Laman

Minggu, 05 November 2017

Hakikat ajaran Islam :


1. Semua menjadi ada dan tercipta karena manifestasi Sang Cinta, Cinta pada diri-Nya.
2. Alam semesta tercipta karena Sang Cinta (Mahabbah), Tuhan, Cinta pada diri-Nya, sehingga manusia ada sebagai pancaran cahanya (mahluk yang sempurna) dan alam semesta adalah sarana bagi manusia untuk kembali kepada-Nya.
3. Untuk itu manusia mengadakan perjanjian dengan Sang Cinta, persaksian sumber awalnya, perjanjian primordialnya dengan Tuhan sebagai Kebenaran Sejati, Jalan Yang Lurus. Sebelum diciptakan untuk dilahirkan di muka bumi.(Alquran). Jadi hidup ini dimulai dengan janji atau niat, maka penuhilah janji itu.
Kekuatan perbuatan ada pada janji, lalu diikuti dengan kedisiplinan/kesabaran untuk memenuhinya. Karena janji itu adalah janji Tuhan, dengan kehendak-Nyalah kita bisa berjanji dan mengikat janji. Ingkar janji, berarti mengingkari kehendak Tuhan. Melawan Tuhan. Makanya, penuhilah janji-janji pribadi kita untuk diri sendiri dan janji-janji kita dengan sesama. Janganlah mudah untuk berjanji, apalagi berjanji untuk perbuatan buruk/jahat. Biarlah orang lain menyalahi janjinya, janganlah kita sedikitpun berniat untuk menyalahi janji. Penuhilah janji kita, kalau dia yang mengingkari maka sabarlah karena dialah yang menanggung resikonya. Kalaupun kita tidak bisa memenuhi janji pada waktunya, karena sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk kita membantu orang lain, maka berilah kabar, buatlah kesepahaman-saling pengertian-untuk kita saling berjanji lagi sebagai penebusnya.
Ingat, berurusan dengan sesama (manusia) dalam kebaikan lebih penting daripada urusan-urusan pribadi kita yang tidak ada hubungannya dengan orang lain. Berurusan dengan banyak orang lebih penting dan mendesak daripada hanya berurusan dengan orang-perorang. Jika kita sedang bekerja, lalu seseorang membutuhkan pertolongan kita secepatnya, maka bantulah, bukankah kita punya banyak waktu dan pandai membagi waktu untuk menyelesaikan pekerjaan kita setelah membantunya.
Bukankah kita semua bersaudara, berasal dari satu, Yang Maha Berkehendak. Berasal dari Tuhan dan sama-sama kita akan kembali kepada-Nya, karena Dialah belahan jiwa kita yang selalu bersuara kebenaran di dalam nurani kita, Maha Nyata dan Maha Gaib keberadaan-Nya di dalam batin kita. Maha Benar ada-Nya di dalam pikiran-pikiran positif kita. Maha Benar ada-Nya di dalam logika kasih sayang kita. Maha Benar ada-Nya di dalam prasangka baik kita. Maha Benar ada-Nya di dalam perbuatan-perbuatan kebajikan kita. Bukankah riwayat hadis mengatakan ”Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku, kepada-Ku.”
Itulah hidup di depan pintu kebenaran Sejati. Kesadaran diri hidup di depan Tuhan. Kehidupan penuh luapan cinta kepada-Nya (Mahabbah), karena Dialah Sang Cinta yang Tunggal, Yang Ganjil-Yang Satu. Dialah pada sifat Yang Satu, sifat Sang Cinta. Karena Cinta-Nya semua hidup, semua ada, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Jadilah pecinta untuk-Nya, mencintai semua ciptaan-Nya. Jadilah pejuang cinta-Nya, agar kita selalu dalam lindungan-Nya – selalu dalam Cinta-Nya. Itulah kekuatan kita yang Maha Dasyat untuk merubah hidup kita, paling bermanfaat bagi sesama, memakmurkan bumi. Itulah janji abadi kita-fitrah kita-dengan Dia. Karena kita adalah pancaran cahaya-Nya. Ada bukan karena tercipta, tapi karena pancaran cahaya-Nya-makhluk paling sempurna-jiwa kita. Kita perlu diciptakan dengan kehendak Cinta-Nya, karena kita akan lahir ke muka bumi-merealisasikan dan membuktikan janji kita-cinta kita semata kepada-Nya. Itulah tugas kita semua menjadi khalifah (wakilnya) di muka bumi.
