Oleh : Apria Putra
1. Pendahuluan
Masuknya Islam ke Minangkabau, umumnya ke nusantara, tak terpungkiri
diwarnai oleh unsur-unsur Tasawwuf yang sangat kental. Hal ini
dikarenakan ulama-ulama yang pernah hadir menyebarkan Islam di Pulau
perca ini merupakan ulama-ulama Sufi belaka. Memang sejarah tidak
mencatat bagaimana aktifitas ulama-ulama tersebut ketika bermukim di
negeri ini ketika awal penyebaran Islam di abad ke VII masehi tersebut.
Namun fakta yang nyata kita peroleh ketika tertulisnya nama-nama besar
ulama mulai dari abad ke-XV dalam sejarah, yang mana ulama-ulama
tersebut terbilang sebagai ulama-ulama Sufi terkemuka.
Menurut keterangan Syekh Yusuf an-Nabhani mengutip kepada Ibnu Batutah
dalam Tuhfatun Nazhar-nya, diabad-abad tersebut telah ada ulama Tasawwuf
yang besar di negeri Aden (Yaman), mempunyai keramat yang masyhur
sampai dikatakan beliau – ulama tersebut mampu bercakap-cakap dengan
orang yang telah wafat , dan diakhir nama ulama tersebut tertulis
“al-Jawi”, indikasi yang nyata bahwa beliau merupakan orang Melayu. Masa
tersebut pula nama-nama Waliyullah yang sembilan orang di negeri Jawa,
Wali Songo, yang merupakan penyebar-penyebar Islam dengan Tasawwuf
tingkat tinggi, sebagai halnya tertulis dalam Primbon-primbon tua itu.
Tak pula asing nama-nama seperti Hamzah Fansuri, pengarang sya’ir mistik
Melayu yang indah menawan; Syamsuddin Sumatrani, sufi penganut martabat
lima yang menjadi penasehat raja Aceh kala itu; Syekh Nuruddin
ar-Raniri, ulama Ranir (India) yang memapankan karirnya di Aceh sebagai
penolak wujudiyah; Syekh Abdurra’uf Singkel Syiah Kuala, ulama besar
yang masyhur terbilang; dan yang fenomenal Tuan yang mulia Abu Muhassin
Syekh Yusuf Tajul Khalwati Tuanta Samalaka ri Goa (Mahkota Tharikat
Khalwatiyah - Tuan guru yang agung dari Goa), berpuluh tahun menuntut
ilmu di Mekkah belajar berbagai Tharikat sekaligus berjuang di tanah air
hingga wafat di Tanjung Harapan – Afrika Selatan.
Sedang di Minangkabau sendiri, negeri yang masyhur dengan
ulama-ulamanya, tersebut pula nama besar Syekh Burhanuddin Ulakan, sudah
ratusan tahun lalu meninggal dunia, namun tak henti-hentinya orang
berziarah ke makamnya (bershafar) sebagai bukti pengaruh beliau yang
tiadakan pudar sama sekali. Tersebut pula Tuan Syekh Keramat – Taram
Payakumbuh, masyhur bertuah, disebut sebagai teman seperjanan Syekh
Abdurra’uf Singkel ketika mengaji di Madinah kepada Tuan Syekh Ahmad
Qusyasi. Di aliran sungai Kampar, terdapat pula makam Syekh Burhanuddin
Kuntu, yang terus diziarahi masyarakat banyak hingga sekarang. Kemudian
terkemuka nama-nama besar di abad ke XVIII hingga abad XX, seperti Syekh
Maoelana Soefi (1738-1818), Syekh Abdurrahman “Beliau Batu Hampar”
Payakumbuh (w. 1899 – usia 120 th), Syekh Muhammad Thahir Barulak,
Maulana Syekh Ibrahim Kumpulan (w. 1914 – usia 150 th), Syekh Abdul
Ghani Batu Bersurat (w. 1961 – usia 150 th), Syekh Ja’far Kampar dan
lain-lainnya.
Berbicara mengenai Tasawwuf, maka kita tidak akan terlepas dari
membicarakan Tarikat, karena Tarikat merupakan suatu kearifan
ber-Tasawwuf, ibaratkan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan.
Besarnya pengaruh Syekh-syekh Tasawwuf terkemuka tersebut, sehingga
dikatakan oleh Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi ketika membahas
Tharikat dalam Izhar-nya bahwa Tarikat itu telah menjadi pakaian di
negeri Minangkabau. Begitu pula laporan seorang petinggi Belanda saat
itu, K. F. Holle, yang mengkhawatirkan kebangkitan Tarikat yang begitu
pesat yang berpotensi menggeser kedudukan Belanda. Salah satu Tarikat
terkemuka yang masih terlihat kabur dalam catatan-catatan yang ada ialah
Tarikat Samaniyah. Sebuah Tarikat yang cukup berjasa ketika perlawanan
dengan Belanda, bahkan menurut salah satu sumber merupakan salah satu
Tarikat yang mula-mula masuk ke Indonesia dan memperoleh pengikut besar
di bumi nusantara ini. Maka di sini kita akan melihat sekilas mengenai
tokoh dan Literatur Tarikat Samaniyah di Minangkabau, negeri gudangnya
ulama-ulama Tasawwuf itu.
2. Akar Samaniyah : Dari Perjalanan murid-murid Jawi ke Haramain hingga aktifitas Surau-surau Sufi di Minangkabau
Hingga beberapa dekade awal abad ke XX, Mekah merupakan tempat yang
ramai dikunjungi untuk menuntut ilmu, selain untuk berhaji.
