dari Allah. Sebagaimana Allah Taala berfirman surah (Shaad :26) yang bermaksud:
….. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah
Kaitan hati dan hawa nafsu.
Hati memainkan peranan yang sangat penting dalam diri manusia ia menjadi sasaran utama kepada Syaitan. Syaitan sedaya upaya menutupi hati manusia dari menerima Nur llahi. Sebagaimana sabda Rasulullah yang bermaksud:
Jikalau tidak kerana syaitan-syaitan itu menutupi hati anak Adam, pasti mereka boleh milihat kerajaan langit Allah
Cara syaitan menutupi hati manusia itu dengan cara –cara tertentu iaitu dengan menghidupkan hawa nafsu tercela dan yang membawa ke arah maksiat. Semuanya sudah tersedia berada adalam diri manusia, ianya dikenali dengan nafsu ammarah bissu, nafsu sawiyah dan nafsu lawammah..
Para ahli tasawwuf mengatakan bahawa syaitan (anak iblis) memasuki hati manusia melalui sembilan lubang anggota manusia iaitu dua lubang mata, dua lubang hidung, kedua lubang kemaluan dan lubang mulut. Buta manusia bukan buta biji matanya tetapi buta hatinya sebagaimana bukti yang dijelaskan dalam Firman Allah dalam surah (Al Hajj :46) bermaksud:
Kerana sesungguhnya bukan mata yang buta, tetapi yang buta ialah hati di dalam dada.
Mereka juga mengatakan yang membutakan hati ialah kejahilan atau tidak memahami tentang hakikat perintah Allah SWT. Kejahilan yang tidak segera diubati akan menjadi semakin bertimbun. Allah SWT berfirman dalam surah (Al Baqarah:2-9) yang bermaksud:
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka yang menipu diri sendiri, sedangkan mereka tidak menyedarinya.
Demikian bahayanya penyakit hati yang dihembuskan syaitan melalui hawa nafsu manusia. Sehingga Rasulullah pernah berpesan setelah kembali dari perang Badar. Beliau bersabda :
Musuhmu yangterbesar adalah nafsymu yang berada di antara kedua lambungmu (Riwayat Al-Baihaki)
Jihad yang paling utama adalah jihad seseorang untuk dirinya dan hawa nafsunya.(Riwayat Abnu An-Najari)
Diri Manusia
Nafs atau jiwa sebagai diri manusia adalah suatu yang paling berharga kerana ia berkaitan dengan nilai hidup manusia dan nafs yang diberi rahmat dan redha oleh Allah. Sebagaimana firmannya dalam surah (Al-Fajr : 27-30 ) yang bermaksud:
Hai jiwa yang tenang (Nafsu Mutmainnah), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diredhaiNya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu, masuklah ke dalam syurgaKu.
Dan lagi dalam surah (Yusuf: 53) yang bermaksud:
Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh ke arah kejahatan, kecuali nafsu yang beri rahmat oleh Tuhanku.
Berkaitan dengan sabda Rasulullah yang berbunyi:
Barang siapa yang mengenal dirinya , maka ia mengenal Tuhannya.
Hadis ini menyatakan syarat untuk mengenal Allah adalah mengenal diri. Diri atau nafs di sini adalah nafs mutmainnah iaitu nafsu yang tidak terpengaruh oleh goncangan hawa nafsu dan syahwat.
Setiap manusia mempunyai nafs yang berbeza. Ada nafs yang menuju jalan cahaya ada nafs yang menuju jalan kegelapan.
Bagi nafs yang menuju kegelapan atau nafs tercela yang tidak sempurna ketenangannya terutama ketika lupa kepada Allah disebut nafsu lawammah. Firman Allah Taala dalam surah
(Al Qiyammah:2) yang bermaksud:
Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat tercela (nafsu lawammah)
Nafsu ini hanya dapat dikenali dan disaksikan dengan kemampuan tertentu manusia iaitu dengan pancaran batin. Sebagaimana firman Allah dalam surah (Al-Araaf:26) yang bermaksud:
Pakaian taqwa yang menjaga mu dari kejahatan itu adalah yang paling baik.
Ruh
Ruh mempunyai dua arah pengertian iaitu :
a. Sebagai nyawa
b. Sebagai suatu yang halus dari menusia (pemberi cahaya kepada jiwa)
Ruh sebagai nyawa kepada jasad atau tubuh . Ia ibarat sebuah lampu yang menerangi ruang. Ruh adalah lampu, ruang adalah sebagai tubuh. Jika lampu menyala maka ruangan menjadi terang. Jadi tubuh kita ini boleh hidup kerana ada ruh (nyawa)
Manakala dalam pengertian yang kedua, Ruh sebagai sesuatu yang merasa, mengerti dan mengetahui. Hal ini sangat berhubung dengan hati yang halus atau hati ruhaniyyah yang disebut sebagai Latifah Rabaniyyah (hati erti kedua)
Dalam Al-Quran kata ruh disebut dengan sebutan Ruhul Amin, Ruhul Awwal dan Ruhul Qudsiyah.