Bukankah, sumber air adalah lautan samudra, namun kita tidak bisa meminumnya. Dengan proses alam semesta (mengikuti Hukum Tuhan) naik ke udara menjadi uap, menggumpal menjadi awan. Lalu turun menjadi hujan, air turun membasahi bumi, masuk ke dalam tanah kemudiaan bermuara di sumber-sumber mata air yang jernih. Siap untuk kita pakai dengan berbagai keperluan, siap untuk kita proses jadi air minum yang sehat/higenis. Setelah kita pakai lalu kita buang di saluran-saluran air untuk kembali ke lautan samudra. Itulah, perumpamaan yang nyata, ayat-ayat-Nya yang nyata untuk kita jadikan pelajaran/hikmah.
Itulah, hikmah mengapa kita terlahir di muka bumi dan mengapa alam semesta diciptakan. Karena, bumi yang kita pijak, alam semesta yang kita tempati adalah wadah atau tempat kita membersihkan-menyucikan jiwa-dengan jalan, sekali lagi, paling bermanfaat bagi sesama karena kita adalah pecinta-Pejuang Cinta-Nya di muka bumi untuk kembali kepada-Nya.
Itulah Kebenaran. Itulah Jalan Yang Lurus (Al-shirath al-mustaqim). Itulah, Hidup Sejati – Hidup pada Prinsip Kebenaran Sejati – Sang Cinta. Hidup menyatu-manunggal – karena sesungguhnya Dialah yang ada-tiada berakhir dan tiada berawal-abadi selamanya. Semua ciptaannya akan hancur lebur (fana), selain Dia hanya bayang-bayang belaka. Tapi, sekali lagi, kita – jiwa kita – adalah belahan jiwa-Nya, belahan jiwa kita.
Kita adalah Cinta-Nya, maka cintailah Dia semata, agar kita dengan-Nya saling merindukan. Agar jiwa kita dalam bimbingan-Nya untuk kembali menyatu dan hidup abadi/kekal bersama-Nya. Maha Gaib ini nyata dan jelas di mata kita. Lalu mengapa kita berbuat yang bukan-bukan, selalu membuat pilihan hidup dengan bersandar pada pikiran-pikiran negatif/buruk, berburuk sangka – curiga – prasangka buruk. Selalu mengeluh dan menyalahkan orang lain.
Itulah manusia yang ingkar kepada-Nya. Bukankah, kesalahan itu kalau dia memang yang berbuat buruk/jahat, maka orang itu pulalah yang mendapatkan balasan keburukannya. Apapun yang terjadi, berbuat baiklah karena kita sendiri yang akan menerima balasan kebajikan itu sendiri. Setialah pada janji kita, karena balasan kesetiaan itu hanya untuk kebaikan kita sendiri.
Keberuntungan dan petaka, kemudahan dan kesulitan itu sama saja, semua karena kita dan untuk kita sendiri. Sebabnya karena kita, dan akibatnya untuk kita sendiri. Sadarilah, selama nafas masih melekat – selama itu pula kita bersama Tuhan. Selama jiwa kita sadar akan kehadiran-Nya, maka selama itu kita bersama-Nya.
Apapun yang terjadi, apapun hasilnya bukan persoalan. Persoalannya, sudahkah kita berbuat untuk mencapai hasil. Berbuat untuk membuktikan janji-cinta kita. Apapun yang terjadi dan apapun hasilnya, tidak ada yang keliru dan tidak ada yang kebetulan. Semuanya kehendak-Nya karena kita sudah berbuat. Semuanya rencana-Nya dan kitalah memilih untuk mengadakannya dalam perbuatan kita.
