Laman

Senin, 04 Mei 2015

ILMUL YAQIN, ‘AINUL YAQIN DAN HAQQUL YAQIN


Ini adalah istilah tentang ilmu-ilmu yang amat jelas.
Yaqin (tulisan Indonesianya yakin) adalah suatu pengetahuan yang pemiliknya tidak akan dimasuki keraguan secara mutlak. Keyakinan tidak akan diucapkan dalam penggambaran sifat Al­Haqq karena ketiadaan taufik. Ilmul yaqin adalah yaqin, demikian juga dengan ‘ainul yaqin dan haqqui yaqin.
11mul yaqin dalam pengertian istilah mereka adalah sesuatu yang adanya disertai dengan syarat bukti (argumen atau dalil). ‘Ainu yaqin adalah sesuatu yang adanya dengan hukum bayan (penjelasan). Haqqul yaqin adalah sesuatu yang adanya dengan sifat terang.
Ilmul yaqin untuk pemilik akal, ‘ainul yaqin untuk pemilik ilmu, dan haqqui yaqin untuk pemilik marifat.

WARID
Warid adalah sesuatu yang datang pada hati berupa bisikan-­bisikan yang terpuji. Kehadirannya bukan karena disengaja. Demikian juga dengan sesuatu yang kedatangannya tidak berupa bisikan, dikatakan pula warid.
Kehadirannya bisa jadi dari AI-Haqq, juga bisa dari ilmu. Warid pengertiannya lebih umum daripada khawatir (bisikan) karena khawatir hanya khusus dalam bentuk informasi, pesan-­pesan, bisikan, inspirasi atau apa yang terkandung dalam suatu makna. Sementara warid bisa. berupa (kehadiran) kesenangan, kesedihan, ketakutan, kiecernasan (qabdhu), kelapangan (basthu), dan berbagai rasa yang `terkandung dalam suatu makna.
………….
Keterangan
” Tiga istilah ini tersebut dalam Al-Quran, yaitu: “Jika kamu menge­tahui dengan pengetahuan yang yakin” (QS. At-Takatsur: 5). “Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yaqin” (QS. At-Takatsur. 7). “Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adatah suatu keyakinan yang benar” (QS. Al-Waqi’ah: 95).

Ketika Nabi Menunda Orang Masuk Islam


Satu lagi peristiwa mencengangkan ditunjukkan Rasulullah pada saat penaklukan kota Makkah. Kota Suci dikuasai umat Islam. Lawan perang benar-benar tak berkutik. Tapi, Nabi Muhammad memang punya cara-cara tersendiri dalam menghadapi mantan musuh-musuhnya.
Tak ada darah menetes di dalam ataupun sekitar Masjidil Haram. Penghancuran patung berhala di sekeliling Ka’bah pun dilakukan atas permintaan penduduk Makkah. Sejak awal, Nabi mewanti-wanti berbagai bentuk kekerasan dan perusakan karena musuh tidak lagi menyerang.
Sikap anti-pemaksaan justru mengantarakan peristiwa Fathul Makkah pada kemenangan yang kian gemilang. Musyrikin Quraisy berbondong-bondong memeluk Islam, terutama setelah pemimpin tertinggi mereka, Abu Sofyan berikut keluarganya secara suka rela mengucapkan dua kalimat syahadat.
Hanya saja, kesadaran tauhid tidak selalu berlangsung segera. Seorang panglima Quraisy bernama Shofwan bin Umayyah sempat berketetapan masuk Islam tapi urung. Dia membutuhkan beberapa waktu untuk membulatkan niatnya itu.
“Berilah saya waktu seminggu untuk berpikir, apakah saya harus masuk Islam atau tidak,” kata Shofwan kepada Nabi.
“Jangan seminggu,” sergah Nabi.
Shofwan kaget dan bertanya, “Apakah itu terlalu lama?”
“Tidak,” Rasulullah menyahut, “Terlalu singkat. Kuberi kau waktu selama dua bulan. Apakah akan mengucapkan syahadat atau tidak. Pikirkanlah masak-masak sebab Islam adalah agama bagi orang-orang berakal dan menggunakan akalnya untuk berpikir. Tiada agama bagi orang yang tak memiliki akal.” (Mahbib)

Munajat Sufi, .... Syeikh Ahmad ar-Rifa’y


“Ketika aku di-Isro’kan ke langit, aku melihat rahim sedang tergantung di Arasy, sang rahim mengadukan pada sesama rahim kepada Tuhannya, bahwa ia telah terputus. Lalu aku bertanya, “Berapakah jarak pisah antara dirimu dengan dirinya? Rahim menjawab, “Kami bertemu dalam empat puluh jarak.”
Dalam hadits mulia ini ada disiplin mengenai kasih sayang bagi hamba, yang bisa mengendalikan liarnya nafsunya, dan ketika bertemu, ia benar-benar menjadi golongan yang saling berserasi.
Dari sebagian kaum arifin yang sampai padaku, ada munajat-munajatnya:
“Ilahi, dengan rahim (persaudaraan) kami saling bersambung, dan dengan hati kami bersibuk denganMu.”
Anak-anak sekalian! Ketahuilah bahwa para pecinta dalam menempuh jalan ubudiyah dan waktu-waktu munajat terbagai dalam berbagai level. Ada yang munajat dengan bahasa pengakuan bersalah; ada pula yang bermunajat dengan ungkapan bingung dan terdesak; ada pula yang munajat dengan bahasa kebanggan. Seandainya kalangan yang lalai mengetahui, mereka sejenak nafas pun tidak akan mengabaikan.
Nabi Saw, dalam munajatnya bersabda: "Ilahi, Bila matahati penghuni dunia sejuk dengan dunianya, maka sejukkanlah matahatiku bersamaMu. Sejukkanlah mata hatiku dengan nikmatnya mesra bersamaMu dan rindu bertemu denganMu.”
Begitu juga pecinta selalu bermunajat: “Wahai sebaik-baik kemesraan dan yang memberi kebahagiaan. Wahai Yang sebaik-baik pendamping dan sahabat bicara. Bahagialah orang yang merasa cukup dariMu bersamaMu. Oh Tuhan, aku datang kepadaMu, aku datang kepadaMu wahai Kekasih hati. Aku datang kepadaMu wahai pelipur hati. Labbaik. .Labbaik.. Wahai harapan hati. Aku datang oh Tuhanku, mendekatMu bersamaMu hanya bersandar padaMu, hendaknya jangan Engkau palingkan diriku bersamaMu, dariMu, dan jangan Engkau hijab diriku bersamaMu dariMu.”
Ilahi, bila Engkau memanggilku ke neraka, pasti aku penuhi panggilanMu, bagaimana tidak, sedangkan Engkau sendiri telah memanggilku menuju DiriMu?
Ilahi, bila Engkau dekatkan aku dariMu, lalu siapa lagi yang bisa menjauhkan aku? Dan bila Engkau beri kemuliaan padaKu bersamaMu, maka siapa lagi yang bisa memperendahkan diriku? Jika Engkau mengangkat derajatku kepadaMu, maka siapa lagi yang bisa merendahkanku?
Ilahi, siapakah yang aku takuti, sedangkan Engkau adalah Tuanku? Kepada siapa lagi aku berharap sedangkan Engkau adalah harapan? Kepada siapa aku bersukacita sedangkan Engkau selalu di hadapanKu? Maka bersamaMu, padaMu, hendaknyalah Engkau limpahkan kesempurnaan anugerahMu wahai Dzat Yang Sendah-indahnya Tuan, dan Seindah-indahnya Penolong.
Ilahi, rahasiaku terbuka di hadapanMu, sedangkan diriku hanya bisa mengadu kepadaMu, padahal kemahamurahanMu sudah dikenal, dan kemaha-muliaanMu menjadi sifat.
Ilahi, Engkaulah pucak kegembiraan orang-orang yang mesra kepadaMu dari para kekasihMu, dan tempat mengadunya para hampa yang Engkau pilih, dan Tempat majlis bagi para pengadu dari kalangan wali-waliMu.
Ilahi, betapa indahnya ma’rifat dalam qalbu para ‘arifin. Betapa manisnya mengingatMu pada bibir-bibir orang-orang yang berdzikir, dan betapa eloknya mencintaiMu dalam rahasia jiwa para pecinta.
Ilahi, Engkau tak pernah menggagalkan cita-cita luhur para penghasratMu, dan bagiMu tidak tersembunyi kondisi ruhani para penempuhMu, dan harapan orang-orang yang kembali kepadaMu tak pernah pupus di hadapanMu.
Ilahi, Engkaulah kebahagiaanku bila aku memandang dariMu kepadaMu. Dan Engkaulah cukupKu bila diriku berupaya meraih bersamaMu, dariMu. Sedangkan adalah kecintaanku bila aku turun dariMu bersamaMu.
Duh, Tuhan, kasihanilah upayaku hanya menuju kepadaMu, kesendirianku bersamaMu, ketaksukaanku dari selain DiriMu. Duhai Sang Pecinta dan Tambatan kebahagiaan, wahai sebaik-baik pendamping dan tempat bicara. Jadilah buktiku darimu menujuMu.
Ilahi, jadikanlah anugerah paling agung dalam hatiku, adalah rasa malu padaMu. Jadikanlah ungkapan termanis pada ucapanku adalah memujaMu. Jadikanlah saat-saat yang paling kucintai, adalah saat-saat bertemu denganMu.
Ilahi, betapa mengerikan hati yang tidak dzikir kepadaMu. Betapa hancurnya hati yang tidak ada rasa takut kepadaMu, dan betapa sedikit kebahagiaan, yang tiada mencintaiMu.
Ilahi, tak sabar lagi jika di dunia aku tidak berdzikir kepadaMu, bagaimana aku bias sabar di akhirat nanti untuk jauh memandangMu?
Ilahi, aku mengadu betapa sendirinya diriku di negeriMu, dan betapa mengerikannya berada diantara hamba-hambaMu.
Ilahi, tak ada hasrat kehendak melainkan DiriMu, dan tak ada cita-cita utama selain Engkau, dan tak ada hajat selain DiriMu.
Ilahi, Inilah indahnya munajat, lalu bagaimana indahnya bertemu kelak?
Ilahi, inilah terimakasihku, dan terimakasihnya syukurku.
Ilahi, inilah kebahagiaanku, dan bahagiannya bahagiaku.
Ilahi, inilah rasa sayangku, dan kecintaan sayangnya sayangku.
Ilahi, bagaimana hatiku sibuk untuk mencintai selain DiriMu? Sedangkan aku sudah tidak mengenal selain mengenalMu.
Ilahi, pada siapa lagi yang layak dipuji, sedangkan Engkau adalah Tuanku? Pada siapa aku berharap, sedangkan Engkau adalah harapan daeri segala harapan. Duhai sebaik-baik yang dima’rifati dan didzikiri. Engkau terlah memuliakan diriku dengan wilayah kema’rifatanMu, maka, setelah itu janganlah Engkau hinakan aku wahai Tuanku, dengan selainMu.
Ilahi, aku heran pada orang yang mengenalMu, bagaimana ia masih butuh selain Engkau?
Ilahi, aku heran pada orang yang gembira bersamaMu, bagaimana ia masih gentar pada selain DiriMu?
Ilahi, aku heran kepada orang yang menghendakiMu, bagaimana masih menghendaki selain DiriMu?
Ilahi, inilah kegembiraanku bersamaMu di negeri fana’, bagaimana kelak kegembiraanku di negeri Baqa’?
Ilahi, inilah kebahagiaanku bersamaMu dalam jubah khidmah, bagaimana kebahagiaanku kelak bersamaMu dalam selimut nikmat?
Ilahi, inilah kelezatan cinta, bagaimana lezatnya memandangMu?
Ilahi, inilah lezatnya kemesraan, bagaimana kelak lezatnya bertemu?
Ilahi, siapa yang tak bersukacita bersamaMu, lalu darimana lagi ada kegembiraan lain?
Ilahi, Engkau minumi aku dengan gelas cinta hingga Engkau mabukkan diriku. Cinta telah membunuhku dan rindu telah membakarku.
Ilahi, Engkau perlihatkan padaku cintaMu, perlihatkanlah wushulku…
Ilahi, betapa panjang husnudzonku bersamaMu, hendaknya jangan Engkau kembalikan aku dalam kehancuran, hingga dugaanku padaMu tidak hancur. Yang yang Dikenal bersama Yang Maha Dikenal.
Ilahi, aku tidak sabar lagi untuk bertemu, dan padaMu tak ada rekayasa, pastilah segala dariMu, tak ada lagi tempat berlalri selain Engkau, dan tak ada pula kebahagiaan selain Engkau.
Ilahi, Engkau hidupkan aku dengan ma’rifat padaMu, maka janganlah Engkau matikan aku dengan ingkar padaMu.
Ilahi, Engkau perlihatkan sambungMu kepadaku, janganlah Engkau tampakkan sedikit pun pisahMu padaku.
Ilahi, bila Engkau tak bertindak apa yang kami kehendaki, maka berilah kami kesabaran atas apa yang Engkau kehendaki.
Ilahi, habiskan dzikirku demi mengingat keagunganMu. Ungkapkan lisanku dengan sifat anugerahMu, dan kuatkan diriku untuk mensyukuri nikmatMu.
Ilahi, kasihanilah daku, karena begitu lemahnya ketika menghadapi kehidupan yang berat, begitu bodoh dengan usaha, begitu bingung dalam mencari.
Ilahi,Engkau jadikan sebab apa yang Engkau berikan, adalah karena harapan padaMu, dan usaha yang memadukan antar wali-waliMu adalah kelembutanMu pada qalbu-qalbu mereka.
Ilahi, maka berikanlah harapan itu seperti Engkau memberi harapan padaku. Padukanlah diriku dengan para waliMu sebagaimana Engkau berikan kasih saying antar qalbu.
Bagaimana seseorang masih butuh, sedangkan Engkau adalah bagiannya? Bagaimana seseorang masih gentar sedangkan Engkau adalah kebahagiaannya? Atau bagaimana menjadi hina sedangkan Engkau adalah Kekasihnya? Atau bagaimana seseorang susah, sedangkan Engkau adalah miliknya
Ilahi, Hasratku padaMu telah membatalkan semua kegelisahanku. Dan cintaku padaMu telah menghalangi nyenyaknya tidurku. Rinduku padaMu menghalangi kelezatan-kelezatan. Dan mesraku padaMu membuatku gentar untuk berpaling selain DiriMu.
Ilahi,, Engkau pun memberi wewenang pada orang yang memusuhiMu, bagaimana Engkau akan memusuhi orang yang menjadi waliMu?
Ilahi, ma’rifatku padaMu adalah buktiku atas DiriMu, dan cintaku padaMu adalah perantara menuju kepadaMu.
Ilahi, para pecinta mengenal keparipurnaan RububiyahMu, sedang para pendosa adalah cipta dan sempurnanya kuasaMu, maka mereka pun menyerahkan diri padaMu dan mencari selamat padaMu.
Ilahi, jadikanlah diriku tergolong orang yang tidak mengambil kekasih selain DiriMu, dan tidak menempuh jalan selain padaMu, orang yang berharapkan selain dariMu.
Ilahi, Jangan jadikan aku tergolong orang yang memalingkan dirinya dari WajahMu, terhijab dari ampunan dan tertutup dari pintuMu, terputus dari sebab-sebab perlindunganMu dan mengandalkan dirinya sendiri. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Kuasa atas segalanya.
Malik bin Dinar ra, berkata, “Aku melihat seorang budak perempuan sedang bergelayut di tirai Ka’bah sembari bermunajat:
KepadaMu kami datang, dan Engkau datang pada kami
Tak satu pun yang menghidupkan kami
Darimu kami memburu, sedang Engkau telah memiliki kami
Tak satu pun selain DiriMu datang padaku."

Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat itu SATU


Saya seringkali dapat pertanyaan lewat email tentang hubungan antara syariat dan hakikat. Pada kesempatan ini saya ingin sedikit membahas hubungan yang sangat erat antara keduanya. Syariat bisa diibaratkan sebagai jasmani/badan tempat ruh berada sementara hakikat ibarat ruh yang menggerakkan badan, keduanya sangat berhubungan erat dan tidak bisa dipisahkan. Badan memerlukan ruh untuk hidup sementara ruh memerlukan badan agar memiliki wadah.
Saidi Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi guru Mursyid dari Ayahanda Prof. Dr. Saidi Syekh Kadirun Yahya MA. M.Sc mengibaratkan syariat laksana baju sedangkan hakikat ibarat badan. Dalam beberapa pantun yang Beliau ciptakan tersirat pesan-pesan tentang pentingnya merawat tubuh sebagai perhatian utama sedangkan merawat baju juga tidak boleh dilupakan.
Imam Malik mengatakan bahwa seorang mukmin sejati adalah orang yang mengamalkan syariat dan hakikat secara bersamaan tanpa meninggalkan salah satunya. Ada adagium cukup terkenal, “Hakikat tanpa syariat adalah kepalsuan, sedang syariat tanpa hakikat adalah sia-sia.” Imam Malik berkata, “Barangsiapa bersyariat tanpa berhakikat, niscaya ia akan menjadi fasik. Sedang yang berhakikat tanpa bersyariat, niscaya ia akan menjadi zindik.Barangsiapa menghimpun keduanya [syariat dan hakikat], ia benar-benar telah berhakikat.”
Syariat adalah hukum-hukum atau aturan-aturan dari Allah yang disampaikan oleh Nabi untuk dijadikan pedoman kepada manusia, baik aturan ibadah maupun yang lainnya. Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an hanya berupa pokok ajaran dan bersifat universal, karenanya Nabi yang merupakan orang paling dekat dengan Allah dan paling memahami Al-Qur’an menjelaskan aturan pokok tersebut lewat ucapan dan tindakan Beliau, para sahabat menjadikan sebagai pedoman kedua yang dikenal sebagai hadist. Ucapan Nabi bernilai tinggi dan masih sarat dengan simbol-simbol yang memerlukan keahlian untuk menafsirkannya.
Para sahabat sebagai orang-orang pilihan yang dekat dengan nabi merupakan orang yang paling memahami nabi, mereka paling mengerti akan ucapan Nabi karena memang hidup sezaman dengan nabi. Penafsiran dari para sahabat itulah kemudian diterjemahkan dalam bentuk hukum-hukum oleh generasi selanjutnya. Para ulama sebagai pewaris ilmu Nabi melakukan ijtihad, menggali sumber utama hukum Islam kemudian menterjemahkan sesuai dengan perkembangan zaman saat itu, maka lahirlah cabang-cabang ilmu yang digunakan sampai generasi sekarang. Sumber hukum Islam itu kemudian dikenal memiliki 4 pilar yaitu : Al-Qur’an, Hadist, Ijmak dan Qiyas, itulah yang kita kenal dengan syariat Islam.
Untuk melaksanakan Syariat Islam terutama bidang ibadah harus dengan metode yang tepat sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilakukan Rasulullah SAW sehingga hasilnya akan sama. Sebagai contoh sederhana, Allah memerintahkan kita untuk shalat, kemudian Nabi melaksanakannya, para sahabat mengikuti. Nabi mengatakan, “Shalatlah kalian seperti aku shalat”. Tata cara shalat Nabi yang disaksikan oleh sahabat dan juga dilaksanakan oleh sahabat kemudian dijadikan aturan oleh Ulama, maka kita kenal sebagai rukun shalat yang 13 perkara. Kalau hanya sekedar shalat maka aturan 13 itu bisa menjadi pedoman untuk seluruh ummat Islam agar shalatnya standar sesuai dengan shalat Nabi. Akan tetapi, dalam rukun shalat tidak diajarkan cara supaya khusyuk dan supaya bisa mencapai tahap makrifat dimana hamba bisa memandang wajah Allah SWT.
Ketika memulai shalat dengan “Wajjahtu waj-hiya lillaa-dzii fatharas-samaawaati wal-ardho haniifam-muslimaw- wamaa ana minal-musy-rikiin..” Kuhadapkan wajahku kepada wajah-Nya Zat yang menciptakan langit dan bumi, dengan keadaan lurus dan berserah diri, dan tidaklah aku termasuk orang-orang yang musyrik. Seharusnya seorang hamba sudah menemukan chanel atau gelombang kepada Tuhan, menemukan wajahnya yang Maha Agung, sehingga kita tidak termasuk orang musyrik menyekutukan Tuhan. Kita dengan mudah menuduh musyrik kepada orang lain, tanpa sadar kita hanya mengenal nama Tuhan saja sementara yang hadir dalam shalat wajah-wajah lain selain Dia. Kalau wajah-Nya sudah ditemukan di awal shalat maka ketika sampai kepada bacaan Al-Fatihah, disana benar-benar terjadi dialog yang sangat akrab antara hamba dengan Tuhannya.
Syariat tidak mengajarkan hal-hal seperti itu karena syariat hanya berupa hukum atau aturan. Untuk bisa melaksanakan syariat dengan benar, ruh ibadah itu hidup, diperlukan metodologi pelaksanaan teknisnya yang dikenal dengan Tariqatullah jalan kepada Allah yang kemudian disebut dengan Tarekat. Jadi Tarekat itu pada awalnya bukan perkumpulan orang-orang mengamalkan zikir. Nama Tarekat diambil dari sebuah istilah di zaman Nabi yaitu Tariqatussiriah yang bermakna Jalan Rahasia atau Amalan Rahasia untuk mencapai kesempurnaan ibadah. Munculnya perkumpulan Tarekat dikemudian hari adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman agar orang-orang dalam ibadah lebih teratur, tertib dan terorganisir seperti nasehat Syaidina Ali bin Abi Thalib kw, “Kejahatan yang terorganisir akan bisa mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”.
Kalau ajaran-ajaran agama yang kita kenal dengan syariat itu tidak dilaksanakan dengan metode yang benar (Thariqatullah) maka ibadah akan menjadi kosong hanya sekedar memenuhi kewajiban agama saja. Shalat hanya mengikuti rukun-rukun dengan gerak kosong belaka, badan bergerak mengikuti gerakan shalat namun hati berkelana kemana-mana. Sepanjang shalat akan muncul berjuta khayalan karena ruh masih di alam dunia belum sampai ke alam Rabbani.
Ibadah haji yang merupakan puncak ibadah, diundang oleh Maha Raja Dunia Akhirat, seharusnya disana berjumpa dengan yang mengundang yaitu Pemilik Ka’bah, pemilik dunia akhirat, Tuhan seru sekalian alam, tapi yang terjadi yang dijumpai disana hanya berupa dinding dinding batu yang ditutupi kain hitam. Pada saat wukuf di arafah itu adalah proses menunggu, menunggu Dia yang dirindui oleh sekalian hamba untuk hadir dalam kekosongan jiwa manusia, namun yang ditunggu tak pernah muncul.
Disini sebenarnya letak kesilapan kaum muslim diseluruh dunia, terlalu disibukkan aturan syariat dan lupa akan ilmu untuk melaksanakan syariat itu dengan benar yaitu Tarekat. Ketika ilmu tarekat dilupakan bahkan sebagian orang bodoh menganggap ilmu warisan nabi ini sebagai bid’ah maka pelaksanaan ibadah menjadi kacau balau. Badan seolah-olah khusuk beribadah sementara hatinya lalai, menari-nari di alam duniawi dan yang didapat dari shalat itu bukan pahala tapi ancaman Neraka Wail. Harus di ingat bawah “Lalai” yang di maksud disana bukan sekedar tidak tepat waktu tapi hati sepanjang ibadah tidak mengingat Allah. Bagaimana mungkin dalam shalat bisa mengingat Allah kalau diluar shalat tidak di latih ber-Dzikir (mengingat) Allah? dan bagaimana mungkin seorang bisa berdzikir kalau jiwanya belum disucikan? Urutan latihannya sesuai dengan perintah Allah dalam surat Al ‘Ala, “Beruntunglah orang yang telah disucikan jiwanya/ruhnya, kemudian dia berdzikir menyebut nama Tuhan dan kemudian menegakkan shalat”.
Kesimpulan dari tulisan singkat ini bahwa sebenarnya tidak ada pemisahan antara ke empat ilmu yaitu Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat, ke empatnya adalah SATU. Iman dan Islam bisa dijelaskan dengan ilmu syariat sedangkan maqam Ihsan hanya bisa ditempuh lewat ilmu Tarekat. Ketika kita telah mencapai tahap Makrifat maka dari sana kita bisa memandang dengan jelas bahwa ke empat ilmu tersebut tidak terpisah tapi SATU.
Tulisan ini saya tulis dalam perjalanan ziarah ke Maqam Guru saya tercinta, teringat pesan-pesan Beliau akan pentingnya ilmu Tarekat sebagai penyempurnaan Syariat agar mencapai Hakikat dan Makrifat. Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi renungan dan memberikan manfaat untuk kita semua. Amin!

Uways Al Qorni digelari Penghuni Langit oleh Rasulullah.

Rasulullah pernah mengisyaratkan, tentang keberadaan sesosok manusia Penghuni Langit, yang bernama Uways (Uwais) Al Qorni.
Rasulullah SAW bersabda : Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qorni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya. Sesudah itu beliau, memandang kepada Ali bin Abi Thalib r.a. dan Umar bin Khattab r.a. lalu bersabda : Suatu saat apabila kalian bertemu dengan dia mintalah do’a dan istighfarnya, karena dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi.
Uwais adalah seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, dengan kulitnya kemerah-merahan. Pemuda dari Yaman ini tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan menderita lumpuh. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing.
Mayoritas Ulama berpendapat, istilah Penghuni Langit yang disandang oleh Uwais, dikarenakan baktinya yang sangat luar biasa kepada ibunya.
Misteri Uwais, manusia langit dari Yaman
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah dan akhirnya bertemu dengan Umar ra dan Ali bin abi Thalib. Saat itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya.
Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah meninggal dunia. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang tak dikenal yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika masyarakat pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan Abdullah bin Salamah menjelaskan, ketika itu aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya. Lalu aku bermaksud kembali ke tempat penguburannya untuk memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat lagi adanya bekas kuburannya. (Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang dalam satu pasukan, bersama Uwais al-Qorni di masa pemerintahan Umar Ibnu Khattab r.a.).
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.
Manusia Penghuni Langit = Alien dari Planet Nibiru ?
Entah kebetulan atau tidak, ciri-ciri fisik Uways sangat mirip dengan ras Kaukasia, yang oleh beberapa kalangan dikatakan mewarisi ciri fisik bangsa Anunnaki, Alien dari Planet Nibiru. Meskipun Islam, tidak menolak kemungkinan adanya makhluk lain, di luar bumi. Namun tidak serta merta kita menyatakan, Uways sesungguhnya Alien, yang nyasar di bumi ini.
Benarkah Planet Nibiru, yang dihuni bangsa Anunnaki itu ada? Atau hanya cerita dongeng dari Bangsa Sumeria? Jika Uways adalah Alien, bagaimana ia bisa sampai ke Yaman? Apakah ia datang melalui pintu Wormhole? (Kunjungi : Identifikasi Fenomena Wormhole, menurut Al Qur’an?).
Ke-shahihan kisah Uways Al Qorni, juga harus diteliti lagi. Hal tersebut, dalam upaya untuk menghindari cerita-cerita dongeng bangsa Sumeria kuno, masuk ke dalam khasanah keilmuan umat muslim.
Andaikan semua kisah tentang Uways adalah sebuah fakta, penjelasan yang paling logis saat ini adalah, Uways Al Qorni adalah seorang keturunan bangsa Kaukasia, yang tinggal di negeri Yaman. Baktinya terhadap Sang Bunda, telah memberi kemuliaan kepada dirinya, digelari Penghuni Langit oleh Rasulullah.