Zawiyah-zawiyah termayhur banyak berdiri disekitar Mesjidil Haram, para
Syekh-syekh ternama banyak yang membuka pengajian di kawasan Mesjid
sendiri. Sehingga Mekah sejak dahulunya menjadi pusat ibadah dan ilmu
pengetahuan, malah mungkin lebih dikenal ketimbang al-Azhar.
Al-Haramain merupakan tempat berkumpulnya kaum Muslimin dari berbagai
penjuru dunia, beberapa banyak ulama-ulama yang datang ke Mekkah buat
mengajar sekaligus memperoleh barokah di kota suci tersebut. Banyak
dari kalangan muslim yang mengidolakan Mekah untuk tempat menuntut ilmu,
walaupun hanya beberapa waktu saja, mengambil berkah istilahnya.
Adapula yang hidup menahun di sana, memenuhi dada dengan ilmu, kemudian
pulang dengan membawa berbagai ijazah tanda telah diakui keulamaannya.
Hingga muncul pameo ditengah-tengah masyarakat, kalau belum mengaji ke
Mekah, ilmunya belum sempurna, keulamaannya belum sah. Begitulah posisi
Mekah bagi kalangan penuntut ilmu dan Muslim umumnya.
Dengan mengunjungi berbagai halaqah dan Zawiyah Sufi di Mekkah saat
itu, yang banyaknya menjamur seantero tanah haram, para penuntut ilmu
akan dihidangkan dengan berbagai ilmu pengetahuan agama, dari berbagai
Mazhab, berbagai ulama dengan bidang keilmuannya masing-masing
(takhussus) dan dari berbagai penjuru dunia. Sehingga dapat dikatakan
mereka –para penuntut ilmu itu- telah bersinggungan dengan Jaringan
Ulama Internasional, dengan pusatnya kala itu ialah Mekkah dan Madinah.
Posisi mereka setelah pulang ke kampung halamannya –Minangkabau- menjadi
ulama terkemuka, dan ilmu yang mereka bawa pulang, tersimpan dalam
sudur, bukan sekedar ilmu yang di dapat lingkungan bawah, kalangan
lokal, lebih dari itu ilmu yang mereka peroleh ialah pengetahuan agama
yang kosmopolitan sebagaimana jaringan global yang mereka bentuk ketika
menuntut ilmu dari berbagai Syekh terkemuka di Haramain. Di samping itu,
keilmuan mereka mencapai keotentikan yang bisa diuji, lewat sanad
keilmuan dari para musnid, ulama-ulama besar di Mekkah dan Madinah.
Dengannya mata rantai keilmuan itu bersambung (musalsil), tiada terputus
(munqathi’), sampai kepada tokoh-tokoh ulama salaf yang shaleh, hingga
sampai kepada Rasulullah.
Sudah menjadi tradisi tersendiri di Minangkabau, apabila ada seorang
siak yang telah alim, apatah lagi yang telah pula menimba ilmu di Mekkah
dan mendapat ijazah, maka masyarakat atau kaum sukunya akan
bergotongroyong membuatkan surau buatnya untuk mengajar agama. Sampai
beberapa dekade awal abad ke-20 tradisi itu masih berlaku. Hingga
terkemukalah Minangkabau menjadi gudang ulama, setiap kampung dan
pelosok-pelosok negeri mesti berdiri sebuah surau atau lebih, dengan
berdirinya surau itu sendiri maka mesti ada ulama di daerah itu.
Di Mekkah sendiri, selain mempelajari hal ihwal syari’at
sedalam-dalamnya, dengan berkhitmat kepada syekh-syekh terkemuka
tersebut, adalah murid-murid Jawi juga memprioritaskan untuk mengikuti
pondok-pondok sufi (zawiyah) yang ramai bertebaran di Haramain.
Aktifitas mereka di pondok sufi itu belajar Tasawwuf, terutama sekali
mengambil bai’at dan bersuluk dalam salah satu Tarikat mu’tabarah. Dan
salah satu Tarikat yang digemari pada abad XVII dan XVIII itu ialah
Tarikat Samaniyah, yaitu Tarikat yang dikembangkan oleh seorang Sufi
masyhur, ulama selaku penjaga Makam Rasulullah di Madinah, yaitu Syekh
Muhammad bin Abdul Karim Saman (1719-1770).