Sungguh, Tuhan Maha Pemurah, Maha Pemberi, Maha Ikhlas, Maha Rida, Sang Cinta. Ikutilah jalan jejak Sang Cinta. Bagaimana besok dan apapun yang kita terima hari ini. Tetap tenang, damai dan bahagia. Sabar dan Tawakkal. Pandai dan cerdas bersyukur (memberi dengan ikhlas-tanpa pamrih). Karena Dialah yang Maha Tenang, Maha Bahagia, dan Maha Mendamaikan.
Sungguh, Dia hanya mau bertemu dengan hamba-Nya yang mempunyai jiwa yang tenang, bahagia, dan selalu berdamai dengan sesamanya dalam kebajikan. Bukankah, untuk tidur kita perlu menenangkan dan mengosongkan pikiran, maka kita pun perlu mati dalam ketenangan, agar jiwa kita kembali kepada-Nya. Yaitu, menempuh hidup kita penuh cinta hanya kepada-Nya. Cinta kita pada sesama karena buah cinta kita hanya kepada-Nya.
Kalau kita cinta dunia-penuh angan-angan, penuh hasrat, penuh keinginan dan kesenangan yang tidak bisa dikendalikan. Lalu menjadi orang pelit, kikir, sombong, tidak peduli pada orang yang lagi kesusahan – ego – suka menang dan mementingkan diri sendiri. Tidak peduli pada janji, tidak peduli pada sikap kemanusiaan, tidak peduli membangun persaudaraan dan tidak peduli membangun tali silaturrahmi. Maka, kita akan mati dalam kesusahan. Jiwa (Roh) kita akan sangat susah berpisah dengan raga kita. Kita dalam sakratul maut yang sangat genting, sangat tersiksa, malaikat akan kerja keras mencabut nyawa kita. Seperti tersiksanya kita waktu akan tidur, gelisah tidak bisa tidur, karena kita terlalu memikirkan masalah dunia yang kita hadapi.
Akhirnya, toh kita mati juga. Namun karena semasa hidup kita terlalu cinta apa-apa yang di dunia, maka kita mati untuk menjalani proses penyehatan jiwa untuk terlahir kembali – terlahir di dunia.
Sungguh, Tuhan Maha Pemurah dan Maha Pengampun memberi kesempatan kembali kepada hamba-Nya untuk memberi jalan pengampunan, penebusan dosa, penebusan karma dan penyucian diri kembali di muka bumi, agar dapat berjuang kembali untuk kembali kepada-Nya.
Siklus hidup-mati-hidup-mati, diciptakan Tuhan buat manusia sama dengan ketetapan Tuhan dengan alam tumbuhan. Contohnya biji mangga (mati), karena perlakuan manusia, maka biji itu bisa ditanam dan tumbuh kembali menjadi pohon mangga. Kemudian berbuah, buah yang rusak karena dimakan binatang atau dimakan manusia, maka tinggal bijinya. Pohonnya bisa mati, jika ditebang manusia. Tapi, bijinya bisa tumbuh kembali menjadi pohon, jika manusia mengusahakannya. Tapi, karena manusia yang berbuat tentu tergantung dari usahanya itu. Jadi biji mangga itu bisa hidup-mati-hidup mati karena perlakuan manusia.
Demikianlah pula kita manusia, hidup-mati-hidup-mati diciptakan Tuhan untuk manusia. Namun, karena Tuhan itu Maha Adil, maka kita terlahir kembali sesuai fitrah kita, dimana karma itu terjadi atau kita perbuat. Artinya tentu kita terlahir diperut ibu sesuai karma kita, tentu bukan perut ibu yang sama. Tetapi diperut ibu yang sesuai dengan buah karma kita. Buah karma kita atau amal perbuatan buruk dan baik yang membawa kita pada pilihan, kita akan dilahirkan di perut ibu siapa. Kalau buah karma kita A, maka kita akan lahir dari perut ibu A sesuai sifat gen ibu dan bapak yang A. Kemudian kita lahir sebagai bayi tentu dengan model A pula.
”Manusia dilahirkan sesuai fitrahnya.” (Hadis) inilah yang dimaksud oleh pengertian makna dari hadis ini.
Kata ”Fitrah” itu dari kata fa-tha-ra yang artinya menciptakan atau menjadikan. Jadi, manusia dilahirkan menurut ”fitrahnya”, artinya kata ”….nya = dalam fitrahnya” berarti manusia diciptakan atau dilahirkan kembali sesuai buah karmanya, sesuai keinginannya atau sesuai hasil perbuatan pada kehidupan di dunia sebelumnya, sebelum terlahir kembali melalui perut ibu.. Namun, dalam kehidupan kita, kita diingatkan oleh Tuhan untuk kembali ke fitrah kita (QS. Al-A’raf 7 : 172). Yaitu perjanjian kita, ”bahwa Engkaulah Tuhanku, persaksian ini bermakna ”Engkaulah tempat kembaliku”. Bukankah sebelum Alquran diturunkan, telah diturunkan wahyu dalam kitab ”kejadian” atau kitab ”perjanjian” yang diamanahkan kepada Nabi Isa,as. Bukankah dia juga Rasul kita. Orang Nasrani saat ini (Kristen) menyebutnya kitab ”injil’ perjanjian lama dan perjanjian baru.
Jadi, Tuhan menyeru kita ”kembali ke fitrah”, agar kita jangan berlarut-larut, tenggelam di dunia bersiklus hidup-mati-hidup-mati. Karena, jika itu tidak berakhir, maka kita akan hancur lebur dan tidak akan pernah selamat lagi, jika kiamat (pralaya) telah datang menimpa kita. Jadi, marilah bertekad kita rayakan hidup penuh cinta.
4. Agama diwahyukan dalam kitab melalui rasul-rasul-Nya sebagai pedoman/alat pembelajaran untuk mengabarkan tugas dan fungsi manusia (Misi), serta tujuan hidupnya (Visi).
5. Agama sebagai pedoman adalah untuk mengabari manusia untuk belajar pada pengalaman-pengalaman manusia terdahulu dan belajar dari ayat-ayat alam semesta (”perhatikanlah alamat-alamat dan dengan bintang mereka mendapat petunjuk” Q.S. 16 : 16) . Mengajari manusia bagaimana skill (kemampuan) yang harus dimiliki agar dapat menjalankan Misi dan Visinya di muka bumi.
6. Misi Manusia adalah; pada fungsi, adalah sebagai khalifah (wakil Tuhan) di bumi. Pada tugasnya adalah memelihara dan memakmurkan bumi. Misi ini dibebankan kepada manusia karena manusia adalah mahluk ciptaan-Nya yang sempurna. Ditugasi untuk memakmurkan bumi, karena bumi adalah tempat atau jalan untuk kembali pada-Nya.
7. Visi Manusia adalah hidup bersama Tuhan, karena inilah ”Jalan Yang Lurus” untuk sampai pada tujuan hidup sejati manusia; yaitu kembali kepada-Nya. Kembali ketempat asalnya yang sejati pula. Air dari laut, maka akan kembali kelaut. Dari sebuah biji akan tumbuh menjadi pohon dan berbuah, setelah buahnya rusak atau karena dimakan, maka akan tinggal menjadi sebuah biji lagi.
8. Jadi hakikat manusia hidup adalah ”bermanfaat” bagi manusia dan lingkungan hidupnya (manusia dan alam). Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya (Hadis).