Ruhul Amin yang dimaksud adalah malaikat Jibril. Firman Allah dalam surah (Asy-Syu’ araa:192-193) yang bermaksud:
Dan sesungguhnya Al- Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Dia dibawa oleh Ar Ruh Al –Amin (Jibril)
Ruhul Awwal yang bermaksud nyawa atau sukma bagi tubuh manusia. Sebagaimana firman Allah dalam surah (As-Sajdah:9) yang bermaksud:
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan kedalam tubuhnya Ruh-NYA dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati , tetapi kamu sedikit sekali bersyukur
Ruh Qudsiyah yang dimksud Ruh yang datang dari Allah (bukan Jibril), tetapi yang menjadi penunjuk dan pengkhabar gembira bagi orang-orang beriman. Ini adalah ruh yang disucikan dihadirat Allah. Ia bercahaya apabila nafsu mutmainnah telah sempurna.
Hati
Hati merupakan raja bagi seluruh diri manusia dan tubuh. Perilaku dan perangai seseorang merupakan cerminan hatinya. Dari hati inilah pintu dan jalan yang dapat menghubungkan manusia dengan Allah. Dengan demikian untuk mengenal diri harus dimulai dengan mengenal hati sendiri.
Hati mempunyai dua pengertian:
Hati jasmani iaitu sepotong daging yang terletak di dada sebelah kiri, hati jenis ini hewan pun memilikinya.
Hati Ruhaniyyah iaitu sesuatu yang halus. Hati yang merasa, mengerti, mengetahui, dierpinta dituntut. Dinalai juga dengan Latifah Rabaniyyah.
Hati Ruhaniyyah inilah merupakan tempat iman dan tempat mengenal diri . Sebagaimana firman Allah dalam surah (Ar-Ra’d:28) yang bermaksud:
Iaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tanang dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.
Hadis qudsi yang bermaksud:
Tidak akan cukup menanggung untuk-Ku bumi dan langit-KU tetapi cukup bagi-KU hanyalah HATI (Qalb) hambaKu yang nukamin (Riwayat Ad Darimi)
Nafsu Mutmainnah
Bila hati manusia jauh dari goncangan yang disebabkan bisikan syaitan, hawa nafsu dan syahwat , maka ia disebut nafs Mutmainnah, Apabila ia tunduk dan redha kepada Allah sepenuhnya, maka ia disebut nafs mardhiyyah (nafs yang redha)
Namun jika manusia membiarkan hatinya berada dalam pengaruh hawa nafsu dan syahwat, maka ia akan menjadi orang yang tersesat, lama kelamaan tergelicir dan dimurkai Allah, Sebagaimana Firman Allah dalam surah (Jaastsiyah:23) yang bermaksud:
Maka pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu Nya dan Allah telah mengunci mata pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat. Maka mengapa kamu tidak mengambil iktibarnya.
Ingat hawa nafsu dan syahwat bukan dibunuh atau dihilangkan, tetapi dikawal oleh nafsu mutmainnah. Di mana ada saatnya hawa nafsu ini perlu dikeluarkan. Sebagaimana firma Allah dalam surah (An Nazi’at:40-41) yang bermaksud:
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan manahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya.
Nah, jika hati kita telah diselubungi oleh nafsu mutmainnah, maka nafsu mutmainnah inmi menajdfi imam (penunjuk) bagi selruh tubuh dan dirinya, sseeunggunya nafsu mutmainnah inilah disebit-sebut sebagai jati diri manusia (hakikat dari manusia). Allah berfirma dalam surah (Al Araaf:172) yang bermaksud:
Dan Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman : ”Bukakankan Aku ini Tuhanmu”, mereka menjawab :”Bahkan engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”.
Kami lakukan demikian agar di hari akhirat kelak kamu tidak mengatakan: sesunggunya kami adalah oran-orang lalai terhadap keesaaaan-Mu.
Jika hati yang sakit, maka lupa terhadap perjanjian kita dengan Allah yang pernah diucapkan seperti dalam surah Al Araaf ayat 172 di atas.
Tapi di antara sekian banyak manusia, ada yang yang berjaya menyihatkan kembali jiwanya (nafsu mutmainnah). Apabila jiwa kita telah hidup, bercahaya, sihat kembali, maka jiwa ini akan dapat melihat kerajaan langit Allah. Dalam hal ini bila Ruhul Qudsiyah telah menyala dan bersinar , maka jadilah hatinya rumah Allah , orang-orang yang berjaya ini disebut Ahli Al- Bait. Sebagiamana firman Allah dalam surah (Ali Imran:164) yang bermaksud:
Sesunggunya Allah telah memberi kurnia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihakan jiwa mereka dan mengajarakan mereka al kitab dan al hikmah. Dan sesungguhnya sebelum itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Lagi,
sabda Rasulullah yang bermaksud: Hati oarmg-orang beriman adalah Baitullah (Rumah Allah)
Jadi, Ruhul qudsiyah adalah kenyataan Allah dalam diri manusia. Allah Taala adalah sumber cahaya langit dan bumi dan ruhul qudsiyah adalah sumber cahaya yang ada dalam hati yang digambarkan sebagai pelita, Sebagaimana firman-Nya dalam surah (An Nuur:35) yang bermaksud:
…Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahayaNya adalah seperti sebuah lubang yang tak tertembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita ini di dalam kaca dan kaca ini seakan-akan bintang yang memantulkan cahaya seperti mutiara.

Cinta Dari Darah dan Ruh

Lelaki itu sudah mengabdi pada ibunya sampai tuntas. Ia menggendong ibunya yang lumpuh. Memandikan dan mensucikannya dari semua hadatsnya. Ikhlas penuh ia melakukannya. Itu balas budi dari seorang anak yang menyadari bahwa perintah berbuat baik kepada orang tua diturunkan Allah persis setelah perintah tauhid.
Tapi entah karena dorongan apa ia kemudian bertanya pada Umar bin Khatab: “Apakah pengabdianku sudah cukup untuk membalas budi ibuku?” lalu Umar pun menjawab: “tidak! Tidak cukup! Karena kamu melakukannya sembari menunggu kematiannya, sementara ibu merawatmu sembari mengharap kehidupanmu”. Tidak! Tidak! Tidak!
Tidak ada budi yang dapat membalas cinta seorang ibu. Apalagi mengimbanginya. Sebab cinta ibu mengalir dari darah dan ruh. Anak adalah buah cinta dua hati. Tapi ia tidak dititip dalam dua rahim. Ia dititip dalam rahim sang ibu selama sembilan bulan: disana sang hidup bergeliat dalam sunyi sembari menyedot saripati sang ibu. Ia lalu keluar diantara darah: inilah ruh baru yang dititip dari ruh yang lain.
Itu sebabnya cinta ibu merupakan cinta misi. Tapi dengan ciri lain yang membedakannya dari jenis cinta misi lainnya, darah! Ya, darah! Anak adalah metamorfosis dari darah dan daging sang ibu, yang lahir dari sebuah kesepakatan. Cinta ini adalah campuran darah dan ruh. Ketika seorang ibu menatap anaknya yang sedang tertidur lelap, ia akan berkata di akar hatinya: itu darahnya, itu ruhnya! Tapi ketika ia memandang anaknya sedang merangkak dan belajar berjalan, ia akan berkata didasar jiwanya: itu hidupnya, itu harapannya, itu masa depannya! Itu silsilah yang menyambung kehadirannya sebagai peserta alam raya.
Itu kelezatan jiwa yang tercipta dari hubungan darah. Tapi diatas kelezatan jiwa itu ada kelezatan ruhani. Itu karena kesadarannya bahwa anak adalah amanat langit yang harus di pertanggungjawabkan di akhirat. Kalau anak merupakan isyarat kehadirannya dimuka bumi, maka ia juga penentu masa depannya di akhiat. Dari situ ia menemukan semangat penumbuhan tanpa batas: anak memberinya kebanggaan eksistensial, juga sebuah pertanggungjawaban dan sepucuk harapan tentang tempat yang lebih terhormat disurga berkat doa-doa sang anak.
Dalam semua perasaan itu sang ibu tidak sendiri. Sang ayah juga berserikat bersamanya. Sebab anak itu bukti kesepakatan jiwa mereka. Mungkin karena kesadaran tentang sisi dalam jiwa orang tua itu, DR. Mustafa Sibai menulis persembahan kecil dihalaman depan buku monemetalnya “Kedudukan Sunnah Dalam Syariat Islam”. Buku ini, kata Sabai, kupersembahkan pada ruh ayahandaku yang senantiasa melantunkan doa-doanya? “Ya Allah, jadikanlah anakku ini sebagai sumber kebaikanku di akhirat kelak”.
Doa sang ibu dan ayah selamanya merupakan potongan-potongan jiwanya! Karena itu ia selamanya terkabul!

HATI, DIRI, DAN JIWA


TBS (ta’awud [Audzubillah…], Basmalah ,
Shalawat..)
Bismillah awal wal akhir..
Seseorang terpuaskan dengan penderitaan, seorang lainnya dengan kesenangan; Seseorang
terpuaskan dengan persatuan, seseorang dengan perpisahan; Aku terpuaskan oleh segala
kehendak Yang Maha Tercinta. Baik kesenangan atau penderitaan, penyatuan atau
perpisahah…-BABA TAHER
Kesadaran batiniah (jiwa rahasia) adalah…secara khusus diberikan pada kesatuan yang lahir
pada saat mengalami Kesatuan Ilahiah yang kreatif…Karenanya, telah dikatakan bahwa hanya
Tuhanlah yang mengetahui, mencintai, mencari tuhan, karena kesadaran batiniahlah yang
mencari mencintai.., dan mengenal Tuhan. Sebagaimana dituturkan Baginda Junjungan Alam
Rasulullah Muhammad saw, “Aku mengenal Tuhanku melalui Tuhanku”
Ego adalah budak yang baik, namun tuan yg sangat buruk. Latihan zikir para sufi pada satu
sisi bertujuan untuk belajar mendengar suara samar2 dari sang pemilik, dengn kata lain,
yakni suara hati yang lebih tinggi dan suara Tuhan (hati nurani) di dalam diri kita.
Dengan latihan, maka suara dari sifat keilahian kita yang terdalam menjadi lebih jelas dn
keras, seta lebih mudah untuk dipahami…
Ali Krw, menantu Nabi Muhammad saw, dikenal dengan julukan ‘Singa Islam‘. Pada salah satu
perang dalam pempertahankan Islam, Ali Krw menjatuhkan pedang (jadi inget cersil ‘RAJA
PEDANG’nya KPH neeh hihi..huhu..hu
Allah) seorang tentara orang kafir.Ali mengangkat
pedangnya dan nyaris menebas leher tentara itu ketika pria tersebut tiba2 meludahi
wajahnya. Ali Krw. melangkah mundur, menyarungkan pedangnya dan berkata “Kau boleh pergi!
Nyawamu diharamkan untukku saat ini.” Tentara yang tersungkur itu pun bertanya, “Apa
maksudmu…?”
Ali menjawab “Aku berperang demi Allah, dan mungkin saja aku ingin membunuhmu di tengah
pertempuran, bertarung demi agamaku. Tapi ketika kau meludahiku, kau membuatku marah. Aku
akan bertempur dan bahkan membunuh karena Allah, namun aku tidak akan menjadi pembunuh
karena nafs-ku.” Pejuang tersebut merasa sangat tersentuh dan menjadi seorang muslim…

Pemalas Atas Nama Tawakal


“ENTAR, kalau urusan saya masih saja kesandung-sandung saya baru tawakal Dul…” ucap Pardi pagi itu.
Dulkamdi tahu Pardi banyak masalah akhir-akhir ini.
“Baguslah kamu masih ingat Allah. Masih bisa tawakal…”
“Tapi tawakal itu harus mendahului niat dan ikhtiar. Jangan setelah mentok baru tawakal. Itu salah”, celetuk Kang Soleh.
“Wah, ini pemahaman baru kang. Selama ini saya usaha dulu baru kalau gagal tawakal…”
“Tawakal itu tempatnya di hati, bukan di akal dan pikiran, bukan di fisik kita. Kalau tawakalmu di fisik, pikiran, dan akalmu, itu bukan orang tawakal tapi orang males mengatasnamakan tawakal. Itu tawakal pada keadaan, bukan pada Allah. Padahal Allah menyebutkan “Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakal itu berserah diri” (Q.s. Ibrahim: 12). Setelah Allah menyebutkan tawakalnya semua orang yang bertawakal (secara umum), kemudian mengkhususkan tawakalnya orang-orang mukminin,
kemudian berikut ini Allah menyebutkan tawakalnya orang-orang yang sangat khusus:
“Dan barang siapa bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya“ (Q.s. ath-Thalaq: 3). Allah tidak mengembalikan mereka pada sesuatu selain Dia sendiri”
“Iya… yah… Kalau saya tahu sejak dulu begitu Kang, wah… saya tak pernah frustasi, tak pernah putus asa, apalagi mengeluh Kang…”
“Ya jelas. Kamu akan menjadi pekerja yang keras, tanpa beban. Kamu akan menghadapi dunia ini dengan jiwa merdeka. Karena hatimu bersama Allah, pikiranmu saja yang melihat dan menganalisa dunia. Jadi tidak boleh dicampur aduk. Allah ya Gusti Allah, manusia ya urusan manusia. Itu wasiat dari beliau Syeikh Abul Hasan asy-Sy-adzily…”
“Untung sampean beri penjelasan begitu. Kalau tidak…?”
“Memang kenapa kamu…?”
“Wah, hampir-hampir aku kejebur jurang Kang…”
“Lha… kok?’
“Saya itu maunya pasrah bongkokan saja, berhenti kerja, diam saja dirumah, tawakal penuh saja pada Allah. Ooenak tenan… karena orang tawakal sudah dijamin semuanya…”
“Lha, itu yang tawakal bukan hatimu. Tapi nafsumu yang bicara. Nafsu hanya ingin bebas dari beban, tanggung jawab, tugas dan kebaikan… Atas nama tawakal, nafsu pengin berselingkuh dengan bebasnya beban. Wah… setan bisa bertempik-sorak itu Di…”
“Bener Kang. Adhuh… untung sampean jelaskan…”
“Saya bukan menjelaskan. Saya hanya mengalihkan bahasa para ulama sufi dulu tentang hakikat tawakal.”
“Ukuran suksesnya tawakal itu apa sih Kang?”
“Jika hatimu sudah tidak menjenguk lagi pada hiruk-pikuk, sebab akibat, ini dan itu dunia… Jika hatimu sudah seperti sajadah yang kau gelar di hadapan Allah. Nah… anda baru tawakal…”

HATI SANUBARI DAN HATI NURANI

Hati terbahagi kepada 3 jenis iaitu:
1 Hati sanubari iaitu mereka ini adalah yang mencintai dunia (Hubbu Dunia)
2 Hati sanubari dan Hati Nurani iaitu mereka yang mempunyai dua hati iaitu di antara Hati Sanubari dan Hati Nurani, juga masih kasih kepada dunia
3 Hati Nurani ialah mereka yang tidak mencintai dunia
Adapun hati sanubari atau jantung Sanubari itu, adalah terkletak 2” di bawah tetek kiri dan 90 darjah letaknya di sebelah kiri. Ia termasuk sanubari yang dimiliki pleh semua manusia dan binatang.
Hati Sanaburi ini di kaitkan kepada dua iaitu:
a) Bangsa Haiwan
b) Bangsa Syaitan.
Adapun bangsa haiwan atau jiwa kotor itu ialah di kenali dengan:
a) Nafsu Ammarah – rupanya anjing hitam
b) Nafsu Lawammah- rupanaya babi
c) Nafsu sawiah – rupanya kambing
Adapun bangsa syaitan itu ialah:
a) Namanya Ajmaun
b) Namanya Hawa
c) Namanya Syahwat dll
Adapun orang-orang yang hanya mempunyai hati sanubari itu mempunyai derejat:
a) taraf Haiwan
b) taraf Iblis
Adapun isi dan sifat hati sanubari itu ialah:
a) Biadap
b) Bohong
c) Chuvenisme
d) Darah hitam
e) Dengki
f) Dusta
g) Egoisme
h) Hawa
i) Lawammah
j) Loba
k) Mungkir janji
l) Tamak
Maka hati sanubari ini adalah semulajadi
yang bernama makhluk. Ia boleh dilapah dan dimakan, kerana seketul daging zahir tempat nafsu yang hina.
Hati Nurani
Hati Nurani itu tidak dimiliki oleh mana-mana makhluk, tetapi dikehendaki manusia bersifat demikian rupa. Hati nurani atau hati jamal (Mukmin) ini dikenali dengan nama-nama seperti:
a) Nafsu Mulhimah ialah menjadi perangai malaikat dan nyawa malaikat
b) Nafsu Mutmainnah atau Roh Mutamainnah yang tarafnya jadi jadi nafsu nabi dan perangainya jadi perangai nabi.
Maka Hati Nurani inilah yang dikehendaki kepada tiap-tiap muslim yang mengucap kalimah Allah.
Hati manusia ini, ia diibaratkan sebagai sebuah negeri yang ada dua raja. Bila hati itu baik dinamakan Hati Malaikat. Bila jahat dinamakan hati iblis. Alangkah susahnya kalau satu negeri ada dua raja, maka jadilah hati itu berbolak-balik kerana diperintah oleh dua raja, maka di sinilah dikatakan perang Fisabilillah , kerana nilai manusia di sisi Allah ialah hati Nurani yang bersih yang tidak setititk pun terdapat noda-noda hitam.
Firman Allah Taala:
” Hari yang tidak ada gunanya harta dan anak-anak, hanya yang Allah anugerahkan kepada Hati Yang Salim (hati Nurani)”
Sabda Rasulullah saw:
”Bahawasnya Allah tidak memandang kepada pakaian dan rupa paras kamu, melainkan memandang hati kamu yang bersih (hati nurani)”
Maka untuk mengenali hati dan hati supaya jadi nurani atau hati Mukmin Rumah Allah, terpaksalah dengan adanya Ilmu hati yang dinamakan Ilmu tasawwuf, tanpa ilmu tasawwuf, hati seseorang itu tidak akan bersih, kerana tiap-tiap satu ilmu yang jadi rahsia Tuhan adalah mempunyai tingkat-tingkat dan aturan-aturan menurut pelajaran Ilmu rahsia Tuhan.
Maka asas ilmu rahsia Tuhan ialah menegnali Ilmu Rohani yang sebenar-benar Rohani yang suci yangr bertaraf Amar rabbi.
Sebagaimana yang di nyatakan dalam Firman Allah Taala:
”Bertanya mereka itu orang-orang yahudi kepada engkau daripada Roh, katakanlah oleh mu Ya Muhammad, bagi ”roh itu adalah urusan Tuhan ku”
Barangsiapa yang tidak memahami dan mengalami apa dia Rohani, iaitu Dirinya yang menjadi hakikat itu, tentulah tidak akan melangkah ke hadapan.
Bahawa dengan mengetahui Rohani yang sebenar-benarnya , maka tidak ada lagi tereqat padanya, kerana tareqat itu hanya jalan, maka jalan itu membawa kepada tempat yang di tuju, maka tempat yang dituju itu ialah hakikat diri masing-masing.
Dengan mengenal Rohani yang sebenar-benarnya dan Rohani yang sempurna yang dinamakan A’ayan sabitah, maka seseorang itu akan maju lagi selangkah ke depan berkenaan Ilmu tauhid kepada Allah Taala yang sebenar benar tauhid. Bukan tauhid pada orang –orang awam atau ahli-ahli syari’at atau ahli-ahli tareqat. Maka setelah menegenal rohnya maka di sanalah mendapat hasil dinamakan hakikat dan makrifat.
Celik hati
1 Orang-orang yang mempunyai hati Fu’ad adalah taraf Islam. Dan inamakan ahli makrifat Fu’ad. Itu adalah adalah ahti yang benar
2 Orang-orang yang mempunyai hati Kalbun adalah tarafnya Mukmin. Dan dinamakan makrifat Kalbun. Hatinya adalah suci.
3 Orang-orang yang mempunyai kalbi.
Tarafnya Mukmin, dinamakan ahli makrifat Kalbun. Hatinya adalah terlebih suci.
4 Orang-orang yang mempunyai hati rohani adalah orang mukmin atau dinamakan Ahli makriftat Roh, bilangan ahli Syurga, sebagaiamna mereka yang telah ada mempunyai dua mata hati yang celik atau dinamakan hati yang celik
5 Orang yang mempunyai hati Roh Rabbani, tarafnya ahli sufi, itulah yang semulia-mulianya.

Zikir Meliputi Perkataan, Perbuatan Dan Perasaan

Sesungguhnya Aku adalah Allah! Tidak ada Tuhan melainkan Aku! Dan dirikanlah sembahyang bagi mengingati Aku! ( Ayat 14 : Surah Taha )
Sembahyang mengandungi perbuatan anggota zahir, perkataan yang dilafazkan
dan penyertaan hati yang benar menghadap kepada Allah s.w.t dengan sepenuh jiwa raga. Mengingati Allah s.w.t melalui sembahyang merupakan zikir yang paling sempurna. Perbuatan menjadi zikir, perkataan menjadi zikir dan perasaan menjadi zikir. Sekalian maujud berada dalam suasana zikir. Zikir dalam sembahyang menggabungkan pengakuan bahawa yang diingatkan itu adalah Allah s.w.t; bahawa Allah s.w.t yang diingati itu adalah Tuhan; bahawa tiada Tuhan melainkan Dia; bahawa Allah adalah Tuhan yang disembah; bahawa menyembah Allah s.w.t adalah dengan perkataan, perbuatan dan perasaan; bahawa apa sahaja yang dilakukan adalah kerana mentaati-Nya dan kerana ingat kepada-Nya.
Zikir yang di dalam sembahyang menjadi induk kepada zikir-zikir di luar sembahyang. Menyebut nama-nama Allah s.w.t adalah zikir. Perkataan yang baik-baik diucapkan kerana Allah s.w.t adalah zikir. Nasihat menasihati kerana Allah s.w.t adalah zikir. Menyeru manusia ke jalan Allah s.w.t adalah zikir. Semua itu merupakan zikir perkataan. Zikir perbuatan pula meliputi segala bentuk amalan dan kelakukan yang sesuai dengan syarak demi mencari keredaan Allah s.w.t. Berdiri, rukuk dan sujud dalam sembahyang adalah zikir. Melakukan pekerjaan yang halal kerana Allah s.w.t, kerana mematuhi peraturan yang Allah s.w.t turunkan, adalah zikir. Mengalihkan duri dari jalan kerana Allah s.w.t adalah zikir. Apa juga perbuatan yang tidak menyalahi peraturan syariat jika dibuat kerana Allah s.w.t maka ia menjadi zikir. Tidak melakukan apa-apa pun boleh menjadi zikir. Orang yang menahan anggotanya, lidahnya dan hatinya daripada menyertai perbuatan maksiat sebenarnya melakukan zikir jika dia berbuat demikian kerana Allah s.w.t. Semua itu menjadi zikir jika dibuat kerana Allah s.w.t, kerana mematuhi perintah-Nya, kerana mencari keredaan-Nya dan kerana ingat kepada-Nya. Jadi, perbuatan dan perkataan terikat dengan amalan hati untuk menjadikannya zikir. Ia hanya dikira sebagai zikir jika ada zikir hati iaitu hati ingat kepada Allah s.w.t, ikhlas dalam melakukan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya Tanpa zikir hati tidak ada zikir-zikir yang lain, kerana setiap amalan digantungkan kepada niat yang lahir dalam hati.
Zikir adalah mengingati Allah s.w.t sebaik dan seikhlas mungkin. Mengingati nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah zikir. Melihat matahari, bulan dan bintang di langit sambil mengenang kebijaksanaan Allah s.w.t merupakan zikir. Melihat kilat memancar dan mendengar guruh berdentum sambil mengenangkan keperkasaan Allah s.w.t adalah zikir. Melihat fajar subuh, melihat dan mencium bunga yang indah lagi harum sambil mengenang keelokan Allah s.w.t adalah zikir juga namanya. Jadi, zikir adalah pekerjaan sepanjang masa, setiap ketika, semua suasana, pada setiap sedutan dan hembusan nafas dan pada setiap denyutan nadi. Kehidupan ini merupakan zikir daim (zikir berkekalan) jika mata hati sentiasa memerhatikan sesuatu tentang Allah s.w.t.
Misalkan seorang sedang melakukan zikir hati dan perkataan; menyebut dan mengingati nama-nama dan sifat-sifat Allah s.w.t. Tiba-tiba datang seorang kanak-kanak di hadapannya. Anak kecil itu memegang sebotol racun. Anak kecil mahu meminum racun tersebut. Pada ketika itu ahli zikir tadi berkewajipan meninggalkan pekerjaan zikir yang sedang dilakukannya dan berpindah kepada zikir menyelamatkan anak kecil yang mahu meminum racun itu. Perpindahan perbuatan tidak memutuskan zikir atau ingatannya kepada Allah s.w.t. Dia menyebut nama Tuhan kerana ingat kepada Tuhan. Dia menyelamatkan anak kecil itu kerana mentaati perintah Tuhan. Tuhan yang mentakdirkan anak kecil itu mahu meminum racun di hadapannya. Tuhan juga mengadakan syariat yang mewajibkan membuang kemudaratan. Taat kepada perintah Tuhan dan reda dengan takdir Tuhan yang datang serta bertindak menurut peraturan syariat Tuhan merupakan zikir yang sangat mulia pada sisi Tuhan. Zikir yang begini termasuk di dalam golongan zikir yang berkekalan atau zikir daim.
Zikir daim sukar diperolehi. Kebanyakan manusia melakukan pekerjaan yang baik-baik yang seharusnya menjadi zikir tetapi dilakukan tanpa ingatan kepada Allah s.w.t dan bukan dengan penghayatan mematuhi syariat-Nya. Kekuatan dalaman perlu ditambah bagi memperolehi zikir daim. Bagi tujuan tersebut perlulah dilakukan zikir sebutan iaitu zikir nafi-isbat (ucapan kalimah “La ilaha illa Llah ”) dan zikir nama-nama serta sifat-sifat-Nya. Zikir yang seperti ini memberi kesan kepada menguatkan rasa kecintaan dan ingatan kepada Allah s.w.t. Ia membuka kesedaran-kesedaran dalaman seperti yang telah dinyatakan pada tajuk yang membicarakan perjalanan Latifah Rabbaniah. Kekuatan kesedaran dalaman mendorong seseorang melakukan sesuatu dengan ikhlas kerana Allah s.w.t yang dicintainya, yang hampir dengannya. Zikir nafi-isbat dan sebutan nama-nama serta sifat-sifat-Nya menjadi jalan kepada zikir dalam bentuk mentaati peraturan-Nya tanpa lupa kepada-Nya. Jadi, perlu dilakukan zikir secara sebutan untuk memudahkan zikir secara amalan atau perbuatan dan kelakuan. Mudah-mudahan terhasillah zikir yang berkekalan.
Zikir atau mengingati Allah s.w.t haruslah dilakukan menurut kadar kemampuan masing-masing. Zikir yang paling baik diucapkan adalah seperti yang diajarkan oleh Rasulullah s.a.w dengan sabda baginda s.a.w yang bermaksud: “Ucapan zikir yang paling baik adalah yang aku dan sekalian nabi-nabi bawa. Itulah ucapan kalimah ‘La ilaha illa Llah ’ .”
Orang yang tidak pernah berzikir adalah orang yang sangat keras hatinya dan kuat dikuasai oleh syaitan, hawa nafsu dan dunia. Cahaya api syaitan, fatamorgana dunia dan karat hawa nafsu membaluti hatinya sehingga tidak ada ingatannya kepada Allah s.w.t. Seruan, peringatan dan ayat-ayat Tuhan tidak diterima oleh hatinya. Beginilah keadaan orang Islam yang dijajah oleh sifat munafik. Orang yang masih mempunyai kesedaran perlu memaksakan dirinya untuk berzikir, sekalipun hanya berzikir dengan lidah sedangkan hatinya masih lalai dengan berbagai-bagai ingatan yang selain Allah s.w.t. Pada tahap pemaksaan diri ini, lidah menyebut Nama Allah s.w.t tetapi hati dan ingatan mungkin tertuju kepada pekerjaan, harta, perempuan, hiburan dan lain-lain. Beginilah tahap orang Islam biasa. Orang yang berada pada tahap ini perlu meneruskan zikirnya kerana jika dia tidak berzikir dia kan lebih mudah dihanyutkan di dalam kelalaian. Tanpa ucapan zikir syaitan akan lebih mudah memancarkan gambar-gambar tipuan kepada cermin hatinya dan dunia akan lebih kuat menutupinya. Zikir pada peringkat ini berperanan sebagai juru ingat. Sebutan lidah menjadi sahabat yang memperingatkan hati yang lalai. Berlakulah pertembungan di antara tenaga zikir dengan tenaga syaitan yang menutupi hati. Tenaga syaitan akan mencuba untuk menghalang tenaga zikir daripada memasuki hati. Tindakan syaitan itu membuatkan orang yang ingin berzikir itu menjadi malas dan mengantuk. Oleh yang demikian perlulah dilakukan mujahadah, memerangi syaitan yang menghalang lidah daripada berzikir itu. Zikir yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan berjaya melepasi benteng yang didirikan oleh syaitan. Tenaga zikir yang berjaya memasuki hati akan bertindak sebagai pencuci, menyucikan karat-karat yang ada pada dinding hati. Pada peringkat permulaannya zikir masuk ke dalam hati sebagai Nama-nama dan Sifat-sifat Tuhan yang diucapkan. Apabila karat pada dinding hati sudah berkurangan ucapan zikir akan disertai oleh rasa kelazatan. Hati yang sudah merasai nikmat zikir itu tidak perlu kepada paksaan lagi. Lidah tidak perlu lagi berzikir. Zikir sudah hidup dalam hati secara diam, jelira dan melazatkan. Perhatian bukan sekadar kepada nama-nama dan sifat-sifat yang diingatkan malah ia lebih tertuju kepada Yang Empunya nama dan sifat. Inilah kedudukan orang yang beriman.
Zikir yang lebih mendalam membawa hati berhadap kepada Hadrat Tuhan, menyaksikan Tuhan pada setiap masa dan suasana. Apa sahaja yang dilihat dan dibuat memperingatkannya kepada Tuhan. Inilah peringkat zikir daim yang dikurniakan kepada mereka yang beriman dan bersungguh-sungguh mengabdikan diri kepada Allah s.w.t. Kehidupan mereka dipenuhi oleh zikir sepanjang masa. Tidur mereka juga menjadi zikir.
Zikir yang diucapkan dengan perkataan membantu hati mengingati Tuhan. Bagi sebahagian manusia berzikir secara kuat lebih memberi kesan daripada berzikir secara perlahan, terutamanya bagi mereka yang baharu memulakan amalan zikir. Zikir secara senyap di dalam hati adalah pergerakan perasaan. Hati menghayati apa yang dizikirkan dan terbentuklah alunan perasaan sesuai dengan apa yang dihayati. Pada tahap yang lebih mendalam zikir bukan lagi sebutan atau ingatan kepada Nama, tetapi hati menyaksikan Keperkasaan dan Keelokan Tuhan. Bila hati sudah boleh menyaksikan Keelokan dan Keperkasaan Tuhan, itu tandanya seseorang itu sudah ada hubungan semula dengan roh suci yang mengenal Tuhan. Pancaran cahaya makrifat daripada roh suci membuat hati dapat melihat kenyataan sifat-sifat Tuhan.
Pada tahap kesedaran yang lebih mendalam, ucapan serta ingatan dan perhatian yang berhubung dengan Tuhan menimbulkan keghairahan atau zauk. Zauk itu terjadi kerana kuatnya tarikan Hadrat Tuhan kepada hati. Ingatan dan penyaksian terhadap Hadrat Tuhan akan memberi kesan yang sangat kuat kepada hati. Hati yang menyaksikan Hadrat Tuhan Yang Maha Perkasa boleh menyebabkan seseorang itu menjadi pengsan kerana takutnya hati kepada keperkasaan Allah s.w.t. Hati yang menyaksikan Hadrat Tuhan Yang Maha Lemah-lembut akan mengalami rasa kenikmatan dan kebahagiaan yang amat sangat.
Pada tahap kesedaran yang lebih mendalam, hati diperkuatkan lagi supaya mampu menerima ‘sentuhan’ Hadrat Tuhan itu. Penyaksian terhadap Hadrat Tuhan tidak lagi melahirkan keghairahan atau zauk atau kegoncangan kepada hati. Hati mengalami suasana Hadrat Tuhan dalam keadaan damai dan sejahtera. Pada tahap ini hati akan mengenali Tuhan sebagai Raja Yang Maha Berkuasa. Berada pada sisi Raja tersebut membuat hati merasakan kesejahteraan dan keselamatan yang tidak terhingga, hilang rasa takut dan dukacita.
Pada tahap kesedaran yang paling dalam hati berhadap kepada Hadrat Tuhan yang bernama Allah s.w.t, yang menguasai semua Hadrat, yang melampaui segala nama dan sifat, segala kenyataan dan ibarat. Hati sampai kepada tahap jahil setelah berpengetahuan. Ilmu gagal menghuraikan tentang Allah s.w.t. makrifat gagal memperkenalkan Allah s.w.t. Apa sahaja yang terbentuk, tergambar, terfikir, yang disaksikan dengan mata luar dan juga mata dalam dan segala-galanya tersungkur di hadapan Hadrat Allah s.w.t, yang tiada Tuhan melainkan Dia, Maha Perkasa. Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang menyamai Allah s.w.t, Dia Maha Esa. Hati yang berhadapan dengan Hadrat Allah s.w.t benar-benar mengalami dan mengenali maksud keesaan Allah s.w.t. Hati pun tunduk, menyerah sepenuhnya kepada Allah s.w.t, Tuhan Maha Mencipta. Baharulah sempurna penyerahannya, baharulah lengkap perjalanan Islamnya.
Setelah itu rohnya menjadi seakan-akan roh yang baharu, seumpama baharu lahir. Roh yang baharu itu adalah Roh Islam yang telah mengenal Allah s.w.t yang melampaui segala sesuatu tetapi memiliki Hadrat-Nya, Nama-nama-Nya dan Sifat-sifat-Nya, menyata kepada Roh Islam, iaitu Roh yang lebih tulen dan seni daripada semua roh-roh yang lain. Itulah roh yang telah menemui Kebenaran Hakiki. Pada roh tersebut bercantum tahu dengan tidak tahu, kenal dengan tidak kenal, nafi dengan isbat. Roh Islam itulah yang benar-benar mengerti maksud nafi dan isbat pada Kalimah Tauhid: “La ilaha illa Llah”.
Dia turunkan Roh dari urusan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki daripada hamba-hamba-Nya untuk memberi peringatan tentang hari pertemuan. ( Ayat 15 : Surah al-Mu’min
Roh Islam yang mengenderai hati Islam dan memiliki nafsu Islam, akal Islam dan pancaindera Islam kembali kepada kehidupan dunia untuk mengajak dan membimbing orang lain kepada Yang Haq, Kebenaran Hakiki. Roh Islam mengeluarkan yang Islam sahaja. Jiwanya Islam, perkataannya Islam, perbuatannya Islam, diamnya Islam, tidurnya Islam dan segala-gala yang mengenainya adalah Islam. Roh Islam yang paling sempurna adalah roh Nabi Muhammad s.a.w. Baginda s.a.w merupakan contoh tauladan Islam yang paling sempurna, paling baik.
Zikir memainkan peranan yang penting dalam melahirkan Roh Islam. Bagi orang yang inginkan kebenaran dan melihat kebenaran, menjadi kewajipan baginya mengingati Allah s.w.t sebanyak mungkin.
Lantas apabila kamu telah selesaikan sembahyang (sembahyang di waktu perang ) itu, maka hendaklah kamu ingat kepada Allah s.w.t sambil berdiri, dan sambil duduk, dan sambil (berbaring) atas rusuk-rusuk kamu. Tetapi apabila kamu telah tenteram, maka hendaklah kamu dirikan sembahyang (seperti biasa), kerana sesungguhnya itu adalah bagi Mukminin satu kewajipan yang ditentukan mwaktunya. ( Ayat 103 : Surah an-Nisaa’ )
Yang mengingati Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil berbaring, dan memikirkan tentang kejadian langit-langit dan bumi (sambil berkata): “Wahai Tuhan kami! Engkau tidak jadikan (semua) ini dengan sia-sia! Maha Suci Engkau. Lantaran itu peliharakanlah kami daripada seksa neraka”. ( Ayat 191 : Surah a-Li ‘Imran ) Setiap Muslim seharusnya mencari kehidupan berzikir; berzikir sambil duduk dan sambil berbaring; bekerja di dalam berzikir; berehat di dalam berzikir dan tidur di dalam berzikir. Lidah berzikir, anggota tubuh berzikir dan hati berzikir. Tentera Islam yang sedang berperang dengan musuh pun dituntut berzikir, apa lagi kaum Muslimin yang berada dalam suasana aman. Muslim sejati sentiasa berzikir, mengingati dan mentaati Allah s.w.t.