Mengenai pribadi Syekh Muhammad Saman sendiri, beliau merupakan seorang
tokoh Sufi terkemuka di Abad XVIII, bahkan dikatakan bahwa Beliau
merupakan Qutub Auliya’ (Pusaran Wali-wali) yang tersirat dalam berbagai
kisah-kisah kekeramatan yang banyak tertulis dalam Hikayat Muhammad
Saman. Syekh Saman mempelajari berbagai Tarikat kepada Syekh-syekh
besar di zamannya. Selain sebagai Syekh Tarikat yang berpengaruh, beliau
juga dikenal ‘alim dalam fiqih yang dipelajarinya dari lima ulama Fiqih
terkemuka yaitu Muhammad ad-Daqaq, Sayyid ‘Ali al-Atthar, ‘Ali
al-Kurdi, ‘Abdul Wahab al-Thantawi dan Sayyid Hilal al-Makki. Di bidang
Tasawwuf dan Tauhid, guru Syekh Saman yang paling mengesankan adalah
Mustafa bin Kamaluddin al-Bakri (w. 1749), seorang penulis produktif dan
Syekh Tharikat Khalwatiyah dari Damaskus. Selain itu as-Samani juga
pernah belajar Tharikat Khalwatiyah kepada dua orang syekh terkemuka di
Mesir, yaitu Muhammad bin Salim al-Hifnawi dan Mahmud al-Kurdi. Syekh
lain yang sangat berpengaruh terhadap ajaran dan praktek-praktek Syekh
Saman ialah Syekh Abdul Karim an-Nablusi (w. 1731) , seorang Syekh Besar
Naqsyabandiyah dan pembela jitu Ibnu al-‘Arabi dan al-Jili. Dari
berbagai syekh terkemuka yang pernah menjadi gurunya, maka Syekh
Muhammad Saman setidak telah mengambil 4 macam Tarikat, yaitu
Khalwatiyah, Qadiriyah, Naqsyabandiyah dan Syadziliyah. Dari berbagai
teknik-teknik Tarikat inilah Syekh Muhammad Saman merumuskan sebuah
metode Zikir, yang kemudian hari dikenal dengan Tarikat Saman, atau
Tarikat Samaniyah.
Selain ulama terkemuka, Syekh Saman juga menjabat posisi penting di
Madinah selaku penjaga Makam Rasulullah. Hal ini paling tidak telah
membuat Syekh Saman untuk lebih leluasa mengajarkan Tarikat Saman-nya,
karena setiap waktu beliau akan dikunjungi oleh berbagai tamu dari
berbagai penjuru dunia jika akan menziarahi Makam Rasulullah. Maka tidak
mengherankan bila dalam waktu singkat, Syekh Saman telah memiliki
murid-murid dari berbagai benua; dari Maghrib, Afrika Timur sampai ke
India dan Nusantara. Di berbagai kota di Hijaz dan Yaman berdirilah
Zawiyah Samaniyah. Tak terpungkiri dengan posisi dan dedikasi Syekh
Muhammad Saman yang sedemikian rupanya telah menarik beberapa murid jawi
untuk mengambil ilmu dan berba’iat kepadanya, seperti salah seorang
yang sangat terkemuka dan menjadi ulama serta tenar namanya lewat karya
monumentalnya Siyarus Salikin ialah Arif billah Syekh Abdus Shamad
al-Falimbani (abad 18), melalui ulama yang satu ini kita memperoleh
gambaran terbaik tentang ajaran Syekh Saman dalam bahasa Melayu.
Di dalam Sairus Salikin ila Tariq Saadat Sufiyah disebutkan silsilah Tarikat Samaniyah dari Syekh Abdus Shamad al-Falimbani sebagai Berikut:
1. Syekh Abdus Shamad al-Jawi al-Falimbani, mengambil dari:
2. Sayyidi Syekh Muhammad bin Abdul Karim Saman al-Qadiri al-Khalwati al-Madani, mengambil dari:
3. Sayyidi Bakri, mengambil dari:
4. Syekh Abdul Latief, mengambil dari:
5. Syekh Mustafa Afandi al-Adarnawi, mengambil dari:
6. Syekh ‘Ali Afandi Qurabas, mengambil dari:
7. Syekh Isma’il al-Jarawi, mengambil dari:
8. Sayyidi Muhyiddin al-Qisthani, mengambil dari:
9. Syekh Sya’ban Afandi al-Qisthamuni, mengambil dari:
10. Syekh Halabi Sultanul Qura’ (Jamal Khalwati), mengambil dari:
11. Bir Muhammad Azibkhani, mengambil dari:
12. Syekh Abu Zakaria as-Syiruwani al-Bakuni, mengambil dari:
13. Bir Ashdaruddin, mengambil dari:
14. Syekh Izzuddin, mengambil dari:
15. Syekh Muhammad Mir Khalwati, mengambil dari:
16. Akha Muhammad al-Balisi, mengambil dari:
17. Syekh Abi Ishaq Ibrahim az-Zahid al-Bukalani, mengambil dari:
18. Syekh Jamal al-Ahuri, mengambil dari:
19. Syekh Syihabuddin at-Tibrisi, mengambil dari:
20. Syekh Rukanuddin Muhammad Nahas, mengambil dari:
21. Quthbuddin Abhari, mengambil dari:
22. Syekh Abi Najib As-Syuhuwardi, mengambil dari:
23. Syekh Umar al-Bakri, mengambil dari:
24. Syekh Wajihuddin al-Qaqithi, mengambil dari:
25. Syekh Muhammad al-Bakri, mengambil dari:
26. Syekh Muhammad ad-Dinuri, mengambil dari:
27. Sayyidi Mumsad ad-Dinuri, mengambil dari:
28. Sayyidi Junaid al-Baghdadi, mengambil dari:
29. Sayyidi Sirri Siqthi, mengambil dari:
30. Sayyidi Ma’ruf al-Kharkhi, mengambil dari:
31. Sayyidi Daud ath-Tha’i, mengambil dari:
32. Sayyidi Habibul ‘Ajami, mengambil dari:
33. Sayyidi Hasan al-Bashri, mengambil dari:
34. Amirul Mu’minin Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib KW, mengambil dari:
35. Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Begitulah halnya murid-murid jawi. Niscaya sebahagian murid-murid ini
sesampainya di nusantara membuka pula pengajian untuk mengamalkan dan
mengajarkan ilmu yang telah sekian lama diperoleh di Haramain, tak
terkecuali Tharikat Samaniyah, yang kala itu hanya dikenal dengan nama
Zikir Samman saja. Tharikat Saman setelah itu sangat populer di
tengah-tengah masyarakat. Sampai-sampai ketika masuknya penjajah ke
nusantara, maka sebahagian para pejuang yang mencoba mengusir bangsa
eropa itu ialah para ahli Tharikat Samman, sebagaihalnya yang
diceritakan dalam Sya’ir Perang Menteng. Salah satu kutipan isinya
yaitu:
Delapan Belas harinya sabtu
Bulan Sya’ban ketika waktu
Pukul empat jamnya itu
Haji berzikir di pememarakat tentu
Haji zikir di pengadapan
Berkampung bagai mengadap ayapan
Tidaklah ada malu dan sopan
Ratib berdiri berhadapan
La ilaha illallah dipalukan ke kiri
Kepada hati nama sanubari
Datanglah opsir meriksa berdiri
Haji berangkat opsirpun lari
Di Minangkabau sendiri, Tharikat Samaniyah sendiri telah menampakkan
dirinya sejak awal abad ke-19. menurut catatan yang ada, salah seorang
ulama yang mengembangkannya ialah Syekh Muhammad Sa’id Padang Bubus
Pasaman , guru dari yang mulia Syekh Ibrahim Kumpulan. Lewat ulama-ulama
dan surau-surau sufi setelah itu Tarikat Samaniyah berkembang pesat.
Kehadiran Tarikat Saman semakin terlihat dengan tampilnya Syekh
Abdurrahman al-Khalidi Kumango, seorang ulama masyhur yang disegani kala
itu. Dengan surau Kumango beliau mengajarkan Tarikat Saman dan salah
satu teknik silat tradisional Minangkabau kepada murid-muridnya yang
banyak datang dari segenap penjuru Minangkabau. Menurut cacatan M.
Sanusi Latief, pusat-pusat Tarikat Samaniyah di Minangkabau antara lain:
1) Kumango, Batu Sangkar
2) Belubus
3) Labuah Gunuang, Tuanku Mudo Josan
4) Ateh Aka, Payo Basuang
5) Tarantang
6) Batu Tanyoh
7) Mungka
8) Lubuk Bangku, Sarilamak
9) Aia Putiah, Harau
10) Barulak, Salimpauang
11) Sungai Patai, Sungayang
12) Koto Panjang Lampasi
13) Salido, Painan
14) Padang Bubus, Bonjol
15) Kampung Melayu, Bayang
16) Bungo Pasang, Salido Kaciak, Painan
Dari aktifitas-aktifitas surau Tarikat itulah nantinya terbentuk
jaringan guru-murid, yang memperkuat penyebaran Tarikat-tarikat di
Minangkabau, begitupula Tarikat Samaniyah.
3. Melirik Jaringan Tarikat Samaniyah di Minangkabau : Sekilas mengenai Ulama Saman dan koneksi keilmuannya
Setiap ilmu mesti pula ada mata rantai yang saling berhubungan. Jika
berbica mengenai mata rantai keilmuan itu maka kita tidak akan terlepas
dari hubungan istimewa antara guru dan murid, bahkan karena sakin
istimewanya hubungan ini tidak pisah terputus sama sekali, walaupun
murid atau guru itu telah wafat. Salah satu sebab hubungan guru murid
ini takkan terputus ialah karena hubungan ini dibentuk oleh ikatan
rohani yang sangat kuat. Begitulah halnya yang berlaku dalam transmisi
keilmuan islam sejak dahulunya, di mana murid-murid akan benar-benar
menjaga isnad ilmu yang diperolehnya dari guru-gurunya itu. Namun
akhir-akhir ini, zaman modern dikatakan orang, perhatian penuntut ilmu
tidak lagi mementingkan hal tersebut. Salah satu keilmuan yang masih
mempertahankan isnad (mata rantai) itu hingga sekarang ialah ilmu
Tarikat sebagai sebuah kearifan bertasawwuf. Di mana melalui isnad atau
silsilah inilah nantinya kita akan menemui jaringan keilmuan islam yang
kompleks dan saling berkait.
Dalam hal Tarikat, yaitu Tarikat Samaniyah di Minangkabau yang kita
bicarakan saat ini, untuk mengetahui jaringan keilmuannya mestilah kita
mengenal tokoh-tokoh terkemuka dalam mengembangkan ajaran Samman di
tanah Andalas ini. Di antara tokoh-tokoh Tarikat Samaniyah yang masyhur
di Minangkabau itu ialah:
1. Syekh Abdurrahman al-Khalidi Kumango (wafat 1927)
Beliau diimasyhurkan orang dengan “Beliau Kumango”. Beliau dikenal
sebagai pembawa Tharikat Saman, walaupun sebelum masanya telah ada
indikasi bahwa Samaniyah telah berkembang, namun dimasa “Beliau Kumango”
inilah Tharikat Samaniyah mencapai kejayaannya, Samaniyah sering
dipesertakan dengan pengajaran Tharikat Naqsyabandiyah. Ayah dari
“Beliau Kumango” ini juga terkemuka alim, namanya Khatib ‘Alim Kumango.
Nama besar “Beliau Kumango” selain dalam bidang Tharikat Samaniyah,
Beliau juga merupakan guru besar sekaligus pencipta Silat Tharikat
“Silek Kumango”, silat terkemuka di Minangkabau. Perjalanan menuntut
ilmu “Beliau Kumango” terlihat unik, pada mulanya beliau adalah parewa,
dan akhirnya menjadi Syekh Besar dan Ulama yang dihormati.
Beliau mengambil Tharikat Samaniyah di Madinah, kepada Syekh Muhammad
Ridhwan al-Madani. Murid-murid Beliau “Syekh Kumango” inilah yang
memainkan peranan penting menyebarkan Tharikat Samaniyah di Dataran
tinggi Minangkabau. Namun tak banyak ditemui cacatan perihal nama
murid-murid Beliau ini.
Garis silsilah Tarikat Saman yang Beliau ajarkan ialah:
1) Syekh Abdurrahman al-Khalidi Kumango, mengambil dari:
2) Sayyidina Muhammad Amin bin Ahmad Ridhwan Madinah, mengambil dari:
3) Sayyidina Abu Hasan, mengambil dari:
4) Syekh Hasib, mengambil dari:
5) Syekh Muhammad Saman al-Madani al-Khalwati, mengambil dari:
6) Arif Billah Sayyidi Muftafa Bakri, mengambil dari:
7) Al-Imam Syekh Abdul Latif, mengambil dari:
8) Syekh Muftafa Afandi, mengambil dari:
9) Syekh Ismail al-Jarawi, mengambil dari:
10) Sayyidi Muhammad ad-Din al-Qisthamuni, mengambil dari:
11) Syekh Sya’ban Afandi al-Qisthamuni, mengambil dari:
12) Al-Masyhur Jamal Khalwati, mengambil dari:
13) Bir Muhammad an-Nakhari, mengambil dari:
14) Syekh Abu Zakariya al-Syiruni, mengambil dari:
15) Bir Sadhruddin, mengambil dari:
16) Amir Khalwati, mengambil dari:
17) Akha Muhammad al-Basi, mengambil dari:
18) Syekh Abil Haq Ibrahim al-Kilani, mengambil dari:
19) Syekh Jamaluddin al-Haruwi, mengambil dari:
20) Syihabuddin at-Tibriri, mengambil dari:
21) Rakanuddin Muhammad an-Najasi, mengambil dari:
22) Qathbuddin al-Abhuri, mengambil dari:
23) Syekh Najib as-Suhrudi, mengambil dari:
24) Umar al-Bakri, mengambil dari:
25) Syekh Wajhuddin al-Qith’i, mengambil dari:
26) Syekh Muhammad al-Bakri, mengambil dari:
27) Syekh ad-Dinuri, mengambil dari:
28) Sayyid Junaid al-Baghdadi, mengambil dari:
29) Sayyid Sirri Siqthi, mengambil dari:
30) Sayyidi Ma’ruf al-Kharki, mengambil dari:
31) Sayyid Daud ath-Tha’i, mengambil dari:
32) Amirul Mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib, mengambil dari:
33) Rasulullah Muhammad Shallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Syekh Muhammad 'Arief Sampu (Syekh Sampu), Solok Selatan. (w. 1960)
Dalam sebuah catatan muridnya Mahyunar Malin Bagindo, beliau, Syekh
Sampu mengambil tarekat Samaniyah di Madinah. Setelah mengambil ilmu
Tarekat Samaniyah, beliau kembali ke kampung halamannya dan membuka
pengajian serta mengajarkan ilmu Tarekat. Tepatnya di Rantau Dua Belas
Koto, Sangir, Solok Selatan. Beliau mempunyai pengaruh yang sangat luas
dalam mengembangkan ilmu agama. setelah beliau berpulang ke Rahmatullah,
murid-murid beliaulah yang memainkan peran besar dalam melanjutkan
keilmuan Islam, termasuk tarekat. Murid-muridnya dikenal kuat memegang
teguh Ahlus Sunnah wa Jama'ah, berjalan dengan menapaki ulama-ulama
saleh di masa silam. Alhamdulillah, al-faqir (penulis) telah menziarahi
makam beliau di Solok, dan telah pula menyaksikan bekas pengaruh ulama
besar ini, meski telah berpuluh tahun beliau wafat.
3. Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim Belubus (wafat 1957)
Beliau masyhur terbilang ulama atas jalur Tasawwuf yang besar, teman
pula bagi tokoh ulama dari kaum Tua Syekh Sulaiman ar-Rasuli Candung.
Pernah mengikuti pertemuan Syekh-syekh Tarikat Naqsyabandiyah di
Bukittinggi tahun 1954. Beliau sangat terkemuka di Luak nan Bonsu Luak
Limapuluh kota. Perjalanan menuntut Tasawwuf dijalaninya semasa masih
belia, beliau pernah mengaji kepada Tuan Syekh Abdurrahman Batu Hampar
(wafat 1899) yang terkenal itu. Dari Syekh Batu Hamparlah Beliau
menerima kaji Naqsyabandiyah sampai memperoleh gelar “Syekh Mudo”
sebagai prestasinya dibidang Tharikat. Kemudian secara berturut-turut
belajar Tasawwuf atas jalur Naqsyabandiyah di-6 tempat terkenal, di
antaranya di Kumpulan, yakninya kepada yang Mulia Syekh Ibrahim
Kumpulan; Padang Bubus Bonjol; Padang Kandih; Simabur; Kumango dan
lainnya. Di Kumangolah beliau menerima Tharikat Samaniyah. Muridnya
sangat banyak dan umumnya menjadi ulama terkemuka.