9. Agama diturunkan melalui tangan-tangan rasul-Nya, agar manusia mempunyai kekuatan dan kemampuan bagaimana cara-cara yang baik untuk banyak “bermanfaat” bagi sesamanya untuk sampai tujuan hidup yang sesungguhnya. Bukankah ajaran Islam adalah ajaran “bersyukur” (ajaran penuh pemberian/berkreasi dengan ikhlas). Memberi dengan pamrih adalah sikap perilaku yang tidak bersyukur. Tidak bersyukur disebut musyrik karena sikap “ego” tidak mau kalah, mau menang sendiri. Sedangkan “kafir” adalah orang-orang yang menghalang-halangi orang berbuat kebajikan atau bermanfaat bagi sesama. Kufur adalah orang yang menyesali hidupnya, prosesnya adalah menyesali apa yang menimpa dirinya. Semakin hamba-Ku bersyukur, maka semakin bertambah nikmat yang Kuberikan (Alquran). Nikmat yang paling puncak adalah hidup bersama Tuhan di alam Tuhan. Tentu sebelum itu kita harus hidup bersama Tuhan di dunia dulu baru bisa mencapai-Nya. Untuk kembali hidup bersama Tuhan di alam Tuhan.
10. Maka untuk berjumpa dengan-Nya untuk kembali kepada-Nya, dimana Dialah Yang Satu pada sifat Cinta. Cintailah Dia satu-satunya dalam hidup anda. Tidaklah beriman dari kalian semua hingga Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya. (Hadis) dan ( QS. 9 : 24 ). Sikap hidup inilah yang memberi daya kita untuk memiliki sifat pengasih, penyayang, pemurah, dan pemaaf, sehingga jadilah kita sebagai manusia yang pandai bersyukur, menciptakan kemakmuran dan kemaslahatan bersama. Itulah manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya.
Kalaupun itu cinta, maka cinta kita selain dari Dia, Tuhan, itu hanya buah yang kita dapat dari cinta kita hanya kepada-Nya semata. Kita wajib mencintai semua ciptaannya, karena atas kehendak-Nyalah semua ada, tercipta. Memusuhi, membenci ciptaan-Nya apalagi merusaknya itulah perbuatan Syirik. Itulah dalam Alquran yang disebut sebagai orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Jika seseorang berbuat jahat (zalim) sama kita, maka berilah balasan sekedar untuk menyadarkannya bahwa perbuatannya itu bisa merugikan dirinya sendiri. Jika dia tidak mau merubah sikap dan perilakunya, sabarlah menghadapinya-diam itu adalah emas-Tuhan bersama orang-orang yang sabar (Jadikan sabar dan salat sebagai penolongmu-Alquran). Dalam kesabaran itu, berilah tauladan. Berarti kita telah menyerahkan persoalan itu kepada Tuhan, karena hanya Tuhanlah yang berhak memberi balasan dan pemberi balasan yang baik.
Itulah salah satu proses hidup bersama Tuhan di dunia, sebuah proses untuk bertemu Tuhan di Muka Bumi-modal kita untuk bertemu dengan-Nya di akhirat-kembali kepada-Nya. Sekali lagi, mari kita sadari ! itulah ”Jalan Yang Lurus” ; jalan untuk kembali kepada-Nya.
Bukankah apa yang kita lakukan di BKM dan P2KP adalah salah satu “Jalan Yang Lurus” untuk kembali kepada-Nya seperti jalan-jalan lain (Profesi dan peran kita dimasyarakat) yang telah kita pilih dan jalani dalam hidup kita selama ini. Wallahualam..
Sesungguhnya, ”Jalan Yang Lurus” itu nyata di depan mata dan di dalam diri kita.
Diri kita dan apa yang kita dengar dan lihat adalah wajah-wajah Tuhan.
Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya. (Hadis)
Karena sesama kita, seperti diri kita, lingkungan hidup kita, dan alam semesta adalah wajah-wajah Tuhan. Gambar Tuhan. Ada karena kehendak Tuhan. Itulah Kebenaran.
”Barang siapa mencintai pertemuan dengan Allah,
maka Allah pun mencintai pertemuan dengan Dia.
Barang siapa yang tidak mencintai pertemuan dengan Allah,
maka Dia pun tidak mencintai pertemuan dengan-Nya.”
(H.R. Bukhari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar