Laman

Sabtu, 16 Agustus 2014

TOBAT 8


Allah mewahyukan kepada Nabi Dawud, “Wahai Dawud, rintih sedih dan sesal para Pendosa lebih Aku sukai daripada jeritan para ‘abid (ahli ibadah).”

Allah Ta’ala berfirman di dalam salah satu kitab-Nya, “Demi kemulyaan dan keangungan-Ku, tidaklah seorang hamba menangis karena takut kepada-Ku melainkan akan Kugantikan tangisannya dengan tawa di dalam cahaya kudus-Ku. Katakanlah kepada orang-orang yang menangis karena takut kepada-Ku, ‘Bergembiralah kalian. Sebab kalian adalah orang pertama yang di datangi saat rahmat-Ku turun. Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang berbuat dosa agar mereka duduk bersama orang-orang yang menangis karena takut kepada-Ku, semoga Aku melimpahi mereka dengan rahmat-Ku saat Aku merahmati orang-orang yang menangis karena takut kepada-Ku.’”

Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih disukai Allah daripada dua tetesan darah yang mengalir di jalan Allah. “(HR. At-Tirmidzi dan adh-Dhiya’)

Wahai orang yang menyedihkan, sekaranglah waktunya bagimu untuk melepaskan diri dari hawa nafsumu? sekaranglah saatnya engkau kembali ke pintu Tuhanmu? Apakah engkau telah melupakan Dia Yang telah memberimu anugerah? Apakah engkau telah melupakan Dia Yang telah menciptakan dan menyempurnakan pencitaanmu? Apakah engkau telah melupakan Dia Yang telah membuat banyak hati menaruh iba kepadamu dan dengan rezeki-Nya memberimu makan? Apakah engkau melupakan Dia Yang mengilhamkan islam kepadamu dan memberimu petunjuk? Apakah engkau melupakan Dia Yang dengan anugerah-Nya telah mendekatkanmu? Sehingga engkau menerima semua itu menerima semua itu dengan kelalaian dan memperturutkan syahwat, segera melakukan kesalahan dan dosa? Engkau merusak janji-Nya, membangkang dari perintah-Nya, terus menerus melakukan dosa, memperturutkan hawa nafsu dan melawan Dia Yang Mahagagah? Kalau pun engkau masih terhalang dan jauh dari Tuhanmu, bila engkau segera kembali kepada-Nya, Dia akan menerimamu dan ridha kepada-Mu. Apabila engkau senantiasa berbakti kepada-Nya, Dia akan mendekat kepadamu.

Ibrahim ibn Adham berkata, “Hati orang mukmin bersih laksana kaca, dan dia akan melihat setiap hal yang ditimpakan setan kepadanya. Lalu jika dia melakukan satu perbuatan dosa, dihatinya itu akan muncul titik noda hitam. Apabila dia bertobat, titik noda itu akan lenyap. Apabila dia kembali melakukan maksiat dan tidak bertobat, noda hitam itu akan bertambah dan bertambah hingga menghitamkannya. Bila hati telah menghitam, sedikit sekali kemungkinan mendapat manfaat nasihat. Bahkan hati itu akan menbuta, tidak bisa memahami kebenaran dan agama, akan menganggap remeh malasah akhirat dan mengagungkan masalah dunia. Sehingga saat urusan akhirat mengetuk telinganya, ia hanya akan mampir di telinganya, tidak sampai berbekas di hati dan tidak pula menggerakkannya untuk segera bertobat.”

Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang di murkai Allah, sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.” (QS. al-Mumtahanah [60]: 13)

Apabila tubuh sakit, makanan tidak akan memberinya manfaat. Apabila hatinya sudah tenggelam dalam cinta dunia, nasihat tidak akan memberinya manfaat.

Apabila hati keras, nasehat tidak akan memberinya manfaat

Seperti bumi bila asin, hujan tidak akan memberinya manfaat



Dari sini bisa diketahui bahwa istigfar tidak akan bermanfaat bagi hati yang lalai, mati dan menghitam karena banyaknya dosa dan lali bertobat. Kalaupun dia beristigfar sepanjang hari sepenuh malam, bila hatinya seperti itu, sungguh istigfarnya tidak akan berbekas. Bahkan mungkin malah menjadi sebab siksa dan kesengsaraan.

Karena itu Rabi’ah al-Adawiyyah berkata, “Istigfar kita membutuhkan istigfar.”

Ciri tobat yang diterima tampak pada delapan perkara:

Setelah tobat si pelaku akan khawatir dalam perkara lisannya. Maka dia pun menjaga lisannya agar tidak sampai berbohong, mengunjing dan berbicara berlebihan. Lalu dia menyibukkan lisannya dengan zikir dan membaca Alqur’an.
Dia akan mengkhawatirkan perkara perutnya. Maka dia menjaganya dengan tidak akan memasukkan makanan selain yang halal, walaupun hanya sedikit.
Dia akan mengkhawatirkan perkara matanya. Maka dia pun menjaganya agar tidak sampai melihat hal hal yang haram, atau memandang dunia dengan penuh hasrat. Dia hanya akan melihat dunia untuk mengambil pelajaran.
Dia akan mengkhawatirkan perkara tangannya. Maka dia pun tidak akan mengulurkannya untuk hal hal yang haram. Dia hanya akan mengulurkan tangannya pada ketaatan.
Dia akan mengkhawatirkan perkara kakinya. Maka dia tidak menggunakannya untuk berjalan dalam kemaksiatan. Dia hanya akan menggunakan kedua kakinya untuk melangkah di dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Dia akan mengkhawatirkan perkara hatinya. Maka dia pun segera mengosongkannya dari permusuhan, kebencian dan kedengkian terhadap orang lain. Lalu dia mengisinya dengan nasehat dan rasa kasih dengan sesama muslim.
Dia akan mengkhawatirkan perkara telinganya. Maka dia pun menggunakannya hanya untuk mendengar yang hak.
Dia akan mengkhawatirkan perkara ketaatannya. Lalu dia menjadikan ketaatannya itu murni karena Allah Ta’ala, menjauhi riya dan kemunafikan.

TOBAT 7


Seorang hamba tidak layak meninggalkan tobat hanya karena takut terjerumus dalam dosa yang lain. Sebab hal itu merupakan was-was setan yang ditiupkan ke dalam hati hamba agar dia menunda-nunda tobat. Sudah semestinya hamba segera bertobat dan tidak menunda-nundanya. Sebab ajal sungguh tersembunyi, hamba tidak tahu kapan kematian akan datang mengagetkannya, tidak pula dia tahu kapan sakit akan menimpanya, sakit yang mengantarkannya kepada kematian. Sudah semestinya hamba berusaha keras melakukan pertobatan. Sumgguh, modal pokok Islam beriman adalah iman, dan iman bisa lenyap bila tiada tobat dan terjerembab di lembah dosa. Sehingga dia abadi di neraka Jahanam.

Al-Iman al-Ghazali r.a. berkata, “Siapa yang tidak bersegera bertobat dengan menunda-nundanya, dia berada di antara dua bahaya besar yang amat mengkhawatirkan. Pertama, gelap semakin berlipat meliputi hatinya karena maksiat hingga berkarat dan tidak bisa dihapus. Kedua, didahului sakit atau mati hingga dia tidak memiliki keluarga untuk berusaha menghilangkan karat tersebut.”

Karena itu ada keterangan di dalam atsar, “Sesungguhnya jeritan penghuni neraka kebanyakan disebabkan oleh perilaku menunda-nunda tobat. Dan kebanyakan jeritan mereka adalah, ‘O…sungguh malang orang yang menunda-nunda .’ Orang yang hancur binasa tidak hancur binasa selain karena menunda-nunda. Tidak ada yang selamat selain orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat (qalbun salim).”

Maka segeralah bertobat sebelum menginjak tempat yang amat menakutkan. Oh, betapa tempat itu sungguh sempit, tak ada kelapangan, pasti berbahaya, jalannya sungguh pekat, tempat-tempat membinasakannyademikian samar, huniannya kekal, deritanya abadi, teriknya dipurnakan, jeritannya amat tinggi menyayat, minuman penghuninya timah panas, dan siksanya sungguh lestari. Zabaniyyah melebur jasad mereka, lalu Hawiyah menghimpun mereka. Di dalamnya mereka melolong, menjerit-jerit meneriakkan kesengsaraan. Jilatan api terus menyambar-nyambar, membakar mereka. Di sana mereka berangan-angan lalu menjadi lenyap dan tak lagi ada, tetapi sungguh mereka tak akanpernah lepasdari siksa. Kedua kaki mereka diikat hinga ke ubun-ubun, wajah mereka menghitam oleh kehinaan maksiat. Mereka memanggil-manggil dari lorong-lorong dan labirinya karena siksa tak henti mendera, ‘Wahai Malik, ancaman itu sungguh nyata telah menimpa kami. Wahai Malik, api sudah dinyalakan untuk kami. Wahai Malik, nanah sudah mengalir dari kami. Wahai Malik, besi belenggu telah memberati kami. Wahai Malik, kulit tubuh kami telah terkelupas. Wahai Malik, keluarkanlah kami darinya, kami sungguh tidak akan kembali (berbuat dosa)!” Namun setelah sekian lama, Malik hanya menjawab, “Tidak mungkin. Sudah terlambat. Tidak ada yang keluar dari tempat kesengsaraan ini. Tetap di sana, rasakanlah murka Dia.”


Ya Rabb, anugerahillah aku tobat hingga aku bertobat

dan ampunilah aku, sungguh dosa-dosa yang telah menyusahkan aku

Matikanlah diriku dalam pelukan agama Muhammad

Hidupkanlah hatiku di hari-hari hati menjadi hidup

Wahai Sang Penawar penyakit, sembuhkanlah sakitku

Ya Illahi, aku sungguh bermohon kepada-Mu

Obatilah hatiku dari penyakit yang telah menutupinya

Sungguh, para tabib telah kebingungan dengan penyaktku

Wahai Sang Pengobat hamba, anugerahilah aku kedekatan

tak mungkin aku kecewa saat aku mengharap Engkau

Hentikanlah kegelincinganku dan berdermalah kepadaku dengan kedekatan

Sungguh penyakitku akan sembuh dengan kedekatan dari-Mu

Betapa rusak malam saat aku bermaksiat kepada-Mu

ia telah berlalu menyisakan dosa untukku

Apalah muslihatku, aku sungguh telah bermaksiat kepada-Mu karena bodoh

bagaimana aku tidak malu, padahal Engkau sungguh senantiasa mengawasi

TOBAT 6


Di dalam salah satu atsar disebutkan, “Tidak ada suara yang lebih dicintai Allah Ta’ala daripada suara hamba yang bertobat dari dosanya seraya berucap, ‘Ya Rabb.’ Lalu Allah berfirman, ‘Labbaika. Wahai hambaku, mintalah apa yang engkau kehendaki. Di hadapan-Ku engkau seperti sebagaian malaikat-Ku. Aku berada di sebelah kananmu, di sebelah kirimu dan di atasmu. Aku dekat di lubuh hatimu. Wahai para malaikat-Ku,saksikanlah bahwa sesungguhnya aku telah memberikan ampunan untuknya.”

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang hamba bertobat, Allah menerima tobatnya dan membuat lupa malaikat hafadzah (pencatat amal) yang menuliskan amal buruknya. Allah membuat lalai anggota badannya yang melakukan kesalahan. Allah membuat lalai tempatnya di bumi dan maqamnya di langit, agar kelak di hari kiamat dia datang tanpa satu pun makhluk memberikan kesaksian yang memberatkannya,” (HR. Al-Ashbahani)

Ibnu ‘Abbas juga meriwayatkan, “Beberapa orang ahli syirik yang telah melakukan banyak pembunuhan dan perzinaan mendatangi Nabi saw., lalu berkata, ‘Sesungguhnya agama yang engkau ajarkan itu baik seaindainya engkau mengabari kami akan adanya kifarat yang bisa menjadi penebus dosa-dosa yang telah kami lakukan.’ Lalu turun ayat, Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu perputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az_Zumar [39]: 53). Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari, Muslim dan yang lainya.

Di dalam satu riwayat dari Makhul disebutkan, “Ketika Nabi Ibrahim a.s. mendapat penyingkapan hijab akan kerajaan langit dan bumi, dia melihat seorang hamba yang berzina, lalu Ibrahim memohonkan kebinasakan bagi si penzina itu, hingga orang itu dibinasakan oleh Allah. Kemudian dia melihat hamba yang mencuri, dia memohonkan kebinasakan bagi si pencuri itu hingga Allah membinasakannya. Kemudian dia melihat hamba yang melakukan maksiat lainnya, namun saat Ibrahim hendak memohonkan kebinasaan baginya, Allah Ta’ala berfirman, “Wahai Ibrahim, lepaskanlah [urusan] hamba-Ku itu darimu, sebab hamba-Ku berada di antara tiga hal: dia bertobat dan aku menerima tobatnya, atau aku keluarkan darinya keturunan yang kemudian beribadah kepadaku, atau dia dikuasai kesengsaraan dan di belakangnya jahannam telah menanti.”

Syarat tobat adalah menyesali perbuatan dosa yang telah berlalu, bertekad untuk tidak mengulanginya kembali, mengembalikan mazhalim kepada pemiliknya atau ahli warisnya dan bersedekah atas nama orang yang telah dizhalimi, pelepasan permusuhan dan berbuat baik kepada mereka yang sempat dimusuhi jika memungkinkan. Selain itu, wajib meng-qadha ibadah fardhu yang telah ditinggalkan.

Setelah bertobat, si pelaku tobat harus mendidik diri dalam ketaatan sebagaimana dia telah mendidik diri dalam kemaksiatan, dan merasakan pahit ketaatan sebagaimana dia merasakan manis maksiat. Si pelakutobat juga mesti meninggalkan teman yang buruk, menjaga kehalalan makanan dan minuman serta pakaian yang dikonsumsinya. Jangan sampai meninggalkan tobat hanya karena takut terjatuh kembali dalam dosa. Karena bila hamba bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Tidak perlu berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.(QS. Yusuf[12]: 87). Sebaliknya, dia mesti bertobat kepada Allah Ta’aladi setiap waktu dan tidak melakukan dosa. Sebab, orang yang tidak lagi melakukan dosa, meskipun dia telah tujuh puluh kali berbuat dosadalam sehari itu. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Bakr ash-Shidiq bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, “Orang yang memohon ampun kepada Allah tidak dianggap pendosa, sekalipun dia mengulang dosa sampai 70 kali dalam sehari.”(HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

TOBAT 5

TOBAT 5
Suatu kekurangan dari mereka, sehingga Dia akan menutupinya. Bagian dari kemurahan Allah terhadap hamba-hambanya adalah berupa penerimaan tobat. Bila mereka berbuat maksiat lalu bertobat, kemudian kembali berbuat maksiat,lalu bertobat lagi, Allah tetap akan menerima tobat mereka.

Di dalam satu riwayat disebutkan, ketika Allah member tangguh kehidupan kepada Iblis sampai Hari Kiamat, Iblis berkata kepada-Nya, “Demi kemuliaan-Mu, aku sungguh tidak akan keluar dari hati anak Adam selama ia masih memiliki ruh.” Allah Ta’ala berfirman. “Demi kemuliaan-Ku, Aku tidak akan menghalangi manusia untuk bertobat selama ruh mereka masih di dalam tubuh. “Iblis berkata, “Aku akan mendatangi mereka dari arah depan, arah belakang, arah kanan, dan arah kirinya.”

Ketika Iblis mengungkapkan itu, dalam diri malaikat timbul rasa kasih pada manusia. Kemudian Allah mewahyukan kepada malaikat bahwa sesungguhnya masih tersisa bagi manusai arah atas dan arah bawah. “Apabila manusia mengangkat tangannya untuk berdoa dengan penuh kerendahan hati, atau meletakkan mukanya diatas tanah bersujud penuh kekhusyukan, pasti dosa-dosanya akan Kuampuni. Aku tidak perduli.”

Rasulullah saw. Bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya pada waktu malam untuk menerima tobat dari si pendosa di siang hari, dan Dia membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima tobat si pendosa di malam hari, hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya.” (HR.Muslim dan an-Nasa’i).

Pada saat matahari terbit dari tempat terbenamnya, Allah tidak akan menerima iman orang kafir juga tobat orang mukmin. Itulah diantara makna firman Allah Ta’ala. “Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum)mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.” (QS. Al-An’am [6]: 158).

At-Tarmidzi dan al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya di arah barat ada satu pintu yang luasnya sejarak empat puluh tahun atau tujuh puluh tahun perjalanan. Sejak penciptaan langit dan bumi, Allah ‘Azza wa Jalla membukakan pintu itu untuk tobat, dan Dia tidak menutupnya sampai matahari terbit dari arah itu.” (HR. At-Tirmidzi dan al-Baihaqi)

Di dalam riwayat lainnya Rasulullah saw. Bersabda, “Seorang hamba terjerumus dalam suatu dosa, lalu dia berkata, ‘Ya Rabb, aku telah terjerumus pada perbuatan dosa, ampunkanlah dosaku itu,’ Maka Tuhannya akan berkata, ‘Hamba-Ku tahu bahwa dia mempunyai Tuhan Yang Pengampun dan menghukum karena dosa. Aku sungguh telah mengampuninya.’ Kemudian dia berlaku sesuai dengan yang Allah kehendaki. Namun kemudian dia terjerumus dosa lagi, lalu berkata, ‘Ya Rabb, aku telah terjerumus pada perbuatan dosa yang lain Ampunkanlah dosaku.

Rasulullah saw. bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya pada waktu malam untuk menerima tobat dari si pedosa di siang hari, dan Dia membentangkan tangan-Nya pada waktu siang untuk menerima tobat dari si pedosa di malam hari, hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya. “(HR. Muslim dan an-Nasa;i)

Tuhan berkata, ‘Hamba-Ku tahu bahwa dia mempunyai Tuhan Yang Pengampun dan menghukum karena dosa. Aku sungguh telah mengampuninya. Maka berbuatlah sesukanya.”

Al Hafizh Ibn Hajar r.a. berkata di dalam al-Fath, “Yang di maksud dengan sabda Nabi saw., maka berbuatlah sesukanya, adalah selama sang hamba berdosa, beristigfar dan bertobat, Allah akan mengampuninya. Tobat dan istigfarnya merupakan kifarat bagi dosa-dosanya. Yang dimaksud bukan berarti dia berdosa, lalu beristigfar dengan lisannya tanpa melepaskan dosanya, kemudian kembali kepada dosa yang semisal. Hal seperti itu disebut tobat para pembohong.”

Rasululllah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah akan menerima tobat seorang hamba selama dia belum sekarat (HR. Ahmad dan at-Tarmidzi). “Artinya tobat si hamba akan di terima Allah selam ruhnya belum sampai di tenggorokan. Karena bila ruh sudah sampai di tenggorokan, si hamba akan melihat dengan jelas tempat kembalinya, apakah rahmat Allah atau kegentingan dan kesulitan. Maka, pada saat itu tobat tidak lagi bermanfaat baginya, tidak pula beriman bila dia seorang kafir. Sebab salah satu syarat tobatadalah ketetapan hati untuk meninggalkan dosa dan tidak akan pernah kembali padanya. Hal tersebut hanya dapat tercapai bila ada kesempatan. Sementara dalam kondisi si ruh sudah sampai di tenggorokan, si hamba tidak mungkin lagi memenuhi syarat itu.

Rasululllah saw. bersabda, “Kalaupun kalian telah melakukan kesahingga sepenuh langit, lalu kalian menyesalinya, Allah pasti akan mengampuni kalian. “Hadist ini di riwayatkan oleh Ibn Majah dengan sanad yang hasan.

Rasululllah saw. bersabda, “Orang-orangbyang bertobat adalah kekasih Allah. Dan orang yang bertobat dari dosa-dosa seperti orang yang tidak pernah berbuat dosa. “hadis ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al-Kabir dan oleh al-Baihaqi didalam asy-Syu’

Rasululllah saw. bersabda, “Sesungguhnya kebaikan dapat melebur dosa sebagaimana air menghilangkan kotoran. “Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Na’im di dalam al-Hilyah.

TOBAT 4


Syarat tobat adalah menyesali perbuatan dosa yang telah berlalu, bertekad untuk tidak mengulanginya kembali, mengembalikan mazhalim kepada pemiliknya atau ahli warisnya dan bersedekah atas nama orang yang telah dizhalimi, pelepasan permusuhan dan berbuat baik kepada mereka yang sempat dimusuhi jika memungkinkan. Selain itu, wajib meng-qadha ibadah fardhu yang telah ditinggalkan.

Setelah bertobat, si pelaku tobat harus mendidik diri dalam ketaatan sebagaimana dia telah mendidik diri dalam kemaksiatan, dan merasakan pahit ketaatan sebagaimana dia merasakan manis maksiat. Si pelakutobat juga mesti meninggalkan teman yang buruk, menjaga kehalalan makanan dan minuman serta pakaian yang dikonsumsinya. Jangan sampai meninggalkan tobat hanya karena takut terjatuh kembali dalam dosa. Karena bila hamba bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Tidak perlu berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.(QS. Yusuf[12]: 87). Sebaliknya, dia mesti bertobat kepada Allah Ta’aladi setiap waktu dan tidak melakukan dosa. Sebab, orang yang tidak lagi melakukan dosa, meskipun dia telah tujuh puluh kali berbuat dosadalam sehari itu. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Bakr ash-Shidiq bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, “Orang yang memohon ampun kepada Allah tidak dianggap pendosa, sekalipun dia mengulang dosa sampai 70 kali dalam sehari.”(HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Seorang hamba tidak layak meninggalkan tobat hanya karena takut terjerumus dalam dosa yang lain. Sebab hal itu merupakan was-was setan yang ditiupkan ke dalam hati hamba agar dia menunda-nunda tobat. Sudah semestinya hamba segera bertobat dan tidak menunda-nundanya. Sebab ajal sungguh tersembunyi, hamba tidak tahu kapan kematian akan datang mengagetkannya, tidak pula dia tahu kapan sakit akan menimpanya, sakit yang mengantarkannya kepada kematian. Sudah semestinya hamba berusaha keras melakukan pertobatan. Sumgguh, modal pokok Islamberiman adalah iman, dan iman bisa lenyap bila tiada tobat dan terjerembab di lembah dosa. Sehingga dia abadi di neraka Jahanam.

Al-Iman al-Ghazali r.a. berkata, “Siapa yang tidak bersegera bertobat dengan menunda-nundanya, dia berada di antara dua bahaya besar yang amat mengkhawatirkan. Pertama, gelap semakin berlipat meliputi hatinya karena maksiat hingga berkarat dan tidak bisa dihapus. Kedua, didahului sakit atau mati hingga dia tidak memiliki keluarga untuk berusaha menghilangkan karat tersebut.”

Karena itu ada keterangan di dalam atsar, “Sesungguhnya jeritan penghuni neraka kebanyakan disebabkan oleh perilaku menunda-nunda tobat. Dan kebanyakan jeritan mereka adalah, ‘O…sungguh malang orang yang menunda-nunda .’ Orang yang hancur binasa tidak hancur binasa selain karena menunda-nunda. Tidak ada yang selamat selain orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat (qalbun salim).”

Maka segeralah bertobat sebelum menginjak tempat yang amat menakutkan. Oh, betapa tempat itu sungguh sempit, tak ada kelapangan, pasti berbahaya, jalannya sungguh pekat, tempat-tempat membinasakannyademikian samar, huniannya kekal, deritanya abadi, teriknya dipurnakan, jeritannya amat tinggi menyayat, minuman penghuninya timah panas, dan siksanya sungguh lestari. Zabaniyyah melebur jasad mereka, lalu Hawiyah menghimpun mereka. Di dalamnya mereka melolong, menjerit-jerit meneriakkan kesengsaraan. Jilatan api terus menyambar-nyambar, membakar mereka. Di sana mereka berangan-angan lalu menjadi lenyap dan tak lagi ada, tetapi sungguh mereka tak akanpernah lepasdari siksa. Kedua kaki mereka diikat hinga ke ubun-ubun, wajah mereka menghitam oleh kehinaan maksiat. Mereka memanggil-manggil dari lorong-lorong dan labirinya karena siksa tak henti mendera, ‘Wahai Malik, ancaman itu sungguh nyata telah menimpa kami. Wahai Malik, api sudah dinyalakan untuk kami. Wahai Malik, nanah sudah mengalir dari kami. Wahai Malik, besi belenggu telah memberati kami. Wahai Malik, kulit tubuh kami telah terkelupas. Wahai Malik, keluarkanlah kami darinya, kami sungguh tidak akan kembali (berbuat dosa)!” Namun setelah sekian lama, Malik hanya menjawab, “Tidak mungkin. Sudah terlambat. Tidak ada yang keluar dari tempat kesengsaraan ini. Tetap di sana, rasakanlah murka Dia.”

BENCI... CINTA... SULUK.


Menurut psikolog ternama Amerika George A. Miller setiap detik lebih dari 2 juta informasi masuk ke alam bawah sadar manusia dan informasi-informasi tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif. Informasi-informasi yang masuk sebagian akan tersimpan di alam bawah sadar kemudian mempengaruhi cara berfikir dan bertindak. Kalau informasi lebih banyak positif dari negatif maka perilaku kita akan menjadi positif sementara kalau informasi yang diterima alam bawah sadar lebih banyak negatif maka akan membentuk perilaku yang negatif pula.

Lingkungan akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia karena dari lingkungan manusia memperoleh informasi-informasi sehari-hari. Lingkungan yang baik dengan nilai-nilai positif akan membentuk perilaku positif sementara lingkungan buruk akan membentuk perilaku buruk pula. Orang tua adalah lingkungan pertama dari seorang anak, dari orang tua dia memperoleh nilai-nilai pertama, kalau nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua baik maka anak akan menjadi baik sementara kalau nilai-nilai yang ditanamkan orang tua tidak baik akan membuat anak-anak tidak baik. Nabi dalam hadist menyampaikan pesan berupa peringatan kepada orang tua akan tanggung jawabnya, “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah dan orang tualah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi”

Karena anak ibarat kain putih tanpa noda maka peran orang tua akan sangat menentukan akan masa depan anak, membentuk perilaku dan menentukan takdir dari anak itu dikemudian hari. Anak yang lahir dari keluarga dimana kedua orang tuanya pemarah, sifat itu akan menurun kepada anak.

Orang tua yang tidak disiplin, kemudian menerapkan disiplin kepada anak, maka yang diikuti oleh anak bukan ucapan orang tua, tapi perilaku orang tuanya, hasilnya si anak tidak akan menjadi disiplin. Seorang Bapak yang suka merokok di depan anaknya (menunjukkan sikap yang tidak disiplin terhadap kesehatan), kemudian dia menerapkan disiplin belajar untuk anaknya, di alam sadar anak akan patuh namun di alam bawah sadar si anak akan berontak karena diperintah oleh orang yang tidak disiplin.

Maka untuk mengubah perilaku anak tidak harus menggunakan cara-cara yang canggih dan luar biasa, cukup dengan mengubah diri kita maka anak akan mengikuti dengan sendirinya. Sama halnya dengan seorang pemimpin, ketika apa yang diucapkan berbeda dengan apa yang dilakukan maka ucapan-ucapannya tidak akan berbekas di hati orang-orang yang dia pimpin.

Seorang pemimpin yang sering berbicara tentang moral, menganjurkan warganya berakhlak yang baik, tidak berbuat maksiat bahkan yang berbuat maksiat ditangkap dan dipermalukan di depan orang ramai tapi si pemimpin sendiri diam-diam melakukan hal-hal yang dia larang, maka ucapan-ucapannya tidak akan berbekas bahkan alam secara pasti akan memberikan hukuman kepada dia di sadari ataupun tidak.

Itulah sebabnya sebagian pemimpin yang tampil bak malaikat tanpa cela, memberikan hukuman-hukuman atas pelanggaran moral, dikemudian hari sang pemimpin justru jatuh di tempat yang sama, dipenjara sebagai koruptor atau tertangkap basah melakukan perbuatan-berbuatan asusila.

Hal ini terjadi karena dia melarang sesuatu yang dia sendiri tidak sanggup mematuhi atau dia terlalu membencinya. Ketika kebencian terhadap sesuatu berlebihan, maka kita memberikan energi yang kuat untuk menarik hal-hal yang dibenci dan tanpa sadar kita menarik diri menjadi orang yang kita benci.

Coba perhatikan dengan seksama, orang-orang yang atas nama agama kemudian dia membenci agama lain secara berlebihan, tanpa sadar dalam beberapa hal dia akan mengikuti perilaku dari agama yang dibenci.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Kebencian mengandung energi negatif yang membuat pribadi kita semakin jauh dari nilai-nilai kebenaran. Kebencian akan menguras kebaikan-kebaikan dan menarik keburukan dalam diri kita.

Sementara Cinta kebalikan dari benci akan memberikan energi positif yang membuat hidup semakin tercerahkan. Hakikat dari ibadah harus didasari oleh cinta bukan karena takut sesuatu ataupun benci terhadap sesuatu. Kebencian berlebihan terhadap apapun tidak akan memberikan kebaikan kepada anda. Bagaimana sikap anda terhadap orang berbuat maksiat, orang-orang yang melanggar perintah agama? Anda harus kasihan kepada mereka atas ketidakberdayaannya dan berdoa agar Allah membuka hati dan menuntun mereka bukan memberikan energi benci kepada mereka.

Maka akan menarik disimak ucapan Rabi’ah ketika dia ditanya tentang kebencian terhadap sesuatu. Seseorang bertanya kepada Rabi’ah al Adawiyah,

“Rabi’ah, apakah kau membenci setan?”

Rabi’ah menjawab, “Cintaku kepada Allah tidak menyisakan sedikitpun kebencian kepada selain Dia”.

Ucapan seperti Rabi’ah dia atas hanya bisa keluar dari seseorang yang jiwanya telah tercerahkan, hatinya telah disucikan dan bathinnya telah terbebas dari kebencian sehingga dalam hatinya hanya ada Cinta dan kasih sayang.

Cara paling baik untuk menghilangkan kebencian dalam hati adalah dengan menghapus informasi-informasi negatif dalam alam bawah sadar dan mengisi dengan informasi-informasi positif sehingga kita melihat sesuatu dengan pandangan positif. Bagaimana caranya???

Allah yang Maha Penyayang telah membuka rahasia untuk membersihkan alam bawah sadar manusia dari informasi negatif dengan jalan iktikaf selama 10 hari dibawah bimbingan Sang Master Yang Arif dan Bijaksana. Selama 10 hari tidak satupun informasi dari luar yang masuk dan disaat yang sama akan terbuka alam Rabbaniah mengisi alam bawa sadar manusia dengan Energi Murni, Energi Ilahi, mengisi alam bawah sadar dan Qalbu manusia dengan informasi yang langsung dari Allah Ta’ala sehingga manusia kembali menjadi normal, fitrah, mengikuti kodrat manusia.

Manusia-manusia yang telah mengikuti training dibawah bimbingan Allah Ta’ala selama 10 hari akan menjadi manusia yang sempurna secara lahir dan bathin. Secara zahir selama 10 hari dia hanya makan makanan yang sehat menurut standar manusia, makanan yang dimasak oleh orang yang terbebas dari fikiran-fikiran kotor dan menjaga kesucian diri dengan tidak batal wudhuk dan menjaga kesucian bathin dengan tidak memikirkan hal-hal bersifat duniawi. Makanan sehat zahir bathin itu yang mengisi raga nya selama 10 hari sementara makanan-makanan rohani yang diambil dari Alam Tak Terhingga dari sisi Allah Ta’ala akan mengisi alam bawah sadar dan qalbunya sehingga disana hanya ada satu energi yaitu energi Ilahi.

HIJAB YANG PALING BESAR


أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله

Para ahli makrifat menyebutkan, bahwa "ilmu adalah hijab yang paling besar" sehingga seseorang tidak boleh berlama-lama dalam kedudukan (maqam) ini.

Yang dimaksud "ilmu" disini adalah pengetahuan yang diperoleh melalui akal.

Hijab ini adalah hijab yang khas bagi manusia yang mampu ia ketahui secara rasional, sehingga segala sesuatu yang telah ia ketahui dengan akalnya, harus segera ia luluhkan, ia torehkan pada instrumen jiwa yang lain.

Instrumen jiwa yang memiliki kapasitas dan kemampuan untuk mencapai jenis pengetahuan lain yang tak dapat dijangkau oleh pemahaman akal.

Dengan begitu seseorang akan dapat melepaskan dirinya dari semua ikatan atau hijab ilmu yang diperolehnya.

Kalau pendengaran dan penglihatan adalah sarana bagi akal untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan, maka instrumen jiwa lainnya yang memiliki kapasitas untuk memperoleh ilmu atau hikmah adalah "hati".

Al-Qur'an menggunakan tiga istilah yang berbeda yang menunjukkan tentang hati, yaitu al fuâd, al qalb, dan al shudr.

Ketiganya merupakan istilah yang berbeda tetapi mengacu pada satu hakikat, yaitu hakikat dasar manusia, hati. Masing-masing menunjukkan perbedaan "karakter" sesuai dengan perbedaan keadaan hati.

Dalam tulisan ini cukuplah untuk sementara kita menggunakan istilah hati. "Dan Allah mengeluarkan kalian dari keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan dia memberi kalian pendengaran, penglihatan dan hati, semoga kalian bersyukur". (Surat An-Nahl [16] : 78)

Ayat ini menunjukkan kepada kita, bahwa sarana bagi jiwa untuk memperoleh pengetahuan sebagai bekal kesempurnaannya adalah melalui pendengaran, penglihatan, dan hati.

Dan orang-orang yang bersyukur adalah mereka yang menggunakan sarana tersebut untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mencapai pemahaman mengenai hakikat penciptaannya.

Dengan demikian akal bukanlah satu-satunya cara atau sarana untuk mengetahui sesuatu. Dalam tasawuf atau di kalangan ahli makrifat, sebagaimana kita maklum, seseorang bisa mengetahui sesuatu dengan tidak melalui akal, tidak pula lewat penginderaan, tetapi lewat cara yang disebut "riyadhah", pendekatan diri kepada Allah, dimana jiwa mengerahkan seluruh kemampuan dan "potensi positif" hati dengan kedisiplinan dan ke"ajeg"an (istiqomah) untuk memperoleh limpahan karunia sesuai kehendak-Nya.
Menurut ahli makrifat, hati adalah tempat perubahan dan pasang surut yang konstan.

Di dalam hati terjadi pertempuran antara dorongan hawa nafsu (hawâ) yang menjerembabkan jiwa (nafs) ke dalam kehinaan dengan tarikan ruh yang membawa jiwa kepada kesucian.

Hubungan saling mempengaruhi antara jiwa dengan hawa nafsu adalah melalui hati, sebagaimana hubungan antara jiwa dengan limpahan manifestasi Ilahiah (rûh) juga melalui hati.

Ini berarti limpahan ruh Ilahi ke dalam hati akan mempengaruhi aktivitas jiwa dan perwujudan sifat-sifat terpuji dan kesuciannya, dan sebaliknya kesucian jiwa, tidak akan membiarkan sedikitpun "ruang" di dalam hati disusupi oleh hawa nafsu. Jiwa akan selalu memperkuat hati dengan selalu membukanya untuk menerima limpahan ruh dan pengajaran dari-Nya. "Dan segala yang Kami sampaikan kepadamu dari cerita Rasul-Rasul yang dengannya Kami kuatkan hatimu, dan dalam cerita itu telah datang kepadamu kebenaran, pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman". (Surat Huud [11] : 120)

Demikian pula dengan jiwa yang menampakkan aktivitas dan perwujudan sifat-sifat yang rendah adalah cermin dari pengaruh hati yang diisi dan ditundukkan oleh hawa nafsu, dan sebaliknya hati yang dikuasai hawa nafsu akan menutup dirinya dari cahaya petunjuk, karena jiwa yang selalu mengajaknya kepada kegelapan.

"Dan mereka berkata, "Hati kami tertutup dari apa yang kamu seru kami kepada-Nya ... " (Surat Fushshilat [41] : 5) Dengan demikian, bisa kita pahami bahwa hati adalah instrumen jiwa yang sanggup mencapai pengetahuan dan limpahan ruh Ilahi, sepanjang ia -hanya selalu- membuka dirinya untuk menerima pancaran cahaya-Nya.

Ketika cahaya ini masuk ke dalam hati, maka ia akan menghilangkan tabir yang menutupi mata batin, sehingga pengetahuan tentang Allah (makrifat) -Sang Sumber Ilmu- dapat singgah di dalam hati. Para ahli makrifat menyebut keadaan hati seperti ini dengan istilah kasyf (penyingkapan). Dengan rahmat-Nya yang tak terbatas, Allah melimpahkan kepada hamba-Nya pengungkapan diri-Nya (tajalli) ke dalam hati hamba-Nya. Ada sebuah hadis qudsi yang menyatakan, "Meskipun langit dan bumi tidak sanggup memuat-Nya, tapi hati manusia -hamba-Nya- justru sanggup memuat-Nya".

Hati semacam ini adalah hati seorang hamba yang dipenuhi oleh berbagai hakikat Ilahiah, manifestasi Ilahiah dalam bentuk penyingkapan Nama-Nama-Nya dan Sifat-Sifat-Nya. Pengungkapan diri-Nya ke dalam hati hamba-Nya, merupakan anugerah, yang Allah limpahkan kepada manusia agar Ia dapat disaksikan. Ahli makrifat mengatakan bahwa terjadi berbagai penyingkapan yang merasuk ke dalam hati. Atas kehendak-Nya, Allah mengungkapkan diri-Nya lewat satu Nama Keindahan-Nya yang akan menimbulkan kemanisan dan kesenangan, atau lewat salah satu Nama Keagungan-Nya yang akan melahirkan ketakziman dan ketakutan. Singkatnya, karena Dia adalah Yang Maha Takterbatas, maka penyingkapan ini tidak pernah berulang secara sama dan tidak pula pernah berakhir. Setiap orang adalah unik, oleh karena itu masing-masing penyingkapan juga unik. Jadi tidak ada dua orang yang merasakan pengalaman tajalli yang sama.
Hanyalah yang "merasakan" yang mengetahuinya, dan mereka yang "tidak merasakan" tidak bakal mengetahui. Tajalli melampaui ungkapan kata-kata. Namun demikian -bagaimana pun- penyaksian hati ini tetaplah menunjukkan bahwa "yang melihat", "Yang Dilihat", dan "cahaya yang menghubungkan" keduanya, merupakan tiga hal yang berbeda dan melahirkan keberagaman.

Padahal "Penyaksian di dalam ke -Esa- an-Nya" tidak mengizinkan keragaman seperti itu. Jadi mesti ada "langkah pelampauan" sampai pada satu titik yang dengannya tauhid (penyatuan) bisa dicapai. Karena itu, titik tauhid (sejati) ini hanya bisa dicapai melalui penghancuran (fana'i) "diri yang mengetahui" di di dalam "Dzat yang diketahui.”

Mereka yang Tersungkur karena Al-Quran


Kisah ini menceritakan seorang hamba Allah yang sangat peka terhadap firman Tuhannya. Pemahamannya terhadap Al-Quran dan rasa takutnya terhadap Sang Pencipta menyebabkan hatinya sangat lululh terhadap Al-Quran. Dia bisa jatuh tersungkur, menangis tersedu-sedu, pingsang, bahkan hingga mati, karena mendengar lantunan Al-Quran. Bukan dibuat-buat, tapi betul-betul buah dari ketakwaannya.

Barangkali merekalah orang yang dimaksud dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ أَفْئِدَتُهُمْ مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ

“Akan masuk surga sekelompok orang, hati mereka seperti hati burung.” (HR. Ahmad 8382 & Muslim 2840)

Mereka orang yang hatinya sangat lunak, dipenuhi dengan ketakutan kepada Sang Pencipta. Sebagaimana burung. Binatang yang sangat peka dan mudah kaget.

Diantara hamba Allah yang bisa mencapai derajat semacam ini adalah Ali bin Fudhail bin Iyadh rahimahullah. Beliau digelari qatilul qur’an (orang yang ‘dibunuh’ Al-Quran). Al-Munawi dalam Faidhul Qadir (6/460) mengatakan:

وسمي علي بن الفضيل قتيل القرآن

“Ali bin Fudhail digelari qatilul quran”

Beliau bukan ahlul bait. Bukan pula keturunan kerajaan. Beliau putra seorang ulama yang dikenal sangat zuhud, Fudhail bin Iyadh rahimahullah.
Diceritakan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (2/302), dari Muhammad bin Bisyr Al-Makki, beliau bercerita:

Pada suatu hari kami bernah berjalan bersama Ali bin Fudhail. Kemudian kami melewati daerah Bani Al-Harits Al-Makhzumi, yang pada saat itu ada seorang guru yang sedang mengajar anak-anak. Kemudian sang guru membaca firman Allah:

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى

“Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).” (QS. An-Najm: 31)

Tiba-tiba Ali bin Fudhail langsung teriak dan jatuh pingsan. Datanglah ayahnya dan mengatakan: “Sungguh, dia terbunuh karena Al-Quran.”

Kemudian dia dibawa pulang. Salah seorang yang membawanya pulang bercerita bahwa Fudhail, ayahnya mengabarkan, Ali tidak bisa shalat pada hari itu, shalat dzuhur, asar, maghrib, dan isya. Pada tengah malam dia baru sadar.

Di lain kasus, Ibnu Qudamah menceritakan kisah seorang pemuda dalam kitabnya At-Tawwabin. Seorang pemuda dari Al-Azd. Beliau menghadiri majlis ilmu. Ketika beliau mendengan ada orang yang membaca firman Allah:

وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْآزِفَةِ إِذِ الْقُلُوبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِينَ مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ

Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya. (QS. Ghafir: 18)

Tiba-tiba, beliau jatuh tersungkur, pingsan. Akhirnya dia diangkat di tengah keramaian banyak orang dalam kondisi pingsan.

Ya rabbi, jadikanlah kami hamba-Mu yang lunak hatinya, dan mencintai mereka yang lunak hatinya.

Tersenyumlah seperti Senyum Rasulullah


Rasulullah SAW sangat terkenal dengan senyumannya. Banyak kesaksian dan kisah Rasulullah SAW yang diceritakan oleh para sahabat, diantaranya adalah:
Rasulullah SAW menyatakan bahwa senyum adalah ibadah
Rasulullah SAW selalu tersenyum pada istrinya
Senyuman merupakan wujud tertawa Rasulullah SAW. Beliau tidak pernah tertawa terbahak-bahak
Rasulullah SAW menggunakan senyuman ketika menegur seseorang
Rasulullah SAW tetap tersenyum ketika menerima ancaman. Baca kisah “Ancaman Raja Persia“
Rasulullah SAW tersenyum ketika membebaskan tawanan orang kafir
Walaupun Rasulullah SAW sering tersenyum ketika disakiti, namun jika hukum Allah dilanggar, wajahnya akan memerah karena marah
Referensi:
Rasulullah SAW bersabda, ”Tersenyum ketika bertemu dengan saudara kalian adalah termasuk ibadah”. (Riwayat At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi)
Abdullah bin Al-Harist Radliyallahu’anhu menuturkan, yang artinya,”Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih banyak tersenyum daripada Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam “. (Riwayat At-Tirmidzi)
Al-Husein Radliyallahu’anhu, cucu beliau, menuturkan keluhuran budi pekerti beliau. Ia berkata,” Aku bertanya kepada Ayahku tentang adab dan etika Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau. Ayahku menuturkan, ‘Beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam senantiasa tersenyum, budi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya. Siapa saja mengharapkan pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas…..” (Riwayat At-Tirmidzi)
Dalam sebuah riwayat disebutkan pula, ”Belum pernah aku menemukan orang yang paling banyak tersenyum seperti halnya Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam “. (Riwayat At-Tirmidzi)
Aisyah Radliyallahu’anha mengungkapkan, yang artinya, ”Adalah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam ketika bersama istri-istrinya merupakan seorang suami yang paling luwes dan semulia-mulia manusia yang dipenuhi dengan gelak tawa dan senyum simpul”. (Riwayat Ibnu Asakir)
Aisyah Radliyallahu’anha bercerita, yang artinya, “Tidak pernah saya melihat Raulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam tertawa terbahak-bahak sehingga kelihatan batas kerongkongannya. Akan tetapi tertawa beliau adalah dengan tersenyum”. (Riwayat Al-Bukhari)
Anas bin Malik berkata, “Rasulullah adalah orang yang paling mulia akhlaknya, paling lapang dadanya, dan paling luas kasih sayangnya, suatu hari aku diutus Nabi untuk suatu keperluan, lalu aku berangkat. Di tengah jalan, aku menemui anak-anak yang sedang bermain. Dan aku pun ikut bermain bersama mereka sehingga aku tidak jadi memenuhi suruhan beliau. Ketika aku sedang asyik bermain, tanpa sadar, ada seorang berdiri memperhatikan di belakangku dan memegang pundakku. Aku menoleh ke belakang dan aku melihat rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam tersenyum kepadaku lalu berkata, ‘Wahai Unais apakah engkau telah mengerjakan perintahku?’ Aku pun bingung dan berkata, ‘Ya, aku akan pergi sekarang ya Rasulullah!’ Demi Allah, aku telah melayani beliau selama sepuluh tahun dan beliau tidak pernah berkata kepadaku, ‘mengapa kau kerjakan ini? Mengapa kau tidak mengerjakannya?’”.
‘Aisyah Radliyallahu’anha menuturkan kepada kita, yang artinya, “Pada suatau ketika, Rasulullah baru kembali dari sebuah lawatan. Sebelumnya ku telah menirai pintu rumahku dengan korden tipis yang bergambar. Kitika melihat gambar tersebut Rasulullah langsung merobeknya hingga berubah rona wajah beliau seraya berkata, “Wahai ‘Aisyah ! sesungguhnya orang yang paling keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang-orang yang meniru ciptaan Allah”. (Muttafaq ‘Alaih)

(JANGAN LAGI ADA KATA)


Dalam diam terpaku...
Berjuta rasa menyatu...
Semilir dalam tiupan angin...
Tenggelam disamudra rasa...
Dalam dada yg merindu...

Dalam desiran rasa tersembunyi...
Pikiran dan jiwa menyatu bertanya...
Sedang mulut terkatup mengunci...
Diam hening mematung rasa...
Kemana akan melangkah...
Bila tak tahu arah...
Dimana persiapan bekal...
Bila hilang keinginan...
Kemana akan kembali...
Bila gelap pemaknaan hakikat diri...
SYAHADAT itu seutas tali tanda diri pernah berjanji...
SHOLAT itu saat dekatnya diri hakiki...
PUASA itu saat diri inginkan bukti...
ZAKAT itu demi kebersihan diri...
HAJI itu panggilan diri mengunjungi hati...
Barulah rindu merindui...
Cinta hangat tiada keraguan...
Cinta tinggi murni suci...
Berbalut kasih sayang...
Keikhlasan hati...
Pancaran raut wajah senyum keindahan...
Inilah tarian kalbu...
Berputar menggores sukma...
Bersenandung dalam rasa...
Hingga yg hina menjadi mutiara...
Bukan mutiara yg menjadi hina...
Pada hakikatnya diri...
Hina dan mutiara adalah aku...
Lebur ia dalam ke Esaan...
Lebur ia dalam ketunggalan...
Maka tak ada lagi mutiara...
Maka tak ada lagi hina...
Maka tak ada lagi kata dalam kata...
Karna Akulah tuhan yg ingin menjadi manusia...
Bukan manusia yg ingin menjadi tuhan...
Maka ku kiaskan ia dalam hadist qudsi...
Akulah rahasia insan...
Dan insan itulah rahasia aku...
Maka aku adalah nyatamu...
Maka mu adalah nyataku...
maka jangan ada lagi kata pandang...
Maka jangan ada lagi kata menyatu...
Maka jangan ada lagi kata kenal...
Maka jangan ada lagi kata berpisah...

WAJIBUL WUJUD (Yang Pasti Ada)


Yang ada hanya Allah. Tiada yang lain. Yang lain tidak ada.
TAUHID ialah mengetahui satu , melihat satu dan menjadi satu
Aku satu dan tiada sekutu denganKu.
Walaupun ada bertingkat-tingkat dari segi badan / akal / ruh / sirr / nur / zat, hakikat anda bukanlah salah satu dari tingkat tingkat itu tetapi adalah Zat itu sendiri.
HAKIKAT MUHAMMAD ialah KEPALA PANCURAN semua manifestasi . Meskipun Muhammad didalam badan, hakikatnya adalah hakikat seluruh alam.
Keturunannya ialah :-
- seluruh alam
- wali wali
- malaikat malaikat
- keturunan yang lahir dari jasadnya
Ulama Syariat berpendapat wujud itu ada dua :-
Pertama – satu yang asal yakni Allah
Kedua – yang dijadikan atau baharu yakni yang dijadikan Allah dari tiada
Ulama Hakikat berpendapat :-
Benda benda wujud bukan dari tidak ada tetapi adalah dari A’yan Sabitah ( bentuk bentuk tetap dalam Ilmu Allah ) yaitu dari Wujud Allah
Perintah KUN hendaklah pada benda yang ada. Yang tidak ada tidak dapat menerima Perentah Kun itu.
Lain lain perbezaan Prinsip Ulama Syariat & Ulama Hakikat :-
Ulama Syariat mengatakan Wujud Kejadian berbeza dengan Wujud Allah. Para Sufi mengatakan Tiada Perbezaan Hanya Satu Jua Yaitu Wujud Mutlah Allah
Ulamak Syariat mengatakan bahawa kejadian sari ADOM. Para Sufi mengatakan Yang Diperentah itu mestilah ada ayau wujud untuk menerima perentah dan ini ialah A’yan Sabitah.
Yang ketiga ialah HU HU ( Dia Dia ) & KAANAHU ( Saperti Dia )
Ulamak Syariat mengatakan dalam fana’ makhluk menjadi KAANAHU ( saperti Dia ) dan bukan HU HU ( Dia Dia )
Ibnu Arabi menyatakan wujud tidak lebeh dari SATU. Yang sama itu menzahirkan kepada DiriNya dengan DiriNya saperti air menzahirkan dirinya dalam bentuk ais. Jadi tiada yang fana’ Ianya Hu Hu. Yang lain tidak lebeh dari hanya nama nama dan benda benda pada fikiran sahaja. Hakikatnya Dia Yang Satu.
Semua nama nama adalah penzahiran daripada satu hakikat. Kadang kadang hakikat itu lautan, kadang kadang bueh, kadang kadang ombak, kadang kadang ais kadang kadang salji, kadang kadang Allah, kadang kadang makhluk
Nama itu banyak ..yang dinamakan itu hanya Satu.
Bentuk bentuk adalah DiriNya sendiri pada zahirnya dan pada hakikatnya.
Semua benda benda wujud kerana WujudNya Allah. Dengan sendirinya mereka itu TIDAK ADA. Huruf tidak ada , yang ada ialah Dakwat.
Yang Tidak Ada ialah cerminnya Wujud Mutlak
Mumtanul Wujud – Ada Yang Negatif = Cermin
Mumkinul Wujud – Ada Yang Mungkin = Bayangnya
Wajibul Wujud – Yang Pasti Ada = Orangnya.
Ulamak Syariat mengatakan Wujud benda benda ( dunia ) adalah Tambahan pada Zat. Para Sufi mengatakan Wujud Mutlak ialah Allah. Pembatasannya ialah DiriNya sendiri.
Zat mengetahui DiriNya sendiri
Dari segi mengetahui :-
Dia Menjadi wajib. Pelaku tanpa kualiti, Pencipta Yang Berkuasa dll
Dari segi Diketahui :-
Dia menjadi Yang Dilakukan . Yang diberi kualiti. Yang Dijadikan tanpa kuasa yaitu Hakikat Insan.
Surah Al-Hadid : 04
Dan Dia bersama kamu dimana sahaja kamu berada.
Huraian :-
Allah ialah hakikat semuanya – hakikat segala-galanya tiada yang kecuali.
Apabila Allah beserta dengan semua, Dia juga tanpa semua.
Selagi anda wujud dalam pandangan anda , DIA TIADA NAMPAK dan apabila anda tidak wujud dalam pandangan anda DIALAH YANG ANDA NAMPAK.
Allah menzahirkan DiriNya pada sesuatu benda yang dicari oleh seseorang itu. Tajallinya tidak terkira banyaknya . Penyembahan Yang Terhad oleh Yang Terhad adalah Syirik.
CINTA ALLAH ialah KEMAHUAN UNTUK MANIFESTASI ( penzahiran ) . Wujud adalah gerak dari KEADAAN YANG TERPENDAM ( Kunza Mahfiyyan – Adom Idhafi ) kepada KEADAAN YANG TERNAMPAK. Ini adalah Gerak Cinta. Tanpa Cinta ianya terpendam dalam Ilmu buat selama-lamanya.
Wujud itu adalah HANYA TAJALLI dan Tajalli itu menjadi hakikat seseorang dalam Tajalli. Hakikat benda ialah ZAT ALLAH sendiri. Wujud diluar dan wujud didalam tidak berbeza. Semuanya adalah Satu Diri Yang Sama itu jua yakni Allah.

Berkah Sebuah Ketakwaan


Ada seorang pemuda yang bertakwa, tetapi dia sangat lugu. Suatu kali dia belajar pada seorang syaikh. Setelah lama menuntut ilmu, sang syaikh menasihati dia dan teman-temannya, “Kalian tidak boleh menjadi beban orang lain. Sesungguhnya, seorang alim yang menadahkan tangannya kepada orang-orang berharta, tak ada kebaikan dalam dirinya. Pergilah kalian semua dan bekerjalah dengan pekerjaan ayah kalian masing-masing. Sertakanlah selalu ketakwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut.”
Maka, pergilah pemuda tadi menemui ibunya seraya bertanya, “Ibu, apakah pekerjaan yang dulu dikerjakan ayahku?” Sambil bergetar ibunya menjawab, “Ayahmu sudah meninggal. Apa urusanmu dengan pekerjaan ayahmu?” Si pemuda ini terus memaksa agar diberitahu, tetapi si ibu selalu mengelak. Namun, akhirnya si ibu terpaksa angkat bicara juga, dengan nada jengkel dia berkata, “Ayahmu itu dulu seorang pencuri!”
Pemuda itu berkata, “Guruku memerintahkan kami -murid-muridnya- untuk bekerja seperti pekerjaan ayahnya dan dengan ketakwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut.”
Ibunya menyela, “Hai, apakah dalam pekerjaan mencuri itu ada ketakwaan?” Kemudian anaknya yang begitu polos menjawab, “Ya, begitu kata guruku.” Lalu dia pergi bertanya kepada orang-orang dan belajar bagaimana para pencuri itu melakukan aksinya. Sekarang dia mengetahui teknik mencuri. Inilah saatnya beraksi. Dia menyiapkan alat-alat mencuri, kemudian shalat Isya’ dan menunggu sampai semua orang tidur.
Sekarang dia keluar rumah untuk menjalankan profesi ayahnya, seperti perintah sang guru (syaikh).
Dimulailah dengan rumah tetangganya. Saat hendak masuk ke dalam rumah dia ingat pesan syaikhnya agar selalu bertakwa. Padahal mengganggu tetangga tidaklah termasuk takwa. Akhirnya, rumah tetangga itu di tinggalkannya. Ia lalu melewati rumah lain, dia berbisik pada dirinya, “Ini rumah anak yatim, dan Allah memperingatkan agar kita tidak memakan harta anak yatim.” Dia terus berjalan dan akhirnya tiba di rumah seorang pedagang kaya yang tidak ada penjaganya. Orang-orang sudah tahu bahwa pedagang ini memiliki harta yang melebihi kebutuhannya. “Ha, di sini,” gumamnya.
Pemuda tadi memulai aksinya. Dia berusaha membuka pintu dengan kunci-kunci yang disiapkannya. Setelah berhasil masuk, rumah itu ternyata besar dan banyak kamarnya. Dia berkeliling di dalam rumah, sampai menemukan tempat penyimpanan harta. Dia membuka sebuah kotak, didapatinya emas, perak dan uang tunai dalam jumlah yang banyak. Dia tergoda untuk mengambilnya. Lalu dia berkata, “Eh, jangan, syaikhku berpesan agar aku selalu bertakwa. Barangkali pedagang ini belum mengeluarkan zakat hartanya. Kalau begitu, sebaiknya aku keluarkan zakatnya terlebih dahulu.”
Dia mengambil buku-buku catatan di situ dan menghidupkan lentera kecil yang dibawanya. Sambil membuka lembaran buku-buku itu dia menghitung. Dia memang pandai berhitung dan berpengalaman dalam pembukuan. Dia hitung semua harta yang ada dan memperkirakan berapa zakatnya. Kemudian dia pisahkan harta yang akan dizakatkan. Dia masih terus menghitung dan menghabiskan waktu berjam-jam. Saat menoleh, dia lihat fajar telah menyingsing. Dia berbicara sendiri, “Ingat takwa kepada Allah! Kau harus melaksanakan shalat dulu!” Kemudian dia keluar menuju ruang tengah rumah, lalu berwudhu di bak air untuk selanjutnya melakukan shalat sunnah. Tiba-tiba tuan rumah itu terbangun.
Dilihatnya dengan penuh keheranan, ada lentera kecil yang menyala. Dia lihat pula kotak hartanya dalam keadaan terbuka dan ada orang sedang melakukan shalat. Isterinya bertanya, “Apa ini?” Dijawab suaminya, “Demi Allah, aku juga tidak tahu.” Lalu dia menghampiri pencuri itu, “Kurang ajar, siapa kau dan ada apa ini?” Si pencuri berkata, “Shalat dulu, baru bicara. Ayo, pergilah berwudhu, lalu shalat bersama. Tuan rumahlah yang berhak jadi imam.”
Karena khawatir pencuri itu membawa senjata si tuan rumah menuruti kehendaknya. Tetapi –wallahu a’lam- bagaimana dia bisa shalat. Selesai shalat dia bertanya, “Sekarang, coba ceritakan, siapa kau dan apa urusanmu?” Dia menjawab, “Saya ini pencuri.” “Lalu apa yang kau perbuat dengan buku-buku catatanku itu?”, tanya tuan rumah lagi. Si pencuri menjawab, “Aku menghitung zakat yang belum kau keluarkan selama enam tahun. Sekarang aku sudah menghitungnya dan juga sudah aku pisahkan agar kau dapat memberikannya pada orang yang berhak.” Hampir saja tuan rumah itu dibuat gila karena terlalu keheranan. Lalu dia berkata, “Hai, ada apa denganmu sebenarnya.
Apa kau ini gila?” Mulailah si pencuri itu bercerita dari awal. Dan setelah tuan rumah itu mendengar ceritanya dan mengetahui ketepatan, serta kepandaiannya dalam menghitung, juga kejujuran kata-katanya, juga mengetahui manfaat zakat, dia pergi menemui isterinya. Mereka berdua dikaruniai seorang puteri. Setelah keduanya berbicara, tuan rumah itu kembali menemui si pencuri, kemudian berkata,
“Bagaimana sekiranya kalau kau aku nikahkan dengan puteriku. Aku akan angkat engkau menjadi sekretaris dan juru hitungku. Kau boleh tinggal bersama ibumu di rumah ini. Kau kujadikan mitra bisnisku.” Ia menjawab, “Aku setuju.” Di pagi hari itu pula sang tuan rumah memanggil para saksi untuk acara akad nikah puterinya.

HIDAYAH ALLAH


Ibarat menggali sumur, Anda harus menggalinya jauh ke dalam sampai Anda menemukan sumber mata airnya.
Jika penggalian belum mencapai titik sumber, dapatkah sumur itu dipenuhi dengan airnya?
Bila Anda bergantung pada hujan untuk memenuhi liang sumur itu, tentulah sia-sia karena air hanya singgah sejenak lalu menguap dan diserap tanah. Jadilah fatamorgana...
Galilah tanah dalam-dalam, maka Anda akan sampai pada sumber air yang tak habis-habisnya yang akan membasuh dirimu setiap waktu, menjadi bersih, suci, lega penawar dahaga...
Demikian juga halnya mencari HIDAYAH,
Hanya duduk menunggu berharap seseorang datang menyuguhkannya, tak berselang lama hidayah habis terlupa dan kembali ingkar...
Ibarat berharap kepada hujan untuk memenuhi sumur kering kerontang, sejenak penuh dan segar, lalu kembali gersang...
Berbeda dengan orang yang membuka HIDAYAH dari diri sendiri, banyak merenung tentang hakikat, gigih membuka hijab akan ilmu ma'rifat.
Sehingga merekalah orang-orang yang tenggelam dalan lautan cinta-NYA,
Orang-orang yang terpilih,
Orang-orang yang istiqomah...
Sifat-sifat Allah akan mengisi hatinya,
Nampak indah akhlaknya,
Zuhud akan dunia...
Hingga hari-harinya dihabiskan untuk menyendiri, tapi hakikatnya dia sedang berdua bercengkrama dengan Allah dalam dzikir sunyi...