4. Tuan Syekh Beringin (wafat pertengahan abad XX)
Beliau berasal dari Durian Gadang, Luak Limapuluh kota. Beliau salah
satu di antara murid Syekh Mudo Abdul Qadim yang terkemuka, dari segi
keilmuan dan kekeramatan. Paruh kedua hidupnya beliau menetap di Deli,
Sumut. Beliaupun terkenal sebagai pejuang di zaman Jepang, ketika
tentara Jepang mengepungnya di Surau Suluk Tebing Tinggi Deli, tiba-tiba
saja hamparan halaman dan surau itu berubah menjadi danau, sehingga
tentara Jepang itu pulang saja dengan tangan hampa.
5. Syekh Ibrahim Bonjol (masih hidup sampai era-80-an)
Beliau berasal Bonjol-Pasaman. Beliau merupakan khalifah Syekh Belubus
yang cukup prestisius. Beliau memiliki komplek belajar Tharikat yang
cukup makmur di Medan, diberinya nama “Baitul Ibadah”. Salah seorang
khalifahnya juga terkemuka di Jakarta.
Foto : Syekh Ibrahim Bonjol di Binjai
6. Khalifah Rajab Batu Bajarang Solok
Eksistensinya mengajar Tharikat Saman merupakan indikasi dari sebuah
buku bertuliskan tangan beliau: Kitab Segala Rahasia yang halus-halus.
Beliau pernah berguru kepada Syekh Muhammad Nur Qadhi Langkat di Sumut
(asal Muara Labuh, Solok). Kemudian berguru secara khusus kepada yang
Mulia Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi Naqsyabandi Rokan,
akhirnya menerima gelar Khalifah dan mengajar di Batu Bajarang, dengan
surau yang cukup besar.
7. Syekh Haji Mahmud Abdullah “Beliau Tarantang” (w. 1986)
Beliau ulama terkemuka di Tarantang, Harau, Luak Limapuluh kota. Dalam
hal Tarikat Beliau mengambil dari Syekh Yahya Magek (guru Syekh Sulaiman
ar-Rasuli). Selain alim dalam kitab-kitab Kuning dan Tarikat, beliau
juga masyhur pandeka. Murid-murid beliau juga banyak, yang setiap
tahunnya mengadakan pertemuan besar dalam acara Penutupan Khalwat dengan
mengundang pejabat-pejabat limapuluh kota.
8. Syekh Muhammad Kanis Tuanku Tuah (w. 1989)
Beliau masyhur di Luak nan Bungsu selaku ulama. Beliau mendirikan
Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Batu Tanyoh sebagai wadah mengajarkan
ilmu-ilmu islam. Pada usia mudanya mengaji kepada Syekh Ibrahim Harun
Tiakar, dan secara khusus belajar Tarikat kepada Syekh Mudo Abdul Qadim
Belubus. Selain Samaniyah, beliau juga merupakan Syekh Naqsyabandiyah
yang kuat memegang prinsip. salah satu karangannya ialah kitab Izzatul
Qulub bima ja’a bihin Naqsyabandiyah. Murid-muridnya banyak, sampai saat
ini dimasa kepemimpinan anaknya Buya Zed Dt. Bungkuak. Bahka sebahagian
orang-orang yang bersuluk berasal dari Banten.
4. Tarikat Samaniyah dalam Literatur keagamaan di Minangkabau
Sampai saat ini hanya sedikit referensi Tharikat Saman yang kita temui,
ataukah banyak diantara naskah-naskah itu yang tak sampai ke tangan
kita. Mengenai Manaqib Saman, begitu pula Ratib Saman belum lagi
diperoleh keberadaannya di Minangkabau, ada indikasi dulunya Ratib Saman
berkembang luas mengingat penuturan oral orang tua-tua dulu ada orang
yang berzikir sambil berdiri. Tapi untuk Palembang naskah Manaqib Saman
sangat populer. Hingga saat ini beberapa Literatur yang khusus berbicara
Samaniyah, yang dapat ditulis di sini yaitu:
1) Kaifiyah Khatamul Qur’an
sebuah kitab anonim kumpulan karangan-karangan ulama Melayu yang tidak
diketahui lagi siapa penulisnya. Di dalamnya ditemui ritual ringkas
Ratib Saman, selain itu juga ada penjelasan mengenai Tharikat
Syathariyah. Kitab ini masih di cetak di Jakarta, oleh al-Haramain.
2) Sairus Salikin fi Tharikatis Saadat as-Sufiyyah
karangan Syekh Abdus Shamad al-Palimbani. Kitab yang sangat populer di
Indonesia dalam bidang Tasawwuf, terutama dalam hal Tharikat Samaniyah.
Kitab ini terdiri dari dua jilid tebal, dengan 4 juzu’ (bagian);
beraksara Arab berbahasa Melayu. Sumber penulisan karya ini mencakup
puluhan kitab-kitab populer di kalangan ahli Tasawwuf, terutama
karya-karya Syekh Saman seumpama an-Nafahat Ilahiyah. Kitab ini terbit
di berbagai wilayah, dari Kairo hingga Indonesia. Dipakai luas, dari
Pattani (thailand), Malaysia dan Indonesia.
3) Risalah Tsabitul Qulub
Karangan Syekh Muda Abdul Qadim Belubus Payakumbuh. Risalah ini terdiri
dari beberapa jilid kecil, namun sangat padat isi, hampir mencakup
selurus masalah-masalah Tharikat, khususnya Saman. Kitab ini masih
tersembunyi, belum terpublikasi secara umum, sebab banyak murid-murid
Syekh Belubus yang menyimpannya secara rahasia. Sampai saat ini, baru
ditemui 3 jilid buku ini. Isinya:
a. Risalah Tsabitul Qulub (jilid I). Secara praktis buku ini ditulis
untuk menolak keraguan dalam mengamalkan zikir-zikir dan wirid-wirid
dalam Tharikat, sehingga si murid tetap hati, kuat memegang Tharikat,
tidak goyah diterpa perkataan-perkataan kaum muda yang membathalkan
Tharikat. Kitab ini berisi dalil-dalil yang tersirat untuk
mempertahankan amal Tharikat, serta memperkokoh hati murid, supaya tidak
terpecah-pecah akibat faham yang bergitu rupanya. Penulisan sumber
rujukan dalam kitab ini cukup variatif, menunjukkan kealiman Syekh Muda
yang masyhur itu. Diantar sumber-sumber kitab yang menjadi rujukannya
ialah Tanwirul Qulub (sangat populer saat ini), Shahifatus Shafa (besar
kemungkinan karangan Syekh Sulaiman Zuhdi Jabal Qubis), Manzhirul A’ma,
Khazinatul Asrar, ar-Rahmatul Habithah, Hadist Arba’in, Sairus Salikin,
al-Minhul Nisbah, Husnul Husain, al-Qusyairi, Lathifatul Asrar,
Hidayatus Salikin, Aiqazhul Manam, Hidayatul Hidayah, Mawahib
Sarmadiyah, al-Asymuni dan lain-lainnya.
Selain menjadi penguat hati si murid, risalah ini juga memuat kaifiyah
Tharikat Saman dan Tharikat Muhammad Yaman (pecahan Saman) beserta
wirid-wirid dan zikir-zikirnya. Risalah ini kemudian ditutup dengan
sebuah fasal yang cukup panjang berisi tentang “Pengajaran tatakala
nyawa akan berpulang ke hadirat Allah”. (cetakan ke-6, pada percetakan
as-Sa’adiyah Bukittinggi, t. th)
b. Risalah Tsabitul Qulub (jilid ke II). Kajian dalam kitab ini tak
kalah menariknya. Kitab ini baru dijumpai penulis dalam bentuk
manuskrip, salinan tangan oleh Marnis Dt. Bangso Dirajo. Di antara isi
kitab ini ialah:
• Himpunan akidah lima puluh
• Sebab zikir la ilaha illallahu tidak pakai muhammadur rasulullah
• Masalah Nur Muhammad dan Nur Allah
• Kelebihan manusia dari pada segala alam
• Masalah Najis dan hadast
• Pembahasan Muqarinah Niat
• Tentang martabat Ahadiyah, wahdah dan wahidiyah
• Menyatakan syari’at dan tharikat di dalam sembahyang
• Rabithah dalam sembahyang
• Asal suluk 40 hari, dan lainnya banyak lagi.
c. Risalah Tsabitul Qulub (jilid ke III). Jilid ke-3 ini memuat
pengajaran Tharikat yang cukup istimewa, yakni membicarakan perhubungan
shalat dengan Tharikat. Di mana di dalamnya ada tertulis:
Maka dari itu nyatalah bagi kita bahwa ilmu Tharikat itu bersuanya di
dalam sembahyang. Sepatutnya kita mahir ilmu tharikat itu dengan
beberapa martabatnya.
………………
Maka apabila hilang hamba dan hilang kalimat dan tinggal nur, maka nur
itulah yang dinamakan dengan zikir Hakikat. Maka apabila hilang hamba
hilang kulimah hilanglah pula nur maka pulanglah hak kepada yang
mepunyai, dan kembalilah hamba kepada Tuhannya. (Tsabitul Qulub jilid ke-III)
Kemudian kitab ini disambung dengan pembahasan mengenai “nafsu yang
tujuh”, dijabarkan dengan kalimat jelas dan ringkas. Kemudian kitab ini
disudahi dengan wirid-wirid dalam tharikat Saman.
Asal naskah kopiannya masih ada tersimpan di surau Belubus, yakni
cetakan Islamiyah – Medan. Dengan cover yang dipakaikan foto Syekh Muda
dan muridnya Syekh Beringin.
4) Pertahanan Tharikat Naqsyabandiyah
Tulisan Syekh Haji Djalaluddin (1950). Buku ini terdiri dari 5 jilid,
bertuliskan Arab Melayu. Walau judul besarnya “Naqsyabandiyah”, namun
pada sampulnya penulis juga menuliskan untuk Tharikat Samaniyah. Namun
buku ini hanya berisi tentang pertahanan Tharikat secara umum saja,
tampaknya tidak membahas aspek teoritis Tharikat Saman secara Khusus.
5) Sya’ir Saman (manuskrip).
Naskah berupa manuskrip. Ditemukan dua salinan, satu di Simpang Tonang
Pasaman, dan satu lagi di Koto Baru Sungai Pagu. Penulisnya belum
diketahui pasti. Walau judul Besarnya Sya’ir Saman, namun isinya
merupakan pengajian Tasawwuf yang bersifat filosofis.
6) Kitab Segala Rahasia-rahasia yang halus-halus
Manuskrip ini ditulis oleh Khalifah Rajab Batu Bajarang Solok Selatan.
Selain berisi tentang Tarikat Naqsyabandiyah, Syadziliyah dan lainnya,
juga berisi tentang amalan-amalan Tarikat Saman. Beliau berguru kepada
Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi, setelah menimba ilmu beberapa saat
kepada Tuan Syekh Muhammad Nur Qadhi Langkat.
5. Penutup
Sebagai salah satu Tarikat Sufiyah yang berkembang di Minangkabau,
begitu juga wilayah-wilayah lain di nusantara, Tarikat Samaniyah telah
memberikan pengaruh yang tidak sedikit dalam kehidupan keberagamaan
masyarakatnya. Namun karena sedikitnya referensi yang berbicara langsung
mengenai Tarikat mu’tabar yang satu ini, membuat kita merasa kesulitan
untuk memperoleh gambaran mengenai perkembangan dan sumbangsihnya,
walaupun ada selentingan cacatan-cacatan lama, kebanyakannya masih
tersimpan rapi di tangan para pengikutnya. Ada juga di kalangan peneliti
luar yang mengungkapkan bahwa bentuk Tarikat Saman di Minangkabau
banyak digabungkan dengan Tarikat Naqsyabandiyah, seperti yang terjadi
di Belubus, namun bagi orang arif dia tidak akan gegabah beranggapan
demikian. Tarikat Saman dan Naqsyabandi bukanlah dua berbeda yang
kemudian satu. Tapi keduanya ialah metode mengingat Allah dan mensucikan
hati yang pada hakikatnya satu, Cuma soal kaifiyah yang berbeda.
Begitulah prasangka orang yang melihat Cuma dari luar belaka.
Untuk saat ini, di beberapa wilayah ada kecendrungan untuk berbai’at
Saman di usia yang muda. Padahal dulunya, hanya orang-orang tualah yang
mahir bersaman. Kecendrungan ini telah membawa dampak makin betahnya
para pemuda di surau, karena mereka merasa senang bertahlil. Namun arah
positif ini hanya di sebahagian kecil tempat yang ditemui sekarang,
wilayah lainnya malah tidak kenal lagi dengan Samman, apatah lagi dengan
banyak wafatnya orang yang tua-tua yang memangku Tarikat Saman itu.
Begitulah keadaannya. Demikianlah sekilas mengenai Tokoh dan Literatur
Tarikat Saman di Minangkabau yang telah penulis kumpulkan beberapa tahun
lamanya. Dengan cacatan, walaupun kita merasa sulit menemui
sumber-sumber yang berbicara langsung tentang Tarikat Saman di
Minangkabau, namun kita mesti tahu bahwa Tarikat Samaniyah dengan segala
hal ihwalnya telah lama memberikan sumbangsih yang sangat berharga,
apakah di zaman perang dulunya sebagai tameng pengusir Kompeni, ataupun
dalam pembentukan moral masyarakat banyak. Tokoh-tokoh ulama Saman akan
tetap terkenang, akan tetap di ziarahi, dan Tarikat Saman akan selalu
berjaya sebagai halnya dulu, di ranah Minang, ranahnya ulama-ulama.
Kepustakaan
Hamka, Tasawwuf, Perkembangan dan Pemurniannya (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004)
Masduki HS, Intelektualisme Pesantren: (Jakarta: Diva Pustaka, 2004)
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Izhar Zaghlil Kazibin fi
Tasyabbuhihim bis Shadiqin (Mesir: Mathba’ah at-Taqdum al-Ilmiyah, 1908)
Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: Survei Historis, Geografis dan Sosiologis (Bandung: Mizan, 1992)
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarikat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1995)
Min Makkah ila Mishra (manuskrip, koleksi Madrasah al-Manar Batu Hampar Payakumbuh)
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Nusantara dengan Kepulauan Nusantara:
akar Pembaruan Islam di Indonesia (Jakarta: Prenada Group, 2004)
Azyumardi Azra, Surau: Lembaga pendidikan Islam tradisional dalam transisi dan Modernisasi (Jakarta: Logos, 2003)
Ahmad Purwadaksi, Ratib Samman dan Hikayat Syekh Muhammad Samman:
Suntingan Naskah dan Kajian Isi Teks (Jakarta: Djambatan, 2004)
‘Arif billah Syekh Abdus Shamad al-Falimbani, Siyarus Salikin fi Thariqat as-Saadat as-Sufiyyah (Jeddah: al-Haramain, t. th)
M. Sanusi Latief, Gerakan Kaum Tua di Minangkabau (Disertasi Doktor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1988)
Syekh Muda Abdul Qadim Belubus, Risalah Tsabitul Qulub (Bukittinggi: as-Sa’adiyah, 1393 H) juz I
Khalifah Rajab, Kitab Segala Rahasia-rahasia yang halus-halus (Manuskript) Surau Batu Bajarang Solok Selatan
(Anonym), Ini Kaifiyat Khatam al-Qur’an (Jakarta: Syarikah Maktabah al-Madinah, t. th)
Syekh Mudo Abdul Qadim, Tsabitul Qulub, juz II (manuscript salinan Buya Marnis Dt. Bangso Dirajo
Naskah Simpang Tonang Pasaman (manuscript), bandingkan dengan Sya’ir Saman salinan Muhammad Ridhwan Dt. Tan Bijo Sungai Pagu.
H. Jalaluddin, Pertahanan Tarikat Naqsyabandiyah (Bukittinggi: Tsamaratul Ikhwan, 1950)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar